BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan...

16
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Laut merupakan bagian terluas di permukaan bumi sebab ¾ permukaan bumi ialah laut yang menghubungkan suatu negara dan negara lain. Selain itu, laut juga penting dalam hubungan antar bangsa dan negara untuk mengatur kompetisi antar bangsa dan negara dalam mencari dan mendayagunakan kekayaan laut. Saat ini, pemanfaatan dan pengembangan perikanan serta pertambangan yang terkandung di kawasan dasar laut (Sea Bed) semakin hari pertumbuhannya semakin pesat. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan yang mengatur tentang pelaksanaan hukum laut maupun pemanfaatan kawasan dasar laut. Hal tersebut, menyebabkan penting pula adanya Hukum Laut Internasional untuk mengatur jalur pelayaran dan perdagangan Internasional. Secara geografis Indonesia merupakan negara maritim. Negara maritim merupakan suatu konsep dimana negara dalam hal ini Indonesia mampu memanfaaatkan semua potensi laut baik itu perikanan, kelautan, pertambangan, wisata bahari maupun pertahanan negara. Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia memiliki wilayah perairan terbesar di dunia dan dua pertiga dari luas wilayahnya adalah perairan. Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2 , Laut Teritorial seluas 0,3 juta km 2 , luas ZEE sekitar 3,0 juta km 2 ,

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Laut merupakan bagian terluas di permukaan bumi sebab ¾ permukaan

bumi ialah laut yang menghubungkan suatu negara dan negara lain. Selain itu,

laut juga penting dalam hubungan antar bangsa dan negara untuk mengatur

kompetisi antar bangsa dan negara dalam mencari dan mendayagunakan

kekayaan laut. Saat ini, pemanfaatan dan pengembangan perikanan serta

pertambangan yang terkandung di kawasan dasar laut (Sea Bed) semakin hari

pertumbuhannya semakin pesat. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan yang

mengatur tentang pelaksanaan hukum laut maupun pemanfaatan kawasan dasar

laut. Hal tersebut, menyebabkan penting pula adanya Hukum Laut

Internasional untuk mengatur jalur pelayaran dan perdagangan Internasional.

Secara geografis Indonesia merupakan negara maritim. Negara maritim

merupakan suatu konsep dimana negara dalam hal ini Indonesia mampu

memanfaaatkan semua potensi laut baik itu perikanan, kelautan,

pertambangan, wisata bahari maupun pertahanan negara. Seperti yang kita tahu

bahwa Indonesia memiliki wilayah perairan terbesar di dunia dan dua pertiga

dari luas wilayahnya adalah perairan. Potensi wilayah pesisir dan lautan

Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9

juta km2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km2, luas ZEE sekitar 3,0 juta km2,

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

2

panjang garis pantai lebih dari 81.00 km87 dan disamping itu Indonesia

memiliki pulau berjumlah 17.504 pulau1.

Hukum laut pada pokoknya hanya mengatur kegiatan-kegiatan di atas

permukaan laut, dasar laut, serta kekayaan mineral yang terkandung

didalamnya. Hukum laut menjadi penting untuk mengatur sumber daya alam

serta untuk mengatur hal-hal tertentu, seperti jalur tambahan, zona ekonomi

eksklusif dan landas kontinen. Dalam konteks hukum nasional, Wilayah

Perairan diatur melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan

Indonesia. Wilayah Perairan Indonesia adalah segala perairan sekitar, di antara,

dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian-bagian pulau yang

termasuk dataran Negara Republik Indonesia yang berada di bawah kedaulatan

Negara Republik Indonesia.

Wilayah Perairan Teritorial (Terotorial Waters) Indonesia meliputi

Laut Teritorial (Teritorial Sea), Perairan Kepulauan (Achipelagic Waters), dan

perairan pedalaman (Inlands Waters). Sedangkan Perairan Pedalaman (Inland

Waters) terdiri atas Laut Pedalaman (Intenal Sea) dan Perairan darat (Inlands

Waters)2. Laut yang merupakan “wilayah Indonesia” dan yang ada di bawah

kedaulatan Indonesia merupakan kewenangan Indonesia dimana Indonesia

mempunyai hak-hak berdaulat yang merupakan kepentingan Indonesia.

Keterkaitan Indonesia cukup erat walaupun Indonesia tidak mempunyai

kedaulatan kewilayahan ataupun kewenangan dan hak-hak berdaulat atas laut

1Dikdik Mohammad Sodik, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia, PT

Reflika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 49. 2Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara dalam dimensi Hukum Internasional, Graha Ilmu,

Yogyakarta, 2011, hlm. 24.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

3

tersebut. Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah laut lepas dan kawasan

dasar laut Internasional3.

Hukum Internasional telah memberikan kontribusi besar dalam

menciptakan keadilan bagi setiap negara dengan mengatur secara internasional

kegiatan pemanfaatan laut dan mencegah eksploitasi sumber daya alam dan

pengklaiman batas laut wilayah secara berlebihan. Lahirnya konsepsi hukum

laut internasional tidak dapat terlepaskan dari sejarah pertumbuhan laut

internasional yang mengenal pertarungan antar dua konsepsi, yaitu: (Res

Communis) yang menyatakan bahwa laut itu adalah milik bersama masyarakat

dunia, dan karena itu tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing

negara. (Res Nulius), yang menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memiliki,

dan karena itu dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara.4

Pertumbuhan dan perkembangan kedua doktrin tersebut diawali dengan sejarah

mengenai penguasaan laut oleh Imperium Roma yang menguasai tepi Lautan

Tengah secara mutlak. Dalam melaksanakan kekuasaannya di laut, banyak

tanda-tanda bahwa dalam pandangan orang Romawi laut itu dapat dimiliki, di

mana pada zaman itu hak penduduk pantai untuk menangkap ikan di perairan

dekat dengan pantainya telah diakui. Pemilikan suatu kerajaan dan negara atas

laut yang berdekatan dengan pantai tersebut didasarkan atas konsepsi res

nulius. Menurut konsepsi res nulius, laut bisa dimiliki apabila yang berhasrat

memilikinya bisa menguasai dan mendudukinya.5

3Djalal Hasyim, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Badan Pembinaan Hukum Nasional

Departemen Kehakiman, Binacipta, Jakarta, 1979, hlm. 29. 4Ibid., hlm. 11. 5 Dikdik Mohammad Sodik, ibid., hlm. 3.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

4

Ketentuan-ketentuan Hukum Internasional yang mengatur tentang

kedaulatan negara atas wilayah laut merupakan suatu ketentuan penting

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982. Zona-zona

maritim yang termasuk ke dalam kedaulatan penuh ialah perairan dalam,

perairan kepulauan (bagi negara kepulauan), dan laut teritorial. Ditinjau dari

segi Hukum Internasional, ada dua cara untuk menjelaskan konsep kedaulatan

di laut: pertama, kedaulatan dilihat dalam kaitannya dengan zona maritim, di

mana suatu negara pantai atau negara kepulauan mempunyai kedaulatan atas

perairan dalam, perairan kepulauan dan laut teritorial. Kedua, kedaulatan

dikaitkan dengan yurisdiksi suatu negara pantai. Menurut ketentuan-ketentuan

dalam Bab II, III DAN IV Konvensi Hukum Laut 1982, negara pantai dan

negara kepulauan mempunyai kedaulatan atas perairan pedalaman, perairan

kepulauan dan laut teritorial, perairan yang merupakan selat, ruang udara di

atasnya dan juga dasar laut dan tanah dibawahnya demikian juga sumber daya

alam yang terkandung di dalamnya. Kedaulatan negara pantai meliputi pula

ruang udara di atasnya dan dasar laut serta tanah di bawahnya termasuk sumber

daya ikan.

Dalam melaksanakan kedaulatan, diperlukan yurisdiksi yaitu

kewenangan hukum negara untuk membuat peraturan perundang-undangan

yang mengatur hubungan hukum yang dilakukan oleh orang (warga negara

atau warga negara asing) dan harta benda yang berada di wilayahnya.

Yurisdiksi ini mencakup pula kewenangan negara untuk memaksakan agar

subjek hukum menaati peraturan hukum. Yurisdiksi ini dapat diartikan sebagai

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

5

kekuasaan pengadilan untuk mengadili orang-orang yang melanggar peraturan

perundang-undangan yang dibuat.

Sejarah perkembangan hukum laut pertama kali termuat dalam

Konferensi hukum laut yang pertama ialah Konferensi Perserikatan Bangsa-

bangsa tentang Hukum Laut I pada tahun 1985 United Nations Conventions on

the Law of the Sea (UNCLOS I 1985). Konferensi hukum laut yang kedua

UNCLOS II pada tahun 1960, The Thrid United Nation Convention Law of

Sea 1982 (Selanjutnya disebut UNCLOS 1982) merupakan konvensi hukum

laut atau hukum perjanjian laut yang dihasilkan dari konferensi PBB tentang

Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III) yang berlangsung dari tahun 1973

sampai dengan tahun 1982. UNCLOS mengatur tentang rejim-rejim hukum

laut, termasuk hukum Negara Kepulauan (yang mempunyai arti dan peranan

penting untuk menetapkan kedudukan Indonesia dalam rangka implementasi

wawasan Nusantara). Menindak lanjuti hal tersebut pemerintah mengeluarkan

UU No 17 tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS 1982. Maka sejak

berlakunya undang-undang ini pada 31 Desember 1985, Indonesia terikat

dalam konvensi Hukum Laut PBB dan harus menjadi pedoman dalam

pembuatan Hukum Laut Nasional selanjutnya. Ketentuan yuridis batas Landas

Kontinen diatur secara khusus dalam BAB VI Pasal 78-85 UNCLOS. Menurut

pasal 76 ayat (1) dinyatakan bahwa Landas Kontinen suatu negara pantai

meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya di daerah di bawah permukaaan laut

yang terletak di luar Laut Teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah

daratannya hingga pinggiran laut tepi kontinen atau hingga jarak 200 mil laut

dari garis pangkal di mana laut teritorial diukur. Mengacu pada ketentuan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

6

tersebut, tampak jelas bahwa hak eksklusif suatu negara terhadap sumber-

sumber daya alam dari Landas Kontinen sudah cukup jelas tegas diatur dan

diakui. Dengan demikian hak berdaulat Indonesia ada pada Zona Ekonomi

Eksklusif (ZEE) dan pada landas kontinen, di wilayah inilah negara pantai

memiliki hak eksklusif untuk mengeksplorasi sumber daya alam yang

terkandung di dalamnya. Negara-negara lain tidak boleh melakukan hal yang

sama tanpa ijin dan persetujuan dari negara pantai yang bersangkutan.6

Dengan telah di sahkannya Konvensi Hukum Laut 1982, tidak berarti

bahwa konvensi tersebut telah dapat menampung segala kepentingan negara-

negara. Pada masa sekarang ini, masalah-masalah yang nyata mulai timbul.

Salah satu penggunaan laut yang dapat menimbulkan sengketa adalah

mengenai pengaturan dan pengamanan baik bagi hak lintas bagi kapal-kapal

asing pada perairan yang berada di bawah yurisdiksi suatu negara. Beberapa

perkembangan terakhir dalam hukum perikanan internasional Konvensi

Hukum laut 1982 menetapkan berbagai macam zona maritim dalam kaitannya

dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan. Konvensi hukum laut

1982 berisi ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hukum perikanan yang

berlaku di berbagai macam zona maritim yang berada di bawah dan diluar batas

yurisdiksi nasional. Ketentuan ini diatur dalam Bab V konvensi 1982 yang

memuat pengaturan hukum perikanan yang berada di rezim zona ekonomi

eksklusif dua negara pantai atau lebih, dan laut lepas.7

6Suryo Sakti Hadiwijoyo, ASPEK HUKUM WILAYAH NEGARA INDONESIA, Graha Ilmu,

Yogyakarta, 2012, hlm. 23. 7 Dikdik Mohammad Sodik, ibid., hlm. 84.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

7

Guna mengatasi berbagai problematika yang timbul akibat pelaku IUU

(Illegal, unregulated and unreported) terhadap pencurian ikan (Ilegal Fishing)

hingga saat ini tercatat 317 kapal asing yang ditenggelamkan8. Salah satu

aspek yang perlu menjadi perhatian adalah mengembangkan landasan dan

kerangka hukum perikanan internasional yang memadai untuk mendukung

langkah konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan yang bertanggung

jawab. Dalam Seminar Sespimiti Polri, Jakarta Selatan Jumat (20/10/2017)

Menko bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjajitan berpendapat bahwa

menurutnya “sanksi penenggelaman kapal sudah cukup dan pada tahun ini

kementerian diminta untuk fokus meningkatkan produksi agar jumlah ekspor

bisa meningkat. Menurutnya kapal yang terbukti dipakai pada kasus illegal

fishing disita dan dapat dijadikan sebagai aset negara. Luhut meminta agar

tidak ada lagi penenggelaman kapal pada tahun 2018 ini. Hal ini disampaikan

Luhut saat menggelar rapat koordinasi dengan kementerian di bawah

jajarannya pada Senin (8/1/2018). Pendapat yang sama juga dikatan oleh Wakil

Presiden Indonesia Jusuf Kalla bahwa menurutnya “akibat dari penenggelaman

kapal asing yang telah dilakukan selama tiga tahun terakhir karena tidak sedikit

negara yang protes ke Indonesia”, Jusuf Kalla meminta kebijakan

penenggelaman kapal asing pencuri ikan dihentikan. Kapal-kapal asing yang

yang ditanggap cukup ditahan kemudian nantinya bisa dilelang sehingga uang

dari hasil lelang tersebut dapat masuk ke kas negara. Kapal-kapal tersebut

8IHSANUDDIN (10/01/2018)

http://nasional.kompas.com/read/2018/01/10/09132351/penenggelaman-kapal-ala-susi-dipuji-

jokowi-dikritik-jk-dan-luhut

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

8

dapat dimanfaatkan karena Indonesia kekurangan kapal untuk menangkap

ikan9.

Menanggapi hal tersebut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi

Pudjiastuti saat mengadakan konferensi pers di rumah dinasnya, Jakarta

Selatan (4/12/2017) memberikan tanggapan bahwa Menteri Susi tetap

konsisten dengan kebijakannya menenggelamkan kapal asing pencuri ikan.

Yang dimaksud dengan kapal asing menurut Pasal 1 angka 39 UU Nomor 17

Tahun 2008 tentang Pelayaran ialah “Kapal yang berbendera selain bendera

Indonesia dan tidak tercatat dalam daftar kapal Indonesia”.10 Ilegal fishing

dapat diartikan sebagai kegiatan perikanan yang melanggar hukum.Kegiatan

penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau kapal asing

di perairan yang bukan merupakan yuridiksinya tanpa izin dari negara yang

memiliki yuridiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan

dengan hukum dan peraturan negara itu (Activities conducted by national or

foreign vessels in waters under the jurisdiction of a state, without permission

of that state, or in contravention of its laws and regulation). Sedangkan

pencurian ikan Menteri Susi menegaskan bahwa penenggelaman kapal pencuri

ikan sudah diatur di dalam UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Dalam

Pasal 69 Ayat (1) UU No 45/2009 menyatakan, kapal pengawas perikanan

berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum dibidang

9 Ibid, Kompas.com "Penenggelaman Kapal ala Susi Dipuji Jokowi, Dikritik JK dan Luhut”.

Jakarta 10/01/2018.

https://nasional.kompas.com/read/2018/01/10/09132351/penenggelaman-kapal-ala-susi-dipuji-

jokowi-dikritik-jk-dan-luhut.

10UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

9

perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. Sementara itu,

Pasal 69 Ayat (4) UU No 45/2009 berbunyi, "Dalam melaksanakan fungsi

sebagaimana ayat (1) penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan

tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal

perikanan berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup."11

Pasal 76 ayat 2 Undang-undang Perikanan menyebutkan bahwa “Benda

dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak

pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah

mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri”. Penenggelaman setelah

adanya putusan pengadilan Nomor 11 Tahun 2014 kemudian diperkuat oleh

SEMA Nomor 1 Tahun 2015.

Dari total penenggelaman kapal selama ini, ujar Susi, hampir 90 persen

merupakan hasil keputusan pengadilan. Ketika pengadilan memutus sebuah

kasus illegal fishing dengan sanksi pemusnahan kapal, maka pihaknya akan

menjalankan putusan tersebut dengan menghancurkan serta menenggelamkan

kapal. kapal-kapal yang terbukti mencuri ikan di Indonesia dianggap sebagai

pelaku kejahatan karena kapal tersebut memiliki kewarganegaraan (kapal

negara lain/asing). Jadi, kapal tidak dilihat sebagai alat bukti kejahatan kapal

hanya sebagai perantara tindakan pencurian ikan semata. Dari peristiwa

tersebut menimbulkan pro dan kontra terkait kebijakan Menteri Susi

menenggelamkan kapal asing yang tertangkap mencuri ikan di perairan

Indonesia. Menurut Presiden Jokowi melalu kebijakan penenggelaman kapal

asing pencuri ikan, Susi telah mewujudkan kedaulatan di Indonesia. Meskipun

11Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

10

diakui ada kebebasan tentang perikanan namun ada pula pembatasan-

pembatasan tertentu, baik yang ditetapkan dalam perjanjian yang diadakan oleh

negara-negara, maupun pembatasan-pembatan oleh kepentingan-kepentingan

dan hak-hak negara pantai, serta perlindungan perikanan sebagaimana

ditetapkan dalam UNCLOS 1982.12

Mengacu pada UNCLOS 1982, negara pantai mempunyai hak-hal

berdaulat dan yurisdiksi secara eksklusif dan khusus terkait dengan

pemanfaatan sumber daya alam ikan yang berada pada jalur ZEE, termasuk

pada dasar laut dan tanah dibawahnya. Ketentuan Bab V Konvensi megenai

ZEE memuat hak dan kewajiban bagi negara di dunia dalam pemanfaatan ZEE

suatu negara tertentu. Ketentuan yang berkaitan dengan sumber daya ikan

tersebut diatur dalam pasal 61 Konvensi Hukum Laut 1982 bahwa negara

pantai diwajibkan untuk mengambil langkah-langkah konservasi dengan

menetapkan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan dari sumber daya ikan

yang terdapat didalam zona ekonomi eksklusifnya. Kepentingan yang

berkaitan dengan pengaturan mengenai pengelolaan sumber daya ikan di ZEE

ditemukan dalam pasal 62 ayat 4 Konversi Hukum Laut 1982. Ketentuan dalam

pasal ini memberikan kewenangan kepada negara pantai untuk membuat

peraturan perundang-undangan mengenai kegiatan kapal-kapal perikanan

asing di ZEE. Pasal 62 ayat 4 huruf (a) menetapkan hak negara pantai dalam

pengaturan surat izin penangkapan ikan kepada kapal-kapal perikanan asing

dan jenis penagkapan ikan yang boleh digunakan. Dalam arti ini, kegiatan

penangkapan ikan di ZEE hanya dapat dilakukan bila telah memperoleh surat

12 Frans E. Likadja dan Daniel F.Bessie, HUKUM LAUT DAN UNDANG-UNDANG PERIKANAN,

Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, 1998, hlm.31.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

11

izin penangkapan ikan yang dikeluarkan oleh negara pantai sesuai dengan

persyaratan yang berlaku.13 Meskipun ketentuan-ketentuan konvensi ini tidak

memberikan hak-hak perikanan eksklusif kepada negara pantai atas perikanan

di laut lepas di muka pantainya, namun rangkaian pasal-pasal ini merupakan

langkah penting ke arah perlindungan kepentingan yang sah bagi negara atas

perikanan yang berdekatan dengan pantainya, tanpa mengabaikan kepentingan

perikanan negara-negara lain.14

Yurisdiksi negara dalam prespektif hukum internasional, menurut

Anthony Csabafi dapat didefinisikan sebagai “State judisdiction in public

international law means the right of state to regulate of effect by legislatif,

excekutive, or judicial meansure the rights of persons, property, acts or events

with respect to matterd not exclusively of domestic concern” artinya bahwa hak

dari suatu negara untuk mengatur atau memperngaruhi dengan langkah-

langkah atau tindakan yang bersifat legislatif, eksekutif, atau yudikatif atas

hak-hak individu, hak milik, atau harta kekayaan, perilaku-perilaku atau

peristiwa-peristiwa yang semata-mata merupakan masalah dalam negeri.

Hukum internasional sebagai landasan implementasi memuat hak, kekuasaan

dan kewenangan suatu negara tidak semata-mata hanya berkaitan dengan

masalah dalam negeri, akan tetapi juga terkait dengan permasalahan yang

melibatkan dengan negara lain atau aspek hukum internasional. Sehubungan

dengan itu hal tersebut maka melalui hukum internasionallah negara dapat

menjalankan hak, kekuasaan tersebut dengan tetap memperhatikan yurisdiksi

13Ibid, hlm. 87. 14 Mochtar Kusumaatmadja, HUKUM LAUT INTERNASIONAL, Binacipta, Bandung, 1986. Hlm.

158.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

12

negara lain. Aspek internasional inilah yang menjadi dasar bagi berlakunya

hukum internasional bagi suatu negara dalam menjalin hubungan dengan

negara lain.

Dari permasalahan tersebut penulis akan membahas secara khusus

bagaimana Tinjauan Yuridis Terhadap Penenggelaman Kapal Asing Pelaku

Ilegal, Unregulated and unreported (IUU Fishing). Definisi Yuridis secara

konseptual ialah Hukum atau dari segi hukum.15 Di Indonesia yuridis dapat

diartikan sebagai aspek hukum yang berasal dari pancasila. Yuridis juga secara

universal diartikan sebagai peraturan yang terdapat pada masing-masing

negara yang telah disahkan oleh pemerintah, jika peraturan ini dilanggar maka

yang melanggarnya akan dikenakan sanksi. Yuridis bersifat memaksa dimana

sesorang harus mematuhinya. Dari definisi tersebut penulis merumuskan

bahwa tinjauan yuridis ialah mempelajari dengan cermat, memeriksa untuk

memahami suatu pandangan dari segi hukum. Dalam hal ini penulis akan

mengkaji penelitian yang ditinjau dari peraturan perundang-undangan

Nasional maupun Internasional.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis membuat rumusan masalah

sebagai berikut, Apakah kebijakan penenggelaman kapal asing pelaku IUU

Fishing ((Ilegal, Unregulated and unreported) bertentangan dengan

UNCLOS?

15 M Marwan, dan Jimmy P, KAMUS HUKUM, Reality Publisher, Surabaya, 2009, hlm. 681.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

13

C. TUJUAN PENELITIAN

Dilihat dari rumusan masalah tersebut, maka penulis merumuskan tujuan

penelitian hukum ialah Tinjauan Yuridis terhadap penenggelaman kapal asing

Pelaku Ilegal, Unregulated and unreported Fishing (IUU Fishing). yaitu,

Menguraikan bagaimana pengaturan hukum di Indonesia mengenai

penenggelaman kapal asing pelaku ilegal fishing bahwa hal tersebut sudah

tepat dilaksanakan oleh Indonesia sebagai negara pantai. Sebagai konvensi

internasional UNCLOS 1982 (The Thrid United Nation Convention Law of

Sea) memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kepastian hukum

atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di wilayah perairan negara yang

meratifikasi UNCLOS ke dalam hukum nasionalnya. Untuk menjawab

rumusan masalah penulis berpendapat bahwa UNCLOS belum memberikan

kepastian hukum terhadap penenggelaman kapal asing pelaku IUU fishing,

UNCLOS secara detail tidak membahas tentang boleh atau tidaknya

menenggelamkan kapal pelaku IUU Fishing. Pada pasal 73 ayat (1) hanya

memberikan penegakan Peraturan Perundang-undangan bahwa Negara pantai

dapat melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi,

konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif

mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal, memeriksa,

menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana diperlukan untuk

menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan,

sehingga pengaturan mengenai penenggelaman kapal asing pelaku IUU

Fishing lebih cenderung pengaturannya pada Hukum Nasional yaitu Undang-

undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

14

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu manfaat praktis dan

manfaat teoritis.

a. Manfaat praktis :

Adanya penulisan dan penelitian hukum, penulis berharap bahwa tulisan

ini dapat bermanfaat bagi Pengembangan Hukum Internasional, terlebih

khususnya dibidang Kelautan. Penelitian hukum ini diharapkan dapat

memperluas wawasan hukum mengenai Hukum Internasional dan Hukum

Kelautan baik didalam ranah hukum nasional maupun hukum Internasional

serta bagaimana ketentuan peraturan hukum yang pasti dan dapat diterapkan

apabila terjadi IUU fishing.

b. Manfaat teoritis :

Selain itu tulisan ini diharapkan bermanfaat untuk menjadi suatu rujukan

ketika dihadapkan dalam persoalan tentang pelanggaran-pelanggaran

terhadap pencurian ikan di wilayah kedaulatan negara oleh kapal-kapal

asing.

E. METODELOGI PENELITIAN

Untuk menjawab tujuan penelitian akan dilakukan Metode Penelitian

sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam melakukan penulisan dan penelitian hukum, jenis penelitian

hukum yang dilakukan oleh penulis ialah penelitian hukum Normatif.

Penemuan hukum (legal research) adalah menemukan kebenaran

koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

15

norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum,

serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan

hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip hukum.16

2. Pendekatan

Dalam melakukan penelitian ini, karena dimaksudkan untuk melihat

kesesuaian atau ketidaksesuaian suatu tindakan (penenggelaman kapal)

dengan suatu instrument hukum (UNCLOS). Penulis berfokus kepada

pendekatan Perundang-undangan atau dalam hukum internasional lazim

digunakan istilah pendekatan perjanjian internasional (Treaty Approach).

Pendekatan ini mencakup segala macam bentuk perjanjian internasional

yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

berkaitan dengan IUU Fishing. Pendekatan perundang-undangan ini

mempelajari konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang

dengan undang-undang lainnya.17

3. Pengumpulan Data

Kajian dilakukan dengan melakukan penelitian terhadap bahan hukum

primer dan sekunder seperti buku-buku, jurnal-jurnal internasional

khususnya dibidang Hukum Laut Internasional, doktrin-doktrin dalam

artikel baik melalui hardcopy maupun softcopy, internet, kamus, serta

segala sesuatu yang masih berkaitan dengan topik ini. Selain itu penulis juga

melakukan penelitian dengan metode Interpretasi Perjanjian Internasional

yaitu proses untuk menemukan hukum melalui berbagai cara penafsiran

16 Peter Mahmud Marzuki, PENELITIAN HUKUM, Cetakan ke-12, PRENAMEDIA GROUP,

Jakarta, 2016, hlm. 47. 17 https://belapendidikan.com/macam-macam-pendekatan-dalam-penelitian-hukum/

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Kepulauan seluas 2,9 juta km 2, Laut Teritorial seluas 0,3 juta km , ... Konvensi

16

dalam lapangan hukum Internasional, khususnya berbagai cara penafsiran

dalam pelaksanaan perjanjian-perjanjian Internasional, baik yang diatur

dalam konvensi, pendapat para ahli maupun dari berbagai keputusan

pengadilan (nasional ataupun internasional).18

4. Bahan-bahan hukum penelitian

Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini dibagi

menjadi 2 (dua) yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Pertama, Bahan

hukum primer merupakan bahan hukum yang berupa peraturan perundang-

undangan dalam hal ini penulis fokus menggunakan Undang-undang

Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan dan UNCLOS (United Nation

Convention on the Law of the Sea). Kedua, bahan hukum sekunder yaitu

bahan hukum yang berupa pendapat hukum/ doktrin/ teori-teori yang

diperoleh dari literatur hukum, hasil penelitian, artikel ilmiah, maupun

website yang terkait dengan penelitian.19

18Dr. H.M. Fauzan, S.H., M.M., M.H. KAIDAH PENEMUAN HUKUM YURISPRUDENSI

BIDANG HUKUM PERDATA, PRENADAMEDIA GROUP, Jakarta, 2014, hlm. 68. 19 https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2014/08/09/data-sekunder-dalam-penelitian-hukum-normatif/ diakses pada tanggal 20, Februari 2019.