BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/24106/2/04._BAB_I.pdf · ditetapkan...
-
Upload
nguyentuyen -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/24106/2/04._BAB_I.pdf · ditetapkan...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang
pendidikan, yang merupakan salah satu faktor penentu mutu sumber daya
manusia (SDM). Melalui lembaga ini peran peserta didik, baik secara mental
maupun intelektual, digembleng agar dapat mencapai mutu sesuai target yang
ditetapkan oleh sekolah. Sementara itu, apabila diamati kondisi sumber daya
manusia, kualitas manusia Indonesia adalah kualitas pendidikan yang rendah.
Kualitas sosial-ekonomi dan gizi-kesehatan yang tinggi tidak akan dapat
bertahan tanpa adanya manusia yang memiliki pendidikan berkualitas.
Agar suatu organisasi memiliki daya saing yang tinggi dalam skala
global, maka organisasi tersebut harus mampu melakukan pekerjaan secara
lebih baik, efektif, dan efisien dalam menghasilkan output yang berkualitas
tinggi dan dengan harga yang bersaing. Untuk menghasilkan output yang
bersaing, maka masa mendatang bukan lagi mengandalkan keunggulan
komparatif saja, melainkan juga harus meningkatkan keunggulan kompetitif.
Pengelolaan sumber daya akan memiliki keunggulan kompetitif jika sumber
daya manusia memiliki potensi yang tinggi untuk mengelolanya.
Pada tatanan tersebut, tugas utama sekolah ialah untuk membantu
peserta didik untuk menemukan, mengembangkan, dan membangun
1
2
kemampuan yang akan menjadikannya berkesanggupan secara efektif untuk
menunaikan tugas-tugas individu dan sosialnya pada saat sekarang dan
mendatang. Untuk mencapai tugas tersebut, maka layanan pendidikan sekolah
akan bersentuhan dengan pelbagai pengetahuan yang tergambar dalam
kurikulum.
Dalam setiap proses pembelajaran, selalu akan ada tiga komponen
penting yang terkait satu sama lain. Tiga komponen penting itu adalah: (1)
kurikulum, materi yang diajarkan; (2) proses, bagaimana materi diajarkan; (3)
produk, hasil dari proses pembelajaran. Ketiga aspek ini sama pentingnya
karena merupakan satu kesatuan membentuk lingkungan pembelajaran. Satu
kesenjangan yang selama ini dirasakan dan dialami adalah kurangnya
pendekatan yang benar dan efektif dalam menjalankan proses pembelajaran.
Selama ini, realisasi pendidikan di lapangan hanya terpaku pada materi dan
hasil belajar tanpa memikirkan dampak dari pembelajaran tersebut (Gunawan,
2004: 1).
Menurut Syah (2004: 144), prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu (1) faktor internal (faktor dalam diri siswa), yakni keadaan atau
kondisi jasmani dan rohani siswa, dan (2) faktor eksternal (faktor dari luar
siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa; faktor pendekatan belajar,
yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa utuk melakukan kegiatan pembelajaran.
3
Keberhasilan proses belajar dapat dilihat dari aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor. Aspek kognitif berkaitan dengan kegiatan mental siswa
dalam memperoleh, mengolah, mengorganisasi dan menggunakan
pengetahuan. Aspek psikomotor berkaitan dengan pengalaman nyata siswa
dalam pelajaran yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan
bertindak siswa setelah menerima suatu pengalaman. Sedangkan aspek afektif
terkait dengan bentuk sikap dan nilai siswa. Aspek ini mencakup watak
perilaku siswa, seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
Hasil penelitian dalam pembelajaran pada dekade terakhir
mengungkapkan bahwa belajar akan efektif, jika peserta didik dalam keadaan
gembira. Kegembiraan dalam belajar telah terbukti memberikan efek yang
luar biasa terhadap capaian hasil belajar peserta didik. Bahkan potensi
kecerdasan intelektual yang selama ini menjadi “primadona” sebagai penentu
hasil belajar, ternyata tidak sepenuhnya benar. Kecerdasan emosional telah
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap efektivitas pembelajaran di
samping kecerdasan intelektual (Darmansyah, 2010: 3).
Ketika peserta didik mendapat rangsangan menyenangkan dari
lingkungannya, akan terjadi berbagai “sentuhan tingkat tingi” pada diri
peserta didik yang membuat mereka lebih aktif dan kreatif secara mental dan
fisik. Kenyamanan yang mereka nikmati akan memberikan kesempatan otak
emosi (memori) untuk menyimpan informasi, baik dalam memori jangka
pendek maupun jangka panjang. Informasi yang masuk ke dalam otak memori
4
yang melibatkan emosi secara mendalam, akan memudahkan mereka untuk
mengingat kembali saat diperlukan. Artinya, kenyamanan dan kesenangan
yang dinikmati peserta didik itu, sangat membantu mereka mencapai
keberhasilan belajarnya secara optimal. Indikasi yang dapat dilihat secara
kasat mata adalah dari wajah mereka yang memancarkan cahaya kesenangan
yang luar biasa. Mereka lebih aktif dan kreatif bertanya, berdiskusi, dan
menjawab berbagai pertanyaan. Mereka mengerjakan tugas-tugas dengan
motivasi tinggi. Mereka merasa waktu pelajaran begitu singkat. Bahkan
pertemuan-pertemuan berikut mereka nantikan dengan antusias dan penuh
harapan. Gurunya pun menjadi idola yang amat disenanginya (Darmansyah,
2010: 4).
Namun, kenyataan yang dihadapi di lapangan ternyata sering tidak
sesuai dengan harapan. Siswa sering menerima stimulus yang kurang dari
lingkungannya. Bahkan, suasana yang tidak menyenangkan itu justru
terkadang datang dari orang yang paling berperan dan berpengaruh dalam
pembelajaran, yaitu guru. Siswa sering dihadapkan pada situasi yang tidak
bersahabat yang diakibatkan dari ketidakmampuan guru memberikan stimulus
yang menyenangkan. Tindakan guru sering membuat mereka stres, jenuh,
bosan dan tidak nyaman dalam pembelajaran. Mereka terpaksa berhadapan
dengan kenyataan yang tidak dapat dielakkan, kecuali interaksi dengan
lingkungan yang kurang menyenangkan (Darmansyah, 2010: 6).
5
Beberapa indikasi ketidaksenangan belajar itu tampak dari gelagat
yang ditunjukkan oleh siswa di dalam kelas. Misalnya, muncul “kebahagiaan”
peserta didik, jika gurunya berhalangan hadir. Para siswa bersorak-sorai,
apabila pada jam tertentu guru tidak dapat mengajar karena berbagai sebab.
Bahkan ada kecenderungan di banyak sekolah di Indonesia, tidak belajar bagi
seorang siswa adalah suatu “keberuntungan”, karena merasa terbebas dari
sebuah kungkungan yang “memenjarakan” mereka (Darmansyah, 2010: 7).
Ketidaksenangan belajar itu akan semakin tinggi, jika karakteristik
mata pelajaran yang diajarkan guru bersangkutan tergolong mata pelajaran
yang dianggap dan dirasakan paling sulit oleh sebagian besar siswa. Artinya,
siswa akan semakin stres, jenuh dan sangat tidak nyaman serta khawatir tidak
mampu mencapai hasil belajar optimalnya, jika belajar dengan guru yang
tidak menyenangkan (Darmansyah, 2010: 8).
Banyak ahli yang menyatakan bahwa munculnya ketidaksenangan
belajar itu disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Namun
disinyalir bahwa ketidaksenangan belajar bagi peserta didik, sebagian besar
disebabkan oleh ketidakmampuan guru dalam menciptakan keriangan dan
kegembiraan dalam pembelajaran. Dampaknya, siswa mempersepsikan
sekolah seperti apa yang dikemukakan Buzan dalam Dryden & Vos (2001:
175): “setelah melakukan penelitian selama 30 tahun tentang asosiasi siswa
terhadap kata “belajar”, saya menemukan sepuluh kata atau konsep, yaitu: (1)
membosankan, (2) ujian, (3) pekerjaan rumah, (4) buang-buang waktu, (5)
6
hukuman, (6) tidak relevan, (7) penahanan, (8) “idih” (yuck), (9) benci, (10)
takut.”
Meskipun terciptanya pembelajaran menyenangkan itu ditentukan
banyak faktor, tetapi guru sering dianggap paling berperan. Oleh karena itu,
gurulah yang seharusnya berupaya untuk meningkatkan kualitas
pembelajarannya, agar peserta didik dapat menikmati pembelajaran secara
menyenangkan (Darmansyah, 2010: 9).
Sebagai seorang pendidik, diketahui bahwa profesionalisme seorang
guru bukanlah pada kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan,
tetapi lebih pada kemampuannya untuk melaksanakan pembelajaran yang
menarik dan bermakna bagi siswanya. Menurut Degeng (dalam Sugiyanto,
2010: 1-2), daya tarik suatu pelajaran (pembelajaran) ditentukan oleh dua hal,
pertama oleh mata pelajaran itu sendiri, dan kedua, oleh cara mengajar guru.
Oleh karena itu, tugas profesional seorang guru adalah menjadikan pelajaran
yang sebelumnya tidak menarik menjadikannya menarik, yang dirasakan sulit
menjadi mudah, yang tadinya tidak berarti menjadi bermakna. Jika kondisi
tersebut dapat dilaksanakan guru, yaitu siswa secara sukarela untuk
mempelajari lebih lanjut karena adanya kebutuhan, dan belajar bukan sekedar
kewajiban, maka guru sebagai pengajar dapat dikatakan berhasil.
Untuk itu sangat diperlukan strategi pembelajaran yang inovatif yang
dirasa efektif guna melakukan proses pembelajaran yang maksimal. Dalam
sekolah formal jarang sekali ditemukan strategi pembelajaran yang inovatif,
7
guru pada sekolah formal sering hanya menerapkan strategi pembelajaran
yang monoton. Oleh sebab itu, banyak siswa yang merasa perlu menggunakan
alternatif pembelajaran lain di luar sekolah formal guna memenuhi kebutuhan
belajarnya. Sebagai contoh dengan mengikuti bimbingan belajar yang rata-
rata menawarkan strategi pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Hal inilah
yang dibutuhkan siswa, agar mereka tidak bosan, dan merasa sebagai subjek
dalam pembelajaran, bukan sebagai objek saja seperti yang selama ini
berkembang dalam pembelajaran klasik yang terpusat pada guru. Sebagai
contoh dalam pembelajaran, guru membacakan teks kitab yang berbahasa
Arab, kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa lokal dan sekaligus
menjelaskan maksud yang terkandung dalam kitab tersebut. Model
pembelajaran seperti ini hampir tidak pernah terjadi diskusi antara guru dan
siswa, siswa hanya sebagai objek dalam pembelajaran saja.
Siswa memerlukan inovasi belajar, karena ini akan mendorong mereka
menuju hasil belajar yang lebih baik. Inovasi dalam strategi pembelajaran
inilah yang antara lain perlu dikembangkan oleh para guru, sehingga kualitas
belajar siswa semakin meningkat.
Sekolah Dasar (SD) Lazuardi Kamila Global Islamic School (GIS)
adalah salah satu lembaga pendidikan Sekolah Dasar berciri Agama Islam
yang menerapkan pendekatan kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences)
yang mengakui kepemilikan berbagai kecerdasan yang berbeda-beda dalam
setiap siswa, untuk kemudian menggali dan mengembangkannya.
8
Berdasarkan pendekatan ini, Lazuardi Kamila GIS menganggap semua anak
adalah (berpotensi menjadi) juara, dan karenanya sangat “dermawan” untuk
memberikan “award” kepada semua siswa.
Kegiatan belajar sambil bergerak dan bekerja, serta praktik (hands on
learning), mendapatkan penekanan penting. Begitu pula penggunaan alat
peraga visual. Hal ini dimaksudkan agar proses belajar melibatkan ketiga gaya
belajar: auditori, visual, dan kinestetik (berorientasi gerak).
Pengajaran agama di Lazuardi Kamila GIS, selain dimaksudkan untuk
memberikan keterampilan menjalankan ibadah, diarahkan terutama untuk
menanamkan akhlak mulia kepada para siswanya. Oleh karenanya,
orientasinya lebih kepada ranah afektif (sikap) dan psikomotorik praktis,
ketimbang kognitif. Selain itu, karena SD Lazuardi Kamila GIS Surakarta
berbasis Islam, maka di dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam juga
menerapkan hafalan surah Al-Qur’an. Dengan adanya hafalan surah Al-
Qur’an yang menyngkut materi pelajaran, maka dapat mempermudah dalam
proses kegiatan belajar mengajar. Selain itu juga diharapkan agar dapat
mengamalkan kandungan yang ada di dalam surah tersebut.
Selain itu, pengajaran juga diarahkan kepada penghayatan agama yang
bersikap terbuka dan progresif, yakni sejalan dengan kemajuan zaman, tanpa
mengorbankan prinsip-prinsip agama. Dengan menggunakan multi metode
pembelajaran, teknis pembelajaran dilakukan dengan ceramah, diskusi, role
play, games, simulasi, mind mapping, dan movie learning.
9
SD Lazuardi Kamila GIS Surakarta yang baru didirikan pada tahun
2006 telah banyak mencetak prestasi, yang mana dapat menunjukkan bahwa
SD tersebut dapat dikatakan berhasil dalam mendidik siswa. Prestasi yang
telah berhasil diraih siswa antara lain: a. Juara II lomba lukis anak (Solo
Autism Awarness 2009), b. 2nd Runner up of retelling story for primary school
grade 3-6 2010 (Point Education Center), c. Juara II lomba lukis sepatu
kategori anak se-Surakarta tahun 2009 (Solo Creative Movement), d. Juara II
olimpiade matematika tingkat SD se-Surakarta tahun 2011, e. Juara II lomba
perkusi (Lazkam Pesta Budaya), f. Juara III cipta alat peraga PAI se-
Kecamatan Banjarsari 2011.
Hal ini menarik untuk diteliti dan dikaji tentang bagaimana penerapan
model pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah tersebut. Oleh
karena itu, peneliti mengangkat judul “Model Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila Global Islamic School (GIS)
Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.”
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami istilah dalam
judul skripsi, maka perlu dijelaskan istilah-istilah yang berkaitan dan penting
dalam judul skripsi ini. Adapun istilah-istilah yang perlu penulis jelaskan
adalah sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran
10
Menurut Meyer (dalam Trianto, 2011: 21), model adalah “suatu
objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan sesuatu hal.”
Sedangkan pembelajaran adalah “proses, cara, perbuatan menjadikan
orang atau makhluk hidup belajar” (Depdiknas, 2008: 23).
Menurut Trianto (2007: 5), model pembelajaran adalah “kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam melaksanakan aktivitas belajar
mengajar.”
2. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan adalah “proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan
mendidik” (Depdiknas, 2008: 326). Dalam pengertian lain, Pendidikan
Agama Islam (PAI) yaitu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan
pengasuhan terhadap anak sehingga dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan Agama Islam, serta menjadikannya jalan kehidupan, baik
pribadi maupun kehidupan masyarakat (Syafaat, 2008: 16).
Di SD Lazuardi Kamila GIS Surakarta, PAI merupakan salah satu
mata pelajaran yang wajib diikuti oleh semua peserta didik. Di dalam
mata pelajaran tersebut memuat aqidah, akhlak, sejarah Islam, dan fikih.
11
Di dalam penulisan skripsi ini, model pembelajaran yang dimaksudkan
adalah model pembelajaran sebagai sistem, di mana ada beberapa komponen
yang saling terkait antara yang satu dengan yang lain. Komponen tersebut
antara lain: a. Tujuan, b. Materi, c. Metode, d. Media, dan e. Evaluasi.
Berdasarkan penegasan istilah tersebut di atas, maka yang dimaksud
judul penelitian “Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta Tahun pelajaran 2011/2012” adalah
usaha mempelajari dan menyelidiki kegiatan atau proses tentang pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ada di Sekolah Dasar Lazuardi
Kamila GIS Surakarta.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan rumusan
masalah:
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta?
2. Bagaimana peran guru dan siswa dalam penerapan model pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS
Surakarta?
12
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan dan manfaat, antara lain:
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta.
b. Untuk mendeskripsikan peran guru dan murid dalam pembelajaran
PAI.
2. Manfaat Penelitian
Dari rincian permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini,
diharapkan hasil penelitian ini dapat memperoleh manfaat:
1. Manfaat teoritis:
Dapat menambah hazanah pengetahuan di bidang pendidikan,
khususnya yang berkaitan dengan pengembangan model pembelajaran
dan dapat menjadi pijakan bagi peneliti berikutnya pada masa yang
akan datang.
2. Manfaat praktis:
a. Dapat menjadi bahan masukan kepada Sekolah Dasar Lazuardi
Kamila GIS Surakarta, untuk pengembangan Pendidikan Agama
Islam ke depannya.
b. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada semua instansi
pendidikan, terutama dalam hal model pembelajaran.
13
E. Kajian Pustaka
Tinjauan kepustakaan berupa tinjauan terhadap hasil-hasil penelitian
yang ditemukan dari buku, majalah, maupun yang masih dalam bentuk
skripsi. Namun demikian, tinjauan kepustakaan ini hanya memaparkan hasil
kajian terhadap skripsi-skripsi yang penulis temukan. Adapun penelitian yang
berhubungan dengan permasalahan yang penulis angkat dalam skripsi ini di
antaranya:
1. Endrati Satiti Hati (STAIN, 2003) dengan judul Proses Belajar Mengajar
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Madinah
Sukoharjo (Studi Materi dan Metode), menyimpulkan bahwa dalam
materi dan metode Pendidikan Agama Islam untuk usia anak-anak
dibutuhkan sebuah materi dan metode yang menyenangkan sesuai dengan
usia anak-anak sekolah dasar, maka apabila materi dan metode dalam
pembelajaran kurang tepat akan memberikan dampak yang buruk bahkan
fatal untuk perkembangan anak selanjutnya.
2. Desi Iriyani (UMS, 2008) dalam skripsinya yang berjudul Metode
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Tuna Rungu (SLB C),
menyimpulkan bahwa pembelajaran PAI pada anak-anak Tuna Rungu
banyak menggunakan metode dalam menyampaikan materi, yaitu:
metode ceramah dan hafalan, metode demonstrasi, menyanyi/irama dan
latihan.
14
3. Agus Purwanto (UMS, 2006) dengan judul Pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah Dasar Islam Terpadu Ar-Risalah Laweyan
Surakarta (Studi tentang Proses Masalah yang Dihadapi dan
Pemecahannya), menemukan bahwa: yang mempengaruhi pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam ada tiga, di antaranya:
a. Kondisi pembelajaran Agama Islam merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan metode dalam peningkatan hasil
pembelajaran PAI.
b. Metode pembelajaran PAI yaitu sebagai cara-cara tertentu yang
cocok untuk dapat digunakan dalam mencapai hasil-hasil
pembelajaran PAI yang berada pada kondisi tertentu.
c. Hasil pembelajaran PAI adalah mencakup semua akibat yang dapat
dijadikan indikator tentang nilai dari penggunaan metode
pembelajaran PAI di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda.
4. Ita Isdiyanti (STAIN Surakarta, 2006) dengan judul Pelaksanaan Active
Learning dalam Pembelajaran PAI Kelas III SD Islam Al-Azhar 28 Solo
Baru, menyimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
menggunakan metode ceramah tanpa mengimbangi dengan metode lain,
hal itu menjadi persoalan yang cukup mendasar, yakni tujuan
pembelajaran kurang optimal dan berdampak pada munculnya generasi-
generasi yang pasif, tidak mempunyai kreativitas dalam berpikir, dan
dalam hidupnya mereka akan bergantung pada orang lain. Belajar aktif
15
merupakan langkah tepat, menyenangkan, mendukung dan secara pribadi
menarik hati, di mana siswa dapat mengajukan pertanyaan tentang
pelajaran tertentu, dan mendiskusikannya dengan yang lain. Pelaksanaan
active learning dalam pembelajaran PAI kelas III SD Islam Al-Azhar 28
Solo Baru dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: dengan membagi siswa
menjadi beberapa kelompok di awal pelajaran, guru memfasilitasi anak
dengan mempersiapkan alat edu game, serta di akhir pelajaran guru selalu
memberikan tugas di lembar kerja. Adapun kendala yang dialami antara
lain, saat kegiatan belajar mengajar berlangsung ada beberapa siswa yang
membuat keributan sehingga siswa lain menjadi terganggu, serta tidak
semua mata pelajaran dapat disampaikan dengan menggunakan metode
permainan.
Berdasarkan berapa penelitian tersebut di atas, tampak ada perbedaan
dalam proses penelitian, baik fokus permasalahan, objek penelitian, maupun
waktu penelitian yang dilakukan oleh para peneliti tersebut di atas dengan
penelitian penulis. Penelitian ini membahas “Model Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta
Tahun pelajaran 2011/2012.” Oleh karena itu penelitian ini memenuhi unsur
kebaruan.
16
F. Metode Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis akan berpedoman pada
hal-hal penting di bawah ini:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research),
karena peneliti terjun langsung di lapangan pada saat proses penelitian.
Peneliti menggunakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian,
karena penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Taylor
dalam Moleong, 2007: 4). Dalam penelitian ini yang akan diteliti
adalah penerapan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta tahun pelajaran
2011/2012 serta bagaimana peran guru dan murid pada saat
pembelajaran berlangsung.
2. Penentuan Sumber Data
“Data merupakan bahan mentah yang perlu diolah sehingga
menghasilkan informasi atau keterangan” (Riduwan, 2010: 5).
Pengertian sumber data menurut Marzuki (2002: 55) adalah subjek
dari mana data dapat diperoleh. Dengan adanya sumber data, maka
data yang diperlukan dalam penelitian ini akan diperoleh. Dalam
penelitian ini sumber data yang digunakan adalah:
17
a. Data primer
Data primer adalah “data yang diperoleh langsung dari
sumbernya; diamati dan dicatat untuk pertama kalinya” (Marzuki,
2002: 55). Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung
dari sumber pertama yaitu guru yang mengajar Pendidikan Agama
Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta, untuk
mengetahui metode apa saja yang digunakan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, bagaimana penerapan metode-metode
tersebut serta bagaimana peran guru dan murid pada saat proses
pembelajaran berlangsung.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri
pengumpulannya oleh peneliti, berasal dari tangan kedua, ketiga
dan seterusnya (Marzuki, 2002: 56). Adapun data sekunder dari
penelitian ini diperoleh dari buku-buku metode pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian,
yaitu:
a. Observasi
Menurut Patilima (2005: 69) bahwa: “observasi adalah
sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti
18
turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan
ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa,
tujuan dan perasaan.” Metode observasi digunakan untuk
menyelidiki peristiwa dengan mengamati secara sistematik
terhadap letak dan keadaan daerah serta mengamati kegiatan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Lazuardi
Kamila GIS Surakarta.
b. Interview
Menurut Gulo (2003: 119), interview atau wawancara
adalah “bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan
responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab
dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden
merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal.”
Dalam wawancara ini peneliti mewawancarai guru Pendidikan
Agama Islam untuk memperoleh data berupa metode-metode yang
digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
bagaimana penerapan metode-metode tersebut, serta peran guru
dan siswa saat proses pembelajaran berlangsung.
c. Telaah dokumentasi
Menurut Riduwan (2010: 31), telaah dokumentasi
ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian,
meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan
19
kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data yang relevan penelitian.
Adapun data yang digali dengan metode ini antara lain sejarah
berdiri, visi, misi dan tujuan, struktur organisasi, sarana dan
prasarana, keadaan guru, karyawan dan murid, dan kegiatan ekstra
kurikuler di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta.
4. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis
deskriptif kualitatif yaitu analisis yang berdasar dan penjelasannya
tanpa angka-angka. Cara pentahapan yang dilakukan secara berurutan
yang terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu: reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan. Pertama, reduksi data yaitu suatu proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan,
dan transformasi data yang muncul dari catatan lapangan. Kedua,
penyajian data, yang dimaksud adalah sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan berupa teks naratif. Ketiga, penarikan
kesimpulan dari data yang telah disajikan pada tahap kedua dengan
mengambil kesimpulan pada tiap-tiap rumusan (Patilima, 2005: 98-
99).
20
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini secara garis besar ditulis dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB I: Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, penegasan
istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian
pustaka, metode penelitian, dan sistematika skripsi.
BAB II: Pendidikan Agama Islam, yang memuat pengertian, dasar-
dasar, materi, tujuan, media, dan penilaian (evaluasi) PAI. Model
pembelajaran, yang memuat tentang model pembelajaran sebagai sistem, teori
belajar dan hubungannya dengan model pembelajaran, macam-macam model
pembelajaran, peran guru dan siswa dalam pembelajaran, dan kedudukan
metode pembelajaran.
BAB III: Deskripsi Data Model Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta, yang membahas
tentang:
a. Gambaran umum Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS, meliputi: Sejarah
berdiri, letak geografis, visi, misi, dan tujuan, struktur organisasi, keadaan
guru, karyawan dan murid, sarana dan prasarana, kurikulum pembelajaran
dan keunggulan prestasi di luar akademik.
b. Data tentang model pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta, yang terdiri dari tujuan
pembelajaran, materi, jadwal, dan metode Pendidikan Agama Islam.
21
BAB IV: Analisis Model PembelajaranPAI di SD Lazuardi Kamila
GIS Surakarta tahun pelajaran 2011/2012, berisi analisis data mengenai ragam
model pembelajaran serta peran guru dan siswa saat pembelajaran
berlangsung.
BAB V: Penutup, yang meliputi: kesimpulan, saran-saran, dan kata
penutup.
Pada bagian akhir juga dicantumkan Daftar Pustaka yang dijadikan
literatur oleh penulis.