BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Bahasa Jawa bukan hanya sebagai kebanggaan orang Jawa saja,...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Bahasa Jawa bukan hanya sebagai kebanggaan orang Jawa saja,...
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan kodrat yang dimiliki oleh manusia, maka pada diri manusia
tumbuh suatu kecenderungan untuk selalu menggunakan segala sesuatu
dengan daya guna yang relatif cukup tinggi, termasuk di dalamnya
penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi.1 Manusia memerlukan sarana
dalam mengungkapkan ide, gagasan, maksud, isi, pikiran, perasaan, dan
sebagainya. Sarana utama dalam memenuhi keperluan – keperluan tersebut
adalah bahasa. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa merupakan alat
komunikasi utama dalam berinteraksi.
Bahasa Jawa misalnya merupakan salah satu bahasa yang masih eksis
sampai saat ini. Bahasa jawa adalah budaya warisan luhur yang sudah
berumur lebih dari 12 abad. Bahasa Jawa bukan hanya sebagai kebanggaan
orang Jawa saja, tetapi juga merupakan kebanggaan bangsa Indonesia.
Bahasa Jawa bukan semata-mata sebagai alat komunikasi saja, tetapi
dalam bahasa Jawa terkandung nilai-nilai budaya tinggi. Salah satu nilai
dalam bahasa adalah nilai kesantunan. Bahasa Jawa Krama menunjukkan
1 Abdul Hamid, Mengukur Kemampuan Berbahasa Arab ( Malang : UIN – Maliki Press,2010 ),52
-
2
kesopanan kepada lawan sapa serta untuk menyatakan rasa hormat kepada
orang lain.2
Sehubungan dengan ini, berbicara bahasa Jawa Krama menjadi salah satu
problematika di kelas III-B SDN Tapelan. Siswa – siswi SDN Tapelan belum
menerapkan bahasa Jawa Krama dalam kehidupan sehari – hari. Mereka
masih menggunakan bahasa Jawa kasar dalam komunikasi dengan teman,
guru, orang lain, bahkan kepada orang tuanya. Pelajaran bahasa Jawa di SDN
Tapelan sudah di terapkan. Peserta didik kelas III-B mendapatkan pelajaran
bahasa Jawa sekali dalam satu minggu. Bahasa Jawa ini masuk ke dalam
pelajaran muatan lokal.
SDN Tapelan Madiun adalah Sekolah Dasar Negeri satu – satunya di desa
Tapelan. Mayoritas peserta didik SDN Tapelan berasal dari warga Tapelan
sendiri. Materi bahasa Jawa Krama untuk SDN Tapelan ini kurang ada
pengkhususan materi. Bahkan masih banyak siswa siswi yang kurang
memahami materi bahasa Jawa Krama, sehingga dalam penerapan hubungan
komunikasi dalam sehari – hari juga mengalami kesulitan. Beberapa hal yang
menjadi penyebab menurunnya kemampuan berbicara Jawa Krama siswa
adalah pengaruh arus modernisasi, tuntutan penggunaan bahasa nasional
maupun bahasa internasional, lingkungan pergaulan siswa baik dalam
keluarga, sekolah, maupun masyarakat kurang mendukung, dan pembelajaran
bahasa di sekolah belum maksimal.
2 Soenarjati Djajanegara, Morfologi Kaidah Bahasa Jawa (Jakarta : Anggota IKAPI,1982 ),313
-
3
Salah satu bukti adalah kemampuan berbahasa Jawa Krama di SDN
Tapelan. Sebagian besar siswa mendapat nilai yang kurang memuaskan dalam
aspek kemampuan berbicara Jawa Krama. Hal ini di dapat dengan cara tes
lisan yang dilaksanakan guru terhadap siswa. Alhasil 72% siswa belum
mampu berbicara Krama sesuai dengan standar ketuntasan belajar. Hanya 5
siswa dari 18 siswa yang mendapatkan nilai di atas standar ketuntasan belajar
yaitu 70. Siswa mengalami kesulitan dalam menerapkan unggah – ungguh
bahasa Jawa Krama secara tepat baik kepada orang yang lebih tua maupun
kepada teman sejawatnya.3
Berdasarkan analisis di atas bahasa Jawa Krama sangatlah penting untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Salah satu usaha yang dapat di lakukan oleh
seorang guru dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Jawa Krama
adalah guru yang berperan dalam pelajaran bahasa Jawa memperhatikan
stategi dan metode pembelajarannya sehingga dapat melibatkan peserta didik
aktif. Metode yang digunakan adalah metode Audiolingual.
Audiolingual method atau metode Audiolingual adalah suatu metode yang
mengutamakan drill (pengulangan).4 Sebagai implikasinya metode ini
menekankan penelaahan dan pendeskripsian suatu bahasa yang akan dipelajari
dengan memulainya dari sistem bunyi (fonologi), kemudian sistem
3 Wawancara dengan ibu Sunarsih wali kelas III-B pada tanggal 15 Maret 2014
4 Suyatno, Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra (Surabaya : SIC,2004),17
-
4
pembentukan kata (morfologi), dan sistem pembentukan kalimat (sintaksis).5
Maka bahasa tujuan diajarkan dengan mencurahkan perhatian pada lafal kata,
dan pada latihan berkali – kali (drill) secara intensif. Bahkan drill inilah yang
biasanya dijadikan teknik utama dalam proses belajar mengajar. Drill adalah
latihan dengan praktek yang dilakukan berulang kali atau kontiyu untuk
mendapatkan keterampilan dan ketangkasan praktis tentang pengetahuan yang
dipelajari.
Pemilihan metode Audiolingual dalam peningkatan berbicara bahasa Jawa
karena kecenderungan siswa masih terpola untuk bermain karena metode ini
cocok bagi gaya pembelajaran kinestetis. Hal ini juga menekankan pada siswa
dan guru agar tidak terpacu pada buku LKS. Siswa lebih cepat memahami
suatu materi dengan cara permainan daripada penjelasan dari guru. Sehingga
dengan metode Audiolingual sangat membantu siswa dalam belajar. Beberapa
alasan penggunaan metode pembelajaran Audiolingual, diantaranya: (1)
metode Audiolingual adalah metode yang mendahulukan kecakapan berbicara
dan mendengar daripada kecakapan baca - tulis, (2) peserta didik mempunyai
lafal yang baik dan benar, (3) diharapkan dengan metode ini minat dalam
belajar akan meningkat.
Dengan menggunakan metode Audiolingual, diharapkan peserta didik
dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari dengan membiasakan
5 Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya,2011),184
-
5
peserta didik mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa
Krama khususnya kepada orang tua. Pembelajaran yang langsung melibatkan
peserta didik aktif akan lebih bermakna dan lebih bermanfaat dalam
implementasinya dalam kehidupan nyata peserta didik. Oleh karena itu,
keterampilan berbicara bahasa Jawa Krama siswa SD/MI kelas III harus
segera ditingkatkan kembali agar bahasa Jawa tetap bisa dan tetap digunakan
sebagai bahasa ibu dikalangan para siswa itu sendiri.
Berdasarkan situasi tersebut, dilakukan penelitian untuk mengembangkan
strategi pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan kemampuan berbicara
bahasa Jawa Krama bagi siswa kelas III-B SDN Tapelan, untuk mencapai
tujuan tersebut penelitian dilakukan dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas
(PTK).
Berdasarkan uraian diatas, judul yang diambil oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah Peningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa
Krama Dengan Metode Audiolingual untuk Siswa Kelas III-B SDN
Tapelan Madiun
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan metode Audiolingual dalam meningkatkan
keterampilan berbicara bahasa Jawa Krama siswa kelas III-B SDN
Tapelan Madiun ?
-
6
2. Bagaimana peningkatan keterampilan berbicara bahasa Jawa Krama
menggunakan metode Audiolingual siswa kelas III-B SDN Tapelan
Madiun ?
C. Tindakan Yang Dipilih
Tindakan yang dipilih untuk pemecahan masalah yang dihadapi dalam
pembelajaran bahasa Jawa Krama yaitu dengan menggunakan metode
Audiolingual. Metode Audiolingual diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan berbicara bahasa Jawa Krama sehingga bisa meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas III-B SD Tapelan Madiun dalam mata pelajaran
bahasa Jawa. Tindakan atau solusi tersebut sangat menarik peserta didik yang
pada dasarnya masih senang untuk bermain, dari kegemaran tersebut dapat
dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penerapan metode Audiolingual dalam meningkatkan
keterampilan berbicara Jawa Krama siswa kelas III-B SDN Tapelan
Madiun.
2. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara bahasa Jawa
Krama menggunakan metode Audiolingual siswa kelas III-B SDN
Tapelan Madiun.
E. Lingkup Penelitian
-
7
a. Subjek penelitian diambil pada salah satu kelas yang heterogen dikelas III-
B SDN Tapelan Madiun
b. Materi yang dipakai pada penerapan metode pembelajaran Audiolingual
ini hanya terbatas pada materi pokok berbicara bahasa Jawa Krama.
F. Definisi Operasional
Judul Penelitian tindakan kelas yang penulis angkat berjudul:
“Peningkatkan Keterampilan Berbicara Menggunakan Bahasa Jawa Krama
Dengan Metode Audiolingual di Kelas III-B SDN Tapelan Madiun”.
1. Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama adalah suatu keterampilan
atau kemampuan mengucapkan kata – kata atau kalimat dengan
menggunakan bahasa Jawa Krama (bahasa halus) dengan intonasi dan
pelafalan yang tepat yang biasa digunakan oleh masyarakat jawa sebagai
budaya warisan luhur orang jawa.
Keterampilan berbicara bahasa Jawa Krama juga merupakan
keterampilan berbicara dengan memperhatikan kaidah – kaidah bahasa
untuk menyampaikan informasi atau bertukar fikiran kepada orang lain
dengan memperhatikan siapa orang yang diajak berbicara, hal ini disebut
dengan unggah ungguhing basa.
2. Metode Audiolingual adalah hasil perpaduan antara lingistik struktural
dengan psikologi behavioris yang memandang proses pembelajaran dari
sudut conditioning. Metode Audiolingual adalah sebuah metode
-
8
pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa
khususnya dalam aspek berbicara. Metode ini menekankan cara pelafalan
kata dan kegiatan akhir adalah dramatisasi atau bermain peran agar
pembelajaran mereka bersifat kontekstual.
G. Signifikansi Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi
penelitian penulisan karya selanjutnya. Hasil penelitian yang akan dibahas
dapat menjadi gambaran secara konseptual yang memberikan alternatif
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif, kreatif, dan
menyenangkan sehingga dapat meningkatan hasil belajar siswa terhadap
materi pembelajaran yang diajarkan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Siswa diharapkan mampu berbicara bahasa Jawa Krama dengan
baik dan benar agar bisa menjadi siswa yang berkarakter Jawa dan
membentuk kepribadian siswa yang sopan santun.
b. Bagi guru
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan inspirasi guru
dalam upaya peningkatan keterampilan berbicara bahasa Jawa Krama
-
9
siswa kelas III-B agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Selain
itu dapat lebih melibatkan peserta didik aktif dalam pembelajaran.
c. Bagi sekolah
1. Memberikan ide baru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pengajaran di sekolah.
2. Meningkatkan kredibilitas dan kualitas sekolah
d. Bagi Masyarakat
Dapat meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
kualitas satuan pendidikan yang melakukan penelitian tindakan kelas.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan skripsi ini dimaksudkan sebagai suatu cara yang
ditempuh untuk menyusun suatu karya tulis, sehingga masalah yang ada
didalamnya menjadi jelas, teratur, urut, sistematis, dan mudah dipahami.
Adapun sistematika pembahasan selengkapnya adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memberikan gambaran global tentang materi skripsi yang
meliputi: Latar belakang, Rumusan masalah, Tindakan yang dipilih, Tujuan
Penelitian, Lingkup Penelitian, Signifikansi Penelitian, Definisi Operasional,
dan Sistematika Pembahasan.
BAB II : LANDASAN TEORI
-
10
Kajian teori meliputi: (A) keterampilan berbicara menggunakan bahasa
Jawa, (1) hakikat berbicara, (2) tujuan berbicara, (3) jenis – jenis berbicara,
(4) indikator keberhasilan keterampilan berbicara, (5) hakikat keterampilan
berbicara, (6) keterampilan berbicara bahasa Jawa Krama (B) metode
Audiolingual (1) pengertian metode Audiolingual, (2) kelebihan dan
kekurangan metode Audiolingual, (3) Penerapan metode Audiolingual.
BAB III : PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Metode penelitian ini meliputi: Metode penelitian, Setting penelitian,
Variabel yang diselidiki, Rencana tindakan, Data dan Pengumpulannya,
Indikator kinerja, Tim peneliti dan tugasnya.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Membahas tentang hasil penelitian, yang meliputi : Gambaran umum
SDN Tapelan Madiun, letak Geografis SDN Tapelan Madiun, keadaan guru,
karyawan, dan siswa
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari seluruh pembahasan yang ada. Isi
bab ini adalah kesimpulan dari hasil penelitian serta saran yang diberikan
penulis.
-
11
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa
1. Hakikat Berbicara
Dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara merupakan
kegiatan komunikasi lisan. Menyimak adalah kegiatan memahami
pesan, sedangkan berbicara merupakan kegiatan menyampaikan pesan
melalui bahasa lisan. Berbicara sering dianggap sebagai alat manusia
yang paling penting bagi control social karena berbicara merupakan
suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor – faktor
fisik, psikologis, neurologis, dan linguistik secara luas. Tingkat
kemampuan berbicara seorang anak tidak hanya ditentukan dengan
mengukur penguasaan faktor linguistik saja atau faktor psikologis saja,
tetapi juga mengukur penguasaan semua faktor tersebut secara
menyeluruh.
Berbicara merupakan suatu sistem tanda – tanda yang dapat
didengar dan dilihat yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan
11
-
12
otot tubuh manusia untuk menyampaikan pikiran dalam rangka
memenuhi kebutuhannya.6
Berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan
bunyi – bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan
pikiran, gagasan, perasaan, atau pengalamannya secara lisan.7
Pengertian lain dikemukakan oleh Tarigan, dkk. (1997:13) bahwa
berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan dengan
menggunakan bahasa lisan kepada orang lain. Pesan yang disampaikan
tidak dalam wujud asli tetapi dalam bentuk bunyi bahasa. Melalui
bunyi bahasa tersebut, pembicara atau penutur ingin menyampaikan
suatu pesan kepada mitra tutur atau lawan bicaranya.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, dapat peneliti
simpulkan bahwa berbicara adalah suatu keterampilan mengujarkan
bunyi-bunyi bahasa untuk menyampaikan pesan berupa ide, gagasan,
maksud atau perasaan kepada orang lain.
Berbicara tidak hanya berkaitan dengan masalah pelafalan dan
intonasi saja, tetapi juga dengan penyusunan kosakata dan kalimat
sehingga para pendengar memahami isi pembicaraan. Untuk dapat
6 Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya,2011),135-136 7 Yusni Yusuf, Pembelajaran Bahasa Indonesia (Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala Banda
Aceh,2007),153
-
13
berbicara dalam suatu bahasa yang baik, pembicara harus menguasai
masalah yang akan disampaikan dan mampu memahami bahasa lawan
bicara.
2. Tujuan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Komunikasi
merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua
orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Oleh
karena itu, agar dapat menyampaikan pesan secara efektif, pembicara
harus memahami apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan.
Tujuan lain berbicara ialah untuk: (1) memberitahukan sesuatu kepada
pendengar, (2) meyakinkan atau mempengaruhi pendengar, dan (3)
menghibur pendengar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara sangat
berperan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia dalam berinteraksi
dengan sesama dalam kehidupan sosialnya lebih sering menggunakan
bahasa lisan dibandingkan dengan komunikasi tulis, yaitu dengan
berbicara. Komunikasi lisan (berbicara) lebih mudah dan sering
dipraktekkan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
3. Jenis – jenis berbicara
-
14
Aktivitas berbicara sudah terjadi atau belangsung dalam suasana,
situasi dan lingkungan tertentu, menurut logan, dkk bahwasanya jenis
berbicara menurut situasi, yaitu :
1) Jenis – jenis ( kegiatan ) berbicara informal meliputi :
a) Tukar pengalaman
b) Percakapan
c) Menyampaikan cerita
d) Menyampaikan berita
e) Menyamaikan pengumuman
f) Bertelepon dan memberi petunjuk
2) Jenis – jenis (kegiatan) berbicara formal meliputi :
a) Ceramah
b) Perencanaan dan penelitian
c) Interview
d) Prosedur parlementer, dan
e) Bercerita
4. Indikator Keberhasilan dalam Berbicara
Sebelum menentukan indikator keberhasilan dalam berbicara,
berikut adalah karakteristik perkembangan bahasa anak pada usia
sekolah dasar.
-
15
a. Bahasa Anak Sekolah Usia 6 - 8 tahun
ciri – ciri perkembangan bahasa anak- anak pada usia dan
tahap perkembangan ini :
1) Perkembangan bahasa anak-anak berlangsung dan meningkat
terus, banyak kata-kata baru masuk kedalam perbendaharaan
kata atau kosakata mereka.
2) Kebanyakan anak-anak telah menggunakan kalimat - kalimat
kompleks dengan klausa-klausa adjectival dan kondisional
yang mulai dengan kalau, jika, seandainya, dan sejenisnya.
Panjang rata- rata kalimat lisan mereka adalah 7- 8 kata.
3) Penggunaan akhiran yang kadang – kadang tidak tepat.
b. Bahasa Anak Sekolah Usia 8 - 10 tahun
Ciri - ciri bahasa anak- anak sekolah yang berusia antara 8 - 10
tahun yakni :
1) Anak - anak mulai menghubungkan konsep-konsep dengan
ide-ide atau gagasan umum. Mereka menggunakan kata- kata
penghubung seperti sementara itu, dari pada itu, dan kecuali
kalau, dsb.
-
16
2) Kata penghubung atau kata sambung walaupun, sekalipun
dipakai secara tepat oleh 50% dari anak- anak. Jumlah rata-
rata penggunaan kata- kata dalam kalimat adalah 9 kata.
3) Mampu melakukan percakapan yang panjang mengenai topik –
topik konkret.8
c. Bahasa Anak Sekolah 10 - 12 tahun
Ciri-ciri bahasa anak - anak sekolah usia 10 - 12 tahun yakni:
1) Anak-anak menggunakan kalimat-kalimat kompleks dengan
klausa-klausa atau anak-anak kalimat konsesi yang dinyatakan
dengan penggunaan namun demikian, meskipun demikian,
meskipun begitu, dsb. Juga seringkali terlihat pemakaian kata
kerja bantu seperti boleh, mungkin, dapat, bisa, dsb.
2) Pengetahuan sekitar 50.000 kata.
3) Munculnya kemampuan melakukan percakapan panjang
mengenai topik – topik abstrak.
Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya.
Pembicara yang baik mampu memberikan contoh agar dapat ditiru
oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan
penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan.
8 Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan (Jakarta :Erlangga,2008),71
-
17
Anak yang dikatakan terampil berbicara adalah jika dia berani
berbicara di depan orang banyak, berbicara dengan kalimat yang
runtut, pemilihan kata yang tepat, intonasi yang tepat dan juga dalam
hal bercerita, cerita yang dia ceritakan berdasarkan urutan cerita yang
runtut.
Henry Guntur tarigan mengungkapkan bahwasanya bahasa
mempunyai kompetensi komunikatif, yakni kemampuan untuk
menerapkan kaidah – kaidah gramatikal suatu bahasa untuk
membentuk kalimat – kalimat yang benar secara gramatikal dan untuk
mengetahui apabila dan dimana menggunakan kalimat – kalimat
tersebut dan keada siapa. Kompetensi komunikatif ini meliputi:
a) Pengetahuan mengenai tata bahasa dan kosakata bahasa yang
bersangkutan.
b) Pengetahuan mengenai kaidah – kaidah berbicara (yaitu
mengetahui bagaimana memulai dan mengakhiri percakapan –
percakapan, mengetahui topik – topik apa yang mungkin
dibicarakan. Dalam berbagai tipe peristiwa bicara, mengetahui
bentuk – bentuk sapaan yang seharusnya dipakai kepada orang –
orang, teman kita berbicara dan dalam berbagai situasi).
c) Mengetahui bagaimana cara menggunakan dan memberi responsi
terhada berbagai tipe tidak tutur, seperti meminta, memohon,
-
18
meminta maaf, mengucapkan terima kasih dan mengundang
orang.
d) Mengetahui bagaimana cara menggunakan bahasa secara tepat
dan memuaskan.
5. Hakikat Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan
mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan
kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain.
Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan
persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi
suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan dan
lagu bicara.
Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk
berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab dengan
menghilangkan masalah psikologis seperti rasa malu, rendah diri,
ketegangan, berat lidah, dan lain – lain.9 Keterampilan berbicara
mensyaratkan adanya pemahaman minimal dari pembicara dalam
bentuk sebuah kalimat. Sebuah kalimat betapapun kecilnya, memiliki
struktur dasar yang saling bertemali sehingga mampu menyajikan
sebuah makna
9 Iskandarwassid, Strategi pembelajaran Bahasa (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2011),241
-
19
Secara umum keterampilan berbicara bertujuan agar para pelajar
mampu berkomunikasi lisan secara baik dan wajar dengan bahasa
yang mereka pelajari. Secara baik dan wajar mengandung arti
menyampaikan pesan kepada orang lain dalam cara yang secara sosial
dapat diterima. Namun tentu saja untuk mencapai tahap kepandaian
berkomunikasi diperlukan aktivitas – aktivitas latihan yang memadai
dan mendukung.10
6. Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama
Krama adalah salah satu tingkatan bahasa dalam Bahasa Jawa.
Bahasa ini paling umum dipakai di kalangan orang Jawa.
Pemakaiannya sangat baik untuk berbicara dengan orang yang
dihormati atau orang yang lebih tua.
Berbicara krama adalah kemampuan mengungkapkan bunyi –
bunyi artikulasi atau kata – kata untuk mengekspresikan, menyatakan,
dan menyampaikan pikiran, gagasan serta perasaan dengan
menggunakan bahasa Jawa Krama (bahasa jawa halus)
Berbicara Krama adalah bahasa yang ukurannya berasal dari kata
– kata Krama atau halus yang digunakan untuk menghormati yang
lebih tua (basa kang ukurane dumadi saka tembung – tembung krama
dene gunane kanggo ngurmati wong kang luweh tuwo).
10
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2011),136
-
20
Bahasa Krama itu masuk kedalam bahasa halus, yaitu digunakan
untuk orang – orang yang sedang berbicara menggunakan kata – kata
“kulo” (saya) dan “sampeyan” (kamu). (basa krama iku kelebu basa
alus, yaiku kanggo wong – wong kang menowo caturan nganggo
tembung kulo lan sampeyan).
penulis menyimpulkan indikator keterampilan berbicara bahasa
Jawa Krama, yakni :
a. Siswa mampu melafalkan bahasa Jawa Krama dengan baik
b. Siswa mampu bermain peran sesuai dengan dialog bahasa Jawa
Krama
c. Siswa mampu mengubah bahasa Jawa Ngoko menjadi bahasa
Jawa Krama
Dari indikator diatas merupakan titik tolak penentu metode yang
akan digunakan, sehingga metode yang dipilih sesuai indikator yang
diharapkan. Selain itu indikator berfungsi sebagai acuan dalam
pembatas bahasan peneliti, agar tidak mengalami perluasan dalam
bahasan.
B. Tinjauan tentang Metode Audiolingual
1. Metode Pembelajaran Bahasa
Metode Pembelajaran adalah cara – cara atau teknik – teknik
penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat
-
21
menyajikan bahan pelajaran, baik individual atau secara kelompok.11
Adapun macam – macam metode pembelajaran bahasa adalah :
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara
lisan. Metode ceramah merupakan salah satu cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran ekspositori.12
Dalam metode ceramah ini yang mempunyai peran utama adalah
guru.
Kelebihan dari metode ceramah adalah
1) Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah
2) Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas
3) Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh
karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang
memberikan ceramah.
Disamping itu metode ini juga mempunyai beberapa
kelemahan. Kekurangan dari metode ceramah adalah
1) Peserta didik cenderung pasif
2) Cenderung menempatkan pengajar sebagai otoritas terakhir
11
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar (Padang: -,2005),52 12
Mulyono, Strategi Pembelajaran (Malang : UIN-MALIKI PRESS,2012),82
-
22
3) Materi yang dapat dikuasai peserta didik sebagai hasil dari
ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru.
b. Metode Diskusi
Diskusi adalah suatu proses pertemuan dua atau lebih individu
yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka
mengenai tujuan atau sasaran yang sudah ditentukan melalui cara
tukar – menukar informasi, mempertahankan pendapat, atau
pemecahan masalah.
Kelebihan metode diskusi adalah
1) Dapat merangsang eserta didik untuk lebih kreatif, khususnya
dalam memberikan gagasan dan ide – ide.
2) Melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam
mengatasi setiap permasalahan.
3) Melatih peserta didik dalam menghargai endapat orang lain.
Adapun kekurangan metode diskusi adalah
1) Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang – kadang
tidak sesuai dengan yang direncanakan.
2) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat
emosional yang tidak terkontrol.
3) Kadang – kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga
kesimpulan menjadi kabur.
c. Metode Bermain Peran
-
23
Metode bermain peran adalah Bermain peran atau Role Playing
adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan siswa
dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati.13
Kelebihan dari metode bermain peran adalah
1) Dapat mengembangkan kreativitas peserta didik.
2) Dapat memupuk keberanian dan percaya diri peserta didik.
3) Dapat meningkatkan gairah peserta didik dalam proses
pembelajaran.
Adapun kekurangan dari metode bermein peran adalah
1) Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat
dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2) Pengelolahan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan
sebagai alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi
terabaikan.
3) Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering
memengaruhi peserta didik dalam melakukan simulasi.
2. Metode Audiolingual
1. Pengertian Metode Audiolingual
13
Siti Machsunah.2013-2014.Skripsi : Peningkatan Keterampilan Berbicara Menggunakan Bahasa Jawa Krama dengan Metode Pacelathon pada Siswa kelas III di SD Yamastho Surabaya .Skripsi
tidak diterbitkan. (Surabaya,IAIN SA.2013-2014). Hlm. 6
-
24
Metode Audiolingual adalah suatu metode yang banyak
melakukan praktek-praktek dan latihan-latihan dalam berbahasa
baik dalam bentuk dialog, khutbah dan lain sebagainya yang mana
diharapkan para siswa bisa berbicara seperti pemilik bahasa itu
sendiri. Metode ini disamping menekankan pengajaran bahasa
lewat mendengar dan menirukan, juga dimungkinkan penggunaan
bahasa ibu untuk penjelasannya.
2. Kelebihan dan kelemahan Metode Audiolingual
Beberapa kelebihan dari metode ini adalah:14
a. Siswa menjadi terampil dalam membuat pola – pola kalimat
yang sudah di – drill.
b. Siswa mempunyai lafal yang baik atau benar.
c. Siswa tidak tinggal diam dalam dialog tetapi harus terus
menerus memberi respon pada rangsangan yang diberikan guru.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut juga terdapat beberapa
kelemahan metode Audiolingual, di antaranya adalah:
a. Siswa sering tidak mengetahui makna yang diucapkannya.
b. Siswa tidak diberi latihan dalam makna – makna lain dari
kalimat yang dilatih berdasarkan konteks. Sebagai akibatnya
14
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2011),191
-
25
mereka hanya menguasai satu makna atau arti dari suatu
kalimat dan komunikasi hanya dapat lancar apabila kalimat –
kalimat yang digunakan diambil dari kalimat – kalimat yang
sudah dilatihkan di kelas.
3. Penerapan Metode Audiolingual
Langkah – langkah penerapan Metode Audiolingual adalah
a. Penyajian dialog yang dibacakan oleh guru berulang kali,
sedangkan pelajar menyimaknya tanpa melihat pada teksnya.
b. Peniruan dan penghafalan dialog dengan teknik meniru setiap
kalimat secara serentak dan menghafalkannya
c. Penyajian pola – pola kalimat yang terdapat dalam dialog yang
dianggap sulit karena terdapat struktur atau ungkapan –
ungkapan yang sulit. Hal ini bisa dikembangkan dengan drill.
d. Dramatisasi dari dialog yang sudah dilatihkan. Siswa yang
sudah hafal disuruh mempergunakannya di muka kelas.15
15
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2011),189-190
-
26
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. Metode Penelitian
Metode diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam
proses penelitian. Sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya
dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memeroleh fakta –
fakta dan prinsip – prinsip dengan sabar, hati – hati dan sistematis untuk
mewujudkan kebenaran.16
Jadi, Metode penelitian adalah suatu rancangan
pendekatan yang digunakan pada saat penelitian untuk mengumpulkan data
yang akan digunakan sebagai dasar menyusun kesimpulan
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas
(classroom action research). Penelitian tindakan ini menggunakan mixe
method, yaitu metode campuran, dimana metode deskriptif dan metode
kuantitatif digunakan bersama-sama dalam sebuah penelitian, sehingga
menjadi pendekatan deskritif kuantitatif. Lebih tepatnya, rancangan endekatan
penelitian deskriptif yang berorientasi pada emecahan masalah, karena sesuai
dengan aplikasi tugas guru dalam memecahkan masalah pembelajaran atau
dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.
26
16
Mardalis, Metode Penelitian (Jakarta : Bumi Aksara,2006),24
-
27
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi
mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa
adanya pada saat penelitian dilakukan. Sedangkan, pendekatan penelitian ini
juga bersifat kuantitatif, karena hasil pencapaian pembelajaran yang
diperlukan untuk mengungkap masalah dalam bentuk skor angka data
kuantitatif yang selanjutnya diolah dan diuji dengan teknik analisis statistika.
B. Setting Penelitian Dan Karakteristik Subyek Penelitian
1. Lokasi Sekolah
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SDN Tapelan Madiun
yang beralamatkan di desa Tapelan 02 Balerejo Madiun.
2. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III-B di SDN
Tapelan Balerejo Madiun. Banyaknya siswa yang menjadi subyek
penelitian ini sebanyak 18 siswa dengan jumlah siswa laki – laki 8 siswa
dan perempuan 10 siswa.
3. Mata Pelajaran
-
28
Penelitian ini dilakukan pada mata pelajaran yang sesuai dengan
disiplin ilmu, yaitu mata pelajaran bahasa Jawa aspek keterampilan
berbicara krama
4. Karakteristik Sekolah
Sekolah yang peneliti tempati merupakan sekolah yang bertempat di
desa Tapelan Balerejo Madiun. Sekolah ini masih berada dalam satu
komplek dengan Paud Tapelan, TK Tapelan dan Balai desa Tapelan.
5. Karakteristik siswa
Dari hasil pengamatan peneliti dan wawancara, kondisi siswa kelas
III-B di SDN Tapelan Madiun, yakni ada beberapa siswa yang kurang
memahami bahasa jawa Krama. Karakteristik siswa cenderung kinestetik,
mereka cenderung untuk bermain di dalam kelas, berjalan bahkan
berpindah – pindah bangku.
C. Variabel yang diselidiki
Variable Input : Siswa kelas III-B SDN Tapelan Madiun
Variable Proses : Metode Audiolingual
Variable Output : Peningkatkan Keterampilan Berbicara Menggunakan
Bahasa Jawa Krama Dengan Metode Audiolingual di Kelas III-B SDN
Tapelan Madiun
-
29
D. Rencana Tindakan
Ada empat macam model penelitian tindakan kelas yaitu model kurt
lewin, model kemmis, dan model kobhin Mc taggart, model john Elliot, dan
model Dave. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan satu jenis model
Penelitian Tindakan Kelas yaitu model penelitian Kurt Lewin.
1. Model Kurt Lewin
Konsep pokok penelitian tindakan Kurt Lewin terdiri dari empat
komponen, yaitu : a) perencanaan (planning), b) tindakan (acting), c)
pengamatan (observing), d) refleksi (reflecting).17
Hubungan keempat
komponen tersebut dipandang sebagai siklus yang dapat digambarkan pada
diagram berikut
17
Hamzah,dkk, Menjadi Peneliti PTK yang Profesional (Jakarta : Bumi Aksara,2012),86
-
30
dst
Dari berbagai model PTK, penelitian “Peningkatkan Keterampilan
Berbicara Menggunakan Bahasa Jawa Krama Dengan Metode
Audiolingual di Kelas III-B SDN Tapelan Madiun” menggunakan model
Kurt Lewin. Berikut langkah – langkah model Kurt Lewin :
1. Perencanaan ( Planning ). Pada tahap ini, kegiatan yang harus
dilakukan adalah [1] membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Identifikasi
masalah
Perencanaan
(Planning)
Refleksi
(reflecting) tindakan
(acting)
pengamatan
(observing) Siklus
I
Perencanaan
ulang Siklus
II
-
31
(RPP); [2] mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang
diperlukan di kelas; [3] mempersiapkan instrumen untuk merekam dan
menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan.
2. Tindakan (Acting). Pada tahap ini peneliti melaksanakan tindakan yang
telah dirumuskan dalam RPP dalm situasi yang aktual, yang meliputi
kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
3. Pengamatan (Observing). Pada tahap ini, yang harus dilakukan adalah
[1] mengambil perilaku siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran;
[2] memantau kegiatan diskusi/kerja sama dalam kelompok; [3]
mengamati pemahaman tiap – tiap anak terhadap penguasaan materi
pembelajaran yang telah dirancang.
4. Refleksi (Reflecting). Pada tahap ini, yang harus dilakukan adalah [1]
mencatat hasil observasi; [2] mengevaluasi hasil observasi; [3]
menganalisis hasil pembelajaran; [4] mencatat kelemahan – kelemahan
untuk dijadikan bahan penyusunan rancangan siklus berikutnya.
Berikut adalah perencanaan pra siklus ( tindakan sebelum melakukan
siklus I dan siklus II):
1. Melakukan kunjungan ke lembaga sekolah terkait.
2. Merencanakan tindakan yang akan dilakukan.
3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
-
32
4. Menyiapkan instrumen penelitian seperti format observasi guru dan
siswa.
5. Membuat materi dan kunci jawaban untuk pelaksanaan pembelajaran
pada siklus I
Siklus I
1. Perencanaan Tindakan
Perencanaan pada siklus I berdasarkan identifikasi penyebab
masalah pada pembelajaran pra siklus guru, kegiatan tersebut yaitu:
a. Menentukan pokok bahasan
b. Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
c. Merancang strategi dan skenario kegiatan belajar mengajar
dengan menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
d. Membuat dan menyiapkan dialog yang akan digunakan dalam
kegiatan pembelajaran.
e. Menyusun pertanyaan untuk mengetahui kemampuan belajar
siswa sehingga dapat mengumpulkan data dari hasil tes lisan
tersebut.
f. Membuat alat pedoman observasi untuk mengetahui kinerja
peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai wujud dari
pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah dijelaskan
-
33
dan menetapkan indikator ketercapaian serta menyusun
instrumen pengumpulan data.
g. Penyusunan evaluasi belajar peserta didik.
Perencanaan diatas adalah untuk pemecahan sebuah masalah
yang terjadi di kelas.
2. Implementasi Tindakan
Implementasi tindakan yaitu jabaran tindakan yang akan
dilaksanakan, skenario kerja tindakan perbaikan, dan prosedur
tindakan yang akan ditetapkan.
Implementasi juga merupakan tahap pelaksanaan tindakan dari
skenario pembelajaran yang telah direncanakan, artinya tindakan
yang dilakukan relevan dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang telah dibuat.
Pada siklus I, penerapan metode Audiolingual
diimplementasikan ada kegiatan inti. Guru membacakan secara
berkali – kali dialog yang telah dibuatnya dan siswa menyimaknya
tanpa melihat pada teksnya, kemudian siswa diminta untuk
mengucapkan setiap kalimat secara serentak. Melakukan tanya jawab
terhadap kata atau kalimat yang siswa anggap sulit, kemudian guru
membentuk siswa menjadi 3 kelompok, meminta mereka untuk
membuat dialog dan melakukan dramatisasi dari dialog tersebut dan
diperagakan di depan kelas.
-
34
3. Observasi
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara
sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena,
baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan
untuk mencapai tujuan tertentu.18
Agar mendapatkan data dan hasil
yang sesuai dalam observasi tersebut, hal – hal yang dapat guru
adalah
1. Mengecek teks dialog apakah sesuai digunakan dalam
pembelajaran.
2. Mengenalkan terlebih dahulu pembelajaran bahasa jawa Krama
melalui teks dialog tersebut.
3. Melaksanakan perbaikan pengajaran sesuai dengan RPP yang
telah dirancang.
4. Mengamati proses pembelajaran, memberikan tes kepada peserta
didik serta menilainya sehingga dapat diketahui hasil kemampuan
masing – masing siswa. Dari hasil tersebut dapat digunakan untuk
merencanakan tindak lanjut pada siklus berikutnya.
4. Refleksi
Hasil observasi dan evaluasi akan dianalisis dengan kualitatif
untuk memperoleh gambaran pencapaian masing – masing indikator
yang telah ditetapkan. Hasil analisis ini dan catatan – catatan
18
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2013),153
-
35
deskriptif dari pengamat selama Proses Belajar Mengajar (PBM)
akan direfleksi secara bersama antara guru dan dosen. Selama
kegiatan refleksi didiskusikan kelebihan dan kekurangannya dalam
melaksanakan tindakan.
Siklus II
1. Rencana Tindakan
Perencanaan pada siklus II merupakan perbaikan berdasarkan
identifikasi masalah pada embelajaran siklus I, kegiatan dalam siklus
II yaitu :
a. Menentukan pokok bahasan
b. Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
c. Merancang strategi dan skenario kegiatan belajar mengajar
dengan menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
d. Membuat alat pedoman observasi untuk mengetahui kinerja
peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai wujud dari
pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah dijelaskan
dan menetapkan indikator ketercapaian serta menyusun
instrumen pengumpulan data.
e. Penyusunan evaluasi belajar peserta didik.
-
36
Perencanaan diatas adalah untuk pemecahan sebuah masalah
yang terjadi di kelas.
2. Implementasi tindakan
a. Guru memberikan salam kepada siswa
b. Siswa berbicara bahasa Jawa Krama selama mata pelajaran
bahasa Jawa berlangsung.
c. Kegiatan inti : Guru membagi siswa menjadi 4 kelompok.
Masing – masing kelompok diberi gambar tentang suatu
kegiatan. Tugas masing – masing kelompok adalah membuat
dialog bahasa jawa Krama sesuai dengan kegiatan yang ada pada
gambar. Kemudian masing – masing kelompok memperagakan
dialog di depan kelas.
d. Guru memberi pertanyaan kemudian siswa menjawab secara
lisan tentang materi menyalin bahasa Jawa ngoko kedalam
bahasa Jawa Krama.
3. Observasi
Peneliti kembali di siklus II, untuk meneliti apakah ada
peningkatan keterampilan berbicara bahasa jawa Krama ketika ada
pergantian metode.
4. Refleksi
-
37
Keberhasilan dari observasi dapat dilihat dari hasil nilai evaluasi
peserta didik yang dapat memperoleh nilai diatas KKM (Ketentuan
Ketuntasan Minimal). KKM (Ketentuan Ketuntasan Minimal) pada
mata pelajaran bahasa Jawa adalah 70.
E. Data dan Cara Pengumpulannya
1. Jenis Data dan Sumber Data
a. Jenis Data
1. Data Kualitatif
Data kualitatif dalam penelitian ini adalah :
a. Mata pelajaran bahasa Jawa adalah materi yang diajarkan
dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas
b. Teks dialog disampaikan ketika pelaksanaan tindakan kelas
c. Keadaan siswa ketika pelaksanaan pembelajaran dikelas
d. Keadaan guru ketika pelaksanaan pembelajaran
2. Data kuantitatif
Data kuantitatif merupakan data yang dapat diukur dan
dihitung secara langsung atau data yang berupa angka.
Dalam penelitian ini data kuantitatif berupa data nilai siswa
pada setiap siklus, nilai standart KKM, dan nilai peningkatan hasil
belajar siswa.
-
38
b. Sumber data dalam PTK ini adalah :
1. Siswa
Untuk mendapatkan data selama kegiatan belajar mengajar.
2. Guru
Untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi metode
Audiolingual terhadap kegiatan proses belajar.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap
sebagai berikut :
1. Teknik Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu obyek
dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Dalam observasi
melibatkan 2 komponen yaitu si pelaku observasi yang lebih dikenal
sebagai observer dan obyek yang diobservasi yang dikenal sebagai
observee.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila,
peneliti berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala –
gejala alam dan bila responden yang diamati terlalu besar.
Teknik observasi pada tahap pertama sebelum disusunnya rencana
atau judul penentuan. Dengan observasi dapat diketahui langsung
gambaran yang utuh tentang pelaksanaan metode pengajaran bahasa
Jawa di SDN Tapelan Madiun, kemampuan guru dalam mengelola
-
39
kelas dan aktifitas selama proses pembelajaran dengan metode
Audiolingual. Pada metode ini observer mengamati langkah – langkah
yang dilakukan guru, pengelolaan guru terhadap kelas, dan termasuk
pengelolahan waktu. Sebelum melakukan observasi, peneliti harus
mempersiapkan instrumen penelitian, instrumen observasi penelitian
tindakan ini memuat indikator yang diharapkan dapat menggambarkan
keberhasilan dan kekurangan keseluruhan tindakan dalam upaya
meningkatkan kemampuan berbicara menggunakan bahasa Jawa
Krama dengan metode Audiolingual.
2. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, artinya barang – barang
tertulis. Dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan
mencatat data – data yang sudah ada. Teknik dokumentasi dalam
penelitian ini meliputi jumlah guru, jumlah siswa, daftar nilai siswa
dalam materi bahasa jawa, dan foto – foto selama proses penelitian
tindakan kelas berlangsung.
Dalam dokumentasi ini, peneliti menggunakan foto nilai hasil
belajar siswa, serta data – data tabel lembaga sekolah SDN Tapelan
Madiun.
3. Penilaian unjuk kerja
Penilaian unjuk kerja yang digunakan untuk menilai hasil unjuk
kerja siswa. Penilaian ini didasarkan atas keterampilan peserta didik
-
40
dalam berbicara menggunakan bahasa Jawa Krama pada saat bermain
peran dengan masing – masing kelompoknya.
Penilaian unjuk kerja adalah penilaian yang dilakukaan dengan
mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Unjuk
kerja yang dapat diamati seperti : bermain peran, memainkan alat
musik, bernyanyi, membaca puisi/deklamasi, menggunakan peralatan
laboratorium, dan lain – lain.19
Ciri – ciri penilaian unjuk kerja adalah
:
1. Peserta didik diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya
dalam mengkreasikan suatu produk atau terlibat dalam suatu
aktifitas (perbuatan).
2. Performance Assessment lebih penting daripada produknya.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari hal – hal
sebagai berikut :
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai
19
Hamzah B.Uno, Assessment Pembelajaran (Jakarta : Bumi Aksara,2012),19
-
41
satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan
dijabarkan dalam silabus.
2. Lembar Observasi Siswa
Lembar observasi ini digunakan untuk memantau setiap
perkembangan siswa menegenai keterampilan berbicara yang menjadi
patokan dalam pengukuran tingkat kecerdasan bahasa siswa. Berikut
adalah lembar observasi siswa :
Lembar Pengamatan Aktifitas Siswa
No Indikator / Aspek Yang Diamati
Pengamat
Skor Skor Penilaian
1 2 3
1. Siswa merespon apersepsi/motivasi yang
diberikan oleh guru.
2. Siswa mendengarkan saat tujuan pembelajaran
disampaikan.
3. Siswa memusatkan perhatian pada materi
pembelajaran yang dipelajari.
4. Siswa antusias ketika diperkenalkan dan
dijelaskan oleh guru tentang bahasa jawa
Krama
5. Siswa aktif mengikuti setiap kosakata yang
diucapkan guru
6. Siswa mengerjakan dengan tertib lembar kerja
kelompok.
7. siswa mendramatisasi dialog bahasa Jawa
Krama di depan kelas
8. Siswa memberi tanggapan saat guru mengecek
pemahaman.
9. Siswa mengerjakan dengan tertip saat
dilaksanakan tes evaluasi tertulis perorangan
oleh guru.
10. Siswa merespon kesimpulan materi
-
42
pembelajaran yang disampaikan guru.
3. Lembar Observasi Guru
Lembar observasi ini disusun untuk memantau perkembangan dari
proses pembelajaran yang dilakukan guru. Penguasaan terhadap metode
yang dipakai serta penguasaan khas dalam menerapkan metode. Berikut
adalah lembar observasi Guru.
Lembar Pengamatan Aktifitas Guru
NO Indikator yang diamati
Skor
1 2 3 4 5
I MATERI PEMBELAJARAN
1. Gagasan utama materi jelas dan spesifik
2. Tersedia beragam variasi untuk mendukung informasi
3. Relevansi dengan pokok bahasan jelas
4. Diperlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi (aplikasi,
analisis, sintesis, evaluasi)
5. Guru menghubungkan gagasan-gagasan dengan pengetahuan
awal siswa
6. Definisi-definisi diberikan sebagai kosakata
II ORGANISASI PEMBELAJARAN
1. Pengantar yang diberikan menarik perhatian siswa
2. Pada pengantar diberikan organisasi langkah-langkah
-
43
kegiatan pembelajaran
3. Rencana kegiatan pembelajaran terorganisasi dengan baik
4. Kesimpulan benar-benar merujuk pada gagasan utama
pembelajaran
5. Dilakukan review dengan menghubungkannya materi dengan
pembelajaran sebelumnya
III PENGUASAAN MATERI
1. Kelancaran menjelaskan materi
2. Kemampuan menjawab pertanyaan siswa
3. Keragaman pemberian contoh
IV PENERAPAN METODE
1. Ketepatan pemilihan metode sesuai materi
2. Kesesuaian urutan sintaks dengan metode yang digunakan
3. Mudah di ikuti siswa
IV PENGGUNAAAN MEDIA
1. Ketepatan pemilihan media dengan materi
2. Keterampilan menggunakan media
3
.
Media memperjelas materi
V PERFORMANCE
1. Kejelasan suara yang diucapkan
-
44
G. Analisis Data
Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Analisis data kualitatif dan kuantitatif
Data hasil pengamatan pengelolaan kelas untuk pembelajaran yang
menerapkan metode Audiolingual dianalisis dengan menggunakan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data secara kualitatif dan kuantitatif
2. Kekomunikatifan guru dengan siswa
3
.
Keluwesan sikap guru dengan siswa
4
.
Guru berbicara tidak terlalu cepat / lambat
5
.
Volume suara cukup untuk di dengar seluruh siswa
6
.
Melakukan kontak pandang dengan siswa
VI PEMBERIAN MOTIVASI
1. Keantusiasan guru dalam mengajar
2. Kepedulian guru terhadap siswa
3. Ketepatan pemberian reward dan punishman
-
45
yakni berupa penilaian kemampuan siswa baik dalam bentuk data angka
maupun data deskriptif.
2. Analisis data aktifitas guru dan siswa
a. Guru
Data hasil pengamatan pengelolaan kelas untuk pembelajaran
yang menerapkan metode pembelajaran Audiolingual dianalisis
dengan pendekatan deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
P = F/N x 100%
Keterangan :
P = Angka presentase
F = Jumlah skor dalam tahapan
N = Jumlah skor ideal tahapan kegiatan pembelajaran tiap siklus
Jumlah masing – masing tahapan dalam pembelajaran yang
mampu dilakukan guru diberikan kriteria penilaian dengan skor 1
(sangat kurang), 2 (kurang), 3 (baik), 4 (sangat baik).
-
46
Tabel I
Tingkat Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran
Tingkat Keberhasilan Kriteria
>90% Sangat baik
80-89% Baik
60 – 79 % Cukup
40 – 59 % Kurang
-
47
Analisis data adalah proses pelaksanaan dan pengaturan secara
sistematik, transkip, observatif, catatan, lapangan, dan bahan – bahan
tersebut agar dapat dipresentasikan temuan – temuannya kepada orang
lain. Dalam hal ini kemampuan siswa mengalami peningkatan dalam
berbicara bahasa Jawa Krama dari seluruh jumlah siswa di kelas dengan
jumlah skor nilai rata – rata.
Peneliti menjumlahkan nilai yang diperoleh siswa kemudian dibagi
dengan jumlah siswa kelas tersebut sehingga diperoleh nilai rata – rata.
Nilai rata – rata ini didapat dengan menggunakan rumus :
X =
Keterangan :
X = Nilai rata – rata
= Jumlah semua nilai siswa
N = Jumlah siswa
H. Indikator Kinerja
Dengan melihat latar belakang permasalahan dan untuk meningkatkan
kemampuan berbicara bahasa Jawa Krama pokok bahasan bahasa Jawa
Krama dengan menggunakan metode Audiolingual. Maka diperlukan
indikator sebagai berikut :
1. Siswa
-
48
a. Siswa mampu bercakap – cakap menggunakan bahasa yang santun
(bahasa Jawa Krama) dengan menggunakan metode Audiolingual
dengan skor minimal 70, dan kelas disebut tuntas secara klasikal jika
kelas tersebut mencapai 13 peserta didik yang telah mencapai nilai
lebih dari sama dengan 70.
b. Respon siswa dalam kategori baik (72%) berdasarkan hasil tes
individu atau tes kelompok.
Hasil diatas termasuk kedalam penilaian untuk ketuntasan belajar,
yaitu : secara perorangan dan secara klasikal. Penerapan model
pembelajaran metode Audiolingual dikatakan berhasil dalam
meningkatkan keterampilan berbicara siswa jika siswa memenuhi
ketuntasan belajar yaitu masuk dalam kategori baik atau minimal 70.
Sedangkan ketuntasan klasikal terpenuhi jika presentasi ketuntasan
belajar secara klasikal mencapai minimal 70 atau mencapai 72% artinya
minimal 13 siswa telah masuk dalam kategori baik.
Analisis ini dilakukan pada tahapan refleksi. Hasil analisis ini
digunakan sebagai bahan refleksi untuk melakukan perencanaan lanjut
dalam siklus berikutnya. Hasil analisis ini juga dijadikan sebagai bahan
refleksi dalam memperbaiki rancangan pembelajaran, bahkan dijadikan
-
49
sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan model pembelajaran yang
tepat.
2. Guru
Observasi sama dengan hasil observasi kemampuan guru sebesar 80%
I. Tim Peneliti dan tugasnya
1. Peneliti :
a. Nama : Mira Rodhiyah
b. NIM : D77211072
c. Fak/jur : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan / PGMI
d. Tugas
1. Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan
penelitian.
2. Menyusun RPP, format observasi, dan instrumen penelitian
3. Terlibat dalam semua jenis kegiatan
2. Guru kelas
a. Nama : Ibu Sunarsih S.pd
b. Jabatan : Guru kelas III-B
c. Tugas
1. Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan.