Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang · 2020. 10. 7. · Pemberontakan PKI 1948 dan 1965 serta...

16
1 Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagiaan yang telah lama berkobar dalam dada masyarakat Indonesia dan merupakan tujuan akhir dari revolusi Indonesia. Karena impian itu tidak sedikit ongkos pengorbanan yang telah dicurahkan oleh para pahlawan bangsa. Soekarno dalam pidatonya mengatakan, ‘Masyarakat adil dan makmur, cita – cita asli dan murni dari rakyat Indonesia yang telah berjuang dan berkorban berpuluh puluh tahun. Masyarakat adil dan makmur tujuan akhir dari revolusi kita. Masyarakat adil dan makmur yang untuk itu, berpuluh puluh ribu pemimpin pemimpin kita menderita. Perpuluh puluh ribu pemimpin pemimpin kita meringkuk dalam penjara. Perpuluh puluh ribu pemimpin pemimpin kita meninggalkan kebahagiaan hidupnya. Beratus ratus ribu, mungkin jutaan rakyat kita menderita tak lain tak bukan ialah mengejar cita cita terselenggaranya satu masyarakat adil dan makmur yang di situ segenap manusia Indonesia dari Sabang sampai Merauke mengecap kebahagiaan’. 1 Mimpi tentang masyarakat adi dan makmur ini telah lama bergejolak dalam sanubari masyarakat Indonesia bahkan sejak 1 Yudi Latief. Negara Paripurna. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 2011), 493-494.

Transcript of Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang · 2020. 10. 7. · Pemberontakan PKI 1948 dan 1965 serta...

  • 1

    Bab I Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagiaan

    yang telah lama berkobar dalam dada masyarakat Indonesia dan

    merupakan tujuan akhir dari revolusi Indonesia. Karena impian itu

    tidak sedikit ongkos pengorbanan yang telah dicurahkan oleh para

    pahlawan bangsa. Soekarno dalam pidatonya mengatakan,

    ‘Masyarakat adil dan makmur, cita – cita asli dan murni dari rakyat

    Indonesia yang telah berjuang dan berkorban berpuluh – puluh

    tahun. Masyarakat adil dan makmur tujuan akhir dari revolusi kita.

    Masyarakat adil dan makmur yang untuk itu, berpuluh – puluh ribu

    pemimpin – pemimpin kita menderita. Perpuluh – puluh ribu

    pemimpin – pemimpin kita meringkuk dalam penjara. Perpuluh –

    puluh ribu pemimpin – pemimpin kita meninggalkan kebahagiaan

    hidupnya. Beratus – ratus ribu, mungkin jutaan rakyat kita

    menderita tak lain tak bukan ialah mengejar cita – cita

    terselenggaranya satu masyarakat adil dan makmur yang di situ

    segenap manusia Indonesia dari Sabang sampai Merauke

    mengecap kebahagiaan’.1

    Mimpi tentang masyarakat adi dan makmur ini telah lama

    bergejolak dalam sanubari masyarakat Indonesia bahkan sejak

    1Yudi Latief. Negara Paripurna. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 2011), 493-494.

  • 2

    zaman prasejarah.2 Pada masa perjuangan kemerdekaan visi

    tentang keadilan dan kesejahteraan rakyat diidealisasikan oleh

    para pejuang pergerakan dan mewarnai diskusi tentang dasar

    falsafah negara dalam persidangan BPUPK. Klimaksnya ketika

    Soekarno mengungkapkannya dalam pidatonya pada 1 Juni 1945

    yang kemudian dijadikan sebagai hari lahirnya Pancasila. Soekarno

    dalam pidatonya itu mengatakan, ‘Prinsip nomor empat sekarang

    saya usulkan… yaitu prinsip kesejahteraan; tidak ada kemiskinan

    di dalam Indonesia merdeka’.3 Ide dan mimpi tentang

    kesejahteraan sosial ini kemudian dirumuskan sebagai salah satu

    unsur yang menyusun dasar falsafah Bangsa Indonesia

    sebagaimana tercantum dalam Pancasila Sila Kelima, ‘Keadilan

    sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ seterusnya mewarnai

    konstitusi Negara Indonesia.

    Meski visi tentang keadilan sosial telah lama bergelora dan

    diperjuangkan oleh bangsa Indonesia namun belum terwujud

    dengan baik. Kita melihat tingkat kesejahteraan masyarakat belum

    merata, tingkat kecerdasan antara desa dan kota masih terjadi

    kesenjangan, diskriminasi terhadap kelompok – kelompok

    minoritas masih sering terjadi, penegakan hukum yang masih

    tebang pilih, dll. Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A dalam Proceeding

    Kongres Pancasila 2009 di Yogyakarta mengatakan bahwa salah

    2 (Latief 2011, 494) 3Floriberta Aning. Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI (Jakarta: Penerbit Media

    Pressindo, 2006), 145.

  • 3

    satu penyebab belum terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh

    rakyat Indonesia itu karena belum dipahami dan diupayakannya

    secara sungguh – sungguh Pancasila sebagai landasan filosofi dan

    ideologi dari Negara Republik Indonesia.4

    Kenyataannya bahwa Pancasila sebagai dasar negara sejak

    lahirnya sudah mulai mendapat rongrongan untuk digantikan.

    Pemberontakan PKI 1948 dan 1965 serta pemberontakan DI/TII

    adalah usaha mengganti Pancasila sebagai dasar negara.

    Dalam beberapa tahun terakhir usaha untuk mengganti

    Pancasila semakin masif dan muncul dalam ‘wajah’ yang berbeda.

    Rongrongan itu memicu munculnya gerakan nasionalisme yang

    melanda negeri. Gerakan itu diekspresikan secara sporadis dengan

    berbagai cara melalui media sosial dan gerakan massa. Beberapa

    tagline yang menjadi trending di media sosial seperti

    ‘#akupancasila, #NKRIhargamati, #Savepancasila, #SaveNKRI, dll.

    Puncaknya saat pemerintah membekukan beberapa organisasi

    massa yang dianggap anti Pancasila. Beberapa dari tokoh mereka

    ditangkap dan diadili.

    Disadari atau tidak munculnya gerakan – gerakan yang tidak

    selaras dengan Pancasila telah menghambat dan memperlambat

    pembangunan bangsa sehingga Indonesia belum juga mencapai

    cita – citanya sebagai bangsa yang sejahtera, adil dan makmur.

    4------------ Proceeding Pancasila (Yogyakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan,

    2009), 387.

  • 4

    Fakta bahwa banyak dari rakyat Indonesia yang memberhalakan

    suku, agama dan budaya mereka sehingga tercekik dalam

    kepicikan intoleransi akibatnya selalu muncul kecurigaan dan

    kebencian primordial.5 Sikap seperti ini muncul dalam pandangan

    Ahmad Syafi’i Maarif karena banyak anak bangsa yang tenggelam

    dalam hedonis konsumeristik sehingga melupakan cita – cita

    kebangsaan. Hal ini diperparah oleh banyaknya institusi yang ada

    dalam masyarakat kita yang pelaksanaan misinya tidak

    sepenuhnya mengaktualisasikan nilai – nilai Pancasila khususnya

    Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.6 Masih terjadi

    kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat kita. Data

    Badan Pusat Statistik Indonesia pada Bulan September 2017

    menunjukkan bahwa jumlah rakyat Indonesia yang hidup di bawah

    garis kemiskinan masih mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen).7

    Sementara itu di Jawa Tengah persentase penduduk miskin per

    September 2017 sebesar 12, 23 persen.8

    Berdasarkan hal ini penting untuk melihat misi gereja – gereja

    di Indonesia sebagai komponen yang tak terpisahkan dari negara.

    Apakah misi gereja - gereja di Indonesia diarahkan untuk

    mewujudkan cita – cita bangsa Indonesia? Dengan kata lain,

    apakah gereja – gereja sungguh – sungguh ingin mewujudkan

    5Frans Magnis Suseno, ‘Pancasila 2010’ dan Muyawan Karim, ‘Merajut Pancasila Rindu

    Pancasila’ (Jakarta: Kompas, 2010). Dikutip oleh I Made Priana, ‘Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012 – 2016 Dalam Perspektif Pancasila’ (Salatiga: Satya Wacana Press, 2017), 7.

    6 (Priana 2017, 8) 7 https://www.bps.go.id. Data ini dirilis Badan Pusat Statistis RI tanggal 2 Januari 2018 8 https/jateng.bps,id/pressrilis2januri2018.

    https://www.bps.go.id/

  • 5

    keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?. Sebagaimana

    diketahui bahwa gereja telah hadir di Indonesia sekitar tahun 1543

    jauh sebelum Indonesia merdeka. Gereja hadir di Indonesia

    sebagai hasil pekerjaan misi gereja – gereja Barat yang datang

    bersamaan dengan ekspansi kolonialis, imperialis dan kapitalis

    bangsa – bangsa Barat ke Asia, yang berlangsung dalam kurun

    waktu lima abad dari tahun 1492 sampai 1947.9

    Meski kedatangan gereja ke Nusantara bersamaan dengan

    kolonialisme dan imperialisme Barat namun sama sekali tidak

    bekerjasama dengan penjajah. Para penjajah datang ke Nusantara

    bukan untuk menyebarkan agama Kristen tetapi untuk mengambil

    kekayaan Indonesia demi kepentingan ekonomi mereka.10 Meski

    demikian hampir dipastikan bahwa pengaruh budaya di Barat di

    mana para pekabar Injil itu dibesarkan ikut terbawa ke Indonesia.

    Hal sederhana yang masih dapat kita lihat sampai hari ini adalah

    bentuk bangunan gereja – gereja di Indonesia, liturgi, cara

    berpakaian, dll. Gereja segera mengakar di bumi Indonesia,

    mengembangkan ciri – ciri khasnya, terutama di daerah – daerah di

    mana orang Kristen, tidak merasa menganut agama asing.11

    Bahkan belakangan dengan cepat gereja – gereja dengan latar

    belakang suku lahir di berbagai daerah. Ada Gereja Batak di

    Sumatera, Gereja Minahasa dan Toraja di Sulawesi, Gereja Kristen

    9 (Priana 2017, 1) 10(Priana 2017, 2) 11Dr. TB. Simatupang. Iman Kristen dan Pancasila (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), 6.

  • 6

    Maluku di Ambon, Gereja Kristen Jawa di Jawa, Gereja Timor di

    Nusa Tenggara, dll.

    Gereja – gereja tersebut bertumbuh dan berkembang dengan

    baik dalam konteks masing - masing. Namun penting melihat,

    apakah gereja – gereja itu bermisi berdasarkan filosofi Pancasila

    khususnya dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

    Indonesia. Mengingat kesejahteraan sosial adalah cita – cita luhur

    bangsa Indonesi. Apakah kehadiran gereja menjadi kontekstual

    dan fungsional dalam memformulasikan nilai – nilai ke-Indonesiaan.

    Menurut Yudi Latief bahwa religiositas Indonesialah yakni moralitas

    bangsa yang mengagungkan nilai – nilai kemanusiaan, kesatuan

    dan kesetaraan yang harus berfungsi sebagai roh yang

    menggerakkan agama – agama Indonesia demi terciptanya

    kesejahteraan Indonesia12. Hal ini dimungkinkan karena Pancasila

    mengakomodir aspirasi keagamaan semua agama di Indonesia,

    karena itu bila setiap pemeluk agama mengaktualisasikan

    Pancasila dalam kehidupan mereka sehari – hari, sesungguhnya

    mereka telah mempraktikkan ajaran agama mereka.13 Mantan

    Presiden Abdurrahman Wahid mengungkapkan bahwa Pancasila

    itu sangat Islami karena nilai – nilai Pancasila yaitu kesetaraan,

    kesatuan dan kemanusiaan juga terkandung dalam pokok – pokok

    ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam Alquran14. Dalam

    12(Latief 2011), 110-111. 13(Latief 2011) 110-111 14Abdurrahman Wahid. Islamku Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara

    Demokrasi (Jakata: The Wahid Institute, 2006), 75-79

  • 7

    persepektif yang sama John A Titaley mengatakan bahwa

    Pancasila dan UUD 1945 itu sangat injili karena selaras dengan

    nilai – nilai yang diajarkan oleh Injil berupa pemuliaan akan

    kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan. John A Titeley

    menegaskan pendapatnya dengan memberi contoh dari kisah

    Alkitab tentang perempuan yang berzinah sebagai mana tercatat

    dalam Yohanes 8:1 – 11. Dalam kisah tersebut menurut Titaley

    bahwa Yesus mendudukkan misi pelayanan-Nya untuk

    memperjuangkan dan menghadirkan nilai kemanusiaan, kesatuan

    dan kesetaraan manusia akibat diskriminasi yang dilakukan

    manusia itu sendiri15.

    Kekristenan sama halnya dengan agama – agama lain pada

    hakekatnya bersifat misioner. Kekristenan memandang semua

    keturunan di bumi sebagai obyek dari kehendak Allah yang

    menyelamatkan dan rencana keselamatannya atau dalam istilah

    perjanjian baru ‘Pemerintahan Allah’ yang telah datang di dalam

    Yesus Kristus, dimaksudkan untuk seluruh umat manusia16. Misi

    dalam setiap konteks dimaknai secara berbeda. Misi menurut David

    J Bosch selalu mengalami transformasi dan modifikasi dari masa

    ke masa serta dilaksanakan sesuai dengan konteks yang berbeda

    - beda. Misi tidak dapat digambarkan secara tajam dan sekali – kali

    tidak boleh dipenjarakan dalam batas – batas yang sempit.17

    15John A Titaley. Religiositas Di Alenia Tiga, Pluralisme, Nasionalisme dan Transformasi

    Agama – Agama(Salatiga: Satya Wacana Press, 2013), 61 – 67. 16David J Bosch. Transformasi Misi Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 13 17(Bosch 1997, 13-17)

  • 8

    Secara umum misi dimaknai sebagai perutusan atau mengirim.18

    Selain itu misi itu meliputi tindakan Allah kepada manusia,

    hubungan yang dinamis antara Allah dan dunia yang tidak bisa

    dibatasi oleh siapa pun. Allahlah sebagai sumber dan pusat misi.19

    Misi bertransformasi dari masa ke masa karena kehadirannya

    selalu konteks dengan persoalan yang di hadapinya. Misi hadir

    bukan pada ruang kosong tetapi pada dunia yang memiliki

    permasalahan. Meski demikian banyak pelaksanaan misi yang

    tidak memperhatikan konteks sehingga menghadapi tantangan dan

    penolakan, tanpa terkecuali misi gereja - gereja di Indonesia.

    Seringkali kehadiran gereja dan orang Kristen di suatu tempat

    ditolak dan dilarang. Orang – orang Kristen susah membangun

    rumah ibadah karena gereja kehadirannya dianggap mengganggu

    dan menyebarkan Kristenisasi. Karena itu gereja harus serius

    memikirkan tentang misinya di Indonesia agar dapat membumi.

    Gereja Indonesia harus bermisi dalam konteks Indonesia dalam

    istilah Ebenhaizer I. Nuban Timo ‘Misi dengan Cita Rasa Indonesia’

    atau bermisi dalam konteks Pancasila. Made Priyana menyebutnya

    ‘Gereja Nusantara’.

    Gereja dalam misinya perlu memikirkan ulang apa yang

    dikatakan Pdt. Andreas Yewangoe bahwa, ‘Tugas Kristen bukan

    untuk menobatkan agama – agama lain tetapi diamanatkan untuk

    18Edmund Woga, CScR. Dasar – Dasar Misiologi (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 13-16 19 Ebenhaizer I. Nuban Timo. Menghari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila (Jakarta: BPK

    Gunung Mulia, 2017), 229.

  • 9

    memurnikan dan merealisasikan maksud – maksud agama lain.

    Tugas Kristen membuat orang Budha (agama lain)20 menjadi

    penganut agama mereka yang lebih baik. Hal senada diungkapkan

    Gerrit Singgih bahwa tidak setiap orang yang percaya kepada

    Yesus mendengarkan Injil dan mau hidup dalam Paskah dan

    Pentakosta atau dengan kata lain diwajibkan untuk berpindah

    agama dan menjadi pemeluk agama Kristen21.

    Gereja dalam melakukan misinya perlu pula memikirkan

    metode yang tepat sehingga misi dapat mendarat dengan tepat.

    Pemikir Teologia di Asia Kosuke Koyama memberi tawaran bahwa

    gereja dalam mengemban misinya patut mempertimbangkan

    metode ‘diludahi dan bukan meludahi. Sementara itu, Aloysius

    Pieris mengajak gereja – gereja di Asia agar lebih mengutamakan

    perbuatan Kristus Sang Penyelamat dibandingkan sibuk

    mempertahankan gelar – gelar bagi Kristus, karena bukanlah gelar

    Kristus yang menyelamatkan melainkan perbuatan penyelamatan-

    Nya.22

    Salah satu gereja yang tumbuh dan besar di Indonesia adalah

    Gereja Kristen Indonesia (GKI). GKI awalnya bernama Tiong Hoa

    Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH) yang memiliki arti Perkumpulan

    Orang Kristen Tionghoa, yang kemudian berubah menjadi Gereja

    Kristen Indonesia pada Tahun 1956. Perubahan nama itu beranjak

    20Tambahan penulis. Pada catatan Yewangoe hanya menyebut agama Budha namun

    dalam pandangan penulis Agama Budha mewakili agama – agama lain. 21(Nuban Timo 2017, 249) 22(Nuban Timo 2017, 252)

  • 10

    dari kesadaran bahwa gereja tidak hanya terbuka bagi satu

    golongan etnis saja tetapi untuk semua golongan.23 GKI kemudian

    berkembang dan memiliki sinode sendiri yang menaungi beberapa

    jemaat, salah satunya adalah GKI Peterongan Semarang. GKI

    Peterongan Semarang yang berdiri 31 Oktober 1966 telah

    menjelma menjadi gereja yang besar dan cukup berpengaruh di

    lingkungan GKI secara khusus dan masyarakat pada umumnya.

    GKI Peterongan Semarang bertumbuh semakin besar dan mapan.

    Di tahun 1966 saat awal berdiri jemaatnya hanya sekitar lima ratus

    jiwa kini telah memiliki anggota jemaat lebih dari empat ribu jiwa.

    Sarana pendukung dan asset gereja juga semakin bertambah.

    Gedung gereja misalnya berdiri di atas lahan seluas 6.136 meter

    persegi dengan nilai di atas enam puluh miliar rupiah didesain

    dengan mewah dan modern agar jemaat nyaman memakainya.

    Terbaru pembelian tanah dan bangunan di samping gereja seluas

    1.845 m2 dengan nilai Rp. 10.750.000. 000. Sementara

    penghasilan perminggu pun melalui dukungan persembahan

    jemaat di atas sepuluh juta rupiah.24

    Di tengah pertumbuhan gereja yang kian pesat dan

    cenderung mewah ada kontras dengan kondisi umum masyarakat

    kita. Kemiskinan masih masalah serius dalam proses

    pembangunan nasional di Indonesia. Berbagai paket program telah

    23 Tim Penyusun. Jubelium GKI Peterongan 1966 – 2016 (Semarang: GKI Peterongan,

    2017), 2. 24Wawancara 14 Juli 2019 dengan salah satu pekerja GKI Peterongan yang menyediakan

    informasi dan administrasi gereja.

  • 11

    diluncurkan untuk mengatasinya tetapi belum juga efektif.

    Sementara moralitas bangsa masih bermasalah, indikatornya

    korupsi masih merajalela menyusupi lingkungan pemerintah dan

    berbagai profesi. Akibatnya cita – cita akan masyarakat adil dan

    makmur sebagaimana tujuan akhir revolusi Indonesia belum

    terwujud dengan baik.

    Atas dasar persoalan inilah penulis ingin melihat misi GKI

    Peterongan dalam perspektif Sila Kelima Pancasila, ‘Keadilan

    sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengingat GKI Peterongan

    Semarang adalah salah satu gereja yang cukup mapan secara

    ekonomi dan cukup berpengaruh di lingkup GKI dan gereja – gereja

    lain. Penelitian ini berjudul, ‘Misi Gereja dalam Perspektif Sila

    Kelima Pancasila: Studi di Gereja Kristen Indonesia Peterongan

    Semarang 2018”

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan hal di atas pertanyaan utama yang perlu

    dijawab dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pelaksanaan misi

    GKI Peterongan Semarang dalam perspektif Sila Kelima

    Pancasila? Agar mendapat jawaban yang tepat atas pertanyaan

    itu maka pertanyaan selanjutnya adalah ‘Apa saja program –

    program GKI Peterongan dan bagaimana melaksanakan program

    – program tersebut? Apa yang menjadi motif GKI Peterongan

    dalam melakukan program – program tersebut? Dan bagaimana

  • 12

    pelaksanaan misi GKI Peterongan ditinjau dari Perspektif Sila

    Kelima Pancasila?’

    C. Tujuan Penelitian

    Bertitik tolak dari pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan

    penelitian ini adalah:

    1. Mengobservasi dan mendeskripsikan program - program GKI

    Peterongan Semarang periode 2017 - 2018.

    2. Mendeskripsikan motif dan tindakan GKI Petorongan dalam

    melakukan program – program tersebut

    3. Mengkaji pelaksanaan misi GKI Peterongan periode 2017-2018

    ditinjau dari perspektif Sila Kelima Pancasila.

    D. Metode Penelitian:

    C. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inquiry) secara

    sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan

    terhadap masalah – masalah yang dapat dipecahkan.25 Metode

    penelitian sendiri terdiri atas dua pendekatan yaitu kuantitatif dan

    kualitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

    mengukur obyek dengan suatu perhitungan, dengan angka,

    prosentase dan statistik sedangkan metode penelitian kualitatif

    adalah penelitian yang tidak menekankan pada kuantum atau

    jumlah tetapi lebih menekankan pada kualitas secara alamiah

    25Prof. Dr. H. Kaelan,M.s. Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner (Yogyakarta:

    Paradigma, 2012), 1.

  • 13

    karena menyangkut pengertian, konsep, nilai serta ciri – ciri yang

    melekat pada obyek penelitian lainnya.26

    Dalam melakukan studi tentang Misi Gereja Kristen Indonesia

    Peterongan Semarang akan menggunakan pendekatan kualitatif,

    yang menurut John W Creswell sebagai metode penelitian yang

    sudah memiliki pendekatan dan prosedur – prosedur yang lengkap

    dan jelas, sehingga bisa membuat deskripsi yang komprehensif.27

    J. Smith menyebutnya interpretative approach yaitu sebuah

    prosedur penelitian apa yang disebut Clifford Geertz thick

    description yakni sebuah deskripsi tentang makna, filosofi dan cara

    berpikir dari komunitas yang menjadi obyek penelitian sehingga

    yang dibuat peneliti bukan berdasarkan apriori namun berdasarkan

    pada interpretasinya dalam melakukan observasi, eksplorasi dan

    investigasi, bahasa tubuh, bahasa lisan, bahasa tertulis, perilaku

    dan simbol – simbol dari komunitas yang diteliti.28

    C.2. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah yang

    paling strategis dalam suatu penelitian. Karena tujuan utama

    penelitian adalah mendapatkan data. Data akan dipakai oleh

    peneliti untuk menganalisis substansi yang dipermasalahkan dalam

    rumusan penelitian. Secara garis besar ada tiga teknik

    pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yaitu teknik

    26 (Kaelan 2012, 5) 27John W Creswell. Reseach Desaign (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 19. 28(Priana 2017, 11-12).

  • 14

    pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumenter29.

    Dalam melakukan penelitian terhadap pemahaman dan

    implementasi misi GKI Peterongan Semarang dalam perspektif Sila

    Kelima Pancasila akan menggunakan ketiga teknik pengumpulan

    data tersebut. Pada pengumpulan data dengan teknik wawancara

    akan dilakukan pada orang – orang kunci yang dianggap

    representatif memberikan informasi tentang obyek yang akan

    diteliti. Pada teknik pengumpulan data observasi, peneliti akan

    melakukan observasi partisipatif dengan terlibat secara intensif

    dalam kegiatan dan program GKI Peterongan Semarang.

    Sementara itu pada teknik pengumpulan data dengan dokumen

    akan dilakukan pada dokumen – dokumen (catatan, tata gereja,

    keputusan rapat, materi – materi pembinaan, khotbah, foto,

    rekaman, dll) yang dimiliki GKI Peterongan yang berkaitan dengan

    informasi – informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

    E. Signifikansi Penelitian

    Berdasarkan pengetahuan penulis catatan tentang GKI

    Peterongan baru ada satu buah yaitu Jubileum GKI Peterongan

    yang diterbitkan dalam ulang tahunnya yang kelima puluh. Belum

    ada catatan tentang GKI Peterongan Semarang menyangkut

    tentang misinya dalam melakukan panggilannya di dunia

    khususnya dalam kaitannya dengan Negara Pancasila. Karena itu

    catatan hasil penelitian ini semoga menjadi hal yang berarti bagi

    29(Kaelan 2012, 100 – 129)

  • 15

    GKI Peterongan Semarang dalam mewujudkan karyanya di Negara

    Pancasila yang memiliki cita – cita Indonesia sejahtera.

    Fakta dan gagasan – gagasan yang muncul dalam studi ini

    khususnya GKI Peterongan Semarang dalam melakukan misinya

    dalam perspektif, ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’

    semoga menjadi catatan dan masukan yang sangat berharga bagi

    gereja – gereja di Indonesia sebagai bagian integral dari Bangsa

    Indonesia. Negara yang berdasarkan Pancasila yang mengayomi

    semua kalangan; suku, ras dan agama tanpa membeda – bedakan.

    Dengan demikian gereja diharapkan justru semakin memperkuat

    ideologi Pancasila sebagai falsafah yang sangat cocok dengan

    kondisi Indonesia, karena nilai – nilai yang terkandung dalam

    Pancasila sama dengan nilai – nilai yang terkandung dalam Injil.

    Dari hasil studi ini juga diharapkan menjadi masukan yang sangat

    berharga bagi seluruh elemen bangsa bahwa keadilan sosial

    adalah nilai – nilai yang juga harus diperjuangkan oleh agama -

    agama. Dengan mengintegrasikan keduanya akan memberikan

    keberanian moral kepada siapa pun untuk memperjuangkan

    keadilan sosial bagi keutuhan semua ciptaan.

    Kajian tentang Misi Gereja dalam perspektif Sila Kelima –

    Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi bagian dari

    kajian Made Priyana dalam penelitiannya yang berjudul, ‘Misi

    Gereja Protestan Di Bali Periode 2012 – 2016 Dalam Perspektif

    Pancasila’. Fokus kajian Priana adalah Tri Kegiatan Gereja yaitu

  • 16

    Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian. Ia sampai pada sebuah

    kesimpulan bahwa Gereja Protestan di Bali belum sepenuhnya

    mengaktualisasikan kesatuan, kemanusiaan dan kesetaraan. Made

    dalam kajiannya belum secara spesifik membahas tentang misi

    dalam perspektif keadilan sosial. Karena itulah penulis akan

    melihatnya di GKI Peterongan Semarang dengan fokus pada misi

    gereja dalam perspektif Sila Kelima – Keadilan Sosial bagi Seluruh

    Rakyat Indonesia.

    Hasil dari penelitian ini diharapkan pula memberi signifikansi

    praktis bagi GKI Peterongan secara khusus dan gereja - gereja di

    Indonesia secara umum untuk menyusun misi dan program –

    programnya dalam konteks Indonesia, sehingga gereja – gereja di

    Indonesia semakin memiliki cita rasa Nusantara.

    F. Sistematika Penulisan

    Hasil akhir dari penelitian ini akan dibuat dalam bentuk tesis

    dengan sitematika penulisan sebagai berikut: Bab I berisi tentang

    pendahuluan, Bab II berisi tentang konsep misi dalam perspektif

    Sila Kelima Pancasila, Bab III berisi tentang hasil penelitian:

    Sejarah, misi, motif dan program GKI Peterongan Semarang, Bab

    berisi tentang misi GKI Peterongan dalam perspektif keadialan

    sosial, Bab V berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi