BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Karena di dalam diri manusia melekat hak kodrati yang merupakan anugerah oleh Tuhan berupa harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia, sehingga wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, pemerintah maupun setiap orang sebagai bentuk penghormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Karenanya, tidak ada seorangpun dan kekuasaan apapun yang dapat mencabutnya. Hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang melekat dan dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. 1 Sehingga kemudian diartikan bahwa melekatnya hak asasi manusia tidak hanya melekat pada manusia yang terlahir normal akan tetapi juga melekat pada manusia yang terlahir tidak normal atau yang biasa disebut cacat / penyandang cacat. Penyandang cacat merupakan istilah penyebutan untuk setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya. Istilah Penyandang cacat sering juga disebut Disabilitas. Disabilitas atau Disability merupakan istilah penyebutan penyandang cacat dalam konvensi Internasional yaitu Convention on the Rights of Persons with 1 Knult D. Asplund,dkk. (ed). 2008. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta. Pusham UII. Hal. 11

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling

    sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Karena di dalam diri

    manusia melekat hak kodrati yang merupakan anugerah oleh Tuhan berupa

    harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia, sehingga wajib dihormati,

    dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, pemerintah maupun setiap orang

    sebagai bentuk penghormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.

    Karenanya, tidak ada seorangpun dan kekuasaan apapun yang dapat

    mencabutnya. Hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang melekat dan

    dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia.1 Sehingga kemudian

    diartikan bahwa melekatnya hak asasi manusia tidak hanya melekat pada

    manusia yang terlahir normal akan tetapi juga melekat pada manusia yang

    terlahir tidak normal atau yang biasa disebut cacat / penyandang cacat.

    Penyandang cacat merupakan istilah penyebutan untuk setiap orang yang

    mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau

    merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara

    selayaknya. Istilah Penyandang cacat sering juga disebut Disabilitas.

    Disabilitas atau Disability merupakan istilah penyebutan penyandang cacat

    dalam konvensi Internasional yaitu Convention on the Rights of Persons with

    1 Knult D. Asplund,dkk. (ed). 2008. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta. Pusham UII. Hal.

    11

  • 2

    Disabilities (CRPD) yang diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang

    No. 19 Tahun 2011 Tentang Ratifikasi Konvensi Mengenai Hak-hak

    Penyandang Cacat.

    Penyandang cacat pada dasarnya tidak ada bedanya dengan manusia pada

    umunya, sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Iindonesia Tahun 1945 atau yang disebut UUD pasal 28A – 28J yang

    merupakan jaminan atas Hak Asasi Manusia Jo pasal 5 Undang-undang Nomor

    4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.

    Dalam pembukaan UUD menyebutkan tujuan dari pembentukan

    Pemerintah Negara Indonesia adalah “...untuk melindungi segenap bangsa

    Indonesia, dan tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan

    umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...”. Penegasan dari tujuan tersebut

    terdapat dalam pasal 28C ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak

    mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak

    mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan

    teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi

    kesejahteraan umat manusia”. Pasal 12 Undang-undang Nomor 39 Tahun

    1999 Tentang HAM menyebutkan tentang hak atas perlindungan bagi

    pengembangan pribadinya untuk mendapatkan pendidikan. Dalam pasal 6

    Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat juga

    menyebutkan penyandang cacat memiliki hak yang sama atas pendidikan pada

    semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Demikian pula Deklarasi

    Universal HAM Pasal 26 Ayat 1 menyebutkan bahwa “setiap orang berhak

  • 3

    memperoleh pendidikan dan pendidikan tersebut harus cuma -cuma, setidaknya

    untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Selain itu lembaga

    penyelenggara pendidikan juga memiliki kewajiban untuk membuka akses bagi

    penyandang cacat untuk memperoleh pendidikan sebagaimana Pasal 12

    Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat yang

    menyebutkan bahwa “Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan

    perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta didik pada

    satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat

    kecacatan serta kemampuannya”.

    Undang-undang tentang sistem pendidikan Nasional menyebutkan tujuan

    dari pendidikan itu sendiri adalah untuk “...mengembangkan kemampuan dan

    membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

    mencerdaskan kehidupan bangsa...”. Melihat tujuan pendidikan maka Hak atas

    pendidikan adalah hak asasi manusia dan merupakan suatu sarana yang mutlak

    diperlukan untuk mewujudkan hak-hak lain dan merupakan gerbang menuju

    keberhasilan.2 Menurut Cooman sebagaimana yang dikutip oleh Madja El

    Muhtaj bahwa hak atas pendidikan adalah hak yang memberdayakan

    (empowerment right) yang secara efektif memberikan pengaruh langsung bagi

    penikmatan dan pemenuhan hak-hak lainnya dan merupakan pemenuhan bagi

    jati diri dan kemartabatan manusia.3

    Pengembangan pribadi untuk mendapatkan pendidikan pada semua

    satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sebagai upaya mengembangkan

    2 Knult D. Asplund,dkk (ed). Op.cit. Hal. 115.

    3 Majda El Muhtaj.2009. Dimensi – Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan

    Budaya. Jakarta. Rajawali Pers. Hal. 167.

  • 4

    kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

    dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa akan sulit diperoleh oleh

    penyandang cacat karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki berbeda

    dengan orang lain pada umumnya.

    Upaya mangatasi kesulitan penyandang cacat (disabilitas) karena

    keterbatasan kemampuannya tersebut menurut Pasal 7 PP No. 43 Tahun 1998

    Tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat,

    kemudian dijelaskan bahwa dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas.

    Dalam Pasal 1 Angka 4 Undang-undang No. 4 Tahun 1997 Tentang

    Penyandang Cacat menyebutkan bahwa, Aksesibilitas adalah kemudahan yang

    disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan

    dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pemenuhan hak aksesibilitas

    dalam memperoleh pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Mengingat

    pentinganya pendidikan dalam kehidupan yang tidak dapat dipisahkan antara

    kehidupan dan pendidikan. Pasal 28 H Ayat 2 Undang –Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak

    mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan

    dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Pasal 41 ayat

    2 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,

    menyebutkan bahwa “Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut,

    wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan

    khusus”. Serta dalam Pasal 6 ayat 4 Undang-Undang No. 4 Tahun 1997

    Tentang Penyandang Cacat, menyebutkan bahwa “Setiap penyandang cacat

  • 5

    berhak memperoleh aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya”. Dalam Pasal

    10 Ayat 2 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2013

    Tentang Perlindungan Dan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas

    menyebutkan bahwa “Setiap penyelenggara pendidikan wajib memberikan

    pelayanan khusus bagi peserta didik penyandang disabilitas yang disesuaikan

    dengan jenis dan derajat kedisabilitasannya”.

    Penyandang cacat (disabilitas) di Indonesia kurang memiliki kesempatan

    dan / atau perlakuan yang sama khususnya terhadap pemenuhan hak

    aksesibilitas bagi penyandang cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan

    seperti yang dimiliki oleh seseorang yang bukan penyandang cacat

    (nondisabilitas). Kesenjangan ini dapat dibuktikan dengan banyaknya

    penyandang cacat (disabilitas) yang tidak diterima di sekolah ataupun

    perguruan tinggi karena keterbatasan aksesibilitas yang tersedia bagi mereka

    baik sarana prasarana maupun tenaga pendidik.

    Misalnya kasus seorang anak di Palangkaraya Kalimantan Tengah, yang

    bernama Dwi Juli lulusan sekolah dasar yang kemudian ditolak masuk ke salah

    satu sekolah favorit menengah pertama karena salah satu tangannya cacat.4

    Kasus serupa juga terjadi kepada Tri Winantyo Nugroho yang harus rela tidak

    meneruskan sekolahnya di sekolah umum SD Negeri Kebondalem 2

    Prambanan, Klaten karena cacat pada kedua kakinya. Pasalnya, pihak sekolah

    menyarankan dia untuk mencari sekolah luar biasa yang sesuai dengan kondisi

    fisiknya. Kondisi fisik Nugroho mengalami cacat sejak lahir setelah proses

    4 Liputan6. Tidak Diterima Sekolah Karena Cacat.

    http://m.liputan6.com/news/read/144227/tidak-diterima-sekolah-karena-cacat, diakses tanggal 14

    April 2014

    http://m.liputan6.com/news/read/144227/tidak-diterima-sekolah-karena-cacat

  • 6

    kelahirannya dengan cara vakum, akan tetapi Nugroho masih bisa berjalan

    meski tidak normal.5

    Kasus terbaru berkaitan dengan adanya larangan peserta disabilitas untuk

    mengikuti tes masuk perguruan tinggi SNMPTN Tahun 2014. Pasalnya syarat

    SNMPTN 2014 menyatakan bahwa seorang calon peserta SNMPTN 2014

    diisyaratkan tidak tuna netra, tidak tuna rungu, tidak tuna wicara, tidak tuna

    daksa, tidak buta warna keseluruhan dan tidak buta warna sebagian. Ketentuan

    pelarangan ini berlaku untuk fakultas tertentu, misalnya fakultas kedokteran,

    fakultas kesehatan, fakultas teknik (Arsitek) dan sejumlah jurusan lain. Adanya

    larangan ini selain karena ketidak siapan infrastruktur perguruan tinggi negeri

    dalam menampung maupun memenuhi kebutuhan khusus peserta didikanya

    yang berbeda dengan peserta didik pada umunya.6 Akan tetapi juga merupakan

    kualifikasi dalam memilih program studi yang sesuai dengan kriteria kecacatan

    serta kemampuan atau kepantasan yang dimaksudkan sebagai upaya untuk

    menjamin keberhasilan peserta didik dalam menempuh pendidikan pada

    program studi yang diminati.

    Penyandang cacat di Indonesia menunjukkan angka yang tidak sedikit.

    Penyebabnya tidak hanya semata-mata karena penyandang cacat memang

    dilahirkan dengan keadaan cacat, akan tetapi bisa juga karena terjadinya

    kecelakaan ataupun penyebab lainnya seperti bencana alam, mengingat letak

    negara Indonesia yang berada di atas 3 (tiga) lempeng tektonik sehingga negara

    5 M Wismabrata. Kaki Cacat, Seorang Anak Ditolak Sekolah Di SDN Negeri.

    http://archive.kaskus.co.id/thread/16629551/, diakses tanggal 14 April 2014 6 Berita Satu. 2014. Penyandang Cacat Dilarang Kuliah.

    https://www.youtube.com/watch?v=5E5F0pQDY84, diakses tanggal diakses tanggal 14 April

    2014

    http://archive.kaskus.co.id/thread/16629551/https://www.youtube.com/watch?v=5E5F0pQDY84

  • 7

    Indonesia sering terjadi gempa atau bencana alam lainnya yang banyak

    memakan korban.

    Menurut survey atau pendataan penyandang cacat oleh Departemen

    Sosial dari hasil survey di 24 provinsi tercatat ada sebanyak 1.235.320

    penyandang cacat yang terdiri dari 687.020 penyandang cacat laki-laki dan

    548.300 penyandang cacat perempuan. Sebagian besar dari mereka tidak

    berpendidikan tidak sekolah/tidak tamat SD sebesar 59,9 persen, berpendidikan

    SD 28,1 persen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada umumnya

    pendidikan penyandang cacat masih rendah. Yang lebih memrihatinkan,

    sebagian besar dari mereka tidak mempunyai keterampilan, sebanyak

    1.099.007 orang (89 persen). Dengan pendidikan yang rendah dan ketiadaan

    keterampilan, membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Ada

    sebanyak 921.036 orang penyandang cacat yang tidak bekerja (74,6 persen).7

    Tingginya angka penyandang cacat (disabilitas) yang tidak memperoleh

    pendidikan menjadikan negara Indonesia menerapkan sistem pendidikan

    inklusif yang didelegasikan pertama kali di Bandung pada tanggal 11 Agustus

    20048, pendekatan baru ini dilaksanakan dengan meniadakan hambatan –

    hambatan yang dapat menghalangi penyandang cacat (disabilitas) untuk

    berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Pendidikan Inklusif merupakan

    pengoordinasian dan pengintegrasian peserta didik regular dan peserta didik

    penyandang cacat (disabilitas) dalam program yang sama.

    7 Administrator Menegpp. Penyandang Cacat. http://www.menegpp.go.id/, diakses tanggal 14

    April 2014 8 Rafik Akbar. 2009. Deklarasi Bandung.

    http://rafikakbar.wordpress.com/2009/12/15/deklarasi-bandung/, diakses tanggal 10 November

    2014

    http://www.menegpp.go.id/http://rafikakbar.wordpress.com/2009/12/15/deklarasi-bandung/

  • 8

    Pendidikan inklusif mulai diterapkan dibeberapa sekolah, misalnya di

    Sekolah Dasar Jolosutro yang menerapkan pendidikan inklusif sejak tahun

    2001/2002 dengan memfasilitasi Guru Pendamping Khusus (GPK) untuk

    peserta didiknya yang memiliki kebutuhan khusus.9 Selanjutnya di Madrasah

    Aliyah Negeri Maguwoharjo yang juga sudah menerapkan pendidikan inklusif

    dengan memfasilitasi Guru Pendamping Khusus (GPK) dan fasilitas lain

    berupa sarana prasarana untuk mempermudah akses siswa penyandang cacat

    (disabilitas) terhadap fasilitas fisik sekolah dengan membangun kamar mandi

    yang diperuntukkan khusus bagi siswa penyandang cacat.10

    Universitas Brawijaya Malang merupakan perguruan tinggi yang

    menerapkan sistem pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah salah satu

    bentuk layanan pendidikan biasa yang sistem pendidikannya menyesuaikan

    kepada kebutuhan khusus setiap anak yang ada di kelas tersebut baik anak

    biasa maupun anak yang berkebutuhan khusus.11

    Universitas Brawijaya Malang

    pada tanggal 19 Maret 2012 mendirikan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas

    (PSLD) Universitas Brawijaya yang merupakan lembaga yang berfungsi

    sebagai pusat pelatihan tentang isu disabilitas dan pemberian pelayanan bagi

    disabilitas di universitas Brawiyaja.12

    Sejak didirikannya Pusat Studi dan

    Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya Malang menyediakan sebanyak 20

    9 Hariyanto,dkk. 2013. Penerapan Pendidikan Inklusi Di Sekolah Dasar Jolosutro.

    Yogyakarta. Makalah. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Univ. Sarjanawayatu Taman

    Siswa Yogyakarta. 10

    Winda Tri Listyaningrum. 2005.Konstruksi dan Model Pendidikan Inklusif (Studi Atas Pola

    Pembelajaran Inklusif Di Madrasah Aliyah Negeri Maguwoharjo). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosila

    dan Ilmu Politik Univ. Gajah Mada Yogyakarta. 11

    Setyani. 2007. Adaptasi Tuna Netra Dalam Menempuh Pendidikan Pada Sekolah Umum Di

    Ponorogo. Skripsi. Fakultas Ilmu sisoal dan Ilmu Politik UMM . Hal 38. 12

    Administrator PSLD. Sejarah PSLD. http://psld.ub.ac.id, diakses tanggal 21 Oktober 2014

    http://psld.ub.ac.id/

  • 9

    – 25 kursi untuk penyandang cacat (disabilitas) dan tercatat sejak tahun 2012 -

    2014 sudah sebanyak 57 (Lima puluh tujuh) mahasiswa penyandang cacat

    (difabel) yang kuliah di Universitas Brawijaya Malang. Pendirian Pusat Studi

    dan Layanan Disabilitas (PSLD) bertujuan untuk membangun lingkungan

    Universitas Brawijaya Malang yang ramah terhadap penyandang cacat /

    disabilitas (disabilitas).

    Hak atas aksesibilitas merupakan hak asasi manusia sebagai bentuk

    dalam mewujudkan kesamaan kesempatan khususnya dalam memperoleh

    pendidikan. Kesamaan kesempatan atas pendidikan akan mudah diperoleh

    penyandang cacat (disabilitas) apabila terdapat akses-akses kemudahan yang

    disediakan khusus untuk mereka. Dalam pasal 6 angka 1 dan 4 Undang-

    undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat menyebutkan bahwa

    “Setiap penyandang cacat berhak memperoleh pendidikan dan aksesibilitas

    dalam rangka kemandiriaannya. Pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri No.

    30/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada

    Bangunan Gedung Dan Lingkungan menyebutkan bahwa, penyediaan

    aksesibilitas ini bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan menciptakan

    lingkungan binaan yang ramah bagi semua orang termasuk penyandang cacat

    dan lansia.

    Hak atas akasesibilitas tidak dapat dipisahkan dari hak penyandang cacat

    dalam memperoleh pendidikan, sebagaimana jaminan dalam pasal 46 ayat (1)

    PP No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan

    bahwa, “Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik, pendidik dan / atau

  • 10

    tenaga kependidikan yang memerlukan layanan khusus wajib menyediakan

    akses saranan prasaranan yang sesuai dengan kebutuhan mereka”.

    Hak mendapatkan pendidikan ataupun hak aksesibilitas sebagai wujud

    kesamaan kesempatan untuk memperlancar proses pendidikan merupakan hak

    Ekonomi Sosial Budaya sehingga negara berkewajiban (State Obligation)

    untuk memenuhi (fulfill), menghormati (to respect), dan melindungi (to

    protect) setiap hak pendidikan yang dimiliki oleh warga negaranya. Pada

    dasarnya undang-undang telah mengatur tentang hak aksesibilitas untuk

    mewujudkan kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek

    kehidupan dan penghidupan khususnya dalam memperoleh pendidikan, tetapi

    dalam kenyataannya implementasi perlindungan hukum terhadap hak

    penyandang cacat (disabilitas) atas hak aksesibilitas dalam memperoleh

    pendidikan tersebut masih mengalami berbagai hambatan. Beberapa hambatan

    yang dialami antara lain: sampai saat ini belum ada data representatif yang

    menggambarkan jumlah dan karakteristik penyandang cacat yang dapat

    diterima di suatu lembaga pendidikan yang menerapkan pendidikan inklusif,

    serta masih adanya stigma negatif terhadap penyandang cacat.

    Berdasarkan adanya kenyataan tersebut diatas yang melatar belakangi

    peneliti untuk memilih judul : PEMENUHAN HAK AKSESIBILITAS

    SEBAGAI WUJUD KESAMAAN KESEMPATAN BAGI MAHASISWA

    PENYANDANG CACAT DALAM PROSES PENDIDIKAN (Studi Di

    Universitas Brawijaya Malang).

  • 11

    B. Rumusan Permasalahan

    Berdasarkan latar belakang dari pemikiran diatas, maka peneliti

    merumuskan beberapa permasalahan untuk menjadi pedoman dalam

    pembahasan penulisan hukum ini. Adapun perumusan permasalahan tersebut

    adalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana kriteria kecacatan calon mahasiswa Universitas Brawijaya

    Malang yang diterima sebagai mahasiswa penyandang cacat (disabilitas) di

    Universitas Brawijaya Malang?

    2. Bagaimana pemenuhan hak aksesibilitas oleh Universitas Brawijaya

    Malang dalam mewujudkan kesamaan kesempatan bagi mahasiswa

    penyandang cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan?

    3. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan hambatan bagi Universitas

    Brawijaya Malang dalam memenuhi hak aksesibilitas untuk mewujudkan

    kesamaan kesempatan bagi mahasiswa penyandang cacat (disabilitas) dalam

    proses pendidikan?

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan permasalah diatas, maka dengan ini peneliti hendak

    menyampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk:

    1. Untuk mengetahui bagaimana kriteria kecacatan calon mahasiswa

    Universitas Brawijaya Malang yang diterima sebagai mahasiswa Universitas

    Brawijaya Malang .

  • 12

    2. Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak aksesibilitas oleh

    Universitas Brawijaya Malang dalam mewujudkan kesamaan kesempatan

    bagi mahasiswa penyandang cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan.

    3. Untuk mengatahui faktor apa saja yang menjadi pendukung dan hambatan

    bagi Universitas Brawijaya Malang dalam memenuhi hak aksesibilitas

    untuk mewujudkan kesamaan kesempatan bagi mahasiswa penyandang

    cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan.

    D. Manfaat Penelitian

    Berdasarkan tujuan peneliti dalam penulisan penelitian maka penelitian ini

    memiliki manfaat toeritis dan praktis, sebagai berikut :

    D.1. Secara Teoritis

    Hasil peneliti ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih

    pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum, dapat dijadikan acuan /

    referensi bagi peneliti berikutnya dalam meneliti masalah yang

    mempunyai kesamaan tema dengan peneliti ini, serta dapat menambah

    wacana baru dalam pemenuhan hak aksesibilitas terhadap penyandang

    cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan.

    D.2. Secara Praktis

    D.2.a. Bagi Peneliti

    Penelitian ini dilaksanakan guna untuk menyelesaikan studi dan

    mendapat gelar sarjana (S1) pada program studi Hukum di

    Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

  • 13

    D.2.b. Bagi Pemerintah

    Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi

    pengambilan kebijakan khususnya pada hukum perlindungan hak

    penyandang cacat (disabilitas) khususnya terhadap pemenuhan

    hak aksesibilitas dalam proses pendidikan, serta penegakan hak-

    hak lain bagi penyandang cacat (disabilitas).

    D.2.c. Bagi Mahasisiwa

    Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan

    wawasan tentang kesamaan hak penyandang cacat (disabilitas),

    serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya yang

    memiliki kesamaan tema.

    D.2.d. Bagi Masyarakat

    Penelitian ini diharapkan memberi pandangan baru kepada

    masyarakat mengenai penyandang cacat (disabilitas) bahwa

    penyandang cacat ini juga sama dengan orang yang tidak

    menyandang cacat (nondisabilitas) yang memiliki hak, dan hak

    itu dilindungi khususnya tentang pemenuhan hak aksesibilitas

    terhadap penyandang cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan.

    E. Metode Penelitian

    E.1. Metode Pendekatan

    Penelitian ini pada dasarnya merupakan studi mengenai

    perbandingan realitas hukum dengan ideal hukum, yaitu terdapat jenjang

    antara hukum dalam tindakan (Law in action) dengan hukum dalam teori

  • 14

    (Law in theory).13

    Penelitian law in action ini menggunakan pendekatan

    pada Socio Legal Research atau yang disebut juga Yuridis Sosiologis.

    Menurut Van Dyke sebagaimana yang dikutip oleh Bahder Johan

    Nasution Pendekatan yaitu dalam menelaah suatu persoalan dapat

    dilakukan berdasarkan atau dengan memakai sudut pandang dari

    berbagai cabang ilmu.14

    Sedangkan Yuridis Sosiologis diartikan sebagai

    penelitian dengan menempatkan hukum sebagai gejalan sosial yang

    memandang hukum dari segi luarnya. Penelitian ini dikaitkan dengan

    masalah sosial yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat

    dalam kaitannya dengan hukum.15

    Tujuan dari penelitian Yuridis

    Sosiologis adalah untuk mengevaluasi keterkaitan aspek-aspek empiris

    atau normatif.16

    Penelitian dengan pendekatan Yuridis Sosiologis dapat

    memberikan gambaran secara jelas tentang apa yang terjadi di lapangan

    secara fakta mengenai penelitian tentang Pemenuhan Hak Aksesibilitas

    Sebagai Wujud Kesamaan Kesempatan Bagi Mahasiswa Penyandang

    Cacat Dalam Proses Pendidikan. Sehingga peneliti lebih memahami

    bagaimana karakteristik kecacatan calon mahasiswa yang diterima

    menjadi mahasiswa di Universitas Brajijawa Malang, bagaimana

    Universitas Brajijawa Malang memenuhi hak aksesibilitas sebagai wujud

    13

    Muslan Abdurrahman. 2009. Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum. Malang. Penerbit

    UMM Press. Hal 33. 14

    Bahder Johan Nasution. 2008. Metode Penelitian Hukum. Bandung. Penerbit Mandar Maju.

    Hal 127. 15

    Peter Mahmud Marzuki.2005. Penelitian Hukum.Jakarta. Penerbit Kencana. Hal 87. 16

    Muslan Abdurrahman.Op.cit. hal 94.

  • 15

    kesamaan kesempatan penyandang cacat (disabilitas) dalam proses

    pendidikan serta faktor pendukung dan faktor yang menghambat

    Universitas Brajijawa Malang dalam pemenuhan hak aksesibilitas

    tersebut.

    E.2. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Brawijaya Malang. Pada

    tahun 2014 Universitas Brawijaya Malang merupakan lembaga

    perguruan tinggi negeri terbaik ke-6 (enam) di Indonesia.17

    Alasan

    pemilihan lokasi penelitian Universitas Brawijaya Malang adalah karena

    berhubungan langsung dengan masalah yang peneliti bahas dalam

    penelitian ini. Universitas Brawijaya Malang sudah membentuk lembaga

    Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya

    Malang yang berfungsi sebagai pusat pelatihan tentang isu penyandang

    cacat dan pemberian pelayanan bagi mahasiswa penyandang cacat di

    Universitas Brawijaya Malang. Jumlah mahasiswa yang menyandang

    cacat (disabilitas) sejak tahun 2012 – 2014 di Universitas Brawijaya

    Malang adalah 57 (Lima puluh tujuh) mahasiswa. Sepengetahuan peneliti

    diantara Universitas yang terdapat di Kota Malang hanya Universitas

    Brawijaya Malang yang mendirikan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas

    dan Universitas Brawijaya Malang juga merupakan Perguruan tinggi

    17

    Administrator Tahupedia. 2014. Universitas Terbaik di Indonesia Tahun 2014.

    http://www.tahupedia.com/content/show/409/10-Universitas-Terbaik-di-Indonesia-Tahun-2014,

    diakses tanggal 03 November 2014

    http://www.tahupedia.com/content/show/409/10-Universitas-Terbaik-di-Indonesia-Tahun-2014

  • 16

    yang mulai menerapkan sistem pendidikan inklusif / perguruan tinggi

    inklusif.

    E.3. Sumber Data

    Dilihat dari sumbernya, penelitian ini didasarkan atas data primer

    dan data sekunder.

    E.3.a. Data primer

    Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi

    penelitian dan / atau bersumber dari responden yang merupakan

    hasil wawancara dan hasil observasi yang berkaitan dengan

    Pemenuhan Hak Aksesibilitas Bagi Mahasiswa Penyandang Cacat

    (Disabilitas) Dalam Proses Pendidikan.

    E.3.b. Data Sekunder

    Data Sekunder adalah data pelengkap yang diperoleh secara

    langsung dari literatur, laporan-laporan, dokumen-dokumen,

    buku, majalah, buletin, peraturan perundang-undangan, maupun

    berita-berita sajian media cetak yang berkaitan dengan masalah

    penelitian yang dibahas. Data Sekunder yang digunakan meliputi:

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

    1945

    2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang

    Cacat. Lembar Negara No. 9 Tahun 1997.

    3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

    Manusia. Lembar Negara No. 165 Tahun 1999.

  • 17

    4. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM)

    Oleh Majelis Umum PBB.

    5. Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan

    Budaya.

    6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006

    Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada

    Bangunan Gedung Dan Lingkungan. Ditetapkan di Jakarta

    tanggal 1 Desember 2006.

    7. Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 Tentang Ratifikasi

    Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Cacat. Lembar

    Negara No. 107 Tahun 1997.

    8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya

    Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.

    Lembar Negara No. 70 Tahun 1998.

    9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang

    Standar Nasional Pendidikan. Lembar Negara No. 41 Tahun

    2005.

    10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun

    2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang

    Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan /

    Atau Bakat Istimewa. Ditetapkan di Jakarta tanggal 5

    Oktober 2009.

  • 18

    11. Peraturan Daerah Jawa Timur No. 3 Tahun 2013 Tentang

    Perlindungan Dan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas.

    Lembar Negara No. 3 Seri D.

    E.3.c. Data Tertier

    Data Tersier adalah jenis data yang memberikan petunjuk bahan

    hukum primer dan sekunder yaitu kamus, buku saku, agenda

    resmi dan sebagainya.

    E.4. Metode Pengumpulan Data

    Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah sebagai berikut :

    E.4.a. Metode Wawancara

    Wawancara merupakan suatu cara untuk mendapatkan dan

    mengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog atau diskusi

    dengan responden yang dianggap mengetahui banyak tentang dan

    masalah penelitian dalam rangka mengumpulkan data primer

    dengan langsung mewawancari Pimpinan Universitas Brawijaya

    Malang, Pimpinan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD)

    Universitas Brawijaya Malang serta mahasiswa disabilitas

    Universitas Brawijaya Malang. Yang menjadi responden dalam

    penelitian ini adalah:

    1. Pimpinan Universitas Brawijaya Malang

    Populasi responden adalah Pimpinan Universitas

    Brawijaya Malang. Dalam pengambilam sampel responden

  • 19

    peneliti memilih melakukan wawancara secara struktural

    dengan rerponden yang dipilih atau Purposive Sampling yang

    berhubungan langsung dengan judul yang diangkat peneliti.

    Purposive Sampling disebut sampel bertujuan, artinya

    memilih sampel berdasarkan penilaian tertentu karena unsur

    – unsur atau unit yang dipilih dianggap mewakili populasi.18

    Maka yang dijadikan responden yaitu Ibu Siti Marfuah,

    SH.MM, pada Biro umum bagian rumah tangga sarana dan

    prasarana Universitas Brawijaya Malang.

    2. Pimpinan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD)

    Universitas Brawijaya Malang

    Populasi responden adalah seluruh karyawan Pusat

    Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya

    Malang. Selain pimpinan Universitas Brawijaya Malang

    peneliti juga melakukan wacacan cara terhadap karyawan

    Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas

    Brawijaya Malang dengan metode yang sama yaitu Purposive

    Sampling, artinya memilih sampel berdasarkan penilaian

    tertentu karena unsur – unsur atau unit yang dipilih dianggap

    mewakili populasi.19

    Maka yang dijadikan responden adalah

    Bapak Slamet Thohari, M.A selaku sekretaris PSLD.

    18

    Bahder Johan Nasution, Op.cit. hal. 159 19

    Ibid.

  • 20

    3. Mahasiswa Penyandang Cacat (Disabilitas)

    Populasi respondenya adalah seluruh mahasiswa

    penyandang cacat (disabilitas) Universitas Brawijaya

    Malang. Peneliti memilih responden secara Purposive

    Random Sampling, artinya peneliti memilih reponden yang

    dianggap mampu mewakili populasi yaitu dengan memilih

    berdasarkan pada jenis kecacatan dan tahun angkatan.

    Kemudian responden tersebut dipilih secara acak atau

    random sebanyak 2 (dua) mahasiswa penyandang cacat

    (disabilitas), karena setiap individu mempunyai kesempatan

    yang sama untuk dipilih.

    Tabel 1.

    Data Responden Mahasiswa Disabilitas Universitas Brawijaya

    No. Nama Jenis

    Disabilitas

    Fakultas Angkatan

    1. Dendy Arifianto Tuna Netra Hukum 2013

    2. Evi Kurniawati Tuna Netra Sastra 2012

    3. Herliny Meuthia R Tuna Daksa/CP

    HI 2012

    4. Rara Lingga M P Tuna Daksa Psikologi 2014

    5. Achsanur Rdlo Tuna Rungu Seni Rupa 2013

    6. Kadek Winda D.A Tuna Rungu T. Informatika 2014

    E.4.b. Observasi

    Yaitu peneliti melakukan kegiatan pengamatan secara langsung

    pada objek penelitian tentang aksesibilitas sebagai kesamaan

    kesempatan bagi mahasiswa penyandang cacat di Universitas

    Brawijaya Malang.

  • 21

    E.4.c. Studi Dokumentasi

    Studi dokumen merupakan suatu teknik pengumpulan data

    dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik

    dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik. Dan dari

    pengumpulan data tersebut kemudian dilakukan analisa.

    E.4.d. Studi Pustaka

    Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data yang tidak

    langsung ditunjukan pada subyek penelitian, dalam hal-hal data

    diperoleh dari literatur-literatur dan majalah-majalah.

    E.5. Analisis Data

    Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dalam

    penelitian ini dianalisis secara Deskriptif Kualitatif. Data tersebut

    disajikan secara deskriptif yaitu dengan menjelaskan, menguraikan, dan

    menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan

    penelitian ini dan akhirnya mengambil suatu kesimpulan dalam bentuk

    tulisan yang sistematis.

    Sebagaimana tersebut diatas, maka peneliti mengamati

    permasalahan mengenai pemenuhan hak aksesibilitas bagi mahasiswa

    penyandang cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan yang dilihat dari

    tindakan / kebijakan universitas dalam memberikan ruang kepada

    penyandang cacat (disabilitas) untuk bisa mengakses pendidikan, serta

    dilihat dari aksesibilitas yang dimiliki untuk mendukung pendidikan yang

    ramah terhadap penyandang cacat (disabilitas). Sehingga kemudian

  • 22

    peneliti dapat menganalisa dari hasil pengamatan dan menyimpulkan

    dalam bentuk tulisan yang sistematis.

    E.6. Sistematika Penulisan

    Dalam penyusunan penelitian penulis membagi pembahasan ke

    dalam empat bab, dimana setiap bab dibagi atas beberapa sub-bab,

    sistematika penulisannya secara singkat adalah sebagai berikut :

    1. BAB I PENDAHULUAN

    Bab ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi pemilihan topik dari

    penulisan skripsi dan sekaligus menjadi pengantar umum di dalam

    memahami penulisan secara keseluruhan mengenai pemenuhan hak

    aksesibilitas bagi mahasiswa disabilitas dalam proses pendidikan,

    yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan permasalahan,

    tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, kerangka

    pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

    2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    Bab ini akan menguraikan dan menjelaskan berbagai teori-teori

    hukum yang dapat mendukung penelitian dalam membahas dan

    menjawab rumusan Bagaimana kriteria kecacatan mahasiswa

    disabilitas Universitas Brawijaya Malang (UB), Bagaimana UB

    memenuhi kebutuhan hak aksesibilitas mahasiswa disabilitas dalam

    proses pendidikan dan faktor pendukung serta penghambat dari

    pemenuhan hak aksesibilitas mahasiswa disabilitas. Oleh karena itu

    dalam bab ini penulis mengurai dan menjelaskan tentang teori-teori

  • 23

    hukum mengenai klasifikasi kecacatan, hak asasi manusia (hak

    aksesibilitas bagi disabilitas) serta teori tentang faktor-faktor yang

    mempengaruhi penegakan hukum.

    3. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Bab ini penulis menjawab, menguraikan dan menganalisa secara rinci

    dan jelas terkait rumusan masalah yang berhubungan dengan objek

    yang diteliti yaitu berkenaan dengan Pemenuhan hak aksesibilitas bagi

    mahasiswa disabilitas dalam proses pendidikan sebagai wujud dari

    kesamaan kesempatan bagi mahasiswa disabilitas.

    4. BAB IV PENUTUP

    Bab terakhir ini adalah kesimpulan yang merupakan kristalisasi hasil

    analisis dan intepretasi yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan dan

    merupakan jawaban atas identifikasi masalah.