BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling
sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Karena di dalam diri
manusia melekat hak kodrati yang merupakan anugerah oleh Tuhan berupa
harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia, sehingga wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, pemerintah maupun setiap orang
sebagai bentuk penghormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
Karenanya, tidak ada seorangpun dan kekuasaan apapun yang dapat
mencabutnya. Hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang melekat dan
dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia.1 Sehingga kemudian
diartikan bahwa melekatnya hak asasi manusia tidak hanya melekat pada
manusia yang terlahir normal akan tetapi juga melekat pada manusia yang
terlahir tidak normal atau yang biasa disebut cacat / penyandang cacat.
Penyandang cacat merupakan istilah penyebutan untuk setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara
selayaknya. Istilah Penyandang cacat sering juga disebut Disabilitas.
Disabilitas atau Disability merupakan istilah penyebutan penyandang cacat
dalam konvensi Internasional yaitu Convention on the Rights of Persons with
1 Knult D. Asplund,dkk. (ed). 2008. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta. Pusham UII. Hal.
11
-
2
Disabilities (CRPD) yang diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang
No. 19 Tahun 2011 Tentang Ratifikasi Konvensi Mengenai Hak-hak
Penyandang Cacat.
Penyandang cacat pada dasarnya tidak ada bedanya dengan manusia pada
umunya, sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Iindonesia Tahun 1945 atau yang disebut UUD pasal 28A – 28J yang
merupakan jaminan atas Hak Asasi Manusia Jo pasal 5 Undang-undang Nomor
4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.
Dalam pembukaan UUD menyebutkan tujuan dari pembentukan
Pemerintah Negara Indonesia adalah “...untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia, dan tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...”. Penegasan dari tujuan tersebut
terdapat dalam pasal 28C ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia”. Pasal 12 Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang HAM menyebutkan tentang hak atas perlindungan bagi
pengembangan pribadinya untuk mendapatkan pendidikan. Dalam pasal 6
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat juga
menyebutkan penyandang cacat memiliki hak yang sama atas pendidikan pada
semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Demikian pula Deklarasi
Universal HAM Pasal 26 Ayat 1 menyebutkan bahwa “setiap orang berhak
-
3
memperoleh pendidikan dan pendidikan tersebut harus cuma -cuma, setidaknya
untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Selain itu lembaga
penyelenggara pendidikan juga memiliki kewajiban untuk membuka akses bagi
penyandang cacat untuk memperoleh pendidikan sebagaimana Pasal 12
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat yang
menyebutkan bahwa “Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan
perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta didik pada
satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatan serta kemampuannya”.
Undang-undang tentang sistem pendidikan Nasional menyebutkan tujuan
dari pendidikan itu sendiri adalah untuk “...mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa...”. Melihat tujuan pendidikan maka Hak atas
pendidikan adalah hak asasi manusia dan merupakan suatu sarana yang mutlak
diperlukan untuk mewujudkan hak-hak lain dan merupakan gerbang menuju
keberhasilan.2 Menurut Cooman sebagaimana yang dikutip oleh Madja El
Muhtaj bahwa hak atas pendidikan adalah hak yang memberdayakan
(empowerment right) yang secara efektif memberikan pengaruh langsung bagi
penikmatan dan pemenuhan hak-hak lainnya dan merupakan pemenuhan bagi
jati diri dan kemartabatan manusia.3
Pengembangan pribadi untuk mendapatkan pendidikan pada semua
satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sebagai upaya mengembangkan
2 Knult D. Asplund,dkk (ed). Op.cit. Hal. 115.
3 Majda El Muhtaj.2009. Dimensi – Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya. Jakarta. Rajawali Pers. Hal. 167.
-
4
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa akan sulit diperoleh oleh
penyandang cacat karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki berbeda
dengan orang lain pada umumnya.
Upaya mangatasi kesulitan penyandang cacat (disabilitas) karena
keterbatasan kemampuannya tersebut menurut Pasal 7 PP No. 43 Tahun 1998
Tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat,
kemudian dijelaskan bahwa dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas.
Dalam Pasal 1 Angka 4 Undang-undang No. 4 Tahun 1997 Tentang
Penyandang Cacat menyebutkan bahwa, Aksesibilitas adalah kemudahan yang
disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan
dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pemenuhan hak aksesibilitas
dalam memperoleh pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Mengingat
pentinganya pendidikan dalam kehidupan yang tidak dapat dipisahkan antara
kehidupan dan pendidikan. Pasal 28 H Ayat 2 Undang –Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Pasal 41 ayat
2 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,
menyebutkan bahwa “Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut,
wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan
khusus”. Serta dalam Pasal 6 ayat 4 Undang-Undang No. 4 Tahun 1997
Tentang Penyandang Cacat, menyebutkan bahwa “Setiap penyandang cacat
-
5
berhak memperoleh aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya”. Dalam Pasal
10 Ayat 2 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2013
Tentang Perlindungan Dan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas
menyebutkan bahwa “Setiap penyelenggara pendidikan wajib memberikan
pelayanan khusus bagi peserta didik penyandang disabilitas yang disesuaikan
dengan jenis dan derajat kedisabilitasannya”.
Penyandang cacat (disabilitas) di Indonesia kurang memiliki kesempatan
dan / atau perlakuan yang sama khususnya terhadap pemenuhan hak
aksesibilitas bagi penyandang cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan
seperti yang dimiliki oleh seseorang yang bukan penyandang cacat
(nondisabilitas). Kesenjangan ini dapat dibuktikan dengan banyaknya
penyandang cacat (disabilitas) yang tidak diterima di sekolah ataupun
perguruan tinggi karena keterbatasan aksesibilitas yang tersedia bagi mereka
baik sarana prasarana maupun tenaga pendidik.
Misalnya kasus seorang anak di Palangkaraya Kalimantan Tengah, yang
bernama Dwi Juli lulusan sekolah dasar yang kemudian ditolak masuk ke salah
satu sekolah favorit menengah pertama karena salah satu tangannya cacat.4
Kasus serupa juga terjadi kepada Tri Winantyo Nugroho yang harus rela tidak
meneruskan sekolahnya di sekolah umum SD Negeri Kebondalem 2
Prambanan, Klaten karena cacat pada kedua kakinya. Pasalnya, pihak sekolah
menyarankan dia untuk mencari sekolah luar biasa yang sesuai dengan kondisi
fisiknya. Kondisi fisik Nugroho mengalami cacat sejak lahir setelah proses
4 Liputan6. Tidak Diterima Sekolah Karena Cacat.
http://m.liputan6.com/news/read/144227/tidak-diterima-sekolah-karena-cacat, diakses tanggal 14
April 2014
http://m.liputan6.com/news/read/144227/tidak-diterima-sekolah-karena-cacat
-
6
kelahirannya dengan cara vakum, akan tetapi Nugroho masih bisa berjalan
meski tidak normal.5
Kasus terbaru berkaitan dengan adanya larangan peserta disabilitas untuk
mengikuti tes masuk perguruan tinggi SNMPTN Tahun 2014. Pasalnya syarat
SNMPTN 2014 menyatakan bahwa seorang calon peserta SNMPTN 2014
diisyaratkan tidak tuna netra, tidak tuna rungu, tidak tuna wicara, tidak tuna
daksa, tidak buta warna keseluruhan dan tidak buta warna sebagian. Ketentuan
pelarangan ini berlaku untuk fakultas tertentu, misalnya fakultas kedokteran,
fakultas kesehatan, fakultas teknik (Arsitek) dan sejumlah jurusan lain. Adanya
larangan ini selain karena ketidak siapan infrastruktur perguruan tinggi negeri
dalam menampung maupun memenuhi kebutuhan khusus peserta didikanya
yang berbeda dengan peserta didik pada umunya.6 Akan tetapi juga merupakan
kualifikasi dalam memilih program studi yang sesuai dengan kriteria kecacatan
serta kemampuan atau kepantasan yang dimaksudkan sebagai upaya untuk
menjamin keberhasilan peserta didik dalam menempuh pendidikan pada
program studi yang diminati.
Penyandang cacat di Indonesia menunjukkan angka yang tidak sedikit.
Penyebabnya tidak hanya semata-mata karena penyandang cacat memang
dilahirkan dengan keadaan cacat, akan tetapi bisa juga karena terjadinya
kecelakaan ataupun penyebab lainnya seperti bencana alam, mengingat letak
negara Indonesia yang berada di atas 3 (tiga) lempeng tektonik sehingga negara
5 M Wismabrata. Kaki Cacat, Seorang Anak Ditolak Sekolah Di SDN Negeri.
http://archive.kaskus.co.id/thread/16629551/, diakses tanggal 14 April 2014 6 Berita Satu. 2014. Penyandang Cacat Dilarang Kuliah.
https://www.youtube.com/watch?v=5E5F0pQDY84, diakses tanggal diakses tanggal 14 April
2014
http://archive.kaskus.co.id/thread/16629551/https://www.youtube.com/watch?v=5E5F0pQDY84
-
7
Indonesia sering terjadi gempa atau bencana alam lainnya yang banyak
memakan korban.
Menurut survey atau pendataan penyandang cacat oleh Departemen
Sosial dari hasil survey di 24 provinsi tercatat ada sebanyak 1.235.320
penyandang cacat yang terdiri dari 687.020 penyandang cacat laki-laki dan
548.300 penyandang cacat perempuan. Sebagian besar dari mereka tidak
berpendidikan tidak sekolah/tidak tamat SD sebesar 59,9 persen, berpendidikan
SD 28,1 persen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada umumnya
pendidikan penyandang cacat masih rendah. Yang lebih memrihatinkan,
sebagian besar dari mereka tidak mempunyai keterampilan, sebanyak
1.099.007 orang (89 persen). Dengan pendidikan yang rendah dan ketiadaan
keterampilan, membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Ada
sebanyak 921.036 orang penyandang cacat yang tidak bekerja (74,6 persen).7
Tingginya angka penyandang cacat (disabilitas) yang tidak memperoleh
pendidikan menjadikan negara Indonesia menerapkan sistem pendidikan
inklusif yang didelegasikan pertama kali di Bandung pada tanggal 11 Agustus
20048, pendekatan baru ini dilaksanakan dengan meniadakan hambatan –
hambatan yang dapat menghalangi penyandang cacat (disabilitas) untuk
berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Pendidikan Inklusif merupakan
pengoordinasian dan pengintegrasian peserta didik regular dan peserta didik
penyandang cacat (disabilitas) dalam program yang sama.
7 Administrator Menegpp. Penyandang Cacat. http://www.menegpp.go.id/, diakses tanggal 14
April 2014 8 Rafik Akbar. 2009. Deklarasi Bandung.
http://rafikakbar.wordpress.com/2009/12/15/deklarasi-bandung/, diakses tanggal 10 November
2014
http://www.menegpp.go.id/http://rafikakbar.wordpress.com/2009/12/15/deklarasi-bandung/
-
8
Pendidikan inklusif mulai diterapkan dibeberapa sekolah, misalnya di
Sekolah Dasar Jolosutro yang menerapkan pendidikan inklusif sejak tahun
2001/2002 dengan memfasilitasi Guru Pendamping Khusus (GPK) untuk
peserta didiknya yang memiliki kebutuhan khusus.9 Selanjutnya di Madrasah
Aliyah Negeri Maguwoharjo yang juga sudah menerapkan pendidikan inklusif
dengan memfasilitasi Guru Pendamping Khusus (GPK) dan fasilitas lain
berupa sarana prasarana untuk mempermudah akses siswa penyandang cacat
(disabilitas) terhadap fasilitas fisik sekolah dengan membangun kamar mandi
yang diperuntukkan khusus bagi siswa penyandang cacat.10
Universitas Brawijaya Malang merupakan perguruan tinggi yang
menerapkan sistem pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah salah satu
bentuk layanan pendidikan biasa yang sistem pendidikannya menyesuaikan
kepada kebutuhan khusus setiap anak yang ada di kelas tersebut baik anak
biasa maupun anak yang berkebutuhan khusus.11
Universitas Brawijaya Malang
pada tanggal 19 Maret 2012 mendirikan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas
(PSLD) Universitas Brawijaya yang merupakan lembaga yang berfungsi
sebagai pusat pelatihan tentang isu disabilitas dan pemberian pelayanan bagi
disabilitas di universitas Brawiyaja.12
Sejak didirikannya Pusat Studi dan
Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya Malang menyediakan sebanyak 20
9 Hariyanto,dkk. 2013. Penerapan Pendidikan Inklusi Di Sekolah Dasar Jolosutro.
Yogyakarta. Makalah. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Univ. Sarjanawayatu Taman
Siswa Yogyakarta. 10
Winda Tri Listyaningrum. 2005.Konstruksi dan Model Pendidikan Inklusif (Studi Atas Pola
Pembelajaran Inklusif Di Madrasah Aliyah Negeri Maguwoharjo). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosila
dan Ilmu Politik Univ. Gajah Mada Yogyakarta. 11
Setyani. 2007. Adaptasi Tuna Netra Dalam Menempuh Pendidikan Pada Sekolah Umum Di
Ponorogo. Skripsi. Fakultas Ilmu sisoal dan Ilmu Politik UMM . Hal 38. 12
Administrator PSLD. Sejarah PSLD. http://psld.ub.ac.id, diakses tanggal 21 Oktober 2014
http://psld.ub.ac.id/
-
9
– 25 kursi untuk penyandang cacat (disabilitas) dan tercatat sejak tahun 2012 -
2014 sudah sebanyak 57 (Lima puluh tujuh) mahasiswa penyandang cacat
(difabel) yang kuliah di Universitas Brawijaya Malang. Pendirian Pusat Studi
dan Layanan Disabilitas (PSLD) bertujuan untuk membangun lingkungan
Universitas Brawijaya Malang yang ramah terhadap penyandang cacat /
disabilitas (disabilitas).
Hak atas aksesibilitas merupakan hak asasi manusia sebagai bentuk
dalam mewujudkan kesamaan kesempatan khususnya dalam memperoleh
pendidikan. Kesamaan kesempatan atas pendidikan akan mudah diperoleh
penyandang cacat (disabilitas) apabila terdapat akses-akses kemudahan yang
disediakan khusus untuk mereka. Dalam pasal 6 angka 1 dan 4 Undang-
undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat menyebutkan bahwa
“Setiap penyandang cacat berhak memperoleh pendidikan dan aksesibilitas
dalam rangka kemandiriaannya. Pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri No.
30/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada
Bangunan Gedung Dan Lingkungan menyebutkan bahwa, penyediaan
aksesibilitas ini bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan menciptakan
lingkungan binaan yang ramah bagi semua orang termasuk penyandang cacat
dan lansia.
Hak atas akasesibilitas tidak dapat dipisahkan dari hak penyandang cacat
dalam memperoleh pendidikan, sebagaimana jaminan dalam pasal 46 ayat (1)
PP No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan
bahwa, “Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik, pendidik dan / atau
-
10
tenaga kependidikan yang memerlukan layanan khusus wajib menyediakan
akses saranan prasaranan yang sesuai dengan kebutuhan mereka”.
Hak mendapatkan pendidikan ataupun hak aksesibilitas sebagai wujud
kesamaan kesempatan untuk memperlancar proses pendidikan merupakan hak
Ekonomi Sosial Budaya sehingga negara berkewajiban (State Obligation)
untuk memenuhi (fulfill), menghormati (to respect), dan melindungi (to
protect) setiap hak pendidikan yang dimiliki oleh warga negaranya. Pada
dasarnya undang-undang telah mengatur tentang hak aksesibilitas untuk
mewujudkan kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan khususnya dalam memperoleh pendidikan, tetapi
dalam kenyataannya implementasi perlindungan hukum terhadap hak
penyandang cacat (disabilitas) atas hak aksesibilitas dalam memperoleh
pendidikan tersebut masih mengalami berbagai hambatan. Beberapa hambatan
yang dialami antara lain: sampai saat ini belum ada data representatif yang
menggambarkan jumlah dan karakteristik penyandang cacat yang dapat
diterima di suatu lembaga pendidikan yang menerapkan pendidikan inklusif,
serta masih adanya stigma negatif terhadap penyandang cacat.
Berdasarkan adanya kenyataan tersebut diatas yang melatar belakangi
peneliti untuk memilih judul : PEMENUHAN HAK AKSESIBILITAS
SEBAGAI WUJUD KESAMAAN KESEMPATAN BAGI MAHASISWA
PENYANDANG CACAT DALAM PROSES PENDIDIKAN (Studi Di
Universitas Brawijaya Malang).
-
11
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang dari pemikiran diatas, maka peneliti
merumuskan beberapa permasalahan untuk menjadi pedoman dalam
pembahasan penulisan hukum ini. Adapun perumusan permasalahan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kriteria kecacatan calon mahasiswa Universitas Brawijaya
Malang yang diterima sebagai mahasiswa penyandang cacat (disabilitas) di
Universitas Brawijaya Malang?
2. Bagaimana pemenuhan hak aksesibilitas oleh Universitas Brawijaya
Malang dalam mewujudkan kesamaan kesempatan bagi mahasiswa
penyandang cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan?
3. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan hambatan bagi Universitas
Brawijaya Malang dalam memenuhi hak aksesibilitas untuk mewujudkan
kesamaan kesempatan bagi mahasiswa penyandang cacat (disabilitas) dalam
proses pendidikan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalah diatas, maka dengan ini peneliti hendak
menyampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana kriteria kecacatan calon mahasiswa
Universitas Brawijaya Malang yang diterima sebagai mahasiswa Universitas
Brawijaya Malang .
-
12
2. Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak aksesibilitas oleh
Universitas Brawijaya Malang dalam mewujudkan kesamaan kesempatan
bagi mahasiswa penyandang cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan.
3. Untuk mengatahui faktor apa saja yang menjadi pendukung dan hambatan
bagi Universitas Brawijaya Malang dalam memenuhi hak aksesibilitas
untuk mewujudkan kesamaan kesempatan bagi mahasiswa penyandang
cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan peneliti dalam penulisan penelitian maka penelitian ini
memiliki manfaat toeritis dan praktis, sebagai berikut :
D.1. Secara Teoritis
Hasil peneliti ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih
pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum, dapat dijadikan acuan /
referensi bagi peneliti berikutnya dalam meneliti masalah yang
mempunyai kesamaan tema dengan peneliti ini, serta dapat menambah
wacana baru dalam pemenuhan hak aksesibilitas terhadap penyandang
cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan.
D.2. Secara Praktis
D.2.a. Bagi Peneliti
Penelitian ini dilaksanakan guna untuk menyelesaikan studi dan
mendapat gelar sarjana (S1) pada program studi Hukum di
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
-
13
D.2.b. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi
pengambilan kebijakan khususnya pada hukum perlindungan hak
penyandang cacat (disabilitas) khususnya terhadap pemenuhan
hak aksesibilitas dalam proses pendidikan, serta penegakan hak-
hak lain bagi penyandang cacat (disabilitas).
D.2.c. Bagi Mahasisiwa
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan
wawasan tentang kesamaan hak penyandang cacat (disabilitas),
serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya yang
memiliki kesamaan tema.
D.2.d. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan memberi pandangan baru kepada
masyarakat mengenai penyandang cacat (disabilitas) bahwa
penyandang cacat ini juga sama dengan orang yang tidak
menyandang cacat (nondisabilitas) yang memiliki hak, dan hak
itu dilindungi khususnya tentang pemenuhan hak aksesibilitas
terhadap penyandang cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan.
E. Metode Penelitian
E.1. Metode Pendekatan
Penelitian ini pada dasarnya merupakan studi mengenai
perbandingan realitas hukum dengan ideal hukum, yaitu terdapat jenjang
antara hukum dalam tindakan (Law in action) dengan hukum dalam teori
-
14
(Law in theory).13
Penelitian law in action ini menggunakan pendekatan
pada Socio Legal Research atau yang disebut juga Yuridis Sosiologis.
Menurut Van Dyke sebagaimana yang dikutip oleh Bahder Johan
Nasution Pendekatan yaitu dalam menelaah suatu persoalan dapat
dilakukan berdasarkan atau dengan memakai sudut pandang dari
berbagai cabang ilmu.14
Sedangkan Yuridis Sosiologis diartikan sebagai
penelitian dengan menempatkan hukum sebagai gejalan sosial yang
memandang hukum dari segi luarnya. Penelitian ini dikaitkan dengan
masalah sosial yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat
dalam kaitannya dengan hukum.15
Tujuan dari penelitian Yuridis
Sosiologis adalah untuk mengevaluasi keterkaitan aspek-aspek empiris
atau normatif.16
Penelitian dengan pendekatan Yuridis Sosiologis dapat
memberikan gambaran secara jelas tentang apa yang terjadi di lapangan
secara fakta mengenai penelitian tentang Pemenuhan Hak Aksesibilitas
Sebagai Wujud Kesamaan Kesempatan Bagi Mahasiswa Penyandang
Cacat Dalam Proses Pendidikan. Sehingga peneliti lebih memahami
bagaimana karakteristik kecacatan calon mahasiswa yang diterima
menjadi mahasiswa di Universitas Brajijawa Malang, bagaimana
Universitas Brajijawa Malang memenuhi hak aksesibilitas sebagai wujud
13
Muslan Abdurrahman. 2009. Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum. Malang. Penerbit
UMM Press. Hal 33. 14
Bahder Johan Nasution. 2008. Metode Penelitian Hukum. Bandung. Penerbit Mandar Maju.
Hal 127. 15
Peter Mahmud Marzuki.2005. Penelitian Hukum.Jakarta. Penerbit Kencana. Hal 87. 16
Muslan Abdurrahman.Op.cit. hal 94.
-
15
kesamaan kesempatan penyandang cacat (disabilitas) dalam proses
pendidikan serta faktor pendukung dan faktor yang menghambat
Universitas Brajijawa Malang dalam pemenuhan hak aksesibilitas
tersebut.
E.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Brawijaya Malang. Pada
tahun 2014 Universitas Brawijaya Malang merupakan lembaga
perguruan tinggi negeri terbaik ke-6 (enam) di Indonesia.17
Alasan
pemilihan lokasi penelitian Universitas Brawijaya Malang adalah karena
berhubungan langsung dengan masalah yang peneliti bahas dalam
penelitian ini. Universitas Brawijaya Malang sudah membentuk lembaga
Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya
Malang yang berfungsi sebagai pusat pelatihan tentang isu penyandang
cacat dan pemberian pelayanan bagi mahasiswa penyandang cacat di
Universitas Brawijaya Malang. Jumlah mahasiswa yang menyandang
cacat (disabilitas) sejak tahun 2012 – 2014 di Universitas Brawijaya
Malang adalah 57 (Lima puluh tujuh) mahasiswa. Sepengetahuan peneliti
diantara Universitas yang terdapat di Kota Malang hanya Universitas
Brawijaya Malang yang mendirikan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas
dan Universitas Brawijaya Malang juga merupakan Perguruan tinggi
17
Administrator Tahupedia. 2014. Universitas Terbaik di Indonesia Tahun 2014.
http://www.tahupedia.com/content/show/409/10-Universitas-Terbaik-di-Indonesia-Tahun-2014,
diakses tanggal 03 November 2014
http://www.tahupedia.com/content/show/409/10-Universitas-Terbaik-di-Indonesia-Tahun-2014
-
16
yang mulai menerapkan sistem pendidikan inklusif / perguruan tinggi
inklusif.
E.3. Sumber Data
Dilihat dari sumbernya, penelitian ini didasarkan atas data primer
dan data sekunder.
E.3.a. Data primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi
penelitian dan / atau bersumber dari responden yang merupakan
hasil wawancara dan hasil observasi yang berkaitan dengan
Pemenuhan Hak Aksesibilitas Bagi Mahasiswa Penyandang Cacat
(Disabilitas) Dalam Proses Pendidikan.
E.3.b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data pelengkap yang diperoleh secara
langsung dari literatur, laporan-laporan, dokumen-dokumen,
buku, majalah, buletin, peraturan perundang-undangan, maupun
berita-berita sajian media cetak yang berkaitan dengan masalah
penelitian yang dibahas. Data Sekunder yang digunakan meliputi:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang
Cacat. Lembar Negara No. 9 Tahun 1997.
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia. Lembar Negara No. 165 Tahun 1999.
-
17
4. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM)
Oleh Majelis Umum PBB.
5. Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan
Budaya.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006
Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada
Bangunan Gedung Dan Lingkungan. Ditetapkan di Jakarta
tanggal 1 Desember 2006.
7. Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 Tentang Ratifikasi
Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Cacat. Lembar
Negara No. 107 Tahun 1997.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.
Lembar Negara No. 70 Tahun 1998.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan. Lembar Negara No. 41 Tahun
2005.
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun
2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang
Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan /
Atau Bakat Istimewa. Ditetapkan di Jakarta tanggal 5
Oktober 2009.
-
18
11. Peraturan Daerah Jawa Timur No. 3 Tahun 2013 Tentang
Perlindungan Dan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas.
Lembar Negara No. 3 Seri D.
E.3.c. Data Tertier
Data Tersier adalah jenis data yang memberikan petunjuk bahan
hukum primer dan sekunder yaitu kamus, buku saku, agenda
resmi dan sebagainya.
E.4. Metode Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
E.4.a. Metode Wawancara
Wawancara merupakan suatu cara untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog atau diskusi
dengan responden yang dianggap mengetahui banyak tentang dan
masalah penelitian dalam rangka mengumpulkan data primer
dengan langsung mewawancari Pimpinan Universitas Brawijaya
Malang, Pimpinan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD)
Universitas Brawijaya Malang serta mahasiswa disabilitas
Universitas Brawijaya Malang. Yang menjadi responden dalam
penelitian ini adalah:
1. Pimpinan Universitas Brawijaya Malang
Populasi responden adalah Pimpinan Universitas
Brawijaya Malang. Dalam pengambilam sampel responden
-
19
peneliti memilih melakukan wawancara secara struktural
dengan rerponden yang dipilih atau Purposive Sampling yang
berhubungan langsung dengan judul yang diangkat peneliti.
Purposive Sampling disebut sampel bertujuan, artinya
memilih sampel berdasarkan penilaian tertentu karena unsur
– unsur atau unit yang dipilih dianggap mewakili populasi.18
Maka yang dijadikan responden yaitu Ibu Siti Marfuah,
SH.MM, pada Biro umum bagian rumah tangga sarana dan
prasarana Universitas Brawijaya Malang.
2. Pimpinan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD)
Universitas Brawijaya Malang
Populasi responden adalah seluruh karyawan Pusat
Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya
Malang. Selain pimpinan Universitas Brawijaya Malang
peneliti juga melakukan wacacan cara terhadap karyawan
Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas
Brawijaya Malang dengan metode yang sama yaitu Purposive
Sampling, artinya memilih sampel berdasarkan penilaian
tertentu karena unsur – unsur atau unit yang dipilih dianggap
mewakili populasi.19
Maka yang dijadikan responden adalah
Bapak Slamet Thohari, M.A selaku sekretaris PSLD.
18
Bahder Johan Nasution, Op.cit. hal. 159 19
Ibid.
-
20
3. Mahasiswa Penyandang Cacat (Disabilitas)
Populasi respondenya adalah seluruh mahasiswa
penyandang cacat (disabilitas) Universitas Brawijaya
Malang. Peneliti memilih responden secara Purposive
Random Sampling, artinya peneliti memilih reponden yang
dianggap mampu mewakili populasi yaitu dengan memilih
berdasarkan pada jenis kecacatan dan tahun angkatan.
Kemudian responden tersebut dipilih secara acak atau
random sebanyak 2 (dua) mahasiswa penyandang cacat
(disabilitas), karena setiap individu mempunyai kesempatan
yang sama untuk dipilih.
Tabel 1.
Data Responden Mahasiswa Disabilitas Universitas Brawijaya
No. Nama Jenis
Disabilitas
Fakultas Angkatan
1. Dendy Arifianto Tuna Netra Hukum 2013
2. Evi Kurniawati Tuna Netra Sastra 2012
3. Herliny Meuthia R Tuna Daksa/CP
HI 2012
4. Rara Lingga M P Tuna Daksa Psikologi 2014
5. Achsanur Rdlo Tuna Rungu Seni Rupa 2013
6. Kadek Winda D.A Tuna Rungu T. Informatika 2014
E.4.b. Observasi
Yaitu peneliti melakukan kegiatan pengamatan secara langsung
pada objek penelitian tentang aksesibilitas sebagai kesamaan
kesempatan bagi mahasiswa penyandang cacat di Universitas
Brawijaya Malang.
-
21
E.4.c. Studi Dokumentasi
Studi dokumen merupakan suatu teknik pengumpulan data
dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik
dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik. Dan dari
pengumpulan data tersebut kemudian dilakukan analisa.
E.4.d. Studi Pustaka
Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditunjukan pada subyek penelitian, dalam hal-hal data
diperoleh dari literatur-literatur dan majalah-majalah.
E.5. Analisis Data
Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dalam
penelitian ini dianalisis secara Deskriptif Kualitatif. Data tersebut
disajikan secara deskriptif yaitu dengan menjelaskan, menguraikan, dan
menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan
penelitian ini dan akhirnya mengambil suatu kesimpulan dalam bentuk
tulisan yang sistematis.
Sebagaimana tersebut diatas, maka peneliti mengamati
permasalahan mengenai pemenuhan hak aksesibilitas bagi mahasiswa
penyandang cacat (disabilitas) dalam proses pendidikan yang dilihat dari
tindakan / kebijakan universitas dalam memberikan ruang kepada
penyandang cacat (disabilitas) untuk bisa mengakses pendidikan, serta
dilihat dari aksesibilitas yang dimiliki untuk mendukung pendidikan yang
ramah terhadap penyandang cacat (disabilitas). Sehingga kemudian
-
22
peneliti dapat menganalisa dari hasil pengamatan dan menyimpulkan
dalam bentuk tulisan yang sistematis.
E.6. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan penelitian penulis membagi pembahasan ke
dalam empat bab, dimana setiap bab dibagi atas beberapa sub-bab,
sistematika penulisannya secara singkat adalah sebagai berikut :
1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi pemilihan topik dari
penulisan skripsi dan sekaligus menjadi pengantar umum di dalam
memahami penulisan secara keseluruhan mengenai pemenuhan hak
aksesibilitas bagi mahasiswa disabilitas dalam proses pendidikan,
yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan permasalahan,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, kerangka
pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan dan menjelaskan berbagai teori-teori
hukum yang dapat mendukung penelitian dalam membahas dan
menjawab rumusan Bagaimana kriteria kecacatan mahasiswa
disabilitas Universitas Brawijaya Malang (UB), Bagaimana UB
memenuhi kebutuhan hak aksesibilitas mahasiswa disabilitas dalam
proses pendidikan dan faktor pendukung serta penghambat dari
pemenuhan hak aksesibilitas mahasiswa disabilitas. Oleh karena itu
dalam bab ini penulis mengurai dan menjelaskan tentang teori-teori
-
23
hukum mengenai klasifikasi kecacatan, hak asasi manusia (hak
aksesibilitas bagi disabilitas) serta teori tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum.
3. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini penulis menjawab, menguraikan dan menganalisa secara rinci
dan jelas terkait rumusan masalah yang berhubungan dengan objek
yang diteliti yaitu berkenaan dengan Pemenuhan hak aksesibilitas bagi
mahasiswa disabilitas dalam proses pendidikan sebagai wujud dari
kesamaan kesempatan bagi mahasiswa disabilitas.
4. BAB IV PENUTUP
Bab terakhir ini adalah kesimpulan yang merupakan kristalisasi hasil
analisis dan intepretasi yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan dan
merupakan jawaban atas identifikasi masalah.