BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... ·...

44
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejak tumbangnya kekuasaan orde baru pada 21 Mei 1998, hampir semua komponen bangsa memberikan perhatian yang serius pada perbaikan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap wacana politik nasional pun hampir identik dengan tema demokratisasi. Alasannya cukup sederhana, karena proses politik selama kurang lebih tiga puluh dua tahun hampir tidak melihatkan suasana demokratis. Kekuasaan yang dinilai cenderung otoriter telah memenjara masyarakat pada politik yang seba terbatas. Istilah politik seolah-olah hanya bisa dibaca dalam kamus kekuasaan, dan tidak pada lembaran kehidupan masyarakat pada umumnya. Tidak ada aktivitas politik dalam kehidupan masyarakat kecuali hanya ikut terlibat sesaat sebagai pemilih “pasif” pada pesta Pemilihan Umum untuk menentukan wakil-wakilnya yang akan duduk pada kelembagaan legislatif. 1 Sejalan dengan sikap politik yang pragmatis tersebut, politik Indonesia sampai saat ini masih dihadapkan dengan tantangan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Indonesia yang identik sebagai negeri elok yang kaya akan sumber daya alam, tapi tidak ada kejelasan kemana arah pembangunannya. Tanah subur dengan lembah-lembah yang kaya, hamparan sawah yang luas, perut bumi mengandung air mineral yang melimpah, lautan yang menyimpan jutaan spesies ikan di dalamnya, belum mampu menjadi roda perekonomian untuk mengantarkan kepada perubahan masyarakat yang sejahtera. Berdasarkan data Kompas yang 1 Asep Saifullah, Komunikasi Politik Indonesia, Bandung: Rosda, 2008, hlm 1. 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... ·...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

1  

  

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak tumbangnya kekuasaan orde baru pada 21 Mei 1998, hampir semua

komponen bangsa memberikan perhatian yang serius pada perbaikan demokrasi

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap wacana politik nasional pun

hampir identik dengan tema demokratisasi. Alasannya cukup sederhana, karena

proses politik selama kurang lebih tiga puluh dua tahun hampir tidak melihatkan

suasana demokratis. Kekuasaan yang dinilai cenderung otoriter telah memenjara

masyarakat pada politik yang seba terbatas. Istilah politik seolah-olah hanya bisa

dibaca dalam kamus kekuasaan, dan tidak pada lembaran kehidupan masyarakat

pada umumnya. Tidak ada aktivitas politik dalam kehidupan masyarakat kecuali

hanya ikut terlibat sesaat sebagai pemilih “pasif” pada pesta Pemilihan Umum

untuk menentukan wakil-wakilnya yang akan duduk pada kelembagaan legislatif.1

Sejalan dengan sikap politik yang pragmatis tersebut, politik Indonesia

sampai saat ini masih dihadapkan dengan tantangan korupsi, kolusi, nepotisme

(KKN). Indonesia yang identik sebagai negeri elok yang kaya akan sumber daya

alam, tapi tidak ada kejelasan kemana arah pembangunannya. Tanah subur dengan

lembah-lembah yang kaya, hamparan sawah yang luas, perut bumi mengandung

air mineral yang melimpah, lautan yang menyimpan jutaan spesies ikan di

dalamnya, belum mampu menjadi roda perekonomian untuk mengantarkan

kepada perubahan masyarakat yang sejahtera. Berdasarkan data Kompas yang

                                                            1 Asep Saifullah, Komunikasi Politik Indonesia, Bandung: Rosda, 2008, hlm 1.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

2  

  

menyajikan data penduduk miskin di Indonesia per Maret 2009 menunjukkan

bahwa penduduk miskin di Indonesia jumlahnya mencapai 32,53 juta orang

dengan rincian perbandingan 11,91 juta orang berasal dari perkotaan dan 20,62

juta orang dari pedesaan.2 Ini membuktikan pengelolaan sumber daya alam belum

sepenuhnya optimal dinikmati masyarakat.

Masa depan politik seharusnya berani memberikan ruang terbuka bagi

masyarakat untuk memiliki dan mengolah sumber daya alamnya. Sehingga ironi

negeri yang kaya akan sumber daya alam, namun tidak mampu menyejahterakan

kehidupan rakyat dapat terbantahkan. Dengan demikian, dalam konteks hubungan

Negara dan rakyat, proses pengelolaan sumber daya alam yang ada membutuhkan

political will pemerintah sebagai bentuk tanggung jawab pembangunan melalui

proses komunikasi politik yang jujur di antara komponen-komponen sosial.

Asep Saefullah menyatakan bahwa, komunikasi politik akan menyalurkan

energi-energi kehidupan politik secara timbal balik, baik dari pemerintah kepada

masyarakat maupun sebaliknya.3 Komunikasi politik dan demokrasi merupakan

dua hal yang memang tidak dapat dipisahkan, karena komunikasi politik memiliki

dua fungsi sebagai alat dalam proses demokrasi dan juga komunikasi politik

menjadi identitas demokrasi dari berlakunya sistem politik yang dianut Indonesia

saat ini.

Mewujudkan cita-cita Indonesia yang sejahtera dengan kehidupan yang

adil dan makmur melalui sistem politik demokrasi yang berlangsung,

membutuhkan media dalam aktivitas komunikasi politiknya. Dan dalam

                                                            2 Data diambil dari Koran Kompas tanggal 12 Juli 2010 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik

3 Asep Saefullah, op.cit., hlm.2.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

3  

  

perkembangan konteks politik modern, media massa tidak hanya menjadi bagian

integral dari politik, tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam politik. Media

massa dapat menjadi transformasi kebijakan, control social-politik, tuntutan

masyarakat dan upaya membangun opini public. Lebih-lebih, dewasa ini, media

massa bahkan melakukan “kolaborasi” politik melalui iklan kampanye politik

untuk membuka jalan baru bagi tokoh atau partai politik dalam meraih keputusan-

keputusan masyarakat pada saat pemilihan umum (pemilu).

Menurut Dye dan Zeigler, dalam Pawito menjelaskan bahwa,

“mengidentifikasi fungsi politis media massa ada hal lima pokok yang dapat

dicermati, yaitu: fungsi pemberitaan, interpretasi, sosialisasi, persuasi, dan fungsi

pengagendaan isu.”4 Memiliki lima fungsi tersebut, media massa memiliki peran

signifikan dalam merepresentasikan figur partai politik yang memiliki kredibilitas

bagi masyarakat. Atas permintaan partai politik misalnya, media massa

menayangkan iklan kampanye untuk mencari atau meningkatkan dukungan.

Persuasi disampaikan lebih dilatar belakangi oleh kepentingan pihak pembuat

iklan. Gagasan, informasi, dan image yang disampaikan melalui media massa

dalam konteks persuasi khususnya dalam aktivitas kampanye dimaksudkan untuk

meningkatkan popularitas dan dukungan publik terhadap partai atau kandidat

tertentu.

Iklan kampanye politik sebagai bentukan budaya kontemporer tersebut,

pada dasarnya lahir dari liberalisasi politik dan liberalisasi ekonomi yang

berkembang di Indonesia. Lahirnya liberalisasi politik dan liberalisasi ekonomi

dapat berimbas terhadap model kampaye partai politik dalam momen pesta

                                                            4 Pawito dalam bukunya berjudul “Komunikasi Politik” halaman 95.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

4  

  

demokrasi atau Pemilu (pemilihan umum). Model kampanye yang menumpukan

pengemasan imagery dalam media iklan, daripada kekuatan mesin politik lama

yang masih bergantung kepada koalisi partai. Pada perkembangannya, demokrasi

di tanah air, menurut Deddy N. Hidayat sebagaimana dikutip Akhmad Danial

bahwa, gelombang demokratisasi yang melanda Indonesia dan sejumlah negara

lain telah menciptakan pasar bagi para electioneer atau konsultan kampanye

profesional dari Amerika untuk melakukan ekspansi global dan mengekspor jasa

konsultasi strategi, taktik, dan teknik pemenangan Pemilu.5

Realita penerapan model komunikasi persuasi seperti itulah yang terjadi di

Indonesia dalam pemilihan umum 2009. Gerindra yang notabene sebagai partai

kecil yang baru pertama kali ikut dalam pesta demokrasi pemilihan umum

(pemilu) 2009, mampu menorehkan prestasi menakjubkan dengan capaian jumlah

suara pemilih 4.646.406 atau 4,46 % dari jumlah seluruh pemilih. Jumlah yang

mampu mengangkat partai Gerindra berada dalam jajaran peringkat delapan

terbaik dan sebagai partai baru yang mendulang angka pemilih terbanyak

dibandingkan partai-partai baru lainnya yang kemudian juga mengantarkan

Gerindra sebagai partai yang lolos electoral trasehold pada pemilihan umum

2009.

Iklan kampanye politik partai Gerindra versi “garuda” merupakan sarana

persuasi yang mampu menjangkau banyak pemilih, dengan waktu yang sangat

cepat. Hal yang hampir -untuk tidak mengatakan pasti— mustahil untuk

mendapatkan jumlah suara sebanyak itu, dipandang dari sisi waktu yang sempit

bagi tim sukses kampanye partai Gerindra untuk mendatangi target pemilih

                                                            5 Akhmad Danial, Iklan Politik TV, Yogyakarta:LKIS, 2009, hlm 9.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

5  

  

mereka secara langsung atau “door to door”. Penggunaan transmitter media

massa televisi adalah cara yang sangat memungkinkan untuk mengenalkan partai

Gerindra dengan target pemilih melalui iklan kampanye politik. Tayangan iklan

dengan kombinasi tanda-tanda di setiap tampilannya sangat identik, sehingga

mempersepsikan partai Gerindra mudah diingat oleh masyarakat pemilih.

Setidaknya, sampai tingkat tertentu, publik menjadikan informasi yang diperoleh

dari media massa melalui iklan versi “garuda”, sebagai rujukan pemahaman untuk

mencitrakan partai Gerindra sebagai partai yang kredibel bagi rakyat Indonesia.

Informasi media kemudian membentuk persepsi, pendapat, sikap dan akhirnya

tindakan publik untuk memilih Gerindra pada pemilu legislatif 2009.

Hal ini tidak lain adalah suatu bentuk kerja pengolahan dunia tanda untuk

menghasilkan citra yang, menurut Yasraf Amir Piliang menunjukkan bahwa,

kebudayaan kontemporer dibentuk oleh hutan rimba-rimba tanda dan citraan yang

datang dan pergi dalam kecepatan tinggi, apakah itu citraan film, iklan, televisi,

internet, atau produk konsumer.6

Lebih dalam lagi kita mengamati, dalam setiap iklan terdapat tanda-tanda

yang melampui (beyond) realitas kehidupan sesungguhnya. Pada konteks ini,

sebuah iklan, disamping bisa “menghadirkan” realitas, lebih jauh juga

mengandung unsur dusta didalamnya. Menjadi sebuah keniscayaan jika kemudian

iklan Gerindra versi Garuda mengandung tanda-tanda dusta tersebut.

Muhammad Al-Fayyadl menyatakan bahwa, sebuah teks selalu memiliki

wajah ganda. Ketika kita berpikir mengenai sebuah makna dan menarik

kesimpulan dari makna tersebut, sering kali di saat itulah teks menorehkan makna

                                                            6 Yasraf Amir Piliang, 2004,“Dunia yang Dilipat”,Yogyakarta:Jalasutra hlm 263.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

6  

  

lain yang berbeda dari makna yang telah kita ambil. Makna itu sering kali tidak

terpikirkan karena mungkin merupakan sekunder yang tidak dikehendaki oleh

pengarang. Akan tetapi, keberadaan makna itu sudah membuktikan bahwa

pemahaman kita terhadap sebuah teks tidak pernah tunggal dan menyimpan

potensi penafsiran baru yang kerap kali tidak terduga. Penampakan sebuah teks

tidak sedatar penampang permukaannya. Pengertian-pengertian teks juga tidak

sebatas pada pemaknaan denotatif yang ingin menangkap makna tersurat, tapi

juga pemaknaan konotatif yang tak tersurat, atau logika yang dengan sengaja

disembunyikan di balik teks.7

Menonton iklan Gerindra versi Garuda melalui transmiter televisi,

sebenarnya kita sedang melihat upaya keras tim sukses partai gerindra

merelasikan iklan politiknya sebagai sebuah realitas kedua. Bangunan realitas

kedua tersebut ditopang dengan aspek-aspek komunikasi audio visual, relasi-relasi

sosial, dan kultural yang berperan membangun pencitraan partai gerindra.

Tim sukses gerindra mengemas pencitraan partainya, lewat citraan audio

visual dengan menekankan pesan verbal yang bertemakan pengelolaan sumber

daya alam yang berbasis kerakyatan, kesejahteraan, patriotisme, pendidikan dan

masa depan yang cerah bagi rakyat Indonesia. Semuanya itu, sebatas janji politik

yang terlihat indah dan menetramkan hati calon pemilih, tetapi realitasnya sulit

untuk direalisasikan di kehidupan nyata.

Secara teoritis, proses pencitraan iklan Gerindra versi Garuda mengajak

para pemilih untuk untuk mengembangkan imajinasi prospektif tentang iklan

politik ideal. Tapi harapan tersebut bisa saja tidak terwujud, karena yang kita

                                                            7 Muhammad Al Fayyadl, 2005, Derrida, Yogyakarta:LKIS hlm 78.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

7  

  

saksikan iring-iringan kematian iklan politik. Kematian iklan gerindra versi

Garuda ditandai dengan larutnya partai ini kedalam perlombaan audio visual

dalam upaya tebar pesona demi menarik simpati massa belaka. Untuk itu partai

berlambang kepala garuda ini memanfaatkan kedahsyatan media iklan guna

mengakomodasikan pencitraan dirinya karena meyakini kedahsyatan mitos media

iklan.

Dengan deskripsi diatas, maka peneliti beranggapan bahwa membongkar

makna iklan politik dalam media massa merupakan suatu fenomena yang sangat

menarik untuk diteliti. Karena hingga hari ini, banyak kalangan yang lebih

mengedepankan pokok kajian mengenai pengaruh iklan politik daripada

membongkar subtansi atau makna pesan yang terbingkai dalam janji politik iklan.

Dengan demikian, tidak cukup menjelaskan makna atas tanda semata, akan tetapi,

perlu adanya pembahasan dan analisis secara mendalam mengenai bagaimana

memahami tanda-tanda iklan politik melalui politik seperti iklan Gerindra versi

Garuda itu secara lebih kritis. Sebab, publik sebagai pemilih yang memiliki

pemahaman terahadap iklan-iklan kampanye politik yang selalu muncul dalam

momen mendekati Pemilihan Umum (Pemilu) seringkali berseberangan secara

diametral dengan kenyataan setelah proses politik/kebijakan itu dijalankan.

Karena sejatinya, jika dilihat dari perspektif sistem tanda, teks iklan,

kemungkinan menyembunyikan petanda sebenarnya. Dan, semiotika sebagai ilmu

tanda merupakan pendekatan sekaligus teori yang tepat dalam menganalisis

permasalahan penelitian.

Objek penelitian ini adalah iklan partai Gerindra versi Garuda. Penelitian

tersebut di dasarkan pada status partai gerindra sebagai partai baru yang belum

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

8  

  

banyak berkiprah dalam kancah politik dalam negeri namun, tergolong dalam

delapan partai yang lolos electoral treshold. Gerindra menjadi partai rising star

pada Pemilu 2009, karena partai Gerindra mampu meraih jumlah suara pemilih

yang cukup signifikan, yakni 4.646.406 suara atau 4,46 % dari jumlah seluruh

pemilih. Angka jumlah pemilih yang tinggi tersebut, juga ditunjang dengan

anggaran strategi kampanye iklan politik yang sangat tinggi. Bahkan berdasarkan

penelitian AC Nielsen selama periode 1 Oktober 2008 sampai dengan 2 Februari

2009, menempatkan Gerindra sebagai urutan pertama dalam belanja iklan politik.

Adapun menurut AC Nielsen, daftar empat partai dengan belanja iklan paling

mahal diantaranya, Partai Gerindra menggelontorkan dana iklan sejumlah Rp 46,7

miliar, partai Demokrat menghabiskan dana sejumlah Rp 36,1 miliar, partai

Golkar menghabiskan uang sejumlah 18,873 miliar, dan Partai Keadilan Sejahtera

dengan jumlah Rp 4,8 miliar.8

Berdasarkan data-data diatas, dapat digambarkan bahwa Partai Gerindra,

yang peneliti angkat sebagai objek penelitian ini merupakan partai baru yang

“berani” sebagai kompetitor pemilu 2009. Berikutnya muncul pertanyaan,

bagaimana memahami realitas yang dikonstruksi Gerindra kedalam iklan sebagai

sebuah “kebenaran”? dan untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka peneliti

mengangkat judul Membongkar Tanda-tanda Pada Iklan Politik Partai Gerindra

(Studi Semiotik Pada Iklan Gerindra Versi Garuda).

                                                            8http://www.mediaindonesia.com/webtorial/20090511_electiononline/?ar_id=MjM3OQ== [viewed: 10 Juli 2010] 

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

9  

  

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana memahami “kebenaran” politik iklan partai Gerinda versi

Garuda, dalam konteks discourse ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Melacak dan membongkar tanda-tanda penokohan Prabowo dalam iklan

Gerindra versi Garuda pada momen Pemilu 2009.

2. Memahami tanda-tanda iklan Gerindra versi Garuda sebagai sebuah

diskursus “kebenaran” politik partai Gerindra.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

1. Kegunaan Akademis

a) Menambah kajian kritis terhadap wacana komunikasi politik modern

melalui media televisi, khususnya mengenai bagaimana media massa

merekonstruksi realitas iklan kampanye politik.

b) Memberikan pengetahuan tentang bagaimana mendekonstruksi janji-janji

politik yang manipulatif yang terbungkus dalam dunia iklan.

2. Kegunaan Metodologis

Memperkaya kajian semiotika sosial dengan mengaitkan pada disiplin

ilmu komunikasi politik.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

10  

  

3. Kegunaan Praktis

a) Memberikan pengetahuan kepada pembaca (khalayak) mengenai makna

dibalik simbol-simbol iklan politik dalam media media massa, khususnya

iklan televisi.

b) Menjadi kajian yang perlu ditinjau ulang bagi konsultan iklan politik, agar

senantiasa mengacu pada isu dan program partai yang bersangkutan,

dalam memproduksi iklan yang berkualitas.

E. DEFINISI KONSEPTUAL

Definisi tanda (sign) menurut Eco9, di definisikan sebagai sesuatu yang

dasar konvensi sosial—yang terbangun sebelumnya—yang dapat dianggap

mewakili sesuatu yang lain. Ferdinand de Saussure dalam Alex Sobur10 (2006:46),

mengartikan tanda menjadi dua bagian, yakni tanda yang dihasilkan oleh aspek

material (signifier), dan aspek mental yang ditunjuukan oleh aspek material

(signified).

Sedangkan pengertian periklanan secara komperhensif menurut Mon Lee

dan Carla Johnson11, adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah

organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak target

melaui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail

(pengeposan langsung), reklame ruang, atau kendaraan umum. Sedangakan

                                                            9 Alex Sobur, 2002. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya.hlm 95. 

10 Alex Sobur, 2006. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Rosda, hlm 46.  

11 Mon Lee dan Carla Johnson. 2007. Prinsip‐Prinsip Periklanan Dalam Perspektif Global. Jakarta: Kencana, hlm 3. 

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

11  

  

penegertian iklan menurut Yudi Farlola12, adalah suatu bentuk aktivitas untuk

menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara non personal

yang dibayar oleh sponsor tertentu. Dari definisi mengenai iklan tersebut, maka

peneliti menyimpulkan bahwa iklan memiliki:

a) Daya jangkau khalayak yang luas

b) Bersifat komersil dan inisiator non personal

c) Berada dalam kajian media massa

Dengan demikian, iklan dalam penelitian ini—sebagaimana telah

dikemukakan dalam latar belakang penelitian—dipandang sebagai sesuatu yang

persuasif, yaitu berkenaan dengan menarik khalayak untuk memiliki frame yang

di harapkan oleh pesan iklan.

Kemudian yang dimaksud komunikasi politik tidak hanya dengan

menggabungkan dua definisi, komunikasi dan politik saja. Komunikasi politik

memiliki konsep tersendiri, meskipun secara sederhana merupakan gabungan dari

dua konsep istilah tersebut. Menurut Rush dan Althof dalam Asep Saifullah,

menjelaskan, bahwa komunikasi politik—transmisi informasi yang relevan secara

politis dari satu bagian sistem politik kepada sistem politik yang lain, dan antara

sistem sosial dengan sistem politik; dan proses sosialisasi, partisipasi, serta

rekrutmen politik bergantung pada komunikasi.13

Dari proses tersebut diatas, bisa di jelaskan yang dimaksud sosialisasi

politik adalah proses yang membuat individu dapat mengenali sistem politik yang

                                                            12 Analisis efektivitas iklan, 2005. Available from url: http://digilib.unsri.ac.id/download/Jurnal%20MM%20Vol%203%20No%206%20Artikel%203%20YudiFarlola [viewed: 23 Juni 2010]  

13 Asep saifullah, Op.cit.,hlm 27-28.  

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

12  

  

berlaku pada negaranya. Sedangkan partisipasi politik adalah keterilbatan individu

dalam sistem politik, dan rekrutmen politik adalah proses yang mana individu

menjamin atau mendaftarkan diri untuk menduduki suatu posisi politik tertentu.

Dengan demikian, maka komunikasi politik dengan iklan sebagai salurannya akan

mentransformasikan pesan kepada khalayak. Kedudukan iklan sebagai teks yang

mengandung permainan tanda-tanda inilah, kemudian menarik perhatian peneliti

untuk menelitinya lebih dalam.

F. TINJAUAN PUSTAKA

F.1 Konsepsi Komunikasi Politik

Rush dan Althof menganalisa komunikasi politik memainkan peranan

yang sangat penting di dalam suatu sistem politik. Sebab sistem politik sendiri

tidak dapat beroperasi dengan baik tanpa adanya dukungan massa, yang sikap dan

perilaku politiknya digerakkan oleh kekuatan-kekuatan pesan yang tersosialisasi

melakukan kegiatan komunikasi politik. Sehingga aktivitas komunikasi politik

juga dapat mempengaruhi kualitas interaksi antara masyarakat dan penguasa.

Komunikasi politik merupakan elemen yang dinamis, dan menjadi bagian yang

menentukan dari proses-proses komunikasi politik itu sendiri (sosialisasi,

partisipasi, rekrutmen politik).

Sejalan dengan Rush dan Althof, komunikasi politik menurut McQuail

dalam Pawito (2009:2) bahwa “cesses of information (including facts, opinions,

beliefs, etc) transmision, exchange and search engaged in by participants in the

course of institutionalized political activities” (semua proses penyampaian

informasi—termasuk fakta, pendapat-pendapat, keyakinan-keyakinan dan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

13  

  

seterusnya, pertukaran dan pencarian tentang itu semua yang dilakukan oleh para

partisipan dalam konteks kegiatan politik yang lebih bersifat melembaga). Benang

merah dari pengertian tersebut mengandung hal, tentang komunikasi politik

menandai keberadaan aktualisasi lembaga-lembaga politik, komunikasi politik

merupakan fungsi dari sistem politik, dan komunikasi politik berlangsung dalam

suatu sistem politik.14

Dalam pengertian diatas, juga menggambarkan jika komunikasi politik

dan sistem politik merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Komunikasi

politik pada dasarnya merupakan bagian dari, dan dipengaruhi oleh sistem politik

yang berlaku pada suatu negara. Semisal, UU penyiaran oleh pers disuatu negara,

mengikuti sistem politik yang berlaku pada negara tersebut. Pada saat yang sama,

komunikasi politik juga dapat memelihara dan mewariskan sistem politik.

Misalnya, aksi-aksi protes dari masyarakat luas yang kemudian memperoleh

dukungan dari media massa, yang berperan sebagai “kaca pembesar” atas protes

tersebut, sehingga memaksa pemerintah menggagalkan suatu kebijakan atau

bahkan mengakibatkan perubahan politik yang besar termasuk tumbangnya suatu

rezim.

Dalam setiap realitas kehidupan politik pasti terjadi komunikasi politik.

Komunikasi ini tidak hanya tampil dalam bentuk aksi-aksi protes menuntut hak

yang terampas ataupun menyuarakan aspirasi. Komunikasi politik juga memiliki

bentuk melalui media massa, yang pada situasi normal melakukan liputan

terhadap peristiwa-peristiwa tertentu dan kemudian menginformasikan kepada

publik dengan frame-frame tertentu. Masyarakat maupun kalangan elit politik

                                                            14 Pawito, Op. cit.,hlm 2.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

14  

  

seperti pemerintah, memperoleh informasi dari media massa mengenai

perkembangan-perkembangan yang terjadi di masyarakat, peristiwa-peristiwa,

atau isu-isu penting, setidaknya sampai tingkat tertentu. Kemudian dari sini

muncullah berbagai pendapat, penilaian, persepsi, dan sikap mengenai peristiwa,

sehingga dapat terjadi umpan balik (feed back).

Komunikasi politik merupakan salah satu bentuk dari banyak bentuk

komunikasi, baik dari sisi jumlah pelakunya yang relatif sederhana, seperti halnya

komunikasi antar personal, maupun juga bisa yang lebih kompleks, seperti

komunikasi yang dilakukan sesuatu lembaga (institusional communication). Sama

dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi politik juga memiliki

unsur-unsur yang berperan penting untuk menyampaikan tujuan politik tertentu.

Menurut Asep Saifullah, Ada beberapa unsur penting yang terlibat dalam proses

komunikasi politik:

1. Komunikator dalam komunikasi politik (production message).

2. Khalayak komunikasi politik (attribution of meaning).

3. Saluran-saluran komunikasi politik (signal transmission).15

Sejalan dengan Asep Saifullah, sebelumnya Dan Nimmo melalui bukunya

yang berjudul “Komunikasi Politik Komunikator, Pesan, dan Media” (1989) juga

mengkaji tentang komunikasi politik yang kemudian membaginya kedalam

beberapa perspektif, yaitu yang pertama, komunikator politik, yakni bagaimana

mengidentifikasi mereka dan apa peran yang mereka mainkan. Selanjutnya yang

kedua, Nimmo membawa fokus kajian politik kepada pesan-pesan politik, yaitu

                                                            15 Asep saifullah, Op.cit.,hlm 31.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

15  

  

pada permainan bahasa untuk kepentingan politik. Ketiga, Nimmo membahas

media politik, baik yang bersifat interpersonal, organisasional, maupun massa.

Kedua penggiat ilmu komunikasi politik tersebut masih melihat

komunikasi politik dalam bentuk yang paling sederhana. Maka berikutnya, Pawito

berpandangan bahwa terdapat unsur-unsur yang lebih detail dalam menunjang

terjadinya proses komunikasi komunikasi politik. Pawito melengkapi unsur-unsur

komunikasi politik, yang terdiri dari lima unsur yaitu: pelibat (aktor atau

partisipan), pesan, saluran, situasi atau kontekspengaruh atau efek.16 Bagi Pawito,

saluran menjadi komponen penting bagi kompetitor komunikasi politik modern

yang memilih media massa dalam menjaring khalayak secara luas.

Dalam sub bab ini kita akan membahas lebih, mengenai unsur-unsur yang

menjadi komponen penting dalam proses komunikasi politik, baik itu

komunikator, pesan, khalayak, saluran-saluran atau media komunikasi politik.

Unsur-unsur inilah yang akan membangun proses komunikasi politik dalam

kehidupan sistem sosial. Sehingga, efektivitas hubungan antara komunikator

dengan komunikan dapat ditentukan oleh unsur-unsur komunikasi politiknya.

Pertama, Komunikator, dalam komunikasi politik, yaitu pihak yang

memprakarsai dan mengarahkan suatu tindak komunikasi.17 Secara umum,

komunikator juga dibedakan berdasarkan individu, lembaga, dan kelompok.

Apabila sumber komunikasi itu seorang calon presiden, yang sedang berpidato

dalam panggung politik atau seorang rakyat biasa yang sedang menulis surat

pembaca dalam surat kabar, maka calon presiden dan rakyat tersebut tergolong

                                                            16 Selengkapnya penjelasan unsur-unsur komunikasi politik baca buku Pawito, Op. cit.,hlm 6-15. 

17 Ibid. 

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

16  

  

sebagai sebagai komunikator individual. Dan apabila yang menjadi komunikator

adalah seorang juru bicara yang mewakili pemerintah atau organisasi masyarakat,

maka dia dapat dipandang sebagai komunikator kelompok.

Kita dapat bayangkan siapa pun sebenarnya dapat menjadi komunikator

politik, baik itu organisasi masyarakat, rakyat, dan pemerintah. Namun, yang

membedakannya adalah sifat-sifat dari si komunikatornya itu sendiri. Menurut

Doob dalam Dan Nimmo (1989), memahami sifat komunikator politik dapat

dipahami beberapa diantaranya saja. Komunikator politik harus diidentifikasi, dan

kedudukan mereka di dalam masyarakat harus di tetapkan.18

Dalam Pandangan yang lainnya Dan Nimmo juga menjelaskan, bahwa

komunikator politik ini memainkan peran-peran sosial yang utama, terutama

dalam proses pembentukan opini publik.19 Juru bicara partai-partai politik atau

ribuan rakyat yang berorasi adalah pihak-pihak yang menciptakan opini publik,

karena mereka berhasil membuat sejumlah gagasan yang mula-mula ditolak,

kemudian dipertimbangkan, dan akhirnya diterima.

Unsur yang Kedua, yaitu pesan. Aktivitas komunikasi dapat dikatakan

sebagai komunikasi politik, apabila pesan yang saling dipertukarkan diantara

partisipan (komunikator—komunikan), setidaknya sampai tingkat tertentu,

memiliki signifikansi dengan politik. Karakter dari pesan komunikasi politik

senantiasa memiliki keterkaitan dengan wilayah kajian politik. Kata “politik”

                                                            18 Dan Nimmo sendiri mengidentifikasi tiga sifat komunikator, yakni: 1. politikus yang bertindak sebagai komunikator politik (orang yang bercita-cita untuk memegang jabatan pemerintah. 2. Komunikator profesional dalam politik (biasanya diperankan oleh media massa). 3. Aktivis sebagai komunikator politik (pihak yang semi profesional tapi juga berkecimpung sebagai politikus). Lihat, Dan Nimmo.1989.Komunikasi Politik Komunikator, Pesan, Media. Bandung:Remaja Karya

19 Ibid.,1993, hlm 29.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

17  

  

dalam hal ini memiliki makna luas, yakni menyangkut segala kepentingan

penjatahan sumber daya publik. Oleh karena itu, diantara pentingnya komunikasi

politik adalah mendefinisikan posisi keseimbangan—atau lebih tepatnya keadilan

secara dialogis, melalui pertukaran pesan-pesan secara interaktif antara

pemerintah dengan masyarakat dan antara kelompok-kelompok dalam

masyarakat.20

Ketiga, saluran-saluran komunikasi politik atau media komunikasi politik.

Secara sederhana pengertian saluran komunikasi menurut Dan Nimmo, adalah alat

serta sarana yang memudahkan penyampaian pesan.21 Sedangkan lebih lengkap

dan analogis Pawito menggambarkan, bahwa saluran komunikasi politik ibaratkan

seperti jaringan pembuluh yang harus dipilih oleh serang dokter ketika hendak

memasukkan obat atau vaksin ke dalam sistem tubuh seorang pasien. Dalam

komunikasi politik kebijakan-kebijakan disebarluaskan kepada publik, tuntutan-

tuntan dan aspirasi-aspirasi dirumuskan, kemudian disampaikan, serta pendapat

atau sikap-sikap di bentuk dan disuarakan.22

Dalam unsur-unsur komunikasi politik, kedudukan saluran-saluran

komunikasi politik dapat berfungsi ganda. Misalnya, organisasi atau institusi,

selain berperan sebagai komunikator politik yang sudah di jelaskan sebelumnya,

namun dalam posisi kondisi tertentu juga bisa berperan sebagai saluran

komunikasi politik. Lembaga pemerintahan yang disatu sisi, berperan sebagai

penyampai pesan-pesan, dan di sisi lain, ia juga bisa berperan sebagai saluran

                                                            20 Pawito, Op. cit.,hlm 9. 

21 Nimmo, Op. cit., hlm 183.

22 Pawito, Op. cit.,hlm 10. 

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

18  

  

komunikasi bagi lewatnya informasi yang berasal dari masyarakat. begitu pula

dengan oragnisasi masyarakat, partai politik, media massa, dan kelompok-

kelompok kepentingan lainnya.

Saluran komunikasi politik juga bisa digunakan dalam momen pemilihan

umum. Menurut Fagen dalam Pawito, pada saat proses pemilihan umum, saluran

komunikasi politik khusus untuk agregasi dan artikulasi kepentingan sangat

berperan penting bagi terbentuknya persepsi untuk menarik suara pemilih.23

Saluran ini bersifat khusus karena di bentuk dan digunakan untuk kepentingan-

kepentingan khusus, dan memiliki sifat tidak permanen. Masyarakat dapat

mencabut atau menyatakan dukungannya terhadap partai atau elit politik tertentu.

Saluran komunikasi yang juga tidak kalah pentingnya, dalam proses

penyampaian pesan-pesan politik saat ini adalah media massa. Secara historis,

penelitian media massa dalam perilaku politik, telah cukup memperlihatkan

besarnya peran media massa dalam kegiatan komunikasi politik khususnya di

Amerika. Mengikuti Dan Nimmo, perkembangan yang terjadi, semakin

meluasnya minat rakyat terhadap peran yang dimainkan oleh saluran-saluran

komunikasi massa dalam politik. Reputasi politikus seperti Ronald Reagan dan

Jimmy Carter di lambungkan figurnya melalui lambing-lambang yang beredar

dalam komunikasi massa.24

Media massa meruapkan saluran komunikasi politik yang sangat berperan,

karena bisa menjangkau khalayak secara luas. Hampir tidak ada peristiwa yang

luput dari liputan media massa. Media massa hadir pada setiap peristiwa penting,

                                                            23 Ibid., hlm 11.

24 Nimmo, Op. cit., hlm 185.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

19  

  

mengamati, mencatat dan merekam, kemudian melaporkannya kepada publik

dengan frame atau sudut pandang tertentu. Dari sinilah, pengetahuan khalayak

atau publik mengenai berbagai macam persoalan politik tumbuh dan meningkat.

Dan yang keempat dan terakhir adalah khalayak atau disebut juga

komunikan politik, yaitu peran penerima pesan politik yang sebetulnya hanya

bersifat sementara. Sebab, sesuai dengan konsep umum komunikasi, ketika

penerima itu memberikan feedback dalam komunikasi politik, atau ketika ia

meneruskan pesan-pesan politik itu kepada khalayak yang lain, dalam kesempatan

komunikasi yang berbeda, pada saat inilah peran khalayak berubah menjadi

sebagai komunikator.25

Untuk lebih dalam mengetahui tentang khalayak, penting untuk

mengambil karakteristik khalayak komunikasi politik yang di jelaskan Dan

Nimmo26, dengan membedakan menjadi publik atentif, publik berpikiram isu, dan

publikideologis. Publik atentif, adalah seluruh warga negara yang dibedakan

berdasarkan tingkatnya yang tinggi dalam keterlibatan politik, informasi,

perhatian, dan berpikiran kewarganegaraan. Biasanya publik ini berperan sebagai

pemuka pendapat atau publik yang sering diminta pendapat, nasehat, dan

bimbingan oleh warga negara yang kurang informasi dan kurang keterlibatannya

dalam politik. Publik berpikiran isu, adalah orang-orang yang memiliki perhatian

besar kepada politik dan memainkan peran yang aktif tanpa mempedulikan

mengenai isu apa pun. Dan yang terakhir, publik ideologis, adalah orang yang

memiliki sistem kepercayaan yang relatif tertutup, yang nilai-nilainya adalah suka

                                                            25 Asep saifullah, Op.cit.,hlm 33. 

26 Dan Nimmo, 1993. Komunikasi Politik, Khalayak dan Efek. Bandung: Rosda

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

20  

  

dan tak suka diatur oleh penyampai pesan. lebih dari itu, sistem kepercayaan dan

nilai anggota publik ideologis itu konsiste. Artinya, mereka menganut

kepercayaan dan atau nilai yang secara logis saling melekat, tidak berkontradiksi

terhadap satu sama lain.

F.2 Semiotika Sebagai Analisis Tanda

Banyak pakar biasa menyebut semiotika atau semiologi, untuk

menjelaskan tentang ilmu tanda. Padahal, sesungguhnya kedua istilah ini,

semiotika dan semiologi mengandung pengertian yang sama, walaupun

penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan

pemikiran pemakainya. Bagi mereka yang bergabung dalam pemikiran madzhab

Pierce, maka biasa menggunakan kata semiotika, dan mereka yang bergabung

dengan pemikiran madzhab Saussure menggunakan kata semiologi.27 Namun

pada perkembangannya saat ini, para ahli sudah tidak mau dipusingkan oleh

kedua istilah tersebut, karena mereka menganggap keduanya sama saja.

Semiotika yang diperbincangkan sejak era filsafat Yunani, secara

etimologis berasal dari bahasa Yunani, semeion yang artinya tanda.28 Secara

terminologis, menurut Eco,29 semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, dan seluruh

kebudayaan sebagai tanda. Pakar lainnya juga memberikan definisi untuk istilah

                                                            27 Alex Sobur, 2006. Op., cit. hlm 11.

28 Yasraf Amir Piliang, 2006. Dunia yang Dilipat Tamasya melampaui Batas-Batas Kebudayaan. Yogyakarta: Jalasutra.hlm 313.

29 Alex Sobur, 2002. Op. cit., hlm 95 

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

21  

  

semiotika atau semiologi. Dalam definisi Saussure30, semiologi adalah sebuah

ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat. Tujuannya

adalah untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-

kaidah yang mengaturnya. Sementara istilah semiotika, yang dimunculkan pada

akhir abad ke-19 oleh Charles Sanders Peirce31, mengatakan bahwa yang menjadi

dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda. Dan menurut Matterlat dalam

Pawito32 (2009) menjelaskan—Peirce mengartikan tanda (sign) itu sendiri sebagai

sesuatu yang mewakili sesuatu bagi seseorang dalam suatu hal atau kapasitas.

Sedangkan Roland Barthes33 juga mendefinisikan, semiologi adalah ilmu tentang

bentuk-bentuk, yang mana intinya ada dalam pertandaan.

Semiotika baru berkembang sejak awal abad ke-20, meskipun pada awal

abad ke-18 dan ke-19 sudah banyak ahli teks (khususnya Jerman) yang berusaha

mengurai berbagai masalah yang berkaitan dengan tanda. Untuk dapat memahami

semiotika, maka perlu diketahui konsep semiotic menurut beberapa tokoh

semiotika terkemuka, yaitu para semiotisan seperti Ferdinand de Saussure (1857-

1913) di Swiss dan Charles Sanders Peirce (1834-1914) di Amerika Serikat.

Ferdinand de Saussure merupakan perintis linguistik, konsep-konsepnya

digunakan sebagai landasan dalam linguistik modern. Dalam hal ini, Saussure34

melihat bahwa sistem bahasa (langue) merupakan kondisi yang harus ada dalam

                                                            30 Alex Sobur (2006), Loc. cit. 

31 Ibid.

32 Pawito, Op. cit.,hlm 81. 

33 Roland Barthes, 2007. Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa. Yogyakarta: Jalasutra

34 Yasraf Amir Piliang, 2003. Hipersemiotika: Tafsir Culture Studies atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra, hlm 269. 

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

22  

  

setiap penggunaan tanda secara konkret (parole). Meskipun setiap pengguna

bahasa mengacu pada sistem bahasa tersebut, akan tetapi relasi antara langue dan

parole bersifat dinamis, yaitu, dapat berubah apabila diuji secara terus-menerus

dalam praktik kehidupan sosial.

Saussure juga melakukan pembedaan atas komponen-komponen tanda,

yang kemudian pembedaan tersebut dikenal dengan trikotomis. Jadi, menurut

Saussure35, tanda selalu mempunyai tiga wajah, yang terdiri dari tanda itu sendiri

(sign), aspek material dari tanda yang berfungsi menandakan atau yang dihasilkan

oleh aspek material (signifier), dan aspek mental atau konseptua yang ditunjuk

oleh aspek material (signified). Pembedaan ini membuat tanda menjadi aktif.

Melakukan analisis tentang tanda, orang harus tahu benar mana aspek material

dan mana aspek mental. Ketiga aspek ini merupakan aspek-aspek konstitutif suatu

tanda—tanpa salah satu komponen, tidak ada tanda dan kita tidak bisa

membicarakannya, bahkan tidak bisa membayangkannya.

Trikotomi Saussure mengenai tanda, penanda, dan petanda tersebut pada

akhirnya telah mempengaruhi perkembangan semiotik di Eropa, khususnya Eropa

Barat (Prancis). Sedikitnya ada tiga aliran yang diturunkan dari teori tanda

Saussurian36. Pertama, semiotika komunikasi, yang menekuni tanda sebagai

bagian dari proses komunikasi. Tanda dalam semiotika komunikasi hanya

dianggap tanda sebagaimana yang dimaksudkan pengirim dan sebagaimana yang

diterima oleh penerima. Dengan kata lain, semiotik komunikasi hanya

                                                            35 ST. Sunardi. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal, hlm 47‐48. 

36 Tommy Christomy, Untung Yuwono.2004. Semiotika Budaya. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, hlm 82. 

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

23  

  

memperhatikan makna denotasi suatu tanda. Piliang37 mengemukakan bahwa

semiotika komunikasi mengkaji tanda atau signal dalam konteks komunikasi yang

lebih luas, yaitu melibatkan berbagai elemen komunikasi. Menurut Umberto Eco

dalam A. Theory of Semiotics38, semiotika komunikasi adalah semiotika yang

menekankan aspek produksi tanda (sign production) daripada sistem tanda (sign

system). Berarti di sini melihat bagaimana tanda tersebut bisa tercipta dari

hubungan antara penanda dan petanda sebelumnya.

Kedua, semiotika konotasi, yaitu semiotik yang mempelajari makna

konotatif dari tanda. Semiotika ini di dasarkan pada persepsi bahwa dalam

hubungan antara manusia, seringkali tanda yang diberikan oleh seseorang sering

dipahami secara berbeda oleh penerimanya. Tokoh utamanya adalah Roland

Barthes (1985), yang menekuni makna kedua dibalik bentuk tertentu. Bertolak

dari trikotomi tanda Saussure, Barthes kemudian mengembangkan konsep

mengenai penanda dan petanda sebagai suatu proses dua tahap. Tahap pertama

(sistem primer) adalah saat tanda diserap pertama kalinya, sedangkan tahap kedua

(sistem sekunder) merupakan proses pengembangan makna (konotasi).

Ketiga, semiotika ekspansif—yang sebenarnya merupakan aliran di dalam

semiotika konotasi—dengan Julia Kristeva sebagai tokohnya yang paling

terkenal. Dalam semiotik ini, pengertian tanda telah kehilangan tempat sentralnya

karena digantikan oleh pengertian produksi arti. Tujuan semiotik ekspansif adalah

mengejar ilmu total dan bermimpi menggantikan filsafat.

                                                            37 Yasaraf Amir Piliang, Op. cit., hlm 266. 

38 Ibid. 

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

24  

  

Berbeda dengan Saussure yang melihat tanda sebagai konsep diadik (dua

bagian yang berebeda tetapi saling berkaitan) dan sebagai sebuah struktur

(susunan dua komponen yang berkaitan antara satu dengan lainnya dalam suatu

bangun), Peirce39 mengidentifikasi relasi “segitiga” antara tanda (representamen),

penggunan dan realitas eksternal sebagai suatu keharusan model untuk mengkaji

makna. Relasi segitiga tanda itu disebut dengan istilah semiosis, yang terdiri atas

objek (sesuatu yang direpresentasikan), representamen (sesuatu yang

merepresentasikan sesuatu yang lain) dan interpretan (interpretasi seseorang

tentang tanda).

Peirce berpandangan, tanda (representamen) sebagai bagian tak

terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda

(interpretan). Pandangan Peirce tentang tanda sebagai bagian yang tak terpisahkan

dari pertandaan tersebut. Menurut Piliang40, merupakan landasan bagi semiotika

komunikasi. Peirce mengatakan bahwa tanda selalu berada dalam proses

perubahan tanpa henti, yang disebut sebagai semiosis tak terbatas (unlimited

semiosis), yaitu proses rangkaian interpretan tanpa akhir. Ia membagi tanda,

menjadi tiga tipe—ikon, indeks, dan simbol.

Ikon menunjukkan kemiripan dengan objeknya.41 Pawito juga

menjelaskan, ikon merupakan tanda yang ditentukan cara pemaknaannya karena,

sifat-sifat yang menginternal terhadap objek. Hal-hal seperti kemiripan,

kesesuaian, tiruan, dan kesan menjadi kata kunci memberikan makna terhadap

                                                            39 John Fiske, 2006. Cultural and Communication Studies. Yogyakrta: Jalasutra, hlm 63. 

40 Piliang, Op. cit., hlm 266. 

41 John Fiske. Op. cit., hlm 269 

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

25  

  

tanda yang bersifat ikon. 42 Contoh, gambar peta Jawa, merupakan tiruan dari

geografis pulau Jawa. Berikutnya, istilah indeks, yaitu menunjuk pada tanda yang

cara pemaknaannya lebih ditentukan oleh objek dinamik (keterkaitan yang nyata

dengannya). Misalnya, asap memaknainya sebagai api atau kebakaran. Dan tanda

yang terakhir menurut Peirce dinamakan simbol, yaitu suatu tanda yang memiliki

hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan.

Contohnya, palang merah, angka adalah simbol.

Di Amerika Serikat, pengaruhnya tampak dalam psikologi dan

psikoanalisis. Sedangkan di Eropa, pengaruhnya terdapat di italia dan Jerman.

Salah satu penerusnya adalah Umberto Eco, semiotisan yang yang menghasilkan

salah satu teori mengenai tanda yang paling komperhensif dan kontemporer.

Menurut Little John dalam Kaelan43, teori Eco penting karena mengintegrasikan

teori-teori semiotika sebelumya dan membawa semiotika secara lebih mendalam.

Di jelaskan pula oleh Little John dalam Kaelan44, karya-karya Umberto Eco

merupakan sintesis produktif dari hampir semua mazhab semiotika abad ke-20

yang didukung oleh pengetahuan yang luas berupa warisan kajian-kajian klasik

tentang tanda.

Berbeda dengan konsep yang lebih statis dari yang diajukan Ferdinand de

Saussure tentang tanda serta pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce yang

bersifat taksonomis, Eco memastikan diri untuk menyelidiki sifat-sifat dinamis

                                                            42 Pawito. Op. cit., hlm 82. 

43 Kaelan. 2009. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta: Paradigma, hlm 216 

44 Ibid. 

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

26  

  

tanda. Eco45 atau hutan tempat jejak bekas pedati atau jejak kaki mengakibatkan

sedikit banyak munculnya modifikasi abadi. Eco menganggap tugas ahli

semiotika bagaikan menjelajahi hutan, dan ingin memusatkan perhatian kepada

modifikasi sistem tanda. Hal demikian menjadi dorongan bagi Eco, untuk

mengganti konsep tanda dengan kosep fungsi tanda.

Menurut Lechte dalam Sobur46, perspektif Eco tentang tanda bahwa tanda

itu tidak hanya mewakili sesuatu yang lain (dengan demikian hanya memiliki arti

seperti yang tercentum dalam kamus), namun juga mesti ditafsirkan. Dalam hal

ini Eco memiliki pandangan yang sama dengan Peirce mengenai interpretant,

yang menghasilkan semiosis tidak terbatas.

Minat utama yang dimiliki oleh Eco, adalah dalam bahasa sebagai

tersusun atas langue (dimana kode = tata bahasa, sintaksis, sistem) dan parole

(laku bahasa). Disini kode sesuai dengan struktur bahasa. Kode mengaitkan

bidang ungkapan bahasa dengan isinya. Eco menggunakan “kode-s” untuk

menunjukkan kode yang dipakai dengan cara ini. Dengan kata lain, kode-s bahasa

itu bahasa itu setara dengan organisasi tertentu pada unsure parole. Tanpa kode,

tanda-tanda suara atau grafis tidak memiliki arti apa pun, dan dalam pengertian

yang paling radikal tidak berfungsi secara linguistik. Kode-s bersifat denotatif

(bila suatu pernyataan bisa dipahami secara garfiah), atau konotatif (bila tampak

kode lain—misalnya kode kesopanan—dalam pernyataan yang sama). Hal ini

tidak asing lagi bagi karya Saussure, namun Eco ingin memperkenalkan

pemahaman tentang suatu kode-s yang lebih bersifat dinamis daripada yang

                                                            45  Kaelan. Op. cit., hlm 218. 

46 Sobur. Op. cit., hlm 77. 

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

27  

  

ditemukan dalam teori Saussure, dan disamping itu sangat terkait dengan teori

linguistik masa kini. Ia melakukan hal ini dengan mengembangkan suatu model

yang disebutnya “Model Q”—model kode yang meninjau semiosis tak terbatas.47

Menurut Eco48, pada dasarnya fungsi tanda merupakan interaksi antara

berbagai norma: “kode memberikan kondisi untuk hubungan timbale balik fungsi-

fungsi tanda secara kompleks. Sedangkan, menurut Lechte dalam Kaelan, Eco

sendiri membagi unsur-unsur pokok dalam tipologi cara pembentukan tanda yang

terdiri dari:

1. Kerja fisik: upaya yang dilakukan untuk membuat tanda

2. Pengenalan: objek atau peristiwa dilihat sebagai suatu ungkapan

kandungan tanda, seprti tanda, gejala, atau bukti.

3. Penampilan: suatu objek atau tindakan menjadi contoh jenis objek atau

tindakan.

4. Replika: kecenderungan kea rah ratio difficilis secara prinsip, tetapi

mengambil bentuk-bentuk kodifikasi melalui pengayaan. Contohnya

adalah notasi music, dan tanda-tanda matematika.

5. Penemuan: kasus yang paling jelas dari ratio difficilis. Sebagai yang

tidak terlihat oleh kode; menjadi landasan suatu kontinum materi baru.

Saat ini, semiotika, telah berkembang menjadi sebuah model atau

paradigma dalam bidang keilmuan yang sangat luas, terlebih lagi menciptakan

cabang-cabang semiotika khusus, antara lain: semiotika binatang (zoo semiotic),

semiotika kedokteran (medical semiotic), semiotika fashion, semiotika seni,

                                                            47 Sobur. Op. cit., hlm 78. 

48 Ibid. 

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

28  

  

semiotika film, semiotika sastra, semiotika televisi, termasuk pula semiotika

desain.49

Penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang

keilmuan ini, dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang

berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa

dijadikan model dalam dalam berbagai wacana sosial. Berdasarkan pandangan

semiotika, bila selururuh praktik sosial dapat dinggap sebagai fenomena bahasa,

maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda-tanda.50

F.3 Iklan Sebagai Semiotika Politik

Pada perkembangannya, sampai saat ini iklan menjadi bagian dari politik.

Iklan politik menurut Mon Lee dan Carla Johnson51 memiliki definisi tersendiri,

yaitu Iklan yang menjalankan sebuah fungsi “informasi politik”; dalam arti iklan

juga mengomunikasikan informasi yang sering kali digunakan para politisi untuk

membujuk khalayak agar memilih mereka. Iklan jenis ini merupakan sebuah

bagian penting dari proses politik negara-negara demokrasi. Namun, tidak semua

pihak sepakat mengenai hadirnya iklan politik. Banyak pengkritik yang perihatin,

bahwa periklanan politik cenderung lebih berfokus pada citra ketimbang isu-isu

yang menjadi persoalan di dalam kehidupan masyarakat.

Iklan politik pada dasarnya tidak beda dengan promosi barang atau jasa.

Keduanya berusaha menjual sesuatu kepada sasaran konsumen tertentu. Memang

                                                            49 Piliang (2003), Op. cit., hlm 255. 

50 Piliang (2006). Op. cit., hlm 314. 

51Mon Lee dan Carla Johnson, Op. cit., hlm 7. 

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

29  

  

iklan politik lebih rumit, daripada iklan sabun atau obat nyamuk. Jika berhasil,

iklan politik bisa meraih sejumlah target, seperti meningkatkan popularitas calon,

meyakinkan pemilih yang masih bingung, meraih dukungan, meyerang pesaing

politik, yang pada dasarnya menjaga citra sang calon. Dan biasanya, makin dekat

pemilu, makin banyak iklan politik di koran dan televisi. Para elit politik

menggunakan media massa sebagai alat yang paling efektif guna memperlihatkan

dirinya kepada khalayak luas. Tentunya, bagi tokoh politik yang bayak uang

mampu menggunakan segenap sumber dayanya untuk “jual diri” melaui iklan

media massa.

Iklan politik memiliki sebuah fungsi, yakni untuk membangun citra politik

dalam konteks kondisi-kondisi yang dibutuhkan masyarakat pada umumnya.

Bahkan lebih jelasnya lagi, iklan politik juga bertujuan menjual makna dan

ideologi iklan yang sesungguhnya. Dengan perkataan lain, iklan politik harus

menterjemahkan berbagai pernyataan yang menyangkut dari keunggulan-

keunggulan dunia benda yang kita sampaikan ke konsumen.

Setiap iklan politik selalu memiliki kepentingan politik dari pelaku atau

pembuat iklannya. Mengingat iklan politik mempunyai tanda berbentuk bahasa

verbal dan visual yang merujuk bahwa teks iklan politik dan penyajian visualnya

menciptakan ikon, terutama berfungsi dalam sistem nonkebahasan untuk

mendukung peran kebahasaannya. Dengan demikian, maka iklan politik pada

hakikatnya bermain dengan tanda dan simbolisasi dalam bahasa semiotika.

Kepentingan politik yang kemudian diejawantahkan menjadi simbol atau

lebih jauhnya lagi kode-kode yang membalut pada pesan iklan politik tersebut,

sebenarnya hanyalah kebohongan. Menurut Umberto Eco, objek memiliki kode

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

30  

  

denotasi (hubungan yang langsung memaknai objek) dan kode konotasi (fakta

bahwa signifikasi kedua bersandar pada siginfikasi pertama).52 Misalnya saja,

iklan partai politik “A” kita golongkan sebagai objek yang akan di analisis

semiotika. Iklan partai politik “A”, menayangkan bahasa verbal dan visual yang

menjelaskan bagaimana pendidikan yang murah (kita golongkan sebagai

denotasi). Ini menjadi akan menjadi konotasi, apabila pada realitanya, banyak

generasi yang putus sekolah dan menjadi gelandangan yang tidak dirawat oleh

negara.

Dengan konsep semiotika tersebut, Eco kemudian berpikiran semiotika

secara prinsipil merupakan disiplin yang mengkaji dan membongkar segala

sesuatu yang digunakan untuk berbohong. Melalui analisis semiotika, menemukan

bahwa iklan politik kini tidak secara vulgar bertujuan menjual calon atau

partaimya. Iklan justru mencitrakan produknya dengan cara yang sangat persuasif,

kreatif dan menarik. Alih-alih akan mewujudkan harapan rakyat, iklan politik

dilihat dalam perspektif semiotika ternyata lebih kepada menjual mimpi belaka.

Iklan sebagai aktivitas permainan tanda, yang memiliki makna-makna

terpendam, sebenarnya membentuk suatu kesadaran palsu. Tanda-tanda yang ada

pada iklan politik menggunakan berbagai metafora, dan diartikulasikan melalui

berbagai tanda di dalam iklan politik. Tidak ada iklan politik yang secara vulgar

langsung meminta agar khalayak memilih mereka dalam pemilu. Kesemuanya

menggunakan strategi persuasif dan bermain-main dengan pemaknaan yang

sifatnya konotatif. Artinya, calon atau partai politik sebagai inisiator pembuat

                                                            52 Umberto Eco, 2009. Teori Semiotika. Jakarta: Kreasi Wacana, hlm 78‐80. 

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

31  

  

iklan tidak secara sengaja meminta agar khalayak tunduk terhadap pesan-pesan

iklan politik.

Menurut Judith53, jadi, periklanan bukanlah—seperti yang mungkin

diandaikan secara dangkal—bahasa tunggal, dalam pengertian bahwa sebuah

bahasa memiliki bagian-bagian komponen khusus yang dapat dikenali dan kata-

katanya sudah ditentukan sebelumnya. Dari pernyataan tersebut, kita dapat

menangkap bahwa setiap iklan memiliki bangunan yang berwujud struktur-

struktur tanda yang dibentuk dalam wujud iklan, untuk kemudian

ditransformasikan kepada publik.

Khalayak pada dasarnya harus dapat memahami apa maksud iklan-iklan

dengan cara menyelidiki bagaimana maksud dari iklan politik tersebut. Apa yang

dikatakan sebuah iklan politik merupakan semata-mata sebuah klaim demi

pencitraan (imagery). Tentu saja, sebenarnya sebagian besar dari iklan politik

mana pun merupakan pesan yang memiliki makna dibaliknya. Informasi yang

diberikan kepada khalayak seringkali tidak benar, dan kalaupun itu benar

khalayak sering kali dibujuk untuk mendukung partai atau calon tersebut.

F.4 Iklan dan Televisi dalam Komunikasi Politik Modern

Salah satu karakter modernisasi kampanye, adalah digunakannya televisi

sebagai media utama kampanye. Holtz-Bacha dan Kaid54, menjelaskan, televisi

digunakan sebagai kampanye oleh partai politik setidaknya dengan dua cara:

Pertama, lewat cara-cara gratis melaui peliputan regular media terhadap kegiatan

                                                            53 Judith Williamson, 2007. Decoding Advertisements. Yogyakarta: Jalasutra, hlm 3. 

54 Akhmad Danial. Op. Cit.,hlm 93. 

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

32  

  

partai atau kandidat politik. Dalam peliputan gratis seperti itu, berlaku prinsip

seleksi jurnalistik dan kriteria produksi yang biasa digunakan oleh para jurnalis

dan pengelola televisi. Partai politik tidak bisa mempengaruhi pesan dan durasi

liputan televisi tersebut. Kedua, membayar media tersebut karena memasang iklan

politik (political advertising). Dalam iklan politik, kandidat atau partai politiklah

yang memutuskan bagaimana mereka ditampilkan di hadapan pemilih. Karena itu,

dua bentuk penggunaan media televisi itu (free and paid media) kerap juga

diistilahkan dengan controlled media dan uncontrolled media. Politisi dan partai

bisa mengontrol isi pesan politik yang disampaikan dalam iklan politik, namun

tidak mempunyai kontrol terhadap bagaimana media mengemas berita-berita

politik di televisi.

Definisi iklan politik televisi menurut Holtz-Bacha dan Kaid dalam

Pawito55 (2009:94) bahwa any controlled message communicated through any

channel designed to promote the political interest of individuals, parties, groups,

government, or other organizations, (kontrol pesan komunikasi, kepada model

saluran promosi kepentingan politik, baik secara individual, partai, kelompok-

kelompok, pemerintah dan organisasi lainnya).

Iklan merupakan salah satu kebudayaan paling penting yang mencetak dan

merefleksikan kehidupan saat ini. Iklan ada dimana-mana, sebagai bagian tak

terelakkan dari kehidupan setiap orang. Dengan menjalani semua media, dan tidak

dibatasi pada siapa pun, periklanan membentuk sebuah suprastruktur luas dengan

eksistensi yang tampak otonom dan disertai pengaruh besar. Tak terkecuali dalam

                                                            55 Ibid., hlm 94.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

33  

  

tradisi pemilihan umum, yang tampak di televisi adalah perlombaan iklan antar

partai untuk memperoleh dukungan massa.

Televisi sebagai alat saluran komunikasi politik memiliki kedudukan

sangat istimewa dalam periode pemilihan. Individu yang sebelumnya jarang

mengikuti perkembangan politik, tiba-tiba menonton berita, iklan, atau kegiatan

partai politik yang diliput televisi dalam menjelang pemilu, bisa saja merubah

individu tersebut, menjadi peka terhadap politik yang ada disekitarnya.

Aspek yang sangat menonjol berkenaan dengan iklan politik dengan media

televisi terkait dengan politik, adalah fungsi iklan politik TV dalam kehidupan

politik. Sifatnya yang sentral dalam komunikasi politik, iklan politik TV memiliki

fungsi penting dan strategis. Iklan Politik TV berperan sebagai media sosialisasi

yang diambil untuk dipahami secara kolektif, sehingga menumbuhkan partisipasi

produktif antara pemerintah dengan rakyat, dalam membangun tujuan politik yang

sama. Selain itu, iklan politik TV juga bisa berfungsi sebagai corong kekuasaan,

sebagai media persuasif pada saat kampanye pemilihan umum.

Kampanye pemilihan umum idealnya merupakan proses penyampaian

pesan-pesan politik yang salah satu fungsinya memberikan pendidikan politik

bagi masyarakat. Melalui kampanye, partai-partai politik berusaha meyakinkan

massa pemilih dengan mengangkat berbagai agenda yang dinilainya akan

memberikan keuntungan bagi masyarakat. Karena itu, setiap partai politik selalu

berusaha menemukan cara-cara paling efektif untuk merekrut sebanyak-

banyaknya massa. Dan, dalam proses rekruitmen tersebut, iklan politik TV adalah

di antara alat bantu yang memiliki tingkat efektifitas yang relatif tinggi.56

                                                            56 Asep saifullah. Op. cit., hlm 145. 

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

34  

  

F.5 Informasi dan Citra Bagian dari Pemasaran Politik

Sama halnya dengan konsep komunikasi pemasaran yang berorientasi

dalam meraih pelanggan, menurut Pawito57, dalam konteks politik termasuk

dalam kampanye pemilihan, konstituen atau pemilih menjadi sasaran dari pesan-

pesan yang terkandung didalam pemasaran politik. Tidak lain, hal demikian

menimbulkan persaingan yang melibatkan kepentingan berbagai partai politik

atau calon yang bersangkutan. Sebagai konsekuensinya, upaya-upaya kampanye

dan pemasaran politik terkesan semakin bertumpu pada pemikiran-pemikiran

yang lebih bersifat rasional dan ilmiah. Kesan kuat yang dimaksud, bahwa

pemasaran politik mengupayakan kombinasi informasi dan citra untuk

menciptakan persuasif bagi pemilih.

Sekilas mengenai informasi, yang menarik disini adalah informasi yang

dimiliki atau diterima seseorang bisa jadi tidak selalu benar (dalam arti tidak

selalu sesuai dengan kenyataan), atau kadangkala informasi saling simpang siur

dan berlawanan. Dari sisi ini tampak bahwa informasi merupakan faktor penting

dalam konstruksi pengetahuan. Dalam konteks kampanye, informasi biasanya

disampaikan oleh kandidat politik dengan tujuan memperoleh dukungan demi

pengakuan kekuasaan. Informasi apabila disampaikan untuk kepentingan

kampanye biasanya memiliki karakter mengkonstruksi realitas. Kebenaran

informasi biasanya dari sisi-sisi tertentu saja yang disampaikan kepeda publik,

sementara sisi-sisi lain yang merugikan bagi kandidat calon atau partai politik

yang bersangkutan hanya menjadi bagian yang tidak perlu diungkapkan terhadap

                                                            57 Pawito. Op. cit., hlm 257‐258. 

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

35  

  

publik. Menurut Pawito58, Informasi dalam kampanye memiliki sejumlah fungsi

penting diantaranya:

1. Memberikan dan meningkatkan pengetahuan publik mengenai

kepentingan partai atau kandidat

2. Menumbuhkan persepsi-persepsi dan penilaian-penilaian publik mengenai

berbagai realitas yang diciptakan oleh partai atau kandidat

3. Memperkuat sikap-sikap publik terhadap partai atau kandidat

4. Meningkatkan dan memperkokoh loyalitas terhadap partai dan kandidat

5. Menggalang kebersamaan di antara sesama pendukung atau simpatisan

partai atau kandidat.

Berikutnya citra menurut Pawito dalam konteks pemilihan, adalah

bayangan, kesan, atau gambaran tentang suatu objek terutama partai politik,

kandidat, dan pemerintah.59 Citra dapat menentukan cara berpikir dan cara

berperilaku seseorang termasuk dalam mengambil keputusan dalam pemilihan.

Citra yang positif dapat menjadi bagian yang penting dari tumbuhnya preferensi-

preferensi calon pemilih terhadap partai atau kandidat.

Pengolahan citra yang paling tampak dihadapan publik, misalnya saja bisa

kita saksikan dalam realitas iklan kampanye. Sebenarnya, logika tujuan iklan

kampanye partai politik atau kandidat hampir sama promosi iklan produk barang

konsumsi yang setiap hari tayang dilayar kaca televisi. Tujuan utama dari logika

tujuan iklan kampanye dan iklan promosi produk, yakni untuk menarik sikap dan

perilaku penonton. Citra positif yang ditampikan dalam realitas iklan, biasanya

                                                            58 Pawito. Op. cit., hlm 260. 

59 Pawito. Op. cit., hlm 263. 

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

36  

  

dalam bentuk objek-objek iklan yang mendukung dengan kepentingan partai atau

kandidat.

Kembali menurut Pawito60, upaya-upaya membangun citra dapat

dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya yaitu;

1. Penonjolan-penonjolan pada kesuksesan atau keberhasilan-keberhasilan

yang telah dicapai masa lampau

2. Menumbuhkan asosiasi pemikiran tentang partai atau kandidat dengan

kebesaran sejarah dimasa lampau, seperti kejayaan bangsa, pemimpin

kharismatis yang pernah ada, dan bentuk-bentuk ekspresi simbolik baik itu

kata-kata maupun gambar-gambar

3. Memberikan penonjolan orientasi ke depan, misalnya dengan kecanggihan

teknologi dan optimisme kemjuan-kemajuan dimasa akan datang

4. Menghadirkan tokoh-tokoh tertentu demi menumbuhkan dan

memperkokoh keyakinan atas kekuatan atau luasnya dukungan.

G. METODE PENELITIAN

G.1 Tipe Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini termasuk dalam kategori studi pustaka. Tipe

penelitian ini adalah kualitatif-interpretatif. “Penelitian kualitatif merupakan

peneltian yang bermaksud untuk memahami dan menafsirkan fenomena yang

terjadi, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode yang

                                                            60 Pawito. Op. cit., hlm 265. 

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

37  

  

ada”.61 Sedangkan kualitatif-interpretatif merupakan sebuah metode yang

memfokuskan pada tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana

peneliti menafsirkan dan memahami kode (decoding) di balik tanda dari teks

tersebut.62

G.2 Dasar Penelitian

Secara umum, penelitian ini memiliki sentuhan pendekatan cultural

studies. Dalam pandangan cultural studies, ada tiga sendi yang saling berelasi

sehingga menjadi poin penting untuk memaknai segala aktivitas manusia dengan

segala karya-karyanya. Tiga sendi tersebut, yakni ekonomi, politik, dan budaya.

Tipe pendekatan cultural studies lebih banyak berangkat dari paradigma

kritis dekonstrusionisme dibandingkan konstruktivis. Meski demikian, dalam

cakupan studi komunikasi, pendekatan studi budaya cenderung lebih berada

dalam madzhab semiotik yang menekankan pada makna pesan, dibandingkan

madzhab proses yang lebih menekankan pada tahapan transmisi pesan dari

komunikator-komunikan.

Lebih khusus, penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika sosial

Theo Van Leeuwen. Pada semiotika sosial, Leeuwen banyak mengapresiasi

semiotika denotasi-konotasi dari Roland barthes dan dekonstruksi Derrida.

Semiotika sosial memberikan tools yang dapat digunakan untuk melihat iklan

dalam representasi dan kedalaman maknanya. Semiotika sosial dipilih karena

relevan dengan pilihan pendekatan interpretatif yang peneliti gunakan. Lebih

                                                            61 Lexy J. Moleong, 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda, hlm 6 

62 Piliang (2003), Op. cit., hlm 270. 

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

38  

  

daripada itu, semiotika yang digunakan meletakkan tanda dalam kemungkinan

maknanya yang dapat jadi bertingkat dan menganggap konteks sosial sebagai

ruang yang memiliki pengaruh pada level tekstual tanda.

Dijelaskan sebelumnya, bahwa konsep semiotika sosial di buat

berdasarkan pandangan Barthes, teks sebagai tanda—signification yang

maksudnya menunjuk hubungan aktif antara kedua tahap pemaknaan, yakni

signifier (penanda atau segi ekspresi) pada signified (petanda atau segi isi).

Menurutnya, petanda tidak harus selalu merujuk pada penanda yang dianggap

memiliki relasi umum dengannya. Oleh karenanya, tanda pada dirinya selalu

memiliki kemungkinan untuk mendapatkan pemaknaan yang bertingkat. Ditahap

awal, kata memainkan peranannya sebagai petanda yang memiliki penanda

tertentu. Makna dalam tahap ini, bersifat ultima yang kemudian Barthes

menyebutnya dengan istilah denotasi. Istilah denotasi (penandaan primer/ ultima)

dan konotasi (penandaan sekunder), yaitu sistem pertama (denotasi) menjadi

tempat ekspresi atau penandaan sistem kedua (konotasi). Namun ditahap kedua,

petanda yang tertanam dalam benak dapat menyembul kembali, dan keluar

menjadi penanda.

Penanda mengambil bentuk petanda sebelumnya, mengosongkan isinya,

dan memenuhi kembali dengan bentuk baru petanda yang memiliki kemungkinan

penanda yang lain. Dalam tahap inilah rantai penandaan yang disebut Barthes

sebagai konotasi memiliki peluang mengelabui, membenamkan mitos dan

ideologi dalam penandanya.

Apa yang dianggap sebagai ultima oleh Roland Barthes—sebenarnya tidak

pernah memiliki nilai esensial pada dirinya. Dalam pandangan Derrida, apa yang

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

39  

  

dianggap sebagai tanda tahap pertama yang denotatif oleh Barthes, hanya bahasa

kiasan untuk menyebut makna konotasi lainnya dalam mata rantai pemaknaan.

Tahap denotasi, adalah tahap konotasi yang berhasil menyelubungi dirinya

sebagai makna primer. Dari pandangan Derrida, kemudian Barthes bergerak

melampaui strukturalisme dan merayakan tanda sebagai sekedar makna konotasi

yang terus mencoba menjadi denotasi bagi penandanya.

Atas dasar tersebut, semiotika sosial Leeuwen hadir, tidak saja mengambil

pembendaharaan konsep Barthes yang sudah keluar dari strukturalisnya, namun

juga menambahkannya dengan item pemikiran lainnya yang dianggap relevan

untuk pengkajian tekstual.

Lebih dalam lagi, kemudian social semiotic kreasi Leeuwen lahir sebagai

pendekatan yang melihat semiotikus tidak sekedar dalam perannya serupa pecinta

tanda, yang mengintervensasi dan menganilisis apapun, dengan menempatkan

sumber-sumber lahirnya tanda dalam kepadatan makna yang siap dianalisis.

Makna adalah sesuatu yang dihayati, berada dalam ruang internal manusia yang

melakoni dan bergumul dengan tanda-tanda, hingga makna apapun yang dapat

dianggap padu pada tanda bisa jadi palsu.63

G.3 Ruang Lingkup Dan Fokus Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah iklan Gerindra. Karena tipe penelitian

ini bukan kuantitatif, maka tidak semua iklan Gerindra yang diteliti. Peneliti

hanya akan meneliti “permainan” tanda-tanda yang terdapat pada iklan Gerindra

versi garuda yang menggunakan media televisi, yang ditayangkan pada saat

                                                            63 Leeweun, T.2005. Introducing Social Semiotics. New York: Rouledge. Hlm 26 

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

40  

  

menjelang pemilu 2009. Inti dari permainan tanda yang dimaksud yaitu

mengkorelasikan “realitas iklan” dengan realitas sosial yang sebenarnya untuk

mencari nilai kebenaran pada iklan.

G.4 Unit Analisis Penelitian

Unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh teks pada iklan yang

meliputi (gambar, suara, dan kata-kata). Dengan demikian, teks tersebut dalam

susunan iklan merupakan tanda yang bersifat dominan dalam penelitian ini.

G.5 Sumber dan Cara Memperoleh Data

Penelitian ini menggunakan sumber informasi non manusia, yaitu

dokumen. Guba dan Lincoln mendefinisikan dokumen sebagai setiap bahan

tertulis ataupun film. Sedangkan menurut Faisal, yang disebut dokumen

(documents) ialah semua jenis rekaman atau catatan sekunder, seperti surat-surat,

memo atau nota, pidato-pidato, buku harian, foto-foto, kliping berita koran, hasil-

hasil penelitian, agenda kegiatan. Sebagai sumber data, dokumen dimanfaatkan

untuk menguji, menafsirkan, bahan untuk meramalkan. 64

Dalam penelitian ini, terdapat dua jenis data, yaitu data primer dan data

sekunder. Data perimer diperoleh dengan cara download data video dan

mengkliping artikel yang telah dipilih sesuai ruang lingkup penelitian, kemudian

menulis ulang naskah (editing)—baik secara redaksional maupun secara

subtansial. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui riset kepustakaan (studi

literatur), yaitu teknik pengumpulan data dengan mencari bahan-bahan referensi

                                                            64 Dalam Moleong, Op. cit., hlm 216. 

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

41  

  

lain—yang sesuai dengan konteks permasalahan penelitian—melalui berbagai

literatur: buku, majalah, Koran, jurnal, makalah, dan internet.

G.6 Teknik Analisa Data

Theo Van Leeuwen, tidak saja mengambil pembendaharaan Barthes yang

keluar dari ranah struktural. Lebih dari itu, Leeuwen juga mengembangkan

semiotika sosial, dengan menekankan pada empat dimensi utama, yaitu discourse,

genre, style, dan modality. Discourse merupakan bagian semiotika sosial yang

memfokuskan bagaimana sumber-sumber semantik digunakan untuk membangun

representasi dan kehadiran. Genre, berhubungan dengan penggunaan sumber

semiotik untuk menetapkan interaksi komunikatif yang berhubungan dengan

representasi baik dalam percakapan ataupun unsur komunikasi lain yang

memisahkan waktu dan jarak.

Style, bersangkut paut dan berhubungan secara langsung dengan gaya

hidup individu yang dipertontonkan dalam aktifitas komunikasi, yang secara

tersirat ataupun tersurat, menyatakan identitas dan nilai-nilai yang dianutnya.

Sedangkan modality, bagian yang mempelajari penggunaan-penggunaan semiotik

untuk menciptakan atau mengkomunikasikan kebenaran atau nialai-nilai realitas

dari representasi-representasi mereka, baik itu sebagai fakta atau fiksi,

membuktikan kebenaran atau dugaan, dan sebagainya.65 Berikut ini agar lebih

mudah membaca teknik analisa yang dipilih, peneliti jabarkan kerangka

konseptual discourse yang berasal dari semiotika sosial Theo Van Leeuwen.66                                                             65 Leeweun, T.2005. Op. cit., halaman 91. 

66  Kerangka  ini  diambil  dari  rangkuman  bacaan  peneliti,  yang  kemudian  dibentuk  kerangka konseptualnya, berdasarkan buku Leeweun, T.2005. Op. cit., halaman 93‐116. 

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

42  

  

Melalui analisis semiotika sosial Leeuwen, cakupan pembahasan pada

penelitian ini hanya akan memfokuskan pada tahap discourse. Bagi Leeuwen,

discourse merupakan sebuah versi dari realitas sosial plus ide-ide tentang serta

perlaku terhadap realitas tersebut. Langkah pertama, praktik sosial dapat

dipetakan dengan menggunakan media tanda panah tipe flowchart, dengan

memetakan berdasarkan elemen-elemen praktik sosial, yang terdiri dari aksi,

aktor, presentasi, cara, sumber, ruang dan waktu. Sedangkan untuk ide-ide dan

perilaku-perilaku dari pembuat teks, dianalis berdasarkan evaluasi, tujuan,

SEMIOTIKA SOSIAL

Modality Style Discourse Genre

Ide-ide Pembuat Teks Praktik Sosial

Legitimasi

Tujuan

Evaluasi Elemen-elemen Praktik Sosial : ‐ Aksi - Aktor ‐ Presentasi - Cara ‐ Sumber - Waktu ‐ Ruang

Penyusunan Ulang Eksklusi Substitusi Tambahan

Bagan 1.1 : Kerangka Konseptual Discourse

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

43  

  

maupun legitimasi kenapa teks tersebut dibuat. Peneliti dapat menggunakan salah

satu atau lebih analisa dari ide-ide dan perilaku teks tersebut. Berikut peneliti

cantumkan media tanda panah tipe flowchart67 yang ditemukan oleh Theo Van

Leuuwen;

Tabel 1.1: Contoh media tanda panah tipe flowchart Aktor Aksi Sumber Cara Presentasi Waktu Ruang

Praktik sosial 1 Praktik sosial 2 Praktik sosial 3 dst…….

Praktik sosial 1 Praktik sosial 2 Praktik sosial 3

Praktik sosial 1 Praktik sosial 2 Praktik sosial 3

Praktik sosial 1 Praktik sosial 2 Praktik sosial 3

Praktik sosial 1 Praktik sosial 2 Praktik sosial 3

Praktik sosial 1 Praktik sosial 2 Praktik sosial 3

Praktik sosial 1 Praktik sosial 2 Praktik sosial 3

Setelah memetakan praktik sosial berdasarkan elemen-elemen praktik

sosial, langkah kedua yang harus dilakukan peneliti adalah mengamati bagaimana

elemen-elemen tersebut ditransformasikan kedalam diskursus. Dalam hal ini,

peneliti melakukan analisa dari praktek-praktek sosial dengan cara mengamati

eksklusi, penyusunan kembali, tambahan, penggantian (substitusi) pada teks,

sehingga menemukan analisa kuat kenapa dengan membongkar tanda-tanda dapat

menemukan “kebenaran” dari sebuah discourse (diskursus).

Bagi Leeuwen, makna tanda harus dipandang sebagai tahap kedua yang

telah ideologis dan politis pada dirinya. Dengan demikian, analisis yang

sebenarnya membongkar tanda untuk menemukan makna pada tahap kedua dari

                                                            67 Model media  tanda  panah  tipe  flowchart,  diambil  dari  contoh‐contoh  kasus  diskursus  yang memetakan elemen‐elemen praktik sosial pada buku Leeuwen, T.2005. Op. cit., halaman 114. 

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/28679/2/jiptummpp-gdl-s1-2011... · 2016-04-29 · Berdasarkan data Kompas yang ... tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam

44  

  

perwajahan atau representasi yang ditampakkan menjadi tidak relevan. Ini karena,

tanda tahap kedua yang terus mencoba untuk menjadi tanda primer, mengalami

proses naturalisasi secara terus-menerus dalam sejarah, dan memanfaatkan

konteks situasi tertentu sebagai dasar dari pembentukannya sebagai yang primer

atau ultima pada dirinya sendiri.

Representasi tanda senantiasa hadir dalam regulasi-regulasi yang terus

mencoba membenamkan tanda konotasi sebagai ultima, dan menjadikan regulasi

itu sebagai jalan menaturalisasi tanda tahap kedua untuk menjadi ultima atau

primer. Representasi tersebut bekerja sebagai sebuah praktik yang berlangsung

dengan memanfaatkan pengetahuan (knowledge) dan praktik kuasa (power)

sekaligus, untuk memapankan tanda konotatif agar menjadi ultima di dalamnya.

Regulasi yang tercipta dari relasi sentral antara kekuasaan (power) di satu sisi dan

pengetahuan (knowledge) di sisi lainnya itulah, yang menjadi medan dimana

discourse bekerja.

Segala bentuk representasi tanda hanya dapat hadir dari dan melalui

medan discourse. Maka dari itu, tanda sebagai sebuah representasi hanya dapat

dipahami melalui pemahaman tentang regulasi dalam medan discourse. Makna

tanda muncul berdasarkan penciptaan (by design), bahkan pada tahap pemaknaan

yang dianggap paling ultima sekalipun. Makna tanda adalah sebuah praktik

produksi dan penciptaan terus-menerus mencoba mapan dalam sejarah.