BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111014_bab1.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111014_bab1.pdf ·...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan salah satu warisan leluhur. Karya sastra dibagi
menjadi dua yaitu karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra lisan salah
satunya yaitu folklor. Folklor merupakan warisan leluhur yang tersebar dalam
kehidupan masyarakat dari mulut ke mulut. Sedangkan karya sastra tulis dapat berupa
puisi, prosa ataupun cerita pendek.
Folklor adalah sebagian dari kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan
diwariskan secara turun-temurun diantara kolektif macam apa saja secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun disertai contoh dengan
gerak isyarat atau alat bantu pengingat (Danandjaja, 1997 : 2). Folklor yang berupa
karya sastra yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional dan disebarkan
adalah bentuk relatif tetap atau dalam bentuk baku disebarkan diantara kolektif
tertentu dalam waktu yang cukup lama disebut juga dengan cerita rakyat (Danandjaja,
1997 : 4).
Potter (dalam Endraswara 2009:28) sedangkan Yadnya (dalam Endraswara
2009:28) menjelaskan bahwa folklor adalah bagian kebudayaan yang bersifat
traditional, tidak resmi, dan nasional. Folklor adalah karya agung masalalu, baik lisan
ataupun tertulis yang amat berharga bagi generasi mendatang.
Endraswara ketika menjadi editor buku “Folklor Nusantara: Hakikat, Bentuk
dan Fungsi” mengatakan bahwa folklor memang sangat luas cakupannya, ritual-ritual
2
dapat saja diformat sebagai folklor. Kisah-kisah mistis banyak dikaitkan dengan
folklor. Bahkan di setiap wilayah ritual ini menjadi ciri folklor yang berkembang
luas. Sejauh ritual itu ada folklor yang masih berkembang luas. Folklor juga sering
berkaitan dengan sejarah para leluhur.
Senada dengan apa yang diutarakan Endraswara di atas bahwa folklor dapat
berkaitan dengan sejarah dan ritual-ritual. Salah satu folklor yang berkaitan dengan
hal tersebut adalah Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya. Cerita tersebut dituturkan
secara lisan dan masih terpelihara dengan baik di tengah-tengah masyarakat Desa
Majasto. Desa Majasto merupakan desa yang terletak di Kecamatan Tawangsari,
Kabupatan Sukoharjo.Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya dapat digolongkan
sebagai cerita lisan atau folklor.Permasalahan yang mendasari Cerita Rakyat Kyai
Ageng Sutawijaya sangatlah unik, yang di dalamnya terdapat sejarah runtuhnya
kerajaan Majapahit.Cerita rakyat tersebut sangat mempengaruhi perkembangan
masyarakat Desa Majasto baik dari segi agama, pola pikir maupun ekonomi. Cerita
tersebut terlahir dari cerita rakyat yang kemudianmelahirkan kepercayaan yang masih
diyakini dan dihormati oleh masyarakatnya, terutama masyarakat di lingkup daerah
yang sifatnya masih tradisional. Bagi sebagian besar masyarakat Desa Majasto, Cerita
Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya masih cukup dihormati dan dipercaya oleh warga
sekitar, utamanya kepercayaan mengenai cara pemakaman yang mana liang kuburnya
hanya sedalam lutut orang dewasa atau sekitar 50-70 cm. Makam tersebut adalah
makam yang tanahnya tidak berbau sehingga dinamakan Makam Bumi Arum.
Makam Kyai Ageng Sutawijaya merupakan tempat yang dianggap suci dan
dihormati, masyarakat mengunjungi untuk mendoakan arwahleluhurnya, tetapi tidak
3
sedikit masyarakat yang datang mengunjungi makam untuk memohon doa restu,
berkah, keselamatan, dan rejeki. Keberadaan makam Kyai Ageng Sutawijaya berada
di Makam Bumi Arum Majasto dipercaya sebagai leluhur masyarakat Majasto dan
merupakan keturunan dari Brawijaya V. Kyai Ageng Sutawijaya merupakan murid
dari Sunan Kalijaga dan Ki Ageng Pandanaran, atas perintahnya merakalah akhirnya
Kyai Ageng Sutawijaya bertapa di bukit Majasto yang kemudian membangun sebuah
masjid di bukit Majasto sebagai tempat ibadah untuk melakukan syair Islam bagi
masyarakat sekitar.(Sub Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Sukoharjo 2001: 7)
Penelitian tentu mempunyai manfaat, baik manfat secara teoritis maupun
praktis, sehingga dalam penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, antara lain
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah
mampu menggunakan dan memanfaatkan teori folklor untuk dapat mengetahui
bentuk dan isi yang terkandung dalam cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya,
fungsi cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya, makna/penghayatan cerita rakyat
Kyai Ageng Sutawijaya bagi masyarakat pendukungnya. Dengan demikian
penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan mengenai pendekatan teori
folklor bagi perkembangan sastra dan dapat dijadikan sebagai sumber ilmu bagi
penelitian selanjutnya.
4
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat mendokumentasikan Cerita Rakyat Kyai
Ageng Sutawijaya sebagai salah satu aset lisan Nusantara.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keberadaan
makam Kyai Ageng Sutawijaya di Desa Majasto Kecamatan Tawangsari.
c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang folklor
cerita Kyai Ageng Sutawijaya di Desa Majasto Kecamatan Tawangsari
sehingga dapat menambah wawasan tentang fungsi bagi masyarakat.
Penelitian terhadap makam Kyai Ageng Sutawijaya dengan kajian folklor
belum pernah dilakukan, adapun penelitian sebelumnya yang meneliti Makam Bumi
Arum Majasto adalah :
a. Wisata Religi Makam Bumi Arum Majasto, (studi kehidupan sosial religi
peziarah dan masyarakat Desa Majasto). Oleh Saleh, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2010.
b. Kompleks Masjid Ki Ageng Sutawijaya Majasto Tawangsari Sukoharjo
Jawa Tengah, (tinjauan historis). Oleh Anik Tri Wahyuni Jurusan Sejarah
dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab, Universitas Islam Negri Sunan
Kalijaga Yogyakarta Tahun 2007.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka judul dalam penelitian ini adalah
“CERITA RAKYAT KYAI AGENG SUTAWIJAYA DI DESA MAJASTO
KECAMATAN TAWANGSARI KEBUPATEN SUKOHARJO (Sebuah
Tinjauan Folklor)”
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk dan isi cerita Kyai Ageng Sutawijaya di Desa Majasto,
Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?
2. Bagaimanakah fungsi folklor cerita Kyai Ageng Sutawijaya bagi masyarakat
Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?
3. Bagaimanakah makna/penghayatan masyarakat Desa Majasto, Kecamatan
Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo terhadap keberadaan cerita rakyat Kyai
Ageng Sutawijaya?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan sebagian
berikut.
1. Mendeskripsikan bentuk dan isi cerita Kyai Ageng Sutawijaya di Desa
Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.
2. Menemukanfungsi folklor cerita Kyai Ageng Sutawijaya bagi masyarakat
Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.
3. Menemukanmakna/penghayatan masyarakat Desa Majasto, Kecamatan
Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo terhadap keberadaan cerita rakyat Kyai
Ageng Sutawijaya.
6
D. Batasan Masalah
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka
permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada usaha mendiskripsikan Cerita Rakyat
Kyai Ageng Sutawijaya untuk keperluan dokumentasi, bentuk, fungsi,
makna/penghayatan cerita bagi masyarakat pendukungnya, selain dinamika
perkembangan Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya, perlu mendeskripsikan
masyarakat Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo sebagai
pemilik dan pendukung cerita rakyat tersebut.
E. Teori
1. Hakikat Folklor
Folklor merupakan gabungan dari folk dan lore.Folk sama artinya dengan
sekelompok orang dan lore artinya adat atau tradisi. Folk adalah sekelompok orang
yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat
dibedakan dari kelompok-kelompok lainya. Ciri-ciri pengenal tersebut antara lain
berupa warna kulit yang sama, mata pencarian yang sama, bahasa yang sama, taraf
pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Ciri pengenal yang lebih penting lagi
adalah bahwa mereka memiliki suatu tradisi yaitu kebudayaan yang telah mereka
warisi turun-temurun.Sedangkan Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagaian kebudayaan
yang diwariskan turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai
dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Alan Dundees (Danandjaja
1997:1).
7
Folklor mengandung arti keyakinan atau kisah-kisah lama (tradisional)
mengenai rakyat, sekaligus juga bisa dimengerti sebagai studi atas kisah atau
keyakinan rakyat. Folklor adalah hasil kebudayaan kolektif yang tersebar dan
diwariskan turun temurun di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam
versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan
gerak isyarat atau alat membantu pengingat (Danandjaya 1997 :2).
Brunvand (dalam Hutomo, dalam Nyoman Kutha Ratna, 2011: 102)
membedakan folklor menjadi tiga macam, yaitu Folklor lisan (verba folklor), Folklor
setengah lisan (partly verba folklor), Folklor bukan lisan (nonverbal folklor). Secara
praktis ketiganya dapat dikenali melalui bentuk masing-masing yaitu oral (mentifact),
sosial (socifact), dan material (artifact). Folklor lisan terdiri atas :
1) Ungkapan tradisional (pepatah, peribahasa, semboyan)
2) Nyanyian rakyat (lir-ilir, bubui bulan, jamuran, dan lain sebagainya)
3) Bahasa rakyat (dialek, ulukan, sindiran, bahasa rahasia, bahasa remaja,
dan lain sebagainya)
4) Teka-teki (berbagai bentuk tanya jawab pada umumnya untuk mengasah
pikiran)
5) Cerita rakyat (mite, legenda, sage)
Folklor setengah lisan, diantaranya:
1) Drama rakyat (ketoprak, ludruk, wayang kulit, langendria, arja)
2) Tari (srimpi, maengket, pendet)
3) Upacara (kelahiran, perkawinan, kematian)
4) Permainan dan hiburan rakyat (sembunyi-sembunyian, teka-teki)
8
5) Adat kebiasaan (gotong royong, menjenguk orang sakit)
6) Pesta rakyat (sekaten, pesta kesenian Bali)
Folklor nonlisan, diantaranya:
1) Material (mainan, makanan, arsitektur, alat-alat music, pakaian, perhiasan,
obat-obatan, dan sebagainya)
2) Bukan material (bunyi music, bunyi gamelan, bunyi isyarat)
Penelitian folklor menurut Danandjaja meliputi tiga tahap yaitu penelitian
terhadap objek penelitian yang meliputi :
a. Tahap Pra penelitian di Tempat
Tahap ini merupakan tahap sebelum melakukan tahap penelitian,
yakni peneliti terjun langsung ke daerah yang akan dijadikan objek
penelitian dalam bentuk folklor maka harus mengadakan persiapan
yang matang. Ini akan lebih meminimalisir hambatan yang akan
terjadi saat penelitian.
b. Tahap Penelitian di Tempat Sesungguhnya
Tahap ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang harmonis
dengan informan, maka sebagai peneliti harus jujur, rendah hati dan tidak
bersikap menggurui. Sikap yang demikian membuat informan dengan
cepat menerima dan memberikan semua keterangan yang diperlukan.
Peneliti saat berada di lapangan harus bersikap jujur, rendah hati, dan
tidak sombong ataupun menggurui, sehingga tercipta hubungan yang
harmonis dengan informan. Cara yang digunakan untuk memperoleh
bahan folklor di tempat adalah melalui wawancara dengan informan dan
9
melakukan pengamatan. Sikap penulis dengan informan harus sopan agar
informan akan menerima peneliti dengan baik dan memberikan
keterangan selenggap-lengkapnya untuk data penelitian.
c. Cara Pembuatan Naskah Folklor Bagi Kearsipan
Sebelum kita membuat naskah bagi kerasipan maka harus
dipastikan bahwa folklor tersebut diakui dan dipercaya oleh masyarakat.
Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya diakui keberandaannya dan
dipercaya masyarakat sekitar. Folkor adalah sebagian kebudayaan yang
diwariskan secara turun temurun dan jika folkor itu belum di akui atau
dipercaya oleh masyarakat, maka bukan termasuk cerita rakyat.
Masyarakat Desa Majasto sebagai pemilik cerita tersebut masih
melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang timbul
karena adanya cerita tersebut.
Menurut Danandjaja setiap naskah koleksi folklor harus
mengandung tiga bahan teks bentuk folklor yang di kumpulkan, konteks
teks yang bersangkutan, pendekatan dan penilaian informasi serta
pengumpulan folklor. James Danandjaja, (1984) menerangkan bahwa
folklor terdiri dari dua bentuk yaitu folklor lisan dan folklor sebagian
lisan. Adapun bentuk folklor lisan terdiri dari :
a) Bahasa rakyat, yaitu bentuk folklor Indonesia yang termasuk dalam
bahasa rakyat berupa logat atau dialek bahasa-bahasa Nusantara.
b) Ungkapan tradisional, yakni dalam bentuk folklor semacam ini
adalah peribahasa(peribahasa yang sesungguhnya, peribahasa tidak
10
lengkap kalimatnya, peribahasa perumpamaan) dan ungkapan
(ungkapan yang mirip peribahasa).
c) Pertanyaan tradisional, yakni lebih dikenal sebagai teka-teki
merupakan pertanyaan yang bersofat tradisional dan mempunyai
jawaban yang tradisional pula.
d) Sajak dan puisi rakyat, yakni folklor lisan yang memiliki
kekhususan, kalimatnya tidak berbentuk bebas, tetapi terikat. Sajak
dan puisi rakyat merupakan kesusastraan yang sudah tertentu
bentuknya, baik dari segi jumlah larik maupun persajakan yang
mengakhiri setiap lariknya. Yang termasuk ke dalam jenis adalah
peparikan, rarakitan, wawangian, serta tembang berpupuh (sinom,
dhandanggula, dan seterusnya) juga termasuk mantra.
e) Cerita prosa rakyat, yaitu jenis folklor yang banyak diteliti oleh para
ahli. Menurut Bascom (1965:44), dalam Danandjaja, 1984:50),
cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu mite
(myth), legenda (legenda, dan dongeng (folklor)
f) Nyanyian rakyat menurut Bruvand (1963 : 130, dalam Dhanandjaja,
1984 : 141) adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri
atas kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan diantara anggota
kolektif tertentu, berbentuk tradisional serta mempunyai banyak
varian.
Folklor berbentuk sebagian lisan antara lain mempunyai kepercayaan rakyat,
yang sering kali juga disebut takhayul. Takhayul adalah kepercayaan yang oleh orang
11
berpendidikan Barat dianggap sederhana, bahkan pander, tidak berdasarkan logika,
sehingga secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya (Danadjaja,
1984 : 153).
2. Pengertian Cerita Rakyat
Cerita rakyat yang pada umumnya dianggap sebagai cerita fiktif semata,
ternyata kadang-kadang dipandang mengandung kebenaran faktual. Sastra rakyat
dalam arti folklor tidak mempunyai naskah seperti adanya. Kelisanan ini adalah salah
satu ciri penting dari cerita rakyat. Cerita rakyat sebagai cerita lisan terdapat baik di
masyarakat, yang tan-aksara, maupun dari masyarakat yang beraksara. Pada
masyarakat tan-aksara pemeliharaan cerita lisan itu lebih baik daripada
masyarakat beraksara. Pada orang-orang yang tan-aksara, cerita lisan berlangsung
pada jantung lingkungan yang menimbulkannya, belum digali oleh hal lain, fungsinya
yang utama belum diambil alih oleh dokumen tertulis seperti halnya dalam
masyarakat yang telah menghargai tulis-menulis (Vansina, 1972:2 dalam Rusyana,
1981:16).
Ciri lain dari cerita rakyat adalah ketradisiannya. Cerita rakyat sebagai bagian
dari folklor merupakan bagian dari persediaan cerita yang telah lama hidup dalam
tradisi suatu masyarakat. Cerita rakyat merupakan cerita yang telah diceritakan
kembali diantara orang-orang yang berada dalam beberapa generasi, sehingga cerita
rakyat berkenaan dengan masa lalu. Cerita rakyat sebagai bagian dari folklor
mengandung survival, yaitu sesuatu yang masih terdapat dalam budaya masa kini
12
sebagai peninggalan dari masa-masa sebelumnya (Winick,1956: 517 dalam Rusyana,
1981:17).
Cerita rakyat sebagai bagian yang diturunkan dari generasi ke generasi dan
disebarkan pada sesama anggota masyarakat, bersifat anonim yaitu tidak diketahui
siapa yang menciptakannya. Secara keseluruhan cerita rakyat diartikan sebagai
cerita lisan yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat. Dengan kata lain
cerita rakyat adalah cerita lisan yang berkembang pada generasi dalam suatu
masyarakat (Rusyana, 1981:17).
Cerita rakyat adalah suatu karya sastra yang lahir dan berkembang dalam
masyarakat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap, atau dalam
bentuk baku disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup
lama.(Danandjaja,1997:4).
3. Ciri-Ciri Cerita Rakyat
Danandjaja (1997 : 3-4) berpendapat bahwa cerita rakyat selalu mengalami
perubahan dari jaman ke jaman, bahkan akan berbeda dari penutur satu dengan
penutur yang lain, meski mereka dari kelompok yang sama.Cerita rakyat mempunyai
beberapa ciri yang membedakan dari kesusastraan secara tertulis, sebagai berikut :
1. Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan yaitu disebarkan dari
mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.
2. Cerita rakyat memiliki versi yang berbeda-beda karena penyebarannya secara
lisan.
13
3. Cerita rakyat bersifat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap
atau dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu
yang cukup lama.
4. Cerita rakyat anonim karena pengarangnya tidak diketahui lagi, maka cerita
rakyat telah menjadi milik masyarakat pendukungnya.
5. Cerita rakyat selalu menggunakan bentuk berpola yaitu menggunakan kata-
kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan dan mempunyai
pembukaan dan penutupan yang baku. Gaya ini berlatar belakang kultus
terhadap peristiwa dan tokoh utamanya.
6. Cerita rakyat mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif, yaitu sebagai
sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan
terpendam.
7. Cerita rakyat mempunyai sifat-sifat prologis, dalam arti mempunyai logika
tersendiri, yaitu tentu saja lain dengan logika umum.
8. Cerita rakyat menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Dasar anggapan
ini sebagai akibat sifatnya yang anonim.
9. Cerita rakyat bersifat polos dan lugu, sehingga sering kali kelihatan kasar,
terlalu spontan.
14
4. Bentuk Cerita Rakyat
Menurut William R. Bascom dalam Danandjaja (1997 : 50) membagi cerita
prosa rakyat menjadi:
1. Mite merupakan cerita prosa rakyat yang di anggap benar-benar terjadi serta
dianggap suci oleh yang empunya cerita, mengandung tokoh-tokoh dewa atau
setengah dewa. Tempat terjadinya di tempat lain dan masa terjadinya jauh di
masa purba. Mite pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta,
dunia, manusia pertama, terjadinya maut.
2. Legenda adalah cerita yang mengandung ciri-ciri hampir sama dengan
mite, namun legenda bersifat sekuler. Terjadi pada masa yang belum begitu
lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal. Tokoh dalam legenda
tidak disakralkan oleh pendukungnya. Tokoh merupakan manusia biasa yang
mempunyai kekuatan-kekuatan gaib, tempat terjadinya di dunia kita. Legenda
tidak setua mite. Legenda menceritakan terjadinya tempat, seperti : pulau,
gunung, daerah/desa, danau/sungai, dan sebagainya.
3. Dongeng adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi dan
tidak terikat oleh ketentuan tentang pelaku, waktu dan tempat. Dongeng
hanyalah cerita khayalan belaka.
5. Fungsi Cerita rakyat
Menurut Bascom dalam Danandjaja, 1997 : 19), fungsi cerita rakyat sebagai
folklor adalah sebagai berikut :
15
1. Sebagai system proyeksi (projective system) yakni sebagai alat pencerminan
angan-angan suatu kolektif. Fungsi ini dapat diwujudkan salah satunya
dengan sarana pengukuhan tempat keramat.
2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata lembaga kebudayaan. Fungsi ini
dapat terwujud oleh lembaga yang pada saat ini terus menggali dan
menyelamatkan kebudayaan yang hampir punah dengan bentuk cagar budaya
ataupun bentuk lainya.
3. Sebagai alat pendidikan anak.
4. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat selalu
dipatuhi anggota kolektifnya.
6. Mitos
a. Pengertian Mitos
Mitos adalah suatu cerita yang benar-benar menjadi milik mereka yang paling
berharga, karena merupakan suatu yang suci, bermakna dan menjadi contoh model
bagi tindakan manusia. Mitos bukan hanya merupakan pemikiran intelektual dan
bukan hasil logika, tetapi terlebih dulu merupakan orientasi spiritual dan mental yang
berhubungan dengan illahi (Hari Susanto 1987 : 9)
Mitos berpijak pada fungsi mitos tersebut dalam kehidupan manusia. Mitos
buka hanya sekedar cerita mengenai kehidupan dewa-dewa, nemun mitos merupakan
cerita yang mampu memberikan arah dan pedoman tingkah laku manusia sehingga
bersikap bijaksana (Peursen, 1976 : 42).
16
b. Fungsi Mitos
Mitos merupakan sebuah cerita yang memberikan arahan atau penduan kepada
sekelompok orang. Cerita ini dapat dituturkan tetapi juga dapat diuangkapkan tewat
tarian atau pementasan wayang (Van Peursan, 2007 : 37).
Fungsi mitos menurut Van Peursen, yaitu :
1. Suatu mitos dapat menyadarkan manuasia bahwa kekuatan-kekuatan ajaib,
suatu mitos tidak memberikan bahan informasi mengenai kekutan-kekuatan
itu. Tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai
kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan sukunya.
2. Mitos memberi jaminan bagi masa kini. Misalnya pada bulan Sura, dilakukan
suatu ritual tertentu atau upacara-upacara dengan berbagai tarian. Karena pada
jaman dahulu bila itu dilanggar akan terjadi suatu bencana entah gagal panen
atau bencana yang lainya.
3. Suatu mitos memberikan pengetahuan tentang dunia, artinya fungsi ini mirip
dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pemikiran modern,
misalnya cerita-cerita terjadi langit dan bumi.
17
F. Sumber Data
Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah Cerita Rakyat
Makam Kyai Ageng Sutawijaya. Sumber data utama melalui catatan tertulis maupun
melalui audio dan vidio serta pengambilan foto dan film. (Moleong, 2005:135)
Sumber data dalam penelitian dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer
dan sumber data sekunder.
a. Sumber data primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan yang mengetahui
tentang Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya antara lain Juru Kunci, Pak Lurah
Desa Majasto, Perangkat desa, dan pengunjung makam Kyai Ageng Sutawijaya.
Dengan demikian, peneliti melakukan pengamatan secara langsung dan
wawancara ditempat, hasil pengamatan dan wawancara tersebut berupa catatan
dan rekaman.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitiaan ini adalah referensi maupun buku-buku
yang relevan dangan topik penelitian.
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data
primer dalam penelitian ini adalah segala informasi dari informan yag
menceritakan tentang Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya baik dari pihak
masyarakat sekitar atau masyarakat pendatang serta fungsi Cerita Rakyat Kyai
Ageng Sutawijaya tersebut bagi masyarakat pendatang yang berkunjung di
18
tempat tersebut. sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah informasi-
informasi pendukungnya, foto-foto, catatan lapangan, serta hasil referensi tertulis
yaitu buku-buku yang berkaitan dengan cerita rakyat dan sasrta lisan, yang di
jadikan sebagai data pelengkap dalam penelitian.Setelah mendapatkan data lisan
berupa tuturan hasil wawancara, data tersebut kemudian ditranskrip.
G. Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian folklor. Sifat penelitian diskriptif
kualitatif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang
memiliki arti lebih dari sekedar angka atau frekuensi. Peneliti menekankan catatan
yang menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data.
Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data desktiptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati
(Moleong, 2007 : 4).
Penelitian cerita rakyat ini dilakukan dengan terjun langsung kelapangan, dan
peneliti secara langsung mendata, memproses dan menganalisinya. Dapat dikatakan
bahwa peneliti adalah kunci utama dalam penelitian, sehingga peneliti harus teliti
agar dapat tercapai penelitian yang akurat tentang Cerita Rakyat Kyai Ageng
Sutawijaya yang berkembang di Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten
Sukoharjo.
Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan tujuan memperoleh gambaran atai
deskripsi dari objek yang dikaji. Karena dalam wawancara nantinya akan terdapat
19
rekaman-rekaman, foto-foto lokasi, dan lain-lain. Ciri-ciri terpenting metode
kualitatif adalah sebagai berikut.
1) Memberikan perhatian utama pada makna pesan, sesuai dengan
hakikat objek, yaitu sebagai studi cultural.
2) Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan objek penelitian,
subjek peneliti sebagai instrument utama, sehingga terjadi interaksi
langsung diantaranya.
3) Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek
peneliti sebagai instrument utama, sehingga terjadi interaksi langsung
diantaranya.
4) Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian
bersifat terbuka.
5) Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks budaya masing-
masing.(Ratna (2008: 47-48)
Selain itu dengan penelitian deskriptif kualitatif ini akan memperoleh berbagai
informasi kualitatif dengan deskripsi yang penuh nuansa yang lebih berharga dari
sekedar angka atau jumlah dalam bentuk angka (Sutopo, 1988:9).
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari,
Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Peneliti mengambil lokasi Desa
Majasto dengan pertimbangan bahwa Desa Majasto merupakan tempat keberadaan
makam Kyai Ageng Sutawijaya.
20
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian disamping perlu menggunakan metode yang tepat, peneliti
juga memerlukan memilih teknik yang tepat dan alat pengumpul data yang relevan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
tiga metode sebagai berikut :
a. Teknik Observasi (pengamatan)
Teknik observasi (pengamatan) ini diketahui oleh informan.
Informan dengan sukarela memberikan kesempatan peneliti untuk
mengamati peristiwa yang terjadi.Dalam penelitian lapangan pengamatan
dimanfaatkan sebaik-baiknya. Seperti yang di katakan Guba dan Lincoln
(1981 : 191-193) adalah :
1) Teknik pengamatan ini dapat berlangsung didasarkan atas pengalaman
secara langsung.
2) Teknik ini dapat terlaksana dengan melihat dan mengamati suatu
kejadian kemudian mencatat apa yang telah diamati.
3) Pemanfaatan memungkinkan mencatat peristiwa dalam situasi yang
berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang
diperoleh dari data.
4) Sering kali terjadi keraguan peneliti akan kebenaran data yang didapat.
5) Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami
situasi-situasi yang rumit.
21
6) Dalam kasus-kasus tertentu teknik komunikasi lainya tidak
dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat
bermanfaat.
Observasi ini dilakukansecara langsung terhadap peristiwa yang
sesuai dengan kondisi lingkungan di lokasi penelitian yang diamati.
Teknik observasi (pengamatan) digunakan untuk mengetahui data yang
berhubungan dengan cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya, sikap
masyarakat dan perilaku interaksi sosial antar anggota masyarakat. Selain
teknik observasi, digunakan teknik pencatatan. Teknik pencatatan
digunakan untuk menyusun data dan informasi yang diperoleh dari hasil
pengamatan mengenai cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya. Kegiatan
observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terbagi menjadi
dua tahap, yaitu tahap pertama berupa observasi awal (survey) yang berisi
dengan kegiatan pengecekan lokasi dan sasaran penelitian dan tahap
kedua sebagai penelitian inti dengan kegiatan pengumpulan bahan dan
data yang dibutuhkan dalam pembahasan masalah. Objek yang
diamati atau diobservasi meliputi:
1. Kondisi fisik lokasi penelitian, yang meliputi letak dan kondisi
geografis desa beserta pembagian wilayah dan jumlah penduduknya.
2. Kondisi sosial masyarakat desa yang meliputi pendidikan, mata
pencaharian masyarakat, dan kehidupan keagamaan. Proses
observasi dimulai dengan melakukan survei awal yaitu melakukan
pengamatan langsung terhadap masyarakat Desa Majasto, dan
22
dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan subjek yang berkaitan
dengan objek atau sasaran penelitian.
b. Teknik Wawancara
Teknik wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari narasumber. Wawancara
dalam penelitian ini bertujuan menyimpulkan keterangan yang ada pada
kehidupan dalam suatu masyarakat serta pendirian mereka merupakan
suatu alat pembantu metode observasi langsung. (Koentjaraningrat, 1983 :
129).Wawancara dalam keadaan informal, yakni dalam suasana santai,
pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam
kehidupan sehari-hari. Wawancara dilakukan secara terstruktur namun
terdapat pengambangan.Pada metode ini pertanyaan diajukan secara lisan,
pengumpul data bertatap muka dengan narasumber. (Sanapiah Faisal,
2008 : 52).
Dalam hal ini memilih informan yang dianggap menguasai dan
dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang jelas. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviwee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Adapun informan yang di
anggap menguasai dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data antara
lainJuru Kunci, Pak Lurah Desa Majasto, Perangkat desa, dan pengunjung
23
makam Kyai Ageng Sutawijaya. Langkah-langkah yang digunakan dalam
teknik wawancara adalah.
1. Menentukan lokasi.
2. Menentukan informan yang akan dijadikan sebagai sumber
informasi.
3. Menentukan waktu wawancara.
4. Membuat daftar pertanyaan wawancara. Memilih informan yang
dianggap menguasai dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
yang jelas. Informan yang dipilih adalah juru kunci, modin dan
sesepuh desa, karena secara umum mereka yang mengetahui secara
pasti tentang folklor cerita Kyai Ageng Sutawijaya.
c. Content Analysis
Suatu metode pengumpulan data versi tulis dengan cara mencari buku-
buku, dokumen yang relevan dengan cerita rakyat Kyai Ageng
Sutawijaya, membaca buku hasil penelitian atau sumber informasi lainya
yang berhubungan dengan topik pembahasan yang nantinya dapat
membantu proses pengumpulan data dan pembahasan masalah yang
terkait.Pengumpulan data perlu mencantumkan data hasil wawancara
maupun pengamatan, karena untuk mendapatkan perbedaan-perbedaan
yang terdapat yang terdapat di dalam hasil wawancara untuk di ambil data
yang paling akurat. Mencatat data hasil wawancara dan pengamatan perlu
24
diperhatikan perbedaan antara data sebenarnya dengan hasil interpretasi
sebagai seorang peneliti.
4. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini cerita lisan mengenai cerita rakyat Kyai Ageng
Sutawijaya yang berada di Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten
Sukoharjo ini dijadikan sebagai populasi penelitian karena terlait dengan cerita asal-
usul cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya. Daerah tersebut memiliki populasi yang
tinggi. Dalam penentual sampel dalam populasi tersebut digunakan cara purposive
Sampling (penentuan sampel). Dalam Purposive Sampling subyeknya didasarkan atas
diri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut dengan ciri-ciri
sifat populasi itu sendiri (Hadi, 1982: 29) Populasi dalam penelitian ini adalah
penduduk Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian secara
langsung yang mewakili populasi secara keseluruhan. (Subroto, 1992: 25). Adapun
sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tehnik purposive
sampling. Maksud dari sampling ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi
dari berbagai macam sumber dan bangunannya (Moleong, 2007:224).
Tujuan dari teknik sampling seperti yang dikatakan oleh Moleong,(2007:224)
adalah :
a. Merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan konteks unik.
b. Menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori
yang muncul.
25
Metode pengumpulan dan sampel menggunakan teknik purposive
sampling.Dalam purposive sampling subyeknya didasarkan atas dari atau sifat-sifat
tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut dengan ciri-ciri sifat populasi itu
sendiri (Hadi, 1982:29). Sampel dalam penelitian ini informan yang dianggap bisa
mewakili pendapat dan keterangannya. Masyarakat yang berhubungan dengan
upacara adat dipilih beberapa sampel untuk mewakili kelompoknya sebanyak 6
informan.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan cara untuk mendapatkan hasil penelitian yang
sistematis dari hasil perolehan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Perolehan data tersebut diorganisasi menjadi satu untuk dipakai dan
interpretasikan sebagai bahan temuan untuk menjawab permasalahan penelitian
(Milles dan Huberman dalam Rohidi 1992:95). Analisis data merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pengumpulan data. Data dan informasi yang berhasil
dikumpulkan secara berkelanjutan ditafsirkan maknanya. Data dianalisis dengan
teknik analisis deskriptif, yakni analisis yang dilakukan untuk memaparkan data
hasil kualitatif. Analisis ini tidak berkaitan dengan angka-angka akan tetapi
berkaitan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang dipisah-pisahkan menurut
kategori untuk memperoleh kesimpulan. Data yang diperoleh dari penelitian
berupa teks lisan dan foto tentang folklor makam Kyai Ageng Sutawijaya. Data
tersebut kemudian diolah menjadi sebuah teks tulis dan dianalisis sesuai dengan
rumusan masalah yang akan dianalisis. Dalam menganalisis data peneliti
26
menggunakan tiga komponen yaitu seleksi data, penyajian data, dan penyimpulan
data.
a. Seleksi Data
Seleksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan,
dan abstraksi data kasar yang ada pada lapangan. Proses ini
berlangsung selama penelitian. Seleksi data dimulai sejak peneliti
mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, pemilihan
kasus, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan, dan tentang
pengumpulan data yang dipakai. Pada saat pengumpulan data
berlangsung, data reduction berupa catatan-catatan singkat,
memutuskan tema dan batasan-batasan permasalahan.
b. Pemaparan Sajian Data
Teknik pemaparan hasil analisis data merupakan langkah terakhir
setelah analisis data. Teknik pemaparan hasil analisis data adalah
cara merangkai data-data yang telah terkumpul, melewati proses
analisis data sehingga menjadi kesimpulan deskriptif yang disusun
secara sistematis dan kronologis. Teknik pemaparan ini dimaksudkan
untuk mendeskripsikan kesimpulan mulai dari bagian awal hingga akhir,
sehingga masing-masing bagian dari pokok kajian penelitian dapat
dilihat sebagai suatu sistem, saling mengisi, dan melengkapi. Hasil
analisis penelitian ini berusaha mendapatkan kesimpulan tentang
suatu masalah yang sedang diteliti berdasarkan berbagai informasi
27
yang terkait dengan masalah tersebut. Penelitian ini diharapkan akan
memperoleh hasil penelitian mengenai bentuk atau isi cerita rakyat,
fungsi penghayatan masyarakat terhadap folklor.
c. Penarikan Kesimpulan
Penyimpulan data, diperoleh setelah peneliti melakukan wawancara
dengan narasumber tentang folklor cerita makam Kyai Ageng Sutawijaya
di Desa Majasto dan mendeskripsikannya ke dalam tulisan. Langkah
terakhir dalam proses analisis data adalah melakukan penarikan
kesimpulan (verifikasi). Pada penarikan kesimpulan peneliti harus
melampirkan foto–foto dan konfigurasi-konfigurasi yang semua
merupakan satu kesatuan yang utuh, yang ada kaitannya dengan alur,
sebab akibat dan proposi masalah yang sedang dikaji yaitu folklor
cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya.
6. Validitas Data
Kualitas dan keabsahan data dalam penelitian dapat ditingkatkan kualitasnya
dengan memakai sistem triangulasi data yaitu, teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagian pembandingan terhadap data lain. Triangulasi data adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu (Moleong,
1989:79). Triangulasi data yaitu mengumpulkan data sejenis dari berbagai sumber
28
data yang berbeda (Patton dalam Sutopo, 1988:32). Dengan demikian kebenaran data
yang satuakan diuji atau dibandingkan dengan data yang lain dari sumber data yang
lain, sehingga bisa dihasilkan data yang valid.
Langkah kerja teknik ini adalah membandingkan balik tingkat kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
kualitatif. Menurut Patton dalam Moleong, 2007:331, Hal itu dapat dicapai dengan
cara :
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
b. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dan apa yang
dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan
menengah atau tinggi, orang pemerintahan.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Sebelum penulis terjun langsung ke lapangan, penulis melakukan survai
lapangan terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan untuk mencari informan yang
tersebar di Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo. Penelitian
yang dilakukan di lapangan, mendapatkan berbagai informasi tentang Kyai Ageng
Sutawijaya, tetapi banyak kesamaan data yang didapatkan.
29
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Batasan Masalah
E. Teori
F. Sumber Data
G. Metode dan Teknik
H. Sistematika Penulisan
BAB IIPEMBAHASAN
A. Profil Masyarakat Desa Majasto
B. Isi dan Bentuk Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya
C. Fungsi Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya
D. Makna/Penghayatan Masyarakat
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN