BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara...

60
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertahanan negara adalah upaya untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer serta ancaman bersenjata terhadap keutuhan bangsa dan negara (Dephan, 2010). Terlahir dari perjuangan bangsa Indonesia, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) memberikan kontribusinya sesuai kemampuan, kompetensi, dan profesinya yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam rangka menegakan kedaulatan serta keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Mabes TNI AD, 2005). Salah satu unsur yang menetukan keberhasilan dari tegaknya kedaulatan Negara adalah kualitas dari seorang prajurit TNI AD. Kualitas fisik ditentukan oleh tiga hal yaitu ukuran bobot manusia, masukan untuk bobot manusia serta daya tahan fisik. Masukan gizi yang cukup kuantitas dan kualitasnya, diperlukan untuk pembangunan, baik fisik maupun mental (Depkes, 1991). Kesehatan militer merupakan upaya kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna baik di lingkungan darat, laut dan udara. Salah satu kesehatan kerja militer adalah gizi prajurit dilapangan yang mencakup kebutuhan gizi prajurit, gizi prajurit dalam latihan, gizi prajurit dalam pertempuran (Kesad,2010). Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, mutlak diperlukan sejumlah zat gizi yang harus didapatkan dari makanan dalam jumlah sesuai dengan yang dianjurkan setiap harinya (Karyadi dan Muhilal, 1996). Kecukupan asupan kalori dan gizi serta kondisi kesehatan para 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertahanan negara adalah upaya untuk menegakkan kedaulatan

negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI), dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer

serta ancaman bersenjata terhadap keutuhan bangsa dan negara

(Dephan, 2010).

Terlahir dari perjuangan bangsa Indonesia, Tentara Nasional

Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) memberikan kontribusinya sesuai

kemampuan, kompetensi, dan profesinya yang berdasarkan Pancasila

dan UUD 1945 dalam rangka menegakan kedaulatan serta keutuhan

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Mabes TNI AD, 2005).

Salah satu unsur yang menetukan keberhasilan dari tegaknya

kedaulatan Negara adalah kualitas dari seorang prajurit TNI AD. Kualitas

fisik ditentukan oleh tiga hal yaitu ukuran bobot manusia, masukan untuk

bobot manusia serta daya tahan fisik. Masukan gizi yang cukup kuantitas

dan kualitasnya, diperlukan untuk pembangunan, baik fisik maupun

mental (Depkes, 1991).

Kesehatan militer merupakan upaya kesehatan yang dilakukan

untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri

terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna baik di lingkungan

darat, laut dan udara. Salah satu kesehatan kerja militer adalah gizi

prajurit dilapangan yang mencakup kebutuhan gizi prajurit, gizi prajurit

dalam latihan, gizi prajurit dalam pertempuran (Kesad,2010).

Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, mutlak diperlukan

sejumlah zat gizi yang harus didapatkan dari makanan dalam jumlah

sesuai dengan yang dianjurkan setiap harinya (Karyadi dan Muhilal,

1996). Kecukupan asupan kalori dan gizi serta kondisi kesehatan para

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

2

prajurit menjadi sangat penting agar mereka memiliki kemampuan dan

keahlian untuk berlatih dan bertempur dengan baik (Chrisnandi, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Anggraeni, 2010 mengenai tingkat

konsumsi energi dan protein dengan status gizi siswa Pusdik Armed

Cimahi menyatakan bahwa 45 orang (94,7%) memiliki tingkat konsumsi

energi baik, 44 orang (93,6%) memiliki tingkat konsumsi protein baik, 45

orang (95,7%) status gizinya normal dan 2 orang (4,3%) status gizinya

kurang baik.

Prajurit pada hakekatnya telah mengenal arti dan guna makanan

secara harfiah, tetapi pada dasarnya prajurit belum meyadari sepenuhnya

kepentingan makanan dalam menyusun pertumbuhan dan perkembangan

fisiknya. Karena itu dalam penyelenggaraan penyediaan makanan,

kebutuhan masyarakat akan makanan perlu dipadukan dengan pola

kebiasaan makan dan sosial budaya klien, sehingga makanan perlu

dipadukan dengan pola kebiasaan makanan yang disajikan dapat diterima

klien (Mukrie, 1990).

Prinsip yang mendasari dalam penyelenggaraan makanan institusi

dan harus dipertimbangkan adalah menyediakan makanan sesuai dengan

jumlah dan macam zat gizi yang diperlukan konsumen secara

menyeluruh, dipersiapkan dengan citarasa yang tinggi, dilaksanakan

dengan cara kerja yang memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang

layak.(Mukrie, 1990).

Dari hasil penelitian Fathonah, 2003 mengenai persepsi siswa

terhadap cita rasa dengan daya terima makan siang di asrama Wing Dik

Tekkal TNI AU Lanud Husein Sastranegara,menyatakan bahwa 46.03%

dari 63 siswa menyatakan cita rasa nya kurang baik dikarenakan kurang

bumbu, variasi makanan kurang dan besar porsi kurang sesuai.

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Handayani, 2003 mengenai

hubungan antara kualitas makanan dengan asupan energi dan protein

siswa Wing Dik Tekkal TNI AU Lanud Husein Sastranegara, menyatakan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

3

bahwa asupan energi dan proteinnya 32 orang (50,8%) baik dan 31 orang

(49,2%) kurang.

Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi merupakan institusi

militer sebagai satuan operasional Brigif 15 Kujang II . Dalam

memenuhi kebutuhan gizi prajuritnya, maka Batalyon Infanteri 310/KK

Cikembar Sukabumi menyelenggarakan makanan institusi bagi Bintara

dan Tamtama yang tinggal di asrama/barak yang dilaksanakan secara

swakelola. Tetapi, tidak semua prajurit remaja yang tinggal dibarak

mengambil jatah makannya dari dapur umum. Hal itu terjadi karena

kejenuhan dari menu yang disediakan di dapur umumnya. Kejenuhan

menu yang ada akan berdampak pada tidak mau makan sehingga akan

mempengaruhi asupan zat gizi prajurit remaja tidak sesuai dengan

kebutuhannya.

Dengan adanya hal tersebut diatas dan belum pernah dilakukan

penelitian sebelumnya dengan judul dan sampel yang sejenis, maka

penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang hubungan antara

cita rasa makan siang yang disajikan dengan asupan energi dan asupan

protein Prajurit Remaja Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalahnya

apakah ada hubungan antara cita rasa makan siang yang disajikan

dengan asupan energi dan asupan protein Prajurit Remaja Batalyon

Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi Tahun 2011?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

hubungan antara cita rasa makan siang yang disajikan dengan

asupan energi dan asupan protein Prajurit Remaja Batalyon Infanteri

310/KK Cikembar Sukabumi.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

4

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui gambaran umum (latar belakang, struktur

organisasi, dan jumlah prajurit) Batalyon Infanteri

310/KK Cikembar Sukabumi;

1.3.2.2 Mengetahui gambaran penyelenggaraan makanan

asrama di Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar

Sukabumi yang meliputi jumlah konsumen, pola menu,

pola makan, standar porsi, siklus menu, dana dan

tenaga;

1.3.2.3 Mengetahui karakteristik Prajurit Remaja Batalyon

Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi meliputi umur,

pangkat, tinggi badan, berat badan;

1.3.2.4 Mengetahui gambaran mengenai penilaian sampel

terhadap cita rasa makan siang dari segi penampilan

yang meliputi warna, konsistensi, besar porsi, bentuk,

penyajian makanan yang disajikan;

1.3.2.5 Mengetahui gambaran mengenai penilaian sampel

terhadap cita rasa makan siang dari segi rasa yang

meliputi suhu, tekstur, aroma, bumbu, dan tingkat

kematangan makanan yang disajikan;

1.3.2.6 Mengetahui asupan energi sampel;

1.3.2.7 Mengetahui asupan protein sampel;

1.3.2.8 Mengetahui hubungan antara cita rasa makan siang

yang disajikan dengan asupan energi sampel;

1.3.2.9 Mengetahui hubungan antara cita rasa makan siang

yang disajikan dengan asupan protein sampel.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terbatas mengenai hubungan antara cita

rasa makan siang yang disajikan dengan asupan energi dan asupan

protein Prajurit Remaja Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana belajar untuk

mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dalam perkuliahan dan dapat

meningkatkan pengetahuan tentang penyelenggaraan makanan

institusi, khususnya di lingkungan Batalyon Infateri 310/KK Cikembar

Sukabumi.

1.5.2 Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

masukan kepada institusi Batalyon Infateri 310/KK Cikembar

Sukabumi mengenai hubungan antara cita rasa makan siang yang

disajikan dengan asupan energi dan asupan protein Prajurit Remaja

Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi.

1.5.3 Bagi Sampel

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan

kesadaran tentang pentingnya asupan gizi yang sesuai dengan

kebutuhan untuk mendapatkan fisik yang tangguh, produktifitas yang

tinggi, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima.

1.5.4 Bagi Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Bandung

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan

tambahan referensi mengenai gizi institusi dan untuk bahan

pengembangan penelitian bagi para mahasiswa selanjutnya.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

6

1.6 Keterbatasan Penelitian

1.6.1 Responden kurang terbuka dalam memberikan jawaban

kuesioner yang menyangkut kerahasiaan institusi.

1.6.2 Kesalahan dalam pendataan sisa makanan saat penimbangan

makanan karena faktor alat makan dan plastik yang digunakan

untuk sisa makanan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyelenggaraan Makanan Institusi

2.1.1 Pengertian Penyelenggaraan Makanan Institusi

Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang

merupakan suatu sistem mencakup kegiatan/sub sistem penyusunan

anggaran belanja makanan, perencanaan menu, pembuatan taksiran

bahan makanan, penyediaan/pembelian bahan makanan, penerimaan,

penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan dan,

pemasakan makanan, penilaian dan distribusi makanan, pencatatan

pelaporan dan evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka penyediaan

makanan bagi kelompok masyarakat di institusi. (Depkes,1991)

Penyelenggaraan makanan institusi adalah penyediaan

makanan bagi konsumen dalam jumlah banyak, yang berada dalam

kelompok masyarakat yang terorganisir di institusi seperti perkantoran,

perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah sakit, panti sosial,

lembaga pemasyarakatan, pusat transito, pesantren dan lain-lain

(Depkes,1991).

2.1.2 Tujuan Penyelenggaraan Makanan Institusi

Secara umum, tujuan penyelenggaraan makanan institusi adalah

tersedianya makanan yang memuaskan bagi klien dengan manfaat

yang setinggi-tingginya bagi institusi (Mukrie, 1990).

Secara khusus institusi dituntut untuk :

a. Menghasilkan makanan yang berkualitas baik, dipersiapkan dan

dimasak dengan layak.

b. Pelayanan yang cepat dan menyenangkan.

c. Menu seimbang dan bervariasi.

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

8

d. Harga layak, serasi dengan pelayanan yang diberikan.

e. Standar kebersihan dan sanitasi yang tinggi.

2.1.3 Klasifikasi dan Karakteristik

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda-beda

golongannya, maka muncul berbagai macam pengelolaan makanan

banyak menurut kebutuhan konsumen yang dilayani. Perbedaan dari

penggolongan atau klasifikasi makanan banyak ini dapat diidentifikasi

dari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang

ditetapkan oleh pemilik berbagai institusi (Mukrie, 1990).

Macam pelayanan gizi institusi berdasarkan klasifikasinya

(Mukrie, 1990) dapat dibagi menjadi :

a) Pelayanan gizi institusi industri

Pelayanan gizi ini lebih dikenal dengan pelayanan gizi untuk tenga

kerja.

b) Pelayanan gizi institusi sosial

Merupakan pelayanan gizi yang dilakukan oleh pemerintah atau

swasta yang berdasarkan azas sosial dan bantuan (Panti asuhan,

panti jompo, panti tuna netra, tuna rungu dan lembaga lain yang

sejenis).

c) Pelayanan gizi institusi asrama

Pelayanan gizi yang dilakukan untuk memenuhi gizi masyarakat

golongan tertentu yang tinggal di asrama.

d) Pelayanan gizi institusi sekolah

Pelayanan gizi yang diperkirakan untuk memberikan makanan bagi

anak sekolah.

e) Pelayanan gizi institusi rumah sakit

Pelayanan gizi yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan

gizi dalam keadaan sakit atau sehat selama mendapat perawatan.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

9

f) Pelayanan gizi institusi komersial

Pelayanan gizi yang dipersiapkan untuk melayani kebutuhan

masyarakat yang makan di luar rumah.

g) Pelayanan gizi institusi khusus

Bentuk atau macam pelayanan gizi bagi kelompok khusus (atlit,

asrama haji,penampungan transmigrasi, kursus-kursus serta

narapidana)

h) Pelayanan gizi keadaan darurat.

2.2 Penyelenggaraan Makanan Institusi Asrama

Pelayanan makanan institusi asrama adalah pelayanan gizi yang

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat golongan tertentu

yang tinggal diasrama seperti pelajar, mahasiswa, ABRI, kursus dan

sebagainya( Mukrie, 1990).

Penyelenggaraan makanan asrama di institusi Militer dilaksanakan

dengan tujuan agar seluruh prajurit anggota satuan/ serdik mendapatkan

konsumsi makanan yang mencukupi kebutuhan gizi dan terhindar dari

bahaya keracunan makanan maupun penularan penyakit melalui

makanan serta meningkatkan moril prajurit dengan dampak akhir

meningkatnya kinerja prajurit satuan, sehingga tugas pokoknya dapa

dilaksanakan dengan baik dan sempurna (Mabes TNI AD Direktorat

Kesehatan, 2003).

Penyediaan dan pengamanan makanan di asrama satuan TNI AD

merupakan fungsi komando, sehingga harus ada monitoring yaitu dengan

melaksanakan pelaporan sesuai prosedur dan secara periodic (setiap

bulan) ke komando diatasnya (Mabes TNI AD Direktorat Kesehatan,

2003).

Pendirian asrama dan penyediaan pelayanan makanan bagi

penghuni asrama, didasarkan atas kebutuhan masyarakatnya. Asrama

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

10

pada umumnya menampung masyarakat dari berbagai golongan usia

(Mukrie, 1990).

Makanan untuk asrama memiliki ciri khusus, seperti:

Dikelola oleh pemerintah ataupun peran serta masyarakat

Standar gizi disesuaikan menurut kebutuhan golongan yang

diasramakan serta disesuaikan dengan sumber daya yang ada.

Melayani berbagai golongan umur ataupun sekelompok usia tertentu.

Dapat bersifat komersial, memperhitungkan laba rugi institusi, bila

dipandang perlu dan terletak ditengah perdagangan/kota.

Frekuensi makan 2-3 kali sehari, dengan atau tanpa makanan

selingan.

Jumlah yang dilayani tetap

Macam pelayanan makanan tergantung policy/peraturan asrama.

Tujuan penyediaan makanan lebih diarahkan untuk pencapaian status

kesehatan penghuni.

Dalam penyelenggaraan makanan asrama, adanya kontinyuitas

pelaksanaan merupakan faktor yang penting. Standar makanan

tergantung dari kelompok masyarakat yang berada di asrama tersebut.

Khusus untuk asrama atlit, angkatan bersenjata, dimana kegiatan mereka

dikategorikan sebagai pekerjaan berat, sedang ataupun sangat berat,

maka dibutuhkan pengaturan menu yang tepat agar dapat diciptakan

makanan dalam volume kecil tetapi memenuhi kecukupukan gizinya

(Mukrie, 1990).

2.3 Cita rasa Makanan

Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi

dan atau unsur-unsur/ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh

tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh (Almatsier, 2004).

Menurut (West, 1988) salah satu tujuan dari pengolahan dan pemasakan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

11

makanan adalah untuk menghasilkan makanan yang bercita rasa tinggi

sehingga dapat memuaskan bagi yang mengkonsumsinya.

Cita rasa ini merupakan salah satu aspek penilaian kualitas

makanan yang disajikan (Mukrie, 1990). Cita rasa makanan ditimbulkan

oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh

manusia terutama indera penglihatan, indera penciuman, dan indera

pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa tinggi adalah makanan yang

disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap, dan

memberikan rasa yang lezat (West, 1988).

Cita rasa mencakup dua aspek utama, yaitu penampilan sewaktu

dihidangkan dan rasa makanan saat dimakan. Kedua aspek ini sama

pentingnya untuk diperhatikan agar betul-betul dapat menghasilkan

makanan yang memuaskan (Moehyi,1992).

Aspek-aspek yang berkaitan dengan cita rasa adalah sebagai

berikut :

1) Penampilan makanan

a. Warna makanan

Menurut khan, warna makanan memegang peranan utama dalam

penampilan makanan, karena dalam memilih makanan indera pertama

yang digunakan adalah mata. Warna makanan merupakan rupa dari

hidangan yang disajikan dan juga dapat membuat penampilan

makanan lebih menarik. Dalam suatu hidangan yang baik, kombinasi

warna sangat diperlukan. Kombinasi warna akan membantu

penerimaan suatu makanan dan dapat merangsang selera makanan

secara tidak langsung. suatu hidangan makanan akan lebih menarik

dengan kombinasi warna yang terdiri lebih dari tiga warna (West,

1998).

b. Konsistensi makanan

Salahsatu komponen yang ikut menentukan cita rasa makanan

yaitu konsistensi makanan. Hal itu disebabkan karena sensitivitas

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

12

indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan (Sumiyati,

2008).

Konsistensi adalah keadaan makanan yang berhubungan dengan

tingkat kepadatan, kekenyalan/ kekerasan suatu hidangan, susunan

hidangan yang baik adalah yang memiliki kombinasi konsistensi

Konsistensi sering digambarkan dengan istilah seperti cair/berkuah,

kental/sedikit berkuah, dan padat/kering. Sehingga kombinasi

konsistensi sangat beragam (West, 1988).

Makanan yang berkonsistensi padat/kental akan memberikan

rangsangan yang lebih lambat terhadap indera kita. Cara memasak

dan lama waktu pemasakan akan menentukan pula konsistensi

makanan. Konsistensi makanan juga mempengaruhi penampilan

makanan (Moehyi, 1992).

c. Besar porsi

Besar porsi yang tidak sesuai akan merugikan penampilan suatu

makanan (Moehyi, 1992). Banyaknya makanan yang disajikan dalam

satu porsi terlalu banyak/ terlalu sedikit karena akan membuat

penampilan dari makanan menjadi tidak menarik (West, 1988).

Besar porsi adalah banyaknya makanan yang dihidangkan dan

porsi untuk setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan

makanan sehari-hari di rumah.Porsi makan juga berkaitan dengan

perencanaan dan perhitungan penampilan hidangan yang disajikan

(Muchatob,1991).

Pembagian porsi makanan sehari-hari untuk makan pagi, makan

siang, dan makan malam yang lazim digunakan adalah 1/5 untuk

makan pagi, 2/5 untuk makan siang dan 2/5 untuk makan malam.

Dengan pembagian seperti itu penyediaan zat-zat gizi dapat

disesuaikan dengan kebutuhan (sumiyati, 2008).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

13

d. Bentuk makanan

Bentuk makanan yang disajikan menjadi lebih menarik biasanya

disajikan dalam bentuk-bentuk tertentu. Bentuk makanan yang serasi

akan member daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan

(Sumiyati, 2008). Menurut West (1988), bentuk makanan adalah rupa

dari makanan yang disajikan. Variasi bentuk makanan akan

meningkatkan daya tarik terhadap makanan. Bentuk makanan waktu

disajikan dapat dibedakan menjadi beberapa macam sebagai berikut :

1. Bentuk yang sesuai dengan bentuk asli bahan makanan,

2. Bentuk yang menyerupai bentuk asli, tetapi bukan merupakan

bahan makanan yang utuh,

3. Bentuk yang diperoleh dengan cara memotong bahan makanan

dengan teknik tertentu atau mengiris bahan makanan dengan cara

tertentu,

4. Bentuk sajian khusus seperti bentuk nasi tumpeng atau lainnya

yang khas (Pujinuryat, 2008).

e. Penyajian makanan

Menurut Pujinuryat (2008), penyajian makanan memberikan arti

khusus bagi penampilan makanan. Penyajian dirancang untuk

menyediakan makanan yang berkualitas tinggi dan dapat memuaskan

konsumen, aman, serta harganya layak.

Penyajian makanan merupakan perlakuan terakhir dalam

penyelenggaraan makanan sebelum dikonsumsi. Meskipun makanan

diolah dengan cita rasa yang tinggi tetapi dalam penyajiaannya tidak

dilakukan dengan baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan

berarti, karena makanan yang ditampilkan waktu disajikan akan

merangsang penglihatan sehingga menimbulkan selera yang

berkaitan dengan cita rasa. Penyajian makanan meliputi alat, cara

penyusunan makanan, dan penghiasan makanan (Moehyi, 1992).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

14

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian makanan,

yaitu pemilihan alat yang tepat untuk menyajikan makanan dan

susunan makanan dalam alat penyajian makanan. Untuk

menampilkan makanan yang lebih menarik, susunan makanan perlu

mendapat perhatian karena makanan yang disusun pada alat

penyajian yeng tepat akan memberikan kesan yang menarik

(Sumiyati, 2008).

2) Rasa makanan

Salah satu faktor yang menentukan cita rasa makanan adalah rasa

makanan. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang

syaraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan

selera untuk mencicipi makanan tersebut. Tahap berikutnya, cita rasa

makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera

penciuman dan indera pengecap. Komponen yang berperan dalam

penentuan rasa makanan, adalah sebagai berikut :

a. Suhu makanan

Suhu merupakan aspek lain yang mempunyai persepsi rasa (West,

1988). Suhu adalah tingkat panas dari hidangan yang disajikan. Suhu

dapat mempengaruhi indera pengecap (lidah) untuk menangkap

rangsangan rasa. Perbedaan suhu akan menyebabkan perbedaan

rasa yang timbul. Makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin akan

sangat mengurangi sensitivitas syaraf pengecap terhadap rasa. Suhu

makanan juga mempengaruhi daya terima seseorang terhadap

makanan yang disajikan sesuai dengan cuaca/lingkungan (Pujinuryat,

2008).

Suhu makanan waktu disajikan harus selalu diperhatikan,suhu

makanan harus disesuaikan dengan jenis makanannya,untuk

makanan panas harus disajikan dalam keadaan panas begitupun

untuk makanan yang harus disajikan dingin.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

15

b. Bumbu masakan

Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan dengan

maksud untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan rasa yang

tepat setiap kali pemasakan ( Khan, 1987). Jenis bumbu yang

digunakan dan banyaknya masing-masing jenis bumbu sudah

ditentukan dalam setiap resep masakan. Bumbu juga dapat

membangkitkan selera makan karena memberikan rasa makanan

yang khas. Rasa yang diberikan oleh setiap bumbu akan berinteraksi

dengan komponen rasa primer yang digunakan dalam masakan

sehingga menghasilkan rasa baru yang lebih nikmat ( Pujinuryat,

2008).

Bahan dasar makanan yang mempunyai fungsi penting dalam

pengolahan makanan adalah bumbu dapur dan rempah-rempah.

Rempah digunakan sebagai bumbu masakan untuk memberikan rasa

pada makanan (Moehyi, 1992).

Bumbu dapur merupakan tanaman aromatik yang ditambahkan

kedalam makanan sebagai penyedapan pembangkit selera makan.

c. Tekstur makanan

Tekstur akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh suatu

bahan. Perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mengubah

rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan

timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air

liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas

rasa, bau, dan cita rasa semakin berkurang (Winarno, 2004).

Tekstur adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang

dirasakan di mulut. Tekstur meliputi rasa garing, keempukan dan

kekerasan makanan yang dirasakan oleh indera pengecap. Tekstur

dapat mempengaruhi rasa yang ditimbulkan oleh. Keempukan dan

kerenyahan ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan

dan cara memasaknya (Moehyi, 1992).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

16

d. Aroma makanan

Aroma makanan adalah bau yang disebarkan oleh makanan, daya

tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman

sehingga membangkitkan selera. Aroma yang keluar oleh setiap

makanan berbeda-beda, demikian pula cara memasak makanan akan

memberikan aroma yang berbeda pula ( Mahaffey,1981 ).

Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan

tersebut. Jenis bau yang keluar dari makanan dapat diperoleh melalui

epitel olfaktori, yaitu suatu bagian yang berwarna kuning yang terletak

pada bagian atap dinding rongga hidung (Winarno, 2004).

Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa

yang mudah menguap dan sebagai akibat dari reaksi enzim (Sumiyati,

2008).

e. Tingkat kematangan

Tingkat kematangan akan mempengaruhi citarasa makanan

(Sumiyati, 2008). Tingkat kematangan adalah hasil pemasakan pada

setiap jenis bahan makanan yang dimasak dari makanan dan

mempunyai tingkat kematangan sendiri (Muchatob, 1991).

2.4 Asupan energi

Energi adalah kapasitas tubuh, jaringan, atau sel untuk kerja, yang

diukur dalam kilokalori (Sandjaja, 2009).

Menurut Mary (2007), energi dibutuhkan untuk semua fungsi yang

dijalankan oleh tubuh, yang meliputi :

a. Aktivitas metabolik pada tungkat selular, jaringan, dan organ yang

sebagian besar berlangsung di luar kesadaran kita dan terus

berlangsung sepanjang hidup;

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

17

b. Aktivitas sadar yang dilakukan sebagai bagian dari aktivitas fisik

dan memerlukan energi dalam jumlah yang berbeda-beda

tergantung dari usaha yang diperlukan;

c. Pertumbuhan, dalam tahun-tahun awal kehidupan, pada masa

remaja, dan selama kehamilan.

Semua energi yang diperlukan tubuh harus disuplai melalui asupan

makanan. Makronutrien dalam makanan dan minuman (Karbohidrat,

lemak, dan protein) bersama dengan alkohol menghasilkan energi

ketika dipecah. Mineral dan vitamin dalam makanan tidak

menghasilkan energi, meskipun beberapa diantaranya bersifat

esensial dalam proses biokimiawi yang menghasilkan energi (Mary,

2007).

Kebutuhan energi adalah konsumsi energi berasal dari makanan

yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia

mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang

sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan yang memungkinkan

pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan

ekonomi (Almatsier,2004).

Kecukupan energi prajurit menurut Pedoman Pengelolaan Gizi

Prajurit TNI AD tahun 2003 yaitu berkisar antara 3600 kkal sampai

4000 kkal.

Keseimbangan energi tercapai bila energi yang masuk ke dalam

tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan.

Sumber energi berkonsentrasi tinggi yang didapat melalui makanan

yaitu makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-

kacangan dan biji-bijian. Setelah itu, bahan makanan sumber

karbohidrat, seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni

(Almatsier, 2004).

Asupan energi bagi pemeliharaan sel lebih diutamakan dari pada

asupan protein bagi pertumbuhan, karena apabila jumlah energi dalam

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

18

makanan sehari-hari tidak cukup, maka sebagian masukan protein

makanan akan dipergunakan sebagai energi, sehingga protein untuk

tubuh yang lain berkurang (Karyadi dan Muhilal, 1996).

Asupan makanan penting untuk memenuhi kebutuhan energi dalam

tubuh, meskipun cadangan energi menyediakan cadangan penyangga

pada kondisi kelaparan. Sejumlah mekanisme fisiologis yang

meregulasi asupan makanan untuk menjamin suplai energi, tetapi

mencegah penyimpanan yang berlebihan. Faktor lingkungan yang

dialami oleh banyak konsumen berdampak pada buruknya regulasi

terhadap asupan makanan dan sebagai akibatnya terjadi konsumsi

energi yang melebihi kebutuhan (Mary, 2007).

Secara umum terdapat tiga komponen utama dalam pengeluaran

energi, yaitu :

1. Laju metabolic basal (BMR)

Komponen ini merupakan jumlah energi yang dikeluarkan oleh

tubuh untuk :

a. Mempertahankan proses transport aktif melintasi membrane sel;

b. Kontraksi serabut otot dalam kerja mekanis (seperti respirasi

dan denyut jantung);

c. Sintesis molekul baru

Kurang lebih dua pertiga energi yang dikeluarkan seseorang sehari

digunakan untuk kebutuhan aktivitas metabolisme basal tubuh. Angka

metabolisme basal (AMB) atau Basal Metabolic Rate (BMR)

dinyatakan dalam kilokalori per kilogram berat badan perjam.

Pengukuran metabolisme basal dilakukan pada pagi hari terhadap

subjek yang berada dalam keadaan istirahat total baik fisik maupun

emosional, tidak makan selama dua belas jam terakhir serta berada

pada suhu dan lingkungan nyaman (Almatsier,2004).

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

19

Dalam (Almatsier, 2004), ukuran dan komposisi tubuh serta umur

dapat menentukan kebutuhan energi basal. Hubungan diantara

ketiganya sangat kompleks. Untuk menghitung kebutuhan energi

basal, Harris dan Benedict pada tahun 1909 menggunakan berat

badan, tinggi badan dan umur dengan rumus sebagai berikut :

TABEL 2.1

RUMUS MENAKSIR NILAI BMR LAKI-LAKI DARI BERAT BADAN

Kelompok Umur BMR (kkal/hari)

18-30 tahun 15,3 BB + 679

30-60 tahun 11,6 BB + 879

Sumber : Sunita Almatsier, 2004.

Menurut (Mary, 2007) determinan utama BMR adalah sebagai

berikut :

a. Berat badan, adalah determinan kunci dari BMR. Dengan

demikian, individu yang lebih berat akan memiliki BMR yang

lebih tinggi;

AMB laki-laki = 66,5 + 13,7 BB + 5,0 TB – 6,8 U

Keterangan :

BB = Berat Badan dalam KG ;

TB = Tinggi Badan dalam cm ;

U = Umur.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

20

b. Jenis kelamin, pria memiliki BMR yang lebih tinggi daripada

wanita pada berat badan yang sama.

c. Usia, BMR yang dinyatakan per kg berat badan akan menurun

dari masa bayi sampai usia lanjut, karena masa sel aktif juga

berkurang. Sehingga, kebutuhan tambahan untuk pertumbuhan

paling besar terjadi pada masa pertumbuhan pesat.

d. Faktor genetic, mungkin berkontribusi pada perbedaan BMR

antarindividu sebesar kurang dari 10%;

e. Faktor-faktor lain, meliputi obat dan agen farmakologik. Selain

itu kondisi puasa dapat menyebabkan penurunan BMR.

2. Efek termik makanan

Pengaruh termis makanan adalah energi tambahan yang

diperlukan tubuh untuk pencernaan makanan, absorpsi, dan

metabolisme zat-zat gizi yang menghasilkan energi (Almatsier,

2004).

Efek termik ini berlangsung selama 3-6 jam dan diperkirakan

setara dengan 10% dari kandungan energi hidangan (atau 10%

keluaran energi total dalam 24 jam). Efek termik makanan dari

hidangan yang mengandung protein dan karbohidrat lebih besar

daripada efek termik makanan dari hidangan yang mengandung

lemak ( Mary, 2007).

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

21

TABEL 2.2

KEBUTUHAN ENERGI UNTUK BERBAGAI AKTIVITAS DILUAR

METABOLISME BASAL DAN PENGARUH TERMIS MAKANAN

Aktivitas kkal/kg/jam Aktivitas kkal/kg/jam

Bersepeda (cepat)

Bersepeda

(sedang)

Bertukang kayu

(berat)

Menyulam

Berdansa, cepat

Berdansa, lambat

Mencuci piring

Mengganti baju

Menyetir mobil

Makan

Mencuci pakaian

(ringan)

Tiduran

Mengupas kentang

Main ping pong

Menulis

Mengecat kursi

7,6

2,5

2,3

0,4

3,8

3,0

1,0

0,7

0,9

0,4

1,3

0,1

0,6

4,4

0,4

1,5

Main piano

(sedang)

Membaca keras

Berlari

Menjahit, tangan

Menjahit mesin jhit

tgn

Menjahit mesin jhit

mtor

Menyanyi, keras

Duduk diam

Berdiri tegap

Berdiri relaks

Menyapu lantai

Berenang, 3 ½

km/jam

Mengetik cepat

Berjalan, 3 km/jam

Berjalan, 6,8

km/jam

Berjalan, 10

km/jam

1,4

0,4

7,0

0,4

0,6

0,4

0,8

0,4

0,6

0,5

1,4

7,9

1,0

2,0

3,4

9,3

(sumber : Sunita Almatsier, 2004)

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

22

3. Aktivitas fisik

Komponen yang paling mudah berubah dari pengeluaran

energi harian, tetapi faktor ini juga yang paling dapat dikontrol oleh

individu merupakan aktivitas fisik. Aktivitas fisik memerlukan energi

di luar kebutuhan untuk metabolisme basal. Aktivitas fisik adalah

gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan system penunjangnya.

TABEL 2.3

ANGKA KECUKUPAN ENERGI UNTUK TIGA TINGKAT

AKTIVITAS FISIK UNTUK LAKI-LAKI

Kelompok

Aktivitas

Jenis Kegiatan Faktor Aktivitas

Ringan 75% waktu digunakan untuk

duduk atau berdiri. 25%

waktu untuk berdiri atau

bergerak.

1,56

Sedang 40% waktu digunakan untuk

duduk atau berdiri. 60%

waktu digunakan untuk

aktivitas pekerjaan tertentu.

1,76

Berat 25% waktu digunakan untuk

duduk atau berdiri. 75%

waktu digunakan untuk

aktivitas pekerjaan tertentu.

2,1

Sumber : Sunita Almatsier, 2004.

2.5 Asupan Protein

Menurut (Sandjaja, 2009), protein adalah komponen dasar dan

utama makanan yang diperlukan oleh semua makhluk hidup sebagai

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

23

bagian dari daging, jaringan kulit, otot, otak, sel darah merah, rambut,

dan organ tubuh lainnya yang dibangun dari protein.

Protein membentuk blok pembangun dasar dari semua sel hidup,

serta enzim dan pembawa pesan kimiawi yang menjaga keutuhan

fungsi tubuh. Berbeda dengan karbohidrat dan lemak, yang hanya

mengandung karbon, hydrogen, dan oksigen, protein juga

mengandung nitrogen dan merupakan molekul yang mengandung

nitrogen paling banyak yang dijumpai didalam tubuh. Molekul protein

tersusun atas satu rantai asam amino tunggal yang dihubungkan oleh

ikatan peptida (Mary, 2007).

Dalam keadaan tertentu, protein menjadi sumber energi, dimana

setiap gram protein menghasilkan energy 4 kalori (Sandjaja, 2009).

Menurut Mary (2007), sebagian besar protein sangat resisten

terhadap pencernaan, hanya ikatan superficial saja yang peka

terhadap aktivitas enzim proteolitik. Proses pemasakan dan kondisi

asam dalam lambung mempermudah pencernaan protein. Dalam

kondisi normal, protein dari makanan hampir seluruhnya tercerna.

Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan

diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Beberapa asam amino

yang merupakan peptide dan molekul-molekul protein kecil dapat

diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam pembuluh darah

(Winarno, 2004).

Protein diperlukan untuk memelihara struktur dan fungsi tubuh

setiap saat. Protein ekstra mungkin diperlukan selama masa

pertumbuhan, dalam kehamilan, masa pemulihan setelah cedera.

Protein yang dikonsumsi dalam diet harus dikonversi menjadi jenis

protein yang secara khas terdapat dalam tubuh manusia, agar dapat

memenuhi kebutuhan fisiologis. Kualitas protein dapat didefinisikan

sebagai efisiensi penggunaan protein oleh tubuh (Mary, 2007).

Rekomendasi yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan (DoH)

Inggris pada tahun 1991 dalam Mary (2007), menggunakan tingkat

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

24

asupan aman sebesar 0,75 gr/Kg Berat Badan. Untuk penetapan

Referensi Asupan Gizi (RNI) protein, angka itu setara dengan 56

gr/hari untuk pria dewasa dan 45 gr/hari untuk wanita dewasa. Angka-

angka tersebut mencakup kurang lebih 8-9% dari asupan energi total.

Kebutuhan protein dapat ditentukan melalui tiga cara. Untuk orang

dewasa, kebutuhan protein dihitung dengan cara keseimbangan

nitrogen, diukur pada beberapa tahap konsumsi (Almatsier, 2004).

Kebutuhan protein dalam Almatsier, 2004 adalah “ konsumsi yang

diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan

memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa

pertumbuhan, kehamilan, atau menyusui”. Angka Kecukupan Protein

(AKP) orang dewasa menurut hasil-hasil penelitian keseimbangan

nitrogen adalah 0,75 gram/kg berat badan, berupa protein patokan

tinggi yaitu protein telur.

Menurut kelompok umur 18 – 60 tahun, angka kecukupan protein

dengan jenis kelamin adalah 1,96 gram/Kg berat badan (Almatsier,

2004).

2.6 Survei Konsumsi Makanan

2.6.1 Pengertian

Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu

metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau

kelompok (Supariasa, 2002).

2.6.2 Tujuan

Secara umum menurut Supariasa (2002), survei konsumsi

makanan di maksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan

gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada

tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Sedangkan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

25

secara khusus, survei konsumsi digunakan untuk berbagai macam

tujuan, antara lain :

a. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan

kelompok masyarakat,

b. Menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu,

c. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program

pengadaan pangan,

d. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi,

e. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya golongan

yang beresiko tinggi mengalami kekurangan gizi,

f. Menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan

makanan, kesehatan, dan gizi masyarakat.

2.6.3 Metode penimbangan makanan (food weighing)

Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas

menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi

responden selama 1hari. Penimbangan makanan ini biasanya

berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana penelitian

dan tenaga yang tersedia.

Langkah-langkah pelaksanaan penimbangan makanan, adalah

sebagai berikut :

a. Petugas/responden menimbang dan mencatat bahan

makanan/makanan yang dikonsumsi dalam gram;

b. Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi sehari, kemudian

dianalisis dengan menggunakan DKBM atau DKGJ (Daftar

Komposisi Gizi Jajanan);

c. Membandingkan hasilnya dengan Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

(AKG).

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

26

Jika setelah makan terdapat sisa makanan, maka perlu juga

ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya

makanan yang dikonsumsi.

Kelebihan metoda penimbangan makanan adalah data yang

diperoleh lebih akurat/teliti;

Kekurangan metoda penimbangan makanan ini adalah sebagai

berikut :

a. Memerlukan waktu dan cukup mahal karena perlu peralatan

b. Jika penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup lama, maka

responden dapat merubah kebiasaan makanan;

c. Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil;

d. Memerlukan kerjasama yang baik dengan responden.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

27

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Asupan energi dan asupan protein Prajurit Remaja Batalyon

Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi sangat penting untuk menunjang

aktifitas yang dilakukan, khususnya kemampuan untuk berlatih dan

bertempur dengan baik. Kebutuhan zat gizi dalam hal ini energi dan

protein diperoleh dari makanan yang dikonsumsinya. Asupan energi dan

protein yang diperlukan tubuh akan terpenuhi sesuai dengan kebutuhan

gizi yang telah ditentukan jika penerimaan terhadap cita rasa suatu

hidangan diterima dengan baik.

GAMBAR 1

HUBUNGAN ANTARA CITA RASA MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN

DENGAN ASUPAN ENERGI DAN ASUPAN PROTEIN

Keterangan :

- Variabel Independen : Cita Rasa

- Variabel Dependen : 1. Asupan Energi

2. Asupan Protein

Cita Rasa

Asupan Energi

Asupan Protein

27

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

28

3.2 Hipotesis

3.2.1 Ada hubungan antara cita rasa makan siang yang disajikan

dengan asupan energi Prajurit Remaja Batalyon Infanteri 310/KK

Cikembar Sukabumi.

3.2.2 Ada hubungan antara cita rasa makan siang yang disajikan

dengan asupan protein Prajurit Remaja Batalyon Infanteri

310/KK Cikembar Sukabumi.

3.3 Definisi Operasional

3.3.1 Cita Rasa

Cita rasa makan siang adalah tingkat kesukaan secara kualitas

terhadap makanan mencakup dua aspek, yaitu penampilan dan rasa

makanan yang dinilai dari rata-rata selama 2 hari .

Cara ukur : Skoring

Alat ukur : Kuesioner Uji Cita rasa Makanan

Kategori : - Baik, jika skor responden ≥ median (81)

-Kurang baik, jika skor responden < median (81)

Skala : Ordinal

3.3.2 Asupan energi

Asupan energi adalah rata-rata asupan energi sampel dari

makan siang selama 2 hari tidak berturut-turut yang dibandingkan

dengan kebutuhan energi makan siang.

Cara ukur : Untuk makanan dari penyelenggaraan dilakukan

metode penimbangan (Food Weighing) selama 2 hari

dengan hari yang tidak berurutan

Alat ukur : Format food weighting untuk makanan dari

penyelenggaraan makanan.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

29

Kategori : - Baik, jika asupan energi ≥ 80% kebutuhan energi

makan siang (Supariasa, 2002)

- Kurang, jika asupan energi < 80% kebutuhan energi

makan siang (Supariasa, 2002)

Skala : Ordinal

3.3.3 Asupan protein

Asupan protein adalah rata-rata asupan protein sampel dari

makan siang selama 2 hari tidak berturut-turut yang dibandingkan

dengan kebutuhan protein makan siang.

Cara ukur : Untuk makanan dari penyelenggaraan dilakukan metode

penimbangan (Food Weighing) selama 2 hari dengan hari

yang tidak berurutan

Alat ukur : Format food weighting untuk makanan dari

penyelenggaraan makanan.

Kategori : - Baik, jika asupan protein ≥ 80% kebutuhan protein

makan siang (Supariasa, 2002)

- Kurang, jika asupan protein < 80% kebutuhan

protein makan siang (Supariasa, 2002)

Skala : Ordinal

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

30

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian cross sectional

karena variabel independen dan variabel dependen diukur pada waktu

yang bersamaan.

4.2 Waktu dan Tempat

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2011

di Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Bintara dan

Tamtama (Prajurit Remaja) yang tinggal di barak sebanyak 75 orang

yang mendapat makan siang di Batalyon Infanteri 310/KK dan

semuanya berjenis kelamin laki-laki.

4.3.2 Sampel

Karena populasi bersifat homogen maka sampel diambil dengan

cara Simple Random Sampling menggunakan tabel acak.

Untuk menentukan jumlah sampel dengan populasi < 10.000

orang menurut Soekidjo (2005) dapat digunakan rumus sebagai

berikut :

30

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

31

n =

( )

Keterangan :

N = Besar Populasi ( 75 orang)

n = Besar sampel

d = Tingkat penyimpangan sampel yang diinginkan (0,1)

Dengan tingkat penyimpangan sampel yang diinginkan sebesar

10% maka didapatkan sampel sebanyak 43 orang.

4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data

primer dan sekunder, yaitu sebagai berikut :

4.4.1 Data Primer

4.4.1.1 Data umum gambaran karakteristik Prajurit remaja

meliputi umur, TB, BB, pangkat yang dikumpulkan

dengan cara mempelajari data administrasi sampel dari

institusi.

4.4.1.2 Data mengenai cita rasa makanan ( penampilan yang

meliputi warna, besar porsi, bentuk makanan,

konsistensi dan cara penyajian) dan (rasa yang meliputi

aroma, tekstur, suhu, bumbu dan tingkat kematangan)

makan siang yang disajikan di Batalyon Infanteri 310/KK

Cikembar Sukabumi, yang meliputi hidangan nasi, lauk

hewani, lauk nabati, sayur, buah. Data tersebut

dikumpulkan dengan cara mengisi kuesioner uji citarasa

yang langsung diisi oleh sampel pada saat makan siang

selama 2 hari tidak berturut-turut (hari representatif).

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

32

4.4.1.3 Data mengenai asupan makanan selama 2 hari

dikumpulkan dengan cara penimbangan makanan (food

weighing) untuk makanan yang berasal dari institusi

dengan menggunakan electronic kitchen scale

(timbangan digital). Penimbangan makanan

dilaksanakan selama 2 hari dengan hari yang tidak

berurutan. Data mengenai asupan energi dan asupan

protein didapatkan dari hasil selisih antara berat (gram)

hidangan awal dengan berat (gram) sisa makanan pada

saat makan siang. Data mengenai jumlah makanan yang

dimakan dari hasil penimbangan, dikonversikan dalam

bentuk energi dan protein dengan menggunakan

software Nutrisurvey.

Sebelumnya dilakukan standarisasi porsi makan siang

dari 10 prajurit remaja dengan mekanismenya adalah

sebagai berikut :

i. standarisasi centong untuk nasi dan sayur dengan

ditimbang dan kemudian diambil rata-ratanya (yang akan

menjadi standar porsi)

ii. Untuk lauk hewani, lauk nabati dan buah ditimbang

terlebih dahulu sebanyak 10 porsi sebelum makanan

disajikan, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan

berat perporsi.

4.4.2 Data Sekunder

4.4.2.1 Data umum (latar belakang, struktur organisasi, dan

jumlah prajurit) Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar

Sukabumi didapatkan dengan mempelajari data

administrasi institusi ;

4.4.2.2 Data penyelenggaraan makanan asrama di Batalyon

Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi yang meliputi

jumlah konsumen, pola menu, pola makan, standar

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

33

porsi, siklus menu, dana dan tenaga yang didapatkan

dengan memberikan kuesioner dan mempelajari data

administrasi di bagian penyelenggaraan makanan.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

4.5.1 Pengolahan Data

4.5.1.1 Data karakteristik Prajurit Remaja Batalyon Infanteri

310/KK Cikembar Sukabumi meliputi umur dikategorikan

menjadi umur 18-30 tahun dan >30 tahun,sedangkan

pangkat dikategorikan menjadi tamtama dan bintara;

4.5.1.2 Penilaian prajurit remaja Batalyon Infanteri 310/KK

cikembar Sukabumi terhadap cita rasa makan siang

(penampilan dan rasa) diperoleh dengan penilaian

responden terhadap kuesioner dan diberi skor. Adapun

skor untuk semua jawaban ditentukan sebagai berikut :

i. Untuk jawaban “ sangat baik “ diberi skor 3

ii. Untuk jawaban “ baik “ diberi skor 2

iii. Untuk jawaban “ kurang baik “ skor 1

iv. Untuk jawaban “ tidak baik “ skor 0

Penilaian terhadap cita rasa makanan (penampilan

dan rasa ) dijumlahkan lalu dikategorikan menjadi :

i. Baik, jika jumlah nilai setiap sampel ≥ nilai median(81)

ii. Kurang baik, jika jumlah nilai setiap sampel < nilai

median(81)

4.5.1.3 Asupan energi makan siang didapatkan dari hasil

menimbang 2 hari (tidak berturut-turut) yaitu selisih

antara berat (gram) hidangan awal dengan berat (gram)

sisa makanan pada saat makan siang lalu dikonversikan

dalam Nutrisurvey kemudian dikategorikan menjadi :

i. Baik, jika asupan energi prajurit remaja ≥ 80%

kebutuhan energi makan siang

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

34

ii. Kurang baik. Jika asupan energi prajurit remaja <

80% kebutuhan energi makan siang

4.5.1.4 Asupan Protein makan siang didapatkan dari hasil

menimbang 2 hari (tidak berturut-turut), yaitu selisih

antara berat (gram) hidangan awal dengan berat (gram)

sisa makanan pada saat makan siang lalu dikonversikan

dalam Nutrisurvey kemudian dikategorikan menjadi :

i. Baik, jika asupan protein prajurit remaja ≥ 80%

kebutuhan protein makan siang

ii. Kurang baik. Jika asupan protein prajurit remaja <

80% kebutuhan protein makan siang

4.5.2 Analisis Data

4.5.2.1 Univariat

1) Gambaran umum (latar belakang, struktur organisasi, dan

jumlah prajurit) Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar

Sukabumi dianalisa secara deskriptif.

2) Gambaran penyelenggaraan makanan asrama di

Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi yang

meliputi jumlah konsumen, pola menu, pola makan,

standar porsi, siklus menu, dana dan tenaga dianalisa

secara deskriptif.

3) Karakteristik Prajurit Remaja Batalyon Infanteri 310/KK

Cikembar Sukabumi meliputi umur, pangkat disajikan

dalam tabel distribusi frekuensi dianalisa secara

deskriptif.

4) Penilaian prajurit remaja Batalyon Infanteri 310/KK

cikembar Sukabumi terhadap cita rasa makan siang

(penampilan dan rasa) disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

35

5) Asupan energi makan siang disajikan dalam tabel

distribusi frekuensi untuk dibandingkan dengan

kebutuhan energi masing-masing prajurit remaja.

6) Asupan Protein makan siang disajikan dalam table

distribusi frekuensi untuk dibandingkan dengan

kebutuhan protein masing-masing prajurit remaja.

4.5.2.2 Bivariat

Dari hasil data univariat diatas, kemudian digunakan untuk

mencari :

1) Hubungan antara cita rasa makan siang yang disajikan

terhadap asupan energi Prajurit Remaja Batalyon

Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi

2) Hubungan antara cita rasa makan siang yang disajikan

terhadap asupan protein Prajurit Remaja Batalyon

Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi

Kemudian diuji dengan menggunakan rumus Chi-

square dengan tingkat kepercayaan 90% (α = 0,1).

Rumus Uji Chi Square :

Keterangan :

x2 = Nilai Chi-square

b = baris

k = kolom

0ij = frekuensi teramati pada sel baris ke-1 dan kolom ke-j.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

36

Eij = frekuensi harapan pada sel baris ke-1 dan kolom ke-j

Kriteria Uji

Syarat menggunakan Uji Chi Square :

1. Eij dalam masing-masing sel tidak boleh kurang dari 5

2. Digunakan pada kasus dengan tabel 2 X 2

3. Jika frekuensi yang diharapakan yang terkecil kurang dari

5, digunakan test Fisher exact

4. Bila N < 20 analisis digunakan test Fisher exact.

Bila pada uji Chi Square, nilai frekuensi harapan lebih kecil

dari 5 dan lebih dari 20%, maka digunakan uji Fisher exact

pada titik kepercayaan 95%.

α = tingkat kemaknaan (0,05)

Sedangkan rumus statistik Fisher exact :

(A+B)!(C+D)!(A+C)!(B+D)! P =

N!A!B!C!D!

Keterangan :

N = Jumlah sampel

P = Populasi yang diharapkan

A,B,C,D = Nilai pada setiap sampel

α = 0,05

Ho ditolak jika P < α, dengan signifikan (α = 0,05) (Murti,

1996)

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

37

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar

Sukabumi

Batalyon Infanteri 310/KK adalah salahsatu institusi militer

sebagai satuan operasional Brigif 15 Kujang II bertugas pokok

mendukung Brigif 15 Kujang II dalam menegakkan kedaulatan

Negara dan keutuhan wilayah darat negara kesatuan republik

Indonesia. diwilayah darat dari ancaman dan gangguan terhadap

keutuhan bangsa dan negara terutama diwilayah sukabumi pada

khususnya serta jawa barat dan banten pada umumnya.

Batalyon ini bermarkas di Sukabumi tepatnya di Cikembar.

Batalyon Infanteri 310 Kidang Kancana diresmikan pada tanggal 17

Desember 1949, tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi

Batalyon.

Diawali dari Batalyon 11 / Siliwangi kemudian menjadi

Batalyon 1410 / 8 / Siliwangi dipimpin oleh Mayor Kemal Idris,

kemudian menjadi Batalyon 310/KK Brigade C / Siliwangi dengan

simbol Kidang Kancana dipimpin oleh Kapten Suwoyo. Nama

Kidang Kancana diambil dari hikayat dan riwayat kepercayaan

masyarakat Jawa Barat Khususnya diwilayah II Keresidenan Bogor.

5.2 Gambaran Umum Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan makanan di Batalyon Infanteri 310/KK

Cikembar Sukabumi bertujuan untuk menyediakan makanan bagi

para Prajurit yang bertugas agar memiliki kemampuan dan keahlian

untuk berlatih dan bertempur dengan baik. Selain itu hal itu

37

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

38

dilakukan untuk memenuhi kecukupan asupan kalori dan zat gizi

lainnya para prajurit.

Pelaksanaan dari penyelenggaraan makanan ini dilakukan

oleh unit dapur umum yang bertanggungjawab langsung ke Perwira

Seksi (Pasi) 4 Logistik. Jumlah tenaga penyelenggara

makanannya terdiri dari 6 orang yang terdiri dari : 1 orang Bintara

Makanan (Bamak), 4 orang Tamtama pemasak (Tasak) dan 1

orang tenaga pembantu yang mana semuanya berlatarbelakang

pendidikan SMA. Dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan ini

dilakukan bergilir oleh setiap Kompi setiap 1 bulan sekali. Tetapi

dalam penyelenggaraan makanannya dilakukan tanpa seorang ahli

gizi yang mengelola masalah gizinya, sehingga belum ada suatu

standar porsi yang dibakukan.

Dana yang digunakan dalam penyelenggaraan makanan ini

berasal dari Uang Lauk Pauk dan uang beras prajurit dengan index

Rp.16.000/hari dan 0,6 kg beras/hari. Biaya yang telah tersedia

tersebut sudah termasuk biaya overhead yaitu bumbu, bahan

bakar, air, peralatan, transportasi dan sebagainya.

Menu yang disusun direncanakan terlebih dahulu oleh Bintara

Makanan yang bertanggungjawab dalam pelaksanaannya. Setiap 1

minggu sekali selalu dilakukan evaluasi menu oleh Bintara

makanan, Komandan Peleton Kesehatan, dan Perwira Seksi

Logistik. Siklus menu yang digunakan adalah siklus menu 7 hari,

tetapi hal itu disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, pola makan

yang digunakan adalah 3 kali sehari, meliputi makan pagi pukul

06.00 WIB, makan siang pukul 12.00 WIB dan makan malam pukul

17.00 WIB. Hal itu dilaksanakan dengan hari pelayanan dari senin

sampai minggu. Pola menu yang diselenggarakan merupakan pola

menu Indonesia yang terdiri dari makanan pokok, protein hewani,

protein nabati, sayur, buah dan pelengkap lainnya. Tetapi untuk

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

39

buah hanya diberikan pada makan siang. Sedangkan untuk standar

porsi didapatkan dari hasil penimbangan makanan.

Pada penyelenggaraan makanan di unit dapur umum

Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi ini tidak ada

spesifikasi pembagian tugas, kegiatan pengadaan, persiapan,

pengolahan hingga distribusi karena semuanya itu dilakukan secara

bersama-sama. Selain itu juga, tidak ada sistem shif, dimana

aktivitas yang dilakukan oleh petugas setiap hari dimulai dari pukul

3 pagi dan berakhir pukul 6 sore dengan waktu istirahat sekitar 2

jam yaitu dari pukul 12.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB.

Kebutuhan bahan makanan yang akan digunakan dalam

penyelenggaraan makanan ini direncanakan sesuai jumlah

konsumen dan macam menu yang akan diolah. Dalam hal

pengadaan bahan makanan dilaksanakan oleh petugas sendiri,

baik untuk bahan makanan kering maupun bahan makanan segar

tanpa menggunakan rekanan. Hal ini dikarenakan oleh jumlah

konsumen yang dilayani hanya sedikit. Pengadaan bahan makanan

segar dilakukan setiap hari, sedangkan untuk bahan makanan

kering dilakukan 2 minggu sekali dan 1 bulan sekali tergantung

jenis bahan makanan dan persediaan bahan makanan yang ada.

Persediaan bahan makanan kering seperti beras, kerupuk, bumbu-

bumbu kering dan lain-lain disimpan dalam ruang penyimpanan

khusus yang sudah ada rak-rak dan lemari penyimpanannya.

Sedangkan untuk bahan makanan segar segera dilakukan

persiapan sebelum diolah.

Persiapan bahan makanan di unit dapur umum Batalyon

Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi ini dilakukan oleh seluruh

petugas meliputi penerimaan, pencucian, peracikan bumbu,

pemotongan sesuai menu sehingga semua bahan siap untuk

diolah. Pemasakan dilakukan setiap sebelum pendistribusian setiap

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

40

jam makan. Hal itu dilakukan agar hidangan selalu hangat dan enak

saat dimakan.

Pendistribusian makanan dalam penyelenggaraan makanan

ini dilakukan dengan menggunakan system desentralisasi.

Distribusi makanan di dapur umum dilakukan dengan melakukan

pemorsian masing-masing hidangan dalam tempat yang berbeda

sebanyak 20 porsi. Setelah itu, hidangan-hidangan tersebut

didistribusikan di setiap barak. System pelayanan yang diterapkan

disetiap barak yaitu secara buffet.

5.3 Karakteristik Sampel

5.3.1 Sampel menurut Umur

Sampel pada penelitian ini adalah prajurit remaja yang

mendapat jatah makan dari unit dapur umum Batalyon Infanteri

310/KK Cikembar Sukabumi. Sampel yang diambil sebanyak 43

orang dari jumlah seluruh prajurit remaja yang dapat jatah makan

sebanyak 75 orang. Berdasarkan data yang diperolah, gambaran

umum sampel dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

TABEL 5.1

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL MENURUT UMUR

DI BATALYON INFANTERI 310/KK CIKEMBAR SUKABUMI

TAHUN 2011

Umur n %

18 – 30 42 97,7

>30 1 2,3

Jumlah 43 100

Dari tabel diatas dapat diketahui sampel yang diambil paling

banyak berumur 18-30 tahun sebanyak 42 orang (97,7%) dan yang

paling sedikit berumur >30 tahun sebanyak 1 orang (2,3%).

Rentang usia yang sebagian besar ikut dalam penelitian ini sekitar

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

41

18-30 tahun. Rentang usia ini termasuk dalam usia dewasa yang

mempunyai aktivitas tinggi dan produktif. Pada usia produktif ini

berperan dalam menentukan kebutuhan gizi yang optimal.

5.3.2 Sampel Menurut Pangkat

TABEL 5.2

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL MENURUT PANGKAT

DI BATALYON INFANTERI 310/KK CIKEMBAR SUKABUMI

TAHUN 2011

Pangkat n %

Bintara 19 44,2

Tamtama 24 55,8

Jumlah 43 100

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa prajurit yang

berpangkat tamtama tidak jauh beda jumlahnya dengan prajurit

yang berpangkat bintara, yaitu untuk yang berpangkat bintara

sebanyak 19 orang (44,2%) dan yang berpangkat tamtama

sebanyak 24 orang (55,8%). Meskipun pangkatnya berbeda akan

tetapi dalam aktivitas dan pelayanan makan yang diterima sampel

tidak berbeda.

5.4 Penilaian Sampel terhadap Makan Siang yang disajikan

Penilaian sampel terhadap hidangan makan siang yang

disajikan adalah pendapat sampel mengenai hidangan makan

siang yang disajikan berdasarkan nilai tertentu. Penilaian setiap

sampel akan berbeda, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor

diantaranya kebiasaan makan dan selera makan. Penilaian citarasa

makanan ini meliputi penampilan makanan dan rasa makanan

melalui kuesioner selama 2 hari (tidak berturut-turut) pada saat

makan siang.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

42

5.4.1 Penilaian Sampel Terhadap Penampilan Makanan

Penampilan makanan adalah bentuk fisik dari makanan yang

disajikan meliputi penilaian sampel terhadap warna, besar porsi,

bentuk makanan, konsistensi, dan cara penyajian. Penilaian sampel

tehadap penampilan makanan dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

TABEL 5.3

DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL

TERHADAP PENAMPILAN MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN

DI BATALYON INFANTERI 310/KK CIKEMBAR SUKABUMI

TAHUN 2011

Penampilan n %

Baik 23 53,5

Kurang 20 46,5

Jumlah 43 100

Berdasarkan tabel 5.3 diatas, data yang diperoleh dari

kuesioner tentang kualitas makan siang yang disajikan diketahui

dari 43 sampel, sebesar 23 orang (53,5%) menyatakan penampilan

makanan baik dan sebesar 20 orang (46,5%) menyatakan

penampilan kurang baik.

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan

yang jauh atara penilaian makanan yang baik dan kurang baik. Dari

hasil penelitian, terdapat 20 orang (46,5%) yang menyatakan aspek

warna makanan kurang baik.

Penelitian yang dilakukan ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Fathonah tahun 2003 tentang hubungan persepsi

siswa terhadap cita rasa dengan daya terima makan siang yang

disajikan di asrama Wing Dik Tekkal TNI AU Lanud Husein

Sastranegara Bandung, dimana sebesar 46,03% siswa menilai

warna makanan yang disajikan di asrama tersebut kurang baik.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

43

Hal ini dikarenakan kombinasi warna pada hari ke-1 penelitian

lebih dominan ke warna kuning kecoklatan terlihat dari menu

hidangan yang disajikan yaitu soto (kuning kecolatan), dan tempe

goreng (kuning kecoklatan). Sehingga, untuk menu soto dapat

diganti dengan menu capcay. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat

yang menyatakan bahwa suatu hidangan makanan akan lebih

menarik dengan kombinasi warna yang terdiri lebih dari tiga warna

(West, 1998). Selain itu juga, Moehyi (1992) menyatakan bahwa

penampilan makanan yang disajikan akan dipengaruhi oleh warna,

besar porsi, bentuk makanan, konsistensi dan cara penyajian.

Aspek penampilan lain yang dinyatakan baik yaitu cara penyajian

(86%), konsistensi (76,7%), bentuk makanan dan besar porsi

(74%).

5.4.2 Penilaian Sampel Terhadap Rasa Makanan

Rasa makanan adalah rasa yang ditimbulkan dari makanan

yang disajikan ini merupakan faktor kedua yang menentukan

citarasa makanan setelah penampilan itu sendiri. Untuk melakukan

citarasa lebih banyak menggunakan indra pengecapan. Indra

kecapan dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu rasa asin, rasa pahit,

rasa manis dan rasa asam ( Winarno,1997). Menurut Moehyi

(1992), rasa makanan dipengaruhi oleh aroma, tekstrur, suhu,

bumbu dan tingkat kematangan. Penilaian sampel terhadap rasa

makanan yang disajikan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

44

TABEL 5.4

DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL

TERHADAP RASA MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN

DI BATALYON INFANTERI 310/KK CIKEMBAR SUKABUMI

TAHUN 2011

Rasa n %

Baik 22 51,2

Kurang 21 48,8

Jumlah 43 100

Berdasarkan tabel diatas, data yang diperoleh dari kuesioner

tentang kualitas makan siang yang disajikan diketahui dari 43

sampel, sebesar 22 orang (51,2%) menyatakan rasa makanan baik

dan sebesar 21 orang (48,8%) menyatakan rasa makanan kurang

baik.

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada

perbedaan yang jauh atara penilaian makanan yang baik dan

kurang baik. Salah satu aspek dari rasa makanan yang dinilai

kurang baik oleh sampel dalam penelitian ini yaitu suhu makanan.

Sebanyak 20 orang (46,5%) dari 43 orang menilai suhu makanan

kurang baik.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Fathonah tahun 2003 tentang hubungan persepsi siswa terhadap

cita rasa dengan daya terima makan siang siswa Wing Dik Tekkal

Lanud Husein Sastranegara Bandung, dimana sebesar 46,03%

siswa menilai kurang baik terhadap rasa yang disajikan.

Hal tersebut terjadi karena terdapat jeda waktu yang agak

lama antara waktu pendistribusian dengan waktu makan para

prajurit remaja yang mempunyai kegiatan yang tidak tentu. Selain

itu juga, tempat penyajian sayurnya tidak disertai dengan alat

penghangat makanan. Dengan itu perlu adanya alat penghangat

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

45

makanan khususnya untuk sayur yang berkuah. Menurut Pujinuryat

(2008), suhu makanan juga mempengaruhi daya terima seseorang

terhadap makanan yang disajikan sesuai dengan cuaca/lingkungan.

Selain suhu, sebanyak 14 orang(32,6%) menyatakan aroma

kurang baik dan 10 orang (23,3%) menyatakan bumbu dari

salahsatu menu yang disajukan yaitu soto kurang baik. Penilaian

yang kurang terhadap aroma dan bumbu tersebut terjadi karena

pihak penyelenggaraan makanan belum pernah melakukan

perencanaan dan pelatihan mengenai standar bumbu sehingga

belum menggunakan standar bumbu dalam proses pengolahannya.

Dalam perencanaan tersebut diperlukan seorang yang ahli yaitu

seorang ahli gizi. Jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya

masing-masing jenis bumbu sudah ditentukan dalam setiap resep

masakan ( Pujinuryat, 2008).

5.4.3 Penilaian Sampel Terhadap Citarasa Makanan

Cita rasa makanan menimbulkan terjadinya rangsangan

terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera

penglihatan, indera penciuman dan indera pengecap. Makanan

yang memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajikan

dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan

rasa yang lezat. Penilaian cita rasa makanan yang dilakukan

konsumen merupakan suatu persepsi, dimana merupakan suatu

penilaian yang bersifat subyektif (Moehyi, 1992). Makanan yang

memiliki cita rasa tinggi adalah makanan yang disajikan dengan

menarik, menyebarkan bau yang sedap, bersih, dan memberikan

rasa yang lezat. Hasil dari penilaian citarasa makan sampel dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

46

TABEL 5.5

DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL

TERHADAP CITARASA MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN

DI BATALYON INFANTERI 310/KK CIKEMBAR SUKABUMI

TAHUN 2011

Citarasa n %

Baik 22 51,2

Kurang 21 48,8

Jumlah 43 100

Berdasarkan tabel diatas, data yang diperoleh dari kuesioner

tentang kualitas makan siang yang disajikan diketahui dari 43

sampel, sebesar 22 orang (51,2%) menyatakan citarasa makanan

baik dan sebesar 21 orang (48,8%) menyatakan citarasa kurang

baik.

Hal tersebut timbul karena adanya beberapa faktor yang

mempengaruhi seperti penilaian sampel terhadap penampilan

makanan yang masih kurang sebanyak 20 orang (46,5%) dan rasa

makanan yang masih kurang sebanyak 21 orang (48,8%). Menurut

(Moehyi,1992), cita rasa mencakup dua aspek utama, yaitu

penampilan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan saat dimakan.

Aspek dari penampilan yang paling menonjol yaitu aspek

warna makanan. Sebesar 46,5% yang menyatakan aspek warna

makanan kurang baik. Hal itu terlihat dari menu hari ke-1 dan ke-2

penelitian disominasi oleh warna kuning kecoklatan yaitu soto,

tempe goreng, ayam bumbu kecap, sayur lodeh. Selain itu juga,

dalam aspek rasa makanan yang paling menonjol yaitu suhu

(46,5%), aroma (32,6%) dan bumbu (23,3%). Salah satu faktor

yang menyebabkan kedua aspek citarasa itu kurang adalah karena

perencanaan menunya tidak dibantu oleh seorang ahli gizi. Kedua

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

47

aspek ini sama pentingnya untuk diperhatikan agar betul-betul

dapat menghasilkan makanan yang memuaskan.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Fathonah tahun 2003 tentang hubungan persepsi siswa terhadap

cita rasa dengan daya terima makan siang siswa Wing Dik Tekkal

Lanud Husein Sastranegara Bandung, dimana sebesar 46,03%

siswa menilai kurang baik terhadap rasa yang disajikan.

5.5 Asupan Energi Sampel

Asupan energi adalah rata-rata asupan energi sampel dari

makan siang selama 2 hari tidak berturut-turut yang dibandingkan

dengan kebutuhan energi makan siang.

TABEL 5.6

DISTRIBUSI FREKUENSI ASUPAN ENERGI SAMPEL

DARI MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN

BATALYON INFANTERI 310/KK CIKEMBAR SUKABUMI

TAHUN 2011

Asupan Energi n %

Baik 41 95,3

Kurang 2 4,7

Jumlah 43 100

Hasil penelitian menunjukan asupan energi makan siang

sampel yang didapat dari makanan yang disediakan berkisar antara

777, 8 kkal sampai 1283,05 kkal dengan rata-rata 933,28 kkal.

Kebutuhan energi makan siang setiap sampel merupakan 30% dari

kebutuhan sehari masing-masing sampel, dimana kebutuhan energi

standar (80% kebutuhan energi makan siang masing-masing

sampel) berkisar antara 730,75 kkal sampai 942,48 kkal.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

48

Berdasarkan tabel diatas, menunjukan bahwa dari 43 orang

sampel yang diteliti, 41 orang (95,3%) memiliki asupan energi

makan siang yang baik, sedangkan sebanyak 2 orang (4,7) yang

memiliki asupan energi makan siang yang kurang. Dari data

tersebut sebagian besar sampel memiliki asupan energi makan

siang yang baik. Tetapi, masih adanya sampel yang asupan

energinya kurang.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Anggraeni tahun 2010 tentang Hubungan antara Tingkat Konsumsi

Energi dan Protein dengan Status Gizi Siswa Pusat Pendidikan

Artileri Medan Cimahi Tahun 2010 yang mana sebesar 94,7%

memiliki tingkat konsumsi energi baik.

Hal tersebut timbul karena besar porsi dari makanan pokok

(nasi) yang diambil oleh sampel tersebut lebih sedikit dari standar

porsi yang ditentukan (400 gram) yaitu sekitar 257-274 gram.

Asupan makanan penting untuk memenuhi kebutuhan energi

dalam tubuh, meskipun cadangan energi menyediakan cadangan

penyangga pada kondisi kelaparan.(Marry, 2007)

5.6 Asupan Protein Sampel

Asupan protein adalah rata-rata asupan protein sampel dari

makan siang selama 2 hari tidak berturut-turut yang dibandingkan

dengan kebutuhan protein makan siang.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

49

TABEL 5.7

DISTRIBUSI FREKUENSI ASUPAN PROTEIN SAMPEL

DARI MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN

BATALYON INFANTERI 310/KK CIKEMBAR SUKABUMI

TAHUN 2011

Asupan Protein n %

Baik 30 69,8

Kurang 13 30,2

Jumlah 43 100

Hasil penelitian menunjukan asupan protein makan siang

sampel yang didapat dari makanan yang disediakan institusi

berkisar antara 26,3 gram sampai 38,2 gram dengan rata-rata

30,83 gram. Kebutuhan protein makan siang setiap sampel

merupakan 30% dari kebutuhan protein sehari masing-masing

sampel, dimana kebutuhan protein standar (80% kebutuhan energi

makan siang masing-masing sampel) berkisar antara 27,4 gram

sampai 35,34 gram. Berdasarkan tabel diatas, menunjukan bahwa

dari 43 orang sampel yang diteliti 30 orang (69,8%) memiliki

asupan protein makan siang yang baik, sedangkan sebanyak 13

orang (30,2%) memiliki asupan protein makan siang yang kurang.

Masih banyaknya asupan protein sampel yang kurang

disebabkan karena besar porsi dari lauk hewani yaitu ayam bumbu

kecap yang tidak semua sesuai dengan standar porsi yang telah

ditentukan. Selain itu terdapat beberapa sampel yang tidak

menyukai lauk nabati (tempe).

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

50

5.7 Hubungan Antara Cita Rasa Makan Siang yang disajikan dengan

Asupan Energi Makan Siang Sampel

Hubungan Antara Cita Rasa Makan Siang yang disajikan

dengan Asupan Energi Makan Siang Sampel dapat dilihat pada

tabel berikut ini :

TABEL 5.8

HUBUNGAN ANTARA CITARASA MAKAN SIANG

DENGAN ASUPAN ENERGI SAMPEL

DI BATALYON INFANTERI 310/KK CIKEMBAR SUKABUMI

TAHUN 2011

Citarasa

Makanan

Asupan Energi Total

Kurang baik Baik

n % n % n %

Kurang Baik 1 2,3 14 32,6 15 34,9

Baik 1 2,3 27 62,8 28 65,1

Total 2 4,6 41 95,4 43 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa cita rasa

makanan mempengaruhi asupan energi makan siang sampel. Hal

ini dapat dilihat dari 28 orang sampel terdapat 27 orang (62,8%)

yang menilai citarasa dan asupan energinya baik.

Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus Fisher

Exact menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna, dimana

nilai p-value > α (1 > 0,05).

Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Nihayah (2007)

yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

kualitas makanan dari segi penampilan dan rasa terhadap asupan

energi. Tetapi sesuai dengan penelitian Livianti (2009) yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

penilaian siswa terhadap citarasa dengan daya terima makan

siang.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

51

Adanya sampel yang menilai baik terhadap citarasa

makanan dan asupan energi sebesar (62,8%), sedangkan sampel

yang menilai kurang terhadap citarasa dan asupan energi sebesar

(2,3%). Dari data tersebut terlihat bahwa sebagian besar sampel

menghabiskan makan siangnya. Sedangkan pada tabel 5.7

sebesar (48,8%) menyatakan citarasa kurang baik. Sehingga tidak

didapatkan adanya hubungan yang bermakna, padahal secara

teoritis ada hubungan antara citarasa dengan asupan energi.

Terdapat hal ini yaitu dikarenakan adanya keterbatasan

dalam hal metodologi penelitian dan pengumpulan data

(penimbangan makanan). Selain itu terdapat faktor lain yang belum

digali dalam penelitian ini. Faktor tersebut kemungkinan

diantaranya adalah kondisi kesehatan dari sampel yang mana pada

saat penelitian indera pengecapannya berkurang. Selain itu juga,

faktor tingkat kebosanan terhadap menu, sanitasi makanan dan

derajat kesukaan terhadap makanan.

5.8 Hubungan Antara Cita Rasa Makan Siang yang disajikan dengan

Asupan Protein Sampel

TABEL 5.9

HUBUNGAN ANTARA CITARASA MAKAN SIANG

DENGAN ASUPAN PROTEIN SAMPEL

DI BATALYON INFANTERI 310/KK CIKEMBAR SUKABUMI

TAHUN 2011

Citarasa

Makanan

Asupan Protein Total

Kurang Baik Baik

n % n % n %

Kurang Baik 20 46,5 5 11,6 25 58,1

Baik 10 23,3 8 18,6 18 41,9

Total 30 69,8 13 30,2 43 100

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

52

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa cita rasa

makanan tidak mempengaruhi asupan protein makan siang sampel.

Hal ini dapat dilihat dari 25 orang sampel terdapat 20 orang (46,5%)

yang menilai citarasa dan asupan proteinnya kurang baik.

Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus Fisher

Exact menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna antara

citarasa makan siang dengan asupan protein, dimana nilai p-value

> α (0,742 > 0,05).

Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Nihayah (2007)

yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

kualitas makanan dan asupan protein. Tetapi pada penelitian

Indriana (2005) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara persepsi siswa terhadap penampilan dan rasa

makanan dengan asupan protein.

Adanya sampel yang menilai kurang terhadap citarasa

makanan dan asupan protein sebesar (46,5%), sedangkan sampel

yang menilai baik terhadap citarasa dan asupan energi sebesar

(18,6%). Dari data tersebut didapatkan adanya hubungan yang

bermakna, padahal secara teoritis ada hubungan antara citarasa

dengan asupan energi.Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan

dalam hal metodologi penelitian dan pengumpulan datanya serta

terdapat faktor lain yang belum dimunculkan dalam penelitian ini.

Kemungkinan faktor tersebut yaitu faktor psikologis, sosial, budaya

yang dapat mempengaruhi asupan makan seseorang.

Cita rasa ini merupakan salah satu aspek penilaian kualitas

makanan yang disajikan (Mukrie, 1990). Menurut Marry (2007)

asupan protein yang tidak adekuat jarang terjadi sendiri.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

53

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara cita rasa

makan siang yang disajikan dengan asupan energi dan asupan

protein Prajurit Remaja Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar Sukabumi

Tahun 2011, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

6.1.1. Batalyon Infanteri 310/KK adalah salahsatu institusi militer

sebagai satuan operasional Brigif 15 Kujang II.

6.1.2. Secara keseluruhan gambaran umum tentang

penyelenggaraan makanan di Batalyon Infanteri 310/KK

adalah cukup baik, dilaksanakan secara swakelola yang

diperuntukan bagi prajurit remaja yang belum berkeluarga

tetapi dalam perencanaan bahan makanan tidak menghitung

nilai Gizi tapi hanya berdasarkan jumlah prajurit.

6.1.3. Prajurit remaja yang dijadikan sampel ini berjumlah 43 orang

yang sebagian besar berumur 18-30 tahun (97,7%).

6.1.4. Penilaian sampel terhadap penampilan makan siang yang

disajikan kurang baik (46,5%) dan baik (53,5%),

6.1.5. Penilaian sampel terhadap rasa makan siang yang disajikan

kurang baik (48,8%) dan baik (51,2%),

6.1.6. Penilaian sampel terhadap citarasa makan siang yang

disajikan kurang baik (48,8%) dan baik (51,2%),

6.1.7. Dari Hasil penelitian menunjukan asupan energi makan siang

sampel berkisar antara 777, 8 kkal sampai 1283,05 kkal

dengan rata-rata 933,28 kkal.

6.1.8. Dari 43 orang sampel yang diteliti, 41 orang (95,3%) memiliki

asupan energi makan siang yang baik, sedangkan sebanyak 2

53

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

54

orang (4,7%) memiliki asupan energi makan siang yang

kurang.

6.1.9. Hasil penelitian menunjukan asupan protein makan siang

sampel berkisar antara 26,3 gram sampai 38,2 gram dengan

rata-rata 30,83 gram.

6.1.10. Dari 43 orang sampel yang diteliti, 30 orang (69,8%) memiliki

asupan protein makan siang yang baik, sedangkan sebanyak

13 orang (30,2%) memiliki asupan protein makan siang yang

kurang.

6.1.11. Berdasarkan hasil uji Fisher Exact dengan tingkat

kepercayaan 90%(α=0,05) ternyata tidak ada hubungan yang

bermakna antara citarasa makan siang dengan asupan energi

( p=1)

6.1.12. Berdasarkan hasil uji Fisher Exact dengan tingkat

kepercayaan 90%(α=0,05) ternyata tidak ada hubungan yang

bermakna antara citarasa makan siang dengan asupan

protein (p=0,742)

6.2 Saran

6.2.1. Perlu adanya perencanaan menu dari mulai pola menu, siklus

menu, standar porsi, standar bumbu yang baku dengan

bantuan tenaga ahli gizi dalam pengelolaannya.

6.2.2. Karena perencanaan standar bumbu belum ada perlu

dilakukannya pelatihan perencanaan menu pada petugas

penyelenggaraan makanan oleh ahli gizi.

6.2.3. Pihak Batalyon Infanteri 310/KK Cikembar disarankan setiap

bulan untuk menyebarkan kuesioner evaluasi citarasa

makanan kepada seluruh konsumen secara berkala dan

ditindak lanjuti.

6.2.4. Agar tempat penyajian sayur selalu hangat maka di setiap

barak diperlukan alat penghangat makanan.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

55

6.2.5. Dari segi Rasa makanan untuk mempermudah dan adanya

kesesuaian bumbu maka sebaiknya dibuat standar bumbu

untuk masing-masing hidangan atau masakan.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

56

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama.

Anggraeni, Dhona Dwi. 2010. Hubungan antara Tingkat Konsumsi Energi

dan Protein dengan Status Gizi Siswa Pusat Pendidikan Artileri

Medan Cimahi Tahun 2010. Bandung: Poltekkes Kemenkes

Bandung Jurusan Gizi.

Barasi, Mary E. 2007. At a Glance ILMU GIZI. Jakarta : Erlangga.

Chrisnandi, Yuddy. 2007. Dilema Politik Anggaran Pertahanan. Jakarta :

LP3ES.

Depkes RI. 1991. “ Pedoman Pengelolaan Makanan Bergizi untuk pekerja

“. Jakarta : Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat

dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

Dephan. 2010. Meningkatkan Kemampuan Pertahanan Negara. Dikutip

dari www.dephan.go.id pada tanggal 3 april 2010.

Depkes RI. 1991. Menyusun Menu Makanan Karyawan. Jakarta

Fathonah, Siti. 2003. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Cita Rasa

dengan Daya Terima Makan Siang yang disajikan di Asrama Wing

Pendidikan Teknik dan Pembekalan ( Wing Dik Tekkal) TNI AU

Lanud Husein Sastranegara bandung Tahun 2003. Bandung :

Poltekkes Depkes Bandung Jurusan Gizi.

Febrianti, Dessy. 2009. Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Konsumsi

dan Analisis Preferensi Atlet di SMA Negeri Ragunan Jakarta.

Bogor : Institut Pertanian Bogor.

56

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

57

Handayani, Christiani. 2003. Hubungan antara Kualitas Makanan dengan

Asupan Energi dan Protein Siswa Wing Pendidikan Teknik dan

Pembekalan ( Wing Dik Tekkal) TNI AU Lanud Husein

Sastranegara bandung Tahun 2003. Bandung : Poltekkes Depkes

Bandung Jurusan Gizi.

Karyadi dan Muhilal, 1996. Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan. Jakarta: PT

Gramedia

Kesad. 2010. Kesehatan Militer Matra Darat. Dikutip dari

http://www.kesad.mil.id/content/kesehatan-matra-darat.html pada

tanggal 3 april 2010.

Khan, Mahmood. 1987. “ Food Service Operation “. Van Nostrand Rein

Hold Company. New York.

Mabes TNI AD. 2003. Buku Pedoman Kesehatan Preventif Militer TNI AD.

Jakarta

Mabes TNI AD. 2005. Sejarah Perjuangan dan kepemimpinan TNI AD.

Jakarta.

Mabes TNI AD. 2010. Sejarah TNI. Dikutip dari

http://www.tni.mil.id/reputation.php?q=dtl&id=6.html pada tanggal

12 Mei 2010.

Mahaffey, Mary J et all. 1981. Food Service System. Academic Press, Inc

London, New York

Moehyi, Sjahmien. 1992. “ Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa

Boga “. Jakarta : Bharata.

Muchotob, Elmiar dkk. 1991. Pedoman Manajemen Pelayanan Gizi

Makanan Berkelompok. Jakarta : Depkes RI.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

58

Mukrie, Nursiah, dkk. 1990. Manajemen Pelayan Gizi Institusi Dasar .

Jakarta : Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat

Bekerja sama dengan AKZI Jakarta

Mukrie, Nursiah, dkk. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Lanjut.

Jakarta : Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat

Bekerja Sama dengan AKZI Jakarta

Murti, Bhisma. 1996. Penerapan Metoda Statistika Non Parametrik Dalam

Ilmu Kesehatan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Nihayah, Siti. 2007. Hubungan Antara Kualitas Makan Siang Yang

Disajikan Dengan Asupan (Energi, Protein) Siswi Madrasah

Tsanawiyah Di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhamadiyah

Garut. Bandung : Poltekkes Bandung Jurusan Gizi.

Notoatmodjo, Sukidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta :

Rineka Cipta.

Sunarsasi, Erna. 2007. Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi dan

Status Gizi Prajurit Remaja Batalion Kesehatan Divisi Infanteri I

Kostrad Bogor. Bandung : Poltekkes Bandung Jurusan Gizi.

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

West, Bassie B. Dan Levelle Wood. 1988. Food Service In Institution.

Edisi 6. New York: Macmillan Publishing.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama.

www.jtptunimus-gdl-s1-2008-pujinuryat-500-3-bab2.pdf pada tanggal 2 Juli

2010.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

59

www.jtptunimus-gdl-s1-2008-sumiyati-1019-2-bab2.pdf pada tanggal 2 Juli

2010.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filedari tujuan penyediaan makanan serta cara pengelolaan yang ... masyarakat yang makan di luar rumah. g) Pelayanan gizi institusi khusus

60