BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar...

176
1 Nurlailah,2019 STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU NTB Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dibentuknya Undang-Undang bertujuan untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Proses pembuatan undang-undang sebagai wujud pembangunan hukum, dan rentetan kejadian yang bermula dari perencanaan, pengusulan, pembahasan dan pengesahan. Semua proses tersebut dilakukan oleh para aktor yang dalam sistem demokrasi modern disebut eksekutif (presiden beserta jajaran kementeriannya) dan legislatif (DPR). Menurut Pasaribu (dalam Wijayanti, 2013, hlm. 180-181) dalam sistem pembentukan hukum yang demokratis, proses pembentukan hukum tersebut memiliki tipe bottom up, yakni menghendaki bahwa materiil hukum yang hendak merupakan pencerminan nilai dan kehendak rakyat. Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan di segala bidang yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Menurut Waluyo (dalam 2013, Hartono, hlm. 466) menjelaskan bahwa adil dan makmur adalah dua pasangan yang tidak terlepaskan dalam falsafah hidup masyarakat dan merupakan tujuan hidupnya. Dengan hakikat pembangunan sebagaimana tersebut, maka pembangunan merupakan pengamalan Pancasila. Dengan pengertian mengenai hakekat pembangunan, maka terdapat dua masalah pokok yang perlu diperhatikan. Pertama, pembangunan nasional menuntut keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat warga negara Republik Indonesia. Kedua, karena pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancasila, maka keberhasilannya akan sangat dipengaruhi oleh sikap dan kesetiaan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

1

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dibentuknya Undang-Undang bertujuan untuk mewujudkan manusia

Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil,

makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Dasar 1945. Proses pembuatan undang-undang sebagai wujud pembangunan

hukum, dan rentetan kejadian yang bermula dari perencanaan, pengusulan,

pembahasan dan pengesahan. Semua proses tersebut dilakukan oleh para aktor

yang dalam sistem demokrasi modern disebut eksekutif (presiden beserta

jajaran kementeriannya) dan legislatif (DPR). Menurut Pasaribu (dalam

Wijayanti, 2013, hlm. 180-181) dalam sistem pembentukan hukum yang

demokratis, proses pembentukan hukum tersebut memiliki tipe bottom up,

yakni menghendaki bahwa materiil hukum yang hendak merupakan

pencerminan nilai dan kehendak rakyat. Untuk mewujudkan masyarakat adil

dan makmur berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan di

segala bidang yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.

Menurut Waluyo (dalam 2013, Hartono, hlm. 466) menjelaskan bahwa adil

dan makmur adalah dua pasangan yang tidak terlepaskan dalam falsafah hidup

masyarakat dan merupakan tujuan hidupnya.

Dengan hakikat pembangunan sebagaimana tersebut, maka

pembangunan merupakan pengamalan Pancasila. Dengan pengertian

mengenai hakekat pembangunan, maka terdapat dua masalah pokok yang

perlu diperhatikan. Pertama, pembangunan nasional menuntut keikutsertaan

secara aktif seluruh lapisan masyarakat warga negara Republik Indonesia.

Kedua, karena pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancasila,

maka keberhasilannya akan sangat dipengaruhi oleh sikap dan kesetiaan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

2

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

bangsa Indonesia terhadap Pancasila. bangsa Indonesia terhadap Pancasila

bangsa Indonesia terhadap Pancasila

Masalah keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan nasional

adalah wajar. Kesadaran serta kesempatan untuk itu sepatutnya ditumbuhkan,

mengingat pembangunan adalah untuk manusia dan seluruh masyarakat

Indonesia. Dengan pendekatan ini, usaha untuk menumbuhkan kesadaran

tersebut sekaligus juga merupakan upaya untuk memantapkan kesadaran

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berorientasi kepada

pembangunan nasional.

Menurut Soekanto (1977, hlm. 462) pembangunan mencakup dan

berkaitan langsung dengan bidang hukum yang merupakan salah satu sarana

untuk menjaga keserasian dan keutuhan masyarakat serta pembaharuan

masyarakat. Ketertiban dan integrasi melalui hukum adalah suatu unsur yang

esensiil bagi setiap bentuk kehidupan politik yang terorganisir oleh karena

negara merupakan suatu lembaga yang salah satu fungsi utamanya adalah

memenuhi cita-cita tersebut. Agar hukum dapat dijalankan dengan seksama

dalam masyarakat dibutuhkan perangkat pendukung tertentu, seperti

lembaga-lembaga, struktur sosial dalam arti yang luas dan orang-orang yang

melaksanankannya

Menurut Asshiddiqie (dalam Setiadi, 2012, hlm. 5), bahwa

pembangunan hukum merupakan upaya sadar, sistematis, dan

berkesinambungan untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara yang semakin maju, sejahtera, aman, dan tenteram di dalam

bingkai dan landasan hukum yang adil dan pasti. Dalam bingkai yang pasti

yaitu oleh hukum, maka antara lain akan dapat kita jumpai hal sebagai seperti

penciptaan lembaga-lembaga hukum baru yang melancarkan dan mendorong

pembangunan. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa apabila pada suatu

masyarakat dapat dijumpai keteraturan dan ketertiban dalam jalannya hukum

maka itu berarti, bahwa ia mendapatkan dukungan dari struktur sosial dan

aktivitas para pelaksananya.

Dalam kerangka inilah letak pentingnya peranan organisasi

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

3

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

kemasyarakatan. Peran organisasi kemasyarakatan sendiri merupakan peran

yang sangat strategis terutama dalam kerangka demokrasi. Sebagai organisasi

sukarela yang dibentuk oleh masyarakat untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam pembangunan maka keberadaan organisasi ini penting

dalam membangun kesadaran masyarakat dalam partisipasi pembangunan

dan pencegahan penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintah. Organisasi

kemasyarakatan yang selanjutnya disebut ormas dalam pasal 1 UU ormas

Nomor 17 Tahun 2013 adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh

masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak,

kebutuhan, kepentingan, kegiatan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam

pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang berdasarkan Pancasila. Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara

merupakan harga mati bagi segenap bangsa Indonesia sehingga keberadaan

ormas yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 dapat menjadi

bentuk suatu ancaman bagi kedaulatan Indonesia itu sendiri.

Upaya menyelesaikan masalah munculnya ormas yang dianggap asas

dan kegiatannya dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945,

dan ada ormas yang dinilai kegiatannya tidak sesuai dalam AD/ART yang

terdaftar dan disahkan pemerintah, sebenarnya telah di atur dalam UU No.17

tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan namun eksistensi UU No.17

tahun 2013 dianggap belum komprehensif mengatur ormas yang dinilai

bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 45 sehingga muncul

kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif bagi setiap

ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945.

Kemudian pemerintah mengambil langkah cepat untuk menertibkan ormas di

Indonesia, langkah cepat yang diambil adalah dengan menerbitkan peraturan

pemerintah pengganti undang-undang (perppu), yaitu Perppu Nomor 2 Tahun

2017 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang organisasi kemasyarakatan yang dikeluarkan dan di tandatangani

Presiden Jokowi pada tanggal 10 Juli 2017 dan telah disahkan oleh DPR

sebagai Undang-Undang melalui rapat paripurna pada tanggal 24 Oktob2017.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

4

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Melalui Perppu yang telah menjadi Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2017 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 organisasi kemasyarakatan menjadi

undang-undang tersebut, ada beberapa perubahan yang dilakukan terhadap

UU No.17 tahun 2013 antara lain perubahan pada pasal 1 angka 1, pasal 59,

pasal 60, pasal 61, pasal 62, dan penjelasan pasal 59, kemudian pasal 63-81

dihapus, muncul pasal 80A, pasal 82A, dan pasal 83A, dan adanya Bab

XVIIA.

Dasar yang menjadi pertimbangan penting lahirnya Perppu Yang

telah menjadi UU tersebut adalah Pertama, bahwa Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan mendesak untuk segera

dilakukan perubahan karena belum mengatur secara komprehensif mengenai

keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga terjadi kekosongan hukum

dalam hal penerapan sanksi yang efektif; kedua bahwa terdapat organisasi

kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya tidak sejalan dengan asas

organisasi kemasyarakatan sesuai dengan anggaran dasar organisasi

kemasyarakatan yang telah terdaftar dan telah disahkan Pemerintah, dan

bahkan secara faktual terbukti ada asas organisasi kemasyarakatan dan

kegiatannya yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketiga bahwa Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan belum menganut

asas contrarius actus sehingga tidak efektif untuk menerapkan, menganut,

mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan

dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.7

Yusril ihza Mahendra menilai isi yang ada dalam Perppu yang telah

menjadi undang-undang ini adalah kemunduran demokrasi di negeri ini,

karena Perppu ini membuka peluang bagi sebuah kesewenang-wenangan dan

tidak sejalan dengan cita-cita reformasi. Yusril mengatakan, Undang-Undang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

5

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi kemasyarakatan yang ada saat ini

harusnya sudah cukup baik. UU tersebut mengatur agar pemerintah tidak

mudah dalam membubarkan ormas, melainkan harus lebih dahulu melakukan

langkah persuasif, memberi peringatan tertulis, dan menghentikan kegiatan

sementara kepada ormas tersebut. Kalau tidak efektif dan Pemerintah mau

membubarkannya, maka Pemerintah harus meminta persetujuan Pengadilan

lebih dahulu sebelum membubarkan ormas tersebut. Dengan perppu baru ini,

semua prosedur itu tampak dihilangkan. Pemerintah dapat membubarkan

setiap ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila tanpa melalui

prosedur di atas. (www.nasional.kompas.com)

Dalam penerbitan perppu nomor No.2 tahun 2017 yang telah

disahkan menjadi UU banyak menimbulkan pro-kontra di lingkungan

masyarakat. Sebagai catatan, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang

ormas ini mendapat penolakan oleh beberapa parpol yaitu PAN, PKS, dan

Gerindra konsisten menolak perppu ormas. Ketiga fraksi ini beralasan perppu

melanggar asas demokrasi, tidak ada kegentingan yang memaksa, dan tidak

adanya kekosongam hukum.(www.news.liputan6.com). Pihak yang pro

menganggap bahwa hadirnya Perppu No. 2 Tahun 2017 yang telah menjadi

UU tersebut dapat menjadi regulasi yang efektif bagi pemerintah untuk

menertibkan ormas yang melakukan pelanggaran, sehingga setiap kegiatan

ormas dapat sejalan dan selaras dengan ideologi bangsa, sedangkan beberapa

pihak yang kontra kemudian mengajukan gugatan terhadap perppu ormas

tersebut, di antaranya adalah permohonan dengan nomor perkara

48/PUU-XV/2017 diajukan oleh yayasan sharia law al qonuni dan beberapa

pihak lainnya.(www.nasional.kompas.com)

Secara umum, pemohon mempersoalkan penerbitan perppu ormas

tidak dalam keadaan genting yang memaksa sebagaimana disebutkan dalam

pasal 22 UUD 1945 dan sejumlah pasal dalam perppu ormas yang telah

menjadi UU tersebut dinilai diskriminatif dan dianggap bertentangan dengan

kebebasan berpendapat yang sejatinya adalah ruh dalam kehidupan

berdemokrasi di negara hukum.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

6

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Menurut Mahfud MD (2017, hlm. 345) mengatakan : sudah saatnya

diadakan penyempurnaan pelaksanaan demokrasi. Sudah saatnya diadakan

demokratisasi dalam kehidupan kenegaraan, terutama menyangkut

pelaksanaan demokrasi pancasila. Label yang disandang Indonesia sebagai

sebuah negara demokrasi baru dan reputasi yang semakin baik di dunia

internasional sebagai anggota utama Community of Democracy, pemrakarsa

Bali Democracy Forum dan status Indonesia sebagai pemimpin ASEAN yang

paling demokratis seakan-akan tidak relevan ketika DPR mengesahkan UU

Ormas ini. Pernyataan keras dan berbagai aksi penolakan terhadap pengesahan

undang-undang ini tidak hanya datang dari dalam negeri seperti dari

komunitas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), komunitas buruh dan

organisasi-organisasi besar seperti Muhammadiyah, dan juga salah satu

contoh organisasi yang dibubarkan dibekukan oleh Kementerian Hak asasi

manusia yaitu Hizbut Tahrir.

Didalam Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa

“Negara Indonesia Ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Pasal 1

menjelaskan bahwa dimana kedaulatan negara berada ditangan rakyat, hal ini

merupakan indikator negara demokrasi yang dapat dilihat dengan adanya

keterlibatan rakyat dalam mengambil suatu keputusan, adanya persamaan hak

antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme

mayoritas dan minoritas dalam mengambil suatu keputusan yang didasari pada

prinsip hak asasi manusia.

Menurut Syamsir (2015, hlm. 116) mengatakan : salah satu hal yang

sangat penting dalam demokrasi adalah kebebasan warga negara dalam

berbagai aspek, baik itu kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat dan

kebebasan beragama menurut agama dan keyakinan masing-masing, semua

aspek kebebasan tersebut telah dicantumkan dalam konstitusi negara kita serta

dilindungi hak kebebasan warga negara tersebut. Selain itu hal yang sangat

penting dalam demokrasi adalah keadilan bagi setiap warga negara yang

kemudian dituangkan dalam konstitusi dan hukum positif di Indonesia.

Menurut Riana (2017, hlm. 2) apalah artinya demokrasi yang maju kalau

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

7

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

rakyatnya semakin sengsara, tentunya ini tidak sesuai dengan tujuan negara

yang selama ini dicita-citakan.

Di negara-negara demokrasi, upaya membatasi kebebasan berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan pendapat sudah lama ditinggalkan, bahkan

pemerintah membuat kebijakan yang memberi legitimasi, peran yang luas dan

dukungan nyata seperti alokasi dana kepada ormas, dengan tidak melakukan

pembatasan terhadap hak asasi manusia warga negaranya, sehingga dapat

berfungsi sebagai kekuatan kontrol yang kritis, kuat dan sehat bagi tegaknya

demokrasi. Teori hak asasi manusia menurut aliran atau pemikiran John

Locke, yang menyatakan bahwa manusia terlahir dengan hak-hak alamiah,

yang tidak dapat dilepaskan atau diserahkan kepada masyarakat atau

penguasa/pemerintah kecuali atas perjanjian. Hak-hak alamiah tersebut adalah

life atau hak untuk hidup, liberte atau hak kebebasan, dan estate atau hak-hak

untuk memiliki sesuatu. Hah-hak tersebut telah tercakup dalam UUD NRI

1945 hasil amandemen yang lebih menjamin perlindungan HAM warga

negara Indonesia.

Menurut Asshidiqie (2015, hlm. 202) salah satu HAM yang dijamin

oleh UUD NRI 1945 ialah kebebasan yang diatur dalam Pasal 28E ayat (3)

yang menyatakan : “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul

dan mengeluarkan pendapat”.

Menurut Tyagita (2011, hlm. 3), prinsip kebebasan berserikat tidak

hanya diatur di dalam konstitusi Indonesia, melainkan juga tercantum dalam

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang merupakan hak

atas kebebasan pribadi yakni dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2). Sebagai suatu

prinsip dasar, prinsip kebebasan berserikat tidak dapat berdiri sendiri tanpa

adanya pengakuan dari peraturan perundang-undangan.

Sejalan dengan itu kemudian dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 39 Tahun l999 tentang hak asasi manusia, yang selanjutnya disebut

UU HAM menyatakan: “Setiap warga negara atau kelompok masyarakat

berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat, atau

organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

8

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntunan perlindungan, penegakan

dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan”. Ketentuan ini mengandung makna bahwa masyarakat

diberi peran secara aktif dalam penyelenggaraan negara melalui organisasi

kemasyarakatan di luar organisasi pemerintahan demi tercapainya

pembangunan bangsa ini. Sebagai organisasi kemasyarakatan dalam

kegiatannya dapat melakukan pengawasan atau koreksi bila kebijakan

pemerintah kurang sejalan dengan kondisi masyarakat. Hal ini sebagai bentuk

peran serta masyarakat dan merupakan representasi kedaulatan rakyat.

Bagi setiap orang membutuhkan untuk berorganisasi dalam wilayah

Indonesia, hanya saja pemerintah dalam hal pembentukan UU ormas hanya

perlu mengatur secara spesifik bagaimana cara organisasi kemasyarakatan

dalam menggunakan dan mengimplementasikan kebebasan itu, dan

menjelaskan syarat-syarat dan prosedur pembentukan, pembinaan,

penyelenggaraan kegiatan, pengawasan, dan pembubaran organisasi lebih

rinci, yaitu dengan undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya. Karena

alasan itulah, pemerintah memandang perlu untuk menyusun satu

undang-undang berdasarkan ketentuan UUD NRI 1945 setelah reformasi,

yaitu UU No. 16 Thn 2017 tentang organisasi kemasyarakatan. Setiap orang

diberi hak untuk bebas membentuk atau ikut serta dalam keanggotaan atau pun

menjadi pengurus organisasi dalam kehidupan bermasyarakat dalam wilayah

Indonesia.

Ketentuan ini mengandung makna bahwa masyarakat diberi peran

secara aktif dalam penyelenggaraan negara melalui organisasi

kemasyarakatan di luar organisasi pemerintahan demi tercapainya

pembangunan bangsa ini. Sebagai ormas dalam kegiatannya dapat melakukan

pengawasan atau koreksi bila kebijakan pemerintah kurang sejalan dengan

kondisi masyarakat. Hal ini sebagai bentuk peran serta masyarakat dan

merupakan bentuk kedaulatan rakyat. Setelah melihat pengaturan atas HAM

yang telah dijamin dalam UUD NRI 1945 serta Undang-undang HAM itu,

seharusnya tidak perlu lagi dibuat pengaturan oleh undang-undang untuk

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

9

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

memastikan adanya kemerdekaan atau kebebasan.

Meskipun dalam perubahan UUD NRI 1945 tidak menyentuh pasal 28,

tetapi mengadopsi norma baru dalam pasal 28E ayat (3), karena Pasal 28

dianggap tidak mengandung jaminan HAM yang seharusnya menjadi muatan

konstitusi negara demokrasi. Oleh karena itu, pemuatan kembali hak

berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dalam pasal 28E ayat (3)

UUD NRI 1945, adalah untuk menegaskannya sebagai salah satu HAM yang

menjadi hak konstitusi, dan yang menjadi kewajiban negara terutama

pemerintah untuk melindungi, menghormati, memajukan dan memenuhinya.

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Jakarta Provinsi DKI, Indonesia,

yang merupakan menjadi lokasi penelitian dan yang menjadi isu tentang

lahirnmya Perppu Nomor 2 tahun 2017 yang saat ini sudah sah menjadi

undang-undang organisasi kemasyarakatan.

Masyarakat senantiasa mengalami perubahan-perubahan, menurut

Soerjono (dalam Ellya 2011, hlm. 32) perubahan-perubahan dalam

masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola

perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam

masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya.

Perubahan dapat menonjol atau tidak; dapat cepat atau lambat; dapat

menyangkut soal-soal yang fundamental bagi masyarakat bersangkutan atau

hanya perubahan yang kecil saja. Namun bagaimanapun sifat dan tingkat

perubahan itu, masyarakat senantiasa mengalaminya.

Pola-pola perilaku organisasi oleh masyarakat dibentuk karena adanya

kepentingan masyarakat dalam sebuah organisasi. Menurut Putri dan

Kusumaputri (2014, hlm. 53), organisasi pada dasarnya merupakan suatu

bentuk kelompok sosial yang terdiri dari beberapa anggota dan mempunyai

persepsi bersama tentang kesatuan mereka. Masing-masing anggota mendapat

penghargaan (reward) untuk mencapai tujuan bersama, kalau suatu kelompok

sudah dibentuk dan disadari bersama adanya interpendensi, saling

memberikan penghargaan (reward) serta mempersepsikan diri sebagai satu

kesatuan dalam mencapai tujuan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

10

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Mengingat tingginya tingkat heterogenitas ini, Pemerintah Kota

Jakarta terus berupaya menjaga agar tidak dimanfaatkan oleh orang atau

kelompok yang berniat memecah belah persatuan dengan dasar perbedaan.

Kondisi itu merupakan salah satu potensi terusiknya ketentraman dan

ketertiban masyarakat yang telah dibina sejak lama.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2017 organisasi kemasyarakatan (ormas) telah diresmikan DPR pada bulan

Oktober tahun 2017. Perppu ormas yang kini telah menjadi Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan, menggantikan

Undang-Undang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang organisasi kemasyarakatan.

Dengan disahkannya Perppu Nomor 2/ 2017 dengan perubahan UU

Nomor 17/2013 tentang ormas maka terdapat beberapa poin penting yang

merupakan inti pokok perdebatan dikalangan masyarakat. 1. Terdapat

hukuman pidana bagi anggota dan pengurus ormas yang dinilai bertentangan

dengan ideologi Pancasila dengan sanksi pidana penjara seumur hidup, pidana

paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun (Pasal 82A ayat 2). Pasal ini

dikritisi oleh beberapa pihak, karena hukuman yang diberikan dianggap terlalu

lama dan langsung menyasar kepada keseluruhan anggota ormas. 2. Tidak

adanya proses pengadilan bagi ormas yang dibubarkan. Artinya, pembubaran

ormas bisa dilakukan secara sepihak tanpa melewati mekanisme peradilan.

Dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017, ketentuan yang mengatur soal

pengadilan seperti yang tertera dalam pasal 63 sampai dengan pasal 80 UU

nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi masyarakat dihapus. Peniadaan proses

hukum tersebut dianggap sewenang-wenang karena secara sepihak

memberikan kewenangan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mencabut

kegiatan ormas dan melakukan pembubaran dengan sendirinya. 3. Pemerintah

bisa menafsirkan sendiri secara sepihak apakah ormas tersebut dianggap

bertentangan dengan ideologi Pancasila, tanpa melewati proses seperti

pembelaan atau klarifikasi ormas di pengadilan. Tentunya itu dianggap

menghalangi hak masyarakat yang ada dalam kebebasan berserikat atau

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

11

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

berorganisasi, berkumpul serta ikut serta dalam hidup bermasyarakat.

(www.kumparan.com)

Dari permasalahan tersebut dirasa penting bagi penulis untuk meneliti :

“Kajian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2017 Pasal 80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum

Ormas Dalam Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan ”.

1.2 Idetifikasi Masalah

Berhubungan dengan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas,

maka penulis dapat mengidentifikasi masalah berupa:

1. Dinamika perkembangan ormas dan perubahan sistem pemerintahan

membawa paradigma baru dalam tata kelola organisasi kemasyarakatan

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Perppu ormas yang kini telah menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2017 tentang organisasi kemasyarakatan, menggantikan Undang-Undang

sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang

organisasi kemasyarakatan.

3. Dengan disahkannya Perppu Nomor 2/ 2017 dengan perubahan UU

Nomor 17/2013 tentang ormas maka terdapat beberapa poin penting yang

merupakan inti pokok perdebatan dikalangan masyarakat.

4. Peniadaan prosedur pembubaran ormas.

5. yayasan yang merasa dirugikan atau menolak yaitu yayasan sharia Law al

qonuni.

1.3 Rumusan Masalah

Berhubungan dengan hal yang diuraikan diatas, maka penulis

mengangkat permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Mengapa perppu ormas pasal 80A menghilangkan proses pembubaran

ormas melalui pengadilan dalam perspektif Pendidikan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

12

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Kewarganegaraan ?

2. Bagaimana pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu

ormas dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan ?

3. Bagaimana upaya yang dilakukan ormas sehubungan dengan prosedur

pencabutan status badan hukum ormas dalam pasal 80A ?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh

informasi, mendeskripsikan, dan menganalisis secara mendalam

informasi teoretis dan empirik mengenai Peraturan pemerintah pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A tentang pencabutan

status badan hukum ormas .

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang diharapkan dari penelitian ini adalah

sebagai untuk mendeskripsikan :

1. Perppu ormas pasal 80A menghilangkan proses pembubaran

ormas melalui pengadilan dalam perspektif Pendidikan

Kewarganegaraan.

2. Pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas

dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan.

3. Upaya yang dilakukan ormas sehubungan dengan prosedur

pencabutan status badan hukum ormas dalam pasal 80A .

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah

keilmuan dibidang Pendidikan Kewarganegaraan, khususnya

dalam hal peran oganisasi kemasyarakatan dalam tatanan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

13

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

masyarakat.

2. Secara Praktis

Menjadi masukan bagi pemerintah baik di tingkat pusat

maupun daerah untuk dapat menjalankan pemerintahan dan

kewenangan yang sesuai dengan Undang-Undang, serta menjadi

bahan koreksi khususnya bagi pemerintah Kab/Kota agar dapat

menjalankan amanat Undang-Undang yang lebih baik.

Dapat dijadikan pedoman atau sebagai bahan tambahan

materi bagi pihak atau peneliti lain yang ingin mengkaji lebih dalam

terkait dengan judul tesis yang penyusun ambil yaitu tentang

Undang-Undang organisasi kemasyarakatan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Demokrasi

2.1.1 Pengertian Demokrasi

Sementara itu menurut Hook (dalam Muntoha, 2009, hlm. 381)

memberikan definisi tentang demokrasi sebagai bentuk pemerintahan

dengan keputusan-keputusan pemerintah yang penting atau arah

kebijakan di balik keputusan secara langsung didasarkan pada keputusan

mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Hal ini berarti

bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam

masalah-masalah pokok mengenai kehidupan mereka, termasuk dalam

menilai kebijaksanaan negara yang turut menentukan kehidupan mereka

tersebut.

Secara etimologis, menurut tim ICCE UIN (2000, hlm. 110)

“demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani, yakni

demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu suatu tempat, dan cratein

atau cratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi, demos-cratein

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

14

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

atau demos-craton (demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam

sistem pemerintahannya, kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan

tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa,

pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Sehingga secara bahasa

demokrasi adalah pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Konsep

pemerintahan rakyat menurut Juliardi (2015, hlm. 82) mengandung tiga

pengertian berikut:

a. Pemerintahan dari rakyat (governement of the people), yang

berhubungan dengan pemerintah yang sah (dapat pengakuan dan

dukungan rakyat) dan tidak sah;

b. Pemerintah oleh rakyat (governement by the people), di mana

kekuasaan yang dijalankan atas nama dan dalam pengawasan

rakyat;

c. Pemerintahan untuk rakyat (governement for the people), di

mana kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah

dijalankan untuk kepentingan rakyat.

Salah satu hal yang sangat penting dalam demokrasi adalah

kebebasan warga negara dalam berbagai aspek, baik itu kebebasan

berpendapat, kebebasan berserikat dan kebebasan beragama menurut

agama dan keyakinan masing, semua aspek kebebasan tersebut telah

dicantumkan dalam konstitusi negara kita serta dilindungi hak kebebasan

warga negara tersebut. Menurut Buana (2009, hlm. 97) konstitusi negara

harus mampu menjadi instrumen efektif yang mensinergiskan kedua

aspek tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wujud

sinergis antara demokrasi dan nomokrasi, tertuang secara normatif dan

filosifis dalam UUD 1945 Pada Bab 1 Pasal 1 ayat (2) dan (3). Pasal 1

ayat (2) “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-undang dasar” dan ayat (3) “ Negara Indonesia adalah negara

hukum”. Selain itu menurut Syamsir (2015, hlm. 116) hal yang sangat

penting dalam demokrasi adalah keadilan bagi setiap warga negara yang

kemudian dituangkan dalam konstitusi dan hukum positif di Indonesia.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

15

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Menurut Hilmy (2015, hlm. 409) dalam rezim demokrasi, setiap

warga negara memiliki hak yang sama untuk berpendapat dan berserikat

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Setiap warga negara

juga memiliki posisi yang sama di muka hukum. Tidak ada salah seorang

yang lebih istimewa dibanding lainnya. Artinya, sebuah rezim demokrasi

harus meruangkan perbedaan kepada siapapun, sepanjang dibenarkan

oleh paraturan perundangan yang berlaku. Pendapat lain mengatakan

yaitu Sari (2003, hlm. 24) dalam pemerintahan yang demokratis memberi

peluang bagi setiap warganya untuk menikmati hak-hak dasarnya seperti

hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berserikat dan berkumpul,

hak untuk menikmati pers yang bebas dan berbagai hak dasar lainnya.

Alfian menegaskan (1980, hlm.59) bahwa pada hakekatnya

konsep demokrasi mengandung pengertian utama, yaitu bahwa

kedaulatan politik itu berada di tangan rakyat. Yang menjadi perbedaan

adalah dalam cara bagaimana kedaulatan rakyat itu di atur dan

dilaksanakan. Bilamana pengertian utama kedaulatan rakyat itu, tidak

terkandung dalam suatu sistem politik, walaupun sistem politik itu masih

memakai nama demokrasi, namun pada hakekatnya sistem politik itu

tidaklah demokratis. Dengan lain perkataan, istilah demokrasi bisa

dipakai untuk menutupi suatu sistem politik yang isinya sama sekali

tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai hakiki dari

demokrasi itu sendiri.

Demokrasi merupakan konsep yang abstrak dan universal.

Demokrasi itu telah diterapkan di banyak negara dalam berbagai bentuk,

sehingga melahirkan berbagai sebutan tentang demokrasi, seperti

demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat, demokrasi terpimpin,

demokrasi liberal, dan sebagainya. Namun demikian pada dasarnya

demokrasi itu dapat dibedakan atas dua aliran menurut Budiardjo (1986,

hlm. 55), yaitu :

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

16

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

a. Demokrasi konstitusional, adalah demokrasi yang berawal dari

gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah

yang terbatas kekuasaannya dan tidak bertindak

sewenag-wenang terhadap warga negaranya.

Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tersebut

tercantum dalam konstitusi. Oleh karena itu, pemerintahan ini

sering disebut dnegan pemerintahan berdasarkan konstitusi.

Demokrasi konstitusional banyak diterapkan di berbagai negara

dengan berbagai variasi, mislanya dengan nama demokrasi

liberal yang banyak di terapkan di negara-negara Barat.

Demokrasi Pancasila yang di terapkan di Indonesia dapat juga

dikategorikan ke dalam tipe demokrasi konstitusional.

b. Demokrasi proletar/demokrasi rakyat, merupakan tipe demokrasi

yang lebih mendasarkan diri pada ideologi komunisme. Tipe

demokrasi ini banyak dianut oleh negara-negara komunis di

Eropa Timur, juga di Republik Rakyat China dan Korea Utara di

Asia.

Ancock dalam (Muchtar dan Majid, hlm. 2016, hlm. 134)

mengatakan bentuk masyarakat demokratis akan tumbuh dan kokoh

kalau di kalangan masyarakat tumbuh berkembang kultur dan nilai-nilai

demokratis, yakni antara lain, toleransi, bebas mengemukakan dan

menghormati perbedaan pendapat, memahami keanekaragaman dalam

masyarakat, terbuka dalam berkomunikasi, menjunjung nilai-nilai dan

martabat kemanusiaan, percaya diri, tidak menggantungkan diri pada

orang lain, saling menghargai mampu mengekang diri, kebersamaan, dan

keseimbangan.

Mannan mengatakan (2003, hlm. 151) Negara demokrasi

berdasarkan atas hukum (democratische rechtstaat), merupakan dua

sendi yang bersifat dwitunggal ( two sides of one coin) demokrasi tanpa

disertai prinsip negara berdasarkan atas hukum merupakan suatu

demokrasi yang semu, karena hukum tidak “supreme” sehingga tidak

berfungsi mengendalikan kekuasaan. Kekuasaan tidak tunduk pada

hukum. Hukum menjadi instrumen kekuasaan belaka (law as a tool of

rulling power). Secara kenyataan (realitas), demokrasi tanpa prinsip

negara berdasarkan atas hukum adalah sebuah kediktatoran yang

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

17

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

tersembunyi, karena demokrasi tidak berfungsi dengan layak (proper).

Kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagai suatu syarat negara

berdasarkan atas hukum untuk menjamin fair trial, ternyata tidak berjalan

sebagaimana mestinya, karena dilanggarnya asas seperti impartiality, due

process, persumption of innocence, equality before the law, nonself

incrimination, dan lain-lain. Kalaupun ada usaha menemukan kebenaran,

sekedar menemukan kebenaran formal ( formele waarheid) bukan

kebenaran materiil ( materieele waarheid).

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas,

penulis dapat menyimpulkan bahwa demokrasi adalah untuk

pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintah itu melekat pada

diri rakyat, atau diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau

orang banyak untuk mengatur, mempertahankan dan melindungi dirinya

dari pada orang lain atau badan yang untuk memerintah, serta peran

utama rakyat dalam proses sosial dan politik dan pertanggung jawaban

wakil rakyat yang duduk di pemerintahaan kepala rakyat serta pemilihan

wakil rakyat dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung

melalui pemilihan umum. Sehingga demokrasi adalah pemerintahan di

tangan rakyat yang mengandung tiga hal yaitu pemerintahan dari rakyat,

pemerintahan oleh rakyat dan pemerintahan untuk rakyat yang penuh

tanggung jawab. Karena itu untuk mewujudkan demokrasi yang sehat,

Mannan (2003, hlm. 151) pelaksanaan segala prinsip negara berdasarkan

atas hukum harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan konsekuen

yang meliputi hal hal seperti :

a. Pelaksanaan prinsip negara berdasarkan konstitusi yang

berintikan pembatasan kekuasaan. Bagi jabatan tertentu seperti

presiden harus ada pula pembatasan waktu maksimal memangku

jabatan;

b. Pelaksanaan “fair trial”, sebagai perwujudan kekuasaan

kehakiman yang merdeka, untuk itu harus dipegang teguh

prinsip-prinsip seperti impartiality, due process , presumption of

innocence, nonself incrimination, prinsip mewujudkan keadilan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

18

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

dan bukan menerapkan hukum belaka, prinsip kebenaran

materiil bukan sekedar kebenaran formal dan lain-lain. Penegak

hukum bukan mulut undang-undang tetapi mulut keadilan.

Dalam rangka menjamin agar ketentuan hukum dan tindakan

pemerintahan senantiasa berdarkan atas hukum atau dapat

dibenarkan untuk mencapai suatu tujuan yang sah dan adil

(based on the principle of justice), kekuasaan kehakiman harus

dibenarkan atau dibiarkan untuk menilai atau menguji (toetsing,

review), semua tindakan pemerintah dan perundang-undangan

yang berlaku;

c. Pemerintahan diselenggarakan semata-mata berdasarkan atas

ketentuan hukum, bukan berdasarkan “beleid” atau “decree”.

Prinsip-prinsip “doelmaatigheid” tidak boleh digunakan untuk

mengesampingkan prinsip-prinsip “rechmaigheid”, kecuali

benar benar dapat ditunjukan bahwa hal tersebut sangat

diperlukan sebagai sesuatu yang terpaksa (compelling interest)

untuk mencapai tujuh pemerintahan yang sah menurut prinsip

negara berdasarakan hukum. Pengunanaan prinsip “freis

ermessen”, atau “discretionary power”, harus dibatasi pada hal

yang tidak melanggar asas penyelenggaran administrasi negara

yang baik (algemene beginselen van berhoorlijk bestuur) yang

tetap menjamin kepastian hukum persamaan perlakuan, tidak

bias (karena ada conflic of interest), dan lain-lain;

d. Pelaksanaan secara wajar hak asasi manusia. Tidak boleh ada

sensor preventif. Pembatasan hak asasi manusia hanya dapat

dilakukan berdasarkan ketentuan hukum dengan maksud

semata-mata “ to promote an extremely importantor compelling

end of government “.

Di samping itu, suasana kehidupan bernegara yang demokratis dapat

di ukur pula dengan beberapa kriteria lain. Mustafa (2002, hlm. 83)

misalnya mengemukakan bahwa untuk menilai suatu negara itu

demokratis atau tidak adalah :

a. Adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan;

b. Persamaan kedudukan di depan hukum;

c. Distribusi pendapatan secara adil;

d. Kesempatan memperoleh pendidikan;

e. Kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan pers, kebebasan

berkumpul, dan kebebasan beragama;

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

19

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

f. Kesediaan dan keterbukaan informasi;

g. Mengindahkan fatsoen politik;

h. Kebebasan individu;

i. Semangat kerja sama;

j. Hak untuk protes.

A. Dahl dalam Mustafa (2002, hlm. 83) mengemukakkan 7 Prinsip

negara yang bisa dikatakan demokratis, yaitu:

a. Pejabat yang dipilih;

b. Pemilihan umum yang bebas dan fair;

c. Hak pilih yang mencakup semua;

d. Hak untuk menjadi calon suatu jabatan;

e. Kebebasan mengungkapkan diri secara lisan dan tulisan;

f. Informasi alternatif;

g. Kebebasan membenruk asosiasi.

Dari beberapa kriteria tersebut di atas, menurut Madjid (1997, hlm.

210) tampaknya ada hubungan perubahan yang sistematis antara

pelaksanan demokrasi dan tingkat kemakmuran suatu bangsa. Semakin

makmur suatu bangsa, semakin demokratis bangsa tersebut. Hal ini bisa

di lihat pula pada kemunculan demokrasi. Revolusi demokrasi pecah

hampir bersamaan waktunya dengan munculnya revolusi industri.

Kejadian ini bukan suatu kebetulan karena adanya revolusi industri telah

menimbulkan berbagai perubahan, baik dalam lingkup keluarga,

hubungan kerja, kehidupan menjadi lebih bersifat individualistik,

memerlukan tatanan sosial baru yang harus dikembangkan berdasarkan

nilai-nilai demokrasi.

2.1.2 Perkembangan Demokrasi Di Indonesia

Menurut Tim ICCN UIN (2000, hlm. 130-140) Perkembangan

demokrasi di Indonesia dapat di bagi dalam empat periode:

a. Demokrasi Pada Periode 1945-1959

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

20

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi

Parlementer. Ternyata sisitem ini kurang cocok untuk Indonesia.

Sistem parlementer mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan

diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950.

UUD 1950 yang menetapkan berlakunya sistem parlementer,

memiliki badan eksekutif yang terdiri dari Presiden sebagai kepala

negara konstitusional beserta menteri-menterinya yang mempunyai

tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai politik, usia

kabinet ini tidak bertahan lama. Sekalipun koalisi dibangun, tetapi

sangat mudah pecah. Akibatnya, terjadi distabilisasi politik nasional.

Fakta-fakta seperti itulah yang mendorong Ir.Soekarno sebagai

presiden mengeluarkan Dekrit presiden 5 Juli yang menentukan

berlakunya kembali UUD 1945, dan demokrasi sistem parlementer

pun berakhir.

b. Demokrasi Pada Periode 1959-1965

Demokrasi pada masa ini di kenal dengan demokrasi terpimpin,

menurut niat semula, yang di maksud dengan demokrasi terpimpin

menurut Mustafa (2002, hlm. 101) adalah:

1) Demokrasi terpimpin, berupa lawan dari demokrasi liberal,

adalah demokrasi karya untuk melaksanakan pembangunan

masyarakat adil dan makmur;

2) Demokrasi terpimpin secara prinsipal dapat di dasarkan pada

ajaran Pancasila;

3) Demokrasi terpimpin adalah demokrasi partai politik,

demokrasi sosial, dan demokrasi ekonomi.

Dalam pidatonya 17 Agustus 1959, menurut Mahfud (1998, hlm.

374) Presiden Soekarno menjelaskan butir-butir pokok demokrasi

Terpimpin dalam dua kategori : (1) setiap orang diwajibkan untuk

berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat dan negara. (2) setiap

orang mendapat penghidupan layak dalam masayarakat, bangsa dan

negara. Dua kategori ini menjelaskan sasaran yang hendak dicapai

oleh sistem itu. Namun, dalam praktik pelaksanaannya, apa yang

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

21

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

menjadi konsep demokrasi terpimpin di atas telah menyimpang terlalu

jauh. Penyimpangan itu misalnya, dominasi presiden, terbatasnya

peranan partai politik, berkembanganya pengaruh komunis dan

meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Diperkenalkan

sistem demokrasi terpimpin oleh Soekarno adalah awal matinya

demokrasi dalam periode 1959-1966, karena yang lebih menonjol

adalah terpimpinnya sehingga konfigurasi politik yang tampak adalah

konfigurasi otoriter. Era demokrasi terpimpin berakhir dengan

berkuasanya Orde baru yang berintikan angkatan darat tampil sebagai

pemeran utama dan membentuk rezim baru.

c. Demokrasi Periode 1965-1998

Arbi sanit dalam Fachry (1984, hlm. 93) melihat bahwa orde baru

lahir untuk mengoreksi berbagai kelemahan orde sebelumnya,

terutama mandeknya perekonomian dan ambruknya demokrasi. Pada

periode ini mungkin bisa di sebut sebagai demokrasi Pancasila,

sekalipun istilah pancasila di sini lebih bernuansa politis dan

verbalisme formal semata. Nilai-nilai pancasila lebih banyak

dijelaskan atau ditafsirkan berdasarkan kekuasaan dan kepentingan

politik penguasa. Trend yang berkembang pada masa orde baru dalam

kehidupan politik adalah peranan militer dalam kehidupan politik

yang sangat kuat dan dominan. Civic mission telah kian sempurna

menjadi dwifungsi. Kaum militer telah menunjukan peran pentingnya

dalam usaha konsolidasi. Dalam masalah ini, hubungan militer

dengan islam (sebagai bagian dari kekuatan sipil), sangat ditentukan

oleh kekuatan pandangan kedua-duanya. Pada masa ini pula, trend

yang berkembang kuat adalah penerimaan Pancasila sebagai

satu-satunya asas.

Oleh karena itu, demokrasi Pancasila pada masa rezim orde baru

hanya sebagai retorika dan gagasan belum sampai pada tataran praksis

atau penerapan. Sebab, dalam praktik kenegaraan, pemerintahan, dan

kebangsaan, rezim ini sangat tidak memberikan ruang bagi kehidupan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

22

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

berdemokrasi. Maka, ciri yang menonjol pada masa orde baru ini

menurut Fachry (1984, hlm. 93) adalah:

a) Dominannya peranan ABRI;

b) Birokrasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik;

c) Pengebirian fungsi dan partai politik;

d) Campur tangan pemerintah dalam berbagai partai politik dan

publik;

e) Masa mengambang;

f) Monolitasi ideologi negara;

g) Inkorporasi lembaga non-pemerintah.

Sebagaimana telah menjadi kritik publik, yang menonjol dalam

rezim Orde baru adalah watak kekuasaannya yang represif dan

hegemonik, yang berpotensi melumpuhkan kekuatan demokrasi yang

bersemai dalam masyarakat akar rumput, oleh karena itu selama

berkuasanya rezim orde baru kita menyaksikan suatu perjalanan

kekuasaan nyaris tanpa kontrol dari masyarakat.

d. Demokrasi pada periode 1998-sekarang

Derap reformasi yang mengawali lengsernya Orde baru pada

awal tahun 1998 pada dasarnya menurut Huda (2005, hlm. 252)

merupakan gerak kesinambungan yang merefleksikan komitmen

bangsa Indonesia yang secara rasional dan sistematis bertekad untuk

mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi. Nilai-nilai dasar

tersebut antara lain berupa sikap transparan dan aspiratif dalam segala

pengambilan keputusan politik, pers yang bebas, sistem pemilu yang

adil, pemisahan TNI dan POLRI, sistem otonomi daerah yang adil,

dan prinsip good governance yang mengedepankan profesionalisme

birokrasi lembaga eksekutif, keberadaan badan legislatif yang kuat

dan berwibawa, kekuasaan kehakiman yang independen, partisipasi

masyarakat yang terorganisasi dengan baik, serta penghormatan

terhadap supremasi hukum.

2.1.3 Demokrasi Pancasila

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

23

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Menurut Mustafa (2002, hlm. 107, demokrasi Pancasila mengandung

pengertian demokrasi yang dijiwai, disemangati, diwarnai dan didasari

oleh falsafah Pancasila. Selanjutnya untuk memahami lebih lanjut makna

yang terkandung dalam rumusan demokrasi Pancasila seperti ini maka

perlu dianalisa satu persatu pokok persoalannya.

1. Pada prinsipnya demokrasi pancasila Budiardjo (1986, hlm. 75)

adalah demokrasi yang tetap mendasarkan pada konstitusi. Hal

itu ditegaskan oleh penjelasan UUD 45 sendiri bahwa

“pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak

bersifat absolutisme (kekuatan yang tak terbatas)”. Berarti juga

bahwa demokrasi pancasila termasuk dalam kawasan demokrasi

konstitusional, dan sama sekali bukan demokrasi rakyat, suatu

demokrasi yang dalam banyak hal linea recta bertentangan

dengan asas-asas pokok demokrasi konstitusional.”

2. Demokrasi pancasila Budiardjo (1977, hlm. 29) adalah demokrasi

yang tetap memperlihatkan diri dan memiliki sifat-sifat

demokrasi dalam arti umum universal,yaitu suatu pemerintahan

dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. “asas kerakyatan

mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala

hukum (recht,peraturan-peraturan negeri) haruslah bersandar

pada perasaan keadilan dan kebenaran yang hidup dalam hati

rakyat yang banyak.”

3. Demokrasi pancasila Budiardjo (1986, hlm. 75) adalah demokrasi

yang wajib bertanggungjawab sepenuhnya kepada Allah SWT,

bertanggung jawab kepada kemanusiaan dan bertanggung jawab

kepada persatuan indonesia. Menurut rumusan hasil simposium

Hak-hak asasi yang diselenggarakan pada bulan Juni 1957 yang

dimaksud dengan demokrasi pancasila adalah demokrasi yang

memilki tanggung jawab baik secara vertikal maupun horizontal.

“apapun predikat yang kita berikan kepada demokrasi kita maka

demokrasi itu harus demokrasi yang bertanggung jawab, artinya

demokrasi yang dijiwai oleh rasa tanggung jawab terhadap Tuhan

dan sesama kita.”

2.2 Negara Hukum

Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh

para filsuf dari zaman yunani kuno. Plato, pada awalnya dalam the

republic berpendapat bahwa adalah mungkin mewujudkan negara ideal

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

24

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

untuk mencapai kebaikan yang berintikan kebaikan. Untuk itu kekuasaan

harus dipegang oleh orang yang mengetahui kebaikan, yaitu seorang

filosof (the philosopher king). Namun dalam bukunya “the Statesman”

dan “ the Law”, Plato menyatakan bahwa yang dapat diwujudkan adalah

bentuk paling baik kedua (the second best) yang menempatkan supremasi

hukum. Pemerintahan yang mampu mencegah kemorosotan kekuasaan

seseorang adalah pemerintahan oleh hukum. Senada dengan Plato, tujuan

negara menurut Aristoteles adalah untuk mencapai kehidupan paling baik

(the best life possible) yang dapat dicapai dengan supremasi hukum.

Menurut Azhari (2012, hlm. 492-493), membagi pengertian

negara hukum dalam arti sempit dan luas. Dalam pengertian sempit,

negara hukum mengacu pada pengertian undang-undang sebagai aturan

tertulis yang dibuat oleh badan legislatif. Pengetian dalam arti sempit

kemudian melahirkan makna negara hukum sebagai negara

undang-undang, wetsstaat, gesetsstaat, atat de loi yang bertujuan

semata-mata untuk memperoleh ketertiban dan kepastian hukum

sedangkan makna negara hukum dalam arti luas mengacu pada dimensi

hukum yang bersifat etis,sehingga melahirkan makna negara hukum

sebagai rechtsstaat, etat de droit, atau rule of law. Makna negara hukum

dalam arti luas bukan semata-mata bertujuan untuk mencapai kepastian

hukum, melainkan juga untuk memperoleh keadilan dan kemashlahatan.

Menurut Aristoles (dalam Soemarsono, 2007, hlm. 105-106) yang

memerintah dalam negara sebenarnya bukan manusia tetapi pikiran yang

adil, yang terpancar dari kesadararan etik yang tinggi untuk menjadikan

kehidupan masyarakat sebagai suatu kehidupan yang baik. Pikiran yang

adil ini kemudian tertuang dalam bentuk peraturan hukum, sedangkan

penguasa dalam negara hanya memegang hukum dan keseimbangan saja.

Menurut Mahfud MD (2017, hlm. 2) hukum di posisikan sebagai

alat untuk mencapai tujuan negara. Sehingga dibutuhkan para specialist

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

25

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

yang mguasai informasi hukum. Kelsen juga menyatakan (dalam

Indaryanto, 2013, hlm. 231) hukum yang berlaku dalam suatu negara

hukum haruslah yang terumus secara demokratis, yaitu yang memang

dikehendaki oleh rakyat. Asshiddiqie juga mengatakan (2017, hlm. 2)

bahwa The Rule of law jelas berbeda dari istilah the rule by law. Dalam

istilah terakhir ini, kedudukan hukum (law) digambarkan hanya sekedar

bersifat instrumentalis atau alat, sedangkan kepemimpinan tetap berada

ditangan orang atau manusia, yaitu the rule of man by law. Dalam

pengertian demikian, hukum dapat dipandang sebagai suatu kesatuan

sistem yang dipuncaknya terdapat pengertian mengenai hukum dasar

yang tidak lain adalah konstitusi, baik dalam arti naskah tertulis ataupun

dalam arti tidak tertulis, maka adanya istilah constitutional state yang

merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi modern. Sedangkan

menurut Nugroho (2013, hlm. 210) mengemukakan bahwa dalam pasal 1

ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah

negara yang berdasar atas hukum. Itu berarti huum bukanlah sekedar

produk yang dibentuk oleh lembaga tertinggi dan/atau lembaga tinggi

negara saja, tetapi hukum juga yang mendasari dan mengarahkan

tindakan lembaga-lembaga tersebut. Hukum adalah dasar dan pemberi

petunjuk bagi semua aspek kegiatan kemasyarakatan, kebangsaan, dan

kenegaraan.

Dengan demikian kesimpulan gagasan pokok dari konsep negara

hukum ini, meskipun dirumuskan dalam aspek yang berbeda, tetapi pada

pokoknya berkenaan dengan ide supremasi hukum dan bahwa yang

memimpin kita sehari-hari adalah sistem aturan, bukan orang atau

pribadi tokoh yang menduduki jabatan sebagai pimpinan atau atasan.

Sebagaimana yang ditegaskan oleh Asshidiqie (dalam Santoso,

2016, hlm. 20) mengatakan bahwa teori tentang negara hukum, baik rule

of law maupun rechtsstaat pada pokoknya tidak dapat dipisahkan dari

teori tentang demokrasi, keduanya harus dilihat sebagai dua sisi dari

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

26

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

mata uang yang sama. karena pada satu sisi demokrasi memberikan

landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan

kesederajatan manusia, pada sisi yang lain negara hukum memberikan

patokan bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia,

tetapi hukum.

Menurut Asshidiqie (2017, hlm. 116) konsep demokrasi itu

dipraktikkan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari satu negara ke

negara lain. Selain itu Asshidiqie (2015, hlm. 200) dalam sebuah negara

hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia.

Hukum dimaknai sebagai kesatuan hierarkis tatanan norma hukum yang

berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti dalam sebuah negara hukum

menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi di

samping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus

merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud

perjanjian sosial tertinggi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya

menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan

menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang. Dengan demikan

negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat,

melainkan democratische rechtsstaat.

Asshidiqie (2015, hlm. 131-132) menegaskan bahwa terdapat dua

belas prinsip pokok sebagai pilar-pilar utama yang menyangga berdirinya

negara hukum. Kedua belas prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

1. Supremasi hukum (Supremacy of law)

2. Persamaan dalam hukum (Equality before the law)

3. Asas legalitas (Due Process of law)

4. Pembatasan kekuasaan

5. Organ-organ penunjang yang independen

6. Peradilan bebas dan tidak memihak

7. Peradilan tata usaha negara

8. Mahkamah Konstitusi (Constitutional Rechsstaat)

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia

10. Bersifat Demokratis

11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan Bernegara

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

27

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

(Welfare state)

12. Transparansi dan kontrol sosial

Sementara itu dalam pandangan Azhary (dalam Asshiddiqie, 2017,

hlm. 133-134) merumuskan adanya 9 prinsip negara hukum yang ideal

yaitu

1. Prinsip kekuasaan sebagai amanah

2. Prinsip musyawarah

3. Prinsip keadilan

4. Prinsip persamaan

5. Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia

6. Prinsip peradilan bebas

7. Prinsip perdamaian

8. Prinsip kesejahteraan

9. Prinsip ketaatan rakyat

Dalam pandangan Taher Azhary, adanya kesembilan prinsip

ketaatan itu menentukan suatu negara dapat disebut sebagai negara hukum

yang ideal atau tidak. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Ridwan (dalam

Santoso, 2016, hlm. 20) Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan

kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan

kehilangan makna.

Salah satu poin diatas menyebutkan bahwa prinsip negara hukum

memerlukan peradilan yang bebas dan tidak memihak, yang artinya telah

masuk ke dalam ranah kekuasaan kehakiman. Sejalan dengan ketentuan

tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya

jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari

pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan.

2.3 Hak Asasi Manusia

Hak-hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang diakui secara

universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan

kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Pengakuan atas adanya

hak-hak manusia yang asasi memberikan jaminan, secara moral maupun

demi hukum, kepada setiap manusia untuk menikmati kebebasan dari

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

28

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

segala bentuk perhambaan, penindasan, perampasan, penganiayaan atau

perlakuan apapun lainnya yang menyebabkan manusia itu tak dapat hidup

secara layak sebagai manusia.

Dalam perkembangannya, hak asasi manusia tersebut diatur dalam

berbagai instrumen nasional maupun internasional yang pada prinsipnya

bertujuan melindungi manusia dari berbagai praktik yang bertentangan

dengan harkat dan martabat manusia.

Salah satu hak yang dianggap sebagai salah satu yang hak

fundamental bagi manusia adalah kebebasan untuk berserikat atau

berorganisasi ( freedom of association ), kebebasan berkumpul ( freedom

of assembly ), dan kebebasan menyatakan pendapat ( freedom of

expression ). Hak ini dikenal sebagai tiga kebebasan dasar yang

merupakan bagian dari konsep hak-hak asasi manusia, terutama dalam

rumpun hak sipil dan politik.

Menurut Jakob (2011, hlm. 3) secara nasional perlindungan terhadap

hak-hak terkait dengan kebebasan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat diatur dalam UUD 1945. Pasal 28 UUD 45

sebelum amandemen menyatakan bahwa “kebebasan berserikat dan

berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan

sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Landasan konstitusional

ini memberi jaminan atas

1) Kemerdekaan seseorang atau kelompok masyarakat untuk berserikat;

2) Kemerdekaan seseorang atau kelompok masyarakat untuk berkumpul;

3) Kemerdekaan seseorang atau kelompok masyarakat untuk meyatakan

pendapat secara lisan maupun tulisan;

Akan tetapi secara tersirat pasal tersebut mengandung pengertian

bahwa kebebasan berserikat adalah “pemberian negara” melalui undang

undang.

hukum yang baik berawal dari natural right ini karena “ True law

derives from this right, not from the arbitrary power of the omnipotent

state. Dengan kata lain, hak asasi bukanlah suatu pemberian negara.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

29

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Pengaturan terhadap kemerdekaan berserikat dan berkumpul pada Pasal

28 UUD 1945 tersebut hanya sebatas pada pengakuan tapi tetap belum

menjamin terlaksana kemerdekaan berserikat dan berkumpul tersebut

karena harus “ditetapkan undang-undang”. Dengan demikian, sebelum

ditetapkan dengan undang-undang masih belum ada jaminan terhadap

kemerdekaan berserikat dan berkumpul tersebut. Apabila dikaitkan

dengan konsep natural right maka kemerdekaan berserikat dan berkumpul

itu merupakan suatu hak yang alami melekat pada setiap manusia karena

manusia memiliki kebutuhan untuk berserikat dan berkumpul yang

kemudian berubah menjadi hak warga negara karena kealamiahan

manusia sebagai pemilik suatu hak asasi akan menjadi sangat terbatas dan

terkesan sebagai hak yang diberikan bukan hak yang ada sejak lahir.

Menurut Tyagita (2011, hlm. 4), Kebebasan untuk mendirikan

organisasi atau kelompok berkaitan erat dengan kebebasan berkumpul dan

mengeluarkan pendapat. Agar suatu perkumpulan lebih tertata dan

terorganisir, sebaiknya dibentuk suatu wadah yakni organisasi, kelompok

atau serikat. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Dasar 1945,

kebebasan mendirikan dan bergabung dalam organisasi atau kebebasan

berserikat merupakan hak setiap orang. Penafsiran „setiap orang‟ berarti

kebebasan tersebut ditujukan tidak hanya kepada warga negara Indonesia

saja namun kepada warga negara asing juga.

Indonesia sebagai negara hukum (rechttstaat atau the rule of law)

Salah satu ciri yang harus dipenuhi negara, adalah perlindungan dan

jaminan hak asasi manusia atas seluruh warga negaranya. Terjaminnya

hak-hak asasi manusia (HAM) juga merupakan salah satu dari tujuan

penegakan hukum, karena manusia mempunyai kedudukan sentral dalam

penegakan hukum. Menurut Mahfud MD (dalam Plaituka, 2016, hlm. 1-2)

menyatakan bahwa konstitusi murupakan kristalisasi normatif atau tugas

negara dalam memberikan perlindungan hak asasi manusia dan

melaksanakan pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat disertai

batas-batas kekuasaan hukum yang diarahkan bagi kepentingan dan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

30

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

kemaslahatan rakyat secara keseluruhan. Oleh karena itu pada kondisi

inilah sistem kekuasaan negara akan disebut demokrtis. Manusia sebagai

obyek dan subyek dalam rangka penegakan hukum tersebut. HAM

memang menyangkut masalah di dalam kehidupan manusia, baik yang

menyangkut hak asasi manusia secara individu maupun hak asasi manusia

secara kolektif. Menurut Asshiddiqie (2017. hlm. 92), ketentuan-ketentuan

yang memberikan jaminan konstitusional terhadap hak-hak asasi manusia

itu sangat penting dan bahkan dianggap merupakan salah satu ciri pokok

dianutnya prinsip negara hukum di suatu negara. Selain itu, Menurut

Donnely (dalam Halili, 2015, hlm. 1), Hak asasi manusia adalah hak-hak

yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia

memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau

berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan

martabatnya sebagai manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang

terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan

kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak

tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut. Selain bersifat

universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya

seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau

betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi

manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain,

hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani.

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri

manusia secara kodrati, universal dan langgeng sebagai anugerah Tuhan

Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga untuk

melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak

kemerdekaan, hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang berfungsi untuk

menjaga integritas keberadaannya, sehingga tidak boleh diabaikan dan

dirampas oleh siapapun. Rumusan tersebut jelas mengakui bahwa hak

asasi adalah pemberian Tuhan Yang Maha Esa dan negara Indonesia

mengakui bahwa sumber hak asasi manusia adalah karunia Tuhan.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

31

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Tegasnya hak asasi manusia termasuk hak atas kebebasan berserikat bukan

pemberian negara akan tetapi pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Dewasa

ini mayoritas sarjana hukum, filsuf, dan kaum moralis setuju tanpa

memandang budaya atau peradabannya-bahwa setiap manusia berhak,

paling sedikit secara teoritis, terhadap beberapa hak dasar. Dalam

perjanjian pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), semua negara

bersepakat untuk melakukan langkah-langkah baik secara bersama-sama

maupun terpisah untuk mencapai “universal respect for, and observance

as to race, sex, language, or religion. Pada Universal Declaration of

Human Rights (1948), perwakilan dari berbagai negara sepakat untuk

mendukung hak-hak yang terdapat di dalamnya “as a common standard of

achievement for all peoples and all nations”. Dan pada tahun 1976,

International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights dan

International Convenant on Civil and Political Rights yang disetujui

Majelis Umum PBB pada tahun 1976, dinyatakan berlaku. Istilah hak asasi

manusia (HAM) merupakan suatu istilah yang relatif baru, dan menjadi

bahasa sehari-hari semenjak Perang Dunia II dan pembentukan PBB pada

tahun 1945.

Istilah natural rights (hak-hak alam) karena konsep hukum alam–

yang berkaitan dengan istilah natural rights menjadi suatu kontroversi,

dan frasa the rights of Man yang muncul kemudian dianggap tidak

mencakup hak-hak wanita. Sejarah pengakuan hak asasi manusia dan

pengaturannya dalam sebuah dokumen yang berlaku secara universal

seperti universal declaration of Human Right tidak terlepas dari sejarah

umat manusia (www.sekitarkita.com).

Di hampir seluruh dunia, masalah Hak Asasi Manusia (HAM)

diangkat sebagai hal yang terpenting dalam negara demokrasi atau negara

yang ingin mencapai demokrasi.

Piagam itu sendiri menegaskan kembali "keyakinan akan hak asasi

manusia yang mendasar, akan martabat dan harkat manusia, akan

persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta antara negara besar

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

32

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

dan negara kecil". Para penandatangannya mengikrarkan diri untuk

melakukan aksi bersama dan terpisah dalam kerja sama dengan Organisasi

ini dalam memperjuangkan penghargaan universal bagi, dan kepatuhan

terhadap hak asasi manusia serta kebebasan-kebebasan mendasar untuk

seluruh manusia, tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa, atau

agama.

Menurut Alston dan Suseno (2015, hlm. 36), deklarasi universal

hak-hak asasi manusia disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan

Bangsa-bangsa pada tahun 1948. Pernyataan ini, yaitu Deklarasi Universal

Hak Asasi manusia (Universal Declaration of Human Rights/DUHAM),

diumumkan sebagai "suatu standar pencapaian yang berlaku umum untuk

semua rakyat dan semua negara". Atmasasmita (2016, hlm. 58)

Mengatakan bahwa wujud sistem hukum nasional Indonesia yang akan

disusun suatu bentuk sistem hukum nasional yang dapat mencerminkan,

baik aspek nasional maupun aspek internasional sehingga dengan

demikian, yang diharapkan akan terjadi adalah suatu sistem hukum

nasional yang mencerminkan dua kepentingan sekaligus, yaitu

kepentingan (masyarakat) nasional dan kepentingan (masyarakat)

internasional. Hak dan kebebasan yang tercantum dalam DUHAM

mencakup sekumpulan hak yang lengkap, baik hak sipil, politik, budaya,

ekonomi, maupun sosial tiap individu maupun beberapa hak kolektif.

Sebagaimana yang sudah dinyatakan sebelumnya oleh Alston dan

Suseno (2015, hlm. 37), dua konvenan yang menyusul, yakni kovenan

Internasional tentang hak sipil dan politik dan konvenan tentang hak

ekonomi, sosial dan budaya disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan

bangsa bangsa pada tahun 1966. Tetapi kedua konvenan itu baru berlaku

mengikat secara hukum pada tahun 1976. Dua instrumen pokok hak asasi

manusia internasional itu menunjukkan dua bidang yang luas dari hak

asasi manusia, yakni hak sipil dan politik di satu pihak, dan hak-hak

ekonomi, sosial dan budaya di pihak lain.

Secara garis besarnya dalam DUHAM 1948 menetapkan hak dan

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

33

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

kebebasan setiap orang yang harus diakui dan dihormati serta kewajiban

yang harus diakui dan dihormati serta kewajiban yang harus dipenuhi oleh

setiap orang. DUHAM 1948 dapat dibagi dalam tiga kelompok besar

pengaturan, yakni:

a. hak sipil dan politik ( Pasal 3-Pasal 21);

b. hak ekonomi, sosial, dan budaya (Pasal 22-Pasal 27); dan

c. ketentuan penutup (Pasal 28-30).(www.komnasham.go.id)

Kebebasan berserikat merupakan hak yang juga diatur dalam

instrumen internasional. Pasal 20 Universal Declaration of Human Rights

, yang menyatakan:

1. Everyone has the rights to freedom of peacefull assembly and

association

2. No one maybe, compelled to belong to an association

Begitu juga, Pasal 22 International Covenant on Civil and

Political Rights(ICCPR) menyebutkan:

1) Everyone shall have the right to freedom of association with

others including the right to form and join trade unions for the

protection of his interests.

2) No restrictions may be placed on the exercis e of this right other

than those which are prescribed by law and which are necessary

in a democratic society in the interests of national security or

public safety, public order (ordre public), the protection of public

health or morals or the protection of the rights and freedoms of

others. This Article shall not prevent the imposition of lawful

restrictions on members of the armed forces and of the police in

their exercise of this right.

3) Nothing in this Article shall authorize States Parties to the Int

ernational Labour Organisation Convention of 1948 concerning

freedom of association and Protection of the Right to Organize to

take legislative measures which would prejudice, or to apply the

law in such a manner as to prejudice, the guarantees provided fo

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

34

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

r in that Convention.”

Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang hak-hak

sipil dan politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005

tentang pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights

(Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) tetap menjadi akar dari

instrumen hak asasi manusia internasional. Pada tingkat regional, banyak

instrumen yang mencerminkan nilai deklarasi tersebut dan mengakui

pentingnya DUHAM dalam pernyataan-pernyataan mukadimahnya.

Selain itu Pada tingkat nasional banyak negara telah mengadopsi

elemen-elemen dari deklarasi tersebut ke dalam Bill of Human Rights yang

tercantum dalam Undang-undang dasar mereka.

Philip dan Suseno (2015, hlm. 12), mengemukakan asal-usul gagasan

mengenai hak asasi manusia bersumber dari teori hak kodrati (natural

rights theory). Teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori hukum

kodrati (natural law theory), Tidak dapat disangkal bahwa sebagaimana

tradisi normatif lainnya, tradisi HAM juga merupakan produk dari

masanya. Hal ini merefleksikan proses kelanjutan sejarah dan

perubahan-perubahan yang pada saat pertama dan sebagai akibat

pengalaman kumulatif membantu untuk memberikan substansi dan

bentuk.

Karenanya, untuk memahami dengan lebih baik diskursus tentang isi

dan ruang lingkup HAM dan prioritas-prioritas yang dikemukan di

sekitarnya, sangat menarik untuk mempelajari tentang “tiga generasi

HAM” yang dikembangkan oleh ahli hukum perancis Vasak (dalam

Alston dan Suseno 2015, hlm. 14-16), vasak menggunakan istilah

“generasi” untuk menunjuk pada substansi dan ruang lingkup hak-hak

diprioritaskan pada satu kurun waktu tertentu.

Kebebasan berserikat masuk dalam ranah hak-hak sipil dan politik

yang menempatkan hak asasi manusia dalam terminologi negatif (

freedoms from ) daripada sesuatu yang positif ( rights to ). Terminologi

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

35

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

negatif ini dikaitkan dengan peran negara bahwa pelaksanaannya sebisa

mungkin untuk bebas dari intervensi negara. Hak-hak sipil dan politik

merupakan generasi HAM pertama yang juga digolongkan sebagai hak

negatif. Hak hak ini menjamin suatu ruang kebebasan dimana individu

sendirilah yang berhak menentukan dirinya sendiri. Hak-hak generasi

pertama ini dengan demikian menuntut ketiadaan intervensi oleh

pihak-pihak luar, baik negara maupun kekuatan-kekuatan sosial lainnya,

terhadap kedaulatan individu. Dengan kata lain, pemenuhan hak-hak yang

dikelompokkan dalam generasi pertama ini sangat tergantung pada absen

atau minusnya tindakan negara terhadap hak-hak tersebut. Jadi negara

tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya, karena akan

mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut.

Kategori generasi berdasarkan slogan revolusi perancis yang terkenal,

yaitu: “kebebasan, persamaan, dan persaudaraan”.

1. Generasi Pertama Hak Asasi Manusia

Kebebasan atau hak-hak generasi pertama sering dirujuk untuk

mewakili hak-hak sipil dan politik, yakni hak-hak asasi manusia yang

klasik. Hak-hak ini muncul dari tuntutan untuk melepaskan diri dari

kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan kekuatan-kekuatan

sosial lainnya sebagaimana yang muncul dalam revolusi hak yang

bergelora di Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18.

Karena itulah hak-hak generasi pertama dikatakan sebagai hak-hak

klasik. Hak-hak tersebut pada hakikatnya hendak melindungi

kahidupan pribadi manusia atau menghormati otonomi setiap orang

atas dirinya sendiri (kedaulatan individu). Termasuk dalam generasi

pertama ini adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan

bergerak, hak suaka dari penindasan, perlindungan terhadap hak

milik, kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, kebebasan

untuk berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan,

dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak

bebas dari hukum yang berlaku surut , dan hak mendapatkan proses

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

36

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

peradilan yang adil.

Hak-hak generasi pertama sering pula disebut sebagai hak-hak

negatif. Artinya tidak terkait dengan nilai-nilai buruk, melainkan

merujuk pada tiadanya campur tangan terhadap hak-hak dan

kebebasan individual. Hak-hak ini menjamin suatu ruang kebebasan

dimana individu sendirilah yang berhak menentukan dirinya sendiri.

Hak-hak generasi pertama ini menuntut ketiadaan intervensi oleh

pihak-pihak luar, baik negara maupun kekuatan-kekuatan sosial

lainnya terhadap kedaulatan individu.

2. Generasi Kedua

Persamaan atau Hak-hak generasi diwakili oleh perlindungan

bagi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak ini muncul dari

tuntutan agar negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan

dasar setiap orang. Negara dengan demikian dituntut lebih aktif, agar

hak-hak tersebut dapat terpenuhi atau tersedia. Karena itu hak-hak

generasi kedua dirumuskan dalam bahasa yang positif: “hak atas”

(right to), bukan dalam bahasa negatif: “bebas dari” (freedom from).

Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas pekerjaan dan

upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak

atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah,

hak atas lingkungan yang sehat dan hak atas perlindungan hasil karya

ilmiah, kesusasteraan dan kesenian.

Hak generasi kedua pada dasarnya adalah tuntutan akan

persamaan sosial. Hak-hak ini sering pula dikatakan sebagai hak-hak

positif. Yang dimaksud dengan positif adalah bahwa pemenuhan

hak-hak tersebut sangat membutuhkan peran aktif negara.

3. Generasi Ketiga

Persaudaraan atau hak-hak generasi ketiga diwakili oleh tuntutan

atas hak solidaritas atau hak bersama. Hak-hak ini muncul dari

tuntutan gigih negara-negara berkembang atau dunia ketiga atas

tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan atas hak solidaritas

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

37

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

itu, negara-negara berkembang menginginkan terciptanya suatu

tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi

terjaminnya hak-hak berikut:

a. Hak atas pembangunan;

b. Hak atas perdamaian;

c. Hak atas sumber daya alam sendiri;

d. Hak atas lingkungan hidup yang baik;dan

e. Hak atas warisan budaya sendiri.

Persoalan penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja

menempatkan manusia pada posisi sentral (antroposentris) akan tetapi

terdapat dimensi transendental yang juga harus diperhatikan. Dengan

pemahaman seperti ini, konsep hak asasi manusia disifatkan sebagai suatu

common standard of achivement for all people and all nations, yaitu

sebagai tolok ukur bersama tentang prestasi kemanusiaan yang perlu

dicapai oleh seluruh masyarakat dan negara di dunia. Pada tataran

internasional, wacana hak asasi manusia telah mengalami perkembangan

yang sangat signifikan. Sejak diproklamirkan The Universal Declaration

of Human Right tahun 1948, yang telah ditindak lanjuti oleh dua konvensi

internasional, yaitu pertama, diterimanya dua kovenan (covenant) PBB,

yaitu yang mengenai hak sipil dan hak politik serta hak ekonomi, Sosial

dan Budaya. Kedua, diterimanya Deklarasi Wina beserta Program Aksinya

oleh para wakil dari 171 negara pada tanggal 25 Juni 1993 dalam

Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia PBB di Wina, Austria. Deklarasi

yang kedua ini merupakan kompromi antar visi negara-negara di Barat

dengan pandangan negara-negara berkembang dalam penegakan hak asasi

manusia. Beberapa prinsip telah menjiwai HAM dalam konteks hukum

HAM internasional. Hal tersebut seringkali terdapat di hampir semua

perjanjian internasional (general principles of law) dan diaplikasikan ke

dalam hak-hak yang lebih luas. Prinsip kesetaraan, pelarangan

diskriminasi dan kewajiban positif yang dibebankan kepada setiap negara

digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu. Agar suatu prinsip dapat

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

38

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

dikategorikan sebagai prinsip-prinsip umum hukum internasional

diperlukan dua hal, yaitu adanya penerimaan (acceptance) dan pengakuan

(recognition) dari masyarakat internasional. Dengan demikian,

prinsip-prinsip HAM yang telah memenuhi kedua syarat tersebut memiliki

kategori sebagai prinsip-prinsip umum hukum.

Prinsip-prinsip tersebut terdapat di hampir semua perjanjian

internasional dan diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas. Prinsip

kesetaraan, pelarangan diskriminasi dan kewajiban positif yang

dibebankan kepada setiap negara digunakan untuk melindungi hak-hak

tertentu.

Selain dibebankan kepada Negara, tanggung jawab dalam

melindungi HAM juga ada pada setiap individu atau warga negara yang

mempunyai hak asasi bersifat non derogable rights dan derogable rights.

Non-derogable rights adalah HAM yang tidak dapat dikurangi dalam

keadaan apapun. Sedangkan, hak asasi bersifat derogable rights, adalah

HAM yang boleh dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh

negara-negara pihak. Pengklasifikasian non-derogable rights dan

derogable rights adalah sesuai Konvenan internasional Hak-Hak Sipil dan

Politik atau International Covenan on Civil and Political Rights (ICCPR).

Ifdhal Kasim dalam tulisannya “Konvensi hak sipil dan politik,

Sebuah pengantar”, yang diterbitkan ELSAM, hak-hak non-derogable

yaitu hak-hak yang bersifat absolut dan tidak boleh dikurangi

pemenuhannya oleh negara-negara pihak, walaupun dalam keadaan

darurat sekalipun. Sesuai dengan Pasal 28 I, ICCPR menyatakan hak-hak

yang sama sekali tidak boleh dikurangi karena sangat mendasar yaitu: a)

hak atas hidup (rights to life); b) hak bebas dari penyiksaan (rights to be

free from torture); c) hak bebas dari perbudakan (rights to be free from

slavery); d) hak bebas dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian

(utang); e) hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut; f) hak sebagai

subjek hukum; dan g) hak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan agama.

Negara-negara pihak yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

39

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

dalam jenis ini, seringkali akan mendapat kecaman sebagai negara yang

telah melakukan pelanggaran serius hak asasi manusia (gross violation of

human rights).

Sedangkan hak-hak derogable yaitu hak-hak yang boleh

dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh negara-negara pihak, dan hak

yang termasuk dalam jenis ini adalah: a) hak atas kebebasan berkumpul

secara damai; b) hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk dan

menjadi anggota serikat buruh; dan c) hak atas kebebasan menyatakan

pendapat atau berekpresi, termasuk kebebasan mencari, menerima dan

memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan

batas (baik melalui lisan atau tulisan).

Oleh karena itu menurut Philip dan Franz 2015, hlm. 14) hak asasi

manusia sebagai “suatu tolak ukur pencapaian bersama bagi semua rakyat

dan semua bangsa” („a commond standard of achievement for all peoples

and all nations”).

Di bidang hak ekonomi, sosial, dan budaya, salah satunya dijamin

tentang hak berserikat. Instrumen hukum atau dasar legitimasi kebebasan

berserikat terdapat di berbagai instrumen hukum, baik nasional maupun

internasional. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ketentuan hukum

internasional yang pertama (walaupun tidak bersifat mengikat) yang

memasukan hak berserikat sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM).

Hal tersebut termuat di dalam asal 4 ayat (4) mengatakan, “setiap orang

berhak mendirikan dan memasuki organisasi/serikat kerja untuk

melindungi kepentingan-kepentingannya”.

Meskipun deklarasi universal tersebut tidak mendefinisikan “hak

berserikat” (union right), International Convention On Civil and Political

Rights Pasal 22 (1) Convention On Civil and Political Rights yang telah

diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 menyatakan

bahwa “setiap orang berhak untuk bergabung berasosiasi dengan orang

lain, termasuk hak untuk membentuk dan memasuki serikat pekerja untuk

menjaga kepentingan-kepentingannya sendiri”.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

40

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Dalam konvensi hak sipil dan politik memang tidak

mendefinisikan hak berserikat, namun pada hakikatnya ketentuan yang

diatur di dalam konvensi hak sipil dan politik di atas tidak jauh berbeda

dengan apa yang ada pada Deklarasi Universal HAM, yaitu hak untuk

mendirikan organisasi/serikat pekerja dan mencapai tujuan yang hendak

dicapai. Hak kebebasan berserikat dalam dimensi hak sipil dan politik

menekankan hak individu, yaitu hak setiap orang untuk berasosiasi dan

memasuki serikat. Hak berserikat memiliki prasyarat sebuah keadaan yang

kondusif bagi individu dalam menikmati hak dasarnya, yaitu hak berfikir

(freedom of conscience) dan kebebasan berekspresi (freedom of

expression). Kondisi tersebut kemudian diikuti dengan kesediaan

masing-masing individu untuk menggabungkan diri ke dalam sebuah

organisasi (serikat).

Sumber rujukan standar kebebasan berkumpul dan berorganisasi

merupakan instrumen HAM yang berlaku secara universal terdapat di

dalam Pasal 20 Piagam PBB, yang dikenal dengan Universal Declaration

of Human Rights (UDHR). Artikel 20 (1) UDHR menyebutkan “everyone

has the right to freedom of peaceful assembly and association” dan (2)

menegaskan lebih lanjut “No one may be compelled to belong to an

association.(www.un.org/en/documents/udhr/.com). Bahwa setiap orang

berhak mempunyai kebebasan secara damai dan tidak seorang boleh

dipaksa memasuki suatu perkumpulan.

Selanjutnya, Pasal 22 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan

Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR)

sebagaimana telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2005 mengatur lebih lanjut mengenai pengakuan dan perlindungan atas

hak untuk berkumpul yang bersifat damai dalam Pasal 21 (the rights of

peaceful assembly). Sedangkan Pasal 22-nya memberikan jaminan atas

hak setiap orang atas kebebasan berserikat (freedom of association).

Dengan adanya pengakuan secara internasional, menunjukkan arti penting

kebebasan berserikat karena terkait dengan hak-hak politik dalam

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

41

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

perkembangan demokrasi modern. Perkembangan demokrasi telah

meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam kehidupan bernegara.

Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa

kebebasan berserikat merupakan hak asasi manusia (HAM). Di dalam

kebebasan terkandung makna yang mendasar bagi harkat dan martabat

manusia yang mendapat pangakuan serta penghargaan dalam praktik

kenegaraan. Dengan adanya kebebasan, manusia menjadi makhluk yang

otonom terhadap dirinya dalam menentukan setiap tindakan maupun

perbuatan. Setiap bentuk pemaksaan yang mengurangi kebebasan atau

kemerdekaannya, dirasakan sebagai upaya untuk mengganggu eksistensi

diri dan juga merupakan bentuk penghinaan terhadap harkat serta martabat

kemanusiaan. Menghalangi pelaksanaan kebebasan berarti bertentangan

dengan kehendak tuhan, karena kebebasan merupakan hak setiap individu

yang berasal dari tuhan atau sebagai hukum kodrat (law of nature).

Hak untuk berserikat yang merupakan turunan dari hak asasi

manusia dan sebagai salah-satu wujud dari demokrasi perlu diakui dan

dihargai. Demokrasi mengandung makna kebebasan dan persamaan yang

bertumpu kepada rakyat serta penghormatan terhadap individu, namun

sekaligus juga menentukan rambu-rambu partisipasi rakyat dapat

diimplementasikan baik bersifat pribadi atau kelompok dan terorganisasi

atau spontan.

Meskipun termasuk hak yang derogable atau hak-hak yang boleh

dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh negara-negara pihak. hak

berserikat merupakan hak untuk berkumpul (freedom of association), yang

melingkupi hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial dan budaya secara

bersamaan yang memiliki dua dimensi, yaitu melindungi hak setiap

individu untuk bergabung dengan yang lain dan juga melindungi

kebebasan kelompok itu sendiri.

Sebagai bentuk kebebasan berkumpul, kebebasan berserikat

mengandung elemen, Pertama perlindungan individu maupun kelompok

dari campur tangan yang sewenang-wenang. Kedua, perlindungan untuk

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

42

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

membentuk, bergabung dalam sebuah serikat pekerja, bertemu, berdiskusi,

dan mempublikasikan hal-hal yang menjadi perhatian bersama dan,

Ketiga, pelindungan untuk mengejar kepentingan/tujuan yang sama

melalui aktivitas yang dijalankan.

Namun, kebebasan berserikat (freedom of association) dan

berkumpul (freedom of assembly) tetap harus tunduk juga kepada

pembatasan-pembatasan tertentu yang berlaku secara khusus terhadap

kedua jenis kebebasan ini, ataupun pembatasan-pembatasan yang berlaku

umum terhadap hak asasi manusia (HAM). Semua instrumen hukum

Internasional selalu menyertakan persyaratan “peaceful” terhadap frasa

“freedom of assembly”, yaitu menjadi “freedom of peaceful assembly”.

Oleh karena itu, kebebasan berserikat bukan hanya kebebasan

untuk mendirikan sebuah organisasi/serikat pekerja, tetapi lebih dari itu

adalah terjaminnya pelaksanaan dan tujuan dilaksanakannya kebebasan

berserikat tersebut, namun tetap sesuai dengan pembatasan-pembatasan

dalam konstitusi ataupun instrument hukum lainnya yang berlaku di

sebuah negara.

Dewasa ini, pada umumnya disadari bahwa kebebasan untuk

terlibat dalam organisasi atau perkumpulan memang terkait erat dan

penting dalam mengekspresiakan gagasan, aspirasi, dan keyakinan.

Karena manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial yang berarti

senantiasa berkehendak untuk hidup berkelompok. Dalam kehidupan

berkelompok itulah manusia saling mengomunikasikan gagasan dan

menyusun aksi bersama untuk memenuhi kepentingan/kebutuhan mereka.

Kepentingan atau kebutuhan bersama melahirkan gagasan untuk

melindungi dan memperjuangkan pemenuhan kebutuhan bersama melalui

wadah organisasi, sebagai konsep hak atas kebebasan berserikat.

Dalam mengekspresiakan gagasan, aspirasi, dan keyakinannya

kadang kala juga tidak terlepas dari pelanggaran terhadap hak-hak orang

lain yang patut juga dihormati secara hukum. Mereka yang menjadi

anggota suatu organisasi tetapi tidak terlibat dan terbukti tidak mengambil

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

43

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

bagian dalam aktifitas yang melanggar hukum ataupun tidak terkait

dengan tujuan-tujuan yang melanggar hukum itu tentu tidak menjadi

ancaman, baik sebagai pribadi warga negara maupun pemerintah sebagai

pekerja „pekerja publik‟. Jika anggota suatu organisasi melakukan

kegiatan untuk mencapai tujuan yang kemudian dianggap tidak sah, tetapi

hal itu tanpa didasari oleh niat yang khusus (specific intent) untuk

mewujudkan tujuan yang tidak sah maka orang tersebut secara tidak perlu

dapat dikatakan telah melanggar kebebasan yang dijamin oleh konstitusi.

Kebebasan seseorang untuk berkumpul dan berserikat menyangkut

kebebasan untuk menentukan pilihan organisasi dengan atau kemana.

Dengan kata lain, seseorang haruslah secara sukarela menentukan sendiri

kehendak bebasnya, tidak karena dipaksa ataupun digiring orang lain

untuk mengikuti suatu organisasi. Setiap orang berhak untuk mendirikan

organisasi dalam rangka mengekspresikan ide dan gagasan atau

mengorganisasikan upaya mewujudkan keyakinannya secara demokratis.

2.4 Kebebasan Berserikat

Pengaturan tentang kemerdekaan berserikat, secara bebas diakui.

Tiada suatu pembatasan pun dapat dikenakan terhadap pelaksanaan hak

ini, kecuali yang ditetapkan oleh hukum dan yang diperlukan dalam

masyarakat demokratis. Oleh karenanya, kemerdekaan berserikat dalam

hal ini tidak dapat diartikan sebebas-bebasnya, melainkan kebebasan yang

bertanggungjawab, yaitu yang memperhatikan kepentingan masyarakat

demokratis, kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum,

ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan, dan moral umum atau

perlindungan terhadap hak-hak serta kebebasan orang lain.

Menurut Henry (2007, hlm. 8-9) kemerdekaan ( freedom ) dalam

pengertian klasik, mengarah pada konsep individu yang biasanya merujuk

pada pemikiran Adam Smith, David Hume, dan dalam bagian tertentu

John Locke. Lebih lanjut, secara intelektual freedom dirumuskan oleh

Robert Nozick, dan Friedrich von Hayek. Dalam sejarah Indonesia,

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

44

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

sebagian perdebatan ini dicerminkan pada perdebatan founding fathers

dalam merumuskan antara hak individu dan pemajuan sosial dalam UUD

1945 dengan rumusan pertanyaan “untuk apa individu dilindungi kalau hal

tersebut tidak memajukan kemakmuran masyarakat”. Hayek melihat

bahwa sebenarnya layanan publik negara (bahkan jika itu memang

bertujuan melindungi warga negara) hanya akan membuat warga negara

hidup dalam perbudakan modern ( serfdom ). Sedang Nozick melihat

bahwa hak milik adalah mutlak, tidak soal bagaimana manusia

mendapatkan hak miliknya itu. Hak merupakan pengejawantahan dari

martabat manusia dan kebebasan merupakan pengakuan terhadap

eksistensi manusia. Dengan demikian, kebebasan berserikat sebagaimana

telah diatur dalam UUD termasuk hak yang dapat ditangguhkan.

Kebebasan ini dibatasi dalam rangka masyarakat demokratis, demi

kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban

umum, perlindungan terhadap kesehatan dan moral umum atau

perlindungan terhadap hak-hak serta kebebasan orang lain. Tidak boleh

adanya pengurangan hak kecuali atas kondisi tertentu juga diatur dalam

Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) dan ICCPR. Pasal

29 DUHAM menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan hak dan

kebebasannya, setiap orang hanya tunduk pada batasan-batasan yang

ditentukan oleh (i) hukum, (ii) semata-mata untuk menjamin pengakuan

dan penghormatan terhadap hak dan kebebasan orang lain, dan (iii)

memenuhi persyaratan-persyaratan moral, (iv) ketertiban umum dan (v)

kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat yang demokratis.

Sedangkan, pada paragraf 22 ICCPR disebutkan bahwa :

“Tidak ada satu pun pembatasan dapat dikenakan pada

pelaksanaan hak ini, kecuali jika hal tersebut dilakukan (i)

berdasarkan hukum ( prescribed by law ), dan (ii) diperlukan dalam

masyarakat yang demokratis (iii) untuk kepentingan keamanan

nasional dan (iv) keselamatan publik, (v) ketertiban umum, (vi)

perlindungan terhadap kesehatan atau (vii) moral masyarakat, atau

(viii) perlindungan terhadap hak dan kebebasan orang lain. Pasal ini

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

45

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

tidak boleh mencegah pelaksanaan pembatasan yang sah anggota

angkatan bersenjata dan polisi dalam melaksanakan hak ini.”

Pembatasan dan pengurangan hak-hak asasi manusia yang diatur di

dalam ICCPR diterjemahkan secara lebih detil di dalam Prinsip-Prinsip

Siracusa ( Siracusa Principles ). Di dalam Prinsip ini disebutkan bahwa

pembatasan hak tidak boleh membahayakan esensi hak. Semua klausul

pembatasan harus ditafsirkan secara tegas dan ditujukan untuk mendukung

hak-hak. Semua pembatasan harus ditafsirkan secara jelas dan dalam

konteks hak-hak tertentu yang terkait. Prinsip ini menegaskan bahwa

pembatasan hak tidak boleh diberlakukan secara sewenangwenang. Secara

umum, pembatasan dan pengurangan hak asasi manusia hanya bisa

dilakukan jika memenuhi kondisi-kondisi berikut:

1) Diatur berdasarkan hukum ( prescribed by law/conformity with the

law ). Tidak ada pembatasan yang bisa diberlakukan kecuali

didasarkan oleh hukum nasional. Namun hukum yang membatasi hak

tersebut tidak boleh sewenang-wenang dan tanpa alasan. Aturan

hukum yang membatasi pelaksanaan HAM harus jelas dan bisa

diakses siapa pun. Hukum tersebut harus dapat diakses, tidak bersifat

ambigu, dan dibuat secara hati-hati dan teliti, yang memungkinkan

setiap individual untuk melihat apakah suatu tindakan bertentangan

dengan hukum atau tidak.

2) Diperlukan dalam masyarakat yang demokratis ( in a democratic

society ). Beban untuk menetapkan persyaratan pembatasan ini ada

pada negara yang menetapkan aturan pembatasan dengan

menunjukkan bahwa pembatasan tersebut tidak mengganggu

berfungsinya demokrasi di dalam masyarakat.

3) Untuk melindungi ketertiban umum ( public order/ordre public ).

Frasa “ketertiban umum” di sini diterjemahkan sebagai sejumlah

aturan yang menjamin berfungsinya masyarakat atau seperangkat

prinsip mendasar yang hidup di masyarakat. Ketertiban umum juga

melingkupi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Selain itu,

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

46

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

ketertiban umum di sini harus dilihat dalam konteks hak yang

dibatasinya. Negara atau badan negara yang bertanggungjawab untuk

menjaga ketertiban umum harus dapat dikontrol dalam pengggunaan

kekuasaan mereka melalui parlemen, pengadilan atau badan mandiri

lain yang kompeten.

4) Untuk melindungi moral publik ( public moral ). Negara harus

menunjukkan bahwa pembatasan itu memang sangat penting bagi

terpeliharanya nilai-nilai mendasar komunitas. Dalam hal ini negara

memiliki diskresi untuk menggunakan alasan moral masyarakat.

Namun klausul ini tidak boleh menyimpang dari maksud dan tujuan

Kovenan Sipol.

5) Untuk melindungi keamanan nasional ( national security ). Klausul

ini digunakan hanya untuk melindungi eksistensi bangsa, integritas

wilayah atau kemerdekaan politik terhadap adanya kekerasan atau

ancaman kekerasan. Negara tidak boleh menggunakan klausul ini

sebagai dalih untuk melakukan pembatasan yang sewenang-wenang

dan tidak jelas. Pembatasan dengan klausul ini juga tidak sah, jika

tujuan yang sesungguhnya atau dampak yang dihasilkannya adalah

untuk melindungi kepentingan-kepentingan yang tidak berhubungan

dengan keamanan nasional.

6) Untuk melindungi hak dan kebebasan orang lain ( rights and freedom

of others ). Ketika terjadi konflik antar-hak, maka harus diutamakan

hak dan kebebasan yang paling mendasar. Klausul ini tidak bisa

digunakan untuk melindungi negara dan aparatnya dari kritik dan

opini publik.

Selain itu, ICCPR juga memasukkan istilah “perlu” ( necessary )

dalam ketentuan-ketentuan yang mengandung pembatasan. Hal ini

memperlihatkan adanya maksud dari perancang ICCPR untuk membatasi

penerapan pembatasan hak-hak hanya pada situasi dimana ada kebutuhan

riil untuk pembatasan tersebut. Untuk menyatakan bahwa kebutuhan itu

memang ada, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah:

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

47

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

a) Pembatasan sejalan dengan semangat dan apa yang tertulis dalam

Kovenan;

b) Syarat-syarat yang ditetapkan dalam beberapa putusan Pengadilan

HAM Eropa yaitu persyaratan lawfulness, legitimate aim dan

necessity.

Hal ini juga dijelaskan oleh Prinsip Siracusa yang menyatakan istilah

„necessary‟ mengimplikasikan bahwa pembatasan:

a) Didasarkan pada salah satu alasan yang membenarkan

pembatasan yang diakui oleh pasal yang relevan dalam Kovenan.

b) Menjawab kebutuhan sosial.

c) Untuk mencapai sebuah tujuan yang sah.

d) Proporsional pada tujuan tersebut di atas.

Sebagaimana dapat dilihat di atas, terhadap hak untuk kebebasan

berserikat, pembatasan dapat dilakukan jika berdasarkan hukum, dan

diperlukan dalam masyarakat yang demokratis untuk kepentingan

keamanan nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum,

perlindungan terhadap kesehatan atau moral publik, atau perlindungan

terhadap hak dan kebebasan orang lain.

2.5 Organisasi Kemasyarakatan

Dalam sejarah lahirnya UU ormas tentu bukan merupakan hal yang

tanpa alasan atau lahir tanpa adanya sebab akibat sebagai suatu

Undang-Undang yang akan berlaku di Indonesia sebagai negara hukum

berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945, keberadaan tersebut

tentunya menjadi tolak ukur pemerintah dalam menjalankan dan

membentuk suatu Undang Undang sebagai norma hukum yang akan

ditaati oleh setiap warga negara Indonesia maupun warga negara asing

yang berkedudukan atau berada dalam wilayah Indonesia tanpa terkecuali

dan pembedaan golongan.

Menurut Victor (2017, hlm. 64) bahwa perundang-undangan selalu

memiliki cita-cita, memiliki harapan terhadap bentu ideal yang diinginkan

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

48

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

dalam sebuah tatanan masyarakat. Peraturan perundang-undangan

dibentuk sebagai sebuah cita-cita kolektif dalam komunitas tersebut, baik

dalam lingkup negara maupun daerah. Cita-cita kolektif dalam konteks

Indonesia, cita-cita kolektif tersebut didasarkan pada pancasila.

Menurut Yustisia (2013, hlm. 24) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 juga turut memberikan penjelasan

perlindungan dan acuan lahirnya UU ormas di Indonesia, jaminan

kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat serta

memajukan dirinya dalam memperjuangkan hak secara individu ataupun

kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara sebagai

perwujudan HAM. Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945 menyebutkan

bahwa: “Dalam menjalankan hak asasi dan kebebasannya secara individu

maupun kolektif, setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia

lainnya dan wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan

Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan

serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi

tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,

keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis”.

Organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disebut ormas dengan

segala bentuknya hadir, tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah

perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Hingga dalam sejarah perjuangan kemerdekaan negara Republik

Indonesia, ormas merupakan wadah utama dalam pergerakan

kemerdekaan. Peran masyarakat sipil dalam konteks pembangunan bangsa

sangatlah vital. Termasuk di Indonesia dalam proses pembangunan, baik

secara fisik maupun pembangunan sumber daya manusia, Sejarah bangsa

mencatat peran yang sangat penting dimainkan organisasi masyarakat,

seperti; Boedi Oetomo (1908), Syarikat Dagang Islam (1911),

Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926), organisasi-organisasi

pemuda kedaerahan (Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon, dll./1918),

organisasi kependidikan, dll, dalam perjuangan pencerdasan anak bangsa

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

49

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

menuju Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945.

(www.leimena.org/en/page/v/535.com)

Namun demikian, sejarah bangsa kita juga mencatat pasang-surutnya

peran ormas seiring dengan dinamika sosial-politik yang muncul dalam

sejarah perjalanan bangsa. Pancasila sebagai dasar dan falsafah kehidupan

berbangsa dan bernegara wajib bagi setiap warganegara baik secara

individu maupun kolektif. Termasuk ormas wajib menjadikan Pancasila

sebagai napas, jiwa, dan semangat dalam mengelola ormas. Pengakuan

dan penghormatan terhadap Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai dasar

dan falsafah berbangsa dan bernegara, tetap menghargai dan menghormati

kebhinekaan ormas yang memiliki asas perjuangan organisasi yang tidak

bertentangan dengan pancasila dan UUD NRI 1945, begitupula ormas

yang menjadikan hal tersebut sebagai asas organisasinya.

Termasuk hak atas kebebasan berserikat yang juga dinyatakan dalam

Konvenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik 1966 (konvenan

sipol) yang sudah disahkan oleh Indonesia melalui Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2005. Pasal 22 Konvenan Sipol menyatakan: setiap

orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dengan orang lain,

termasuk hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat buruh

untuk melindungi kepentingannya.

Oleh karena itu, hadirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang organisasi kemasyarakatan sebagai pengganti Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan yang ada sudah

dianggap tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh dasar itulah diperlukan

penggantian UU ormas lama yang mampu menyeimbangkan hal ini yaitu

PerppuNo 2 Thn 2017 tentang ormas.

Menurut Nugraha, dkk (2016, hlm. 10), Manusia adalah mahluk sosial

yang cenderung untuk hidup bermasyarakat serta mengatur dan

mengorganisasi kegiatannya dalam mencapai suatu tujuan, tetapi karena

keterbatasan kemampuan menyebabkan mereka tidak mampu

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

50

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

mewujudkan tujuan tanpa adanya kerjasama. Hal tersebut yang mendasari

manusia untuk hidup dalam berorganisasi.

Menurut Manulang (2009, hlm. 59), Kata “organisasi” berasal dari

bahasa Yunani, yaitu “organon” dan istilah Latin, yaitu “organum”, yang

berarti alat, bagian.///, anggota atau badan. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, “organisasi” adalah kesatuan (susunan dan sebagainya) yang

terdiri atas bagian-bagian (orang dan sebagainya) dalam perkumpulan

untuk tujuan tertentu; kelompok kerja sama antara orang-orang yg

diadakan untuk mencapai tujuan bersama

(www.pusatbahasa.kemdiknas.go.id). Selain itu Siagian (2017, hlm. 95),

mengatakan organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang

atau lebih yang bekerja sama untuk sesuatu tujuan bersama dan terikat

secara formal dalam persekutuan, yang mana selalu terdapat hubungan

antara seorang/sekelompok orang yang disebut pimpinan dan

seorang/sekelompok orang lain yang disebut bawahan. Adapun Mooney

(dalam Manulang, 2009, hlm. 59), mengemukakan bahwa “organisasi”

adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan

bersama.

Menurut Manulang (2009, hlm. 59) ciri suatu organisasi, yaitu:

1. adanya sekelompok orang;

2. antar hubungan yang terjadi dalam suatu kerjasama yang

harmonis; dan

3. kerja sama didasarkan atas hak, kewajiban atau tanggung jawab

masingmasing orang untuk mencapai tujuan.

Menurut Sondang Siagian (2017, hlm. 6) organisasi dapat ditinjau

dari dua sudut pandang, yaitu:

1. organisasi sebagai wadah di mana kegiatan-kegiatan administrasi

dijalankan.

2. Organisasi sebagai rangkaian hierarki dan interaksi antara

orang-orang dalam suatu ikatan formal.

Berdasarkan uraian tersebut, organisasi merupakan wadah dan wadah

itu tidak mungkin terbentuk kalau tidak dibentuk oleh para pemrakarsa

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

51

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

organisasi yang kemudian sekaligus menjadi anggota organisasi tersebut.

Pembentukan wadah organisasi itu berangkat dari kesamaan visi, misi, dan

ideologi karena kesamaan visi, misi, dan ideologi itu kemudian

menetapkan tujuan yang sama, terbentuk secara terstruktur dari mulai

pimpinan tertinggi sampai terendah, serta menetapkan arah kebijakan dan

program kerjanya dalam mencapai tujuan organisasi.

Menurut Manulang (2009, hlm. 64-73), Suatu organisasi secara hakiki

harus memenuhi prinsip-prinsip organisasi:

1. Perumusan tujuan dengan jelas;

2. Pembagian kerja;

3. Delegasi kekuasaan (delegation of Authority);

4. Rentangan kekuasaan;

5. Tingkat-tingkat pengawasan;

6. Kesatuan perintah dan tanggungjawab (Unity of Command and

Responsibility);

7. Koordinasi.

Dengan demikian, organisasi akan berjalan sesuai dengan konsep,

cara, dan dinamikanya masing-masing tanpa harus ada intervensi

kepentingan politik. dari penguasa/pemerintah. Kepentingan pemerintah

dalam konteks ini, cukup dalam tataran pengawasan, agar organisasi tidak

keluar dari ruh dan cita-cita konstitusi negara.

Sementara pengertian “kemasyarakatan” dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, berasal dari kata “masyarakat” yang berarti sejumlah manusia

dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yg mereka

anggap sama. Adapun “kemasyarakatan” berarti perihal (mengenai)

masyarakat Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan diunduh dari

(www.pusatbahasa.kemdiknas.go.id). Kata “masyarakat” menurut Sanit

(dalam Widiartati, 2010 hlm. 31), bahwa rakyat/masyarakat sebagai

sebuat kesatuan individu yang beraneka ragam (kepentingan, kebutuhan,

cita-cita, dan lain-lainnya) hidup dalam keteraturan..

Pengertian ”organisasi kemasyarakatan” menurut widiartati (2010

hlm. 39), dapat diperoleh dengan menggabungkan pengertian “organisasi”

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

52

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

dengan pengertian “kemasyarakatan”, sehingga pengertian “organisasi

kemasyarakatan” adalah aktivitas organisasi mayarakat berkaitan

langsung dengan kepentingan seluruh anggota atau pendukug organisasi

itu.

Organisasi kemasyarakatan secara konkret merupakan organisasi

yang sifat dan strukturnya teratur, biasanya mulai dari tingkat

tertinggi/pusat sampai tingkat terendah/pimpinan di tingkat daerah

(cabang) atau bahkan rukun warga.

Dalam Pasal 1 UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi

kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disebut

ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat

secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,

kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpastisipasi dalam

pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Penjelasan Pasal 1 Perppu Nomor 2

tahun 2017 menjelaskan bahwa salah satu ciri penting dari organisasi

kemasyarakatan adalah kesukarelaan dalam pembentukannya. Artinya,

anggota masyarakat negara Republik Indonesia diberikan kebebasan untuk

membentuk, memilih, bergabung dalam organisasi kemasyarakatan yang

diminatinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

atas dasar aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan

tujuan untuk berpastisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut Putu Eva (2015, hlm. 152) beragam jenis kegiatan yang

dilaksanakan oleh ormas yang dibentuk warga negara, ada yang berbasis

keagamaan, kesamaan hobi, kegiatan social, dan sebagainya. Oleh karena

itu maka terdapat beragam jenis ormas yang hadir di masyarakat, namun

tetap terdapat pembatasan dalam hal bahwa keberadaan ormas tersebut

tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 meskipun

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

53

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

terdapat ciri tertentu yang mencermikan kehendak dan cita-cita ormas

yang dicantumkan. Selain itu ormas juga wajib untuk turut serta

berpartisipasi dalam pembangunan untuk mewujudkan tujuan negara

berdasarkan Pancasila.

Selain itu organisasi kemasyarakatan merupakan perwujudan dari hak

yang dijamin dalam Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Warga negara memiliki kebebasan untuk berserikat,

berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Kebebasan untuk berserikat dan

berkumpul serta mengeluarkan pendapat tersebut dikenal sebagai tiga

kebebasan dasar yang merupakan bagian dari konsep hak-hak asasi

manusia, terutama dalam rumpun hak sipil dan politik. Catur dan Harefa

mengatakan (2015, hlm.3) organisasi kemasyarakatan menjadi sarana

untuk menyalurkan pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat

Warganegara Republik Indonesia dan dinilai memiliki peranan yang

sangat penting dalam meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh

lapisan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat Pancasila berdasarkan

Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka menjamin pemantapan

persatuan dan kesatuan bangsa, menjamin keberhasilan pembangunan

nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan sekaligus menjamin

tercapainya tujuan nasional.

Pendapat lain Durado (2016, hlm. 2), yaitu ormas dimasa reformasi

mempunyai 3 peranan penting ; 1). Sebagai Salah satu pilar dari

pembangunan Bangsa. 2). Sebagai salah satu badan atau organisasi yang

mempunyai hak mengontrol kebijakan pemerintah. 3). Sebagai kelompok

penekan,jika Pemerintah mulai melenceng dari azas dan aturan- aturan

yang berlaku.

Menurut Prameswari (2015, hlm. 138), peran (ormas) sangat

menentukan arah demokrasi di Indonesia. ormas-ormas yang mewakili

berbagai kepentingan dan kelompok tersebut bisa dikatakan sebagai

miniature dari keberagaman luas dalam masyarakat Indonesia dan

merupakan tombak ujung tombak peran masyarakat dalam Negara,

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

54

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

bagaimana ormas beraktifitas didalam negara akan menjadi model

interaksi sosial politik masyarakat Indonesia yang amat majemuk dan

beragam.

Pendapat lain oleh Yusuf BA (2016, hlm. 429), Keberadaan organisasi

masyarakat (ormas) di tengah-tengah masyarakat merupakan suatu realitas

yang harus diakui keberadaanya dengan berpola pikir kedepan dan

berwawasan kedepan dalam rangka untuk memperkokoh pembangunan di

segala bidang.

Dari pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa organisasi

kemasyarakatan adalah oraganisasi yang dibentuk secara sukarela atas

dasar Pancasila dan Undang-Undang Negara Rebpunlik Indonesia, sesuai

dari bunyi pasal 1 dalam Undang-Undang ormas Nomor 2 Tahun 2017.

2.6 Pendidikan Kewarnagenaraan

Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran penting dalam

mendidik karakter dan cinta tanah air, oleh karena itu PKn bukan hanya

bermakna bagi kehidupan semua warga negara, PKn memiliki peran

dalam meningkatkan berfikir kritis setiap warga negara karena PKn

bagian dari pendidikan.

Pendidikan adalah salah satu faktor yang cukup penting dalam

menghasilkan generasi penerus bangsa yang memiliki kecerdasan, kreatif

dan memiliki karakter yang baik, yang mampu membekali generasi

penerus bangsa dalam memajukan dan mensejahterakan kehidupan

bangsa Indonesia.

Diperkuat dalam pasal 3 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

tentang Pendidikan Nasional (Sisdiknas), secara imperatif bahwa :

“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi Warga

Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

55

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Pendidikan nasional bukan hanya menekankan pada pengetahuan

materi saja, tetapi juga pada pengembangan nilai, dan keterampilan.

Subjek dari pendidikan adalah warg negara Indonesia sebagai generasi

penerus, yang akan mengambil peran dan tanggung jawab dalam menjaga

Negara, sehingga pendidikan sangat perlu diberikan kepada generasi

muda, selain untuk meningkatkan pengetahuan juga harus disertai dengan

penanaman karakter yang baik agar setiapa warga negara memiliki

komitmen menjadikan Indonesia yang lebih baik lagi.

Pendidikan Kewarganegaraan mempersiapkan warga negara muda,

agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya,

dimana warga negara yang baik adalah warga negara yang mampu

menjadi penerus bangsa dan mampu meningkatkan kemajuan bangsa

Indonesia, dimana selain ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dengan

baik, namun juga karakter baik harus dimiliki oleh setiap warga negara

Indonesia.

Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Somantri (dalam Wuryan &

Syaifullah, 2008, hlm. 9) bahwa :

“Sarana untuk membekali warga dengan pengetahuan dan

kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar warga

negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara

agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa

dan negara”.

Pendapat di atas menjelaskan pentingnya pendidikan bagi setiap

warga negara karena Pendidikan merupakan sarana yang dapat

membekali warga negara sebagai generasi penerus dalam

mempertahankan keutuhan Negara dan menciptakan kemajuan dan

kesejahteraan Bangsa dan Negara. Khususnya pendidikan

kewarganegaraan memfokuskan agar setiap organg yang merupakan

bagian dari warga negara dituntut agar mampu memahami dan

mengaplikasikan hak dan kewajibannya, agar dapat mengembangkan

Negara Indonesia kearah yang lebih maju lagi.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

56

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang harus

ditanamkan nilai-nilai pancasila dalam dirinya, agar dalam setiap

tindakan dalam kehidupan sehari-harinya mencerminkan nilai-nilai

pancasila, karena pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia.

PKn merupakan pembelajaran yang didalamnya mengajarkan secara rinci

mengenai nilai-nilai pancasila, pendapat ini diperkuat oleh Daryono

(2008, hlm. 12) dimana PKn merupakan “suatu usaha sadar, yang

terencana dan terarah, melalui pendidikan formal, untuk

mentransformasikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada

warga negara”.

Mentransformasikan dalam hal ini bukan hanya memindahkan dan

menjelaskan nilai-nilai pancasila pada masyarakat, namun harus

diberikan pemahaman agar nilai-nilai tersebut dapat tertanam dan

mengembang dalam diri setiap orang, sehingga akan membuat sikap

seseorang terbentuk dengan baik karena selalu mengamalkan nilai-nilai

pancasila dalam kehidupan sehari-harinya dimana dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke empat disebut kan butir-butir

pancasila dimana :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Pancasila harus dijadikan pegangan dalam kehidupan bermasyarakat,

oleh karena itu PKn sangat penting bagi peserta didik karena di dalam

mata pelajaran PKn akan diajarkan mengenai pancasila, agar kehidupan

mampu berjalan dengan baik bukan hanya kepintaran secara kognitif saja

namun karakter ikut menentukan keberhasilan seseorang, dan

kemampuan berfikir kreatif pun sangat diperlukan melihat kondisi

persaingan hidup saat ini semakin tinggi.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

57

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Pengertian Pendidikan kewargnegaraan menurut Zamroni

(Azra,2003, hlm.7) adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk

mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak

demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaraan kepada generasi

baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat

yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Pendidikan

kewarganegaraan bukan hanya memberikan pengetahuan berupa hafalan

saja, tetapi PKn juga memberikan pendidikan kepadawarga agar memiliki

kesadaran untuk saling menghormati dan tidak mengganggu hak-hak

yang dimiliki oleh seluruh warga masyarakat, agar terciptanya suatu

tatanan kehidupan bermasyarakat yang damai, tentram dan aman.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dalam NCSS (dalam Wuryan

& Syaifullah, 2008, hlm. 76) adalah :

1. Pengetahuan dan keterampilan guna memecahkan masalah dewasa ini.

2. Kesadaran terhadap pengaruh sains dan teknologi pada peradaban

serta manfaatnya untuk memperbaiki nilai kehidupan.

3. Kesiapan guna kehidupan ekonomi yang efektif.

4. Kemampuan untuk menyusun berbagai pertimbangan terhadap

nilai-nilai untuk kehidupan yang efektif dalam dunia yang selalu mengalami perubahan.

5. Menyadari bahwa kita hidup dalam dunia yang terus berkembang

yang membutuhkan kesediaan untuk menerima fakta baru, gagasan baru, serta tata cara hidup yang baru.

6. Menggunakan seni yang kreatif untuk mensensitifkan dirinya

sendiri terhadap pengalaman manusia yang universal serta pada keunikan individu.

Berdasarkan pendapat di atas maka Tujuan PKn diharapkan dapat

membentuk warga negara yang bukan hanya cerdas dalam bidang

intelektualnya saja, namun memiliki kualitas yang tinggi dan memiliki

keterampilan hidup bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, serta

menjadi warga negara yang berakhlak mulia dan memiliki karakter yang

baik.

Wuryan S.,dan Syaifullah (2008, hlm. 77) merumuskan tujuan

Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membentuk warga Negara

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

58

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

yang baik, warga Negara yang kreatif, warga Negara yang

bertanggungjawab, warga Negara yang cerdas, warga Negara yang kritis,

dan warga Negara yang partisipatif. Tujuan PKn tidak hanya berpusat

pada pemahaman konsep dan teori seputar PKn saja, namun lebih luas

lagi yaitu ingin menciptakan warga negara yang baik seutuhnya dimana

pengetahuan dan perilaku baik berjalan beriringan, sehingga

menimbulkan masyarakat yang damai dan sejahtera.

2.7 Penelitian Yang Relevan

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam

melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang

digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian

terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama

seperti judul penelitian penulis. Penelitian oleh Biky Uthbek Mubarok

(2015) Problematika Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang

organisasi kemasyarakatan (ormas) (Studi Kasus Di Kabupaten Sleman)

dengan rumusan masalah Penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2013 tentang organisasi kemasyarakatan (ormas) di Kabupaten Sleman

yaitu Kepedulian masyarakat Kabupaten Sleman terhadap dinamika

perubahan aturan perundang-undangan masih rendah. Kurangnya

informasi yang diterima menjadi salah satu penyebab pasifnya respon

yang dilakukan masyarakat. Begitupun realita yang terjadi dengan

hadirnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang ormas. Hal itu

terjadi pula pada kebanyakan ormas, rutinitas yang padat dan

menumpuknya sejumlah agenda juga menjadi alasan tambahan setiap

ormas. Selain itu adanya sikap kehati-hatian yang dilakukan pemerintah

daerah dalam mengundangkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2013

Tentang ormas paska banyaknya problematika yang terjadi, baik sebelum

maupun sesudah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Selanjutnya penelitian Oleh M.Najib Ibrahim (2011). Hak Berserikat

(Suatu Kajian Terhadap Pembekuan Dan Pembubaran Ormas Dalam

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

59

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan). Dengan hasil penelitian mengatakan organisasi

kemasyarakatan merupakan wujud dari kebebasan berserikat yang

dibutuhkan dalam suatu negara demokrasi. Hak kebebasan berserikat

dalam dimensi hak sipil dan politik menekankan hak individu, yaitu hak

setiap orang untuk berasosiasi dan memasuki serikat. Hak berserikat

memiliki prasyarat sebuah keadaan yang kondusif bagi individu dalam

menikmati hak dasarnya. Pemenuhan hak kebebasan berserikat,

berkonsekuensi pada upaya perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan

negara bagi hak asasi warga negara. Dengan Demikian dari uraian

penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian oleh penulis memuat

hal yang berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu yaitu mengenai

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017

Pasal 80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum Ormas Dalam

Perspektif Pendidikan Politik karena peneliti akan meneliti sesuai yang

tertulis dalam rumusan masalah peneliti.

2.8 Kerangka Pemikiran

1. Teori Demokrasi

Menurut Hook (dalam Muntoha, 2009, hlm. 381) memberikan

definisi tentang demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dengan

keputusan-keputusan pemerintah yang penting atau arah kebijakan di

balik keputusan secara langsung didasarkan pada keputusan mayoritas

yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Hal ini berarti bahwa

pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam

masalah-masalah pokok mengenai kehidupan mereka, termasuk dalam

menilai kebijaksanaan negara yang turut menentukan kehidupan

mereka tersebut.

2. Teori Negara Hukum

Sebagaimana yang ditegaskan oleh Asshidiqie (dalam Santoso

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

60

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

(2016, hlm. 20) mengatakan bahwa teori tentang negara hukum, baik

rule of law maupun rechtsstaat pada pokoknya tidak dapat dipisahkan

dari teori tentang demokrasi, keduanya harus dilihat sebagai dua sisi

dari mata uang yang sama. karena pada satu sisi demokrasi memberikan

landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan

kesederajatan manusia, pada sisi yang lain negara hukum memberikan

patokan bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia,

tetapi hukum.

3. Teori Hak Berserikat

Kebebasan berserikat bukan hanya kebebasan untuk

mendirikan sebuah organisasi/serikat pekerja, tetapi lebih dari itu

adalah terjaminnya pelaksanaan dan tujuan dilaksanakannya kebebasan

berserikat tersebut, namun tetap sesuai dengan

pembatasan-pembatasan dalam konstitusi ataupun instrument hukum

lainnya yang berlaku di sebuah Negara.

Kebebasan seseorang untuk berkumpul dan berserikat

menyangkut kebebasan untuk menentukan pilihan organisasi dengan

atau kemana. Dengan kata lain, seseorang haruslah secara sukarela

menentukan sendiri kehendak bebasnya, tidak karena dipaksa ataupun

digiring orang lain untuk mengikuti suatu organisasi. Setiap orang

berhak untuk mendirikan organisasi dalam rangka mengekspresikan

ide dan gagasan atau mengorganisasikan upaya mewujudkan

keyakinannya secara demokratis

4. Teori Konsep Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)

Dalam Pasal 1 UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi

kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disebut

ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat

secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,

Page 61: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

61

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpastisipasi dalam

pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penjelasan Pasal 1 UU Nomor

2 Tahun 2017 menjelaskan bahwa salah satu ciri penting dari organisasi

kemasyarakatan adalah kesukarelaan dalam pembentukannya. Artinya,

anggota masyarakat negara Republik Indonesia diberikan kebebasan

untuk membentuk, memilih, bergabung dalam organisasi

kemasyarakatan yang diminatinya dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara atas dasar aspirasi, kehendak, kebutuhan,

kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpastisipasi dalam

pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.9 Paradigma Penelitian

Page 62: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

62

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Gambar 2.1

Paradigma Penilitian

\

Kajian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A Tentang

Pencabutan Status Badan Hukum Ormas Dalam Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan

Perppu ormas pasal 80A menghilangkan

proses pembubaran ormas melalui

pengadilan dalam perspektif pendidikan

kewarganegaraan

1. Analisis mekanisme pembubaran ormas

dari perppu nomor 2 tahun 2017 dan UU

No 17 Tahun 2013

2. Konsep Ideal Pembubaran Ormas

Pengaturan keberadaan ormas

menurut pasal 80A Perppu ormas dalam perspektif

Pendidikan Kewarganegaraan.

1.Pencabutan status badan

hukum ormas dalam pasal 80

Perppu ormas melanggar Pasal

28E ayat (3).

2. Pencabutan Status Badan

Hukum Ormas melanggar

Upaya yang dilakukan ormas

sehubungan dengan peniadaan

prosedur pencabutan status

badan hukum ormas dalam pasal 80A

Pengajuan Permohonan Uji

Materiil Perppu ormas

sehubungan dengan Pasal 80A

mekanisme pembubaran ormas

Fokus Penelitian

Teori

Demokrasi

Teori Negara

Hukum Teori Hak

Berserikat

Teori

Organisasi

kemasyarakat

an

Kajian pustaka, dokumen,

penelitian terdahulu

Pendekatan kualitatif,

metode normatif, teknis

analisis data

Teknik pengumpulan

data: wawancara,

observasi, dokumentasi

Page 63: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

63

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif. Moleong (2014, hlm. 6), pendekatan penelitian kualitatif

adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah. Menurut Bogdan dan Taylor seperti

(dalam Basrowi dan Suwandi 2008, hlm. 22-23), data yang dihasilkan dengan

menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu uraian yang mendalam tentang

ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang sedang diamati dari suatu individu,

kelompok, masyarakat, atau sebuah organisasi tertentu dalam kehidupan

sehari-hari yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, dan komprehensif.

Pendapat yang senada dikatakan oleh Cresswell (2015, hlm. 15), yakni:

Qualitative research is an inquiry process of understanding based on

distinct methodological tradition of inquiry that explore a social or

human problem. The researcher build a complex, holistic picture,

analysis words, report detailed views on informants, and conduct the

study in a natural setting.

Cresswell menjelaskan, bahwa penelitian kualitatif adalah proses

penelitian yang berdasarkan tradisi metodologis yang berbeda, yaitu dengan

cara menyelidiki masalah sosial atau kemanusiaan. Pada penelitian kualitatif

seorang peneliti harus dapat membuat gambaran yang kompleks, gambaran

secara menyeluruh, menganalisis kata-kata, melaporkan secara detil

mengenai pandangan atau pendapat para informan, dan melakuan penelitian

secara alamiah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Berikut ini

dua alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pertama, Kajian

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Pasal

Page 64: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

64

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum Ormas, hal ini membuktikan

bahwa penelitian ini membutuhkan data lapangan yang sifatnya kontekstual

dan peneliti membuat gambaran secara menyeluruh dengan menganalisis

kata-kata serta pandangan informan secara rinci. Kedua, peneliti

menggunakan sejumlah data primer yang di dapatkan dari subjek penelitian

yang terdiri dari beberapa informan. Dalam hal ini penelitian yang dilakukan

peneliti tidak bisa dipisahkan dari kealamiahannya tanpa rekayasa dan

pengaruh dari luar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2009, hlm. 15)

bahwa pendekatan kualitatif digunakan karena penelitiannya dilakukan pada

kondisi yang alamiah, mengandalkan manusia sebagai instrumen penelitian,

teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi yang lebih

menekankan pada makna daripada generalisasi.

3.2 Jenis Penelitian

Bahwa jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang di

fokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma norma dalam

hukum positif. Menurut Ibrahim (2006, hlm. 295) yuridis normatif, yaitu

pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positif. Konsep ini memandang

hukum identik dengan norma-norma tertulis yang di buat dan diundangkan oleh

lembaga atau pejabat yang berwenang. Konsepsi ini menurut Hanitjo (1988, hlm.

13-14) memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri,

tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.

Dalam hal ini penulis menspesifikkan kepada sisi yuridis sosiologis.

Yuridis sosiologis yaitu pendekatan yang mempelajari hubungan timbal balik

antara hukum dan gaya sosial. Hal ini digunakan karena objek pembahasan

berkaitan dengan hukum secara yuridis, sedangkan sosiologis adalah untuk

mengukur sejauh mana pelaksanaan terhadap peraturan yang di berlakukan

serta kesadaran ormas atas hukum yang diberlakukan.

3.3 Pendekatan Penelitian

Page 65: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

65

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Bahwa adanya metode merupakan suatu unsur yang mutlak ada dalam

suatu penelitian. Metode perbandingan merupakan metode yang tepat untuk

mengolah dan mencapai tujuan dari penelitian. Ditunjang dengan pendekatan

yuridis normatif melalui pengkajian peraturan perundang-undangan yang

relevan. Penelitian ini berlandaskan norma norma hukum yang berlaku yang

terdapat di peraturan perundang undangan. Pendekatan perundang-undangan

digunakan untuk mengetahui keseluruhan peraturan hukum khususnya

hukum tata negara di Indonesia.

3.4 Objek Penelitian

Objek Penelitian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum

Ormas

3.5 Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum

primer, sekunder dan tersier. Bahwa bahan hukum primer terdiri dari:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer menurut Suryabrata (1987, hlm. 93) merupakan

bahan hukum bersifat ototatif, artinya sumber-sumber hukum yang

dibentuk oleh pihak yang berwenang, dan data yang langung di

kumpulkan oleh peneliti (atau petugasnya) dari sumber pertamanya.

Bahan hukum primer terdiri dari Peraturan Perundang-undangan, Catatan

resmi dalam pembuatan perundang-undangan. Bahan buku primer yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan;

3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang

Page 66: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

66

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Organisasi

Kemasyarakatan Menjadi Undang Undang.

4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan;

5) Putusan Makamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder Suryabrata (1987, hlm. 94) merupakan bahan

yang memberikan kejelasan mengenani bahan hukum primer, dan data

yang langsung di kumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber

pertama, dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen

dokumen.Terdiri dari buku-buku, jurnal hukum, kamus hukum, penelitian

yang berkaitan dengan perbandingan pengaturan pembubaran ormas

melalui Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan dan Perppu Nomor 2 Tahun 2017.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder. Contohnya

adalah kamus, ensiklopedia, dan seterusnya

3.6 Partisipan dan Tempat Penelitian

1. Partisipan Penelitian

Penentuan partisipan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

purposive, yaitu menurut Sugiyono (2014, hlm. 299) penentuan

partisipan/subjek penelitian dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Hal

tersebut juga didukung oleh Nasution (2009, hlm. 98) yang menyatakan,

bahwa penentuan subjek penelitian dengan cara purposive dilakukan dengan

mengambil orang-orang yang terpilih oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri

spesifik yang dimiliki, misalnya orang yang mempunyai tingkat pendidikan

tertentu, mempunyai usia tertentu, yang pernah aktif dalam kegiatan

Page 67: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

67

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

masyarakat tertentu.

Menurut Miles and Huberman (1992, hlm. 56) terdapat beberapa

kriteria yang digunakan dalam penetapan subjek penelitian, yakni latar

(setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events) dan proses

(process). Kriteria yang pertama adalah latar, yakni merupakan situasi dan

tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni di dalam

masyarakat, wawancara di kantor, wawancara formal dan informal,

berkomunikasi resmi, dan berkomunikasi tidak resmi. Kriteria kedua adalah

pelaku, yakni pakar yang berlatar keilmuan terkait dengan dimensi Perppu

Nomor 2 Tahun 2017. Kriteria ketiga adalah peristiwa, yakni pandangan,

pendapat, dan penilaian tentang Perppu No 2 Tahun 2017. Kriteria keempat

adalah proses, yakni wawancara peneliti dengan subjek penelitian berkenaan

dengan pendapat dan pandangannya terhadap fokus masalah dalam penelitian

ini.

Adapun subjek penelitian ini adalah, diantaranya adalah Kementerian

dalam negeri Republik Indonesia, dan Koalisi Advokat Penjaga Islam

bertindak untuk dan atas Sharia Law Alqonuni. Adapun peneliti dengan

sengaja memilih informan tersebut sebagai subjek penelitian karena peneliti

menganggap jika mereka cukup banyak memiliki pengetahuan dan informasi

yang dapat peneliti gunakan untuk menggali informasi yang dibutuhkan

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang ada.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Jakarta Provinsi DKI. Terdapat

beberapa alasan peneliti untuk memilih lokasi penelitian tersebut.

Lokasi penelitian, diantanya:

1.Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Jalan Medan

Merdeka Utara Nomor 7 Jakarta Pusat 10110).

2.Koalisi Advokat Penjaga Islam bertindak untuk dan atas Sharia

Law Alqonuni (Alamat : Jl. Ir. Djuanda, No. 8 PBS, Kelurahan

Page 68: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

68

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Pisangan, Keamatan Ciputat Timur, 15419).

3. Instrumen Penelitian

Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, bahwa dalam

penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif pada umumnya

menggunakan peneliti sendiri sebagai instrumen atau manusia sebagai

instrumen utama. Menurut Creswell (2015, hlm. 261), peneliti berperan

sebagai instrumen kunci (researcher as key istrument) atau yang utama

para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalaui dokumentasi,

observasi prilaku atau wawancara.

Peneliti memiliki kemampuan dalam meneliti dan mempersiapkan

hal-hal yang dianggap perlu dalam penelitiannya. Sedangkan menurut

Sugiyono (2009, hlm. 305) terdapat dua hal utama yang mempengaruhi

kualitas dari hasil penelitian, yakni kualitas instrumen penelitian dan

kualitas pengumpul data. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan

validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpul data berkaitan

dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah

peneliti itu sendiri.

1. Peneliti

Khusus dalam penelitian kualitiatif Sugiyono (2009, hlm. 60)

“kedudukan peneliti adalah sebagai key instrument atau instrumen

kunci yang mengumpulkan data berdasarkan kriteria-kriteria yang

dipahami”. Jadi pada dasarnya Sugiyono (2009, hlm. 59) menyebutkan

“bahwa yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu

sendiri”. Hal ini dilakukan guna mendapatkan data-data yang sesuai

dengan tujuan penelitian. Hal ini diperkuat oleh pendapat Moleong

(2002, hlm.121) “pada penelitian kualitatif, peneliti memiliki

kedudukan khusus, yaitu sebagai perencana, pelaksana pengumpulan

data, analisis, penafsiran data, serta pelapor hasil penelitian”.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

69

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mencatat hasil pengamatan dari

aktivitas subjek penelitian. Lembar observasi yang dibuat secara

berstruktur. Lembar observasi ini digunakan untuk mencatat beberapa

hal penting yang dapat membantu peneliti dalam mengingat

permasalahan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi saat pengamatan

berlangsung. Lembar observasi dan pengamatan langsung ini

digunakan pula sebagai pengecekan data (Triangulasi Data). Sehingga

data yang didapatkan di lapangan dapat dipertanggung jawabkan

dengan baik, bersifat akurat dan valid.

3. Pedoman wawancara

Lembar wawancara dibuat untuk meberikan arahan dan penjabaran

saat proses wawancara belangsung sehingga hasil yang didapat dapat

dipertanggung jawabkan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti

mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2017 Pasal 80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum

Ormas dimana informasi dan data tersebut didapat dari yayasan sharia

law al qonuni, kemendargi dan Pakar hukum. Karena teknik

wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur, maka

format pertanyaan berbentuk pertanyaan yang bersifat mendalam dan

terperinci. Peneliti akan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan, akan

tetapi pertanyaan bisa saja bertambah secara sepontan saat

dilakukannya tanya jawab, hal ini tergantung pada jawaban

narasumber dan kreatifitas penanya atau peneliti.

4. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Kisi-kisi instrumen penelitian ini bertujuan untuk memberikan arahan

yang jelas dari proses penelitian. Sehingga informasi yang kita

dapatkan sesuai dengan apa yang diharapkan serta mampu menjawab

rumusan masalah yang diajukan

5. Catatan Lapangan

Page 70: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

70

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Catatan lapangan merupakan catatan yang berisi kejadian-kejadian

yang terjadi selama penelitian berlangsung selama tiga siklus.

Menggunakan catatan lapangan akan membantu ketika ada kejadian

atau peristiwa penting yang perlu dicatat selama proses Penelitian

3.7 Prosedur Pelaksanaan Penelitian

3.7.1 Prosedur Penyelesaian Administrasi

Sebelum sampai pada tahap pengumpulan data serta analisis

data maka terlebih dahulu penelitian menguraikan segala sesuatunya

sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar, persiapan tersebut

antara lain.

a. Persiapan Penelitian

Tahap ini disebut juga sebagai tahap pra lapangan, pada

tahap ini, peneliti mencoba mengajukan rancangan (proposal)

penelitian. Untuk melihat keabsahannya, selanjutnya

diseminarkan dihadapan tim dosen untuk mendapatkan masukan,

koreksi dan perbaikan hingga mendapatkan pengesahan dan

persetujuan dari ketua dewan tesis yang selanjutnya

direkomendasikan untuk mendapat pembimbing tesis.

b. Perizinan Penelitian

Perizinan ini dilakukan agar peneliti dapat dengan mudah

melakukan penelitian. Adapun perizinan tersebut ditempuh dan

dikeluarkan oleh:

a) Mengajukan surat rekomendasi permohonan izin untuk

mengadakan penelitian kepada Pasca sarjana.

b) Permohonan izin penelitian dari rektor UPI diproses

selama 7 hari.

c) Menghubungi Yayasan Sharia Law Al Qonuni dan

Kemendagri RI dengan menyerahkan surat dari

universitas.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

71

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

d) Mengadakan pembicaraan dan memberitahukan maksud

dari tujuan penelitian kepada pihak Tersebut.

3.7.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian

1) Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti melakukan pembicaraan non formal

dengan ketua Yayasan Sharia Law Al Qonuni dan melakukan

wawancara pertama tentang alasan mengajukan Permohonan Uji

Formil dan Materiil Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang organisasi

kemasyarakatan.

2) Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti mengadakan wawancara dengan

Ketua Yayasan Sharia Law Al Qonuni, pakar kukum dan dari pihak

kemendagri yaitu bagian pendaftaran ormas tentang Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Pasal

80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum Ormas.

3.8 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2013, hlm. 265) menjelaskan bahwa pengumpulan

data “Adalah pekerjaan penting dalam penelitian”. Teknik pengumpulan data

merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data

penelitiannya. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

triangulasi teknik. Sugiyono (2016, hlm. 330) dengan triangulasi teknik

“berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda

untuk mendapatkan data dari sumber yang sama”. Teknik pengumpulan data

merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan selama proses penelitian

berlangsung. Dimana dalam teknik pengumpulan data dapat melakukan

beberapa cara yaitu observasi, wawancara, dokumentasi. Triangulasi teknik

dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1

Page 72: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

72

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Triangulasi teknik pengumpulan data

Sumber: Sugiyono (2016, hlm. 331)

1. Observasi

Menurut Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2014, hlm. 203) observasi

merupakan suatu proses yang kompleks, yaitu suatu proses yang

tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang

terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik ini

digunakan apabila penelitian berhubungan dengan perilaku manusia,

proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak

terlalu besar.

Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono, 2014, hlm. 310)

mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi

(participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan

tersamar (overt observation dan cover observation) dan observasi yang

tak berstruktur (unstructured observation). Spradley membagi observasi

berpartisipasi menjadi empat yaitu passive participation, moderate

participation, active participation dan complete participation. Teknik

observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi

partisipasi pasif. Adapun dalam partisipasi pasif, peneliti datang ke

Observasi

Wawancara

dokumentasi

Sumber data

yang sama

Page 73: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

73

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

tempat Penelitan, tetapi peneliti tidak ikut terlibat dalam kegiatan dari

subjek penelitian.

2. Wawancara

Teknik wawancara menurut Nurul Zuriah (2007, hlm. 179),

merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan

untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan, dengan cara

mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.

Ciri utamanya adalah adanya kontak langsung dengan tatap muka antara

pencari informasi dan sumber informasi.

Menurut Koentjaraningrat (dalam Burhan Bungin 2011, hlm. 100)

wawancara dikategorikan menjadi dua golongan yaitu wawancara

berencana dan wawancara tidak berencana. Perbedaan diantara

keduanya terletak pada perlu atau tidaknya peneliti menyusun daftar

pertanyaan yang akan digunakan sebagai pedoman untuk

mewawancarai informan. Sedangkan menurut Esterberg (dalam

Sugiyono, 2014, hlm. 319) wawancara dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur,

semiterstruktur dan tidak terstruktur. Teknik wawancara yang

digunakan dalam penelitian iniadalah wawancara tidak terstruktur,

karena pedoman wawancaranya hanyamemuat garis-garis besar

permasalahan yang ditanyakan. Pedoman wawancara ini digunakan

peneliti agar tetap fokus tentang persoalan yang akan ditanyakan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Zuriah (2007, hlm. 180) merupakan cara

pengumpulan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip, buku

tentang teori, pendapat ataupun hukum yang berhubungan dengan

masalah penelitian. Teknik ini untuk menghimpun secara selektif

bahan-bahan yang digunakan sebagai landasan dalam penyusunan teori.

Sedangkan menurut Darmadi (2011, hlm. 266), teknik dokumentasi

memungkinkan peneliti untuk memperoleh informasi dari berbagai

Page 74: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

74

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat

responden bertempat tinggal.

Adapun menurut Creswell (2015, hlm. 267):

Pengumpulan data dalam kualitatif melalui dokumen dapat dilakukan

melalui dokumen publik (seperti koran, majalah, laporan kantor)

ataupun dokumen privat (buku harian, diary, surat, email) dan materi

audio visual berupa foto, objek-objek, seni, video tape atau segala jenis

suara atau bunyi.

4. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti

dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet, yang

berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian (danial dan wasriah ,

2009, hlm.80).

5. Catatan Lapangan

Catatan Lapangan menurut Bohan dan Biken (dalam Moleong,

2009, hlm 209) adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar,

dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpula data dan

refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teknik dokumentasi

merupakan teknik mengumpulkan data yang bersumber dari catatan,

buku-buku serta dokumen lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian.

3.9 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil instrumen penelitian harus diolah dan

dianalisis. Analisis data adalah proses menyusun, mengkategorikan data,

mencari pola atau tema, dengan maksud untuk memahami makna dari hasil

penelitian tersebut. Dengan kata lain analisis data akhirnya akan menuju pada

penarikan kesimpulan atas masalah yang diangkat dalam penelitian.

Sedangkan menurut Usman & Akbar (2009, hlm. 83) tujuan analisis data ialah

“untuk mengungkapkan data apa yang masih perlu dicari, hipotesis apa yang

perlu di uji, pertanyaan apa yang perlu dijawab, metode apa yang harus

Page 75: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

75

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

digunakan untuk mendapatkan informasi baru, dan kesalahan apa yang harus

segera diperbaiki”. Dan menurut Nasution (dalam Usman & Akbar, 2009, hlm.

83) „analisis data ialah proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan‟. Karena

pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah kualitatif maka ada

teknik analisis data kualitatif yaitu :

a. Analisis Data Kualitatif

Analisis data yang dilakukan bersifat deskriftif analitik berdasarkan

fakta-fakta yang ditemukan dilapangan dan kemudian menjadi hipotesis atau

teori. Deskriftif analitik ialah membahas tentang bagaimana merangkum

sekumpulan data sehingga mudah dibaca dan cepat memberikan informasi.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah versi Miles

dan Huberman. Usman & Akbar (2009, hlm. 84-85) mejelaskan

langkah-langkah analisis data penelitian versi Miles dan Huberman yang

terdiri dari :

1) Reduksi Data

Usman & Akbar (2009, hlm. 85) “reduksi data di artikan sebagai

proses memilih, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan,

dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan”.

Lebih jelas lagi Usman & Akbar (2009, hlm. 85-87) menerangkan bahwa:

“Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data, dimulai dengan

membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat

gugus-gugus, menulis memo, dan lain sebagainya, dengan maksud

menyisihkan data atau informasi yang tidak relevan. Reduksi data

merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengkategorisasikan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu,

dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data

yang terkumpul dapat diverifikasi”.

Pada intinya tahap reduksi adalah dimana data informasi dari lapangan

kemudian disusun secara sistematis. Setelah itu dilakukan pemilihan tentang

relevan atau tidaknya antara data dengan tujuan penelitian, atau sesuai

tidaknya dengan pokok permasalahan.

2) Display Data/ Penyajian

Page 76: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

76

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Data yang sudah direduksi tidak akan memberikan makna apa-apa

atau tidak memberikan gambaran secara menyeluruh. Oleh karena itu

diperlukan display data. Usman & Akbar (2009, hlm. 87) “display data atau

penyajian data ialah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan”. Usman & Akbar (2009, hlm. 87) kembali menjelaskan bahwa

“penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif, juga dapat

berbentuk matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Semuanya dirancang guna

menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah

dipahami”.

3) Pengambilan Keputusan dan Verifikasi

Usman & Akbar (2009, hlm. 87) “penarikan kesimpulan dan

verifikasi merupakan kegiatan di akhir penelitian kualitatif”. Menurut Usman

dan Akbar penelitian harus sampai pada kesimpulan dan melakukan verifikasi,

baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh

subjek tempat penelitian itu dilaksanakan. Kembali Usman & Akbar (2009,

hlm. 87) menegaskan “makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji

kebenaran, kecocokan, dan kekokohannya. Peneliti harus menyadari bahwa

dalam mencari makna, ia harus menggunakan pendekatan emik, yaitu dari

kecamata key informan, dan bukan penafsiran menurut pandangan peneliti

(pendekatan etik)”. Tahap pengambilan keputusan dan verifikasi dalam

penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik yang

dapat digambarkan seperti di bawah ini :

Gambar 3.2.

Triangulasi “Teknik” pengumpulan data

Wawancara

mendalam

Page 77: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

77

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Sumber : Sugiyono, 2011, hlm. 242.

Gambar 3.3.

Triangulasi “sumber” pengumpulan data

Sumber : diolah oleh penulis, 2018

Dari ketiga tahap analisis data di atas, ketiganya saling terkait dan

merupakan rangkaian yang tidak berdiri sendiri. Hal ini dapat digambarkan

seperti dibawah ini:

Gambar 3.4

Model interaktif Miles dan Huberman

Dokumentasi Observasi Sumber

data sama

Ketua Yayasan

Sharia Law Al

Qonuni

Pakar Hukum Bagian

Pendaftaran

Ormas

Page 78: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

78

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Sumber: Usman & Akbar (2009, hlm. 88)

Usman & Akbar (2009, hlm. 88) memberikan penjelasan atas gambar

tersebut, “penyajian data selain berasal dari hasil reduksi, perlu juga dilihat

kembali dalam proses pengumpulan data untuk memastikan bahwa tidak ada

data penting yanag tertinggal. Demikian pula jika dalam verifikasi ternyata

ada kesimpulan yang masih meragukan dan belum disepakati kebenaran

maknanya, maka kembali ke proses pengumpulan data”.

3.10 Isu Etik

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Sharia Law Al Qonuni, dengan

informan Ketua yayasan sharia law al qonuni, pakar hukum, dari

kemendagri pihak pendaftaran ormas karena informan ini dapat membantu

untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan oleh peneliti. Pada saat

penelitian berlangsung, untuk melakukan suatu wawancara kepada

informan peneliti terlebih dahulu datang ke tempat informan untuk meminta

izin serta menunjukan surat izin penelitian, setelah itu baru membuat janji

dengan informan sesuai dengan kesediaan dan waktu informan tersebut.

Berdasarkan kesediaan informan peneliti melakukan observasi dan

wawancara, wawancara berlangsung berapa lama tergantung dari waktu

yang ditentukan. Proses wawancara tersebut tidak mengganggu aktivitas

Page 79: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

79

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

informan, tidak ada tindak paksaan, dan tidak ada unsur kekerasan, semua

atas kesepakatan bersama. Untuk pengambilan dokumentasi atau foto lokasi

peneliti juga harus meminta izin, kalau tidak diperbolehkan mengambil foto

peneliti tidak akan mengambil foto, agar tidak memberatkan salah satu

pihak.

Setelah selesai wawancara peneliti memberikan ucapan terima kasih

dan memberikan penghargaan, serta sudah terdapat kesepakatan antara

peneliti dengan semua informan bahwa data penelitian hanya dipergunakan

untuk kepentingan ilmiah dan seluruh informan di tulis dengan nama

samaran. Dengan demikian penelitian ini dapat berlangsung dengan lancar

tanpa ada memberatkan, menyulitkan dan mengganggu informan, serta

tidak merugikan pihak-pihak yang dilibatkan dalam penelitian khususnya

pada saat wawancara sedang berlangsung.

3.11 Jadwal Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Jakarta. Perencanaan penelitian dan

penelitian pendahuluan. Rincian waktu penelitian sebagai berikut.

Tabel 3.3

Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Januari Februari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan

Judul √

2 Penyusunan

proposal √

3 Seminar

Proposal √

4 Revisi

Proposal √

5 Bimbingan √ √ √ √

Page 80: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

80

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Tesis

Penyusunan

Instrumen √ √

Pengambilan

Data √ √

Analisis Data √ √ √

Pembuatan

Laporan √ √ √

6 Sidang Tahap

1 √

7 Sidang Tahap

2 √

Sumber :Dirancang oleh Peneliti 2017

BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Perkembangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan

Page 81: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

81

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Massa Orde Baru, UU Ormas dengan wadah tunggal Pancasila versi

orde Baru

Pada massa orde baru UU ormas lahir pada periode terkuat

kekuasaan orde Baru, setelah selesainya periode konsolidasi pada satu

dekade sebelumnya, yang ditandai fusi partai-partai politik menjadi

hanya dua partai politik dan Golongan Karya. Pada periode ini pula

kelompok-kelompok oposisi terhadap Soeharto mulai menguat, sehingga

Soeharto menyiapkan perangkat untuk mengontrol sekaligus menggebuk

lawan-lawan politiknya. Caranya lewat “wadah tunggal”, sebagaimana

fusi partai politik, sehingga kontrol dari penguasa saat itu lebih mudah

dilakukan. Mereka yang tidak masuk dalam “wadah tunggal” akan

dituduh melawan penguasa dan layak dibubarkan. Mereka juga harus

berasaskan Pancasila dengan tafsiran Orde Baru. Sehingga mereka yang

tidak berasaskan Pancasila, otomatis dituduh anti-Pancasila.

Selain itu pula pada masa itu ada ketakutan dari pemerintah orde

baru di bawah Presiden Soeharto yang memang dikenal sebagai penguasa

yang diktator, jelas Undang-Undang orgasnisasi kemasyarakatan ini

hanya bertujuan untuk membungkam kelompok ormas yang berhaluan

kanan pada waktu itu. Mengapa demikian, hal ini karena di Indonesia

pada masa itu sedang adanya semangat yang meluap-luap dari kelompok

ormas islam akibat berhasilnya Revolusi Iran tahun 1978 yang membuat

banyak ormas terutama ormas islam yang ingin menghancurkan rezim

Soeharto yang cenderung diktator seperti kekuasaan absolut monarki di

Iran pada waktu itu. Maka lahirlah Undang-Undang nomor 8 tahun 1985

tentang organisasi kemasyarakatan yang merupakan cara untuk

membungkam gerakan islam, karena jika dilakukan menggunakan

cara-cara seperti tahun 65, untuk menghabisi simpatisan Presiden

Soekarno dan gerakan kiri, maka otomatis 99% total dari penduduk

indonesia akan menjadi korban. (www.justiclick.com)

Page 82: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

82

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Massa Reformasi Presiden SBY, keluarnya Undang-Undang Nomor

17 tahun 2013 akibat reaksi dari gelombang Perjuangan Organisasi

Masyarakat yang menentang Undang-Undang nomor 8 tahun 1985

Pada awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, hampir semua

organisasi masyarakat sipil, khususnya yang bergerak pada isu hak asasi

manusia, demokratisasi, pemberdayaan, dan antikorupsi, mendesak agar

pemerintah dan DPR mencabut Undang-undang organisasi

kemasyarakatan. Undang-undang ini dinilai “tujuannya” tidak jelas.

Selain syarat kepentingan politik pemerintahan orde baru yang

membentuknya. Hal ini jelas ditentang oleh para pendukung demokrasi

dan hak asasi manusia pada waktu itu karena menurut mereka

Undang-undang organisasi kemasyarakatan produk orde baru merupakan

permasalahan serius yang melanggar kewajiban negara untuk melindungi

kebebasan berorganisasi, sebagaimana yang tercantum pada Pasal 28 dan

Pasal 28E UUD 1945. Namun fakta politiknya lain, justru pemerintah

dan DPR masih menghendaki kontrol yang ketat terhadap organisasi

masyarakat sipil, bahkan cenderung ingin mengintervensi. Saat itu

memang banyak desakan kepada pemerintah untuk melakukan

penegakan hukum, bahkan pembubaran, terhadap organisasi

kemasyarakatan yang suka melakukan tindakan kekerasan. Oleh karena

itu, alasan itu yang kemudian digunakan oleh pemerintah dan DPR untuk

tetap mempertahankan keberadaan Undang-undnag organisasi

kemasyarakatn. Akan tetapi, setelah UU baru disahkan, penegakan

hukum terhadap organisasi kemasyarakatan yang suka melakukan

kekerasan tersebut tidak kunjung dilakukan.

Oleh karena itu, keluarnya Undang-undang nomor 17 tahun 2013

tentang organisaai kemasyarakatan merupakan desakan dari kelompok

pendukung hak asasi manusia dan demokrasi yang menganggap bahwa

Undang-undang organisasi kemasyarakatan warisan Orde Baru harus

Page 83: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

83

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

dicabut, karena rawan melangar kehidupan demokrasi warga negara

karena syarat dengan kepentingan politik orde baru dan ditambah dengan

desakan dari beberapa kelompok untuk membubarkan kelompok yang

sering melakukan kerusakan. Maka Undang-undang Nomor 17 tahun

2013 dianggap sebagai solusi jalan tengah antara kedua kelompok tadi

karena tidak menciderai demokrasi dan juga mekanisme hukum pada

Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 yaitu dimana pembubaran

oganisasi kemasyarakatan harus melalui proses peradilan serta sebagai

jalan pula untuk membubarkan organisasi kemasyarakatan yang

membuat kerusakan dan ancaman bagi Negagara Kesatuan Republik

Indonesia.

Presiden Jokowi, gejolak politik nasional dan keluarnya Perppu

Ormas yang kini sudah disahkan

Pada massa pertengahan kepemimpinan Presiden Jokowi, tepatnya

saat pemilihan Gubenur DKI Jakarta, politik nasional memanas dimana

kelompok reaksioner atau oposisi pemerintah melakukan aksi

besar-besaran. Ditambah dengan kasus penodaan agama oleh Gubernur

Petahana, Ahok dan meluasnya sentimen anti pemerintah yang di nilai

tidak berpihak kepada kelompok islam. Berangkat dari hal tersebut, dari

beberapa kelompok organisasi kemasyarakatan dan kelompok oposisi

melakukan aksi besar seperti aksi 212 dan lain-lain. Yang dimana aksi

tersebut di dalamnya terdapat beberapa organisasi kemasyarakatan yang

berhaluan ekstrim kanan. Yang menurut pemerintah berbahaya karena

ingin mengganti ideologi negara indonesia dengan sistem khilafah islam.

Oleh karena itu, keluarlah Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah

Undang-Undang nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan yang dalam hal ini mempermudah pemerintah dalam

membubarkan organisasi permasyarakatan yang tidak berasas tunggal

Pancasila tanpa proses peradilan.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

84

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Dengan demikian secara teoritis, sebuah Perppu hanya dapat

dikeluarkan karena suatu keadaan bahaya atau karena alasan-alasan yang

mendesak, sementara proses legislasi di DPR tidak dapat dilaksanakan.

Sehingga atas dasar keyakinan itu, Presiden dapat mengeluarkan

peraturan yang materinya setingkat dengan Undang-Undang. Meskipun

unsur “kegentingan yang memaksa” merupakan penilaian yang subjektif

dari Presiden. Kemudian jika kita ingin melihat dari segi objektif maka

kita harus mengacu pada Putusan MK No. 145/PUU-VII/2009

memberikan tiga syarat objektif atas frasa kegentingan yang memaksa

yaitu:

1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan

masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;

2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi

kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;

3. kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat

Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan

waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut

perlu kepastian untuk diselesaikan.

Sementara Undang-undang Nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan sudah sangat detail mengatur proses pembubaran suatu

organisasi. Dari mulai pemberian surat peringatan, pembekuan

sementara, sampai dengan pembubaran melalui jalur pengadilan. Artinya,

alasan kekosongan hukum tidak terpenuhi disitu, karena sejatinya

pemerintah tinggal menjalankan saja mandat dari UU ormas.

4.1.2 Lokasi Penelitan

Page 85: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

85

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

1. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Jalan Medan

Merdeka Utara Nomor 7 Jakarta Pusat 10110).

2. Koalisi Advokat Penjaga Islam bertindak untuk dan atas Sharia

Law Alqonuni (Alamat : Jl. Ir. Djuanda, No. 8 PBS, Kelurahan

Pisangan, Keamatan Ciputat Timur, 15419).

4.2 Deskripsi Temuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan desain penelitian kualitatif

dengan metode studi normatif, sebab peneliti bermaksud menemukan

jawaban dari peraturan pemerintah pengganti undang-undang pasal 80A

tentang pencabutan statutu badan hukum ormas dalam perspektif

Pendidikan Kewarganegaraan. Untuk menjawab persoalan tersebut,

peneliti merumuskan 3 masalah yang akan dijawab oleh data dan fakta

hasil penelitian di lapangan, kemudian dideskripsikan lebih lanjut dalam

kepenulisan tesis ini yaitu : (1) Mengapa perppu ormas pasal 80A

menghilangkan proses pembubaran ormas melalui pengadilan dalam

perspektif pendidikan kewarganegaraan ?; (2) Bagaimana pengaturan

keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas dalam perspektif

Pendidikan Kewarganegaraan.. ?; (3) Bagaimana Upaya yang dilakukan

ormas sehubungan dengan penghapusan prosedur pencabutan status badan

hukum ormas dalam pasal 80A?.

Pelaksanaan penelitian ini berlangsung sejak tanggal 19 februari

2018 sampai dengan 5 Maret 2018. Informasi dan data yang diperoleh

dalam penelitian ini merupakan data yang dihimpun melalui proses

analisis ini akan menggunkan triangulasi pengumpulan data yaitu teknik

observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi sumber yakni pihak

penggugat dari yayasan sharia law al qonuni, pihak kemendagri yang

diwakilkan oleh staf bagian pendaftaran ormas, dan pakar hukum disertai

analisis dari berbagai teori yang berkaitan dengan kehidupan berdemokrasi

dan hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Berikut ini

Page 86: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

86

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

adalah analisisnya yang telah dilakukan untuk memberikan informasi yang

mendukung kepada penelitian ini. Wawancara yang dilakukan adalah

dalam bentuk wawancara langsung secara mendalam terhadap beberapa

informan. Berikut daftar nama informan yang menjadi sumber informasi

dari penelitian tesis ini, yaitu :

Tabel 4.1

Nama-Nama Informan

No. Nama Informan Jabatan/Status Inisial

1. Chandra Purna

Irawan.,MH.,

Ketua Pengurus

Yayasan,

CI

2. Fran Sinatra, S. IP, M.Si Seksi Pendaftaran

Ormas

FS

3. Prof. Suwarma Pakar Hukum SW

Sumber: Diolah oleh penulis, 2018.

4.2.1 Perppu ormas pasal 80A menghilangkan proses pembubaran ormas

melalui pengadilan dalam perspektif pendidikan kewarganegaraan

Chandra Purna Irawan adalah ketua Komunitas Sarjana Hukum

Muslim Indonesia (KSHUMI) dan juga ketua Koalisi Advokat Penjaga

Islam bertindak untuk dan atas yayasan sharia law al qonuni. Berdasarkan

hasil wawancara dengan CI pada tanggal 19 februari 2018, bahwa dengan

diterbitkannya Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017

tentang organisasi kemasyarakatan membatasi ruang gerak kehidupan

berdemokrasi dan hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat

sebagai warga Negara Indonesia. CI juga memaparkan bahwa peraturan

pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang

organisasi kemasyarakatan yang sekarang sah menjadi Undang-undang

yaitu perubahan dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang

organisasi kemasyarakatan merupakan suatu bentuk kriminalisasi

Page 87: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

87

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

kelembagaan ormas, pemberian sanksi pencabutan badan hukum ormas

sepihak oleh lembaga pemerintah, peniadaan proses mediasi, peniadaan

proses administrasi, peniadaan proses pelibatan Mahkamah Agung dengan

meminta pendapat Mahkamah Agung, peniadaan proses pengadilan

sehubungan dengan pemberian sanksi pencabutan status badan hukum

ormas bertentang dengan pasal 28E ayat (3) dan 28D ayat (1)

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

menjamin hak konstitusional atas kebebasan bersrerikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat serta hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan

hukum dengan adanya prinsip supremasi hukum di Negara Indonesia

seharusnya Prinsip ini benar-benar di aplikasikan sesuai cita-cita Hukum

Negara Republik Indonesia.

Terkait dengan pengajuan permohonan uji materil Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2017, CI memaparkan bahwa dihilangkannya pasal-pasal

dalam pembekuan ormas merupakan tindakan pemerintah yang sepihak

tanpa prosedur yang benar seperti yang telah dijelaskan pada Pasal 63

sampai 80 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan. dengan diberlakukannya ketentuan pasal 1 angka 3

sampai dengan angka 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 02 Tahun 2017 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 17

Tahun 2013 Tentang organisasi kemasyarakatan yang pada pokoknya

menghapus keberlakuan pasal 63 sampai dengan pasal 80 Undang Undang

Nomor 17 Tahun 2013 Tentang organisasi kemasyarakatan serta

penyisipan pasal 80A pasal 1 angka 24, Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Perubahan Undang

Undang Nomor 17 Tahun 2013 telah meniadakan proses dan prosedur

pencabutan status badan hukum ormas.

Menurut penjelasan CI tentang penjelasan pasal 63 sampai 80 dalam

Undang-undang Nomor 17 Thaun 2013 tentang ormas yang dihapus dalam

perppu nomor 2 tahun 2017 pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah

Page 88: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

88

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang Perubahan

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan telah mengubah ketentuan norma pasal 60, sehingga

berbunyi :

“Pasal 60

(1) Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 21, Pasal 51, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) diiatuhi

sanksi administratif.

(2) Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 52 dan Pasal 59 ayat (3) dan ayat (4) dijatuhi sanksi

administratif dan/atau sanksi pidana”.

Pengaturan Norma Sanksi Pidana kepada kelembagaan ormas

sebagaimana diatur dalam pasal 60 ayat (2) ini bertentangan dengan asas

kepastian hukum, keadilan hukum dan jaminan atas perlindungan sebagai

hak konstitusi setiap warga negara, dimana badan hukum (Recht Person)

telah dikualifikasikan memiliki pertanggungjawaban pidana pada

pelanggaran yang dilakukan secara kelembagaan ormas. Dan dalam

Perppu ormas juga tidak menjelaskan siapa yang dimintai

pertanggungjawaban pidana jika ternyata ada ormas yang melanggar

ketentuan pasal 60 ayat (2). Hal mana tentu menimbulkan ketidakpastian

hukum sehingga dalam penerapannya dapat disalahgunakan oleh aparat

penegak hukum dengan menggunakan wewenang dan tafsir sepihak, tanpa

merujuk ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, karena UU ormas bersifat mengatur, membina, melayani dan

mengayomi ormas, maka sangat tidak layak jika dalam ketentuan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang

perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

Kemasyarakatan, mengatur norma pasal dan melakukan kriminalisasi

secara kelembagaan terhadap organisasi kemasyarakatan.

Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor 17

Page 89: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

89

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan telah mengubah ketentuan

norma pasal 61, sehingga berbunyi :

Pasal 6l

(1) Sanksi administratif sebegaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat

(1) terdiri atas:

a. peringatantertulis;

b. penghentian kegiatan; dan/atau

c. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan

status badan hukum.

(2) Terhadap Ormas yang didirikan oleh warga Negara asing

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) selain dikenakan

sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

dan huruf b juga dikenakan sanksi keimigrasian sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60

ayat (2) berupa:

a. pencabutan surat keterangan terdaftar oleh Menteri; atau

b. pencabutan status badan hukum oleh menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan

hak asasi manusia.

(4) Dalam melakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat

meminta pertimbangan dari instansi terkait.

Penyederhanaan proses pemberian sanksi administrasi, terutama pada

pasal 61 ayat (1) b yang memberikan wewenang secara kumulatif kepada

pemerintah untuk melakukan penghentian sementara kegiatan sekaligus

mencabut status badan hukum ormas, tidak memberi ruang bagi ormas

untuk melakukan pembelaan baik berbentuk klarifikasi maupun

konfirmasi. Penghilangan hak pembelaan bagi ormas dengan merubah

Page 90: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

90

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

pengaturan norma pada pasal 61 Perppu ormas bertentangan dengan asas

kepastian hukum, keadilan hukum dan jaminan atas perlindungan sebagai

hak konstitusi setiap warga negara, sebagaimana telah diatur dan dijamin

Konstitusi.

Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor 17

Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan telah mengubah ketentuan

Norma pasal 62, sehingga berbunyi :

Pasal 62

(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat

(l) huruf a diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7

(tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan.

(2) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam

jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dan

menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya

menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan.

(3) Dalam hal Ormas tidak mematuhi sanksi penghentian kegiatan

sebagaimana dimaksud pada ayat 21, Menteri dan menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak

asasi manusia sesuai dengan kewenangannya melakukan

pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status

badan hukum.

CI mengatakan penyederhanaan (pemberangusan) proses pemberian

peringatan, apalagi hanya dilakukan 1 (satu) kali dalam waktu hanya

dalam jangka waktu (7) tujuh hari dan dihitung sejak ditandatangani dan

bukannya sejak diterima pihak yang diperingatkan, rawan diselewengkan

dan disalah gunakan pemerintah.hal itu secara factual telah dibuktikan

dengan dibubarkannya ormas Islam berbadan hukum perkumpulan

Hizbut Tahrir Indonesia.

Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun

Page 91: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

91

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang

organisasi kemasyarakatan, ditetapkan dan efektif berlaku sejak tanggal 10

Juli 2017. Menteri koordinator bidang politik hukum dan keamanan

mengumumkan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan pada

tanggal 11 Juli 2017. kemudian dirjen administrasi hukum umum

kementrian hukum dan hak asasi manusia telah mengumumkan

pernyataan pencabutan status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia

melalui keputusan Nomor : AHU – 30. AH.01.08 Tahun 2017 pada

tanggal 19 Juli 2017.

CI menegaskan bahwa dalam waktu yang relative singkat (9 hari),

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017

tentang perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang

organisasi kemasyarakatan telah digunakan untuk membubarkan status

badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia, tanpa proses mediasi,

klarifikasi dan konfirmasi, sehingga tidak memberikan ruang bagi ormas

yang dibubarkan untuk melakukan pembelaan diri minimal memberikan

klarifikasi dan/atau konfirmasi. Penghilangan hak pembelaan bagi ormas

dengan merubah pengaturan norma pada pasal 62 Perppu ormas

bertentangan dengan asas kepastian hukum, keadilan hukum dan jaminan

atas perlindungan sebagai hak konstitusi setiap warga negara,

sebagaimana telah diatur dan dijamin konstitusi.

Pasal 1 angka 6 sampai dengan angka 23 Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan telah menghapus keberlakuan pasal 63, pasal 64, pasal 65,

pasal 66, pasal 67, pasal 68, pasal 69, pasal 70, pasal 71, pasal 72, pasal 73,

pasal 74, pasal 75, pasal 76, pasal 77, pasal 78, pasal 79 dan pasal 80

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan. Penghapusan 17 pasal krusial dalam Undang Undang

Page 92: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

92

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan, dari pasal 63

sampai dengan pasal 80, telah meniadakan proses mediasi, peniadan

proses administrasi (sejak SP1-SP3), peniadaan proses pelibatan

Mahkamah Agung dengan meminta fatwa kepada mahkamah agung dan

peniadaan proses pengadilan. CI mengatakan sebelum terbitnya

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang

perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan, proses pencabutan status badan hukum harus melalui

berbagai proses dan tahapan, semata-mata untuk menjaga dan

menghormati hak konstitusional ormas yang telah memenuhi kewajiban

mencatatkan status badan hukum melalui lembaga Pemerintah.

Menurut CI ketentuan pasal 1 angka 3 sampai dengan 24, Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang

perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan melanggar ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD)

khususnya 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1) dan pasal 28E ayat (3).

Penghapusan keberlakuan pasal 63 sampai 80 Undang Undang Nomor 17

Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan serta penyisipan pasal

80A memungkinkan pemerintah secara sepihak mencabut status badan

hukum ormas tanpa didahului proses pemeriksaan di pengadilan. Padahal,

proses itu penting untuk menjamin prinsip due process of law, Equal

before the Law dan asas Presumption of innocent, yang memberikan ruang

kepada ormas untuk membela diri dan memberikan kesempatan bagi

hakim untuk mendengar argumentasi para pihak berperkara secara adil.

Menurut ketentuan pasal 63 sampai dengan pasal 80, organisasi

kemasyarakatan yang hendak dicabut status badan hukumnya tidak dapat

secara sepihak, secara serta merta dicabut status badan hukumnya oleh

pemerintah, melainkan harus mengikuti serangkaian proses yang diawali

dengan mediasi, adminsitrasi, pemberhentian sementara, barulah sampai

proses pengajuan permohonan pencabutan status badan hukum ke

pengadilan.

Page 93: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

93

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Proses pencabutan status badan hukum diantaranya harus melewati

proses administrasi dan pemberian sanksi administrasi sampai dengan

proses pencabutan di pengadilan secara rinci diatur dalam pasal-pasal

sebagai berikut :

- Pasal 61 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 60 ayat (1) terdiri atas: a. peringatan tertulis; b.

penghentian bantuan dan/atau hibah; c. penghentian sementara

kegiatan; dan/atau d. pencabutan surat keterangan terdaftar

atau pencabutan status badan hukum.

- Pasal 62 (1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 61 huruf a terdiri atas: a. peringatan tertulis kesatu; b.

peringatan tertulis kedua; dan c. peringatan tertulis ketiga. (2)

Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan secara berjenjang dan setiap peringatan tertulis

tersebut berlaku dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(3) Dalam hal Ormas telah mematuhi peringatan tertulis

sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat

mencabut peringatan tertulis dimaksud. (4) Dalam hal Ormas

tidak mematuhi peringatan tertulis kesatu dalam jangka waktu

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah atau

Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis

kedua. (5) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis

kedua dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud 17 pada ayat

(2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan

peringatan tertulis ketiga.

- Pasal 63 (1) Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan

tertulis kesatu sebanyak 2 (dua) kali, Pemerintah atau

Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis

kedua. (2) Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan tertulis

kedua sebanyak 2 (dua) kali, Pemerintah atau Pemerintah

Page 94: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

94

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis ketiga.

- Pasal 64 (1) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan

tertulis ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (5)

dan Pasal 63 ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah

dapat menjatuhkan sanksi berupa: a. penghentian bantuan

dan/atau hibah; dan/atau b. penghentian sementara kegiatan.

(2) Dalam hal Ormas tidak memperoleh bantuan dan/atau

hibah, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan

sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b.

- Pasal 65 (1) Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian

sementara kegiatan terhadap Ormas lingkup nasional,

Pemerintah wajib meminta pertimbangan hukum dari

Mahkamah Agung. (2) Apabila dalam jangka waktu paling lama

14 (empat belas) hari Mahkamah Agung tidak memberikan

pertimbangan hukum, Pemerintah berwenang menjatuhkan

sanksi penghentian sementara kegiatan. (3) Dalam hal

penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap

Ormas lingkup provinsi atau kabupaten/kota, kepala daerah

wajib meminta pertimbangan pimpinan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai

dengan tingkatannya.

- Pasal 66 (1) Sanksi penghentian sementara kegiatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b

dijatuhkan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan. (2)

Dalam hal jangka waktu penghentian sementara kegiatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Ormas dapat

melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan Ormas. (3) Dalam hal

Ormas telah mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan

sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat

Page 95: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

95

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

mencabut sanksi penghentian sementara kegiatan.

- Pasal 67 (1) Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum tidak

mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pemerintah atau

Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan sanksi pencabutan

surat keterangan terdaftar. (2) Pemerintah atau Pemerintah

Daerah wajib meminta pertimbangan hukum Mahkamah Agung

sebelum menjatuhkan sanksi pencabutan surat keterangan

terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Mahkamah

Agung wajib memberikan pertimbangan hukum sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 14

(empat belas) hari terhitung sejak diterimanya permintaan

pertimbangan hukum.

- Pasal 68 (1) Dalam hal Ormas berbadan hukum tidak mematuhi

sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pemerintah menjatuhkan

sanksi pencabutan status badan hukum. (2) Sanksi pencabutan

status badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembubaran

Ormas berbadan hukum. (3) Sanksi pencabutan status badan

hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh

menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang hukum dan hak asasi manusia.

- Pasal 69 (1) Pencabutan status badan hukum Ormas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3) dilaksanakan

dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung

sejak tanggal diterimanya salinan putusan pembubaran Ormas

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Pencabutan

status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Page 96: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

96

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

- Pasal 70 (1) Permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) diajukan ke

pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas permintaan

tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. (2)

Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diajukan kepada ketua pengadilan negeri sesuai dengan

tempat domisili hukum Ormas dan panitera mencatat

pendaftaran permohonan pembubaran sesuai dengan tanggal

pengajuan. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) harus disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh

Pemerintah atau Pemerintah Daerah. (4) Dalam hal

permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disertai

bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau

Pemerintah Daerah, permohonan pembubaran Ormas

berbadan hukum tidak dapat diterima. (5) Pengadilan negeri

menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling lama 5

(lima) hari kerja terhitung sejak tanggal pendaftaran

permohonan pembubaran Ormas. (6) Surat pemanggilan sidang

pemeriksaan pertama harus sudah diterima secara patut oleh

para pihak paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan

sidang. (7) Dalam sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (6), Ormas sebagai pihak termohon diberi hak untuk

membela diri dengan memberikan keterangan dan bukti di

persidangan.

- Pasal 71 (1) Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) harus diputus oleh

pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 60 (enam

puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan dicatat. (2)

Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari atas persetujuan

Page 97: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

97

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Ketua Mahkamah Agung. (3) Putusan pembubaran Ormas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus

diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

- Pasal 72 Pengadilan negeri menyampaikan salinan putusan

pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71

kepada pemohon, termohon, dan menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan

hak asasi manusia dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh)

hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan dalam sidang

terbuka untuk umum.

- Pasal 73 (1) Putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 71 hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi. (2)

Dalam hal putusan pengadilan negeri tidak diajukan upaya

hukum kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salinan

putusan pengadilan negeri disampaikan kepada pemohon,

termohon, dan menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling

lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak putusan

diucapkan.

- Pasal 74 (1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 73 ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling lama 14

(empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan

negeri diucapkan dan dihadiri oleh para pihak. (2) Dalam hal

pengucapan putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak dihadiri oleh para pihak, permohonan kasasi

diajukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari

sejak salinan putusan diterima secara patut oleh para pihak. (3)

Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

didaftarkan pada pengadilan negeri yang telah memutus

pembubaran Ormas. (4) Panitera mencatat permohonan kasasi

pada tanggal diterimanya permohonan dan kepada pemohon

Page 98: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

98

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera.

(5) Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada

panitera pengadilan dalam waktu paling lama 14 (empat belas)

hari terhitung sejak tanggal permohonan dicatat.

- Pasal 75 (1) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi

dan memori kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74

kepada termohon kasasi dalam jangka waktu paling lama 2

(dua) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan kasasi

didaftarkan. (2) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra

memori kasasi kepada panitera pengadilan paling lama 14

(empat belas) hari terhitung sejak tanggal memori kasasi

diterima. (3) Panitera pengadilan wajib menyampaikan kontra

memori kasasi termohon kepada pemohon kasasi dalam jangka

waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal

kontra memori kasasi diterima. (4) Panitera wajib

menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi, dan kontra

memori kasasi beserta berkas perkara yang bersangkutan

kepada Mahkamah Agung dalam jangka waktu paling lama 40

(empat puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi

didaftarkan atau paling lama 7 (tujuh) hari sejak kontra memori

kasasi diterima.

- Pasal 76 (1) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 74 ayat (5) tidak terpenuhi, ketua pengadilan negeri

menyampaikan surat keterangan kepada Mahkamah Agung

yang menyatakan bahwa pemohon kasasi tidak mengajukan

memori kasasi. (2) Penyampaian surat keterangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling

lama 2 (dua) hari kerja sejak berakhirnya batas waktu

penyampaian memori kasasi.

- Pasal 77 (1) Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan

kasasi dan menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling

Page 99: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

99

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan

kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung. (2) Permohonan

kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 harus diputus

dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung

sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera

Mahkamah Agung.

- Pasal 78 (1) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan

salinan putusan kasasi kepada panitera pengadilan negeri

dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung

sejak tanggal permohonan kasasi diputus. (2) Pengadilan

negeri wajib menyampaikan salinan putusan kasasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemohon kasasi,

termohon kasasi, dan menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam

jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak

putusan kasasi diterima.

- Pasal 79 Dalam hal ormas berbadan hukum yayasan asing atau

sebutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)

huruf a tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 51 atau Pasal 52, Pemerintah atau Pemerintah

Daerah sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi: a.

peringatan tertulis; b. penghentian kegiatan; c. pembekuan izin

operasional; d. pencabutan izin operasional; e. pembekuan izin

prinsip; f. pencabutan izin prinsip; dan/atau g. sanksi

keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

- Pasal 80 Ketentuan mengenai penjatuhan sanksi terhadap Ormas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal

78 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penjatuhan sanksi

untuk ormas berbadan hukum yayasan yang didirikan oleh

warga negara asing atau warga negara asing bersama warga

Page 100: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

100

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

negara Indonesia, atau yayasan yang didirikan oleh badan

hukum asing.

CI mengatakan dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 1 angka 3

sampai dengan angka 24 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor 17

Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan yang pada pokoknya

menghapus keberlakuan pasal 63 sampai dengan 80 Undang Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan serta

penyisipan pasal 80A pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan telah

meniadakan proses mediasi yang esensinya membina ormas, meniadakan

pemberian sanksi administrasi yang berjenjang untuk mengembalikan

ormas pada relnya, meniadakan pelibatan lembaga Kejaksaan sebagai

Wakil Negara, Pelibatan Mahkamah Agung untuk memberikan fatwa

dalam hal pembekuan kegiatan, sampai dengan meniadakan proses

permohonan pencabutan status badan hukum organisasi kemasyarakatan

melalui pengadilan baik ditingkat pertama sampai dengan tingkat kasasi di

Mahkamah Agung. Dengan dihilangkannya prosedur pembubaran ormas

sebagaimana sebelumnya diatur melalui pasal 63 sampai dengan 80,

termasuk disisipkannya ketentuan pasal 80A, maka hal ini meniadakan

prinsip Due Proces Of Law dan Prinsip Equal Before The Law.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan

pemerintah dapat secara sepihak mencabut (membubarkan) status badan

hukum organisasi kemasyarakatan tanpa terlebih dahulu melakukan

mediasi dan tanpa memberi kesempatan kepada ormas dimaksud untuk

membela diri dimuka pengadilan. Kewenangan pemerintah yang dapat

mecabut status badan hukum organisasi kemasyarakatan tanpa proses

pengadilan dapat menjadi celah terjadinya praktik penyalahgunaan

Page 101: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

101

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

wewenang/kekuasaan (abuse of power).

Menurut CI berdasarkan ketentuan pasal pasal 27 ayat (1) 28D ayat

(1) dan 28E ayat (3) menyebutkan : Pasal 27 ayat 1.“Segala warga negara

bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Pasal 28D ayat 1.“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

di hadapan hukum”. Pasal 28E ayat 3.“Setiap orang berhak atas

kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. pasal

28D ayat (1) merupakan pijakan dasar dan perintah konstitusi untuk

menjamin setiap warga Negara, untuk mendapatkan akses terhadap

keadilan agar hak-hak mereka atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum

dapat diwujudkan dengan baik. Posisi dan kedudukan seseorang didepan

hukum (the equality of law) ini, menjadi sangat penting dalam

mewujudkan tatanan system hukum serta rasa keadilan masyarakat.

Dengan adanya kewenangan Pemerintah membubarkan ormas tanpa

melalui proses pengadilan ini maka mengakibatkan proses pencarian

keadilan menjadi terhalang tidak adil dan tidak pasti. Bahwa hukum tanpa

kepastian akan kehilangan maknanya sebagai hukum karena tidak lagi

dapat dijadikan pedoman perilaku bagi sernua orang (Ubi jus incertum, ibi

jus nullum; dimana tiada kepastian hukum, disitu tidak ada hukum).

CI mengatakan Perppu ormas telah menghilangkan bagian penting

dari jaminan kebebasan berserikat di Indonesia Yaitu, proses pembubaran

organisasi melalui pengadilan. Sebab, Pasal 61 Perppu ormas

memungkinkan pemerintah secara sepihak mencabut status badan hukum

ormas tanpa didahului proses pemeriksaan di pengadilan. Padahal, proses

itu penting untuk menjamin prinsip due process of law yang memberikan

ruang kepada ormas untuk membela diri dan memberikan kesempatan

bagi hakim untuk mendengar argumentasi para pihak berperkara secara

adil. Mekanisme ini juga mencegah terjadinya kesewenang-wenangan

Page 102: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

102

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

pemerintah dalam membubarkan ormas. Penerbitan Perppu Nomor 2

Tahun 2017 dilakukan secara sewenang-wenang oleh presiden yang

membuat presiden menghapus kewenangan pengadilan menjadi

kewenangan pemerintah hanya dengan surat pencabutan SKT dan Status

BHP ormas. Presiden seharusnya tunduk dan patuh kepada sumpah

jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UUD 1945.

Selanjutnya CI mengatakan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara, presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak

dapat dibiarkan membuat interprestasi sendiri untuk menghindari

absolutisme kekuasaan dengan membuat penafsiran sendiri tentang ihkwal

dan keadaan yang memaksa seperti dimaksudkan dalam Pasal 22 UUD

1945. Apabila presiden dengan mudahnya mengeluarkan Perppu secara

jelas dan nyata akan menimbulkan komplikasi hukum, ketidakpastian

hukum, ini merupakan kediktatoran konstitusional sehingga sangat

bertentangan dengan hakikat yang diamanatkan dalam Pasal 9 ayat (1)

UUD 1945. ”Sebelum memangku jabatannya, presiden dan Wakil

Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan

sungguh-sungguh di hadapan majelis permusyawaratan rakyat atau Dewan

Perwakilan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil

Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,

memegang teguh Undang Undang Dasar dan menjalankan segala

undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti

kepada nusa dan bangsa". Bahwa tindakan presiden tersebut dengan

mudahnya mengeluarkan Perppu dapat menjadi presiden buruk dan dapat

membahayakan negara, akan berpotensi mudah mengeluarkan Perppu.

Misalnya membubarkan organisasi advokat, Perppu membubarkan

organisasi masyarakat (ormas), Perpu pembredelan pers atau Peprpu

membubarkan mahkamah konstitusi karena putusan-putusan mahkamah

konstitusi berbeda dengan presiden (eksekutif), sehingga terkesan negara

selalu dalam keadaan genting. Dapat dikategorikan sebagai wujud

penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan kesewenang-wenangan

Page 103: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

103

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

(arbitrary action).

Pasal 61 ayat (1), dan Pasal 62 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) serta

pasal 80A didalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Bahwa pemerintah

dalam hal ini menteri dalam negeri (mendagri) dan menkumham berhak

melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar (SKT) atau pencabutan

badan hukum perkumpulan (BHP). Dengan dicabutnya SKT dan BHP

sekaligus dinyatakan bubar. Semula berdasarkan UU ormas hanya

pengadilan yang berhak membubarkan ormas. Tidak diperlukan lagi

pengajuan atau permohonan ke pengadilan seperti ketentuan sebelumnya.

Perppu ini untuk menyimpangi proses dan prosedur hukum pembubaran

sebagainya diatur UU ormas. Memindahkan otoritas pembubaran dari

Pengadilan kepada Pemerintah, dalam hal ini Kemenkumham dan

kemendagri.

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan dirjen

ormas yaitu FS mengatakan terkait dikeluarkannya Perppu ormas Nomor 2

Tahun 2017 bukan suatu tindakan rezim otoriter oleh pemerintah

melainkan tindakan yang sudah dirapatkan dan didiskusikan sudah lama

dengan tujuan untuk melindungan bangsa dan negara dari opini politik

yang bertentangan dengan dasar negara Indonesia yaitu pancasila. FS

menjelaskan bahwa dengan disahkannya Undang-Undang ormas Nomor

16 Tahun 2017 bukan untuk membius dan memenjarakan kebebasan dan

hak-hak ormas, juga tidak melanggar atau mengancam hak berserikat,

akan tetapi dengan undang-undang-ini ormas diatur dan dibatasi

gerakannya sesuai dengan hukum tujuannya agar melindungi masyarakat

dan negara dari hal yang keluar dari dasar negara indonesia. FS

memaparkan dengan dikeluarkannya Perppu ormas Nomor 2 Tahun 2017

Pada bulan Juli oleh pemerintah yang berujung dibubarkannya salah satu

ormas yaitu Hizbut Tahrir bukan suatu tindakan gegabah pemerintah tetapi

hal ini sudah dibahas oleh pemerintah dan diamati oleh pemerintah terkait

dengan ormas Hizbut Tahrir yang kegiatan politiknya berindikasi untuk

mengganti dasar negara indonesia dengan sistem islam, menurut FS tentu

Page 104: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

104

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

hal ini menjadi ancaman negara dan dapat memecah belah warga negara

indonesia jika ormas Hizbut Tahrir terus dibiarkan menjalankan aktifitas

dakwah politiknya. Oleh karena itu, langkah pemerintah membubarkan

ormas Hizbut Tahrir merupakan keputusan yang benar. Menurut FS

berkaitan dengan pembekuan salah satu ormas ini tidak melanggar

Hak-hak ormas dalam berdemokrasi dan tidak melanggar hak berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan pendapat karena sebenarnya dengan

Undang-undang ormas Nomor 16 Tahun 2017 ini justru melindungi

Hak-hak ormas. Dan hak ormas dilindungi oleh konstitusi negara

Indonesia yang tercantum Pada Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang

Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan hasil wawancara, FS mengatakan bahwa ormas yang

terdaftar di Kementerian dalam negeri pada tahun 2017 yaitu 112 ormas

dan 2018 yaitu 225 ormas di indonesia. Untuk Nama-nama ormas yang

terdaftar tercantum pada lampiran-lampiran peneliti.

Tabel 4.2

Jumlah Ormas yang terdaftar di Kemendagri 2017 dan 2018

Organisasi Masyarakat (Ormas)

Tahun 2017 Tahun 2018

112 225

Sumber : Kementerian Dalam Negeri, 2018

Berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan kemendagri RI

yaitu FS juga memaparkan dan menegaskan bahwa Penyisipan pasal 80A

tentang pencabutan status badan hukum ormas bukan bentuk ke

otoriteran pemerintah, dasar pembuatan undang-undang ormas tidak

lepas dari Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

yaitu pada pasal 28A sampai pasal 28J. FS memaparkan bahwa

kehidupan berdemokrasi ormas dijamin oleh negara dan negara tidak

Page 105: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

105

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

boleh melarang kegiatan ormas, tetapi terkadang ormas lupa dengan pasal

28J yaitu untuk tunduk pada peraturan yaitu Undang-undang. Pemerintah

perlu untuk mengelola dan mengatur ormas dengan batasan-batasan yang

diatur undang-undang seperti yang tercantum dalam pasal 28J ayat (2).

Menurut FS undang-undang ormas tidak melanggar maupun mengancam

kehidupan berdemokrasi, pemerintah tidak melarang kegiatan ormas

selama ormas tersebut tidak memiliki tujuan untuk mengganti dasar

negara Indonesia yaitu pancasila.

FS memaparkan Undang-undang ormas dalam pasal 80A yang

menurut ormas yang mengajukan gugatan Perppu nomor 2 tahun 2017

(yayasan sharia law al qonuni) tentang penghapusan pasal 63 sampai 80

dalam undang-undang nomor 17 tahun 2017 yang menghilangkan

prosedur pembubaran ormas tidaklah benar untuk di iyakan karena dalam

pasal 61 sudah diatur dengan tegas prosedur pencabutan status badan

hukum ormas. Batasan yang dimaksud bukan untuk mengontrol ormas

melainkan dalam hal pengelolaan dan pengawasan terhadap ormas.

FS memaparkan ormas yang dibubarkan pada bulan juli yaitu Hizbut

Tahrir Indonesia, bukan karena kegiatan dakwah islamnya tetapi kegiatan

gerakan politiknya yang berindikasi mengganti pancasila. mengenai

hukuman pidana pada perppu ormas Nomor 16 Tahun 2017 bertujuan

untuk membuat efek jera bagi ormas yang melawan negara dan itu

merupakan solusi terakhir yang dipakai pemerintah, kalau tidak

dituliskan hukum pidana pada Undang-undang ormas Nomor 16 Tahun

2017 dan hanya dituliskan hukum administratifnya tentu tidak

menimbukan efek jera pada ormas yang melawan negara, dan

undang-undang ormas pun tidak bertentangan dengan KUHP, karena

dibuatnya perppu 2 Tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan

berpedoman pada KUHP dan Undang-undang Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Page 106: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

106

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Menurut FS Dalam UU sebelumnya, UU Nomor 17 tahun 2013

tentang ormas, pembubaran sebuah ormas harus dilakukan melalui proses

peradilan. Sanksi penghentian ormas wajib meminta pertimbangan hukum

dari Mahkamah Agung, Itu untuk ormas yang lingkupnya nasional.

Sementara untuk ormas yang lingkupnya provinsi/kabupaten, kepala

daerah wajib meminta pertimbangan pimpinan DPRD, kepala kejaksaan,

dan kepala kepolisian sesuai dengan tingkatannya. Aturan itu tercantum

dalam Pasal 65 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas. Sementara,

menurut FS dalam Perppu No. 2/2017, ketentuan sebagaimana di dalam

pasal 65 itu dihapuskan (selain pasal 65, ada juga pasal-pasal lain yang

dihapuskan). Gantinya, dicantumkan peraturan bahwa ormas yang terkena

sanksi administratif berupa pencabutan status badan hukum dilakukan

oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

hukum dan hak asasi manusia.

FS mengatakan Dalam mencabut status badan hukum ormas, menteri

dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait. Dengan demikian,

berdasarkan Perppu, kemenkumham nantinya berwenang mengeluarkan

sekaligus mencabut perizinan sebuah ormas. Selanjutnya Di UU yang

lama, tidak ada asas contrarius actus. Jadi, yang mengeluarkan izin

seharusnya bisa mencabut izin. Tentu mencabut izin itu ada aturannya

juga, tidak bisa suka-suka. Itu prinsip hukum dasar. Aturan contrarius

actus itu yang jadi ada di dalam perppu. Namun, Perppu No. 2/2017 tidak

bisa menindak situs ormas yang dianggap melenceng dari ideologi bangsa.

Penindakan dilakukan berdasar pada UU Informasi dan Transaksi

Elektronik (ITE). Penanganan di dunia medsos (media sosial), baik oleh

ormas atau siapapun, termasuk media online, tidak berkaitan langsung

dengan Perppu, kemenkominfo bisa memblokir situs ormas bila terbukti

menyebarkan konten-konten negatif, menyimpang atau tidak sesuai

dengan ideologi bangsa.

Page 107: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

107

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

FS menegaskan Perppu yang mengatur tentang pembubaran

organisasi kemasyarakatan atau ormas tidak hanya ditujukan untuk satu

ormas saja, Perppu No.2/2017 diperlukan karena selama ini

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang ormas tidak

memungkinkan tindakan pembubaran ormas. Selanjutnya, dalam Perppu

ormas yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 10 Juli

2017 antara lain mengatur terkait larangan dan sanksi terhadap ormas di

Indonesia. Ketentuan Pasal 61 dan 63 diubah dan dihapuskan pasal 63-80

proses dan prosedur pembubaran ormas. Selain itu, menurut Perppu ini,

ormas yang dicabut status badan hukumnya sekaligus dinyatakan

dibubarkan, yakni seperti bunyi Pasal 80A “pencabutan status badan

hukum ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 Ayat (1) huruf c dan

ayat (3) huruf b sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan Peratutan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.”

Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan pakar hukum yaitu

SW, menjelaskan bahwa lahirnya Peraturan pemerintah pengganti

undang undang ormas pada bulan juli merupakan bentuk pergeseran dari

teori kedaulatan hukum ke teori kedaulatan negara. Hukum yang

semestinya mempunya kekuatan dalam mengatur negara, pada saat ini

berbalik beruhah menjadi negara yang mengatur hukum, hal ini lah yang

terjadi saat ini negara melalui kedaulatannya membuktikan konstitusi

dikendalikan oleh negara, padahal hukumlah yang mempunya kekuasaan

untuk mengatur negara. SW menjelaskan bahwa ada 2 teori kedaulatan

atau Due Of Law yaitu : (1) Penganut teori kedaulatan hukum berada atas

dasar hukum yang ada negara tersebut; (2) Teori kedaulatan negara. SW

mengatakan saat ini Indonesia berada pada posisi negara yang mengatur

Hukum sehingga hukum terkorek oleh teori kedaulatan negara, sehingga

yang ditakutkan dengan pergeseran dari kedaulatan hukum ke kedaulatan

negara maka rakyat akan memberontak karena rezim menampakkan ke

otoriteran, seperti contoh bukti yang telah terjadi yaitu diterbitkannya

Page 108: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

108

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Perppu No. 2 Tahun 2017 yang sekarang telah sah menjadi

Undang-Undang ormas Nomor 16 Tahun 2017. Menurut SW ketika

diterbitkannya Perppu harus memenuhi 2 tahapan yaitu : (1) adanya

keadaan;, (2) undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada,

sehingga terjadi kekosongan hukum;, (3) kekososngan hukum tersebut

tidak dapat diatasi. Dan yang paling utama menurut SW harus ada

pernyataan dari State Emergency dari kepala negara yaitu presiden.

Menurut SW Undang-undang ormas yang mendapat penolakan dari

berbagai kalangan membuat gaduh rakyat yaitu ormas yang saat ini sudah

memiliki satutus badan hukum bisa saja dicabut sepihak oleh pemerintah

tanpa adanya proses peradilan yang sah, hal ini tentunya mengancam

Hak-hak ormas, khususnya hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan

pendapat.

4.2.2 Pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas

dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan.

Berdasarkan wawancara dengan CI, Bahwa CI memaparkan pasal

80A dalam Perppu no.2 thn 2017 yang berisi pencabutan status badan

hukum merupakan bentuk pembatasan kebebasan berserikat ormas

karena sebenarnya keberadaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang organisasi kemasyarakatan lebih sempurna dan memadai.

Karenanya, Perppu ormas tidak memiliki urgensi untuk diterbitkan,

mengingat prosedur dan mekanisme yang lebih lengkap dan memadai

terkait mengatasi dinamika keormasan Menurut UU No. 17/2013, baik

melalui upaya persuasif, mekanisme pemberian sanksi administrasi

berupa peringatan tertulis, pembekuan sementara dan mekanisme yudisial

untuk dapat membubarkan ormas, dengan adanya Perppu justru

mekanisme dan prosedur tersebut semuanya dihilangkan. dengan

dihilangkannya prosedur pembubaran melalui pengadilan berdasarkan

ketentuan pasal 80A Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 17

Page 109: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

109

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan, maka setiap ormas

termasuk yayasan sharia law al qonuni terancam dibubarkan secara

sepihak oleh pemerintah tanpa melalui proses pengadilan. Hal ini

merupakan bentuk pembatasan kebebasan ormas, ketika dalam

pembubaran ormas seharusnya meminta fatwa daripada Mahkamah

Agung akan tetapi proses ini dihilangkan sehingga perppu nomor 2 tahun

2017 ini bias untuk diterapkan karena terkandung unsur untuk membatasi

hak hak ormas. .

CI mengatakan bahwa ormas berbadan hukum yang dikelolanya

dalam Kapasitasnya sebagai ormas berbadan hukum privat berbentuk

yayasan, yang secara konstitusional telah dirugikan kak konstitusionalnya

untuk menjalankan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

pendapat, sekaligus kak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum

dalam naungan badan hukum privat berdasarkan konstitusi pasal 28E

ayat (3) Jo. 28D ayat (1) UUD NRI 1945, atas diterbitkannya Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang

perubahan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan.

CI memaparkan bahwa justru Perppu ormas Nomor 2 Tahun 2017

mengekang hak-hak warga Negara Indonesia untuk berorganisasi, untuk

menjalankan kehidupan berdemokrasinya sebagai warga Negara, tentu

sudah jelas hal ini mengkriminalisasi kehidupan berdemokrasi dan

mengkriminalisasi hak-hak warganegara untuk menjalankan kegiatan

keorganisasian yang sebenarnya kegiatannya dilindungai oleh konstitusi

Negara Indonesia yaitu pada Pasal 28E ayat (3) Undang-undang Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

CI memaparkan ada ada beberapa pembatasan dalam pasal 80A

Perppu Nomor 2 tahun 2017 organisasi kemasyarakatan yang tidak sesuai

dengan peraturan yang berlaku, baik itu peraturan nasional (UU HAM)

Page 110: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

110

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

maupun peraturan Internasional (DUHAM). pembatasan yang tidak sesuai

menurut ketentuan peraturan yang berlaku ttersebut iala perihal

oencabutan status badan hukum ormas tanpa prses dan prosedur yang

benar sebagaimana yang terdapat pada pasal 63 sampai dengan 80 dalam

undang-undang ormas nomor 17 tahun 2013. CI menegaskan Seperti hak

untuk berserikat menjadi salah satu hak yang masuk dalam zona irisan

antara hak sipil dan politik. Dengan demikian, fungsi demokratis hak ini

tidak dapat dilupakan yang memberikan kewajiban yang lebih besar pada

negara untuk menjamin terlaksananya hak itu dengan tindakan-tindakan

untuk melakukan sesuatu guna menjamin pelaksanaannya. Pembatasan

apapun yang dilakukan atas hak terkait memang diperbolehkan oleh

ketentuan yang ada dalam kovenan, namun dalam hal ini negara harus

dapat menunjukkan bahwa pembatasan itu memang diperlukan dan

dilakukan secara proporsional. Pembatasan yang dilakukan juga harus

tetap menjamin perlindungan hak asasi manusia tetap efektif dan

terus-menerus, serta tidak boleh dilakukan dengan cara yang dapat

mengancam terlindunginya hak tersebut. Harus diperhatikan bahwa

negara juga mempunyai kewajiban untuk melindungi hak yang tercantum

dalam kovenan dari intervensi pihak ketiga. Dalam tataran hukum

nasional, konsep mengenai tanggung jawab negara terhadap pemenuhan,

penghormatan dan perlindungan HAM diwujudkan dalam bentuk

pengaturan didalam konstitusi negara/dasar hukum negara, yaitu dalam

UUD 1945 tepatnya pada Pasal 28D ayat (1). Pengaturan beberapa hak

dalam konstitusi/UUD 1945 menyiratkan bahwa negara memiliki

kewajiban moral/state obilgation untuk memberikan jaminan bagi

pengakuan dan penegakaan Ham setiap warga Negara Indonesia.

Sementara itu di dalam sistim perundang-undangan Indonesia pada

hakikatnya telah dikenal konsep tanggung jawab negara dan pengakuan

negara terhadap Ham. Ketentuan tersebut telah diatur di dalam UU No 39

Tahun 1999 tentang Ham tepatnya dalam Pasal 2. Terkait dengan

kewajiban negara sebagai pemangku utama dalam pemenuhan Ham

Page 111: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

111

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

menurut DUHAM, konvenan Sipol dan UU Ham, maka dengan ini negara

berhak menjatuhkan sanksi terhadap segala bentuk pelanggaran HAM

sebagai wujud dari perlindungan Ham itu sendiri.

CI mengatakan Perlindungan hukum hak atas kebebasan berserikat

dalam UU ormas itu sendiri dilakukan dengan memberikan kebebasan

berserikat sepanjang tidak melanggar tuntutan yang adil atas dasar

pertimbangan moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban umum yang

diakui dalam masyarakat yang demokratis. Meletakkan batas dan memberi

dasar bagi penindakan terhadap ormas, jikalau kebebasan berkumpul dan

berserikat yang dimiliki ternyata mengakibatkan pelanggaran terhadap hak

orang lain dan ketertiban umum, menyebabkan ada kemungkinan

organisasi masyarakat yang demikian dikenakan sansi hukum, bukan

hanya menyangkut anggota-anggota, melainkan juga terhadap organisasi

(corporate) nya yang kemudian dibebankan kepada pengurus. Sanksi

tersebut merupakan bagian penting dalam pengaturan ormas untuk

menanggapi perkembangan yang terjadi di masyarakat. Sanksi tersebut

bahkan dapat secara optimal sampai kepada pembubaran ormas dan

perampasan aset yang digunakan untuk melakukan pelanggaran hukum

sedemikian rupa ekstrim dalam akibat-akibatnya namun hal yang terjadi

berkaitan pasal 80A dalam Perppu nomor 2 tahun 2017 ini tentang

pencabutan status badan hukum merupkan bentuk pembatasan ormas

dalam hak berserikat, dibuktikan dengan dihapuskannya pasal 63 sampai

80A tentang prosedur pencabutan status badan hukum yang sudah terinci

dijeaskan dalam Undang-undang ormas nomor 17 tahun 2013.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian ormas yaitu FS

mengatakan bahwa dalam pasal 80A yang berisi pencabutan status badan

hukum ormas tidak ada niat untum membatasi kebebasan ormas dalam

berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pasal 80A yang

menghilangkan proses dan prosedur pencabutan status badan hukum

ormas dalam undang-undang omor 17 tahun 2013 dalam pasal 63 sampai

80 saat ini sudah tidak sesuai lagi karena prosedur pencabutan status badan

Page 112: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

112

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

hukum ormas dalm undang undang tersebut membutuhkan proses yang

lama sehingga banyak waktu yang terbuang apabila negara berada dalam

ancaman dari ormas yang ingin menggantikan dasar negara indonesia

yaitu pancasila, oleh karena itu sudah benar kepala negara mengeluarkan

perppu ormas nomor 2 tahun 2017 karena hal tersebut berada dalam

kondisi mendesak untuk menjaga keamanan nasional dan kestabilan

negara dari ancaman ormas yang berniat memecah belah pemikiran

masyarakat.

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan pakar hukum yaitu

SW mengenai pasal 80A dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017 apakah

sebagai bentuk pembatasan ormas. SW mengatakan pasal 80A yang

berbunyi “pencabutan status badan hukum ormas sebagaiman dimaksud

dalam pasal 61 ayat (1) huruf c dan ayat (3) huruf b sekaligus dinyatakan

bubar berdasarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini‟.

Menurut SW dilihat dari bunyi pasal 80A yang merujuk pada pasal 61 ayat

(1) huruf c yang berbunyi “(1) sanksi adminstratif sebagaimana

dimaksud dalam pasal 60 ayat (1) terdiri atas: a. peringatan tertulis; b.

penghentian kegiatan;dan/atau c. pencabutan surat keterangan terdaftar

atau pencabutan status badan hukum. Dan ayat (3) huruf b yang berbunyi

:” b. pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Berdasarkan bunyi pasal di atas, terdapat banyak pembatasan hak atas

kebebasan berserikat yang tidak sesuai dengan amanat UU Ham maupun

peraturan Ham internasional. Diantaranya ada pembatasan yang

didasarkan pada perihal yang mencabut status badan hukum yaitu oleh

mennteri yang menyelenggarakan urusan di bidang hukum yang

seharusnya proses pencabutan status badan hukum harus diajukan terlebih

dahulu ke pengadilan negeri setelah dinyatakan bersalah oleh hakim maka

ormas yang melanggar boleh dibubarkan atau dicabut status badan

hukumnya bukan langsung dibubarkan secara sepihak oleh kementerian

hukum dan Ham, Hal ini tentu tidak dibenarkan karena justru akan

Page 113: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

113

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

menjadi pelanggaran terhadap pembatasan hak asasi manusia. Dengan

demikian, pembatasan-pembatasan di atas juga memberi petunjuk tidak

dilakukannya pembatasan secara proporsional dan tidak didasarkan

adanya kebutuhan yang nyata untuk dilakukannya pembatasan sesuai

instrument Ham baik nasional maupun internasional. Hal ini memberi

petunjuk pula bahwa tidak semua pembatasan didasarkan pada adanya

kebutuhan yang mendesak (necessity) dan lebih jauh hal ini memberi

petunjuk bahwa pembatasan yang dilakukan memenuhi tujuan yang sah

(legitimate aim).

Menurut SW terkait dengan upaya dari pemerintah untuk menertibkan

administrasi ormas maka dalam Perppu ormas nomor 2 tahun 2017,

terdapat pula pasal yang menunjukkan bahwa negara membatasi hak

ormas yaitu padal pasal 62 ayat (1), (2) dan (3) yang berbunyi:” (1)

peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (1) huruf a

diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak

tanggal diterbitkan peringatan. (2) dalam hal ormas tidak mematuhi

peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Menteri dan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya

menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan. (3) dalam hal ormas tidak

mematuhi sanksi penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerinthan di

bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya

melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status

badan hukum.

Berdasarkan bunyi pasal di atas yang menegaska pasal 61 ayat 1,

terdapat pembatasan hak atas kebebasan berserikat yang tidak sesuai

dengan amanat UU Ham maupun peraturan Ham internasional yaitu

mengenai peringatan tertulis yang diberikan hanya 1 kali dalam jangka

waktu 7 hari sejak tanggal diterbitkan peringatan hal ini sudah jelas bentuk

pembatasan kebebasan berserikat ormas karena dalam undang-undang

Page 114: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

114

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

ormas nomor 17 tahun 2013 peringatan tertulis diberikan 3 kali hal ini

tentu saja menghilangkan hak ormas yang terancam dibubarkan untuk

membela, mengklarifikasi dan mengkonfirmasi apakah ormas tersebut

bersalah atau bertentangan dengan pancasila.

4.2.3 Upaya yang dilakukan Ormas Sehubungan Dengan Prosedur

pencabutan status badan hukum ormas dalam pasal 80A

Berdasarkan hasil wawancara dengan CI, bahwa CI memaparkan

dengan adanya pasal-pasal baru dan mengapus pasal 63 sampai pasal 80

dan disisipkan pasal 80A Diantara pasal 80 hingga 81 yang

menghilangkan prosedur pencabutan status badan hukum ormas,

sebagaimana sebelumnya diatur dalam prosedur pencabutan satus badan

hukum sejak mediasi, pemberian sanksi administratif, penghentian dana

bantuan, pembekuan sementara, dan prmohonan status badan hukum

ormas melalui pengadilan menurutnya bentuk pengekangan terhadap

ormas sehingga berujung membatasi hak-hak dan kebebasan ormas dalam

berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagai warga negara

Indonesia yang secara konstitusi sebenarnya sudah tertulis jelas bahwa

Hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dilindungi oleh

konstitusi. Akan tetapi kenyataannya dengan disahkannya Perppu menjadi

Undang-undang ormas bukan memberikan kebebasan untuk menjalankan

haknya melalui kegiatan-kegiatan ormas tetapi membatasi kegiatan ormas

dengan adanya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017. CI juga

memaparkan bahwa hak kostitusonal yang telah diberikan berdasarkan

ketentuan pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 terancam terabaikan dan

diberangus oleh ketentuan pasal 80A Perppu ormas, sehingga tidak ada

Due Proces Of Law dan tidak ada kesetaraan kedudukan antara Ormas

dengan Pemerintah. Pemerintah bias secara sepihak membubarkan tanpa

melalui proses hukum di pengadilan. Menurut CI dengan dihilangkannya

prosedur pembubaran melalui pengadilan berdasarkan ketentuan pasal

80A Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Page 115: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

115

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

2017 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang organisasi kemasyarakatan, maka setiap ormas termasuk Yayasan

Sharia Law al Qonuni terancam dibubarkan secara sepihak oleh

pemerintah tanpa melalui proses pengadilan. Oleh karena itu dengan

alasan tersebut CI sebagai Ormas berbadan hukum berbentuk Yayasan,

memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon dalam Kapasitasnya

sebagai ormas Berbadan hukum privat berbentuk yayasan, yang secara

konstitusional telah dirugikan hak konstitusionalnya untuk menjalankan

kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, sekaligus

Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang

adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dalam naungan badan

hukum privat berdasarkan konstitusi pasal 28E ayat (3) Jo. 28D ayat (1)

UUD NRI 1945, atas diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang –

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. CI

mengatakan alasannya mengajukan permohonan uji formil dan materil

Perrpu ormas atas nama yayasan law al qonuni yaitu :

1. secara subjektif UUD 1945 Pasal 22 ayat (1) menyebutkan, "dalam hal

ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan

peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-;undang", sedangkan

dalam Penjelasan Pasal 22 UUD 1945 sebelum amandemen

menyatakan, "Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden.

Aturan sebagal ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan

negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting,

yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat”;

2. penerbitan Perppu adalah hak subjektif Presiden, akan tetapi

persyaratan-persyaratan pembuatan Perppu menjadi ranah publik

termasuk Pemohon karena akibat penerbitan Perppu oleh Presiden

langsung mengikat warga negara dan menimbulkan akibat

(implikatif) bagi warga negara. Sehingga Presiden harus tunduk

kepada maksud dan tujuan Pembuat Undang-Undang Dasar 1945 dan

Page 116: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

116

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembuatan

Perundang-undangan;

3. tindakan hati-hati (pruden) dalam hal menafsirkan ihwal kegentingan

yang memaksa, dilakukan agar tidak menegasikan prinsip Negara

Hukum (Rechstaat). Kewenangan pembentukan Perppu oleh Presiden

adalah kewenangan legislasi terbatas. Menurut konsep Sparation Of

Power atau dalam praktiknya dengan pendekatan Division Of Power,

kewenanagan legislasi pada asasnya berada pada wewenang lembaga

legislasi dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

(DPR-RI).

4. pemberian wewenang terbatas kepada Presiden untuk menerbitkan

produk legislasi melalui penerbitan Perppu tanpa melalui lembaga

legislasi, dimaksudkan agar menjadi sarana (tool) bagi Presiden dalam

rangka membenahi atau memberikan solusi tata kelola Negara guna

menghadapi serangkaian problema bernegara, semata-mata untuk

memenuhi kewajiban Negara dalam menjalankan tugasnya untuk

melindungi, melayani dan memenuhi hajat hidup rakyat.

5. Pemberian batasan dan syarat bagi Presiden dalam menerbitkan

Perppu, dimaksudkan agar ada kontrol yang melekat pada

subjektifitas wewenang Presiden agar kekuasaan Presiden tidak

bersifat absolute. Padahal, menurut Lord Acton “Power Tends to

Coroupt, Absolutely Power Tends To Coroupt Absolutely”.

6. oleh karenanya harus ada petunjuk umum bagi Presiden yang

berfungsi sebagai Guiden dalam menerbitkan Perppu khususnya

untuk memberikan syarat dan ketentuan mengenai tafsir ihwal

“kegentingan yang memaksa”.

7. secara prosedural Mahkamah Konstitusi telah memberi petunjuk

(Guiden) bagi pembentuk undang-undang dalam hal ini Presiden,

dalam memberikan tafsir atas adanya kegentingan yang memaksa.

Mahkamah Konstitusi menyebut ada 3 (tiga) syarat pernerbitan

Page 117: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

117

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Perppu sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan putusan

Mahkamah Konstitusi No.138/PUU –Vll/2009, yaitu :

“Menimbang bahwa dengan demikian Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang diperlukan apabila:Adanya keadaan

yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum

secara cepat berdasarkan Undang-Undang;,Undang-Undang yang

dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan

hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai,

kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara

membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan

memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang

mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan;

8. dalam praktiknya Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang harus didahului dengan pernyataan presiden yang

menjelaskan adanya ihwal keadaan kegentingan itu, dalam sebuah

pidato Presiden dengan sebuah pernyataan “State Of Emergency”.

9. penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang

didahuli pidato kepala negara (Presiden) sebagaimana terjadi dan

dilakukan Presiden Soesilo Bambang Yudoyono ketika hendak

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

No. 1 tahun 2002 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,

yang kemudian diundangkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

10. pada saat itu Negara menghadapi keadaan Darurat Terorisme,

sementara belum ada peraturan perundang-undangan yang secara

khusus mengatur Tindak Pidana Terorisme, karenanya aparat

penegak hokum kesulitan menindak perilaku dan tindakan

terorisme karena ketiadaan hokum atau tidak memadainya paying

hukum yang dijadikan sebagai dasar penindakan.

Page 118: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

118

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

11. dalam konteks penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang Perubahan

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan yang diajukan dalam permohonan ini, Presiden

tidak pernah sekalipun mengeluarkan pernyataan “State Of

Emergency” yang menjadi landasan sekaligus prosedur konvensi

untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan.

12. adapun jika merujuk putusan Mahkamah Konstitusi No.138/PUU–

Vll/2009, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang Perubahan

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan telah melanggar 3 (tiga) hal :Pertama,

sesungguhnya tidak ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan

persoalan hukum dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 Tentang

Perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang

organisasi kemasyarakatan, dimana kondisi kehidupan berbangsa,

bernegara dan bermasyarkat dalam keadaan normal. Bahkan dalam

berbagai kesempatan, Presiden dapat melaksanakan berbagai tugas

pemerintahan dan kenegaraan, baik tugas sebagai kepala negara

sekaligus menjalankan pemerintahan sebagaimana biasa (normal).

Kedua, tidak ada kekosongan hukum karena ketiadaan

undang-undangmengingat pengaturan kehidupan berbangsa dan

bernegara khususnya ihwal mengatur tata kelola dan pemberian

sanksi dalam dinamika keormasan telah diatur secara rinci melalui

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan. Bahkan, undang-undang yang baru dibentuk ini

Page 119: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

119

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

belum pernah sekalipun diuji di lembaga peradilan untuk

membuktikan ada atau tidaknya kekosongan hukum dan/atau

keadaan hukum yang tidak memadai. Faktanya, atas dalih adanya

keadaan “hukum yang tidak memadai”, Presiden secara

serampangan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan. Ketiga, jika saja kekosongan hukum tersebut ada

dan Presiden memandang Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang organisasi kemasyarakatan tidak memadai, sesungguhnya

Presiden masih dapat menempuh upaya pengundangan secara

normal melalui pengajuan rancangan perubahan Undang Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. Sebab,

sambil menunggu rancangan Undang-undang dibahas parlemen

(DPR - RI), Presiden masih dapat memberlakukan Undang Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang

sudah ada.

13. apabila keadaan genting dikaitkan dengan konteks keberadan

organisasi kemasyarakatan yang diduga membahayakan Negara,

tentu tuduhan ini harus dibuktikan dimuka pengadilan dan setiap

warga negara termasuk pemerintah wajib menjunjung tinggi hukum,

sehingga tidak boleh melakukan tuduhan sepihak, Sebagaimana yang

termaktub dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945.“Segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan

wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada

kecualinya”.

14. dihubungkan dengan putusan MK No.138/PUU-VII/2009, syarat

tersebut tidak terpenuhi karena dengan keberadaan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan lebih

sempurna dan memadai. Karenanya, Perppu ormas tidak memiliki

Page 120: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

120

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

urgensi untuk diterbitkan, mengingat prosedur dan mekanisme yang

lebih lengkap dan memadai terkait mengatasi dinamika keormasan

Menurut UU No. 17/2013, baik melalui upaya Persuasif, mekanisme

pemberian sanksi administrasi berupa peringatan tertulis, pembekuan

sementara dan mekanisme yudisial untuk dapat membubarkan

ormas, dengan adanya Perppu a quo justru mekanisme dan prosedur

tersebut semuanya dihilangkan.

15. pada konsideran huruf b, Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan

yang menyatakan pelanggaran terhadap asas dan tujuan organisasi

kemasyarakatan berdasarkan pancasila dan UUD 1945 merupakan

perbuatan yang sangat tercela dalam pandangan moralitas bangsa

bangsa terlepas dari latar belakang etnis, agama, dan kebangsaan

pelakunya, tidak dapat dijadikan sandaran penerbitan Perppu.

Alasannya, didalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang

organisasi kemasyarakatan telah diatur secara rinci bagaimana asas

dan tujuan organisasi kemasyarakatan berdasarkan pancasila dan

UUD 1945 tetap terjaga. Dalam ketentuan pasal 2 tentang asas, ciri

dan sifat Jo. Pasal 59 mengenai Larangan, UU No. 17/2013 telah

memberikan pengaturan lengkap yang pada pokoknya substansinya

dalam rangka menjaga ditaatinya asas pancasila dan UUD 1945 dan

mengatur ancaman sanksi terhadap pelanggarnya.

16. terlebih lagi konsideran huruf d, Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan,

menyebutkan kutipan pertimbangan : “…………dan bahkan secara

faktual terbukti ada asas organisasi kemasyarakatan dan

kegiataannya yang bertentangan dengan pancasila dan UUD NRI

1945”.

Page 121: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

121

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

17. konsideran huruf d, Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan,

yang diantaranya menyebut ada ormas yang secara faktual terbukti

bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 adalah

konsideran yang melanggar hukum karena telah menuduh suatu

ormas bertentangan tanpa satu putusan Pengadilan. Darimana

asalnya Konsideran yang menyebut ormas terbukti melanggar

Pancasila dan UUD 1945? bukankah hanya lembaga Peradilan yang

memiliki wewenang membuktikannya? Apakah sudah ada proses

pengadilan terhadap suatu ormas yang terbukti melanggar pancasila

dan UUD NRI 1945 sehingga putusannya diadopsi sebagai bahan

konsideran Perppu ormas? belum pada konteks penerapan, dari sisi

membuat konsideran saja Perppu No. 2 Tahun 2017 ini telah

dilatarbelakangi dengan praduga dan buruk sangka.

18. jika benar ada ormas yang asas dan kegiataannya diduga

bertentangan dengan pancasila dan UUD NRI 1945, tugas

pemerintah-lah yang membina dan mengembalikannya ormas

dimaksud kembali ke koridor konstitusi. Jika tidak dapat diluruskan,

pemerintah seharusnya menempuh upaya hukum di pengadilan agar

terbukti dugaan pelanggaran ormas sebagai bentuk penghargaan atas

asas due process of law dan asas presumption of innocent. Bukan

malah sebaliknya mendiamkan dan sekonyong-konyong

menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor

17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan.

19. konsiederan huruf e, Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan,

yang mengadopsi asas “Contrarius Actus” untuk memberikan sanksi

efektif kepada ormas yang diduga melanggar atau asas organisasi

Page 122: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

122

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

kemasyarakatan dan kegiataannya yang bertentangan dengan

pancasila dan UUD NRI 1945 adalah dalih yang salah kaprah.

20. asas “Contrarius Actus” tidak dapat diterapkan secara serampangan

dan diadopsi untuk pengaturan segala urusan tata kelola Negara,

termasuk tata administrasi pelayanan dan penindakan status badan

hukum dalam dinamika keormasan.

21. jika asas ini akan diterapkan secara konsisten, bagaimana dengan

ormas yang berbentuk badan hukum yayasan?apakah juga serta

merta bisa dicabut status badan hukumnya oleh pemerintah secara

sepihak tanpa pengadilan dengan dalih asas “Contrarisus Actus”?

padahal menurut UU No. 16 Tahun 2001 Jo. Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2004 tentang yayasan, yayasan dibubarkan harus

berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang

tetap berdasarkan alasan: 1.Yayasan melanggar ketertiban umum dan

kesusilaan; 2. Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan

pailit; atau 3. Harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi

utang setelah pernyataan pailit dicabut.

22. dalam penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan,

Presiden Republik Indonesia tidak menerapkan asas-asas pembuatan

peraturan sebagaimana diatur dalam UU 12/2011 yang Pasal 5

menyatakan:

”Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus

berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan

yang baik yang meliputi:a. kejelasan tujuan; b.kelembagaan atau

organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan materi

muatan; d. dapat diiaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f.

kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan”.

Page 123: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

123

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Demikian juga ketentuan Pasal 6 UU 12/2011 menyatakan, "materi

muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas:a.

pengayoman;b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e.

kenusantaraan;f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan

kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan

kepastian hukum dan/atau; j.keseimbangan, keserasian dan

keselarasan”.

23. penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor

17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan dilakukan

secara sewenang-wenang oleh Presiden yang SECARA salah kaprah

menerapkan asas contrarius actus sehingga menegasikan asa

pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan,

kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan

dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum

dan/atau, keseimbangan, keserasian dan keselarasan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

24. Presiden seharusnya tunduk dan patuh kepada sumpah jabatan

sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UUD 1945:

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden

bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh

di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan

Perwakilan Rakyat sebagai berikut :

Sumpah Presiden (Wakil Presiden) : Demi Allah, saya bersumpah

akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil

Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan

seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan

menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan

selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa. Janji

Page 124: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

124

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Presiden (Wakil Presiden) : Saya berjanji dengan sungguh-sungguh

akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil

Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan

seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan

menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan

selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.

25. Bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Presiden

sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan tidak dapat

dibiarkan membuat interprestasi sendiri untuk menghindari

absolutisme kekuasaan dengan membuat penafsiran sendiri tentang

ihkwal dan keadaan yang memaksa seperti dimaksudkan dalam Pasal

22 UUD 1945. Untuk itu Mahkamah Konstitusi harus

memerintahkan Pembuat Undang-Undang untuk membuat

Undang-Undang sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 22 UUD

NRI 1945.

Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan CI, bahwa

Mahkamah konstitusi perlu memeriksa dan mengadili perkara ini

mengenai pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan secara formil maupun materil yang bertentangan dengan

Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 80A yang menghilangkan

prosedur pencabutan status badan hukum yang adil.

4.3 Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian

Setelah melakukan penelitian, langkah selanjutnya yaitu menganalisis hasil

penelitian yang berhubungan dengan “Peraturan pemerintah pengganti

undang-undang Momor 2 Tahun 2017 pasal 80A tentang pencabutan status

badan hukum ormas dalam perspektif pendidikan kewarganegaraan ”. Supaya

lebih fokus dalam menganalisis hasil penelitian, maka analisis hasil penelitian

ini dibatasi dengan tiga permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Page 125: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

125

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Dengan berdasarkan kepada permasalahan yang telah dirumuskan tersebut,

maka dapat diketahui mengenai masalah yang terdapat dalam pasal 80A Perppu

ormas nomor 2 tahun 2017. Oleh karena itu, dalam pembahasannya perlu

analisis secara objektif dan mendalam sesuai dengan realitas yang terjadi.

4.3.1 Perppu ormas pasal 80A menghilangkan proses pembubaran ormas

melalui pengadilan dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti

didapatkan sebuah informasi bahwa, dengan digantinya Undang-undang

Nomor 17 tahun 2013 menjadi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017

mengalami penolakan oleh berbagai kalangan ormas,baik yang berbadan

hukum maupun yang tidak berbadan hukum, salah satu contoh ormas dari

yayasan yang mempunyai status badan hukum yaitu dari yayasan

shariaalaw al qonuni yang menolak diterbitkannya perppu nomor 2 tahun

2017 yang telah disahkan menjadi undang-undang ormas nomor 16 tahun

2017.

Pengecekan keabsahan dapat dilakukan menggunakan triangulasi

teknik pengumpulan data dan triangulasi berdasarkan sumber, dimana inti

dalam melakukan pengecekan menggunakan triangulasi ini adalah agar

mengetahui informasi yang didapat dari tiga sumber yang berbeda dan

informasi yang didapat dari tiga teknik pengumpulan data yang berbeda

pula. Informasi yang didapat oleh peneliti dapat dibandingkan antara

sumber yang satu dengan sumber yang lainnya Berikut ini adalah

pengecekkan keabsahan dari informasi yang didapatkan oleh peneliti

dengan menggunakan triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data :

Tabel 4.3

Triangulasi dengan Teknik Pengumpulan Data

Wawancara Observasi Dokumentasi

Page 126: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

126

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Hasil wawancara

mengenai langkah

diterbitkannya Perppu

Nomor 2 Tahun 2017 yang telah sah menjadi

undang-undang ormas

Nomor 16 Tahun 2017 melanggar pasal 28E

ayat (3) tentang

Hak-hak yang dimiliki ormas dalam kehidupan

berdemokrasi.

ketentuan Pasal 1

Angka 3 sampai

dengan 24,Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang

Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Perubahan

Undang Undang

Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan

melanggar ketentuan

Undang-Undang Dasar (UUD) khususnya 27

ayat (1), pasal 28D ayat

(1) dan pasal 28E ayat (3). Penghapusan

keberlakuan pasal 63

sampai 80 Undang

Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang

Organisasi

Kemasyarakatan serta penyisipan pasal 80A

memungkinkan

pemerintah secara sepihak mencabut

status badan hukum

Ormas tanpa didahului

proses pemeriksaan di pengadilan. Padahal,

proses itu penting

untuk menjamin prinsip due process of

law, Equal before the

Law dan asas

Presumption of innocent, yang

Hasil Observasi atau

penelitian yang

dilakukan oleh peneliti

dengan melihat proses peradilan permohonan

uji formil dan materil

yang diajukan oleh yayasan sharia law al

qonuni bahwa memang

Peraturan pemerintah pengganti

undang-undang nomor

2 tahun 2017 tentang

ormas melanggar hak berserikat, berkumpul

dan mengeluarkan

pendapat padahal seharusnya ketika

menerbitkan perppu

harusnya pemerintah

meminta fatwa dari peradilan Mahkamah

agung mengenai

pencabutan status badan hukum ormas.

Hasil pengumpulan

dokumen mengenai

Undang-undang

Nomor 16 Tahun 2017 yang dapat mengancam

hak-hak ormas diproleh

dari data permohonan uji materil dan formil

yang diajukan yayasan

sharia law Al Qonuni.

Page 127: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

127

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

memberikan ruang

kepada ormas untuk

membela diri dan

memberikan kesempatan bagi hakim

untuk mendengar

argumentasi para pihak berperkara secara adil.

Dengan adanya

kewenangan Pemerintah

membubarkan ormas

tanpa melalui proses

pengadilan ini maka mengakibatkan proses

pencarian keadilan

menjadi terhalang tidak adil dan tidak pasti.

Bahwa hukum tanpa

kepastian akan

kehilangan maknanya sebagai hukum karena

tidak lagi dapat

dijadikan pedoman perilaku bagi sernua

orang (Ubi jus

incertum, ibi jus nullum; dimana tiada

kepastian hukum, disitu

tidak ada hukum).

Dalam mencabut status badan hukum Ormas,

menteri dapat meminta

pertimbangan dari instansi terkait. Dengan

demikian, berdasarkan

Perppu,

Kemenkumham nantinya berwenang

mengeluarkan

sekaligus mencabut perizinan sebuah

Ormas. Selanjutnya FS

juga mengatakan Di UU yang lama, tidak

ada asas contrarius

actus. Jadi, yang

mengeluarkan izin seharusnya bisa

mencabut izin. Tentu

Page 128: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

128

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

mencabut izin itu ada

aturannya juga, tidak

bisa suka-suka. Itu

prinsip hukum dasar. Aturan contrarius actus

itu yang jadi ada di

dalam perppu. Namun, Perppu No. 2/2017

tidak bisa menindak

situs Ormas yang dianggap melenceng

dari ideologi bangsa.

(SW) Lahirnya

Peraturan pemerintah pengganti undang

undang Ormas pada

bulan juli merupakan bentuk pergeseran dari

teori kedaulatan hukum

ke teori kedaulatan

negara. Hukum yang semestinya mempunyai

kekuatan dalam

mengatur negara, pada saat ini berbalik

beruhah menjadi

negara yang mengatur hukum, hal ini lah yang

terjadi saat ini negara

melalui kedaulatannya

membuktikan konstitusi dikendalikan

oleh negara, padahal

hukumlah yang mempunyai kekuasaan

untuk mengatur negara.

ada 2 teori kedaulatan

atau Due Of Law yaitu : (1) Penganut teori

kedaulatan hukum

berada atas dasar hukum yang ada negara

tersebut; (2) Teori

kedaulatan negara.

Sumber diolah oleh peneliti, 2018

Berdasarkan tabel diatas, dari hasil wawancara, observasi dan

pengumpulan dokumen menunjukkan bahwa dengan lahirnya

diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2

Page 129: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

129

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Tahun 2017 berindikasi mengancam hak-hak ormas dengan hadirnya

pasal-pasal baru yang dirasa pasal tersebut telah menghilangkan prosedur

pencabutan status badan hukum ormas yang tercantum dalam pasal 60

sampai 80 dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2013, dan berdasarkan

hasil observasi menunjukkan bahwa memang Perppu nomor 2 Tahun

2017 telang melanggar hak-hak ormas seperti yang tercantum pada pasal

28E ayat (3). informasi yang didapatkan oleh peneliti melalui wawancara,

membuktikan adanya kesesuaian dengan dokumentasi yang didapat

peneliti, serta sesuai juga dengan hasil observasi yang dilakukan oleh

peneliti, perihal perppu nomor 2 tahun 2017 yang mengancam hak-hak

ormas, untuk lebih jelas lagi mengenai perppu ormas tersebut yang bisa

mengancam hak-hak ormas, maka dapat dipahami tabel triangulasi

dengan berdasarkan tiga sumber data, yakni sumber atau responden

yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti,

berkaitan dengan Undang-undang ormas tersebut.

Tabel 4.4

Triangulasi dengan Tiga Sumber Data

Yayasan sharia Law Al

Qonuni

Kemendagri

(pendaftaran

ormas)

Pakar hukum

langkah diterbitkannya

Perppu Nomor 2 Tahun

2017 yang telah sah menjadi undang-undang

ormas Nomor 16 Tahun

2017 melanggar pasal 28E ayat (3) tentang

Hak-hak yang dimiliki

ormas dalam kehidupan

berdemokrasi. Adanya pasal-pasal baru

yaitu pasal 1 sampai 24

dalam Undang-undang Ormas Nomor 16 Tahun

2017 dan dihapuskannya

pasal 63 sampai 80 menghilangkan prosedur

dikeluarkanny

a Perppu

Ormas Nomor 2 Tahun 2017

bukan suatu

tindakan rezim otoriter oleh

pemerintah

melainkan

tindakan yang sudah

dirapatkan dan

didiskusikan sudah lama

dengan tujuan

untuk melindungan

Lahirnya Peraturan

pemerintah

pengganti undang undang Ormas pada

bulan juli merupakan

bentuk pergeseran dari teori kedaulatan

hukum ke teori

kedaulatan negara.

Hukum yang semestinya

mempunyai

kekuatan dalam mengatur negara,

pada saat ini berbalik

beruhah menjadi negara yang

Page 130: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

130

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

pencabutan status badan

hukum tanpa proses

peradilan dalam

undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 telah

mengancam dan

mengkriminalisasi hak-hak ormas.

Pemerintah telah

melanggar 28 d ayat (1). Dengan adanya

kewenangan Pemerintah

membubarkan ormas

tanpa melalui proses pengadilan ini maka

mengakibatkan proses

pencarian keadilan menjadi terhalang tidak

adil dan tidak pasti.

Bahwa hukum tanpa

kepastian akan kehilangan maknanya

sebagai hukum karena

tidak lagi dapat dijadikan pedoman perilaku bagi

sernua orang (Ubi jus

incertum, ibi jus nullum; dimana tiada kepastian

hukum, disitu tidak ada

hukum).

Perppu Ormas telah menghilangkan bagian

penting dari jaminan

kebebasan berserikat di

Indonesia Yaitu, proses pembubaran organisasi

melalui pengadilan.

Sebab, Pasal 61 Perppu Ormas memungkinkan

pemerintah secara

sepihak mencabut status badan hukum ormas

tanpa didahului proses

pemeriksaan di

pengadilan. Padahal, proses itu penting untuk

menjamin prinsip due

process of law yang memberikan ruang

kepada ormas untuk

bangsa dan

negara dari

opini politik

yang bertentangan

dengan dasar

negara Indonesia

yaitu

pancasila. Dengan

disahkannya

Undang-Unda

ng Ormas Nomor 16

Tahun 2017

bukan untuk membius dan

memenjarakan

kebebasan dan

hak-hak ormas, juga

tidak

melanggar atau

mengancam

hak berserikat, akan tetapi

dengan

undang-undan

g-ini ormas diatur dan

dibatasi

gerakannya sesuai dengan

hukum

tujuannya agar

melindungi masyarakat

dan negara

dari hal yang keluar dari

dasar negara

indonesia. . Dalam

mencabut

status badan

hukum Ormas, menteri dapat

meminta

mengatur hukum, hal

ini lah yang terjadi

saat ini negara

melalui kedaulatannya

membuktikan

konstitusi dikendalikan oleh

negara, padahal

hukumlah yang mempunyai

kekuasaan untuk

mengatur negara.

ada 2 teori kedaulatan atau Due

Of Law yaitu : (1)

Penganut teori kedaulatan hukum

berada atas dasar

hukum yang ada

negara tersebut; (2) Teori kedaulatan

negara.

saat ini Indonesia berada pada posisi

negara yang

mengatur Hukum sehingga hukum

terkorek oleh teori

kedaulatan negara,

sehingga yang ditakutkan dengan

pergeseran dari

kedaulatan hukum ke kedaulatan negara

maka rakyat akan

memberontak karena

rezim menampakkan ke otoriteran, seperti

contoh bukti yang

telah terjadi yaitu diterbitkannya

Perppu No. 2 Tahun

2017 yang sekarang telah sah menjadi

Undang-Undang

Ormas Nomor 16

Tahun 2017. Perppu harus

memenuhi 2 tahapan

Page 131: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

131

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

membela diri dan

memberikan kesempatan

bagi hakim untuk

mendengar argumentasi para pihak berperkara

secara adil. Mekanisme

ini juga mencegah terjadinya

kesewenang-wenangan

pemerintah dalam membubarkan ormas.

Penerbitan Perppu

Nomor 2 Tahun 2017

dilakukan secara sewenang-wenang oleh

Presiden yang membuat

Presiden menghapus kewenangan pengadilan

menjadi kewenangan

pemerintah hanya dengan

surat pencabutan SKT dan Status BHP Ormas.

Presiden seharusnya

tunduk dan patuh kepada sumpah jabatan

sebagaimana diatur

dalam Pasal 9 UUD 1945. Pasal 61 ayat (1), dan

Pasal 62 ayat (1), ayat (2)

dan ayat (3) serta pasal

80A didalam PERPPU Nomor 2 Tahun 2017.

Bahwa pemerintah dalam

hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan

Menkumham berhak

melakukan pencabutan

surat keterangan terdaftar (SKT) atau pencabutan

badan hukum

Perkumpulan (BHP). Dengan dicabutnya SKT

dan BHP sekaligus

dinyatakan BUBAR. Semula berdasarkan UU

Ormas hanya pengadilan

yang berhak

membubarkan ormas. Tidak diperlukan lagi

pengajuan atau

pertimbangan

dari instansi

terkait.

Dengan demikian,

berdasarkan

Perppu, Kemenkumha

m nantinya

berwenang mengeluarkan

sekaligus

mencabut

perizinan sebuah Ormas.

Selanjutnya

juga mengatakan

Di UU yang

lama, tidak ada

asas contrarius actus. Jadi,

yang

mengeluarkan izin

seharusnya

bisa mencabut izin. Tentu

mencabut izin

itu ada

aturannya juga, tidak bisa

suka-suka. Itu

prinsip hukum dasar. Aturan

contrarius

actus itu yang

jadi ada di dalam perppu.

yaitu : (1) adanya

keadaan;, (2)

undang-undang yang

dibutuhkan tersebut belum ada, sehingga

terjadi kekosongan

hukum;, (3) kekososngan hukum

tersebut tidak dapat

diatasi. Dan yang harus ada pernyataan

dari State Emergency

dari kepala negara

yaitu presiden.

Page 132: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

132

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

permohonan ke

pengadilan seperti

ketentuan sebelumnya.

PERPPU ini untuk menyimpangi Proses dan

Prosedur hukum

pembubaran sebagainya diatur UU Ormas.

Memindahkan otoritas

pembubaran dari Pengadilan kepada

Pemerintah, dalam hal ini

Kemenkumham dan

kemendagri.

Sumber : Di olah oleh Peneliti 2018

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh adanya kesamaan antara

informasi yang didapatkan oleh peneliti, baik dari ketua yayasan sharia

law al qonuni selaku yang mengajukan permohonan uji formil dan

materiil Perppu Nomor 2 Tahun 2017, kemudian Pakar hukum yang

mengetahui dasar hukum diterbitkannya Peraturan pemerintah pengganti

Undang-undang dan Kementerian dalam negeri bagian ormas yang

mengetahui dalam proses pembuatan peraturan pengganti

undang-undang. Data atau informasi yang di peroleh dari hasil triangulasi

berdasarkan tiga sumber yaitu Perppu ormas nomor 2 tahun 2017 yang

dapat mengancam hak ormas harusnya didahului dengan sosialisasi yang

harus diketahui oleh masyarakat yaitu ormas. Persamaan data atau

informasi yang diperoleh oleh peneliti dapat dijadikan sebagai bukti

keabsahan dari hasil deskripsi penelitian yang dilakukan oleh peneliti,

sehingga dapat dilakukan tahap lebih lanjut yakni tahap analisis

menggunakan teori yang berkaitan. Berdasarkan tabel triangulasi diatas

menunjukkan undang-undang ormas telah menghilangkan proses due of

law yang seharusnya hukum menjadi pijakan dalam setiap langkah suatu

negara, tetapi kenyataannya negara menjadi pengendali hukum sebagi

bukti nyata yaitu lahirnya peraturan pemerintah pengganti

undang-undang nomor 2 tahun 2017 telah mengancam hak-hak ormas.

masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya”.

Page 133: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

133

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa proses pembuatan Perppu

tidak melibatkan ormas sehingga ketika dikeluarkan perppu ormas nomor

2 tahun 2017 yang beruujng dibubarkannya ormas hizbut tahrir mendapat

penolakan dari ormas yaitu salah satunya yayasan sharia law al qonuni

yang bergerak dibidang dakwah, yang merasa dengan lahirnya

undang-undang ormas terbaru sebagai bentuk kriminalisasi ormas dan

ancaman untuk ormas, dimana dari hasil wawancara yang dilakukan oleh

peneliti menunjukkan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh

pemerintah kepada ormas sehingga yayasan sharia law al qonuni sebagai

pihak pemohon pengajuan uji formil dan materiil peraturan pemerintah

pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2017 merasa hak

berdemokrasinya diabaikan oleh pemerintah.

Kehidupan berdemokrasi di Indonesia dalam hak berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan pendapat mengalami kemunduran. Karena

menurut Mayo (dalam Azra, 2015, hlm. 67) menyatakan bahwa

demokrasi sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan

bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil

rakyat yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan

pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip prinsip politik dan

diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Akan

tetapi berdasarkan hasil penelitian kehidupan berdemokrasi yang

seharusnya rakyat sebagai pemilik kedaulatan berhubungan dengan

pokok pembahasan Undang undang ormas dengan dikeluarkannya

Perppu ormas Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan

yang sekarang sudah disahkan menjadi Undang-undang ormas dalam isi

pasalnya berindikasi mengkriminalisasi ormas.

Menurut Hayek (dalam Rianto, 2005, hlm. 116) warga negara

dapat menikmati kebebasan hanya jika kekuasaan negara dibatasi oleh

hukum, yaitu dibatasi oleh peraturan-peraturan yang menentukan

batas-batas tentang ruang lingkup kegiatan politik, batas-batas yang

Page 134: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

134

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

didasarkan atas hak-hak individu untuk mengembangkan pandangan dan

selera mereka sendiri, untuk mengejar tujuannya sendiri, dan untuk

memenuhi pembawaan dan bakat mereka sendiri. Menurut peneliti,

penjelasan Hayek yaitu aturan hukum memberikan kondisi-kondisi yang

dibawahnya individu-individu dapat menentukan bagaimana

menggunakan tenaga-tenaga dan sumber-sumber yang siap melayani

mereka. Begitu juga dengan hal ini mengenai kebebasan berdemokrasi

dan penmenuhan hak-hak sebagai warga negara.

Undang-undang ormas sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 17

Tahun 2013, Bahwa dalam ketentuan pasal 1 angka 24, Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang

prubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan, diantara pasal 80 dan pasal 81 disisipkan 1 (satu) pasal,

yakni pasal 80A, telah menghilangkan proses peradilan dalam proses

pencabutan status badan hukum ormas, sebagaimana sebelumnya diatur

dalam prosedur pencabutan status badan hukum sejak mediasi,

pemberian sanksi administratif, penghentian dana bantuan, pembekuan

sementara, dan permohonan pencabutan status badan hukum ormas

melalui pengadilan, sebagaimana sebelumnya diatur pasal 63 sampai

dengan pasal 80 undang-undang Nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarkakatan.

Sejatinya pembentukan Peraturan Perundangan-undangan memiliki

prosedur pembentukan Undang-undang, menurut W. Nalle (2017, hlm.

77) berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, secara global terdapat lima

tahapan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Lima

tahapan tersebut meliputi : perencanaan, penyusunan, pembahasan,

pengesahan, dan pengundangan. Akan tetapi dari temuan peneliti bahwa

proses atau prosedur ini tidak melibatkan partisipasi rakyat, sehingga

dengan masalah dikeluarkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang

organisasi kemayarakatan mendapat penolakan dari ormas. Karena

Page 135: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

135

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Undang-Undang tersebut awalnya Perppu yang Rakyat tidak tahu apakah

Perrpu ormas ini diwakili dan dibuat oleh wakil rakyat yaitu Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan aspirasi partisipasi

masyarakat.

Menurut W. Nalle (2017, hlm. 94) partisipasi masyarakat dalam

proses pembentukan perundang-undangan merupakan bentuk pelibatan

diskursus dengan masyarakat maka peraturan perundang-undangan

tersebut dapat memperoleh legitimasi yang lebih kuat. Selanjutnya

menurut W. Nalle (2017, hlm. 95), masyarakat dalam pembentukan

undang-undang dan peraturan daerah dapat berpartisipasi pada tahap

perencanaan, penyusunan, hingga pembahasan. Saifudin (dalam Menurut

W. Nalle, 2017, hlm. 95), mengistilahkan tahapan tersebut sebagai tahap

ante legislative, legislative, dan post Legislative.

Tabel 4.5

Partisipasi Masyarakat dalam Proses Legislasi

Ante legislative Legislative Post Legislative

1. Penelitian

2. diskusi. FGD,

Lokakarya, seminar;

3. Pengajuan usul

inisiatif melalui

presiden atau kepala

daerah, DPR/DPD

atau DPRD;

4. Perancangan RUU

1. Audiensi/RPDU di

DPR atau DPRD;

2. RUU atau Raperda

Alternatif;

3. usulan dan masukan

melalui media cetak

dan elektronik;

4. unjuk rasa

5. Diskusi, FGD,

1. Unjuk rasa;

2. Uji materil atau

uji Formil;

3. Sosialisasi

undang-undang atau

peraturan Daerah.

Page 136: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

136

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

atau Raperda. Lokakarya, seminar.

Sumber : Buku Ilmu Perundang-undangan, 2017, hlm.95

Dari penjelasan di atas menurut peneliti bahwa partisipasi

masyarakat dalam membuat kebijakan-kebijakan oleh pemerintah

diberikan peluang untk menyampaikan aspirasi dalam berpolitik. Tinggi

partisipasi tersebut harus diciptakan melalui pengkondisian.

Pengkodisian tersebut berupa dibukanya akses bagi masyarakat untuk

meningkatkan partisipasi dalam pembentukan Undang-undang, akses

untuk warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam politik yang dengan

disediakannya ruang publik. Menurut Sivadabert Purba (2015, hlm. 10)

keterlibatan warga dalam keputusan-keputusan politik akan efektif

apabila tersedia ruang yang cukup luas dalam hubungan rakyat dengan

negara. Ruang partisipasi ini disebut sebagai ruag publik (publik sphere).

Melalui ruang publik inilah, individu atau asosiasi warga masyarakat

mengaktualisasikan aspirasinya untuk mempengaruhi

keputusan-keputusan negara. Negara yang menyediakan ruang publik

yang cukup luas dan masyarakat yang memanfaatkan ruang tersebut

untuk berinterasksi dengan negara. Oleh karena itu, inilah yang akhirnya

membentuk sebuah masyarakat sipil (Civil Society).

Akan tetapi temuan dari peneliti bahwa prosedur masyarakat untuk

ikut dalam partisipasi membuat kebijakan belum sepenuhnya di dengar

oleh pemerintah, karena dengan contohnya nyata pembubaran ormas

pada bulan juli 2017 sebagai salah satu bukti pemerintah dalam

mengeluarkan kebijakannya yaitu dengan Perrpu Nomor 2 Tahun 2017

tentang organisasi kemasyarakatan telah menghilangkan prosedur dan

proses peradilan dalam hal pencabutan atau pembekuan ormas.

Berdasarkan uraian di atas maka menurut peneliti Bahwa Pasal 80A

yang menghilangkan proses peradilan mengenai pembubaran ormas atau

pencabutan status badan hukum ormas dinilai tidak adil dan tidak patuh

Page 137: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

137

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

terhadap konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu yang tercantum

pada Pasal 28D ayat 1.“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

di hadapan hukum”.

Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun

2017 tentang organisasi kemasyarakatan yang sekarang sah menjadi

Undang-undang yaitu perubahan dari Undang-undang Nomor 17 Tahun

2017 tentang organisasi kemasyarakatan merupakan suatu bentuk

kriminalisasi kelembagaan ormas, pemberian sanksi pencabutan badan

hukum ormas sepihak oleh lembaga pemerintah, peniadaan proses

mediasi, peniadaan proses administrasi, peniadaan proses pelibatan

Mahkamah Agung dengan meminta pendapat Mahkamah Agung,

peniadaan proses pengadilan sehubungan dengan pemberian sanksi

pencabutan status badan hukum ormas bertentangan dengan pasal 28E

ayat (3) dan 28D ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang menjamin hak konstitusional atas kebebasan

berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat serta hak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama dihadapan hukum dengan adanya prinsip

supremasi hukum.

Seperti yang dikemukakan oleh Asshiddiqie tentang supremasi

hukum (supremasi of law) (2017, hlm. 127) bahwa adanya pengakuan

normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua

masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam

perspektif supremasi hukum pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara

yang sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang

mencerminkan hukum yang tertinggi. Pengakuan normatif mengenai

supremasi hukum adalah pengakuan pengakuan yang tercermin dalam

perilaku sebagian terbesar masyarakatnya bahwa hukum itu memang

supreme. Bahkan, dalam republik yang menganut sistem presidensiil

Page 138: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

138

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

yang bersifat murni, konstitusi itulah yang sebenarnya lebih tepat untuk

disebut kepala negara. Prinsip hukum di Negara Indonesia seharusnya

benar-benar di aplikasikan sesuai cita-cita hukum Negara Republik

Indonesia.

Oleh karena itu, seharusnya pemerintah sebagai penyelenggara

negara yaitu dapat melindungi hak-hak ormas dan warga negara

Indonesia, dan jika ada ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hal ini

menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menegur dan mengayomi

ormas yang keluar dari Pancasila dan Islam maka itulah yang disebut

dengan kehidupan yang demokratis. Hal ini disebut proses interaksi

antar penyelenggara negara yaitu pemerintah dengan warga negara

dalam kehidupan berdemokrasi dan menjamin proses interakso tersebut.

Hal serupa seperti apa yang dikemukakan oleh Thamrin (2017, hlm. 64)

dalam penyelenggaraan negara yang demokratis, penyelenggara negara,

penyelenggara negara harus dapat menjamin dengan tetap menjaga

keseimbangan dan ketertiban bersama. Tugas itu tentu saja tidak mudah,

di satu sisi harus menjamin penegakan hukum dan ketertiban, di sisi lain

harus dapat mewujudkan penampilan yang sangat bersahabat.

Menurut temuan peneliti hak berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat yang sejatinya dilindungi konstitusi saat ini

dibatasi dengan disahkannya Perppu ormas menjadi Undang-undang, hal

ini menjadi kemunduran demokrasi, jika dilihat dari perjalanan

demokrasi di Indonesia. Perjalanan sejarah demokrasi di Indonesia telah

membuktikan bahwa tidak selamanya demokrasi dilaksanakan sesuai

dengan konstitusi. Kenyataan silih bergantinya sistem demokrasi di

Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai lahirnya Maklumat Wakil

Presiden Nomor X, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, sampai

pada munculnya reformasi menunjukkan betapa dominannya peranan

(pemerintahan) negara dalam memberikan warna terhadap sistem

Page 139: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

139

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

demokrasi di Negara Indonesia. Sementara rakyat sebagai pemegang

kedaulatan negara dipaksa mengikuti kemauan dan kekuatan elite politik

yang sedang berkuasa dalam menjalankan demokrasi. Selain itu Irawan

(2007 1986, hal, 54) mengemukakan demokrasi merupakan tatanan

hidup bernegara yang menjadi pilihan negara-negara di dunia pada

umumnya. Demokrasi lahir dari tuntutan masyarakat barat akan

persamaan hak dan kedudukan yang sama di depan hukum. Hal ini

terjadi karena pada masa sebelum adanya deklarasi Amerika dan

Perancis, setiap warga dibeda-bedakan kedudukannya baik di depan

hukum maupun dalam tatanan sosial masyarakat. Akan tetapi

kenyataannya di depan hukum tidak semua warga negara memiliki

supreme hukum yang mendukung. Dan Diamond Menegaskan (2007,

hlm. 35) demokrasi akan bertahan hanya karena tidak ada pilihan lain,

atau tiadanya alternatif yang lebih baik. Jika negara-negara yang masih

Dangkal dalam berdemokrasi dan baru berbentuk, tidak dapat

memperkuat institusi-institusi politiknya, memperbaiki fungsi

demokrasi, menghasilkan komitmen-komitmen dukungan yang lebih

aktif, positif dan terasakan di tingkat eliit dan massa, maka negara

tersebut akan mengalami kemunduran dan bahkan merobohkan

bangunan demokrasinya. Dalam konsolidasi demokrasi menurut peneliti,

yang terlibat bukan hanya individu saja, lebih dari itu ia memerlukan

beberapa aktor -aktor politi seperti partai politik, serikat buruh, asosiasi

bisnis, organisasi mahasiswa, organisasi masyarakat dan sebagainya

yang tujuan akhirnya untuk menghidupkan demokrasi yang adil dan

makmur.

Peneliti menganalisis bahwa dengan diterbitkannya Peraturan

Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi

kemasyarakatan membatasi ruang gerak kehidupan berdemokrasi dan

hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagai warga

Negara Indonesia, walaupun dari pihak pemerintah menyatakan bahwa

Page 140: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

140

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

maksud dari pembatasan ini bukanlah untuk membatasi ruang geraknya

akan tetapi batasan yang dimaksud pemerintah yaitu dalam sistem

pengelolaan dan pengawasan ormas. Padahal Hak berdemokrasi

ormas, dan hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sudah

sangat jelas dilindungi oleh konstitusi yang tercantum pada Pasal 28E

ayat 3.“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat”.

Indonesia adalah negara hukum dengan konstitusi yaitu

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, oleh karena itu

Hukum bukan hanya sekedar wacana akan tetapi harus dipatuhi. Begitu

juga dengan perlindungan hak-hak ormas dalam berdemokrasi untuk

memperjuangkan hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan

pendapat. Hal ini dijelaskan mengenai unsur-unsur Rechstaat mengenai

pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus sesuai

dengan hukum. Berge, dkk (dalam Muntoha, 2013, hlm. 4-5), yaitu :

1. Asas Legalitas, pembatasan kebebasan warga negara (oleh

pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam undang-undang yang

merupakanperaturan umum. Kemauan undang-undang itu harus

memberikan jaminan (terhadap warga negara) dari tindakan

(pemerintah) yang sewenang-wenang, kolusi, dan berbagai jenis

tindakan yang tidak benar, pelaksanaan wewenang oleh organ

pemerintah harus dikembalikan dasarnya pada undang-undang

tertulis, yakni undnag-undang formal;

2. Perlindungan Hak Asasi Manusia;

3. Keterikatan pemerintah pada hukum;

4. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan

hukum, dan

5. Pengawasan oleh hakim yang merdeka dalam hal pemerintah

melaksanakan dan menegakkan aturan-aturan hukum.

Page 141: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

141

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Menurut peneliti, pemerintah harus konsisten mengenai

Undang-undang ormas dan jangan sampai ada pihak yang merasa

dirugikan dengan disahkannya Perppu ormas menjadi Undang-undang.

Dengan Partisipasi masyarakat dalam proses legislasi yaitu post

legislasi dengan mengajukan permohonan uji materiil dan formil sebagai

bentuk upaya warga negara untuk memenuhi hak-hak

demokrasinya.seperti yang dilakukan oleh yayasan sharia law al

qonuni berdasarkan hasil penelitian, yang merasa dengan

disahkannya undang-undang ormas ini merasa dirugikan karena yayasan

tersebut sudah mendapatkan status badan hukumnya bukan dengan

waktu yang singkat akan tetapi melalui proses yang cukup panjang

dengan mematuhi prosedur yang dibuat oleh pemerintah untuk

mendapatkan status badan hukum yayasan. Oleh karena itu, karena

merasa dirugikan berkaitan dengan hak berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapatnya maka yayasan sharia law al qonuni sebagai

bentuk tindakan untuk memperoleh keadilan oleh negara dan hukum

melakukan permohonan pengujian pemerintah pengganti

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan.

Seperti yang diungkapkan oleh Gunarsi, dkk (2014, hlm.86)

demokrasi adalah salah satu bentuk mekanisme system pemerintahan

sebagai upaya mewujudkan kedaulatan yang dijalankan oleh rakyat.

Sperti halnya yang dikemukakan oleh Hook (dalam Marzuki, 2009, hlm.

17) demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dimana keputusan dan

kebijakan pemerintah didasarkan pada keputusan mayoritas yang

diberikan secara bebas dari rakuat dewasa.Semua rakyat atau dalam hal

ini warga, memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan yang

dapat mengubah hidup masyarakat. Negara Indonesia Secara Formal

adalah negara demokratis karena menganut ajaran kedaulatan rakyat

Page 142: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

142

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

yang tertulis pada UUD 1945 Alinea IV. Dengan demokrasi pancasila

yang dianut Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai didalamnya. Hal ini

sperti yang dikemukakan oleh Sudarsono (dalam muntoha, 2009, hlm.

43) demokrasi pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan pada

nila-nilai dalam kelima sila Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan,

Persatuan, Kerakyatan, Keadilan) yang dilihat sebagai suatu keseluruhan

yang utuh.

Oleh karena itu peneliti berkesimpulan, Dari penjelasan diatas

tentang demokrasi yaitu rakyat ikut telibat dalam bentuk partisipasi

masyarakat dalam politik untuk menjungjung kehidupan berdemokrasi

yang adil berlandaskan hukum dalam pengambilan keputusan yang

dapat mengubah hidup masyarakat.

Terkait dengan Perppu nomor 2 Tahun 2017, ormas seakan-akan

dikunci, dibelenggu hak-haknya dalam berdemokrasi yang dalam negara

demokrasi dilindungi oleh konstitusi. Organisasi yang menjadi tempat

mereka melakukan kegiatan yang tujuannya untuk ikut memajukan

negara melalui wadah ormas di batasi dan dikontrol untuk kepentingan

negara tanpa menerima saran dari masyarakat sebagai warga negara.

Contoh nyata dari Tindakan pemerintah yaitu Tindakan membubarkan

ormas merupakan salah satu pelanggaran Hak-hak sebagai warga negara

apalagi dengan isi pasal yang menghilangkan prosedur pembubaran

ormas. Oleh karena itu peneliti berkesimpulan bahwa konsep hidup

berdemokrasi untuk ormas dan hak berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat dikriminalisasi dengan adanya undang-undang

Ormas dan perppu ormas khususnya pasal 80A mengancam kehidupan

berdemokrasi ormas.

Analisis dari peneliti bahwa Aturan terkait pembubaran ormas yang

telah diatur dalam UU No.17 tahun 2013 tentang ormas dan dalam UU

No.16 tahun 2017 tentang Ormas masing masing mempunyai kelemahan

dan kelebihan yang berbeda. terkait Konsep ideal pembubaran ormas

Page 143: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

143

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

tidak harus sama sekali baru dari UU No.17 tahun 2013 tentang ormas

dan UU No.16 tahun 2017 tentang ormas, tapi tidak menutup

kemungkinan juga ada mekanisme yang baru yang dapat menjadi

pertimbangan pembubaran ormas sebagai bentuk perbaikan dan

penyempurnaan dari Undang undang sebelumnya agar menjadi

peraturan yang lebih baik sehingga dapat mengakomodir secara

seimbang antara kedaulatan negara dan hak civil society masyarakat.

Menurut Peneliti Konsep ideal Pembubaran Ormas yaitu : 1)Apabila

ditemukan Ormas yang melakukan pelanggaran maka akan dijatuhi

sanksi administrasi berupa peringatan tertulis terlebih dahulu. Pada UU

No.17 tahun 2013 tentang Ormas diatur terkait peringatan tertulis

dijatuhkan sebanyak 3(tiga) kali dengan jangka waktu 30 hari,

sedangkan dalam UU No.16 tahun 2017 peringatan tertulis hanya

dijatuhkan satu kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja. Terkait

sanksi administrasi memang sudah tepat apabila peringatan tertulis

hanya diberikan (1) satu kali karena memandang Pemerintah

membutuhkan legalitas untuk bertindak cepat dalam konteks menjaga

ketentraman dan ketertiban umum. 2) Semua proses pembubaran harus

melalui mekanisme pembekuan. Jadi, apabila Ormas tidak mematuhi

peringatan tertulis dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari, maka Pemerintah

dapat membekukan Ormas tersebut. Kemudian di tahap ini peran

Pengadilan diperlukan sebagai bentuk check and balances dan menjadi

tempat bagi Ormas yang dibekukan untuk membela diri. namun yang

menjadi catatan, bahwa peran Pengadilan di sini bukan untuk

membubarkan Ormas tetapi untuk menyatakan sah tidaknya pembekuan

yang dilakukan Pemerintah. Menurut Asshddiqie (2010, hlm. 281), salah

satu ciri negara hukum adalah adannya pembatasan kekuasaan dalam

penyelenggaraan kekuasaan negara. Sehingga peran Pengadilan yang

ditempuh sebelum membubarkan Ormas tersebut sejalan dengan prinsip

negara hukum dan nilai-nilai demokrasi. 3) apabila dalam putusan

Pengadilan terbukti Ormas yang dibekukan melakukan pelanggaran

Page 144: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

144

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

sehingga Pembekuan tersebut sah, maka ormas diberikan jangka waktu 3

(tiga) bulan setelah menerima putusan untuk memperbaiki kesalahannya.

Namun, apabila dalam jangka waktu tersebut ormas yang dibekukan

tersebut masih melanggar, maka Pemerintah dapat mencabut surat

keterangan terdaftar atau status badan hukum ormas tersebut sekaligus

dinyatakan bubar. Namun demikian, keputusan pencabutan status badan

hukum tersebut masih dapat dibatalkan di PTUN.

Sedangkan menurut peneliti Perpuu ormas pasal 80A yang

menghilangkan proses peradilan dianalisis dalam perspektif pendidikan

kewarganegaraan sebagaimana menurut Tujuan Pendidikan

Kewarganegaraan dalam NCSS (dalam Wuryan & Syaifullah, 2008,

hlm. 76) adalah :

1. Pengetahuan dan keterampilan guna memecahkan masalah dewasa ini.

2. Kesadaran terhadap pengaruh sains dan teknologi pada peradaban

serta manfaatnya untuk memperbaiki nilai kehidupan.

3. Kesiapan guna kehidupan ekonomi yang efektif.

4. Kemampuan untuk menyusun berbagai pertimbangan terhadap

nilai-nilai untuk kehidupan yang efektif dalam dunia yang selalu

mengalami perubahan.

5. Menyadari bahwa kita hidup dalam dunia yang terus berkembang

yang membutuhkan kesediaan untuk menerima fakta baru, gagasan

baru, serta tata cara hidup yang baru.

6. Menggunakan seni yang kreatif untuk mensensitifkan dirinya

sendiri terhadap pengalaman manusia yang universal serta pada

keunikan individu.

Tujuan Pendidikan kewarganegaraan seperti penjelasan diatas yaitu pada

pokonya untuk menjadi masyarakat lebih dewasa dengan adanya perubahan

perubahandan dapat menghadapi tantang dan ancaman dan semua itu diwadahi

melalui Pendidikan Kearganegaraan. Akan tetapi proses pendewasaan negara

harus didukung pula dengan aspirasi warga negara yaitu dalam pembahasan ini

ormas, negara yang dewasa apabila mengeluaran suatu statement haruslah

berdasarkan pertimbangan bukan hanya dari kepala negara maupun selaku

pembantu kepal negara melainkan menerima dan memasukan aspirasi

Page 145: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

145

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

masyakat yaitu ormas dalam prodak suatu negara seperti salah satu conta

perppu ormas Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A yang menghilang proses dan

prosedur pencabutan status badan hukum ormas yang tercantum dalam

undnag-undang nomor 17 tahun 2013 tentang ormas, hendaknya pemerintah

memberikan pertimbangan yang matang sehingga rakyat mengerti dan paham

dengan terbitnya perppu ormas bukan untuk membatasi hak berserikatnya akan

tetapi untuk mengatur ormas dalam wadah pendidikan pendewasaan melalui

pendidikan yang berkewarganegaraan sesuai nilai-nilai pancasila.

4.3.2 Pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas

dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan.

Kehidupan demokrasi di Indonesia semakin hari semakin terlihat

semarak. Demokrasi menjadi semacam kata sakti untuk melegitimasi

hal-hal yang bisa jadi bermuatan lain di luar demokrasi. Seperti

berdasarkan penelitian tentang Kehidupan berdemokrasi di Indonesia

untuk memperjuangkan hak-hak sebagai warga negara dalam

berorganisasi melalui Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang

organisasi kemasyarakatan. Menurut Azra (2015, hlm. 81) suatu

pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme

penyelenggaraannya melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi.

Prinsip-prinsip dasar demokrasi adalah persamaan, kebebasan, dan

pluralisme. Artinya, menurut peneliti Persamaan yaitu untuk kehidupan

demokrasi yang adil makan harus disamakan dimata hukum dengan

adanya prinsip supremasi hukum bagi setiap warga

negara/kelompok/oganisasi. Kebebasan yaitu kebebasan dalam

memperoleh hak-hak sebagai warga negara, dikuhususkan dalam

penelitian ini yaitu hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan

pendapat yang dijamin dilindungi oleh konstitusi. Pluralisme yaitu negara

atau pemerintah hendaknya memahami keberagaman setiap warga negara

Page 146: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

146

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

dalam menjalankan partisipasi politik masyarakat untuk membingkan

negara menjadi negara yang maju dan berkembang, yaitu melalui wadah

organisasi. Dengan ini, maka kehidupan berdemokrasi dapat dikatakan

adil apabila memenuhi prinsip-prinsip dalam kehidupan berdemokasi.

Mengenai kehidupan berdemokrasi sebagai warga negara maka

berhubungan dengan hak-hak warga negara, hal tersebut disebut

pendemokrasian. Pendemokrasian atau kehidupan berdemokrasi menurut

peneliti isu-isu politik, seperti yang dikemukakan oleh Poti (2016, hlm.

84) bahwa pendemokrasian merupakan tema dan isu isu pokok perubahan

dunia saat ini, di dalamnya terdapat berbagai persoalan yang saling terkait

satu sama lain(inherent), mengenai kebebasan yag antaranya seperti

hak-hak masyarakat sipil, hak-hak masyarakat dalam perbedaan dan

keberbagaian, pendekatan nilai dan kelestarian budaya.

Berdasarkan penelitian oleh peneliti mengenai hak berdemokrasi

warga negara atau ormas dengan adanya Undang-undang ormas Nomor 16

Tahun 2017 tidak dibuat dengan politis oleh pemerintah. Karena peneliti

menemukan bahwa ada pihak yang merasa dirugikan dengan

disahkannnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang organisasi

kemasyarakatan yaitu dari yayasan sharia law al qonuni, sebagai ormas

berbadan hukum privat berbentuk yayasan, yang secara konstitusional

telah dirugikan hak konstitusionalnya untuk menjalankan kebebasan

berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, sekaligus Hak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum dalam naungan badan hukum

privat berdasarkan konstitusi pasal 28E ayat (3) Jo. 28D ayat (1) UUD NRI

1945, atas diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang –

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. CI

menyatakan bahwa hadirnya Undang-undang ormas pengganti

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 menjadi keresahan Yayasan

tersebut Sehingga menurut CI dengan adanya perppu ormas nomor 2

Page 147: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

147

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Tahun 2017 dan pasal di dalamnya ini membatasi kehidupan berdemokrasi

sebagai warga Negara melalui wadah organisasi.

Pada dasarnya negara mempunyai sebuah tujuan negara untuk

menjadikan negara yang kuat hal ini dinamakan politik hukum oleh

pemerintah yang Menurut Mahfud MD (2017, hlm. 1) politik hukum atau

politik yang berlandaskan atas hukum adalah “legal policy” atau garis

(kebijakan) remi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan

pembutan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam

rangka mencapai tujuan negara. Politik adalah interaksi manusia dalam

konteks kekuasaan, dimanapun tempatnya. Begitu juga seperti yang

dikemukakan oleh Lasswels (dalam Muntoha 2014, hlm. 326)

menyatakan bahwa politics is who gets what, when, and how (politik itu

adalah siapa memperoleh apa, kapan, dan bagaimana). Seperti

pembuataan Peraturan Perundang-undangan, kebijakan, perencanaan,

dan lain sebagainya. Seperti yang diketahui bahwa kekuasaan merupakan

hubungan yang pasti terjadi dalam interaksi manusia dimanapun ia

berada sehingga aktivitas politik terjadi dimanapun dan kapanpun. Setiap

orang tidak bisa melepaskan diri dari aktivitas politik, itulah sebabnya

aristoteles menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicoon,

kehidupan manusia memiliki dimensi politis.

Dari perspektif politik yang dijelaskan diatas bahwa sebuah

keputusan bersifat politis apabila diambil dengan memperhatikan

kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan. Peneliti menganalisis

kehidupan berdemokrasi di Indonesia haruslah Politis dimana para

pelaku politik yang membuat kebijakan harus berpihak pada rakyat

dengan tidak merugikan perorangan, kelompok, yayasan ataupun

organisasi masyarakat dengan dibuatnya Undang-undang Ormas

Nomor 16 Tahun 2017. Karena terciptanya pembangunan politik yang

baik menurut Mashuri (2014, hlm. 185) kunci dan pembangunan politik

yang meliputi hal-hal berikut. Pertama, berkaitan dengan rakyat secara

keseluruhan, maka pembangunan politik berarti suatu perubahan dari

Page 148: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

148

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

subyek dan status ke peningkatan sejumlah kontribusi warganegara

karena adanya perluasan partisipasi massa, serta perluasan suatu

sensitivitas pada prinsip-prinsip equality dan penerimaan yang lebih luas

lagi akan hukum-hukum yang universalistik. Kedua, berkaitan dengan

kemampuan pemerintahan dan sistem politik secara umum,

pembangunan politik meliputi peningkatan kapasitas dan sistem politik

untuk mengatur permasalahan-permasalahan umum, mengontrol

kontroversi, dan mengakomodasi tuntutan-tuntutan rakyat. Ketiga,

berkaitan dengan organisasi-organisasi masyarakat politik, pembangunan

politik dimaksudkan untuk terjadinya perluasan diferensiasi struktural,

spesialisasi fungsional, dan perluasan integrasi dan semua

organisasi-organisasi yang berpartisipasi di dalamnya

Dari pemaparan menurut Mashuri pada poin ketiga tentang

pembangunan politik untuk menuju kehidupan demokrasi yang

demokratis sebagai warga Negara yaitu dengan berkaitan dengan

organisasi-organisasi masyarakat politik. Hal dimaksud ormas

mempunyai peran penting untuk membangun politik Negara dengan

aspirasi-aspirasi pemikiran politik ormas. Oleh sebab itu, pemerintah

tidak seharusnya membuat Undang-undang yang mengkriminalisasi

ormas dengan salah satu contohnya pasal-pasal yang menghilangkan

prosedur pembubaran ormas dengan Menghilangkan Pasal 63 sampai 80

dalam perppu nomor 2 Tahun 2017.

Pasal 80A yang menjadi fokus penelitian, memerlukan analisis

secara mendalam, dengan menggunakan triangulasi berdasarkan tiga

sumber data yakni yayasan sharia law al qonuni, dan pakar hukum, dan

kementerian dalam Negeri Republik Indonesia :

Tabel 4.6

Triangulasi dengan Tiga Sumber Data

Ketua Yayasan Sharia

Law Al Qonuni

Pakar Hukum Kemendagri

(pendaftaran Ormas)

Page 149: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

149

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

pasal 80A dalam

Perppu no.2 thn 2017

yang berisi

pencabutan status badan hukum

merupakan bentuk

pembatasan kebebasan berserikat

ormas karena

sebenarnya keberadaan

Undang-Undang

Nomor 17 Tahun

2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan lebih

sempurna dan memadai. Karenanya,

Perppu Ormas tidak

memiliki urgensi

untuk diterbitkan, mengingat prosedur

dan mekanisme yang

lebih lengkap dan memadai terkait

mengatasi dinamika

keormasan Menurut UU No. 17/2013, baik

melalui upaya

Persuasif, mekanisme

pemberian Sanksi Administrasi berupa

Peringatan Tertulis,

pembekuan sementara dan mekanisme

yudisial untuk dapat

membubarkan ormas, hak atas kebebasan

berserikat dalam UU

ormas itu sendiri

dilakukan dengan memberikan

kebebasan berserikat

sepanjang tidak melanggar tuntutan

yang adil atas dasar

pertimbangan moral,

nilai agama, keamanan dan

ketertiban umum yang

pasal 80A dalam

Perppu Nomor 2

Tahun 2017 yang

berbunyi “pencabutan status

badan hukum ormas

sebagaiman dimaksud dalam

pasal 61 ayat (1)

huruf c dan ayat (3) huruf b sekaligus

dinyatakan bubar

berdasarkan

peraturan pemerintah

pengganti

undang-undang ini‟. dari bunyi pasal 80A

yang merujuk pada

pasal 61 ayat (1)

huruf c yang berbunyi “(1) sanksi

adminstratif

sebagaimana dimaksud dalam

pasal 60 ayat (1)

terdiri atas: a. peringatan tertulis; b.

penghentian

kegiatan;dan/atau c.

pencabutan surat keterangan terdaftar

atau pencabutan

status badan hukum. Dan ayat (3) huruf b

yang berbunyi :” b.

pencabutan status

badan hukum oleh menteri yang

menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang hukum dan

hak asasi manusia.

pasal di atas, terdapat banyak pembatasan

hak atas kebebasan

berserikat yang tidak

sesuai dengan amanat UU HAM

maupun peraturan

pasal 80A yang

berisi pencabutan

status badan hukum

ormas tidak ada niat untuk membatasi

kebebasan ormas

dalam berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan

pendapat. Pasal 80A yang

menghilangkan

proses dan prosedur

pencabutan status badan hukum ormas

dalam

undang-undang nomor 17 tahun

2013 dalam pasal 63

sampai 80 saat ini

sudah tidak sesuai lagi karena prosedur

pencabutan status

badan hukum ormas dalam undang

undang tersebut

membutuhkan proses yang lama

sehingga banyak

waktu yang terbuang

apabila negara berada dalam

ancaman dari ormas

yang ingin menggantikan dasar

negara indonesia

yaitu pancasila, oleh

karena itu sudah benar kepala negara

mengeluarkan

perppu ormas nomor 2 tahun 2017 karena

hal tersebut berada

dalam kondisi mendesak untuk

menjaga keamanan

nasional dan

kestabilan negara dari ancaman ormas

yang berniat

Page 150: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

150

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

diakui dalam

masyarakat yang

demokratis.

Meletakkan batas dan memberi dasar bagi

penindakan terhadap

ormas, jikalau kebebasan berkumpul

dan berserikat yang

dimiliki ternyata mengakibatkan

pelanggaran terhadap

hak orang lain dan

ketertiban umum, menyebabkan ada

kemungkinan

organisasi masyarakat yang demikian

dikenakan sansi

hukum, bukan hanya

menyangkut anggota-anggota,

melainkan juga

terhadap organisasi (corporate)nya yang

kemudian dibebankan

kepada pengurus. Sanksi tersebut

merupakan bagian

penting dalam

pengaturan ormas untuk menanggapi

perkembangan yang

terjadi di masyarakat. Sanksi tersebut

bahkan dapat secara

optimal sampai

kepada pembubaran ormas dan

perampasan aset yang

digunakan untuk melakukan

pelanggaran hukum

sedemikian rupa ekstrim dalam

akibat-akibatnya

namun hal yang

terjadi berkaitan pasal 80A dalam Perppu

nomor 2 tahun 2017

HAM internasional.

Diantaranya ada

pembatasan yang

didasarkan pada perihal yang

mencabut status

badan hukum yaitu oleh mennteri yang

menyelenggarakan

urusan di bidang hukum yang

seharusnya proses

pencabutan status

badan hukum harus diajukan terlebih

dahulu ke pengadilan

negeri setelah dinyatakan bersalah

oleh hakim maka

ormas yang

melanggar boleh dibubarkan atau

dicabut status badan

hukumnya bukan langsung dibubarkan

secara sepihak oleh

kementerian hukum dan HAM, ini tentu

tidak dibenarkan

karena akan menjadi

pelanggaran terhadap pembatasan

hak asasi

manusia.pembatasan-pembatasan di atas

memberi petunjuk

tidak dilakukannya

pembatasan secara proporsional dan

tidak didasarkan

adanya kebutuhan yang nyata untuk

dilakukannya

pembatasan sesuai instrument HAM

baik nasional

maupun

internasional. Hal ini memberi petunjuk

pula bahwa tidak

memecah belah

pemikiran

masyarakat.

Page 151: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

151

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

ini tentang

pencabutan status

badan hukum

merupkan bentuk pembatasan ormas

dalam hak berserikat,

semua pembatasan

didasarkan pada

adanya kebutuhan

yang mendesak (necessity) dan lebih

jauh hal ini memberi

petunjuk bahwa pembatasan yang

dilakukan memenuhi

tujuan yang sah (legitimate aim).

Sumber : Diolah oleh Peneliti 2018

Berdasarkan tabel triangulasi di atas menunjukkan bahwa Pasal 80A

dalam perppu nomor 2 tahun 2017elah memberangus hak berdemokrasi

ormas yaitu yayasan sharia Law AlQonuni, yaitu hak berserikat

berkumpul dan mengeluarkan pendapat, karena yang seharusnya ormas

berfungsi untuk ikut serta berpartisipasi memajukan negara melalui

opini-opini yang disumbangkan kepada negara kini tidak lagi

dibutuhkan, hal ini terbukti dengan dibabrkannnya salah satu ormas

karena kegiatan dakwahnya karena sesungguhnya kegiatan dakwah yang

apabila kegiatan itu tidak keluar dari jalur islam tidak berhak dibubarkan

kegiatan dakwah karena ajarannya bukan bersumber dari manusia

melainkan lagsung dari pencipta, oleh karena itu dengan alasan demikian

maka pihak yang merasa dirugikan yakni yayasan Law Sharia al-Qonuni

dalam ikhtiar untuk mendapat pengesahan Badan Hukum Yayasan

melalui Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor AHU-0002674.AH.01.04.Tahun 2017 Tentang

Pengesahan Badan Hukum Yayasan Sharia Law Alqonuni telah melewati

serangkaian proses dan prosedur yang tidak mudah serta telah

mengorbankan waktu, tenaga, fikiran dan biaya. Dan Jangan sampai

dengan pasal 80A tersebut yayasan sharia Law AlQonuni dapat dicabut

stats badan hukumnya karena memiliki kegiatan mendakwahkan ajaran

Page 152: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

152

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

islam. Agar lebih jelas lagi maka peneliti mencoba memaparkan

triangulasi berdasarkan teknik pengumpulan data di bawah ini:

Tabel 4.7

Triangulasi dengan Teknik Pengumpulan Data

Wawancara Observasi Dokumentasi

Dari Hasil wawancara (CI) pasal 80A dalam

Perppu no.2 thn 2017

yang berisi

pencabutan status badan hukum

merupakan bentuk

pembatasan kebebasan berserikat

ormas karena

sebenarnya keberadaan

Undang-Undang

Nomor 17 Tahun

2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan lebih

sempurna dan memadai. Karenanya,

Perppu Ormas tidak

memiliki urgensi

untuk diterbitkan, mengingat prosedur

dan mekanisme yang

lebih lengkap dan memadai terkait

mengatasi dinamika

keormasan Menurut UU No. 17/2013, baik

melalui upaya

Persuasif, mekanisme

pemberian Sanksi Administrasi berupa

Peringatan Tertulis,

pembekuan sementara dan mekanisme

yudisial untuk dapat

membubarkan ormas,,

Perppu Ormas Nomor

2 Tahun 2017

mengekang

kebebasan ormas

Dari hasil Observasi Bahwa memang

benar dalam Pasal

80A perppu nomor 2

Tahun 2017 telah menghilangkan

prosedur

pembubaran ormas seperti yang adalam

pasal 63 sampai 80

pada undang-undang ormas Nomor 17

Tahun 2017,

sehingga dengan

alasan ini yayasan sharia laq al qonuni

mengajukan

permohonan uji formil berkaitan

pasal-pasal tersebut.

Dokumen–dokumen

yang di dapat seperti Permohonan Uji

materil dan formil

Peraturan pemerintah

pengganti

Undang-undang

nomor 2 tahun 2017 atas perubahan

Undang-undang

nomor 17 tahun 2017, menunjukkan

adanya

kekuatan/rezim otoriter karena

seharusnya negara

yang patuh hukum

haruslah berlandaskan hukum

bukan terbalik

hukum yang patuh pada negara.

Page 153: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

153

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

untuk berorganisasi,

untuk menjalankan

menjalankan kegiatan

keorganisasian yang sebenarnya

kegiatannya

dilindungi oleh konstitusi Negara

Indonesia yaitu pada

Pasal 28E ayat (3) Undang-undang

Negara Republik

Indonesia Tahun

1945.

(SW) upaya dari

pemerintah untuk

menertibkan

administrasi Ormas maka dalam Perppu

Ormas nomor 2 tahun

2017, terdapat pula pasal yang

menunjukkan bahwa

negara membatasi hak

ormas yaitu pada pasal 62 ayat (1), (2)

dan (3) pasal yang

menegaskan pasal 61 ayat 1. pasal tersebut

terdapat pembatasan

hak atas kebebasan berserikat yang tidak

sesuai dengan amanat

UU HAM maupun

peraturan HAM internasional

(FS) undang-undang

nomor 17 tahun 2013

dalam pasal 63 sampai 80 saat ini

sudah tidak sesuai lagi

karena prosedur pencabutan status

badan hukum ormas

dalam undang undang tersebut

membutuhkan proses

yang lama sehingga

banyak waktu yang terbuang apabila

Page 154: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

154

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

negara berada dalam

ancaman dari ormas

yang ingin

menggantikan dasar negara. oleh karena

itu sudah benar

presiden mengeluarkan perppu

ormas karena hal

tersebut berada dalam kondisi mendesak

untuk menjaga

keamanan nasional

dan kestabilan negara dari ancaman ormas

yang berniat

memecah belah pemikiran

masyarakat. Sumber : Diolah oleh Peneliti 2018

Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa adanya penyisipan

pasal 80A diantara Pasal 80 dan 81 dalam perppu nomor 2 tahun 2017

telah menghilangkan prosedur pencabutan status badan hukum yang

sejatinya itu sudah benar diatur dalam pasal 63 sampai 80 dalam

undang-undang nomor 17 tahun 2017 oleh karena itu masih banyak

yang harus dievaluasi dan di perbaiki perihal Peraturan pemerintah

pengganti undang-undang tentang ormas ini yang sekarang telah sah

menjadi undang-undang. Triangulasi berdasarkan tiga sumber dan tiga

teknik pengumpulan data, merupakan pembuktian keabsahan penelitian

yang dilakukan, perihal Kehidupan berdemokrasi berdasarkan

Undang-undang ormas dalam perspektif pendidikan politik. Hasil

triangulasi tersebut menunjukkan bahwa perppu ormas nomor 2 tahun

2017 mengancan kehidupan berdemokrasi ormas dan penghapusan pasal

krusial yaitu pasal 63 samapi 80 prosedur pencabutan status badan

hukum ormas diberangus sehingga adanya bentuk rezim otoriter oleh

pemerintah, ormas dikendalikan pemerintah dengan adanya

undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 ini, padahal organisasi

Page 155: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

155

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

masyarakat (ormas) mempunya peran penting untuk ikut serta

memajukan negara melalui kegiatannya.

Hal ini menurut peneliti melanggar hak-hak ormas untuk

menjalankan kebebasan kehidupan berserikat. Menurut peneliti

salah satu hal yang sangat penting dalam demokrasi adalah kebebasan

warga negara dalam berbagai aspek, baik itu kebebasan berpendapat,

kebebasan berserikat dan kebebasan beragama menurut agama dan

keyakinan masing, semua aspek kebebasan tersebut telah dicantumkan

dalam konstitusi negara kita serta dilindungi hak kebebasan warga

negara tersebut. Selain itu Syamsir (2015, hlm. 116), hal yang sangat

penting dalam demokrasi adalah keadilan bagi setiap warga Negara

yang kemudian dituangkan dalam konstitusi dan hukum positif di

Indonesia.

Pemerintah dalam hal ini ketika menerbitkan Perrpu secara

konstitusi harus sesuai prosedur, yaitu Bahwa penerbitan Perppu adalah

hak subjektif Presiden, akan tetapi persyaratan-persyaratan pembuatan

Perppu menjadi ranah publik karena akibat penerbitan Perppu oleh

Presiden langsung mengikat warga negara dan menimbulkan akibat

(implikatif) bagi warga negara. Sehingga Presiden harus tunduk kepada

maksud dan tujuan Pembuat Undang-Undang Dasar 1945 dan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembuatan

Perundang-undangan.

Mahkamah Konstitusi menyebut ada 3 (tiga) syarat penerbitan

Perppu sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan putusan

Mahkamah Konstitusi No.138/PUU –Vll/2009, yaitu :“Menimbang

bahwa dengan demikian Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang diperlukan apabila: 1. Adanya keadaan yaitu

kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat

berdasarkan Undang-Undang; 2. Undang-Undang yang dibutuhkan

Page 156: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

156

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada

Undang-Undang tetapi tidak memadai;3. kekosongan hukum tersebut

tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara

prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama

sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk

diselesaikan.

Terkait dengan penerbitan Perppu No.2 Tahun 2017, terdapat

beberapa perdebatan terkait dengan parameter “kegentingan yang

memaksa”. Menurut penulis kita dapat merujuk pada unsur subjektif dan

unsur objektif norma yang mengatur Perppu.

Kedudukan Perppu sebagai norma subjektif yaitu bahwa

“Kegentingan memaksa” menjadi pertimbangan dikeluarkannya sebuah

PERPPU alasannya bersifat subjektif Presiden sesuai dengan yang telah

tercantum dalam Pasal 22 UUD NRI 1945, akan tetapi alasan-alasan

yang menjadi pertimbangan Presiden untuk mengeluarkan sebuah

Perppu harus didasarkan pada kondisi objektif bangsa dan negara yang

tercermin dalam konsideran “Menimbang” dari PERPPU yang

bersangkutan.

Unsur objektif mengenai penerbitan Perppu dapat merujuk pada

Putusan Mahkamah Konstitusi No.138/PUU-VII/2009. Penjelasan

mengenai frasa “kegentingan memaksa” antara lain dapat ditemukan

dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi

No.138/PUU-VII/2009. Mahkamah konstitusi menafsirkan frasa

“kegentingan memaksa” bagi Presiden untuk menetapkan Perppu. yang

dimaksud konstitusi sebagai prasyarat perlu dibuat sebuah perppu

adalah ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum

secara cepat berdasarkan UU, UU yang dibutuhkan belum ada sehingga

terjadi kekosongan hukum atau ada UU tetapi tidak memadai, dan

kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat

UU secara prosedur biasa karena memerlukan waktu yang cukup lama

Page 157: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

157

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk

diselesaikan.

Apabila mengacu pada ketentuan di atas, maka penulis berpendapat

bahwa Perppu ormas tidak memenuhi unsur subjektif dan unsur objektif

kegentingan yang memaksa, karena Presiden tidak pernah sekalipun

mengeluarkan pernyataan “State Of Emergency” yang menjadi landasan

sekaligus Prosedur Konvensi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan. Negara dalam kondisi aman dan tidak ada kegentingan

yang memaksa untuk menerbitkan Perppu, oleh karena itu Menurut

peneliti hal ini merupakan tindakan gegabah pemerintah sehingga

berujung pada salah satu yayasan yang merasa dirugikan hak-haknya

dengan adanya Perppu ini.

Oleh karena itu, peneliti menganalis bahwa upaya yang dilakukan

oleh yayasan sharia law al qonuni dengan menempuh jalur hukum untuk

memperjuangkan hak berdemokrasi sebagai warga Negara adalah hal

yang lumrah dan umum dilakukan oleh ormas atau lembaga, kelompok

maupun organisasi yang merasa dirugikan hak-hak nya. Upaya ini

merupakan salah satu bentuk memperjuangkan kehidupan berdemokrasi

untuk memperoleh keadilan bagi setiap warga negara seperti yang

dikatakan oleh Syamsir. Keadilan merupakan aspek yang penting dan

hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat, kelompok maupun organisasi

sebagai warga Negara yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi

Negara Republik Indonesia dan Konstitusi secara tegas telah memberikan

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hokum sebagaimana diatur dalam Pasal

28D ayat (1) UUD NRI 1945.

Selain itu dianalisis dari perspektif Pendidikan Kewarganegaraan

bahwa pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas

Page 158: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

158

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan bahwa seharusnya

pengaturan tersebut membuat norma-norma, kaidah hukum yang

mengatur sesuai dengan kebutuhan dan keadaan suatu negara dan

pengambilan keputusan tersebut haruslah melibatkan warga negara

karena warga negara yaitu ormas memahami pula apa tujuan dari

presideng mengeluarkan suatu aturan karena mereka mempunyai hak

untuk mengeluarkan pendapat, seperti yang diungkapkan oleh Zamroni

mengenai Pengertian Pendidikan kewargnegaraan menurut Zamroni

(Azra,2003, hlm.7) adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk

mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak

demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaraan kepada generasi

baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat

yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Oleh karena itudari

pengerian pendidikan kewarganegaraan yang mengatakan adanya

pendidikan demokrasi, artinya ciri dari negara demokrasi adalah

menerima dan pendapat warganya dan merangkul warganya apabila

keluar dari zona pancasil dan permasalahan tentang pasal 80A

pencabutan status badan huku ormas yang terdapat dalam perppu

merupakan hak warga negara juga untuk dapat mengkritiknya dan negara

pun harus menerima dan memasukan kritk itu ke dalam daftar perbaikan

aturan tersebut yang tujuannya agar negara dan warganya sama sama

berjalan berdampinya dan tidak ada kesalahpahaman kembali untuk

kedepannya.

Oleh karena itu, peneliti berkesimpulan dari hasil penelitian bahwa

pasal 80A yang disisipkan diantara pasal 80 dan 81 dalam Peraturan

pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2017 perlu di

review sehingga dengan hal ini keadilan dapat ditegakkan sesuai

konstitusi seperti yang tertulis pada bunyi sila ke lima dalam Pancasila

“keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Page 159: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

159

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

4.3.3 Upaya yang dilakukan ormas berkaitan peniadaan prosedur

pencabutan status badan hukum ormas dalam pasal 80A

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti

didapatkan sebuah informasi bahwa upaya yang dilakukan ormas

berkaitan penghapusasn prosedur pencabutan status badan hukum ormas

dalam Pasal 80A yang menjadi fokus penelitian, memerlukan analisis

secara mendalam, dengan menggunakan triangulasi berdasarkan satu

sumber data yakni yayasan sharia law al qonuni, selaku pihak yang

mengajukan gugatan :

Tabel 4.8

Triangulasi dengan Satu Sumber Data

Yayasan Sharia Law Al Qonuni

Pasal 80A dalam perppu nomor 2 tahun 2017 yang mengapus pasal 63 sampai

pasal 80 dan yang menghilangkan prosedur pencabutan status badan hukum ormas, sebagaimana sebelumnya diatur dalam prosedur pencabutan satus badan hukum

sejak mediasi, pemberian sanksi administratif, penghentian dana bantuan,

pembekuan sementara, dan permohonan status badan hukum ormas melalui pengadilan menurutnya bentuk pengekangan terhadap ormas sehingga berujung

membatasi hak-hak dan kebebasan ormas dalam berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat sebagai warga negara Indonesia yang secara konstitusi

sebenarnya sudah tertulis jelas bahwa Hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dilindungi oleh konstitusi. Akan tetapi kenyataannya dengan disahkannya

Perppu menjadi Undang-undang Ormas bukan memberikan kebebasan untuk

\menjalankan haknya melalui kegiatan-kegiatan ormas tetapi membatasi kegiatan ormas dengan adanya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017.

hak kostitusonal yang telah diberikan berdasarkan ketentuan pasal 28D ayat (1)

UUD NRI 1945 terancam terabaikan dan diberangus oleh ketentuan pasal 80A Perppu Ormas, sehingga tidak ada Due Proces Of Law dan tidak ada kesetaraan

kedudukan antara Ormas dengan Pemerintah. Pemerintah bias secara sepihak

membubarkan tanpa melalui proses hukum di pengadilan.

dihilangkannya prosedur pembubaran melalui pengadilan berdasarkan ketentuan pasal 80A Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

Tentang Organisasi Kemasyarakatan, maka setiap Ormas termasuk Yayasan Sharia Law al Qonuni terancam dibubarkan secara sepihak oleh pemerintah tanpa melalui

proses pengadilan. dengan alasan tersebut sebagai Ormas berbadan hukum

berbentuk Yayasan, memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon dalam

Kapasitasnya sebagai Ormas Berbadan Hukum Privat berbentuk Yayasan, yang secara konstitusional telah dirugikan Hak Konstitusionalnya untuk menjalankan

kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, sekaligus Hak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan

Page 160: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

160

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

yang sama di hadapan hukum dalam naungan badan hukum privat berdasarkan

konstitusi pasal 28E ayat (3) Jo. 28D ayat (1) UUD NRI 1945, atas diterbitkannya

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 Tentang

Perubahan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. CI mengatakan alasannya mengajukan permohonan uji formil dan

materil Perrpu Ormas atas nama Yayasan Law Al qonuni.

Mahkamah konstitusi perlu memeriksa dan mengadili perkara ini mengenai pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang

Organisasi Kemasyarakatan secara Formil maupun Materil yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 80A yang menghilangkan

prosedur pencabutan status badan hukum yang adil.

Sumber diolah oleh peneliti, 2018

Berdasarkan tabel triangulasi di atas menunjukkan bahwa Pasal 80A

dalam perppu nomor 2 tahun 2017 tentang prosedur dan proses

pencabutan badan hukum ormas telah memberangus hak berdemokrasi

ormas yaitu yayasan sharia law al qonuni, yaitu hak berserikat berkumpul

dan mengeluarkan pendapat, oleh karena itu dengan alasan demikian

maka pihak yang merasa dirugikan yakni yayasan law sharia al qonuni

dalam ikhtiar untuk mendapat pengesahan badan hukum yayasan melalui

keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor AHU-0002674.AH.01.04.Tahun 2017 tentang pengesahan badan

hukum yayasan sharia law al qonuni telah melewati serangkaian proses

dan prosedur yang tidak mudah serta telah mengorbankan waktu, tenaga,

fikiran dan biaya. Dan Jangan sampai dengan pasal 80A tersebut yayasan

sharia law al qonuni dapat dicabut stats badan hukumnya karena memiliki

kegiatan mendakwahkan ajaran islam. Agar lebih jelas lagi maka peneliti

mencoba memaparkan triangulasi berdasarkan teknik pengumpulan data

di bawah ini:

Tabel 4.9

Triangulasi dengan Teknik Pengumpulan Data

Wawancara Observasi Dokumentasi

Dari hasil wawancara Pasal 80A

dalam perppu nomor 2 tahun 2017

Dari hasil

Observasi

Dokumen–

dokumen yang

Page 161: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

161

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

yang mengapus pasal 63 sampai pasal

80 dan yang menghilangkan prosedur

pencabutan status badan hukum

ormas, sebagaimana sebelumnya diatur dalam prosedur pencabutan

satus badan hukum sejak mediasi,

pemberian sanksi administratif, penghentian dana bantuan,

pembekuan sementara, dan

permohonan status badan hukum ormas melalui pengadilan

menurutnya bentuk pengekangan

terhadap ormas sehingga berujung

membatasi hak-hak dan kebebasan ormas dalam berserikat, berkumpul

dan mengeluarkan pendapat sebagai

warga negara Indonesia yang secara konstitusi sebenarnya sudah tertulis

jelas bahwa Hak berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan

pendapat dilindungi oleh konstitusi. Akan tetapi kenyataannya dengan

disahkannya Perppu menjadi

Undang-undang Ormas bukan memberikan kebebasan untuk

\menjalankan haknya melalui

kegiatan-kegiatan ormas tetapi membatasi kegiatan ormas dengan

adanya Undang-undang Nomor 2

Tahun 2017.

hak kostitusonal yang telah diberikan berdasarkan ketentuan

pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945

terancam terabaikan dan diberangus oleh ketentuan pasal 80A Perppu

Ormas, sehingga tidak ada Due

Proces Of Law dan tidak ada

kesetaraan kedudukan antara Ormas dengan Pemerintah. Pemerintah bias

secara sepihak membubarkan tanpa

melalui proses hukum di pengadilan. dihilangkannya prosedur

pembubaran melalui pengadilan

berdasarkan ketentuan pasal 80A Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2017 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan, maka setiap Ormas

Bahwa

memang benar

dalam Pasal

80A perppu nomor 2 Tahun

2017 telah

menghilangkan prosedur

pembubaran

ormas seperti yang adalam

pasal 63

sampai 80 pada

undang-undang ormas Nomor

17 Tahun 2017,

sehingga dengan alasan

ini yayasan

sharia laq al

qonuni mengajukan

permohonan

uji formil berkaitan

pasal-pasal

tersebut.

di dapat seperti

Permohonan Uji

materil dan

formil Peraturan pemerintah

pengganti

Undang-undang nomor 2 tahun

2017 atas

perubahan Undang-undang

nomor 17 tahun

2017,

menunjukkan adanya

kekuatan/rezim

otoriter karena seharusnya

negara yang

patuh hukum

haruslah berlandaskan

hukum bukan

terbalik hukum yang patuh pada

negara.

Page 162: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

162

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

termasuk Yayasan Sharia Law al

Qonuni terancam dibubarkan secara

sepihak oleh pemerintah tanpa

melalui proses pengadilan. dengan alasan tersebut sebagai Ormas

berbadan hukum berbentuk Yayasan,

memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon dalam Kapasitasnya

sebagai Ormas Berbadan Hukum

Privat berbentuk Yayasan, yang secara konstitusional telah dirugikan

Hak Konstitusionalnya untuk

menjalankan kebebasan berserikat,

berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, sekaligus Hak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan,

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan

hukum dalam naungan badan hukum

privat berdasarkan konstitusi pasal

28E ayat (3) Jo. 28D ayat (1) UUD NRI 1945, atas diterbitkannya

Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Perubahan Undang –

Undang Nomor 17 Tahun 2013

Tentang Organisasi Kemasyarakatan. CI mengatakan alasannya

mengajukan permohonan uji formil

dan materil Perrpu Ormas atas nama

Yayasan Law Al qonuni. Mahkamah konstitusi perlu memeriksa

dan mengadili perkara ini mengenai

pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017

tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan secara Formil

maupun Materil yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945

khususnya pasal 80A yang

menghilangkan prosedur pencabutan status badan hukum yang adil.

Sumber diolah oleh peneliti, 2018.

Page 163: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

163

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa adanya penyisipan

pasal 80A diantara Pasal 80 dan 81 dalam perppu nomor 2 tahun 2017

telah menghilangkan prosedur pencabutan status badan hukum yang

sejatinya itu sudah benar diatur dalam pasal 63 sampai 80 dalam

undang-undang nomor 17 tahun 2017 oleh karena itu masih banyak

yang harus dievaluasi dan di perbaiki perihal Peraturan pemerintah

pengganti undang-undang tentang ormas ini yang sekarang telah sah

menjadi undang-undang. Triangulasi berdasarkan tiga sumber dan tiga

teknik pengumpulan data, merupakan pembuktian keabsahan penelitian

yang dilakukan, perihal Kehidupan berdemokrasi berdasarkan

Undang-undang ormas dalam perspektif pendidikan politik. Hasil

triangulasi tersebut menunjukkan bahwa perppu ormas nomor 2 tahun

2017 mengancam kehidupan berdemokrasi ormas padahal organisasi

masyarakat (ormas) mempunya peran penting untuk ikut serta

memajukan negara melalui kegiatannya.

Hal ini menurut peneliti melanggar hak-hak ormas untuk

menjalankan kebebasan kehidupan berserikat. Menurut peneliti

salah satu hal yang sangat penting dalam demokrasi adalah kebebasan

warga negara dalam berbagai aspek, baik itu kebebasan berpendapat,

kebebasan berserikat dan kebebasan beragama menurut agama dan

keyakinan masing, semua aspek kebebasan tersebut telah dicantumkan

dalam konstitusi negara kita serta dilindungi hak kebebasan warga

negara tersebut. Selain itu Syamsir (2015, hlm. 116), hal yang sangat

penting dalam demokrasi adalah keadilan bagi setiap warga Negara

yang kemudian dituangkan dalam konstitusi dan hukum positif di

Indonesia.

peneliti menganalis bahwa Upaya yang dilakukan oleh yayasan

sharia law al qonuni dengan menempuh jalur hukum untuk

memperjuangkan hak berdemokrasi sebagai warga Negara adalah hal

yang lumrah dan umum dilakukan oleh orang atau lembaga, kelompok

Page 164: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

164

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

maupun organisasi yang merasa dirugikan hak-hak nya. Upaya ini

merupakan salah satu bentuk memperjuangkan kehidupan berdemokrasi

untuk memperoleh keadilan bagi setiap warga negara seperti yang

dikatakan oleh Syamsir. Keadilan merupakan aspek yang penting dan

hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat, kelompok maupun organisasi

sebagai warga Negara yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi

Negara Republik Indonesia dan Konstitusi secara tegas telah

memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hokum sebagaimana

diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945. upaya untuk

memperjuangkan kehidupan berdemokrasi dalam perspektif pendidikan

po litik baik yang menempuh jalur hukum dengan permohonan

pengujian formil dam materi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 atas

perubahan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemayarakatan ke Mahkamah Konstitusi oleh yayasan sharia law al

qonuni merupakan tindakan yang tidak melanggar hukum dan

tujuannya untuk memperoleh keadilan.

BAB V

KESIMPULAN

Page 165: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

165

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

5.1 Kesimpulan

5.1.2 Kesimpulan Umum

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2017 Pasal 80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum

ormas, Pasalnya perppu tersebut yang diterbitkan oleh pemerintah

Pada bulan Juli dan disahkan Oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Republik Indonesia Pada 24 Oktober 2017 menjadi Undang-undang

ormas. Akan Tetapi dengan diterbitkannya Perppu ormas Pada bulan

Juli yaitu yang berujung dengan dibubarkannya salah satu ormas

yang dicabut status badan hukumnya tanpa proses peradilan dan

tanpa proses administratif sesuai pasal 63 sampai 80 dalam

Undang-undang ormas Nomor 17 Tahun 2013 mengalami pro dan

kontra dari sejumlah pihak khususnya yayasan sharia law al qonuni

yang menyatakan dengan dihilangkannya Pasal 63 sampai 80 dalam

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang prosedur

pembubaran ormas maka yayayan sharia law al qonuni dan

organisasi-organisasi lain bisa juga dibubarkan dan dicabut status

badan hukumnya tanpa prosedur yang benar dan adil.

5.1.2 Kesimpulan Khusus

Setelah melakukan penelitian dan analisis, maka dalam

tahapan ini peneliti akan memaparkan beberapa kesimpulan khusus

yang di dasarkan kepada rumusan masalah yang ditentukan.

Kesimpulan tersebut ialah sebagai berikut:

1. Perppu ormas pasal 80A menghilangkan proses pembubaran

ormas melalui pengadilan dalam perspektif Pendidikan

Kewarganegaraan. yang dimana Prosedur pencabutan status

badan hukum ormas sebagaimana sebelumnya diatur dalam

Page 166: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

166

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

prosedur pencabutan satus badan hukum sejak mediasi,

pemberian sanksi administratif, penghentian dana bantuan,

pembekuan sementara, dan permohonan status badan hukum

ormas melalui pengadilan dihilangkan karena penyisipan pasal

80A memungkinkan pemerintah secara sepihak mencabut status

badan hukum ormas tanpa didahului proses pemeriksaan di

pengadilan. Padahal, proses itu penting untuk menjamin

prinsip due process of law, Equal before the Law dan asas

Presumption of innocent, yang memberikan ruang kepada ormas

untuk membela diri dan memberikan kesempatan bagi hakim

untuk mendengar argumentasi para pihak berperkara secara adil.

2. Pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas

dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan. pasal 80A

Perppu no.2 thn 2017 yang berisi pencabutan status badan

hukum membatasi kebebasan berserikat ormas karena

sebenarnya keberadaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang organisasi kemasyarakatan lebih sempurna dan

memadai. Karenanya, Perppu ormas tidak memiliki urgensi

untuk diterbitkan, mengingat prosedur dan mekanisme yang

lebih lengkap dan memadai terkait mengatasi dinamika

keormasan Menurut UU No. 17/2013, baik melalui upaya

Persuasif, mekanisme pemberian Sanksi Administrasi berupa

Peringatan Tertulis, pembekuan sementara dan mekanisme

yudisial untuk dapat membubarkan ormas.

3. Upaya yang dilakukan ormas (yayasan sharia law al

qonuni)sehubungan dengan prosedur pencabutan status badan

hukum ormas dalam pasal 80A mengajukan permohonan uji

formil dan materil Perrpu ormas atas nama Yayasan Law Al

qonuni ke Mahkamah Konstitusi. Bahwa MK perlu memeriksa

kmebali dan mengadili perkara ini.

Page 167: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

167

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

5.2 SARAN

Dari hasil penelitian ini, sebagai bahan rekomendasi dengan

mempertimbangkan hasil temuan maka beberapa hal yang dapat menjadi

bahan rekomendasi atau saran peneliti adalah sebagai berikut:

1. Bagi Yayasan Sharia Law Al Qonuni sebaiknya perdalami kembali

Permohonan Uji Formil Dan Materil Perppu Nomor 2 Tahun 2017

Tentang Organisasi Kemasyarakatan agar proses peradilan

mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan dan adil untuk yayasan

Sharia Law Al Qonuni Khususnya dan adil untuk organisasi

kemasyarakatan lainnya.

2. Bagi pemerintah yaitu Kementerian Dalam Negeri Republik

Indonesia sebaiknya apabila ada ormas yang visi misinya

bertentangan dengan Pancasila, diharapkan Kemendagri yang salah

satu fungsinya mengayomi ormas yang bermasalah yaitu dapat

mengayomi dan memperlakukan ormas sesuai dengan konstitusi

negara Indonesia.

3. Bagi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

a. Lebih mengintensifkan kajian-kajian mengenai Kehidupan

berdemokrasi dan Hak Berserikat, berkumpul dan mengeluarkan

pendapat Ormas untuk dijadikan bahan kajian studi jurusan

pendidikan kewarganegaraan.

b. Mengoptimalkan kegiatan pengabdian kepada masyarakat untuk

memberikan edukasi atau membantu mengembangkan

pengetahuan dan kesadarannya akan pentingnya melaksanakan

hak dan kewajiban sebagai warga negara.

4. Bagi Peneliti Lain

a. Sebaiknya mengadakan penelitian lebih mendalam mengenai

keterkaitan kehidupan berdemokrasi dan hak berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara mendalam.

Page 168: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

168

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

b. Sebaiknya peneliti menggunakan penelitian studi normative

dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk

mendeskripsikan Undang-undang Ormas, sesuai dengan

karakteristik dari penelitian Studi Normatif yang fleksibel.

Page 169: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

169

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dar i Buku:

Mahfud MD, Moh. (2017). Politik Hukum Di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.

Asshidiqie, Jimly, (2017). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta :

Sinar Grafika.

Magnis suseno, Franz dan Alston, Philip (2015). Hukum Hak Asasi Manusia.

Yogyakarta : PUSHAM UII.

Soekanto, Soerjono (2015). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.

Asshidiqie, Jimly, (2015). Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi;

Serpihan Pemikiran Hukum, Media, dan HAM. Jakarta : Konstitusi Press.

Azra, Azyumardi. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) :

demokrasi, hak asasi manusia dan mayarakat madani. Jakarta : Prenada

Media Group.

Atmasasmita, Romli, (2016). Pengantar Hukum Pidana Internasional. Bandung:

PT. Refika Aditama.

W. nalle, victor Imanuel (2017). Ilmu Perundang-Undangan. Yogyakarta :

Suluh Media.h

Yustisia, (2013). Pedoman Pembentukan dan Pembubaran Ormas.Yogyakarta:

Pustaka Yustisia.

Manulang, M (2009). Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

P. Siagian, Sondang, (2017). Filsafat Administrasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

J. Moleong, Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi.

Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka

Cipta.

Page 170: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

170

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Cresswell, J. W. (2015). Educational Research (Planning, Conducting, and

Evaluating Quantitative and Qualitative Research). California: Pearson

(Sage Publications).

Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Mulyana, Deddy. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT

Remaja Rosdakarya.

Widi, Kartiko, Restu, (2010). Asas Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Peneliti Hukum, Jakarta: UI-Press. 1984.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Nasution. (2009). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif Buku

Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Zuriah, Nurul. (2007). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan

(Teori-Aplikasi). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Bungin, Burhan. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi

Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada.

Santoso, Lukman (2016). Negara Hukum Dan Demokrasi : Pasang Surut Negara

Hukum di Indonesia Pasca Reformasi. Yogyakarta : IAIN Po Press

Muntoha (2013). Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945.

Yogyakarta : Kaukaba Dipantara.

Darmadi, Hamid. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Ibrahim, Johnny (2006), Teori dan Metodologi penelitian Hukum Normatif.

Malang: Bayumedia Publishing)

Hanitjo Soemitro, Ronny (1988). Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri.

Jakarta : Ghalia Indonesia.

Suryabrata, Sumadi (1987). Metode Penelitian. Jakarta : Rajawali.

Tim ICCE UIN (2010). Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani.

Jakarta:ICCE UIN.

Page 171: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

171

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Juliardi, Budi (2015). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,

cetakan kedua. Jakarta:Rajawali pers.

Alfian (1980). Politik,Kebudayaan dan Manusia Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Budiardjo, Miriam (1986). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Ghazali, A.Muchtar dan Abdul Majid (2016). “PPKn Materi Kuliah Di Perguruan

Tinggi islam”,cetakan kedua. Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.

Mannan, Bagir (2003). Teori dan Politik Konstitusi,cetakan pertama.

Yogyakarta : FH UII Press, Yogyakarta.

Mustafa Kamal, Pasha (2002). Pendidikan kewarganegaraan. Yogyakarta:Citra

Karsa mandiri.

Madjid,Nurcholish (1997). Tradisi Islam, Peran dan fungsinya dalam

Pembanguan di Indonesia. Jakarta; Paramadina.

Mahfud MD (1998). Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: LP3ES,1998.

Fachry, Ali (1984). Islam, Pancasila dan Pergualatn Politik, Jakarta:Pustaka

Antara.

Huda, Ni‟matul (2005) . Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:PT. Raja

Grafindo,2005.

Miriam Budiadjo, Miriam (1977).Masalah – Masalah Kenenggaraan. Jakarta:

gramedia.

Asshiddiqie, Jimly (2010). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Cetakan

Kedua. Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada.

SKRIPSI, TESIS

Mubarok, Biky Uthbek, (2015). Problematika Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Studi Kasus Kota Sleman).

Yogyakarta :Universitas Islam Negeri Suna Kalijaga.

Ibrahim, M.Najib (2011). Hak Berserikat (Suatu Kajian Terhadap Pembekuan

Dan Pembubaran Ormas Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985

Tentang Organisasi Kemasyarakatan). Jakarta : Universitas Indonesia.

Page 172: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

172

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Widiartati, Theresia Rifeni (2010). Keberadaan Organisasi Masyarakat

Berdasarkan Asas Pancasila Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi Manusia.

Jakarta : Universitas Indonesia.

SUMBER DARI JURNAL

Setiadi, Wicipto (2012). Pembangunan Hukum Dalam Rangka Peningkatan

Supremasi Hukum. Jurnal RechtsVinding, Volume 1 Nomor 1.

Rosana, Ellya (2011). Modernisasi dan Perubahan Sosial. Jurnal TAPIs Vol. 7

No.12.

Dwi Putri, Melisa dan Setyani Kusumaputri, Erika (2014). Kepercayaan (Trust)

Terhadap Pengurus Organisasi Dan Komitmen Afektif Pada Organisasi

Mahasiswa Daerah Di Yogyakarta. Jurnal Psikologi Integratif, Vol. 2 No. 1.

Agustam (2011). Konsepsi dan Implementasi Demokrasi Pancasila Dalam Sistem

Perpolitikan Di Indonesia. Jurnal TAPIs Vol. 7 No. 12.

Muntoha, (2009). Demokrasi dan Negara Hukum, Jurnal Hukum No. 3 Volume

16, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Syamsir, (2015). Demokratisasi Hak Berpikir Dan Berkreasi Warga Negara Di

Indonesia.Jurnal Inovatif, Nomor I Volume VIII.

Riana, Revina, (2017). Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Dalam

Mewujudkan Demokrasi Desa di Desa Paulan Kecamatan Colomadu

Kabupaten Karanganyar, Nomor 2 Volume 6, Universitas Diponegoro.

Tyagita, Andanti, (2011). Prinsip Kebebasan Berserikat Dalam Serikat Buruh

Sebagai Upaya Perlindungan Dan Penegakan Hak Normatif Pekerja.

Volume 26 No 1.

Siregar, Raja Adil (2015). Tinjauan Yuridis Terhadap Kebasan Berserikat,

Berkumpul Dn Mengeluarkan Pendapat Brdasarkan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Volume 2

Nomor 2.

Antari, Putu Eva Ditayani (2014). Kewenangan Pembubaran Parta Politik Oleh

Mahkamah Konstitusi Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi Manusia. Vol.7

No.3, Universitas Udayana Denpasar.

Hilmy, Masdar, (2015). Radikalisme Agama Dan Politik Demokrasi Di Indonesia

Pasca-Orde Baru. Vol. XXXIX No. 2, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Sari. Estika, (2003). Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Vol.II No.

Page 173: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

173

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Antari, Putu Eva Ditayani, (2015). Pengaturan Larangan dan Sanksi Organisasi

Masyarakat (Ormas) Sebagai Pembatasan Hak Berserikat Dalam Negara

Demokrasi. Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2.

Wibowo, Catur Dan Herman, Harefa (2015). Urgensi Pengawasan Organisasi

Kemasyarakatn Oleh Pemerintah. Jurnal Bina Praja,Volume 7 Nomor 1

Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP) Kementrian Dalam Negeri.

Durado, Nielton Caves, (2016). Peran Organisasi Masyarakat Dalam Mengontrol

Kebijakan Pemerintah. Jurnal Eksekuti Volume 1 Nomor 7.

Prameswari, Putu Indah (2015). Studi Kasus Tentang Organisasi Masyarakat

Dalam Pemilihan Gubernur Bali 2013. Jurnal Politik Muda, Vol. 4 No. 1.

BA. M.Yusuf, (2016). Peran Organisasi Ikatan Pemuda Loktuan Bersatu (Ormas

IPLB) Dalam Penyediaan Tenaga Kerja Pada Perusahaan Di Kelurahan

Loktuan Kecamatan Bontang utara. Journal Ilmu Pemerintahan, Vol 4 No

1. Universitas Mulawarman

Nugraha, Anche. Suwitha, I Putuh Gede. Putra, Ida Bagus Gde, (2016). Dinamika

Organisasi Kemasyarakatan di Kota Denpasar 1970-2014, Jurnal Humanis,

Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 16.1 Juli 2

Bambang Irawan, Benny. (2007). Perkembangan Demokrasi di Negara Indonesia.

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.5 NO.1 OKTOBER

2007.

Gunarsi, Sri.dkk. (2014). Pelaksanaan nilai demokrasi dikalangan Mahasiswa.

Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol. 24, No. 2, Desember 2014.

Mashuri. (2014). Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya Pembangunan

Demokrasi. Jurnal Kewirausahaan , Vol 13, No.2, Juli - Desember 2014 .

Soekanto, Soerjono (1977). Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jurnal

Hukum dan Pembangunan, Vol 7, No. 6.

Wijayanti, winda (2013). Eksistensi Undang-undang Sebagai Produk Hukum

dalam Pemenuhan Keadilan Bagi Rakyat (Analisis Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 50/PUU-X/2002). Jurnal Konstitusi, Volume 10 Nomor 1,

Maret 2013.

Rahardjo, Satjipto (1981). Manfaat, Telaah Sosial Terhadap Hukum. Junal Hukum

dan Pembangunan, Vol. 11, No. 1.

Hartono, Sunaryati (1980). Perspektif Politik Hukum Nasional Sebuah Pemikiran.

Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 10, No. 5.

Page 174: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

174

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Rianto, Puji (2005). Jurnalisme dalam Tatanan Neoliberal dan Krisis Demokrasi.

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume9. Nomor 1, Juli 2005.

Purba, Ardyantha Sivadabert (2015). Potret Pandangan Akademisi Di jurnal Ilmu

Sosial dan ilmu Politik UGM (JSP) Mengenai Permasalahan Demokrasi di

Indonesia. Jurnal Politik Muda, Vol. 4, No. 1. Januari-Maret 2015.

Anwar, M. Zainal (2007). Peran Parta Islam dalam Proses Konsolidasi

Demokrasi di Indonesia. Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama dan Perubahan

Sosial. Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2007.

Marzuki, Masnur. (2009). Affirmative Action Paradoks Demokrasi. Jurnal

Konstitusi, Vol. II, No. 1, Juni 2009.

Wardhani, Sri Handayani Retna (2009). Penerapan Demokrasi Pancasila Dalam

Pemilu Anggota Legislatif Tahun 2009. Jurnal Konstitusi, Vol. II, No. 1,

Juni 2009.

Buana, Mirza Satria (2009). Menakar Laju Demokratisasi Dalam Ranah Lokal

(Sebuah Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Pemilu Legislatif di Kalimantan

Selatan). Junal Konstitusi, Vol. II, No. 1, Juni 2009.

Thamrin, Djuni (2017). Membuka Ruang Baru Demokrasi Partisipatif Bagi

Community Policing: Peran Forum Warga. Jurnal Keamana Nasional, Vol.

III, No. 1, Mei 2017.

Poti, Jamhur (2016). Demokratisasi Media Massa, Relasi Kuasa Negara

Masyarakat Dan Pemilik Media (Kajian Terhadap Peran Komisi Penyiaran

Indonesia). Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2016.

PH, Slamet (2014). Politik Pendidikan Indonesia Dalam Abad Ke-21. Cakrawala

pendidikan, Vol. 33, No. 3, Oktober 2014.

Lubis, Asri (2009). Upaya meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam

Pembangunan. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED, Vol. 6, No. 2, Desember

2009.

Kusmanto, Heri (2013). Peran Badan permusyawaratan Daerah Dalam

Meningkatkan Partisipasi Politik Masayarakat. Jurnal ilmu Pemerintahan

dan Sosial Politik Vol. 1 No. 1.

Soemarsono, Maleha (2007). Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori

Tujuan Negara. Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-37 No. 2

April-Juni 2007.

Azhari, Aidul Fitriciada (2012). Negara Hukum Indonesia: Dekolonisasi dan

Rekonstruksi Tradisi. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No.4 Vol. 19,

oktober 2012.

Page 175: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

175

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

Nugroho, Wahyu (2013). Menyusun Undang-undang yang Responsif dan

Partisipatif Berdasarkan Cita Hukum Pancasila. Jurnal Legislasi Indonesia,

Vol. 10 No. 3, September 2013.

Indaryanto, Wisnu (2013). Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 10 No. 3,

September 2013.

Plaituka, Solidaman Bertho (2016). Costitutional Complaint Dalam Rangka

Penegakan Hak Asasi Manusia di Republik Indonesia. Jurnal Media Hukum,

Vol. 23 No. 1, Juni 2016.

ARTIKEL

Halili (2015). Hak Asasi Manusia : Dari Teori ke Pedagogi. Yogyakarta :

Universitas Negeri Yogyakarta.

Omami, Tentri (2011). Peran Pendidikan Politik Bagi Perempuan Menurut

Prinsip Keadilan Kesetaraan Gender Berdasarkan Undang-undang Nomor 2

Tahun 2008 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-undang Nomor 2

Tahun 2011 Tetnag Partai Politik (Stud Pada DPC Partai PDI Perjuangan,

DPC Partai Denokrat, dan DPC Partai Golongan Karya Kota Pontianak).

Sumber Dari Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun l999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Undang-Undang 1945 Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 tentang Hak Atas

Kebebasan Berserikat.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 negara hukum berdasarkan Pasal 1 Ayat

(3) UUD NRI 1945.

UUD NRI 1945 Pasal 28J ayat (2) Tentang menjalankan hak asasi dan

kebebasannya.

Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 1982 tentang pendidikan politik bagi generasi

muda.

Page 176: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upi.edu/38339/2/T_PKn_1706981_Chapter1.pdf · antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme mayoritas dan minoritas

176

Nurlailah,2019

STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU

NTB

Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu

SUMBER WEBSITE

Soeprapto, Enny. Instrumen Pokok HAM Internasional, Pengesahan Dan

Implementasinya Di

Indonesia.(http://www.komnasham.go.id/portal/files/ES_InstrumenPokokH

AMdiIndonesia.pdf) Diakses 2 Januari 2018.

(http://www.un.org/en/documents/udhr/) Diakses, 1 Januari 2018.

(http://www.leimena.org/en/page/v/535/peran-ormas-dan-pentingnya-revisi-uuno.

-8-tahun-1945-tentang-ormas) diakses2 Januari 2018.

(http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php) Diakses 2 Januari 2018.

(http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php) Diakses 2 Januari 2018.