BAB I PENDAHULUAN...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang...
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 telah mengamanatkan bahwa pembangunan
aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi (RB) untuk mendukung keberhasilan
pembangunan dan merupakan upaya berkelanjutan yang setiap tahapannya memberikan
perubahan atau perbaikan ke arah yang lebih baik. Sebagaimana dimuat dalam grand design
RB bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik
adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN, mampu melayani publik,
netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur
negara.
Perubahan organisasi menjadi area pertama, hasil yang diharapkan adalah
organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing). Pada tataran program tingkat
mikro, seluruh kementerian/lembaga harus melaksanakan penataan dan penguatan
organisasi sebagai salah satu prasyarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan RB.
Penataan dan penguatan organisasi tersebut diperlukan karena dalam kenyataannya tidak
dapat dipungkiri bahwa secara keseluruhan birokrasi saat ini masih jauh dari kondisi yang
diharapkan. Pemerintahan dianggap belum tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing).
Langkah selanjutnya untuk menciptakan suatu organisasi yang tepat fungsi dan
tepat ukuran adalah langkah apa yang dapat diambil untuk menunjang efektifitas dan
efisiensi organisasi. Salah Satunya adalah dengan memastikan seluruh tugas, tanggungjawab,
dan kewenangan terdistribusi habis kepada SDM yang ada di dalamnya sesuai dengan
jabatannya masing-masing. Adanya pembagian tugas dan tanggungjawab serta kewenangan
terhadap anggota organisasinya secara benar dan tepat, membuat aktivitas di dalam
organisasi tersebut menjadi terkontrol dan setiap pihak yang terlibat memahami ruang
lingkup dan target yang harus dicapai dari pekerjaannya.
Oleh karena itu, RB yang difokuskan pada penataan struktur organisasi akan
menempatkan pentingnya rasionalisasi birokrasi untuk menciptakan efisiensi, efektivitas,
-
2
dan produktivitas birokrasi melalui pembagian kerja hirarkhikal dan horizontal yang
seimbang, diukur dengan rasio antara volume atau beban tugas dengan jumlah sumber daya
disertai tata kerja formalistik dan pengawasan yang ketat. Untuk mewujudkan hal tersebut,
kebijakan penataan organisasi merupakan langkah penting untuk menciptakan efektivitas
sebuah organisasi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) yang merupakan
dibentuk dari upaya integrasi 3 (tiga) lembaga yaitu Lembaga Informasi Nasional,
Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi, dan Direktorat Jenderal Pos dan
Telekomunikasi, Departemen Perhubungan, menjadi Departemen Komunikasi dan
Informatika dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2005.
Tahun 2008 dilakukan perubahan organisasi karena adanya overlapping antara
tugas pokok dan fungsi Ditjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi dengan Badan
Informasi Publik sehingga ditetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
25 Tahun 2008.
Pada Tahun 2010 dengan adanya perkembangan dan tuntutan teknologi informasi
dan komunikasi yang semakin konvergen serta peralihan nomenklatur dari Departemen
menjadi Kementerian berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47/2009, maka diperlukan
restrukturisasi melalui penetapan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi
dan Informatika.
1.2 Tujuan Kegiatan
Mengacu pada KAK yang telah ditetapkan oleh Kementerian Komunikasi dan
Informatika, tujuan dari pelaksanaan kegiatan adalah :
1. Mendapat gambaran arah kebijakan organisasi Kementerian Komunikasi dan
Informatika menuju organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran;
2. Memberikan pengertian tentang tugas yang terkandung dalam suatu jabatan dan
persyaratan yang harus dipenuhi untuk jabatan tersebut sehingga memudahkan
pemegang jabatan untuk melaksanakan pekerjaannya;
3. Sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen SDM lainnya
mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan pemeliharaannya;
4. Memastikan seluruh tugas dan fungsi didalam organisasi terbagi habis dan tidak
terjadi overlapping maupun white-space tugas, kewenangan dan tanggung jawab.
-
3
1.3 Sasaran dan Ruang Lingkup
Sasaran dari pelaksanaan kegiatan adalah terwujudnya organisasi kementerian/
lembaga yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right size) dan deskripsi tanggung jawab
organisasi dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi. Sedangkan ruang lingkup kegiatan
ini mencakup hal utama :
1. Pembahasan proposal penataan (struktur) organisasi yang disampaikan oleh
konsultan;
2. Pelaksanaan penyusunan Grand Design Organisasi 2015–2019 oleh konsultan
(pengumpulan bahan, desk research, penelitian lapangan, analisa dan pelaporan);
3. Focus Group Discussion (FGD);
4. Pembahasan hasil dan rekomendasi akhir melalui uji publik Grand Design
Organisasi 2015-2019.
1.4 Organisasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Saat Ini
Dalam dokumen Rencana Strategis Tahun 2010-2014 dinyatakan bahwa Visi dan
Misi Kemeterian Komunikasi dan Informatika adalah sebagai berikut :
VISI
"Terwujudnya Indonesia informatif menuju masyarakat sejahtera melalui pembangunan
kominfo berkelanjutan, yang merakyat dan ramah lingkungan, dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia"
MISI
1. Meningkatkan kecukupan informasi masyarakat dengan karakteristik komunikasi lancar
dan informasi benar menuju terbentuknya Indonesia informatif dalam kerangka NKRI;
2. Mewujudkan birokrasi layanan komunikasi dan informatika yang profesional dan
memiliki integritas moral yang tinggi;
3. Mendorong peningkatan tayangan dan informasi edukatif untuk mendukung
pembangunan karakter bangsa;
4. Mengembangkan sistem kominfo yang berbasis kemampuan lokal yang berdaya saing
tinggi dan ramah lingkungan;
5. Memperjuangkan kepentingan nasional kominfo dalam sistem pasar global.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 17 Tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika seperti pada Gambar 1.1
-
4
Struktur Organisasi Kementerian Komunikasi dan Informatika
Gambar 1.1 Struktur Organisasi Kementerian Komunikasi dan Informatika
-
5
1.5 Landasan Hukum Pelaksanaan Penataan Birokrasi Kementerian Kominfo
Pelaksanaan kajian penataan birokrasi struktur organisasi Kementerian Kominfo, akan
mengacu pada berbagai landasan hukum yang terkait langsung dengan mandat teknis bidang
komunikasi dan informatika maupun landasan hukum lain yang berkaitan dengan tatalaksana,
reformasi birokrasi maupun landasan hukum lainnya yang diperlukan.
Landasan hukum utama yang terkait dengan pelaksanaan mandat kelembagaan dalam
bidang komunikasi dan informatika, antara lain adalah:
1. Undang-Undang No. 36 Tahun 1999, tentang Telekomunikasi;
2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002, tentang Penyiaran;
3. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
4. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik;
5. Undang-Undang No. 38 Tahun 2009, tentang Pos.
Berkaitan dengan pelaksanaan layanan publik dan pembagian urusan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengacu pada :
1. Undang-Undang No. 25 Tahun 2009, tentang Pelayanan Publik;
2. Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2012, tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik;
3. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007, tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota;
Sedangkan landasan hukum berkaitan dengan tatalaksana birokrasi maupun
pelaksanaan reformasi birokrasi untuk efektivitas birokrasi akan mengacu pada :
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 2014, tentang Aparatur Sipil Negara;
2. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2009, tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara;
3. Peraturan Presiden No. 81/2010, tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Tahun
2010-2025;
4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 20 Tahun 2010, tentang
Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014
-
6
BAB II
METODOLOGI
2.1. Kerangka Pemikiran
Penataan birokrasi, khususnya evaluasi organisasi dan perencanaan struktur organisasi
kementerian/lembaga akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan masing-
masing peran dan fungsi, saling terkait sebagai sebuah sistem yang (1) saling berinteraksi
sebagai komponen sebagai sebuah proses; (2) interrelasi dalam menjalankan proses sebagai
sebuah sistem; dan (3) interkoneksi diantara sistem yang berjalan dinamis sesuai perubahan
waktu dan kondisi lingkungannya.
Gambar 2.1 Keterkaitan Lintas Lembaga dalam Membangun Kinerja Optimal
Keterkaitan K/L/D sebagai sistem yang terintegrasi (Gambar 2.1) merupakan sebuah
konsekuensi dari peran, fungsi dan lingkup tanggungjawab kementerian/lembaga dalam
pelaksanaan proses maupun menghasilkan keluaran yang terbangun dalam pola keterkaitan
lintas kementerian/lembaga, lintas sektor, maupun keterkaitan antara pusat dan daerah.
Koordinasi intra-organisasi (lintas fungsi/lintas unit kerja) maupun inter-organisasi (lintas
-
7
K/L/D maupun dengan pemangku kepentingan lainnya) merupakan sebuah prasyarat bagi
penciptaan kinerja yang optimal.
Sebagai pakar dalam system thinking, dan management science, Ackoff Russell
(1997) menyatakan bahwa dalam era pengetahuan (knowledge era) berlaku bahwa:
1. Belajar dan adaptasi, serta pengetahuan dan pemahaman, fokus pada efisiensi, bukan
pada efektivitas. Efisiensi dan efektivitas ditentukan relatif terhadap satu atau lebih
tujuan yang ingin dicapai sebuah organisasi;
2. Penilaian keberhasilan pencapaian tujuan tersebut tidak relevan dengan pencapaian
efisiensi, tetapi relevan dengan pencapaian efektivitas;
3. Efektivitas perilaku merupakan fungsi dari keduanya (efisiensi dan efektivitas) yang
berperan dalam penilaian pencapaian keberhasilan dari satu atau lebih tujuan yang
diinginkan.
Gambar 2.2 The Path of Wisdom (Ackoff Russell, 1997)
Perbedaan antara efisiensi dan efektivitas, adalah membedakan antara kebijaksanaan
(wisdom) dengan pemahaman, pengetahuan, dan informasi, hal ini tercermin dalam
perbedaan antara pertumbuhan dan pembangunan. Pertumbuhan tidak selalu berarti
peningkatan nilai, disisi lain pembangunan akan memberikan nilai tambah. Pembangunan
adalah proses yang diikuti oleh peningkatan kebijaksanaan (Gambar 2.2). Dengan demikian
-
8
secara kritis dapat dikatakan bahwa "Intelligence is the ability to increase efficiency; wisdom
is the ability to increase effectiveness".
Mempertimbangkan luasnya lingkup dan batasan waktu dalam penataan kelembagaan
(preferensi struktur organisasi) bagi kementerian dan lembaga yang dilakukan kajian, maka
pelaksanaan kegiatan ini akan ditekankan pada hal-hal yang terkait dengan:
1. Perumusan preferensi organisasi kementerian, lembaga dengan mempertimbangkan
beberapa yang penting dan kritikal, terkait dengan:
a. Pola pengorganisasian yang terintegrasi lintas kementerian dan lembaga yang
terkait erat dalam pelaksanaan mandat yang diemban sesuai dengan peraturan
perundangan yang menjadi landasan tugas dan fungsi bagi kementerian,
lembaga tersebut;
b. Koordinasi dan sinkronisasi peran kementerian, lembaga dan daerah untuk
dapat melaksanakan upaya pembangunan secara terpadu dengan tetap fokus
pada pencapaian tujuan sesuai mandat yang diemban;
2. Pengukuran pencapaian kinerja kementerian, lembaga dan daerah dalam keterpaduan
pelaksanaan upaya pembangunan berkelanjutan, yang memberikan nilai tambah
optimal (pelayanan dan atau kesejahteraan) bagi masyarakat, serta dilaksanakan
dengan tatakelola pemerintahan yang baik.
2.2 Pendekatan Soft System Methodology (SSM)
Mengingat khususnya evaluasi organisasi dan perencanaan struktur organisasi
kementerian/lembaga selalu melibatkan berbagai pemangku kepentingan (multi stakeholder),
dan bersifat lintas disiplin (multi disiplin), maka untuk menghasilkan sintesa yang mendalam
dan komprehensif tidak cukup bila hanya menggunakan satu metoda saja. Dengan
menggunakan kombinasi teknik yang tepat dapat mempertajam analisis, meningkatkan mutu
disain dan meminimalisasi bias dalam penelitian. Untuk itu dalam kegiatan ini akan
digunakan pendekatan soft system methodology (SSM) Jackson, 2003.
Memperhatikan Gambar 2.2, dapat diperoleh pemahaman bahwa perubahan dan
ketidakpastian dalam lingkungan strategis telah menempatkan kondisi masa depan tidak
selalu merupakan keberlanjutan dari masa lalu (diskontinyuitas), sehingga sangat diperlukan
kearifan (wisdom). Menguatkan hal tersebut pada Gambar 2.3 dapat dikemukakan bahwa
langkah-langkah dalam pendekatan SSM sangat efektif untuk dapat memperoleh wisdom dari
-
9
para pakar sebagai thinking respondents dan terbangun dalam group thinking, dari berbagai
perspektif kepakarannya.
Gambar 2.3 Pendekatan SSM dalam Perencanaan Kelembagaan Kementerian/Lembaga
2.3 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
Dengan mengacu pada pendekatan SSM, secara keseluruhan kegiatan ini akan terbagi
dalam 7 (tujuh) langkah aktivitas dengan garis besar dapat diuraikan sebagai berikut.
Tabel 2.1 Disain dan Tahapan Aktivitas
Tahapan Uraian Aktivitas
(1) (2)
1
Permasalahan yang
dihadapi oleh
Kementerian/Lemb
aga yang sedang
dikaji
• Intensi strategis dan implementasi pelaksanaan mandat sesuai peraturan perundangan;
• Pembelajaran dari praktek (terbaik) dari studi empirik dalam dan luar negeri;
• Teknik: studi pustaka, tekstual analisis, indepth interview;
2
Permasalahan
kritikal, koordinasi,
sinkronisasi, dan
internalisasi
• Faktor dominan dalam keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai mandat yang diemban;
• Pola pengorganisasian lintas Kementerian /Lembaga dan Daerah (dalam klaster/kerterkaitan dalam elemen dan atau sub sistem)
• Faktor kritikal dalam implementasi oleh Kementerian/Lembaga dan Daerah
-
10
Tahapan Uraian Aktivitas
(1) (2)
3
Pendefinisian
sistem
implementasi yang
relevan
• Human activity systems: koordinasi dan sinergi dalam pencapaian kinerja optimum kelembagaan
• Pemetaan ekspektasi pemangku kepentingan (CATWOE)
4
Model kelembagaan
bagi pencapaian
kinerja optimum
• Pola pengorganisasian sebagai sebuah sistem tatakelola pemerintahan yang baik;
• Pengelolaan hubungan intra-organisasi dan inter-organisasi; • Keterkaitan antar elemen (Saxena, 1990);
5
Rancangan model
Perbandingan
model dengan dunia
nyata
• Praktek di Indonesia dan negara lain (sebagai pembanding); • Analisis prospektif partisipatif (best-fit); • Modal intelektual organisasi (modal insani, modal organisasi, modal
relasional);
6
Pembahasan untuk
perubahan yang
diinginkan
• Pengelolaan hubungan intra-organisasi dan inter-organisasi dalam value chain dan value stream yang terkait dengan Kementerian/
Lembaga yang dikaji;
• Pengelolaan hubungan inter-organisasi lintas Kementerian/Lembaga dan Dareah, maupun dengan pemangku kepentingan utama lainnya;
7 Aksi untuk
perbaikan
• Pola pengorganisasian sebagai sebuah sistem tatakelola pemerintahan yang baik;
• Koordinasi program dan sinkronisasi pengalokasian sumberdaya; • Kemitraan strategis pemerintah dengan pemangku kepentingan utama;
2.4 Kerangka Analisis
2.4.1 Kerangka Kerja Kajian Penataan Birokrasi
Analisis prospektif adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis perihal
dalam sistem ahli yang dapat menggabungkan pembuat keputusan dalam rangka menyusun
kembali beberapa perencanaan dengan pendekatan yang berbeda. Masing-masing solusi yang
dihasilkan berasal dari pendekatan yang direncanakan dan bukan dari suatu rumusan yang
bisa masing-masing kasus. Pada Gambar 2.4 dikemukakan bahwa penataan birokrasi
dilakukan dengan restrukturisasi organisasi menggunakan pendekatan konvergensi yang
mengintegrasikan proses deduktif dengan logical thinking process berbasis knowledge dan
proses induktif dengan policy process analyisis dengan kajian aspek legal. Dengan
pendekatan konvergensi diharapkan dapat dihasilkan struktur organisasi yang best-fit
(rightsizing) dengan birokrasi yang efektif.
-
11
Gambar 2.4 SSM Smart Rightsizing Protocol
Pelaksanaan kajian ini akan menggunakan beberapa teknik etnographic study. Teknik
ini digunakan pada kondisi-kondisi yang memerlukan integrasi pendapat para pakar pada
setiap tahapan yang dilakukan. Dalam garis besar tahapan pelaksanaan kajian dapat dilihat
pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Kerangka Pikir Ethnographic Study dalam Penataan Organisasi
-
12
2.4.2 Keterlibatan Aktif dan Konstruktif
Proses pelaksanaan Kajian Evaluasi (struktur) Organisasi Kementerian Kmunikasi
dan Informatika memerlukan keterlibatan para pejabat tinggi, pakar intelektual, dan mitra
kerja (counter part) internal secara aktif dan konstruktif untuk mendukung pelaksanaan
kajian hingga dapat menghasilkan kualitas kajian yang optimal. Keterlibatan internal sangat
diperlukan, khususnya dalam beberapa hal sebagai berikut:
1. Penyediaan data, informasi, baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang
terkait, berbagai dokumen perencanaan, maupun hasil kajian dan hasil studi banding
yang dapat bermanfaat dalam melakukan tekstual analisis;
2. Pemetaan mandat kelembagaan dengan melakukan pengisian matriks, diskusi
kelompok, wawancara, maupun bentuk lainnya;
3. Sebagai thinking responden (responden pakar) dalam panel pakar sesuai kaidah yang
diperlukan dalam pendekatan SSM. Pemilihan responden pakar dilakukan secara
selektif dan dengan persyaratan kualifikasi tertentu.
2.4.3 Textual Analysis
Langkah ini dilakukan untuk mengidentifikasi maupun memetakan berbagai hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan mandat, pada tahap ini dilakukan beberapa aktivitas, al:
1. Pemetaan peraturan perundang-undangan yang memberikan mandat kepada
Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hal ini dilakukan untuk memastikan
bahwa semua mandat dapat "terserap", meminimalisasi "overlaping" antar fungsi/unit
kerja, maupun untuk mengindari "white-space";
2. Mengkaji berbagai dokumen, hasil kajian/studi empirik dari dalam maupun luar
negeri yang terkait atau bermafaat sebagai referensi dalam pelaksnaaan kajian;
2.4.4 Akuisisi Pengetahuan Para Pakar
Peroses akuisisi pengetahuan para pakar dilakukan dengan menggunakan pendekatan
SSM yang merupakan hasil pemikiran para pakar atau subject matter experts (SME) sebagai
thinking respondents yang dirumuskan dari hasil indepth interview atau focus group
discussion (FGD). Untuk itu akan digunakan beberapa metode untuk dapat menggalang
pemikiran para pakar tersebut, antara lain menggunakan:
1. SAST (strategic assumption surfacing and testing), digunakan untuk menetapkan
faktor-faktor yang menjadi prioritas dalam pengembangan model;
-
13
2. ANP*) (analitycal network process), digunakan untuk melakukan eksplorasi asumsi
strategis dengan tingkat keyakinan dan kepastian tinggi yang harus mendapat
perhatian dalam pengembangan model;
3. ISM (intepretative structural modeling), digunakan untuk mengungkap hubungan
kontekstual antar sub elemen dalam elemen;
4. CATWOE (customers, actors, tranformation process, world view, owner,
environment), digunakan untuk memetakan pemangku kepentingan, sesuai dengan
peran dan ekspektasi yang harus menjadi konsideran dalam perumusan kebijakan atau
pengembangan model;
Catatan *) : Penggunaan ANP dalam pelaksanaan kajian ini akan dilakukan sesuai kebutuhan
(bila diperlukan).
2.4.5 Proses Analisis dan Sintesis
Terdapat arus utama dalam analisis proses kebijakan yaitu model linier (Sutton 1999).
Model linier menekankan bahwa penyusunan kebijakan merupakan sebuah upaya pemecahan
masalah yang bersifat rasional, berimbang, obyektif dan analitik. Model linier berasumsi
bahwa pengambilan keputusan diambil sebagai sebuah rangkaian tindakan yang beraturan,
dimulai dengan identifikasi, masalah, dan diakhiri dengan penentuan tindakan untuk
menyelesaikan permasalahan. Tahapan dalam model linier, meliputi:
1. Pengenalan dan pedefinisian sifat/karakter masalah yang harus ditangani
2. Mengidentifikasi tindakan yang memungkinkan untuk mengatasi masalah
3. Mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif
4. Memilih alternatif yang merupakan pilihan terbaik
5. Mengimplementasikan kebijakan
6. Melakukan evaluasi dari pelaksanaan kebijakan
Institute Development Study (IDS), 2006 menyatakan bahwa proses kebijakan
merupakan suatu proses yang kompleks dengan karakteristik sebagai berikut: 1) bertahap,
pembuatan kebijakan merupakan proses yang berulang, berdasarkan pengalaman, dan belajar
dari kesalahan sebelumnya; 2) selalu diwarnai dengan kepentingan yang overlap dan
berkompetisi; ada pihak lain yang diakomodir ada juga yang diabaikan; 3) tidak hanya
mempertimbangkan hal teknis, nilai dan fakta sangat berperan penting; 4) para ahli teknis dan
pembuat kebijakan secara bersama-sama terlibat dalam proses membangun kebijakan.
-
14
2.4.6 Acuan Dasar Disain Organisasi
Mintzberg dalam organizational design membagi ke dalam empat bagian besar yaitu;
bagian pertama tentang fondasi menjelaskan bagaimana organisasi berfungsi, mulai dari
mekanisme koordinasi, 5 elemen dasar organisasi, dan sistem alur; bagian kedua adalah
analisis parameter desain meliputi job specialization, behavior formalization, training and
indoctrination, unit grouping, unit size, planning and control system, liaison devices, vertical
decentralization, dan horizontal decentralization; bagian ketiga adalah faktor kontingensi
meliputi age and size, technical system, environment, dan power; sedangkan bagian keempat
adalah merupakan sintesis berupa konfigurasi struktur, meliputi simple structure (struktur
sederhana), machine bureaucracy (birokrasi mesin), professional bureaucracy (birokrasi
profesional), divisionalized form (struktur divisional), dan adhocracy.
Gambar 2.6 Model Struktur Organisasi Berdasarkan Mintzberg
Menurut Mintzberg struktur organisasi pada umumnya terbagi atas 5 elemen dasar, yaitu:
1. Strategic Apex, Bertanggungjawab dengan memastikan bahwa organisasi melayani
misinya dengan cara yang efektif, dan juga melayani kebutuhan pemilik/pemangku
kepentingan yang mengendalikan atau memiliki kekuasaan atas organisasi
2. Middle Line, Menjadi penghubung antara strategic apex dengan operating core
dengan menggunakan kewenangan formal yang didelegasikan padanya;
3. Techno Structure, Para analis yang mempunyai tanggung jawab (mendukung atau
mempengaruhi organisasi) dengan melaksanakan kegiatan dalam bentuk
standarisasi tertentu dalam organisasi.
4. Operating Core, Para pegawai yang melaksanakan pekerjaan dasar yang
berhubungan dengan produksi barang dan jasa;
-
15
5. Support Staff, Orang-orang yang mengisi unit staf, yang memberi jasa pendukung
tidak langsung kepada organisasi. (diluar jalur kerja operasi);
Selanjutnya secara keseluruhan dapat disintesiskan dalam bentuk konfigurasi 5 (lima)
jenis struktur organisasi seperti dalam Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Konfigurasi Struktur Organisasi Berdasarkan Mintzberg
No Desain Struktur Karakteristik Dasar (1) (2) (3)
1.
Simple Structure
The simple structure, typically, has
a. Little or no technostructure, few support staffers, b. A loose division of labour, minimal differentiation among its
units, and a small managerial hierarchy.
c. The behaviour of simple structure is not formalised and planning, training, and liaison devices are minimally used in
such structures.
2.
Machine Bureaucracy
The design of a machine bureaucracy tends to be as follows: a. Highly specialised, routine operating tasks;
b. Very formalised procedures in the operating core; c. A proliferation of rules, regulations, & formalised
communication;
d. Large-sized units at the operating level; e. Reliance on the functional basis for grouping tasks;
f. Relatively centralised power for decision making;
g. An elaborate administrative structure with sharp distinctions
between line and staff.
3.
Professional
Bureaucracy
The professional bureaucracy relies for coordination on:
a. The standardization of skills and its associated parameters such as design, training and indoctrination.
b. In professional bureaucracy type structures duly trained and indoctrinated specialists -professionals- are hired for the
operating core, and then considerable control over their work is
given to them. c. Most of the necessary coordination between the operating
professionals is handled by the standardization of skills and
knowledge – especially by what they have learned to expect from their colleagues.
4.
Divisionalised Form
Divisionalised form type organizations are composed of semi-
autonomous units - the divisions. The divisionalised form is probably a structural derivative of a Machine Bureaucracy - an operational
solution to co-ordinate and controls a large conglomerate delivering: a. Horizontally diversified products or services b. In a straight-forward, stable environment c. Where large economies of scale need not apply.
5.
Adhocracy
Adhocracy includes a highly organic structure, with:
a. Little formalization of behaviour;
b. Job specialization based on formal training; c. A tendency to group the specialists in functional units for
housekeeping purposes but to deploy them in small, market-based project teams to do their work;
d. A reliance on liaison devices to encourage mutual adjustment,
the key coordinating mechanism, within and between these teams
-
16
2.5 Perspektif Peran dan Fungsi Kementerian dan Lembaga (K/L)
Sebuah kementerian atau lembaga dibentuk dengan elemen dasar kelembagaan yang
yang meliputi: tujuan, strategi dan rasional. Elemen dasar kelembagaan tersebut akan
dihadapkan pada permasalahan dan tantangan, untuk dapat menemukan langkah penyelesaian
dan keterlibatan manusia dalam proses penyelesaiannya. Dengan pola inilah dapat
dirumuskan definisi filosofis (root definitions) untuk dapat memetakan secara utuh
(integratif) peran dan fungsi sebuah organisasi (Peter Checkland, 1981).
Gambar 2.7 Perspektif Peran dan Fungsi Kementerian dan Lembaga
Dengan memperhatikan elemen dasar kelembagaan, Gambar 2.7 diatas memberikan
pandangan bahwa berdasarkan peran dan fungsinya, sebuah Kementerian atau Lembaga
setidaknya memiliki 2 perspektif peran dan fungsi yang berbeda. Pertama, sebagai organisasi
yang mandiri (stand-alone), yang seluruh siklus peran dan fungsinya dapat dituntaskan oleh
fungsi-fungsi dalam organisasinya (intra-organization) dan dengan sumberdaya yang telah
dimiliki. Hal-hal yang penting dalam kemandirian organisasi ini dapat digambarkan dalam
kaitan beberapa aspek, antara lain:
1. Intensi strategis Kementerian/Lembaga;
2. Tatakelola pemerintahan yang baik;
-
17
3. Tatalaksana – sistem – struktur – kultur/budaya;
4. Keselarasan : manajemen kinerja – manajemen karir – manajemen reward;
5. Kinerja individu – kinerja unit kerja – kinerja lembaga;
6. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
7. Audit BPK : Opini “WTP”;
Sedangkan perspektif yang kedua dilakukan dengan cara pandang kesisteman, yaitu
memposisikan sebuah organisasi sebagai sub-sistem dalam pembangunan nasional. Dalam
konteks ini sebuah organisasi akan berada dalam posisi saling ketergantungan (inter-
dependent) dengan organisasi lain (inter-organization), baik dalam format input - proses -
output, maupun dalam siklus P-D-C-A (plan-do-check-action), atau bahkan dalam pola
keterkaitan dalam bentuk forward-linkage, atau backward-linkage. Hal-hal yang penting
dalam hubungan kesisteman antar organisasi ini dapat digambarkan dalam kaitan beberapa
aspek, antara lain:
1. Sistem pembangunan dibentuk untuk mencapai tujuan nasional;
2. Elemen/sub-sistem (K/L) harus mempunyai rencana yang ditetapkan;
3. Adanya hubungan diantara elemen/sub-sistem (antar K/L);
4. Unsur dasar dari proses (arus informasi, energi dan material) lebih penting dari pada
elemen sistem;
5. Tujuan nasional lebih penting dari pada tujuan K/L;
Gambar 2.8 menerangkan pemetaan postur organisasi dalam 4 titik perspektif yang
telah diatur dalam Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 (Bab III, Kementerian, Bagian
Kesatu, Pasal 23), bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika (bersama dengan 17
Kementerian yang lain), masuk dalam klaster Kementerian yang Menangani Urusan
Pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara Tegas disebutkan dalam UUD
Negara RI Tahun 1945 dan yang Ruang Lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara RI
Tahun 1945. Selanjutnya dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,
Kementerian Komunikasi dan Informatika menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
2. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;
3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;
4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di
daerah; dan
-
18
5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
Gambar 2.8 Perancangan Postur Organisasi dalam 4 Titik Perspektif
Mandat kelembagaan idang komunikasi dan informatika menngacu pada beberapa
peraturan perundang-undangan antara lain: (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999, tentang
Telekomunikasi; (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2002, tentang Penyiaran; (3) Undang-Undang
No. 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; (4) Undang-Undang No. 14 Tahun
2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik; (5) Undang-Undang No. 38 Tahun 2009, tentang
Pos. Untuk menghadapi tantangan masa, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: (1)
adaptasi terhadap dinamika lingkungan strategis, (2) arah pengembangan TIK, dan (3)
prioritas pembangunan sektoral/bidang komunikasi dan informatika. Sedangkan hubungan
relational yang dilaksanakan melalui koordinasi, pembagian peran, kerjasama dan partisipasi
dunia usaha, asosiasi maupun masyarakat.
-
19
BAB III
ANALISIS SITUASIONAL
3.1 Arah Pembangunan Jangka Panjang Bidang Komunikasi dan Informatika
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 dinyatakan bahwa Visi Pembangunan
Nasional 2005-2025 adalah "Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur". Visi
pembangunan nasional harus terukur dengan jelas, sehingga dapat diketahui tingkat
pencapaiannya. Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan
sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju dengan mengandalkan kemampuan
dan kekuatannya sendiri. Kemampuan bangsa yang didukung dengan ketahanan nasional
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat merupakan kunci untuk mencapai kemajuan
sekaligus kemandirian.
Dalam arah pembangunan jangka panjang tahun 2005–2025, pada bagian IV.1.2
Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing disebutkan bahwa: Kemampuan bangsa untuk
berdaya saing tinggi adalah kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Daya
saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan
globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Untuk memperkuat daya saing
bangsa, pembangunan nasional dalam jangka panjang diarahkan untuk (a) mengedepankan
pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; (b) memperkuat
perekonomian domestik berbasis keunggulan di setiap wilayah menuju keunggulan
kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan di
dalam negeri; (c) meningkatkan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan pengetahuan; dan
(d) membangun infrastruktur yang maju; serta (e) melakukan reformasi di bidang hukum dan
aparatur negara.
Secara spesifik, terkait dengan komunikasi dan informatika, pada bagian D. Sarana
dan Prasarana yang Memadai dan Maju, sub bagian 31, disebutkan bahwa : Pembangunan
pos dan telematika diarahkan untuk mendorong terciptanya masyarakat berbasis informasi
(knowledge-based society) melalui penciptaan landasan kompetisi jangka panjang
penyelenggaraan pos dan telematika dalam lingkungan multioperator; pengantisipasian
-
20
implikasi dari konvergensi telekomunikasi, teknologi informasi, dan penyiaran, baik
mengenai kelembagaan maupun peraturan termasuk yang terkait dengan isu keamanan,
kerahasiaan, privasi, dan integritas informasi; penerapan hak kekayaan intelektual;
peningkatan legalitas yang nantinya dapat mengakibatkan konvergensi pasar dan industri;
pengoptimalan pembangunan dan pemanfaatan prasarana pos dan telematika dan prasarana
nontelekomunikasi dalam penyelenggaraan telematika; penerapan konsep teknologi netral
yang responsif terhadap kebutuhan pasar dan industri dengan tetap menjaga keutuhan sistem
yang telah ada; peningkatan sinergi dan integrasi prasarana jaringan menuju next generation
network; peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap potensi
pemanfaatan telematika serta pemanfaatan dan pengembangan aplikasi berbasis teknologi
informasi dan komunikasi; pengembangan industri dalam negeri; dan industri konten sebagai
upaya penciptaan nilai tambah dari informasi.
3.2 Kerangka Teknokratik RPJM Nasional 2015 - 2019
Penguatan konektivitas nasional dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
diuraikan secara terstruktur mengenai : (1) permasalahan dan isu strategis, (2) sasaran
bidang, (3) arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang, (4) kerangka pendanaan, serta
(5) kerangka regulasi dan kerangka kelembagaan. Secara garis besar masing-masing bagian
diatas dapat dikemukakan dalam uraian berikut.
1. Permasalahan dan isu strategis tergambar dengan belum optimalnya dukungan TIK
untuk meningkatkan daya saing nasional disebabkan antara lain oleh beberapa hal,
utamanya:
a. Belum meratanya akses informasi di seluruh Indonesia;
b. Masih terbatasnya prasarana komunikasi dan informatika yang berdaya saing
khususnya akses pitalebar;
c. Masih tingginya harga koneksi pita lebar;
d. Belum berkembangnya ekosistem pita lebar nasional;
e. Belum optimalnya pengelolaan spektrum frequensi radio;
f. Tingginya tingkat kejahatan dunia maya (cyber crime);
g. Belum produktifnya penggunaan TIK;
h. Belum terintegrasinya sistem komunikasi dan informatika instansi
pemerintah;
Sedangkan untuk memperkuat konektivitas nasional yang meliputi konektivitas
-
21
ekonomi (antar/dalam pulau/Koridor Ekonomi) dan konektivitas pemerintah
(antar/dalam instansi pemerintah), isu strategis dalam pembangunan komunikasi dan
informatika tahun 2015-2019 adalah: (1) penyediaan akses informasi di seluruh
wilayah Indonesia termasuk daerah non-komersial dan perbatasan negara sebagai
bentuk pemenuhan amanah Pasal 28F UUD 1945; (2) pembangunan akses internet
berkecepatan tinggi (pitalebar) sebagai jalan tol informasi untuk mempercepat
transformasi perekonomian Indonesia; (3) pengintegrasian sistem komunikasi dan
informatika instansi pemerintah untuk mendukung pemerintahan yang efisien dan
pengelolaan data pemerintah sebagai aset strategis; dan (4) pemanfaatan informasi
dan TIK secara produktif dan bijak.
2. Sasaran bidang TIK :
Sasaran utama yang diharapkan dalam pembangunan komunikasi dan informatika
adalah (1) berkurangnya blank spot layanan komunikasi dan informatika; (2)
dibangunnya akses internet berkecepatan tinggi dengan jaminan ketahanan dan
keamanan informasinya; (3) terintegrasinya sistem komunikasi dan informatika
instansi pemerintah; dan (4) dimanfaatkannya TIK secara optimal untuk mendukung
peningkatan daya saing nasional dan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Sasaran
utama tersebut dirinci sebagai berikut.
a. Tersedianya layanan komunikasi dan informatika di perdesaan, perbatasan
negara, pulau terluar, dan wilayah non komersial lainnya;
b. Tersedianya layanan pita lebar;
c. Optimalnya pengelolaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit;
d. Tercapainya tingkat literasi TIK nasional sebesar 75%;
e. Tersedianya layanan e-Government yang aman dan dikelolanya data sebagai
aset strategis nasional.
3. Arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang: Dalam rangka mencapai
sasaran pembangunan tersebut, arah kebijakan dan strategi pembangunan
komunikasi dan informatika tahun 2015-2019 terdiri atas:
a. Mentransformasi Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) atau Universal
Service Obligation (USO) menjadi berorientasi pitalebar;
b. Mengoptimalkan pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit
sebagai sumber daya terbatas;
c. Mendorong pembangunan akses tetap pitalebar;
-
22
d. Membangun prasarana pitalebar di daerah perbatasan negara;
e. Memberikan perlindungan keamanan kepada penyelenggara, serta kualitas
dan keamanan informasi kepada pengguna layanan;
f. Mempercepat implementasi e-Government dengan mengutamakan prinsip
keamanan, interoperabilitas dan cost effective;
g. Pemerintah sebagai fasilitator yang mendorong penggunaan pitalebar;
h. Mendorong tingkat literasi TIK;
i. Mendorong kemandirian dan daya saing industri TIK dalam negeri;
j. Merestrukturisasi sektor penyiaran;
4. Kerangka pendanaan: Pengalokasian dana pemerintah untuk pembangunan
komunikasi dan informatika dapat dilakukan dalam bentuk investasi penuh dan
subsidi. Sebagai salah satu bentuk intervensi, pendanaan pemerintah diberikan
dengan memperhatikan:
a. Kondisi dan kapasitas keuangan negara. Pemberian dukungan pendanaan
diutamakan berasal dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor TIK
seperti Dana KPU dan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi;
b. Kemampuan pasar. Pemerintah tidak mengambil alih peran dan tidak
bersaing dengan penyelenggara. Pemberian dukungan pendanaan pemerintah
dipastikan tidakk menimbulkan kegagalan pasar;
c. Skema pendanaan yang sesuai yaitu tepat sasaran, tanpa duplikasi investasi,
dan menjamin keberlanjutan;
d. Inovasi model bisnis dengan pengelolaan risiko yang proporsional dan tidak
hanya berbasis aset. Sesuai dengan kecenderungan global yang beralih dari
belanja modal ke belanja operasional serta memperhatikan perkembangan
TIK yang cepat dan dinamis, Pemerintah lebih teliti dalam melakukan
investasi di sektor TIK.
Di sisi lain, pemerintah dapat memobilisasi dana di luar pemerintah, baik melalui
investasi swasta maupun skema KPS.
5. Kerangka regulasi dan kerangka kelembagaan : Dalam rangka memperkuat
konektivitas nasional, dalam pembangunan komunikasi dan informatika diperlukan
upaya-upaya untuk menyempurnakan regulasi yang telah ada saat ini yaitu:
-
23
a. Penyusunan RUU Penyiaran pengganti UU No. 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran. Hal ini dilakukan antara lain untuk mendukung migrasi sistem
penyiaran televisi ke digital.
b. Penyelesaian pembahasan RUU Telekomunikasi pengganti UU No. 36 Tahun
1999 tentang Telekomunikasi. Langkah ini diperlukan diantaranya untuk
mendukung rancang ulang penggunaan dan pengelolaan Dana KPU guna
mengakomodasi pembangunan ekosistem pitalebar dan pembentukan Dana
TIK (ICT Fund) jangka panjang.
c. Penyelesaian pembahasan revisi UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Adapun upaya yang ditempuh untuk memperkuat kelembagaan adalah: Perkuatan
lembaga pengelola Dana KPU. Perkuatan dilakukan melalui peningkatan kapasitas
lembaga pengelola agar dapat (1) melakukan fungsi koordinasi dengan instansi
pemerintah pusat dan daerah secara lebih lancar; (2) mengelola Dana KPU menjadi
lebih efisien dan transparan secara profesional; dan (3) menyesuaikan dengan UU
Telekomunikasi baru yang saat ini masih dalam pembahasan.
3.3 Intensi Strategis Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Tahun 2015 - 2019
Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla merancang sembilan agenda prioritas jika
terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Sembilan program tersebut merupakan agenda
perubahan untuk membangun Indonesia lebih hebat, disebut Nawa Cita. Program ini digagas
untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara
politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Gambar
3.1 merupakan visualisasi dari 9 Agenda Prioritas (Nawa Cita).
-
24
Gambar 3.1 Program Prioritas Visi dan Misi Jokowi-JK dalam Nawa Cita
Berikut inti dari sembilan program tersebut yang disarikan dari situs www.kpu.go.id:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan
rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif,
keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra
terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara
maritim.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya
memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan
-
25
melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan
lembaga perwakilan.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum
yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas
pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia
Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9
hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta
jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum
pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan,
yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah
pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela
negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui
kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang
dialog antarwarga.
3.4 Pengembangan Sektor Komunikasi dan Informatika
Kurbalija J. (2010) dalam Pengantar tentang tata kelola internet menyatakan
"Keranjang" infrastruktur dan standardisasi terdiri dari isu-isu dasar (terutama soal teknis)
yang berhubungan dengan Internet. Kriteria utama untuk menggolongkan sebuah isu dalam
“keranjang” ini adalah bersangkut-paut dengan fungsi dasar Internet. Isu ada dua kelompok.
Pertama, kelompok yang terdiri dari isu-isu utama. Tanpa kelompok ini, Internet dan World
Wide Web tidak dapat hadir. Kelompok ini terbagi dalam 3 tingkat:
1. Infrastruktur telekomunikasi, tempat seluruh lalu-lintas Internet mengalir;
-
26
2. Standar teknis dan layanan Internet, infrastruktur yang membuat Internet berfungsi
(misalnya TCP/IP; DNS; SSL);
3. Standar isi dan aplikasi [misalnya HTML; XML].
Kedua, kelompok yang terdiri dari isu-isu terkait dengan penjagaan operasi infrastruktur
Internet yang aman dan stabil, termasuk keamanan jagat maya, enkripsi dan spam.
Gambar 3.2 Lapisan Infrastruktur Sektor TIK
3.5 Indonesia Pita Lebar
Pembangunan broadband nasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
strategi untuk meningkatkan daya saing bangsa dan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, IBP merupakan bagian dari rencana dan strategi pembangunan nasional.
IBP merupakan elaborasi rencana pembangunan broadband nasional yang tetap mengacu
kepada visi pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.
Visi Indonesia
2025
: Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil,
dan makmur
Visi Broadband
Indonesia
: Mendukung transformasi Indonesia menjadi negara maju melalui
pengembangan dan pemanfaatan broadband sebagai meta-
infrastructure
Tujuan : 1. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing
-
27
Broadband
Indonesia
bangsa
2. Mendukung peningkatan kualitas pembangunan manusia
Indonesia
3. Menjaga kedaulatan bangsa
Pilar Utama : 1. Infrastruktur dan Keamanan
2. Adopsi dan Utilisasi Kreatif
3. Legislasi dan Regulasi
4. Pendanaan
Prinsip Dasar : Prinsip Dasar dan Persyaratan Pengembangan Broadband Nasional
Pengemangan broadband Indonesia akan dilakukan secara bertahap dan menjadi bagian yang
tidak terpisahakan dari strategi pembangunan nasional. Untuk merealisasikan potensi
broadband, beberapa prasyarat harus dipenuhi, yaitu adanya :
1. Kepemimpinan pemerintah (government leadership) dalam memberikan arah dan
panduan;
2. Komitmen nasional untuk menjamin konsistensi dan keberlanjutan program
pembangunan broadband nasional;
3. Koordinasi dan sinergi multi sektor untuk menjamin harmonisasi program
penggunaan sumber daya secara efisien;
4. Kerjasama pemerintah (pusat dan daerah) dan dunia usaha sesuai dengan tugas pokok,
kewenangan, dan kapasitas masing-masing.
Secara lebih detail, pembagian kewenangan dalam regulasi, target dan rencana aksi untuk
tahun 2013 - 2017 dapat dilihat pada Lampiran - 1.
Dalam Penetrasi Pita Lebar Indonesia, Kusnandar, 2014 dalam businessweek
indonesia, menyatakan bahwa kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan dan
terbentang dari Sabang sampai Merauke membutuhkan jaringan koneksi cepat pita lebar
(broadband) untuk mempercepat pertukaran informasi maupun komunikasi. Namun,
besarnya biaya pembangunan infrastruktur telekomunikasi membuat jaringan pita lebar
belum bisa menjangkau semua wilayah Nusantara. Guna mendukung konektivitas jaringan
fixed broadband nasional, pemerintah mencanangkan proyek infrastruktur telekomunikasi
serat optik sepanjang 36.000 kilometer di seluruh Indonesia dengan nama Palapa Ring.
Jaringan ini menghubungkan tujuh lingkar kecil serat optik yang terdiri atas wilayah
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Papua, dan satu backhaul
sebagai penghubung satu sama lainnya. Saat ini jaringan koneksi pita lebar Indonesia
tertinggal bila dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Korea Selatan, Jepang,
-
28
China, Singapura, ataupun Malaysia. Menurut data Akamai triwulan I 2014, rata-rata
kecepatan koneksi broadband di Indonesia hanya 2,4 mega byte per second (Mbps), ini jauh
di bawah kecepatan Korea Selatan yang bisa mencapai 23,6 Mbps, Jepang 14,6 Mbps, Hong
Kong 13,3 Mbps, dan Singapura 8,4 Mbps. (www.businessweekindonesia.com)
-
29
BAB IV
ANALISIS SISTEM
"The new job descriptions of leaders will involve design of the organization
and its policies. This will require seeing the organization as a system in which the
parts are not only internally connected, but also connected to the external
environment and clarifyng how the whole system can work better" (Senge, 1990).
4.1 Hasil Analisis Induktif
Tekstual analisis untuk peraturan perundangan dalam upaya mengklarifikasikan
“GAP” telah dicoba dilakukan dan hasilnya diakomodasikan melalui pendekatan Policy
Process Analysis (PPA). Fokus analisis tekstual diarahkan pada pelaksanaan mandat
perundang-undangan terkait dengan bidang komunikasi dan informatika. Selain itu,
keterkaitan dengan peraturan lainnya dikaji guna memperkuat dan mempertajam pelaksanaan
kewenangan dan tugas/fungsinya.
4.1.1 Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan merupakan pemahaman terhadap peraturan perundangan yang
merupakan dasar dalam kewenangan, asas, dan tugas pokok suatu lembaga. Pada
Kementerian Komunikasi dan Informatika, analisis kebijakan diterapkan dalam sebuah
matriks untuk telaah fungsional atas dasar kewenangan, asas, dan tugas pokok Kementerian
Komunikasi dan Informatika maupun kebijakan yang terkait pada mandat kelembagaan
Kementerian Komunikasi dan Informatika, antara lain (tidak membatasi peraturan
perundang-undangan yang lain) :
1. Undang-Undang No. 36 Tahun 1999, tentang Telekomunikasi;
2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002, tentang Penyiaran;
3. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
4. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik;
5. Undang-Undang No. 38 Tahun 2009, tentang Pos.
6. Undang-Undang No. 25 Tahun 2009, tentang Pelayanan Publik;
-
30
Tabel 4.1 Analisis Tekstual Peraturan Perundangan (Utama) Terkait Komunikasi dan Informatika
No Undang-Undang Azas Tujuan Kata Kunci Definisi Kunci
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 UU No. 5 Tahun
2014 Tentang
Aparatur Sipil
Negara
1. Kepastian Hukum 2. Profesionalitas, 3. Proporsionalitas, 4. Keterpaduan 5. Delegasi 6. Netralitas 7. Akuntabilitas 8. Efektif dan efisien 9. Keterbukaan 10. Nondiskriminatif 11. Persatuan dan kesatuan 12. Keadilan dan kesetaraan
dan kesejahteraan.
Untuk menghasilkan Pegawai ASN
yang profesional, memiliki nilai dasar,
etika profesi, bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi,dan nepotisme
1. Nilai dasar, 2. Kode etik dan kode
perilaku;
3. Komitmen integritas moral dan tanggung jawab
pada pelayanan publik,
4. Kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas,
5. Kualifikasi akademik, 6. Jaminan perlindungan
hukum dalam
melaksanakan tugas,
7. Profesionalitas jabatan
Pegawai ASN berperan
sebagai perencana, pelaksana,
dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan dan
pembangunan nasional
melalui pelaksanaan
kebijakan dan pelayanan
publik yang profesional,
bebas dari intervensi politik,
serta bersihdari praktik
korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
2 UU No. 36 Tahun
1999 Tentang
Telekomunikasi
1. Manfaat, 2. Adil dan Merata, 3. Kepastian Hukum, 4. Keamanan, 5. Kemitraan, 6. Etika, 7. dan Kepercayaan pada diri
sendiri.
Untuk mendukung persatuan dan
kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
secara adil dan merata, mendukung
kehidupan ekonomi dan kegiatan
pemerintahan, serta meningkatkan
hubungan antarbangsa.
1. Pembinaan 2. Penyelenggaraan 3. Perizinan
1. Untuk meningkatkan penyelenggaraan
telekomunikasi yang
meliputi penetapan
kebijakan, pengaturan,
pengawasan dan
pengendalian
2. Menyelenggaarakan jasa telekomunikasi
3. Tata cara yang sederhana, proses yang
transparan,adil dan tidak
diskriminatif dan
penyelesaian dalam waktu
yang singkat
-
31
No Undang-Undang Azas Tujuan Kata Kunci Definisi Kunci
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
3 UU No. 32 Tahun
2002 tentang
Penyiaran
1. Manfaat, 2. Adil dan Merata, 3. Kepastian Hukum, 4. Keamanan, 5. Keberagaman, 6. Kemitraan, 7. Etika, 8. Kemandirian, 9. Kebebasan, dan 10. Tanggung jawab.
Untuk :
1. Memperkukuh integrasi nasional, 2. Terbinanya watak dan jati diri
bangsa yang beriman dan bertakwa,
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, 4. Memajukan kesejahteraan umum,
dalam rangka membangun
masyarakat yang mandiri,
demokratis, adil dan sejahtera, serta
5. Menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Penyelenggaraan
Penyiaran
1. Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem
penyiaran nasional
2. Dibentuk Komisi Penyiaran
4
UU No. 11 Tahun
2008 tentang
Informasi dan
Transaksi
Elektronik
1. Kepastian Hukum, 2. Manfaat, 3. Kehati-hatian, 4. Iktikad baik, dan 5. Kebebasan memilih
teknologi atau netral
teknologi.
Untuk :
1. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat
informasi dunia;
2. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
4. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk
memajukan pemikiran dan
kemampuan di bidang penggunaan
dan pemanfaatan Teknologi
Informasi seoptimal mungkin dan
bertanggung jawab; dan
5. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi
pengguna dan penyelenggara
Teknologi Informasi.
1. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik dan
sistem elektronik
2. Penyelenggaraan sistem elektronik
1. Harus menyediakan informasi yang akurat,
jelas dan pasti kepada
setiap pengguna jasa
2. Harus menyelenggarakan sistem elektronik secara
andal, aman serta
bertanggung jawab
terhadap beroperasinya
sistem elektronik
sebagaimana mestinya
-
32
No Undang-Undang Azas Tujuan Kata Kunci Definisi Kunci
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
5 UU No. 14 Tahun
2008 tentang
Keterbukaan
Informasi Publik
1. Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat
diakses oleh setiap
Pengguna Informasi Publik.
2. Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat
dan terbatas.
3. Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap
Pemohon Informasi Publik
dengan cepat dan tepat
waktu, biaya ringan, dan
cara sederhana.
4. Informasi Publik yang dikecualikan bersifat
rahasia sesuai dengan
Undang-Undang,
kepatutan, dan kepentingan
umum didasarkan pada
pengujian tentang
konsekuensi yang timbul
apabila suatu informasi
diberikan kepada
masyarakat serta setelah
dipertimbangkan dengan
seksama bahwa menutup
Informasi Publik dapat
melindungi kepentingan
yang lebih besar daripada
membukanya atau
sebaliknya.
Untuk :
1. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan
kebijakan publik, program
kebijakan publik, dan proses
pengambilan keputusan publik,
serta alasan pengambilan suatu
keputusan publik;
2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
kebijakan publik;
3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan
kebijakan publik dan pengelolaan
Badan Publik yang baik;
4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang
transparan, efektif dan efisien,
akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabkan;
5. Mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat hidup
Orang banyak;
6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan
bangsa; dan/ atau
7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan
Badan Publik untuk menghasilkan
layanan informasi yang berkualitas
Hak dan kewajiban
pemohon dan pengguna
informasi publik serta hak
dan kewajiban badan
publik
1. Hak pemohon infomasi publik
2. Kewajiban pengguna infomasi publik
3. Hak badan publik 4. Kewajiban badan publik
-
33
No Undang-Undang Azas Tujuan Kata Kunci Definisi Kunci
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
6 UU No. 25 Tahun
2009 Tentang
Pelayanan Publik
Penyelenggaraan pelayanan
publik berasaskan :
1. kepentingan umum; 2. kepastian hukum; 3. kesamaan hak; 4. keseimbangan hak dan
kewajiban;
5. keprofesionalan; 6. partisipatif; 7. persarnaan perlakuan/ tidak
diskriminatif;
8. keterbukaan; 9. akuntabilitas; 10. fasilitas dan perlakuan
khusus bagi kelompok
11. rentan; 12. ketepatan waktu; dan 13. kecepatan, kemudahan, dan
keterjangkauan
1. tewujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung
jawab, kewajiban, dan kewenangan
seluruh pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik;
2. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik
yang layak sesuai dengan asas-asas
umum pemerintahan dan korporasi
yang baik;
3. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
4. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan
publik.
1. Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan
barang publik dan jasa
publik serta pelayanan
administratif yang
meliputi pendidikan,
pengajaran, pekerjaan dan
usaha, tempat tinggal,
komunikasi dan
informasi, lingkungan
hidup, kesehatan, jaminan
sosial, energi, perbankan,
perhubungan, sumber
daya alam, pariwisata, dan
sektor strategis lainnya.
1. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan
peraturan
perundangundangan bagi
setiap warga negara dan
penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang
disediakan oleh
penyelenggara pelayanan
publik;
2. Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara
maupun penduduk sebagai
orang- perseorangan,
kelompok, maupun badan
hukum yang
berkedudukan sebagai
penerima manfaat
pelayanan publik, baik
secara langsung maupun
tidak langsung.
-
34
4.1.2 Konstelasi Peran Komunikasi Dalam Persandingan UU Pemerintahan Daerah
Berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang
menggantikan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah telah
merubah konstelasi proses komunikasi lintas kementerian/lembaga maupun antara
pemerintah pusat dan daerah. Sebagai tinjauan secara garis besar pada Lampiran 2.
disampaikan persandingan antara Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dengan Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999.
Pada Gambar 4.1 dapat menjelaskan bahwa pada masa berlakunya Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999 dapat dikatakan terjadi hubungan komunikasi yang harmonis antar
kementerian/lembaga maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Gambar 4.1 Keselarasan Harmonis dalam Proses Komunikasi (UU No.22/1999)
Disisi lain dengan berlakunya UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah,
secara signifikan telah merubah pula keseimbangan dan keselarasan proses komunikasi yang
selama ini terbangun. Suparwoto, 2006 mengidentifikasikan beberapa kesenjangan yang
terjadi (Gambar 4.2), antara lain sebagai berikut :
1. Tidak meratanya penyebaran informasi publik;
2. Tidak semua Pemda memiliki satker khusus menangani penyediaan dan penyebaran
informasi publik;
3. Terputusnya hubungan/komunikasi antara Pusat dengan daerah dan sebaliknya;
-
35
4. Terbatasnya ruang (space) dan waktu (duration) media untuk penyebaran informasi
publik,karena media memiliki agenda sendiri;
5. Terbatasnya ruang tempat umpan balik antara publik dan pemerintah baik pusat dan
daerah.
Gambar 4.2 Keselarasan Harmonis dalam Proses Komunikasi (UU No.32/2004)
4.1.3 Masyarakat Sebagai Pemangku Kepentingan Dalam Komunikasi Publik
Pemetaan masyarakat sebagai pemangku kepentingan dalam komunikasi dan
informatika dapat dilakukan berdasarkan tingkat kesadaran atas pentingnya informasi dan
kemudahan akses terhadap informasi, Gambar 4.3 memberikan ilustrasi adanya 4 (empat)
kelompok pemangku kepentingan yang harus mendapatkan perhatian dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Kementerian Kominfo
sesuai dengan fungsi yang telah diamanatkan dalam Perpres No. 47 Tahun 2009.
-
36
Gambar 4.3 Pemetaan Masyarakat Sebagai Pemangku Kepentingan
Berdasarkan pengelompokan masyarakat sebagai pemangku kepentingan tersebut
diatas, dengan mengacu pada Perpres No. 47 Tahun 2009 dilakukan identifikasi peran dan
fungsi Kementerian Kominfo untuk masing-masing kelompok pemangku kepentingan
(Gambar 4.4). Proses pemetaan dilakukan dalam forum diskusi pakar (Bogor, 3 September
2014) secara garis besar hasil diskusi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Gambar 4.4 Peran, Fungsi Kementerian Kominfo dalam Kelompok Pemangku Kepentingan
-
37
4.1.4 Intensi Strategis Kementerian Kominfo Tahun 2015 - 2019
Perencanaan teknokratik untuk perumusan Rencana Strategis Tahun 2015 - 2019
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah dilakukan dengan mengacu pada dokumen
Draft rencana teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 -
2019 dan 9 Agenda Prioritas (Nawa Cita) dari Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk
periode tahun 2015 - 2019. Dalam dokumen Rencana Strategis tersebut dikemukakan intensi
strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika tergambar dalam Visi, Misi, maupun
berbagai prongram dan inisiatis strategis, yang secara garis besar dikemukakan pada bagian
berikut.
VISI Tahun 2015 - 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika :
“Terwujudnya masyarakat berpengetahuan, inovatif, komunikatif, mandiri, sejahtera dan
berdaya saing global yang berkarakter ke-Indonesia-an melalui pengembangan dan
pemanfaatan TIK dalam kerangka NKRI”
Sasaran Pembangunan :
1. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi yg tinggi;
2. Menurunnya tingkat kesenjangan antar wilayah;
3. Meningkatnya kualitas demokrasi;
4. Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang bersih, anti
korupsi, akuntabel, efektif, dan efisien.
MISI Tahun 2015 - 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika :
1. Mewujudkan masyarakat mandiri dan sejahtera melalui peningkatan ketersediaan
akses informasi di seluruh wilayah indonesia dan pemanfaatan ekosistem broadband
dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi dengan mengutamakan produk
dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan;
2. Mewujudkan masyarakat berdaya saing global melalui peningkatan kemampuan dan
kekuatan berdasarkan sumber daya yang ada untuk berkompetisi dan memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif;
3. Mewujudkan karakter ke-Indonesia-an melalui peningkatan dan pemanfaatan nilai-
nilai budaya dan jati diri indonesia dalam pengembangan dan pemanfaatan konten
TIK;
-
38
4. Menjaga dan memperkuat kedaulatan NKRI melalui peningkatan layanan dan
keamanan informasi untuk keutuhan NKRI;
5. Mewujudkan masyarakat berpengetahuan, inovatif, dan komunikatif melalui
peningkatan dan pengembangan kualitas SDM bidang komunikasi dan informatika,
penyediaan konten yang berkualitas dan bermanfaat dengan dukungan konektivitas
infrastruktur komunikasi dan informatika;
Secara garis besar program, kegiatan, inisiatif strategis maupun indikator kinerja
dikemukakan dalam Lampiran 3.
4.1.5 Indentifikasi Indikator Kinerja Dalam Pernyataan Misi Kementerian Kominfo
Pernyataan Misi Kementerian Kominfo dalam draft perencanaan teknokratik Rencana
Strategis Tahun 2015 - 2019 disajikan secara naratif yang lengkap sampai pada tingkat
outcome dan impact. Untuk dapat mengukur pencapaian pelaksanaannya diperlukan
identifikasi lingkup tanggungjawab (locus of control) dari Kementerian Kominfo.
Pernyataan Misi - 1 :
Mewujudkan masyarakat mandiri dan sejahtera melalui peningkatan ketersediaan akses
informasi di seluruh wilayah indonesia dan pemanfaatan ekosistem broadband dalam
rangka menunjang pertumbuhan ekonomi dengan mengutamakan produk dalam negeri
untuk memenuhi kebutuhan;
Indikator Kinerja :
1. Ketersediaan akses informasi di
seluruh wilayah Indonesia;
2. Pemanfaatan ekosistem broadband;
Gambar 4.5 Strukturisasi Indikator Kinerja Misi - 1
Pernyataan Misi - 2 :
Mewujudkan masyarakat berdaya saing global melalui peningkatan kemampuan dan
kekuatan berdasarkan sumber daya yang ada untuk berkompetisi dan memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif;
Indikator Kinerja :
1. Peningkatan kemampuan dan
kekuatan berdasarkan sumber daya
-
39
(dalam lingkup komunikasi dan
informatika);
Gambar 4.6 Strukturisasi Indikator Kinerja Misi - 2
Pernyataan Misi - 3 :
Mewujudkan karakter ke-Indonesia-an melalui peningkatan dan pemanfaatan nilai-nilai
budaya dan jati diri indonesia dalam pengembangan dan pemanfaatan konten TIK;
Indikator Kinerja :
1. Pengembangan dan pemanfaatan
konten TIK;
Gambar 4.7 Strukturisasi Indikator Kinerja Misi - 3
Pernyataan Misi - 4 :
Menjaga dan memperkuat kedaulatan NKRI melalui peningkatan layanan dan keamanan
informasi untuk keutuhan NKRI;
Indikator Kinerja :
1. Layanan dan keamanan informasi;
Gambar 4.8 Strukturisasi Indikator Kinerja Misi - 4
-
40
Pernyataan Misi - 5 :
Mewujudkan masyarakat berpengetahuan, inovatif, dan komunikatif melalui peningkatan
dan pengembangan kualitas SDM bidang komunikasi dan informatika, penyediaan konten
yang berkualitas dan bermanfaat dengan dukungan konektivitas infrastruktur komunikasi
dan informatika;
Indikator Kinerja :
1. Konektivitas infrastruktur
komunikasi dan informatika
2. Peningkatan dan pengembangan
kualitas SDM bidang komunikasi
dan informatika;
3. Penyediaan konten yang berkualitas
dan bermanfaat;
Gambar 4.9 Strukturisasi Indikator Kinerja Misi - 5
4.1.6 Perumusan Definisi Filosofis Kementerian Kominfo
Pendekatan proses transformasi Kementerian Komunikasi dan Informatika dilakukan
dengan cara menurunkan asumsi dasar yang dimiliki oleh Kementerian Komunikasi dan
Informatika kedalam elemen dasar dan CATWOE sehingga didapat definisi yang dapat
dipakai oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Analisis CATWOE didefinisikan
oleh Peter Checkland (1981) sebagai bagian dari Soft Systems Methodology (SSM). Analisis
ini merupakan checklist sederhana dari sistem berpikir. Ini merupakan teknik umum yang
digunakan oleh Analis Bisnis untuk mengidentifikasi apa yang menjadi tujuan untuk dicapai,
apa yang menjadi area masalah dan bagaimana solusi yang dapat mempengaruhi bisnis dan
keterlibatan individu terhadap itu.
Customers : Pemangku kepentingan utama
Actors : Pemangku kepentingan utama dan pemerintah
Transformation
process
: Kebijakan dan regulasi yang adaptif terhadap perkembangan
teknologi dan perubahan perilaku masyarakat
World view : Upaya mewujudkan masyarakat berpengetahuan, inovatif,
komunikatif, mandiri, sejahtera dan berdaya saing global
yang berkarakter ke-Indonesia-an dalam kerangka NKRI
Owner : Kementerian Kominfo merupakan lembaga penentu
-
41
kebijakan, regulator dan fasilitator
Environment : Penyediaan, pengembangan serta pemanfaatan komunikasi
dan informatika
CATWOE adalah mnemonic (tools pengingat) yang membantu mengidentifikasi dan
mengkategorikan semua stakeholder (orang, proses, lingkungan, entitas) dari Sistem yang
dianalisis untuk merumuskan root definition atau definisi filosofis, adalah deskripsi
terstruktur dari suatu sistem yang menguraikan kegiatan yang berlangsung (atau mungkin
terjadi) dalam organisasi yang dipelajari. Dari hasil analisis induktif serta dengan validasi
pada panel pakar yang dilakukan dapat diperoleh kesepakatan pakar Definisi Filosofis (root
definitions) bagi Kementerian Kominfo adalah sebagai berikut :
"Kementerian Kominfo merupakan lembaga penentu kebijakan, regulator dan
fasilitator dalam upaya mewujudkan masyarakat berpengetahuan, inovatif,
komunikatif, mandiri, sejahtera dan berdaya saing global yang berkarakter ke-
Indonesia-an dalam kerangka NKRI yang dilaksanakan oleh pemangku
kepentingan utama dan pemerintah melalui penyediaan, pengembangan serta
pemanfaatan komunikasi dan informatika dengan berpegang pada kebijakan dan
regulasi yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan perubahan perilaku
masyarakat untuk penyediaan layanan komunikasi dan informatika bagi pemangku
kepentingan utama".
4.2 Hasil Analisis Deduktif
Fokus analisis deduktif diarahkan akuisisi pengetahuan para pakar dalam lingkup
bidang komunikasi dan informatika dengan menggunakan beberapa pendekatan yang lazim
digunakan dalam soft system methodology (SSM). Melalui forum diskusi pakar maupun
indepth interview dilakukan akuisisi pengetahuan pakar, dan sekaligus sebagai langkah untuk
proses validasi (face validation).
4.2.1 Pendekatan Interpretive Structural Model (ISM)
Kajian Penataan Birokrasi Kementerian Komunikasi dan Informatika disusun berdasarkan
hasil asumsi – asumsi dasar dengan prioritas tertinggi sebagai sebagai prasyarat yang harus
diperhatikan dalam penyusunan model kebijakan ini. Struktur sistem elemen model ini
dianalisis dengan metode ISM dan hasil wawancara pakar diperoleh 4 elemen utama yang
-
42
harus diperhatikan dalam membuat kebijakan yakni : 1). Tujuan program, 2). Kendala utama
program, 3). Perubahan yang dimungkinkan, 4). Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan
program. Penilaian pakar terhadap hubungan kontekstual antar sub elemen
lembaga/kelompok yang terlibat dilakukan dengan pendekatan V, A, X dan O. Pendekatan ini
digunakan untuk memperoleh hubungan langsung dan tingkat hirarki kontribusi dalam
kelompok pemangku kepentingan. Setiap nilai pendapat pakar individual dilakukan agregasi
untuk mendapatkan nilai pendapat gabungan. Secara lebih detail hasil analisis dari ISM
disampaikan pada Lampiran - 4.
Gambar 4.10 Kerangka Pikir dalam Diskusi Pakar ISM
1. Elemen Tujuan Program
Verifikasi hubungan kontekstual pada elemen tujuan program, teridentifikasi sebagai
berikut:
a. Sebagai elemen kunci yang paling berpengaruh adalah: (8) Penguatan regulasi untuk
mengatur: penyediaan, pengembangan, dan pemanfaatan komunikasi dan informatika
dalam menghadapi dinamika lingkungan strategis ICT. Sub elemen ini memiliki daya
pendorong (driver power) paling besar dengan tingkat ketergantungan terhadap sub
elemen kelompok yang terpengaruh lainnya yang paling rendah;
b. Selanjutnya di rangking dua adalah Penyediaan dan pengembangan informasi edukatif
(4), Peningkatan kecukupan informasi masyarakat dengan karakteristik komunikasi
-
43
lancar dan informasi benar (1), Terwujudnya birokrasi layanan komunikasi dan
informatika yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi (3), Sistem
dan koordinasi kehumasan pemerintah (Government Public Relations) dalam rangka
meningkatan reputasi bangsa (7);
Hubungan kontekstual antar sub elemen hasil analisis ISM untuk tujuan program dapat dilihat
pada Gambar 4.11
Gambar 4.11 Hubungan Kontekstual pada Elemen Tujuan Program
2. Elemen Kendala Pelaksanaan Program
Verifikasi hubungan kontekstual pada elemen kendala pelaksanaan program,
teridentifikasi sebagai berikut:
a. Sebagai elemen kunci yang paling berpengaruh sebagai kendala utama adalah: (1)
Kapabilitas dinamik Kementerian Kominfo yang kurang responsif terhadap perubahan
lingkungan strategis ICT Nasional, regional dan global; (6) Lemahnya koordinasi
pada tingkat kebijakan, antara Kementerian Kominfo dengan kementerian/
lembaga/daerah, maupun koordinasi dengan dunia usaha/komunitas/ masyarakat, dan
(7) Lemahnya koordinasi dan sinergi lintas fungsi/lintas unit kerja di dalam
Kementerian Kominfo. Ketiga sub elemen ini memiliki daya pendorong (driver
power) paling besar dengan tingkat ketergantungan terhadap sub elemen kendala
utama program lainnya yang paling rendah;
b. Selanjutnya di rangking dua adalah: (8) Fragmentasi fungsi dan tumpang tindihnya
fungsi-fungsi dalam organisasi Kementerian Kominfo.
-
44
Hubungan kontekstual antar sub elemen hasil analisis ISM untuk kendala pelaksanaan
program dapat dilihat pada Gambar 4.12
Gambar 4.12 Hubungan Kontekstual pada Elemen Kendala Pelaksanaan Program
3. Elemen Perubahan yang Dimungkinkan
Verifikasi hubungan kontekstual pada elemen perubahan yang dimungkinkan,
teridentifikasi sebagai berikut:
a. Elemen kunci pada elemen perubahan yang dimungkinkan adalah; (1) Penataan
fungsi-fungsi yang meminimalisir tumpang tindih (overlap) dan menghindarkan
white-space karena memiliki daya pendorong (driver power) paling besar dengan
tingkat ketergantungan terhadap sub elemen perubahan yang dimungkinkan lainnya
yang paling rendah;
b. Selanjutnya di rangking dua adalah Membangun paradigma kelembagaan
Kementerian Kominfo sebagai fasilitator pembangunan (steering) dengan birokrasi
yang efektif (2), Penguatan kapasitas dan kapabilitas SDM Kementerian Kominfo
dalam pelaksanaan mandat perumusan dan penetapan kebijakan (3), Struktur
organisasi Kementerian Kominfo yang responsif dan mampu beradaptasi dengan
dinamika lingkungan strategis ICT (6).
Hubungan kontekstual antar sub elemen hasil analisis ISM untuk kendala pelaksanaan
program dapat dilihat pada Gambar 4.13
-
45
Gambar 4.13 Hubungan Kontekstual pada Elemen Perubahan yang Dimungkinkan
4. Elemen Pemangku Kepentingan yang Terkait dalam Pelaksanaan Program
Verifikasi hubungan kontekstual pada elemen Pemangku Kepentingan yang Terkait,
teridentifikasi sebagai berikut:
a. Elemen kunci pada elemen perubahan yang dimungkinkan adalah Kementerian dan
Lembaga (1), Pemerintah Daerah (2), Dunia Usaha (3), Asosiasi (4), Perguruan
Tinggi (5), Lembaga Internasional (6), NGO Nasional (7), dan Masyarakat Umum (9)
karena memiliki daya pendorong (driver power) paling besar dengan tingkat
ketergantungan terhadap sub elemen perubahan yang dimungkinkan lainnya yang
paling rendah;
b. Selanjutnya di rangking dua adalah NGO Internasional (8) yang merupakan
perubahan dengan daya pendorong paling kecil dengan tingkat ketergantungan paling
tinggi terhadap lembaga yang terkait lainnya.
Hubungan kontekstual antar sub elemen hasil analisis ISM untuk kendala pelaksanaan
program dapat dilihat pada Gambar 4.14
-
46
Gambar 4.14 Hubungan Kontekstual pada Elemen Pemangku Kepentingan yang Terlibat
4.2.2 Pendekatan Strategic Assumption Surfacing and Testing (SAST)
SAST digunakan untuk mengeksplorasi asumsi strategis yang paling penting dan
paling yakin (pasti). Kondisi ini menempatkan asumsi strategis pada zona “rencana yang
pasti" dan “rencana yang bermasalah” sebagai hal yang memerlukan perhatian dalam
pengembangan model. Penempatan posisi setiap asumsi strategis dilakukan melalui pengisian
kuesioner SAST oleh para pakar dan diskusi pakar untuk memvalidasi hasil analisis atas
masing-masing posisi asumsi strategis tersebut. Pemetaan asumsi strategis dilakukan dalam
dua fokus, yaitu: (1) fokus sektor komunikasi dan informatika, dan (2) fokus birokrasi.
1. Eksplorasi asumsi strategis fokus sektor komunikasi dan informatika
Hasil analisis atas ssumsi strategis berkaitan dengan fokus sektor komunikasi dan
informatika diuraikan secara rinci pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Asumsi Strategis Fokus Sektor Komunikasi dan Informatika
Asumsi Strategis Tingkat
Kepastian
Tingkat
Kepentingan
A. FOKUS SEKTOR KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
A Peningkatan kecukupan informasi masyarakat dengan
karakteristik komunikasi lancar dan informasi benar 4,184 5,459
B Terbentuknya Indonesia informatif dalam konsensus dasar negara 4,286 5,561
C Terwujudnya birokrasi layanan komunikasi dan informatika yang
profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi 4,234 5,561
D Penyediaan dan pengembangan informasi edukatif 4,162 5,198
E Sistem komunikasi dan informatika yang berbasis kemampuan
lokal yang berdaya saing tinggi 3,752 4,949
F Memperjuangkan kepentingan komunikasi dan informatika
nasional dalam sistem pasar global 4,276 4,923
G
Penguatan sistem dan koordinasi kehumasan pemerintah
(government public relations) dalam rangka meningkatkan
reputasi bangsa
4,477 5,395
H
Penguatan regulasi untuk mengatur : penyediaan, pengembangan,
dan pemanfaatan komunikasi dan informatika dalam menghadapi
dinamika lingkungan strategis ICT
4,462 5,395
-
47
Dari uraian tersebut diperoleh sebuah gambaran yang lebih jelas terhadap asumsi
dengan tingkat kepentingan yang tinggi dan tingkat kepastian yang tinggi bagi sektor
komunikasi dan informatika, sebagai berikut :
Tingkat Kepentingan yang Tinggi,
a. Peningkatan kecukupan informasi masyarakat dengan karakteristik komunikasi lancar
dan informasi benar (A);
b. Terbentuknya Indonesia informatif dalam kerangka empat pilar kebangsaan (B);
c. Terwujudnya birokrasi layanan komunikasi dan informatika yang profesional dan
memiliki integritas moral yang tinggi (C);
Tingkat Kepastian yang Tinggi,
a. Penguatan regulasi untuk mengatur: penyediaan, pengembangan, dan pemanfaatan
komunikasi dan informatika dalam menghadapi dinamika lingkungan strategis ICT
(H);
b. Penguatan sistem dan koordinasi kehumasan pemerintah (government public
relations) dalam rangka meningkatkan reputasi bangsa (G);
Secara grafis posisi masing-masing asumsi strategis fokus sektor komunikasi dan
informatika tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.15
Gambar 4.15 Kuadran SAST bagi Fokus Bidang Komunikasi dan Informatika
-
48
2. Eksplorasi asumsi strategis fokus birokrasi
Hasil analisis atas ssumsi strategis berkaitan dengan fokus sektor komunikasi dan
informatika diuraikan secara rinci pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Asumsi Strategis Fokus Birokrasi
Asumsi Strategis Tingkat
Kepastian
Tingkat
Kepentingan
B. FOKUS BIROKRASI
A Penataan fungsi-fungsi yang meminimalisir tumpang tindih
(overlap) dan menghindarkan white-space 4,226 5,82
B
Membangun paradigma kelembagaan Kementerian Kominfo
sebagai fasilitator pembangunan (steering) dengan birokrasi yang
efektif
4,61 5,561
C Penguatan kapasitas dan kapabilitas SDM Kementerian Kominfo
dalam pelaksanaan mandat perumusan dan penetapan kebijakan 4,713 5,561
D Peningkatan efektifitas koordinasi lintas Kementerian/Lembaga/
Daerah 3,715 5,459
E Peningkatan peran stakeholder dalam pembangunan daya saing
berbasis kemampuan lokal 4,248 5,432
F Struktur organisasi Kementerian Kominfo yang responsif dan
mampu beradaptasi dengan dinamika lingkungan strategis ICT 4,248 5,561
G Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik dengan SDM
yang kompeten dan profesional 4,031 5,82
Dari uraian tersebut diperoleh sebuah gambaran yang lebih jelas terhadap asumsi
dengan tingkat kepentingan yang tinggi dan tingkat kepastian yang tinggi bagi fokus
birokrasi, sebagai berikut :
Tingkat Kepentingan yang Tinggi,
a. Membangun paradigma kelembagaan Kementerian Kominfo sebagai fasilitator
pembangunan (steering) dengan birokrasi yang efektif (B);
b. Penguatan kapasitas dan kapabilitas SDM Kementerian Kominfo dalam pelaksanaan
mandat perumusan dan penetapan kebijakan (C);
Tingkat Kepastian yang Tinggi,
a. Penataan fungsi-fungsi yang meminimalisir tumpang tindih (overlap) dan
menghindarkan white-space (A);
b. Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik dengan SDM yang kompeten dan
profesional (G);
Secara grafis posisi masing-masing asumsi strategis fokus birokrasi tersebut dapat
dilihat pada Gambar 4.16
-
49
Gambar 4.16 Kuadran SAST bagi Fokus Birokrasi
4.3 Peran dan Fungsi Kementerian dalam Pembangunan Bidang Kominfo
Dalam upaya pembangunan bidang kominfo, kementerian akan melaksanakan
berbagai aktivitas baik sebagaimana dalam Gambar 417. Secara garis besar dikemukakan
bahwa tugas utama dilaksanakan melalui aktivitas pada produce dan provide, sedangkan
tugas pendukung dilaksanakan melalui aktivitas dalam kelompok manage. Sementara dari
sisi kinerja kelembagaan akan terlihat pada pencapaian beberapa hal pokok yang diwujudkan
dalam apply.
a. Produce: kebijakan direktif–strategik, dukungan dalam pengambilan keputusan
strategis, dan kerjasama internasional bidang Kominfo;
b. Provide: pelayanan publik bidang Kominfo, kegiatan teknis Kominfo berskala
nasional, fasilitasi dan advokasi pelaksanaan kebijakan, pengembangan kapabilitas
dinamik SDM profesi Kominfo;
c. Manage: pengelolaan anggaran, pengelolaan sarana dan prasarana kerja, pengelolaan
SDM ASN, pengelolaan data dan informasi, tatakelola dan tatalaksana; yang
terlaksanan dengan pengorganisasian dalam ketersediaan anggaran, perencanaan, dan
pengukuran kinerja;
d. Apply: grand design (roadmap) dan pelaksanaan tata kelola infrastruktur (sumber
daya) telekomunikasi Indonesia, standar teknis dan layanan internet, infrastruktur, dan
aplikasi informatika, Pembangunan langsung/tidak langsung sebagai layanan publik
-
50
dalam bentuk PSO dan USO (bila belum mampu dilaksanakan oleh masyarakat),
pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM Profesi Kominfo, serta Simpul (hub)
informasi dan komunikasi pulik, serta government public relations (government PR).
Gambar 4.17 Peran dan Fungsi Kementerian dalam Pengembangan Sektor Kominfo
4.4 Transformasi Paradigma dalam Penataan Birokrasi Kementerian Kominfo
Dalam perkembangan lingkungan strategis (politik, ekonomi, sosial, dan teknologi)
baik pada tingkat nasional, regional maupun global menuntut adanya perubahan paradigma
dalam pengelolaan komunikasi dan informatika. Secara nasional beberapa hal penting yang
harus mendapatkan prioritas antara lain adalah pelaksanaan pengelolaan komunikasi dan
informatika yang dapat meberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi, mensejahterakan
masyarakat, dengan tetap menjaga nilai-nilai kesatuan dan kerakter ke-Indonesia-an.
Pencapaian atas ketiga hal tersebut diharapkan dapat mendorong tercapainya daya saing dan
ketahanan nasional bangsa Indonesia secara berkelanjutan. Gambar 4.18 memberikan
ilustrasi perubahan paradigma menuju pengelolaan komunikasi dan informatika secara
optimal untuk mendukung p