BAB I LATAR BELAKANG AUDIT TUJUAN TERTENTU: STP-115 fileBAB I LATAR BELAKANG AUDIT TUJUAN TERTENTU:...
-
Upload
nguyennhan -
Category
Documents
-
view
245 -
download
6
Transcript of BAB I LATAR BELAKANG AUDIT TUJUAN TERTENTU: STP-115 fileBAB I LATAR BELAKANG AUDIT TUJUAN TERTENTU:...
BAB I
LATAR BELAKANG
AUDIT TUJUAN TERTENTU: STP-115
115.01. Sesuai Kerangka Acuan Praktek Pengawasan Intern Pemerintah, Kementerian dapat merumuskan Standar Teknis Penugasan, singkat STP, untuk Audit Tujuan Tertentu. STP Audit Tujuan Tertentu ini merupakan persyaratan teknis penugasan yang dioperasionalkan dari Standar Audit Intern Pemerintah, khususnya untuk Audit Tujuan Tertentu. Untuk kemudahan komunikasi, Kode Identifikasi, STP Audit Tujuan Tertentu ini adalah STP-115.
115.02. Sebagai audit yang dilakukan dengan tujuan khusus di luar audit keuangan dan audit kinerja, Audit Tujuan Tertentu merupakan proses mengumpulkan dan menganalisis bukti secara sistematis yang bertujuan memberikan jawaban atas laporan dugaan penyimpangan dari laporan reguler, laporan masyarakat atau permintaan pimpinan Kementerian atau Lembaga Negara Non Kementerian, atau disingkat K/L. Laporan Reguler mencakup laporan hasil pengawasan intern lainnya berupa laporan hasil audit, laporan hasil reviu, laporan hasil evaluasi, laporan hasil pemantauan, dan laporan hasil pengawalan. Untuk mendukung proses tersebut, auditor perlu dilengkapi dengan pedoman teknis tentang Audit Tujuan Tertentu agar auditor dapat melaksanakan tugas sesuai rencana hari penugasan. Bab I menguraikan peran dan tujuan Audit Tujuan Tertentu, tujuan penyusunan pedoman teknis, pemanfaatan dan pengguna pedoman teknis, metodologi, ruang lingkup dan sistematika pedoman teknis Audit Tujuan Tertentu Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian agar auditor dapat menyusun langkah kerja, mereviu kertas kerja dan mengevaluasi Temuan Hasil Audit.
A. Peran dan Tujuan Audit Tujuan Tertentu
Peran ATT 115.03. Audit Tujuan Tertentu, atau disingkat ATT berperan untuk memberikan simpulan (assurance) bahwa dugaan penyimpangan atau fraud yang dilaporkan pada laporan reguler, laporan masyarakat dan permintaan pimpinan K/L, benar terbukti atau tidak terbukti dilakukan oleh seorang Aparatur Sipil Negara atau ASN atau pihak lain.
Tujuan dan Output
ATT:
115.04. Audit Tujuan Tertentu dirancang untuk menghasilkan rekomendasi tentang penyetoran ke kas negara dan/atau pengenaan sanksi administratif dan/atau rekomendasi tentang penugasan audit investigatif jika audit tujuan tertentu mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi dan fraud lainnya yang lebih besar dari laporan masyarakat atau dari permintaan pimpinan K/L. Rekomendasi tersebut dicapai melalui pengujian secara sistematis, terorganisir, obyektif dan prudent atas kejadian penyimpangan, motif dan akibat spesifik penyimpangan, dan jenis sanksi yang direkomendasikan untuk diterapkan kepada ASN atau entitas lain yang terkait.
115.05. Secara spesifik, output substantif ATT paling tidak terdiri dari lima unsur yaitu (a) proses kejadian penyimpangan, (b) penyebab atau motif pelaku dalam melakukan penyimpangan; (c) akibat spesifik
penyimpangan pada lingkup unit organisasi, K/L, atau negara, (d) peraturan spesifik yang dilanggar, (e) ancaman sanksi administratif dan aturan spesifik yang menjadi dasar pengenaan sanksi administratif, termasuk rekomendasi penyetoran ke kas negara, jika ada. Output substantif ini dituangkan dalam Laporan Hasil Audit Tujuan Tertentu dengan format yang berkesesuaian dengan simpulan terbukti atau tidak terbukti.
115.06. Secara umum, output ATT dibatasi sebagaimana output dalam paragraf 115-1.5. Namun, dalam hal khusus, atas permintaan pimpinan K/L Audit Tujuan Tertentu dapat saja diarahkan untuk memberikan rekomendasi yang konstruktif dan konkrit serta berorientasi pada penyelesaian masalah serta perbaikan atau penyempurnaan program, kegiatan, dan pelayanan.
B. Tujuan Standar Teknis Penugasan
115.07. Standar Teknis Penugasan Audit Tujuan Tertentu bertujuan agar pelaksanaan Audit Tujuan Tertentu lebih efektif dan efisien, sehingga Tim Audit yang melaksanakan tugas Audit Tujuan Tertentu dapat menghasilkan laporan hasil audit yang memenuhi kualitas minimum.
C. Pemanfaatan dan Pengguna Standar Teknis Penugasan
Pemanfaatan STP-
115 ATT
115.08. Standar Teknis Penugasan Audit Tujuan Tertentu (STP-115) ini dirancang sebagai panduan Inspektorat Jenderal dalam melaksanakan ATT yang dilaksanakan di unit organisasi atau satker di lingkungan Kementerian Pertanian.
Pengguna STP-115
ATT
115.09. Standar Teknis Penugasan ini digunakan oleh Auditor mulai dari Pengendali Mutu, Pengendali Teknis, Ketua Tim sampai dengan Anggota Tim sebagai acuan dalam melaksanakan teknis audit dan Inspektur sebagai acuan dalam mengendalikan pelaksanaan Audit Tujuan Tertentu.
D. Metodologi Audit Tujuan Tertentu
Kewajibab Memilih
Metode Audit
115.10. Auditor harus memilih metode audit yang akan diterapkan untuk mengembangkan Petunjuk Pelaksanaan Audit dan Program Kerja Audit Tujuan Tertentu serta alasan pemilihan metode audit dalam merencanakan Audit Tujuan Tertentu.
Metode Audit
Tujuan Tertentu
115.11. Metodologi Audit Tujuan Tertentu yang sering digunakan adalah Metode Investigatif. Dalam hal ini tim melakukan kajian spesifik tentang aduan penyimpangan. Kajian penyimpangan dituangkan dalam rumusan penyimpangan dan paling tidak satu pasal aturan yang dilanggar sebagai hipotesa penyimpangan atau fraud yang dalam audit reguler dikenal sebagai Tentative Audit Objective (TAO). Hipotesa penyimpangan kemudian dilanjutkan dengan penyusunan langkah kerja audit untuk mendapatkan fakta-fakta audit yang mendukung unsur-unsur dari output ATT di paragaraf 115-1.5. Penyusunan langkah kerja audit disupervisi secara berjenjang oleh
Pengendali Teknis (Dalnis) dan Pengendali Mutu (Daltu) serta Inspektur sebagai penanggung jawab pengawasan.
115.12. Fakta ATT dikonfirmasikan dengan pihak auditi dan dituangkan dalam Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) sebagai dokumen tidak terpisahkan dari laporan hasil audit.
E. Ruang Lingkup Audit Tujuan Tertentu
115.13. Ruang Standar Teknis Penugasan Audit Tujuan Tertentu meliputi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan tindak lanjut hasil audit tujuan tertentu.
F. Beberapa Definisi dan Pengertian
115.14. Dalam Standar Teknis Penugasan ini diuraikan batasan, definisi atau pengertian teknis beberapa istilah yang sering ditemui dalam pelaksanaan Audit Tujuan Tertentu
Keuangan Negara 115.15. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut
Pengelolaan
Keuangan Negara
115.16. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban
Pengelolaan
Keuangan Negara
115.17. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.
Audit 115.18. Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
Audit Tujuan
Tertentu
115.19. Audit Tujuan Tertentu merupakan proses mengumpulkan dan menganalisis bukti secara sistematis yang bertujuan memberikan jawaban atas laporan dugaan penyimpangan dari laporan reguler, laporan masyarakat atau permintaan pimpinan Kementerian atau Lembaga Negara Non Kementerian, atau disingkat K/L.
APIP 115.20. Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) adalah unit organisasi di lingkungan Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, Kementerian Negara, Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya
Akuntabilitas 115.21. Akuntabilitas adalah wujud pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara mulai dari tingkat kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efisiensi, efektivitas dari program tersebut.
Korupsi 115.22. Korupsi adalah sesuai dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001
Kerugian Negara 115.23. Kerugian Keuangan Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai
Audit Investigatif 115.24. Audit investigatif adalah proses mencari, menemukan, dan mengumpulkan bukti secara sistematis yang bertujuan mengungkapkan terjadinya tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang dan/atau fraud lainnya sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam Surat Tugas atau kontrak kinerja.
115.25. Output dari audit investigatif dapat berupa simpulan tentang a) Jumlah kerugian negara, b) Identifikasi pelanggaran hukum/peraturan, c) Modus operandi tindakan pelanggaran hukum/peraturan, d) Identifikasi pelaku pelanggar hukum/peraturan, e) Identifikasi sanksi administrasi, dan f) Pelimpahan ke aparat penegak hukum (APH) untuk sanksi pidana.
Auditi 115.26. Auditi adalah orang/instansi pemerintah yang diaudit oleh APIP.
Instansi
Pemerintah
115.27. Instansi pemerintah adalah unsur penyelenggara pemerintahan pusat atau unsur penyelenggara pemerintahan daerah;
Satker 115.28. Satker atau satuan kerja adalah unit organisasi di Kementerian yang mengelola suatu anggaran Kementerian Pertanian dalam suatu tahun tertentu
Konfirmasi 115.29. Konfirmasi adalah proses kegiatan untuk mendapatkan penegasan mengenai data atau informasi yang telah tersedia guna meyakinkan kebenaran atau validitasnya.
Klarifikasi 115.30. Klarifikasi adalah proses penjernihan atau kegiatan yang memberikan penjelasan mengenai suatu hal kepada pihak yang kompeten untuk memberi penjelasan (permasalahan yang diadukan pada proporsi yang sebenarnya kepada sumber pengaduan dan atau pihak lain termasuk instansi terkait)
Pelapor 115.31. Pelapor adalah individu atau kelompok masyarakat yang menyampaikan pengaduan kepada instansi pemerintah tertentu
Terlapor 115.32. Terlapor adalah aparatur negara atau pihak lain termasuk lembaga tertentu di luar pemerintah, yang diduga melakukan penyimpangan atau pelanggaran.
G. Sistematika Pedoman Teknis Audit Tujuan Tertentu
Enam Bab
Pedoman Teknis
APBJ
115.33. Pedoman Teknis Audit Tujuan Tertentu ini terdiri dari 4 (empat) Bab, yaitu Bab I Latar Belakang Audit Tujuan Tertentu dilanjutkan dengan Bab II Perencanaan Audit Tujuan Tertentu yang berisi pemastian adanya bukti permulaan sebagai dasar ATT. Berdasarkan bukti awal ini kemudian bab ini membuat tahap-tahap perencanaan mulai dari perumusan secara spesifik tujuan dan output ATT, penentuan tim ATT dan perumusan program audit atau langkah-langkah kerja untuk mencapai output ATT.
115.34. Bab III Pengumpulan Bukti Audit Tujuan Tertentu. Bab ini dimulai dari pengarahan kepada penanggung jawab atau atasan langsung ASN untuk memudahkan langkah-langkah pengumpulan bukti dan fakta audit, evaluasi bukti, penyusunan Fakta Hasil Audit, supervisi dan rencana pembicaraan akhir, termasuk pewajiban tim memenuhi prinsip-prinsip pengelolaan Kertas Kerja Audit (KKA).
115.35. Bab IV berjudul Penyusunan Laporan Audit Tujuan Tertentu. Bab ini menguraikan Jenis Pelaporan Hasil Audit Tujuan yang banyak tergantung pada konten atau isi tentang terbukti tidaknya dugaan penyimpangan atau pada kandungan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam hasil ATT. Dalam bab ini juga diatur waktu penyusunan laporan serta distribusi Laporan Hasil Audit Tujuan Tertentu, pemantauan tindak lanjut, pertanggungjawaban anggaran dan sumber daya manusia.
BAB II
PERENCANAAN AUDIT TUJUAN TERTENTU
115.36. Audit Tujuan Tertentu atau ATT dilakukan dengan perencanaan yang matang. Perencanaan dapat disebut matang dengan dipenuhinya persyaratan awal ATT yaitu (a) jelasnya rumusan dugaan atau hipotesa penyimpangan yang jelas serta (b) spesifiknya tujuan ATT. Lebih spesifik, perencanaan ATT dapat dilakukan secara matang apabila terdapat bukti terpenuhinya 3 W pertama dari 5 unsur W, yaitu What, When, Where, Who, Why dan diyakininya terdapat dampak yang signifikan dari penyimpangan yang diduga terjadi. Untuk informasi, bilamana dampak penyimpangan tidak signifikan, audit reguler dilakukan oleh inspektorat lain atau diarsipkan.
115.37. Jika dampak dugaan penyimpangan cukup signifikan namun bukti/informasi yang tersedia belum cukup kuat menunjukkan telah terjadinya dugaan penyimpangan, maka ATT diarahkan untuk (1) menuntaskan pembuktian jika penyimpangan tidak berindikasi Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor dan (2) untuk mengumpulkan bukti pendahuluan yang cukup untuk menjadi dasar pelaksanaan Audit Investigasi untuk dugaan penyimpangan yang berindikasi Tipikor.
H. Bukti Permulaan Sebagai Dasar ATT
Dugaan
Penyimpangan
Sebagai Dasar ATT
115.38. Dalam merencanakan ATT, Inspektorat Investigasi wajib memastikan hipotesa atau dugaan penyimpangan, yaitu (a) terdapat indikasi kuat telah terjadi penyimpangan; dan (b) terdapat bukti adanya dampak signifikan; namun belum terdapat bukti pendahuluan yang cukup.
I. Perencanaan Penugasan ATT
115.39. Perencanaan Penugasan ATT meliputi: (a) perumusan secara dini tentang tujuan spesifik ATT atas Dugaan Penyimpangan; (b) pembentukan tim ATT yang secara tim memiliki kompetensi dan keahlian audit investigatif sesuai Standar Umum AAIPI; dan (c) perumusan secara spesifik dan terarah langkah-langkah kerja ATT untuk penyimpangan dimaksud.
Perumusan
Spesifik Tujuan ATT
115.40. Tim ATT wajib membuat rumusan spesifik tentang tujuan ATT yaitu:
a. Mengumpulkan fakta audit yang memungkinkan pengambilan simpulan bahwa terdapat bukti yang cukup untuk menunjukkan telah terjadi penyimpangan yang memenuhi unsur unsur tindak pidana korupsi dengan mengungkapkan kelemahan pengendalian intern, proses kejadian/modus operandi, dan kerugian keuangan negara, ketentuan yang dilanggar, pihak-pihak yang terlibat, sebab, lingkup akibat, sehingga perlu dilanjutkan dengan audit investigatif.
b. Membuat simpulan negatif bahwa tidak terdapat bukti yang cukup untuk menunjukkan terjadinya penyimpangan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi.
c. Menyimpulkan bahwa terdapat penyimpangan administrasi dan/atau pelayanan publik dan memberikan rekomendasi perbaikan kepada pejabat yang kompeten meliputi: fakta penyimpangan, proses kejadian atau modus operandi, pihak yang diduga terkait, penyebab, lingkup akibat.
d. Membuat simpulan negatif bahwa tidak terdapat cukup bukti yang mendukung dugaan penyimpangan administrasi dan/atau pelayanan publik dalam surat pengaduan.
Pembentukan Tim
ATT
115.41. Berdasarkan usulan Koordinator Auditor, Inspektur Investigasi membentuk Tim ATT yang terdiri dari pengendali mutu, pengendali teknis, ketua tim dan anggota tim dan menerbitkan Surat Tugas ATT terhadap Dugaan Penyimpangan terkait.
115.42. Inspektur Investigasi, dibantu oleh Koordinator Auditor, memastikan bahwa tim ATT telah memenuhi standar Umum Audit AAIPP sebagai berikut:
a. Secara kelompok telah memenuhi keahlian dan kompetens/ keterampilan teknis audit investigatif.
b. Secara individu memenuhi integritas yang cukup untuk melaksanakan audit; dan
c. Secara individu bebas dari kepentingan terhadap kegiatan atau pihak yang terkait dengan dugaan penyimpangan;
115.43. Tim ATT melengkapi administrasi penugasan yang meliputi (a) Program Kerja ATT, (b) rencana penggunaan dana ATT dalam Formulir Cost Sheet, (c) Menyepakati dan menandatangani Kontrak Kinerja Penugasan Audit bersama Inspektur Investigasi, dan (d) mengajukan Surat Pengantar Audit dari Inspektorat Jenderal yang ditujukan kepada satker atau unit organisasi, tempat terjadinya dugaan penyimpangan.
115.44. Dokumen atau administrasi penugasan disampaikan kepada Sekretaris Irjen untuk memastikan keseuaian dengan Rencana Kerja Tahunan dan kepada Pejabat Pembuat Komitmen untuk memastikan ketersediaan dana penugasan ATT.
Penyusunan
Program ATT
115.45. Tim ATT, dalam hal ini Pengendali Teknis, wajib menyusun Program Kerja ATT yang dapat mengarahkan pengumpulan bukti audit atau fakta audit tentang lima atau enam unsur Temuan Hasil ATT, yaitu: (a) proses kejadian penyimpangan, (b) motif atau penyebab penyimpangan; (c) dampak penyimpangan; (c) peraturan perundang-undangan yang
dilanggar; (d) personel atau pihak yang melakukan penyimpangan; (e) ancaman sanksi berikut aturan perundang-undangan yang berkesesuaian; dan (f) rekomendasi penyetoran ke kas negara, jika ada.
115.46. Untuk masing-masing unsur Temuan Hasil ATT, Pengendali Teknis menyusun Program Audit (Audit Program) yang berisi langkah-langkah kerja dan mendistribusikan langkah kerja tersebut kepada ketua tim, dan anggota tim, sesuai dengan format Program Audit dalam Lampiran 1.
BAB III
PENGUMPULAN BUKTI AUDIT TUJUAN TERTENTU
115.47. Tahap pelaksanaan lapangan Audit Tujuan Tertentu berfokus pada pengumpulan bukti di lapangan. Tahapan ini meliputi 6 langkah yaitu (a) pembicaraan pendahuluan atau entry meeting; (b) pengumpulan fakta audit; (c) pengujian bukti fisik; (d) evaluasi bukti audit; (e) penyimpulan kecukupan bukti; termasuk (f) supervisi pelaksanaan lapangan.
J. Pembicaraan Awal atau Entry Meeting
115.48. Inspektur Investigasi atau Pengendali Mutu wajib melakukan pembicaraan Awal Audit Tujuan Tertentu sebagai upaya pengkondisian agar pimpinan satker atau personel terkait mempunyai keyakinan bahwa Audit Tujuan Tertentu tetap berperan untuk memberikan assurance yang berperan untuk memberikan keyakinan terjadi atau tidak terjadi suatu dugaan penyimpangan.
Tujuan
Pembicaraan
Pendahuluan
115.49. Pembicaraan pendahuluan atau entry meeting dilakukan bersama dengan atasan langsung auditi atau penanggungjawab kegiatan atau yang mewakilinya dan dipimpin oleh Inspektur Investigasi dan/atau Pengendali Mutu.
115.50. Pemimpin pembicaraan pendahuluan menyerahkan Surat Tugas Tim ATT bersama Surat Pengantar dari Inspektorat dan menjelaskan peran ATT, output ATT, lingkup ATT, dugaan penyimpangan dan hal-hal lain yang dianggap perlu untuk memperlancar kegiatan ATT. Secara spesifik tujuan pembicaraan pendahuluan adalah:
a. Memperoleh komitmen kerjasama untuk pelaksanaan ATT
b. Memastikan keyakinan bahwa program audit yang disiapkan dapat dilaksanakan
c. Mendapat informasi awal mengenai pihak-pihak yang menjadi obyek pengumpulan dokumen, permintaan keterangan dan perolehan bukti audit yang diperlukan oleh auditor.
K. Pengumpulan Fakta Audit
115.51. Tim Audit melakukan pengumpulan bukti ATT yang relevan, kompeten dan cukup untuk membentuk fakta-fakta audit yang memungkinkan tim audit menyimpulkan secara definitif tentang lingkup penugasan dan sifat, jenis, dan kedalaman bukti yang akan dikumpulkan.
Pemastian Lingkup
Penugasan ATT
115.52. Pengumpulan fakta Audit Tujuan Tertentu diarahkan untuk memastikan tiga jenis simpulan dari hipotesa atau dugaan penyimpangan yaitu bahwa:
a. tidak terdapat bukti tentang terjadinya dugaan penyimpangan;
b. terjadi dugaan penyimpangan yang diancam dengan sanksi administratif; atau
c. terdapat bukti awal yang cukup untuk dilanjutkan dengan audit investigasi.
Jenis Bukti ATT 115.53. Tim audit mengumpulkan paling tidak terdapat dua fakta audit yang dapat menyimpulkan telah terjadinya suatu tindakan penyimpangan. Jenis-jenis fakta audit yang membuktikan terjadinya suatu penyimpangan dapat terdiri dari:
a. Dokumen atau bukti tertulis yang secara nyata menunjukkan tindakan penyimpangan.
b. Hasil pemeriksaan fisik berupa berita acara pemeriksaan fisik, laporan hasil pemeriksaan fisik oleh ahli (spesialis), dan atau dokumentasi hasil pemeriksaan dokumen lainnya (catatan/ risalah peninjauan dan observasi).
c. Keterangan pihak-pihak terkait, menggunakan format dalam Lampiran 2 dan format BAPK dalam Lampiran 3 , dan
d. Pasal-pasal peraturan perundang-undangan
Bukti Penyebab
dan Akibat
Penyimpangan
115.54. Tim Audit wajib mengumpulkan bukti tertulis tentang penyebab dan akibat suatu penyimpangan. Penyebab atau motif penyimpangan dituangkan secara tertulis baik dalam Surat Keterangan, Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK), dan Bukti Analisis.
Format Keterangan 115.55. Bukti berupa keterangan pihak terkait dituangkan dalam Surat Keterangan dan/atau Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) dengan sebagaimana tertuang masing-masing dalam Lampiran 2 dan Lampiran 3. Format Surat Keterangan dan Format BAPK tidak mengikat harus memuat pokok-pokok keterangan dan tandatangan dari pemberi keterangan.
Pasal Peraturan
Perundangan
115.56. Tim audit wajib mengutip bunyi dan pasal perundang-undangan untuk dijadikan fakta audit tentang peraturan yang dilanggar dan ancaman sanksi yang dikenakan kepada pihak yang melakukan penyimpangan.
L. Pengumpulan Bukti Audit dari Pemeriksaan Fisik
115.57. Dalam hal Audit Tujuan Tertentu membutuhkan Fakta Audit dari Pemeriksaan Fisik, Tim ATT wajib memastikan tingkat kompetensi auditor pemeriksaan fisik, volume bukti fisik dan mutu bukti fisik.
Kompetensi
Pemeriksa Fisik
115.58. Dalam hal Audit Tujuan Tertentu membutuhkan Fakta Audit dari Pemeriksaan Fisik, Tim ATT wajib memastikan tingkat
kompetensi pemeriksaan fisik. Kompetensi pemeriksaan fisik dapat diperoleh paling tidak dengan cara sebagai berikut:
a. Dalam hal memasuki tempat tertutup atau tempat telah memeroleh izin dari pihak penanggung jawab harus dilakukan dengan izin yang disyaratkan
b. Dalam hal melakukan pengamatan, peninjauan, inspeksi atau observasi, dilakukan bersama dengan pihak penanggung jawab kegiatan yang diaudit.
c. Dalam keadaan tertentu dapat dilakukan oleh auditor tanpa pihak lain dengan syarat:
1) aman bagi auditor dan tempat/benda obyek audit;
2) Jika menghasilkan bukti penyimpangan, harus divalidasi bersama pihak penanggungjawab kegiatan, termasuk dengan melakukan pemeriksaan ulang secara bersama jika perlu.
Perhitungan
Volume dan
Pemeriksaan Mutu
Fisik
115.59. Bukti audit berupa perhitungan volume fisik dan mutu fisik dilakukan untuk mendukung akibat dari suatu penyimpangan. Audit fisik untuk tujuan meyakinkan volume dan mutu fisik, harus memenuhi prosedur sebagai berikut:
a. Dilakukan bersama pejabat atau personil yang kompeten dari pihak penanggung jawab kegiatan;
b. Didokumentasikan dengan berita acara pemeriksaan fisik;
c. Dinyatakan dalam berita acara bahwa pemeriksaan dilakukan oleh pihak auditi yang kompeten atau ahli independen disaksikan oleh auditor; dan
d. Diawasi oleh auditor agar pemeriksaan dilakukan secara professional sesuai prosedur teknisnya.
M. Evaluasi Bukti
115.60. Evaluasi bukti audit dilakukan untuk mendapat kepastian bahwa bukti audit telah sesuai dengan substansi penyimpangan dan sifat dari simpulan penyimpangan, dilakukan dalam fase ATT dalam rangka penilaian bahwa bukti audit mencukupi untuk mengambil simpulan ATT. Evaluasi dilakukan terhadap keseluruhan bukti maupun terhadap logisitas bukti, termasuk logisitas tindakan penyimpangan, motif atau penyebab dan akibat penyimpangan.
Bukti harus
relevan, kompeten
115.61. Evaluasi bukti audi Evaluasi bukti dilakukan untuk menilai relevansi, kompetensi, materialitas dan kecukupan bukti secara keseluruhan untuk mengambil keputusan: (a) pengujian hipotesa atau dugaan penyimpangan, (b) pengambilan bukti tambahan; (c) merevisi
hipotesa atau dugaan penyimpangan; atau (d) mengambil bukti tambahan sesuai dengan hipotesa revisi.
115.62. Dalam pengujian hipotesis tim ATT harus menyimpulkan dan menyatakan bahwa fakta audit: (1) tidak mendukung terjadi penyimpangan (tidak terbukti) atau (2) terdapat bukti (terbukti) telah terjadi penyimpangan; menolak atau menerima hipotesis atau dugaan penyimpangan.
115.63. Tim audit wajib membahas dan membuat simpulan tentang identifikasi bukti tambahan yang masih perlu dikumpulkan untuk mendukung pengujian hipotesis
115.64. Tim audit dapat merevisi hipotesis atau dugaan penyimpangan. Revisi (penyesuaian) hipotesis dilakukan juga berdasarkan bukti yang ada penyimpangan terbukti terjadi namun tidak tepat sebagaimana dalam hipotesis.
115.65. Terhadap hipotesis atau dugaan penyimpangan terevisi, tim ATT harus menyimpulkan dan menyatakan bahwa fakta audit: (1) tidak mendukung terjadi penyimpangan (tidak terbukti) atau (2) terdapat bukti (terbukti) telah terjadi penyimpangan; menolak atau menerima hipotesis atau dugaan penyimpangan.
Evaluasi Bukti pada
Fase Pelaksanaan
Audit
115.66. Evaluasi bukti dilakukan bersamaan dengan pengumpulan bukti. Evaluasi dilakukan dan dibuktikan dengan
a. mendokumentasi sekurang-kurangnya pada pada bagian akhir suatu Kertas Kerja Audit (KKA) yang berisi pernyataan cukup bukti untuk menyatakan fakta audit berupa terbukti atau tidak terbuktinya hipotesis
b. Mengidentifikasi bukti tambahan yang masih perlu dikumpulkan untuk pengujian hipotesis atau dugaan penyimpangan.
Simpulan
Kecukupan Bukti
Audit
115.67. Pengumpulan bukti dapat disebut cukup jika tercapai penilaian bahwa:
a. Bukti-bukti yang diperoleh memenuhi kriteria relevan, kompeten dan material; dan
b. Rangkaian dari seluruh bukti menunjukkan bahwa secara tidak terbantahkan hipotesis:
1) Terbukti
2) Tidak terbukti dalam arti bahwa: (a) semua langkah kerja audit yang diperlukan berdasarkan pertimbangan professional telah dilaksanakan; dan (b) Bukti yang diperoleh tidak cukup untuk menunjukkan bahwa penyimpangan telah terjadi.
115.68. Seluruh analisis fakta dan simpulan tentang kecukupan audit didokumentasikan dalam Kertas Kerja Audit atau KKA. Format KKA dapat dilihat pada Lampiran 4.
N. Penyusunan Fakta Hasil Audit
115.69. Berdasarkan evaluasi dan simpulan kecukupan bukti Audit Tujuan Tertentu, Tim Audit Tujuan Tertentu wajib menyusun Fakta Hasil Audit (FHA). FHA berisi rumusan tentang output ATT berupa (a) proses dan tindakan kejadian penyimpangan; (b) peraturan perundangan yang dilanggar dalam tindakan penyimpangan; (c) pelaku tindakan penyimpangan; (d) penyebab atau motif penyimpangan; (e) magnitut dan lingkup dampak penyimpangan; dan (f) ancaman sanksi dan peraturan perundangan yang mendasari pengenaan sanksi dan/atau (g) kewajiban penyetoran ke kas negara, jika ada.
Dua Kategori FHA 115.70. Dalam penyusunan FHA dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu yang dibedakan dari ada tidaknya kewajiban menyetor ke kas negara dan tindakan pidana koruksi sebagai berikut:
a. FHA dengan hanya mengandung sanksi administratif, disusun dengan format sebagaimana terlihat pada Lampiran 5. FHA tersebut dibahas dan disampaikan kepada auditan pada saat Exit Meeting;
b. Dalam hal FHA mengandung baik (a) sanksi administratif maupun (b) kewajiban menyetor ke kas negara, FHA dilengkapi dengan Surat Keterangan Tanggung jawab Mutlak (SKTJM). Format SKTJM mengacu pada Permentan Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2013 tanggal 7 Maret 2013 (Lampiran 6) dan Surat Pernyataan Kesanggupan (Lampiran 7).
115.71. Dalam hal FHA mengandung tipikor, FHA dibuat dalam bentuk laporan sela sesuai dengan format dalam Lampiran 8. Penyusunan FHA dalam Laporan Sela ini mengandung arti bahwa ATT selesai dan dilanjutkan dengan penugasan baru yaitu Audit Investigatif. Laporan Sela tersebut disampaikan kepada Inspektur investigasi untuk ditindaklanjuti dengan Audit Investigatif dan hal tersebut disampaikan kepada Auditi dengan menyerahkan Surat Tugas Audit Investigatif.
115.72. Dalam penyusunan laporan sela harus disampaikan adanya dugaan pelaku dan modus operandi, Indikasi pelanggaran terhadap Undang Undang Tipikor dan/atau Administrasi Pemerintah, Indikasi kerugian keuangan negara, dan indikasi jenis sanksi terhadap pelanggarannya.
Hal Penting dalam
Penyusunan FHA
115.73. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan FHA adalah sebagai berikut:
a. Fakta audit memuat enam atribut temuan yaitu tindakan penyimpangan, peraturan perundangundangan yang menjadi kriteria audit, sebab atau motif melakukan tindakan
penyimpangan; dampak yang ditimbulkan oleh tindakan penyimpangan termasuk besaran (magnitut) dan lingkup yang diakibakannya, dan saran berikut peraturan perundang-undangan yang menjadi referensi saran.
b. Fakta audit harus memenuhi standar audit, yang didukung bukti-bukti yang relevan, kompeten, material, dan cukup dan didukung oleh Kertas Kerja Audit;
c. Substansi fakta audit yang telah disepakati pada prinsipnya tidak dapat diubah dan harus konsisten dengan LHA. Perubahan terhadap substansi fakta audit hanya dapat dilakukan apabila terdapat perkembangan bukti-bukti baru sebelum LHA diterbitkan Inspektorat Jenderal dan perubahan tersebut harus atas sepengetahuan seluruh tim audit dan Inspektur terkait.
Pernyataan Tidak
Terbukti
115.74. Fakta hasil audit yang menunjukkan bahwa dugaan penyimpangan tidak terbukti, harus diungkap dengan pernyataan profesional dengan kriteria sebagai berikut:
a. Objektif
b. Bebas dari resiko hukum dalam arti:
1) Tidak melebihi kewenangan profesi audit. Berdasarkan pasal 184 KUHP profesi audit hanya menghasilkan sebagian dari 5 alat bukti yang sah. Sebagai informasi, hakim dapat menjatuhkan putusan berdasarkan sekurang kurangnya 2 alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim. Dengan demikian batasan kewenangan auditor dapat dinyatakan bahwa auditor membuktikan sedangkan hakim menentukan
2) Tidak memberatkan pihak manapun
3) Terbuka terhadap perkembangan bukti kemudian
115.75. Pernyataan professional yang memenuhi kriteria tersebut pada pokoknya terbatas pada pernyataan negatif seperti pernytaan sebagai berikut: “Berdasarkan hasil audit sampai dengan saat berakhirnya audit tidak terdapat cukup bukti yang menunjukkan bahwa penyimpangan tersebut telah terjadi“.
O. Supervisi Audit Tujuan Tertentu
115.76. Pada setiap tahap audit, pekerjaan auditor harus disupervisi secara memadai untuk memastikan tercapainya tujuan dan terjaminnya mutu audit, serta meningkatnya kemampuan auditor. Sebagai tindakan yang terus-menerus selama pekerjaan audit, mulai dari perencanaan hingga diterbitkannya laporan audit, supervisi harus diarahkan baik pada substansi maupun metodologi audit.
Prinsip Supervisi 115.77. Supervisi dilakukan untuk memastikan hal-hal prinsip berikut:
a. Mutu perencanaan audit;
b. Ketaatan terhadap prosedur audit;
c. Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit; dan program audit;
d. Kelengkapan/kecukupan bukti-bukti yang terkandung dalam kertas kerja audit untuk mendukung simpulan dan rekomendasi;
e. Pencapaian tujuan audit.
115.78. Semua pekerjaan audit harus direviu secara berjenjang oleh Ketua Tim, Pengendali Teknis, dan Pengendali Mutu untuk menjamin bahwa proses audit tetap efisien, efektif, mendalam, objektif, dan sesuai dengan ketentuan.
P. Pembicaraan akhir (Exit Meeting)
115.79. Pada akhir pelaksanaan audit, harus dilakukan pembicaraan akhir audit oleh tim audit dengan auditi (exit meeting) untuk memperoleh tanggapan atas hasil audit.
Tanggapan Auditi 115.80. Pembicaraan akhir dengan auditi harus dituangkan dalam risalah pembicaraan akhir audit, yang berisi antara lain kesanggupan pihak auditi untuk melaksanakan tindak lanjut. Risalah pembicaraan terakhir audit harus mendapat persetujuan dari pimpinan auditi dan penanggungjawab audit. Auditor harus meminta tanggapan/pendapat pihak pimpinan auditi terhadap hasil audit. Tanggapan/pendapat tersebut harus dikemukakan pada saat melakukan pembicaraan akhir dengan auditi.
115.81. Apabila tanggapan dari auditi bertentangan dengan kesimpulan dalam laporan hasil audit, dan menurut pendapat auditor tanggapan tersebut tidak sesuai ketentuan/fakta, maka auditor harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas tanggapan tersebut beserta alasannya secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya auditor harus memperbaiki/menyesuaikan laporannya apabila tanggapan tersebut sesuai ketentuan/fakta.
Auditii Tidak
Bersedia
Memberikan
Tanggapan
115.82. Jika auditi tidak bersedia memberikan tanggapan dan/atau auditi memberikan tanggapan tertulis tanpa tandatangan dan/atau hanya memberikan tanggapan lisan atas hasil audit maka:
a. Auditor menginformasikan kepada pihak auditi (secara tertulis atau lisan) bahwa:
1) Tanggapan auditi seharusnya tertulis dan ditandatangani oleh pihak auditi.
2) Ketiadaan atau ketidaksempurnaan tanggapan auditi akan diungkap dalam laporan hasil audit.
b. Auditor wajib mendokumentasikan atau mencatat dalam KKA tentang ketiadaan atau ketidaksempurnaan tanggapan pihak auditi, dan mengungkapkannya dalam laporan hasil audit sesuai fakta.
Q. Kertas Kerja Audit Tujuan Tertentu
115.83. Tim ATT wajib mendokumentasikan seluruh langkah kerja audit yang telah dilaksanakan dalam Kertas Kerja Audit (KKA). Termasuk dalam KKA dokumentasi simpulan hasil analisis terhadap fakta audit yang mendukung terbukti atau tidak terbuktinya suatu dugaan penyimpangan.
Prinsip dan
Pengelolaan KKA
115.84. KKA dibuat dan dikelola dengan prinsip sebagai berikut:
a. Dibuat dengan menggunakan bentuk pada Lampiran 4.
b. Disusun secara sistematis dan rapi sebagai dasar penyusunan laporan hasil Audit Tujuan Tertentu sebagai berikut:
1) Lengkap, memuat pendukung bagi semua bagian laporan hasil audit yang terbit.
2) Mudah ditelusuri sesuai isi laporan hasil audit.
3) Terindeks dan mempunyai daftar isi.
4) Diserahkan kepada Pengendali Teknis menyertai konsep laporan hasil audit untuk proses reviu.
5) Diserahkan, didaftarkan dan disimpan oleh Sub Bagian Tata Usaha Inspektorat Investigasi sejak terbitnya laporan hasil audit.
STARNDAR TEKNIS PENUGASAN AUDIT INVESTIGATIF
(STP116.1)
INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN
JAKARTA 2017
18 STP-115 BAB I
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas Rahmat dan Karunia-Nya,
Standar Teknis Penugasan Audit Investigatif (STP116.1 Audit Investigatif) Inspektorat
Jenderal Kementerian Pertanian telah diselesaikan. Inspektorat Jenderal selaku Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kementerian Pertanian mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pertanian sebagaimana
diamanahkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
43/Permentan/OT.010/8/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian
telah menyusun STP116.1-Audit Investigatif sebagai acuan pengendalian intern pelaksanaan
kegiatan audit investigatif.
STP116-Audit Investigatif merupakan panduan pengembangan dan strategi penerapan SPI
kegiatan audit investigatif dan audit dengan tujuan tertentu. Selain itu, STP116.1-Audit
Investigatif sebagai pedoman/acuan penyelenggaraan dan mengukur efektivitas dan efisiensi
bagi pimpinan dan seluruh pegawai di lingkungan Inspektorat Investigasi dalam Pelaksanaan
Audit Investigatif dan Audit Tujuan Tertentu. Dalam pengembangannya, STP116.1-Audit
Investigatif ini menggunakan pendekatan step by step pada tingkat unsur-unsur pelaksanaan
kegiatan audit investigatif dan audit tujuan tertentu.
Dalam implementasinya, STP116.1-Audit Investigatif mengintegrasikan teknis audit
investigatif dan audit tujuan tertentu dengan mamajemen penugasannya, sebagai pengendalian
pencapaian output kegiatan audit investigatif dan audit tujuan tertentu bagi pimpinan dan
seluruh auditor, target kinerja inspekorat dan misi Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian
guna mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), meningkatkan Internal
Auditor Capability Model (IACM) dan Maturitas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern
Kementerian Pertanian pada Level III.
Legalitas Formal STP.1 –Audit Investigatif ini mengacu pada Surat Keputusan Inspektorat
Jenderal Kementerian Pertanian Nomor: B. /Kpts/PW.130/G/ /2017 Tentang
Pedoman Sistem Pengendalian Intern Audit Investigatif dan Audit Tujuan Tertentu lingkup
Kementerian Pertanian. Disadari sepenuhnya bahwa penyusunan STP116.1-Aunti Investigatif
masih jauh dari sempurna, sehingga koreksi membangun dan masukan dari berbagi pihak
sangat diharapkan sebagai bahan penyempurnaannya.
Jakarta, 2017
Inspektur Jenderal
Justan R. Siahaan, Ak., M.Acc., CA.,
QIA.
NIP. 19600220 198203 1 001
STP
-11
5 B
AB
I
19
BAB I LATAR BELAKANG STP-116 AUDIT
INVESTIGATIF
116-01. Mengacu pada Kerangka Kerja Profesional Tentative Asosiasi Pengawasan Intern
Pemerintah, bahwa setiap kementerian dibolehkan merumuskan Standar Teknis Penugasan
yang selanjutnya disingkat STP, untuk Audit Investigatif. STP Audit Investigatif ini merupakan
persyaratan teknis penugasan yang dioperasionalkan dari Standar Audit Intern Pemerintah
(SAIPI), khususnya untuk audit investigatif. Untuk memudahkan komunikasi, kode
Identifikasi, STP Audit Investigatif ini adalah STP-116.
116-02. Sebagai proses mencari, menemukan, mengumpulkan dan menganalisis bukti secara
sistematis yang bertujuan mengungkapkan suatutindak pidana korupsi dan/atau tindak
pelanggaran administratif serta pelakunya, dalam waktu tertentu. Waktu tertentu adalah sesuai
dengan waktu yang ditentukan dalam Surat Tugas atau kontrak kinerja atau perpanjangannya.
Auditor perlu dilengkapi dengan pedoman teknis tentang audit investigatif agar dapat
melaksanakan tugas sesuai dengan rencana hari penugasan. Bab I menguraikan peran dan
tujuan audit investigatif, tujuan penyusunan pedoman teknis audit investigatif, metodologi,
ruang lingkup dan sistematika pedoman teknis audit investigatif Inspektorat Jenderal
Kementerian Pertanian agar auditor mampu menyusun langkah kerja, mereviu kertas kerja dan
mengevaluasi Temuan Hasil Audit.
116-03. Audit Investigatif adalah proses mencari, menemukan, mengumpulkan dan
menganalisis bukti secara sistematis yang bertujuan mengungkapkan suatutindak pidana
korupsi dan/atau tindak pelanggaran administratif serta pelakunya, dalam waktu tertentu.
Waktu tertentu adalah sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam Surat Tugas atau kontrak
kinerjaatau perpanjangannya. Untuk mendukung proses tersebut, auditor perlu dilengkapi
dengan STP-Audit Investigatif yang memfasilitasi auditor Inspektorat Jenderal Kementerian
Pertanian agar mampu memahami proses bisnis dan ketentuan tentang tugas dan fungsi (Tusi),
program/kegiatan dalam mewujudkan kinerja dan memfasilitasi auditor melakukan
pembuktian atas pengaduan masyarakat atas terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan
program/kegiatan dan pelayanan pertanian demi kesejahteraan petani.
A. Peran dan Tujuan Audit Investigatif
116-04. Audit Investigatif berperan untuk memberikan simpulan tentang kebenaran
pengaduan masyarakat atas terjadinya penyimpangan pada pelaksanaan program/kegiatan dan
layanan pertanian. Laporan Hasil Audit Investigatif, sebagai konsekuensi atau penggunaan
output tersebut, adalah memberikan rekomendasi penegakan aturan berupa sanksi administrasi
atau penyerahan kepada penegak hukum pidata sesuai ketentuan.
116-05. Audit Investigatif bertujuan untuk mengungkapkan suatu tindak pidana korupsi
dan/atau tindak pelanggaran administratif serta pelakunya. Penegakan aturan hukum
STP
-11
5 B
AB
I
20
administratif dan pidana tersebut diselenggarakan dalam rangka represif untuk preventif dalam
arti represif untuk pelaku atas salah tindakannya dan preventif bagi pegawai lainnya.
B. Tujuan Standar Teknis Penugasan Audit Investigatif
116-06. Standar Teknis Penugasan Audit Investigatif menjadi ukuran mutu teknis dalam
menilai pelaksanaan audit bagi tim audit maupun inspektur dalam memberi angka kredit bagi
pejabat fungsional auditor.
116-07. Standar Teknis Penugasan Audit Investigatf bertujuan agar pelaksanaan audit
investigatif lebih efektif dan efisien, sehingga Tim Audit yang melaksanakan tugas audit
investigatif menghasilkan laporan hasil audit yang lebih berkualitas dalam waktu penugasan.
C. Pemanfaatan dan Pengguna Standar Teknis Penugasan Audit Investigatif
116-08. STP-Audit Investigatif ini dirancang sebagai panduan Inspektorat Jenderal dalam
melaksanakan audit atas adanya pengaduan masyarakat atas penyimpangan pelaksanaan
program dan layanan pertanian pada organisasi atau Satuan Kerja lingkup Kementerian
Pertanian.
116-09. STP-Audit Investigasi ini digunakan oleh auditor mulai dari Pengendali Mutu,
Pengendali Teknis, Ketua Tim sampai dengan Anggota Tim sebagai acuan dalam
melaksanakan teknis audit dan inspektur sebagai acuan dalam mengendalikan pelaksanaan
audit investigatif.
D. Metodologi Audit Investigatif
116-10. Auditor harus menentukan metode audit yang akan diterapkan untuk mengembangkan
Petunjuk Pelaksanaan Audit dan Program Kerja Audit Investigatif serta alasan pemilihan
metode audit dalam merencanakan audit investigatif.
116-11. Metode Pengumpulan data dapat dilakukan dengan analisis dokumen, kuesioner,
wawancara, observasi lapangan dan permintaan keterangan yang dibarengi dengan petunjuk
pengumpulan data, sumber data dan responden. Dalam hal ternyata data yang diperlukan
berada di masyarakat, maka auditor harus melakukan sensus untuk mendapatkan data dan
informasi yang lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
116-12. Untuk sebuah metodologi, STP-116 Audit Investigatif merupakan media untuk
membantu auditor merencanakan dan melaksanakan audit investigatif sesuai dengan tahapan
audit dan membantu auditor dalam membuat simpulan dan merumuskan rekomendasi.
Auditor diharapkan menggunakan kecermatan profesionalisme dalam mengembangkan STP-
116 ini sesuai dengan kondisi penerapan di lapangan termasuk dalam menyusun langkah-
langkah kerja, mereviu kertas kerja audit dan mengevaluasi temuan hasil audit.
E. Ruang Lingkup Audit Investigatif
STP
-11
5 B
AB
I
21
116-13. Ruang lingkup Standar Teknis Penugasan Audit Investigatif, meliputi identifikasi dan
membuktikan 5 (lima) output, yaitu: (1) pelaku (pihak-pihak yang diduga) dan tindakan (modus
operandi); (2) pasal undang-undang tipikor dan/atau administrasi yang dilanggar; (3) niat jahat
(mens rea), sikap tidak jujur atau lalai; (4) dampak terhadap unit kerja/instansi/negara (kerugian
negara); serta (5) isi dan pasal ancaman sanksi dalam perundang-undanganisi dan pasal
ancaman sanksi dalam perundang-undangan.
F. Sistematika Standar Teknis Penugasan Audit Investigatif
116-14. Standar Teknis Penugasan Audit Investigatif ini terdiri dari Lima Bab. Setelah Bab I
dilanjutkan dengan Bab II yaitu Gambaran Umum berisi tentang uraian kasus yang akan
diaudit. Bab III menguraikan rencana audit investigatif, Bab IV Pelaksanaan Audit Investigatif
yang berisi mengenai perencanaan dan pelaksanaan audit investigatif yang harus dilaksanakan
oleh auditor. Bab V mengenai pelaporan hasil audit investigatif dan Pemantauan Tindak Lanjut
yang berisi tentang petunjuk pengomunikasian dan pendistribusian Hasil Audit Investigatif
termasuk pemantauan tindak lanjut hasil audit serta pertanggungjawaban sumber daya.
STP
-11
5 B
AB
I
22
BAB II GAMBARAN UMUM
116-15. Audit investigatif berperan secara efektif ketika Inspektorat Jenderal memahami bisnis
proses program/kegiatan, peraturan yang mendasari, mengatur program/kegiatan atau yang
mengatur tatakelola keuangan program/kegiatan dan peraturan lainnya yang relevan dengan
kasus atau pengaduan yang ditangani. Untuk tujuan pemahaman tersebut, maka inspektorat
wajib memutakhirkan peraturan yang terkait dengan tugas dan fungsi auditi.
A. Tugas dan Fungsi Auditi
116-16. Sumber untuk memahami kinerja, tugas dan fungsi, program/kegiatan dan
permasalahan yang ditangani antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
c. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Tindak Pidana Korupsi;
d. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2015 Tentang Administrasi Negara
e. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah;
f. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 juncto Perpres Nomor 70 Tahun 2012 juncto
Prepres Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
g. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 Tentang Kementerian Pertanian;
h. Keputusan Presiden RI Nomor 42 Tahun 2002 dan Nomor 72 Tahun 2004 Tentang
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara;
i. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 Tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;
j. Peraturan lainnya yang berlaku terkait kasus pengaduan yang sedang ditangani.
B. Sistem Pengendalian Intern
116-17. Inspektorat harus memahami struktur organisasi auditi untuk efektivitas komunikasi
dalam proses pengumpulan data dan informasi audit dan pelaporan audit.
116-18. Inspektorat perlu mewajibkan tim audit mempelajari dan menguji/menilai sistem
pengendalian intern program/kegiatan pokok pada auditan untuk menentukan kedalaman
pengujian bukti audut dan luasan sampling serta laporan.
116-19. Tim audit harus mengetahui struktur penganggaran program/kegiatan auditini dan
merumuskan secara ringkas rencana kegiatan dalam bentuk uang serta mendapatkan informasi
yang memadai tentang output dan outcome program/kegiatan serta proses mencari, menemukan,
mengumpulkan dan menganalisis bukti secara sistematis yang bertujuan mengungkapkan
STP
-11
5 B
AB
I
23
suatutindak pidana korupsi dan/atau tindak pelanggaran administratif serta pelakunya, dalam
waktu tertentu.
STP
-11
5 B
AB
I
24
BAB III PENETAPAN KINERJA AUDIT INVESTIGATIF
116-20. Terhadap Audit investigatif, inspektorat wajin mengoperasionalkan Penetapan Kinerja
inspektorat ke dalam rencana pencapaian kinerja output inspektorat untuk mendukung
pencapaian kinerja outcome Inspektorat Jenderal. Bersamaan dengan target output dan taret
outcome lainnya, inspektorat wajib merencanakan penggunaan anggaran dari hari kerja auditor
dalam satu tahun sesuai dengan jumlah hari audit yang tersedia sebagaimana tertuang dalam
Rencana Kinerja Tahunan (RKT). Untuk mendukung pencapaian kinerja output tersebut,
inspektorat wajib menyusun daftar penugasan audit investigatif berdasarkan prediksi jumlah
pengaduan dan penanganannya tahun-tahun sebelumnya.
C. Rencana Kinerja Output
116-21. Mendistribusikan target rekomendasi audit investigatif yang tercantum dalam RKT
setiap bulan dan dikomunikasikan kepada tim audit, agar tim audit dapat menyelesaikan
laporan secara tepat waktu dan merumuskan rekomendasi sesuai dengan hasil audit investigatif
dan tindaklanjutnya.
116-22. Inspektur wajib menyiapkan media pengukuran dan mengukur realisasi pencapaian
rekomendasi, baik rekomendasi untuk Penanggungjawab Program (Eselon I) maupun
rekomendasi untuk Penanggungjawab Kegiatan (Eselon II) dan Pihak-pihak terkait lainnya,
serta menyiapkan prosedur pelaporannya yang dialamatkan kepada Sekretaris Inspektorat
Jenderal tembusan kepada Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian sebagai bahan
penyusunan laporan pencapaian kinerja triwulanan.
D. Rencana Kinerja Outcome
116-23. Inspektur wajib mendapatkan indikator outcome yaitu pemanfaatan atau tindaklanjut
dari rekomendasi hasil audit investigatif, baik rekomendasi untuk Penanggungjawab Program
(Eselon I) maupun rekomendasi untuk Penanggungjawab Kegiatan (Eselon II) dan Pihak-
pihak terkait lainnya.
116-24. Inspektur wajib menyiapkan media pengukuran dan mengukur realisasi pencapaian
pemanfaatan atau tindaklanjut dari rekomendasi hasil audit investigatif, baik rekomendasi
untuk Penanggungjawab Program (Eselon I) maupun rekomendasi untuk Penanggungjawab
Kegiatan (Eselon II) dan Pihak-pihak terkait lainnya serta menyiapkan prosedur pelaporannya
yang dialamatkan kepada Sekretaris Inspektorat Jenderal tembusan kepada Inspektur Jenderal
Kementerian Pertanian sebagai bahan penyusunan laporan pencapaian kinerja triwulanan.
STP
-11
5 B
AB
I
25
BAB IV PELAKSANAAN PENUGASAN AUDIT
INVESTIGATIF
116-25. Terhadap Audit investigatif, terdiri dari program kerja pengujian terbatas
penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern dan hasil telaah kasus pengaduan atas dugaan
adanya penyimpangan dalam pelaksanaan program dan layanan pertanian.
E. Program Kerja Pengujian Terbatas Penyelenggaraan SPIP
116-26. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah proses integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan kegiatan.
a. Tujuan
Pengujian SPI bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan SPI
kegiatan/program dan layanan pertanian guna memastikan kedalaman audit yang harus
dilakukan.
b. Ruang lingkup
Ruang lingkup kegiatan SPIP meliputi lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan
pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan pengendalian intern.
c. Peraturan yang mendasari kegiatan
Peraturan yang mendasari kegiatan penyelenggaraan SPI adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008, Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Bab II
Tentang Unsur-Unsur SPIP (pasal 3 s.d 46).
d. Langkah-langkah kerja pengujian SPI
Langkah-langkah pengujian penyelenggaraan SPI, minimal meliputi:
1) Pastikan apakah pimpinan telah melakukan upaya-upaya penegakan dan penguatan
integritas dan nilai etika;
2) Pastikan apakah pimpinan telah melakukan pendelegasian wewenang melalui
penetapan target-target pelaksanaan kegiatan/program dan kegiatan lainnya;
3) Pastikan apaka instansi pemerintah telah membuat register risiko berdasarkan proses
bisnis pencapaian kinerja output kegiatan/program dan layanan pertanian yang
dilengkapi data dukungnya;
4) Pastikan apakah instansi pemerintah telah menyusun/mengembangkan kegiatan
pengendalian (rancang kendali risiko) berupa kebijakan dan standar operasional
prosedur (KSOP) berbasis risiko;
STP
-11
5 B
AB
I
26
5) Pastikan apakah pimpinan telah mengomunikasikan KSOP kegiatan/program kepada
seluruh komponen yang terlibat dalam kegiatan/program dan layanan pertanian;
6) Pastikan apakah piminan telah membuat rencana atau melakukan/mengembangkan
pemantauan secara berkala terhadap pencapaian target kegiatan dan evaluasi
implementasi KSOP kegiatan/program dan layanan pertanian;
7) Buat simpulan hasil pengujian unsur-unsur SPI dalam manajemen. Identifikasi
kelemahan-kelemahan yang menjadi kendala dalam pencapaian kinerja, selanjutnya
dalami untuk memutuskan arah dan kedalaman audit.
Format Program Kerja Audit Investigatif, Terlampir.
F. Program Kerja Audit Investigatif
116-27. Program Kerja Audit menginformasikan langkah-langkah kerja dari kegiatan
perencanaan, penyediaan anggaran, pelaksanaan, pemanfaatan, pelaporan dan
pertanggungjawaban untuk dapat menuju suatu simpulan audit. Prosedur audit rinci harus
dikembangkan berdasarkan kondisi di lapangan dalam rangka untuk mengidentifikasi dan
membuktikan hal-hal sebagai berikut:
1. pelaku (pihak-pihak yang diduga) dan tindakan (modus operandi);
2. pasal undang-undang tipikor dan/atau administrasi yang dilanggar;
3. niat jahat (mens rea), sikap tidak jujur atau lalai;
4. dampak terhadap unit kerja/instansi/negara (kerugian negara); serta
5. isi dan pasal ancaman sanksi dalam perundang-undanganisi dan pasal ancaman sanksi
dalam perundang-undangan.
116-28. Kebijakan Pengendalian Intern Audit Investigatif
Terdapat tiga hal kegiatan untuk mendukung pelaksanaan audit investigatif yang berupa kebijakan, yaitu: (1) permintaan narasumber apabila dibutuhkan; (2) Pewajiban personil untuk mengisi formulir peminjaman peralatan yang digunakan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas audit investigatif; dan (3) Permintaan pengamatan dari aparat pengamanan apabila terjadi ancaman pada auditor pada saat melaksanakan tugas
116-29. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Inspektorat Jenderal
Kementerian Pertanian.
116-30. Pembentukan Tim dan Penyiapan Administrasi Audit Investigatif
a. Tujuan
Tujuan pembentukan Tim dan Penyiapan Administrasi Audit investigatif untuk memastikan kompetensi tim audit, penyiapan kontrak kinerja dan sumberdaya serta administrasi peminjaman perlengkapan untuk pelaksanaan audit, jika ada.
STP
-11
5 B
AB
I
27
b. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pada tahapan penyusunan tim audit, bahwa dalam penugasan audit investigatif meliputi, Pengendali Mutu, Pengendali Teknis, Ketua Tim dan Anggota Tim
c. Peraturan yang mendasari kegiatan atau dokumen terkait
Dokumen untuk mendukung penugasan audit investigatif, meliputi: Surat Tugas, Cost Sheet, Nota Dinas Permintaan Biaya Perjalanan Dinas, Kontrak Kinerja, Pengajuan Narasumber (opsional); dan Peminjaman Inventarus Kantor (opsional).
d. Langkah Kerja
Prosedur pengendalian untuk menyusun tim audit yang kompeten sebagai berikut:
1) Reviu Kompetensi Penugasan Audit Investigatif
2) Reviu anggaran dan Orang Hari/OH, Surat Tugas/ST disesuaikan dengan Rencana
Kinerja Tahunan (RKT) atau otorisasi lain penugasan
3) Briefing oleh penanggungjawab/Pengendali Mutu tentang tujuan, target waktu,
anggaran audit dan misi Inspektorat Jenderal;
4) Reviu permohonan narasumber, jika ada;
5) Reviu Cost Sheet/CS, Kontrak Kinerja/KK, Surat Tugas/ST (Tandatangan KK oleh
Inspektur dan Pejabat Fungsional Auditor/PFA tertinggi)
6) Reviu peminjaman peralatan pendukung untuk pelaksanaan Audit Investigatif/AI, jika
diperlukan.
Format Program Kerja Pengawasan, Terlampir.
116-31. Perumusan Modus Operandi
Modus operandi dirumuskan melalui gelar kasus dan hasilnya dituangkan dalam berita acara
gelar kasus yang disampaikan kepada Inspektur Jenderal.
a. Tujuan
Perumusan modus operandi bertujuan untuk melakukan pemetaan dan analisis atas materi
pengaduan terkait lima hal, yaitu:
1) pelaku (pihak-pihak yang diduga) dan tindakan (modus operandi);
2) pasal undang-undang tipikor dan/atau administrasi yang dilanggar;
3) niat jahat (mens rea), sikap tidak jujur atau lalai;
4) dampak terhadap unit kerja/instansi/negara (kerugian negara); serta
5) isi dan pasal ancaman sanksi dalam perundang-undanganisi dan pasal ancaman sanksi
dalam perundang-undangan.
STP
-11
5 B
AB
I
28
b. Ruang Lingkup
Ruang lingkup tahap perumusan modus operandi, meliputi: (1) Undangan Gelar Kasus,
(2) Berita Acara Gelar Kasus, (3) Laporan Hasil Gelar Kasus, dan (4)
Pemberitahuan/Undangan Kepada Auditi.
c. Peraturan yang mendasari dan dokumen terkait
Peraturan yang mendasari dan dokumen yang terkait meliputi materi pengaduan, hasil
telaah kasus dan berita acara hasil bedah kasus.
d. Langkah Kerja
Langkah kerja menyusun modus operandi sebagai berikut:
1) Pastikan kehadiran peserta Gelar Kasus; 2) Uji kasus dan tuangkan dalam Berita Acara Gelar Kasus (BAGK); 3) Reviu hasil gelar kasus; 4) Pastikan lampiran hasil Gelar Kasus (GK) bersamaan dengan pengajuan CS dan KK.
116-32. Pembuktian modus operandi dengan audit investigatif
a. Tujuan
Pembuktian modus operandi bertujuan untuk memastikan bahwa langkah kerja
pembuktian modus operandi dapat dilaksanakan, maka dilakukan pemberitahuan rencana
pelaksanaan audit kepada pihak auditi dan reviu langkah kerja pemgumpulan bukti.
b. Ruang Lingkup
Ruang lingkup tahap pembuktian modus operandi, meliputi: (1) pemberitahuan rencana
pelaksanaan audit kepada audit, dan (2) reviu langkah-langkah kerja pengumpulan bukti.
c. Peraturan yang mendasari dan dokumen terkait
Peraturan yang mendasari dan dokumen yang terkait meliputi materi pengaduan, hasil
telaah kasus dan berita acara hasil bedah kasus.
d. Langkah Kerja
Langkah kerja pembuktian modus operandi, sebagai berikut:
1) Informasikan (komunikasikan) rencana pelaksanaan audit kepada pihak auditi; 2) Reviu langkah kerja pemgumpulan bukti.
116-33. Pengumpulan dan Analisis Bukti
a. Tujuan
STP
-11
5 B
AB
I
29
Pengumpulan dan analisis bukti bertujuan untuk menjamin bahwa bukti audit yang diperoleh telah relevan, kompeten, material, dan cukup, maka tim melakukan reviu dan analisis terhadap kelengkapan perumusan modus operandi, pelaku, kerugian negara, pelanggaran peraturan, aturan sanksi, dan mensrea.
b. Ruang Lingkup
Reviu kualitas dan kelengkapan oleh Inspektur terkait rumusan modus operansi, pelaku,
potensi kerugian negara/KN, pelanggaran peraturan, aturan sanksi dan mens rea. Apabila
dalam pelaksanaan audit terdapat hambatan/ancaman terhadap auditor maka dapat
melibatkan pihak keamanan setempat.
c. Peraturan yang mendasari dan dokumen terkait
Dokumen pendukung meliputi, Form PI-08 tentang simpulan hasil audit, Konsep Laporan Audit Investigatif, Form PI-10 tentang permohonan kepada pihak keamanan jika dipandang perlu untuk mendukung pelaksanaan audit dan Form PI-11 terkait pengajuan anggaran pengamanan.
d. Langkah Kerja
1) Reviu kelengkapan rumusan modus operansi, pelaku, potensi kerugian negara/KN,
pelanggaran peraturan, aturan sanksi dan mens rea
2) Reviu kualitas rumusan modus operansi, pelaku, potensi kerugian negara/KN,
pelanggaran peraturan, aturan sanksi dan mens rea
3) Meminta bantuan kepada pihak keamanan jika diperlukan
4) Menyusun Surat Tugas dari pihak keamanan dalam mendukung kegiatan audit.
STP
-11
5 B
AB
I
30
BAB V PELAPORAN HASIL AUDIT DAN PEMANTAIAN
TINDAKLANJUT
116-34. Pelaporan hasil audit dilaksanakan dengan tahap pengkomunikasikan laporan hasil
audit, pendistribusian laporan hasil audit investigatif dan pemantauan tindak lanjut
rekomendasi. Selain pembuatan laporan hasil audit, tim audit wajib menyampaikan dokumen
pertanggungjawaban keuangan dan sumberdaya lainnya.
A. Pengkomunikasian Laporan Hasil Audit Investigatif
116-35. Setelah selesai melakukan audit investigatif, tim audit dalam jangka waktu 5 (lima) hari
kerja harus segera menyelesaikan Laporan Hasil Audit Investigatif (LHAIN dan Surat
Pengantar Masalah (SPM).
116-36. Tim audit mengkomunikasikan LAHIN yang telah disetujui oleh inspektur dan SPM
yang telah disetujui oleh Inspektur Jenderal kepada Sekretaris Inspektorat Jenderal c.q Bagian
Data Pemantauan Laporan Hasil Pengawasan (DPLHP), dilengkapi dengan:
a. Kertas Kerja Audit (KKA);
b. Bukti Audit (Fakta Hasil Audit dan dokumen lain yang relevan);
c. Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak/SKTM (jika terdapat temuan Kerugian Negara);
d. Surat Pernyataan Kesanggupan Menyelesaikan dan pihak terkait.
B. Distribusi Laporan Hasil Audit Investigatif
116-37. Bagian DPLHP menggandakan LHAIN dan SPM yang telah disetujui oleh Inspektur
Jenderal dan mendistribusikan kepada penanggungjawab atau satuan kerja yang diaudit.
C. Pemantauan Tindak Lanjut
116-38. Inspektorat harus melakukan pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi hasil audit
guna memastikan bahwa rekomendasi telah ditindaklanjuti oleh auditi;
116-39. Inspektorat Jenderal melakukan evaluasi atas pelaksanaan tindak lanjut hasil
pengawasan dan menetapkan status tindak lanjut sebagai berikut:
a. “Tuntas” atau “T”, apabila tindak lanjut telah sesuai dengan rekomendasi;
b. “Dalam Proses” atau “DP”, apabila tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi atau
belum lengkap;
c. “Belum Ditindaklanjuti” atau “BDT”, apabila rekomendasi belum ditindaklanjuti; dan
STP
-11
5 B
AB
I
31
d. “Tidak Dapat Ditindaklanjuti” atau “TDDT”, apabila rekomendasi tidak dapat
ditindaklanjuti.
D. Pertanggungjawaban Anggaran dan Sumber Daya
116-40. Tim audit yang telah melaksanakan tugas audit wajib menyampaikan dokumen
pertanggungjawaban keuangan kepada Sekretaris Inspektorat Jenderal c.q Kepala Bagian
Keuangan dan Perlengkapan terkait kesesuaian data dokumen pertanggungjawaban dan
verifikasi dokumen pertanggungjawaban anggaran audit berdasarkan cost sheet, riil cost dan Surat
Tugas.