BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China...

21
1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Lingkungan merupakan salah satu aspek terpenting dalam keberlangsungan hidup manusia. Keterkaitan antara hidup manusia dan lingkungan dilandasi dengan hubungan timbal balik dalam memenuhi kebutuhan manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia semakin meningkat hingga pada akhirnya berujung kepada eksploitasi alam dan berkembangnya industri secara global. Hingga saat ini kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia mengarah kepada pemanasan global, pencemaran udara, banjir dll. Efek yang dirasakan secara global, menjadikan isu lingkungan menjadi salah satu isu kontemporer dan diperlukan kerjasama dalam menangani permasalahan tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan diadakannya pertemuan dan konfrensi yang bertujuan khusu untuk membahas masalah lingkungan seperti pertemuan Stockhol 1972, Konvensi Wina 1985, Protokol Montreal 1987, pertemuan Rio 1992 dan juga yang bertahan hingga saat ini adalah pertemuan Kyoto atau Protokol Kyoto. Protokol Kyoto merupakan sebuah perjanjian internasional yang terhubung langsung dengan salah satu badan PBB yaitu United Nations Framework Convention on Climate Change ( UNFCC ) dengan tujuan menurunkan tingkat gas karbon dalam jumlah tertentu bagi negara yang telah meratifikasinya. 1 1 Kyoto Protokol, http://unfccc.int/Kyoto_Protokol/items/2830.php, diakses pada tanggal 26 september 2017

Transcript of BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China...

Page 1: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

1

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Lingkungan merupakan salah satu aspek terpenting dalam keberlangsungan

hidup manusia. Keterkaitan antara hidup manusia dan lingkungan dilandasi

dengan hubungan timbal balik dalam memenuhi kebutuhan manusia. Seiring

dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia semakin meningkat hingga

pada akhirnya berujung kepada eksploitasi alam dan berkembangnya industri

secara global. Hingga saat ini kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia

mengarah kepada pemanasan global, pencemaran udara, banjir dll.

Efek yang dirasakan secara global, menjadikan isu lingkungan menjadi salah

satu isu kontemporer dan diperlukan kerjasama dalam menangani permasalahan

tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan diadakannya pertemuan dan konfrensi yang

bertujuan khusu untuk membahas masalah lingkungan seperti pertemuan Stockhol

1972, Konvensi Wina 1985, Protokol Montreal 1987, pertemuan Rio 1992 dan

juga yang bertahan hingga saat ini adalah pertemuan Kyoto atau Protokol Kyoto.

Protokol Kyoto merupakan sebuah perjanjian internasional yang terhubung

langsung dengan salah satu badan PBB yaitu United Nations Framework

Convention on Climate Change ( UNFCC ) dengan tujuan menurunkan tingkat

gas karbon dalam jumlah tertentu bagi negara yang telah meratifikasinya.1

1 Kyoto Protokol, http://unfccc.int/Kyoto_Protokol/items/2830.php, diakses pada tanggal 26

september 2017

Page 2: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

2

Dalam perkembangannya, Protokol Kyoto menawarkan 3 mekanisme untuk

mengurangi gas rumah kaca diantaranya International Emisions Trading (ET),

Clean Development Project (CDM), Joint Implementation (JI). Selain 3

mekanisme tersebut, Protokol Kyoto membagi kelompok negara menjadi dua

bagian yaitu anggota ANNEX I dan anggota non-ANNEX I ( negara-negara

berkembang ). Dalam Protokol Kyoto telah disepakati bahwa seluruh negara

ANNEX I wajib menurunkan emisi GRK mereka rata-rata sebesar 5,2% dari

tingkat emisi tersebut di tahun 1990 dan negara non- ANNEX I tidak diwajibkan

untuk menurunkan emisi GRK. Protokol Kyoto dapat mengikat secara hukum

dengan syarat sekurang-kurangnya Protokol harus diratifikasi oleh 55 negara dan

jumlah emisi total dari negara-negara ANNEX I peratifikasi Protokol minimal

55%.2

Sebagai salah satu Protokol yang mengikat, tentunya Protokol Kyoto

memberikan konsekuensi tertentu bagi negara-negara yang meratifikasinya.

Secara positif dengan meratifikasi Protokol Kyoto akan terbentuk lingkungan

yang lebih sehat dalam level individu, namun akan sangat mempengaruhi dalam

level politik maupun ekonomi sehingga perlu adanya pertimbangan khusus bagi

setiap negara untuk meratifikasi Protokol Kyoto. Sebagai contoh, negara maju

seperti amerika sebagai salah satu negara yang menyumbang GRK cukup besar

secara global, meskipun ikut menandatangani Protokol Kyoto pada 1998 namun

2 Sekilas tentang protokol Kyoto, http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/iklim_dan_energi/solusikami/negotiation_Kyoto_

p.cfm, diakses pada tanggal 26 september 2017.

Page 3: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

3

kemudian menolak untuk meratifikasinya dengan alasan kondisi ekonomi dalam

negeri merka akan terganggu.3

China merupakan salah satu negara yang dalam beberapa tahun terakhir

menjadi sorotan dunia internasional dalam hal ekonomi maupun lingkungan. Pada

tahun 1978, China telah merubah sistem pasar yang lebih terbuka. Sebagai salah

satu negara berkembang, hingga saat ini China telah berubah menjadi salah satu

negara industry terbesar didunia. Perkembangan positif ditunjukkan dengan

meningkatnya ekonomi China dalam 3 dekade terakhir hingga tahun 2010 dengan

mencapai rata-rata 10% diatas negara maju eropa dan jepang.4 Kemajuan ekonomi

tersebut pada kenyataannya telah mengeluarkan 800 juta orang dari kemiskinan.5

Seiring dengan perkembangan positif dalam aspek ekonomi, China

menghadapi permasalahan lingkungan yang serius dengan menyumbang gas emisi

terbesar dunia sebanyak 27% dari total gas emisi dunia hingga 2011.6 Sebagai

negara berpenduduk terbesar di dunia, pemerintah China diharuskan untuk

memenuhi seluruh kebutuhan masyarakatnya ditambah konsumsi energy oleh

beberapa industry raksasa China. Batubara merupakan alternative yang murah

namun memberikan polusi yang cukup tinggi bagi China. Tercatat 60% sumber

energy berasal dari batu bara dan menjadikan China sebagai konsumen terbesar

3 Negara maju lepas dari Protokol Kyoto, http://www.mongabay.co.id/2012/12/10/cop-18-doha-

negara-negara-maju-lepas-tangan-dari-protokol-Kyoto/, diakses pada tanggal 26 september 2017. 4 Pertumbuhan pesat ekonomi China dalam Angka, http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/09/150910_majalah_ekonomi_cina, diakses pada

tanggal 26 september 2017. 5 China Overview, http://www.worldbank.org/en/country/China/overview, diakses pada tanggal 26

september 2017 6 Each Country’s Share of CO2 Emissions,

http://www.ucsusa.org/global_warming/science_and_impacts/science/each-countrys-share-of-

co2.html#.WXmXEDm26FI, diakses pada tanggal 26 september 2017

Page 4: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

4

batu bara hingga mencapai 46% dari total seluruh dunia.7 Hal tersebut menjadikan

batubara sebagai sumber yang mengahsilakn polusi terbesar China.

Berawal dari masa pemerintah di bawah Deng Xiao Ping dengan selogan

gaige kaifang ( reformasi dan membuka diri ), China berusaha mengurangi

intervensi negara dan memberikan kebebasan kepada sektor swasta. Menjamurnya

industry di China hingga produksi barang yang dieksport memberikan masalah

baru dalam aspek lingkungan. Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil

salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada

tahun 1998 dan mulai meratifikasinya pada tanggal 30 agustus 2002.8 Beberapa

hal yang akan didapatkan China dengan meratifikasi Protokol tersebut

diantaranya, pertama penerapan proyek ramah lingkungan dan proyek hemat

energi. Kedua, China bisa lebih menghemat biaya karena adanya investasi dari

negara maju. Ketiga, adanya transfer teknologi dari negara maju dengan biaya

yang relatif murah dan adanya pembangungan yang berkelanjutan.9 Namun

dengan target penurunan GRK yang telah ditentukan, tentu hal tersebut akan

mengganggu kegiatan ekonomi hingga kesejahteraan bagi masyarakat China.

Sebagai negara non-ANNEX I, China tidak diwajibkan untuk berpartisipasi

dalam Protokol Kyoto karena China hingga tahun 2002 masih dianggap sebagai

negara berkembang. Secara rasional, dengan meratifikasi Protokol tersebut China

akan menurunkan dominasinya dari segi ekonomi dengan mengurangi industry

7 Negara-negara pengguna batu bara, http://www.hijauku.com/2012/11/24/negara-negara-

pemuja-batu-bara/, diakses pada tanggal 26 september 2017. 8 Status of Ratification, http://unfccc.int/Kyoto_Protokol/status_of_ratification/items/2613.php,

diakses pada tanggal 26 september 2017. 9 Bunga Ayu Swastika, 2014, Upaya Pemerintah China dalam Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

melalui CDM (Clean Development Mechanism) sebagai Bentuk Implementasi Protokol Kyoto,

ilmu Hubungan Internasional, Fisip, Universitas Jember

Page 5: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

5

yang telah ada di China sehingga mempengaruhi jumlah eksport barang China.

Tidak menutup kemungkinan adanya pengurangan tenaga kerja bagi industry yang

dianggap mencemari lingkungan.

Langkah China dalam meratifikasi porotokol Kyoto dianggap sebagai salah

satu keputusan yang cukup berani mengingat tren ekonomi positif yang saat ini

sedang dialami oleh China. Langkah tersebut dipercaya merupakan salah satu

pengaruh yang diberikan oleh nilai konfusianisme. Konfusianisme sendiri

merupakan salah satu nilai ajaran tertua yang hingga saat ini bertahan dalam

menghadapi pengaruh globalisasi. Ajaran konfusianisme memiliki tujuan untuk

mendidik dan menanamkan nilai kepada individu agar memiliki etika sosial

sehingga terbentuk masyarakat yang harmonis dan terwujudnya perdamaian dunia

tanpa mempertimbangkan nilai materi. Seperti kepercayaan lain, konfusianisme

dapat dipelajari melalui kitab bakti, kitab Wu Jing ( kitab yang lima ), kitab

perubahan dll.

Pada akhirnya topic ini dipilih karena menarik perhatian penulis untuk

dicermati dan diteliti lebih lanjut, untuk itu dengan ini penulis mengambil masalah

partisipasi China dalam Protokol Kyoto dengan judul Analisa Alasan China

dalam Meratifikasi Protokol Kyoto.

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjabaran latar belakang di atas penulis dapat menarik rumusan masalah

yaitu: Mengapa China meratifikasi Protokol Kyoto ?

Page 6: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

6

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi alasan

China meratifikasi protokol Kyoto. Sebagaimana kita tahu konsekuensi dalam

meratifikasi protokol tersebut bagi China.

1.3.2 Manfaat penelitian

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana dan referensi dalam isu

hubungan internasional, khususnya mengenai alasan dibalik China meratifikasi

protokol Kyoto.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menganalisa

tentang alasan yang melatarbelakangi China dalam meratifikasi protokol Kyoto,

selain itu diharapkan juga dapat berguna sebagai referensi dan bahan

pertimbangan dalam merespon masalah-masalah lain yang terkait atau memiliki

konteks yang sama.

1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama diambil dari jurnal yang berjudul “ China’s

Environmental Challenge and Implication for The World “ oleh Jianguo Liu

dan Peter H. Raven.10 Penelitian ini membahas mengenai perkembangan ekonomi

maupun masyarakat China yang sangat pesat, dimulai dari pertumbuhan ekonomi

10 Jianguo Liu and Peter h. Raven, 2010, “China’s Environmental Challenge and Implication for

The World’, Michigan State University

Page 7: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

7

China yang saat ini menempati tempat kedua setelah Amerika. Namun dibalik

perkembangan positif yang dirasakan oleh China, ada resiko juga yang harus

ditanggung oleh China khususnya mengenai permasalahan lingkungan. Terbukti

China menjadi salah satu negara penyumbang gas emisi terbesar didunia. Hal

tersebut dipicu oleh perkembangan industri hingga kebutuhan massyarakat China

dalam hal mengkonsumsi energi.

Sebagai salah satu negara terbesar, China memberikan dampak yang cukup

banyak bagi negara lain. Dimulai dari kegiatan ekonomi seperti ekspor-impor

yang dilakukan oleh China, hingga pengaruh yang diberikan China akibat

keterlibatannya dalam organisasi internasional. Pengaruh yang diberikan oleh

China diharapkan dapat diterapkan juga dalam permasalahan lingkungan dengan

keterbukaannya dalam menerima bantuan teknologi lingkungan hingga investasi

sehingga negara maju yang lain seperti amerika dapat menyadari betapa

pentingnya permasalahan lingkungan yang saat ini sedang dihadapi.

Penelitian kedua dilakukan oleh Guo x dan D. Marinova, berjudul “

Environmental Awareness in China : Facilitating the greening of the

economy “.11 Penelitian ini membahas mengenai posisi China dalam menghadapi

permasalahan lingkungan. pencemaran yang terjadi di China tidak hanya melalui

udara, bahkan telah menyebar hingga pencemaran air. Hal tersebut menandakan

keseriusan pencemaran yang terjadi di China. Dalam menanggapi hal tersebut,

China merasa perlunya keterlibatan berbagai elemen masyarakat tidak terkecuali

pemerintah dalam membuat kebijakan mengenai penggunaan energi.

11 Guo x dan D. Marinova, 2011, “Environmental Awareness in China : Facilitating the greening

of the economy “, Curtin University Sustainibility Policy, Curtin University.

Page 8: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

8

Kampanye mengenai lingkungan juga dilakukan melalu media massa,

pendidikan, hingga keterlibatan NGO’s. Kesadaran tentang pentingnya

keberlangsungan hidup juga telah dipelajari melalui ajaran konfusianisme.

Konfusianisme mengajarkan tentang keterkaitan antara manusia dan alam,

sehingga menciptakan keharmonisan dalam kehidupan.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Bunga Ayu Swastika dengan judul “

Upaya Pemerintah China dalam Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca melalui

CDM ( Clean Development Mechanism ) sebagai Bentuk Implementasi

Protokol Kyoto “. 12 Penelitian ini menjelaskan penerapan mekanisme CDM

sebagai salah satu bentuk partisipasi China dalam implementasi protokol Kyoto.

Adanya CDM dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi, diantaranya

adanya investasi, pembangunan berkelanjutan, dan transfer teknologi. Teknologi

yang diterapkan diantaranya : desulfurusasi gas buang, pembakaran rendah Nox,

Ultra Clean Coal.

Keterlibatan pemerintah China diperlihatkan melalui kebijakan yang

diterapkan diantaranya : kebijakan upgrade brown coal pada batu bara, penerapan

teknologi bersih sebelum pembakaran,n penerapan teknologi bersih setelah

pembakaran, upaya penangkapan dan penyimpanan karbon, penutupan pabrik, dan

pembatasan penggunaan plastik.

Penelitian keempat berjudul Kebijakan Luar Negeri China dalam The

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada

Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen Tahun 2009, oleh Nova

12 Bunga Ayu Swastika, 2014 “ Upaya Pemerintah China dalam Penurunan Emisi Gas Rumah

Kaca melalui CDM ( Clean Development Mechanism ) sebagai Bentuk Implementasi Protokol

Kyoto “, Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jember.

Page 9: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

9

Febriyani. 13 penelitian ini membahas mengenai kebijakan China menandatangani

hasil dari konferensi tersebut dimana terdapat beberapa poin dimana negara

peserta UNFCCC harus berkomitmen dalam penanggulangan perubahan iklim.

Kebijakan luar negeri Cina dalam United Nations Framework Convention

on Climate Change (UNFCCC) pada konferensi perubahan iklim ke-lima belas di

Copenhagen, Denmark, mengacu pada empat prinsip diplomasi lingkungan hidup

yang ditentukan oleh pemerintah Cina. Prinsip pertama adalah prinsip kedaulatan

yang berarti bahwa semua negara sama sehingga tidak ada pemisahan antara

negara besar dan kecil, serta tidak adanya dominasi dan intervensi dalam

pelaksanaan konferensi. Prinsip kedua adalah setiap negara harus mandiri serta

tidak bergantung kepada negara lain, diaplikasikan dengan cara menentukan nasib

sendiri. Prinsip ketiga adalah hak untuk membangun perekonomian dan

mensejahterakan rakyatnya. Kemudian, prinsip terakhir yaitu perubahan iklim

yang diakibatkan oleh negara industri maju, sehingga mereka harus bertanggung

jawab secara penuh dengan menjadi aktor utama sebagai donatur utama dalam

upaya memperbaiki lingkungan yang rusak dan transfer teknologi ke negara-

negara berkembang. Keempat prinsip diplomasi lingkungan tersebut diaplikasikan

pada saat konferensi Copenhagen dimana China pada akhirnya menyetujui untuk

terlibat dalam pengurangan dampak perubahan iklim dunia.

Penelitian selanjutnya oleh Jhen Reski Nugrah Toalla yang berjudul

“Efektivitas Peran Intergovernment Panel On Climate Change (IPCC) dalam

13 Nova Febriyani, 2011. “Kebijakan Luar Negeri China dalam The United Nations Framework

Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen

Tahun 2009”, Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 10: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

10

Hal Policy Making untuk Menanggulangi Isu Perubahan Iklim”.14 Membahas

mengenai upaya untuk mengatasi perubahan iklim adalah dengan dibentuknya

Intergovernmental panel on climate change (IPCC). IPCC merupakan lembaga

yang dibentuk untuk menyediakan informasi dan hasil penelitian terkait

perubahan iklim yang dilakukan ribuan ilmuan dari seluruh dunia. Pada setiap

konferensi lingkungan IPCC hanya diberikan tempat/waktu untuk memaparkan

assessment reportnya tentang perubahan iklim tanpa turut serta dalam proses

perundingan.

Para pihak dalam IPCC hanya memaparkan laporan-laporan berdasarkan

kajian dari para peneliti dalam konferensi UNF CCC, tanpa adanya keikut sertaan

dalam melakukan negosiasi maupun pengambilan keputusan yang dihasilkan oleh

konferensi. Oleh karena itu IPCC tidak mempunyai kewenangan dalam

mempengaruhi para pemimpin suatu negara seperti misalnya untuk mengurangi

pembuangan emisi sehingga dianggap tidak efektif itu dalam hal mempengaruhi

negara – negara dalam menanggulangi isu perubahan iklim.

Sebagai tambahan oleh Angga Andria Saputra dengan judul “ Alasan

China dalam Meratifikasi Protokol Kyoto “. Keterlibatan setiap dalam sistem

Internasional tentu dilandasi oleh berbagai pertimbangan. Eksistensi China yang

didapat oleh China saat ini dimulai dari keterbukaan pasar China hingga menjadi

salah satu raksasa ekonomi dunia melalui industrinya.

Bergabungnya China dalam protokol Kyoto memberikan dampak tersendiri

bagi China, mulai dari aktifitas ekonomi hingga aktifitas sosial. China sebagai

14 Jhen Reski Nugrah Toalla, 2013. “Efektivitas Peran Intergovernment Panel On Climate Change

(IPCC) dalam Hal Policy Making untuk Menanggulangi Isu Perubahan Iklim”, Ilmu Hukum,

Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin.

Page 11: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

11

negara lahirnya aliran taoisme tentu sedikit atau banyak, kebijakan-kebijakan

yang dikeluarkan akan didasari oleh kepercayaan tersebut. Hal tersebutlah yang

mendasari China untuk meratifikasi protokol Kyoto dipandang melalui

konstruktivisme.

Tabel 1.1 Posisi Penelitian

No Nama ( Judul

)

Metodolog

i

Kerangka

Penelitian Hasil

1

Jianguo Liu

dan Peter H.

Raven

(China’s

Environmenta

l Challengen

and

Implication

for The World

)

Deskriptif Kerjasama

Internasional

Dalam mencapai

keseimbangan alam perlu

adanya kerjasama melalui

pendekatan sistem dan adanya

kesadaran negara maju

unutuk menyediakan green

technology dan teknologi

yang efisien untuk China.

2

Guo x dan D.

Marinova (

Environmenta

l Awarness in

China (

Facilitating

the Greening

of The

Economy )

Deskriptif Kebijakan

Publik

Untuk mengurangi GRK di

China, perlu adanya kebijakan

dari pemerintah China dalam

penggunaan energy dan perlu

adanya keterlibatan NGO

dengan memberikan edukasi

kepada masyarakatn

mengenai permasalahan

lingkungan.

3 Bunga Ayu Deskriptif Kebijakan Melalui penerapan Clean

Page 12: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

12

Swastika (

Upaya

Pemerintah

China dalam

Penurunan

Emisi Gas

Rumah Kaca

Melalui CDM

( Clean

Development

Mechanism )

sebagai

Bentuk

Implementasi

Protokol

Kyoto )

Publik Development Mechanism (

CDM ), China menerapkan

pembatasan penggunaan

kantong plastic untuk

sejumlah tipe, pembatasan

kepemilikan jumlah

kendaraan pribadi dan

pengaturan plat nomor ganjil

dan genap

4

Nova

Febriyani (

Kebijakan

Luar Negeri

China dalam

The United

Framework

Convention on

Climate

Change

(UNFCCC)

pada

Konfrensi

Perubahan

Iklim di

Copenhagen

Tahun 2009 )

Deskriptif

Analitis

Kebijakan

Luar Negeri

China dalam UNFCCC

mengacu pada 4 prinsip

diplomasi lingkungan yakni

kedaulatan, kemandirian, hak

dalam membangun ekonomi,

dan tanggung jawab terhadap

kegiatan industry dalam

negeri

5

JhenReski

Nugrah Toalla

( Efektivitas

peran

Intergovernme

nt Panel On

Climate

Change

(IPCC) dalam

Hal Policy

Making untuk

Menanggulan

gi Isu

Deskriptif

Analitis

Organisasi

Internasional

Peran IPCC dalam membantu

UNFCCC dan belum

efektivnya peran IPCC dalam

hal pembuatan kebijakan (

policy making ) untuk

menanggulangi isu-isu

perubahan iklim

Page 13: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

13

Perubahan

Iklim )

6

Angga Andria

Saputra (

Alasan China

dalam

Meratifikasi

Protokol

Kyoto )

Eksplanati

f

Konstruktivis

me

Bergabungnya China dalam

protokol Kyoto dilandasi oleh

ajaran taoisme jika dipandang

melalui teori kunstruktivisme

1.5 Teori dan Konsep

1.5.1 Konstruktivis

Protokol Kyoto merupakan salah satu bentuk kerjasama internasional yang

dilakukan oleh Negara – Negara dalam bidang lingkungan. Protokol Kyoto berisi

mengenai komitmen Negara dalam mengurangi GRK melalui metode-metode

yang telah ditentukan. Dalam menyetujui atau meratifikasi kerjasama tersebut

bukan merupakan keputusan yang mudah, karena permasalahan utama penyebab

diadakannya protokol Kyoto adalah meningkatnya aktifitas industri di berbagai

Negara yang menjadi penyebab meningkatnya GRK di bumi.

Pengambilan kebijakan oleh China untuk meratifikasi Protokol Kyoto

bukanlah hal mudah, meski berstatus sebagai Negara berkembang, perekonomian

China dianggap naik dengan pesat dan hal tersebut didukung oleh kegiatan

industrinya. Pada tahun 2002 China meratifikasi Protokol Kyoto yang menjadi

awal dari komitmen China dalam isu lingkungan.

Page 14: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

14

Dalam menjelaskan permasalahan diatas, penulis menggunakan

Constructivism dalam menganalisa penelitian ini. Penggunaan teori tersebut

dinilai mampu untuk mengetahui dan mengukur alasan pengambilan kebijakan

luar negeri China dalam meratifikasi protokol Kyoto. dimana teori tersebut

berargumen bahwa perilaku negara selayaknya difahami melalui substansi atau

ide yang terbentuk secara sosial, menurut Alexander Wendt, dalam menganalisa

perilaku sebuah negara dapat diindentifikasi melalui empat jenis identitas yaitu :

Identitas personal, atribut yang membentuk eksistensi sebuah

negara sehingga negara tersebut memiliki ciri khas yang berbeda

dengan negara lain. Identitas personal dapai dilihat melalui wilayah

territorial, lambing negara, lagu kebangsaan, nasionalisme dll.

Identitas yang menggolongkan negara ke dalam kategori tertentu

atau disebut juga sebagai type identity. Kategorisasi ini merupakan

sebuah bentukan secara personal tanpa adanya pengaruh terhadap

lingkungan eksternal

Identitas peran (role identity), dipengaruhi oleh posisi atau

kedudukan aktor (negara) dalam sistem internasional. Hal tersebut

berkenaan dengan tanggung jawab negara mengenai apa yang

harus dilakukan sebuah negara ketika dihadapkan oleh situasi

tertentu. Pemahaman suatu negara terhadap posisi atau

kedudukannya ditentukan oleh factor domestic dan internasional.

Factor domestic bisa berupa nilai yang dianut, letak geografis,

kapabilitas yang dimiliki, opini public, persepsi elit dll. Sedangkan

Page 15: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

15

factor eksternal berupa struktur internasional, nilai dan norma yang

berlaku, serta persepsi negara lain.

Identitas kolektif, adanya kesamaan pikiran dan perasaan antar

aktor. Berdasarkan rasa solidaritas, negara mengidentifikasi satu

sama lain sebagai ‘teman’.15

Bagan 1.1 Konstruktivisme

Sumber : The Power of Ideas

Menurut keterangan di atas, konstruktivis memandang sebuah identitas

dan kepentingan sebagai sesuatu yang dibangun oleh struktur sosial dan bukan

sebagai sesuatu yang muncul berdasarkan karakter aktor maupun kondisi politik

dalam negeri.

15 Mohamad rosyidin, 2015, The Power of Ideas, Yogyakarta ; Tiara Wacana.

Identitas

Kepentingan Tindakan

Page 16: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

16

Konstruktivisme menitik beratkan pada konstruksi sosial yang membentuk

sebuah sistem Internasional. Menurut Alexander Wendt (1999) sistem

internasional yang ada bukanlah sesuatu yang given melainkan hasil dari

konstruksi sosial. Wendt juga menentang posisi neorealisme yang mengatakan

bahwa sistem anarki berdar dari sistem self-help, bagi konstruktivisme sistem

anarki tergantung dari adanya interaksi antar aktor. 16

Konsep mengenai identitas juga didukung oleh K.J. Holsti yang

mendefinisikan peran nasional sebagai:

Definisi para pembuat kebijakan tentang macam kebijakan,

komitmen, aturan dan tindakan yang sesuai untuk negaranya, serta

peranan, kalaupun ada, yang menuntun bagaimana seharusnya

berperilaku dalam sistem internasional atau regional. Hal itu

merupakan gambaran tentang tujuan yang hendak dicapai atau

peranan negaranya terhadap lingkungan eksternal.17

Pengertian tersebut dapat disederhanakan melalui kalimat “ Apa yang kita

inginkan dan kita lakukan muncul dari apa yang kita pikirkan tentang siapa kita,

ingin menjadi apakah kita, dan apa yang seharusnya kita lakukan “.18

Protokol Kyoto pertama kali digagas pada tahun 1997 sebagai bentuk

action step dari hasil konvensi perubahan iklim yang telah diselenggarakan pada

tahun 1992, dimana 180 negara setuju untuk menandatangani UN Framework on

Climate Change, yang menyatakan mengenai kebutuhan Negara – Negara untuk

16 Iris Dian Susmita, “Konstruktivisme: Pendekatan Berdasarkan Konstruksi Sosial” diakses di

http://irisds-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-81546-SOH-Teori-Hubungan-Internasional-THI-

Individu-Konstruktivisme-Pendekatan-Berdasarkan-Konstruksi-Sosial.html, Pada 21 September

2017 17 Mohamad rosyidin, 2015, The Power of Ideas, Yogyakarta ; Tiara Wacana. 18 Ibid.

Page 17: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

17

mengurangi gas emisi rumah kaca sebagai bentuk global respon terhadap

perubahan iklim.19

Pada tahun awal terbentuknya protokol Kyoto, india dan China tidak

memiliki kewajiban untuk melakukan pengurangan emisi dikarenakan pada masa

tersebut emisi rumah kaca India dan China jauh lebih rendah daripada Negara

maju seperti AS dan Rusia, serta perekonomian Negara berkembang pada saat itu

dianggap belum siap untuk mengikuti peralihan penggunaan bahan bakar untuk

kebutuhan industry yang lebih ramah lingkungan.20

Berdasarkan fakta yang telah disebutkan diatas pada awal dibentuknya

protokol Kyoto China tidak memiliki kewajiban untuk berkomitmen terhadap

pengurangan emisi GRK. Namun pada tahun 2002 China akhirnya turut

meratifikasi sebagai bentuk komitmennya untuk turut aktif mengurangi GRK.

Dalam press rilisnya China menyatakan, "China has completed the

domestic procedure for the approval of the Kyoto Protocol with a view to taking

an active part in multilateral environmental cooperation,'' dan juga "The approval

manifests China's positive stance towards international environmental

cooperation and world sustainable development.'' 21

Dapat dikatakan bahwa diratifikasinya Protokol Kyoto oleh China

merupakan tindakan yang didasarkan kepada nilai-nilai yang dianut oleh China

19 Eric Bond “The Kyoto Protokol” diakses di http://climatechange.sea.ca/Kyoto_Protokol.html,

pada 22 September 2017 20 “Kyoto Protokol Fast Facts” diakses di http://edition.cnn.com/2013/07/26/world/Kyoto-

Protokol-fast-facts/index.html, pada 22 September 2017 21 “China Ratifies Kyoto Protokol” diakses di http://www.China.org.cn/english/China/41661.html,

pada 22 September 2017

Page 18: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

18

salah satunya adalah nilai-nilai konfusianisme. selain adanya nilai domestic,

dengan meratifikasi Protokol Kyoto China berusaha membangun image sosial di

dunia internasional.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Variabel Penelitian dan Level Analisa

Untuk lebih mempermudahan dalam penelitian ini maka penulis

menentukan lebih variabel-variabelnya, dan dalam penilitian ini penulis

menggunakan dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen.

Dalam penelitian ini variabel dependennya, Analisis Alasan China dalam

Meratifikasi Protokol Kyoto, yang juga sebagai unit analisa. Sedangkan variabel

independen, yaitu Ratifikasi Protokol Kyoto oleh China.

Setelah mengetahui variabel penelitian maka level analisa harus diketahui

agar mempermudah suatu penelitian, Dalam penelitian ini penulis menggunakan

level analisis Induksionis, dimana unit eksplanasinya lebih tinggi dibanding unit

analisisnya.

1.6.2 Metode / Tipe penelitian

Penulis menggunakan metode / tipe penelitian eksplanatif dalam penelitian

yang berjudul Analisis alasan China dalam Meratifikasi Protokol Kyoto. Penulis

berusaha untuk menganalisa alasan China dalam mengambil keputusan untuk

meratifikasi Protokol Kyoto, di mana komitmen China sebagai salah satu

penyumbang GRK terbesar secara global.

Page 19: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

19

1.6.3 Teknik Analisa Data

Penulis menggunakan teknik induksi dalam menganalisa data penelitian

yang berjudul Analisis alasan China dalam Meratifikasi Protokol Kyoto. Di mana

data mengenai fenomena dikumpulkan, dipilah, dikelompokkan, dianalisis secara

lengkap, rigid dan kronologis yang kemudian mempengaruhi proses pembentukan

generalisasi sebagai hasil akhir dari pada riset.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah teknik

pengumpulan data secara sekunder. Diperoleh dengan studi pustaka dari buku-

buku yang ada kaitannya dengan judul yang diambil, surat kabar dan hasil

seminar, dokumen- dokumen resmi dan jurnal yang terdapat dari situs internet dan

library research.

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian

a. Batasan Waktu

Untuk membatasi pembahasan agar tidak terlalu jauh dari tujuan penulisan

yang ingin dicapai, maka penulis memberikan batas-batasan. Di antaranya adalah

memberikan gambaran tentang proses ratifikasi China dalam Protokol Kyoto pada

tahun 2002 dan alasan-alasan yang melatar belakangi China dalam meratifikasi

protoko Kyoto.

b. Batasan Materi

Dalam membatasi pembahasan materi agar tidak terlalu jauh dari tujuan

penulisan yang ingin dicapai, maka penulis memberikan batasan-batasan di

Page 20: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

20

antaranya adalah dengan memberikan gambaran tentang pertimbangan yang

dilakukan oleh China dalam meratifikasi protokol Kyoto.

1.7 Argumen Dasar

China merupakan salah satu negara yang menjadi sorortan dengan

perkembangan ekonomi yang cukup pesat. Keberhasilan industri China dimulai

dari keterbukaan pasar China hingga membanjirnya produk-produk China di

berbagai negara. Namun seiring dengan perkembangan positif tersebut, nyatanya

China dihadapkan dengan permasalahan lingkungan yang mengancam bagi negara

China sendiri maupun mengancam negara lain. Hingga pada akhirnya protokol

Kyoto menawarkan solusi untuk mengatasi permasalahan lingkungan tersebut.

Bergabungnya negara dengan organisasi maupun porotokol

internasional,merupakan salah satu langkah China dalam mengkonstruksi identitas

China yang berkaitan dengan nilai-nilai dan ajaran konfusianisme. Tujuan utama

konfusianisme adalah terbentuknya masyarakat yang harmonis sehingga terbentuk

perdamaian di masyarakat. Hal tersebut merupakan landasan dari terbentuknya

komitmen China yang dituangkan dalam peaceful rise of China. Dengan adanya

komitmen tersebut, China berharap dapat membentuk identitas China yang damai

dan China yang tidak mengancam bagi negara lain maupun sistem internasional.

Page 21: BAB I Pendahuluaneprints.umm.ac.id/53575/2/BAB I.pdf · Dalam mengatasi hal tersebut, China mengambil salah satu langkah penting yaitu dengan menandatangani Protokol Kyoto pada tahun

21

Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Terdiri dari penjelasan latar belakang masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, kerangka konsep dan teori, model analisis, metode penelitian dan

hipotesa sementara.

BAB II : Protokol Kyoto dan Revolusi Industri China

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai sejarah beserta penjelasan

mengenai Protokol Kyoto secara umum dan juga khususnya permasalahan

lingkungan yang saat ini sedang dihadapi oleh China. Diratifikasinya Protokol

Kyoto oleh China membuktikan bahwa adanya nilai-nilai yang ingin ditunjukkan

atau diterapkan oleh China yang dianggap sejalan oleh visi dan misi China.

BAB III : Pengaruh Nilai Konfusianisme dalam Meratifikasi Protokol Kyoto

Pada bab ini menjelaskan mengenai keterkaitan antara nilai dan ajaran

konfusianisme dengan langkah China dalam mengkonstruksi identitas China

sebagai negara yang cinta damai

BAB IV : Penutup

Berisi kesimpulan dari penelitian Analisis Alasan China dalam

meratifikasi Protokol Kyoto.

BAB IV : Kesimpulan dan Saran