Bab I-III Diagnosis Dan Penatalaksanaan Acute Kidney Injury Pada Anak
-
Upload
muhammad-faisal -
Category
Documents
-
view
510 -
download
7
Transcript of Bab I-III Diagnosis Dan Penatalaksanaan Acute Kidney Injury Pada Anak
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Acute kidney injury (sebelumnya dikenal dengan istilah acute renal failure atau gagal
ginjal akut) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan
ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibatnya terjadi peningkatan metabolit
persenyawaan nitrogen seperti ureum, kreatinin dan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basa.1
Di Amerika Serikat, sekitar 1% pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami AKI pada
saat masuk. Angka insiden AKI berkisar 2-5% selama hari perawatan. AKI berkembang
dalam 20 hari postoperasi pada lebih kurang 1% pada kasus bedah umum, ini berkembang
sampai 67% di intensive care unit (ICU). Sekitar 95% yang berkonsultasi dengan nefrologis
berhubungan dengan AKI. Tidak terdapat predileksi ras pada AKI. Laki-laki dan perempuan
memiliki angka kejadian yang sama pada AKI.2
Hasil data pencatatan dan pelaporan Medical Record RS dr M Djamil Padang jumlah
pasien AKI di bagian Ilmu Kesehatan Anak mengalami peningkatan dalam 2 tahun terakhir,
dimana tahun 2010 tercatat 2 kasus, meningkat pada tahun 2011 sebanyak 5 kasus, dan tahun
2012 hingga Oktober sebanyak 8 kasus.
Dalam kurun waktu 8 tahun (1984-1991) sebanyak 227 orang anak dirujuk untuk terapi
dialisis akibat AKI. AKI pada populasi anak hampir seperlima insiden dewasa. 3 Pada follow
up jangka panjang (1-10 tahun), sekitar 12,5% dari penderita yang selamat dari AKI
bergantung pada dialisis (angkanya bervariasi secara luas, dari 1-64% tergantung pada
populasi) dan 19-31% di antaranya menjadi chronic kidney disease (CKD).2
Secara umum angka kematian AKI adalah 25%. Penyakit ginjal primer terhitung hanya
7% menjadi etiologi dan merupakan akar dari kebutuhan untuk terapi pengganti ginjal. AKI
hampir selalu merupakan kejadian sekunder akibat kegagalan organ lain dan mayoritas
kematian akibat AKI terutama meningkat pasca bedah kelainan jantung kongenital. Jika
kondisi yang mendasari dapat dikoreksi, prognosis untuk sembuh dari AKI dengan perawatan
suportif yang memadai akan sangat baik.3
1
Jika AKI didefinisikan dengan peningkatan serum kreatinin 0,5-1mg/dL dan
berhubungan dengan peningkatan kreatinin ringan hingga sedang, prognosis akan menjadi
buruk. Bahkan jika kegagalan ginjal ringan, angka kematian pasien adalah 30-60%. Jika pada
pasien ini dibutuhkan terapi dialisis, angka kematian adalah 50-90%.2
Dari berbagai alasan dan penjelasan inilah, kami penulis, ingin mengangkat pendekatan
diagnosis dan penatalaksanaan acute kidney injury pada anak.
1.2. Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan acute kidney
injury pada anak.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui diagnosis
dan penatalaksanaan acute kidney injury pada anak.
1.4. Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang diambil dari berbagai
literatur.
1.5. Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan
tentang diagnosis dan penatalaksanaan acute kidney injury pada anak.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Acute kidney injury (sebelumnya dikenal dengan istilah acute renal failure atau gagal
ginjal akut) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan
ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibatnya terjadi peningkatan metabolit
persenyawaan nitrogen seperti ureum, kreatinin dan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basa. Dalam klinik, AKI dapat bersifat oligurik dan non-oligurik.1
Menurut Patrick D Brophy, AKI ditandai dengan peningkatan kreatinin serum atau
ureum serum, penurunan output urin, atau kebutuhan absolut untuk dialisis. secara umum
AKI dicirikan dengan kegagalan ginjal dalam mengatur homeostasis cairan dan elektrolit
yang adekuat. Hal ini berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) secara
bersamaan.4
2.2. Epidemiologi
Terdapat peningkatan insidensi AKI pada anak yang dirawat di rumah sakit. Penyebab
tersering terjadinya AKI pada anak yang dirawat di rumah sakit terletak pada tindakan post-
bedah jantung dan pada anak yang menjalani transplantasi stem cell. AKI pada pasien
tersebut sering terjadi karena berbagai faktor, dimana cedera iskemik/hipoksia dan
nefrotoksik disebut sebagai kontributor tersering dalam menyebabkan AKI. Patofisiologi dari
iskemik hipoksia dan nefrotoksik dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.5
AKI karena hipoksia/iskemik dan nefrotoxic-induced merupakan penyebab yang sering
pada pasien neonatus, anak, dan remaja. Penelitian pada pasien pediatrik pada rumah sakit
tersier, 227 pasien menjalani dialisis dalam interval 8 tahun untuk keseluruhan insidensi yaitu
sebesar 0.8 per 100.000 dari total populasi.6
Penelitian pada neonatus, insidensi AKI berkisar dari 8% hingga 24% dari bayi baru
lahir, dan AKI sering ditemukan pada neonatus yang menjalani pembedahan jantung.
Neonatus dengan asfiksia berat memiliki tingkat insidensi AKI yang tinggi, sedangkan
neonatus dengan asfiksia sedang lebih jarang menderita AKI. 5
Insidensi AKI pada bayi baru lahir di negara berkembang yaitu sebesar 3.9/1000
kelahiran hidup dan 34.5 / 1000 neonatus yang dirawat di bagian perinatologi. Beberapa
3
penelitian menunjukan bahwa, sebagai tambahan dari faktor lingkungan, mungkin terdapat
faktor risiko genetik untuk terjadinya AKI pada neonatus dan anak.5
2.3. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
2.3.1 Susunan Umum Ginjal dan Traktus Urinarius
Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar rongga peritoneum (Gambar
1). Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram dan kira-kira seukuran
kepalan tangan. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilum
tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf, dan ureter yang
membawa urin akhir dari ginjal ke kandung kemih. Ginjal dilingkupi oleh kapsul fibrosa
yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh.6
Gambar 1. Susunan Umum Ginjal dan Sistem Urin
(Sumber : Guyton and Hall 11th Ed.)
Jika ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang dapat digambarkan
yaitu korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi
beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap
piramida dimulai dari perbatasan antara korteks dan medula serta diakhiri pada papila, yang
menonjol ke dalam ruang pelvis ginjal, yaitu sambungan berbentuk cerobong dari ujung akhir
ureter. Perbatasan pelvis sebelah luar terbagi menjadi kantong dengan ujung terbuka yang
disebut kalises mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi menjadi kalises minor, yang
mengumpulkan urin dari tubulus setiap papila. Dinding kalises, pelvis, dan ureter terdiri dari
elemen-elemen kontraktil yang mendorong urin menuju kandung kemih.6
4
2.3.2. Suplai Darah Ginjal
Aliran darah yang menuju kedua ginjal normalnya sekitar 22% dari kardiak output,
atau 1100 ml/menit. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian bercabang
secara progresif untuk membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobular
(disebut juga arteri radialis) dan arteriol aferen, yang membentuk kapiler glomerulus, dimana
sejumlah besar cairan dan larutan (kecuali protein plasma) disaring sebagai awal
pembentukan urin (Gambar 2). Ujung kapiler-kapiler distal masing-masing glomerulus
bersatu membentuk arteriol eferen, yang mana membentuk jaringan kapiler ke-dua, kapiler
peritubular, yang mengelilingi tubulus renalis.6
Sirkulasi ginjal mempunyai dua capillary beds, glomerulus dan kapiler-kapiler
peritubular, yang tersusun berkelompok dan terpisah oleh arteriol eferen, yang membantu
pengaturan tekanan hidrostatik pada keduanya. Tekanan hidrostatik yang tinggi pada kapiler
gromerulus (sekitar 60 mm Hg) menyebabkan filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan
hidrostatik yang lebih rendah pada kapiler peritubular (sekitar 13 mm Hg) memungkinkan
reabsorpsi cairan yang cepat. Dengan menyesuaikan resistansi dari arteriol-arteriol aferen
dan eferen, ginjal bisa mengatur tekanan hidrostatik pada golmerulus dan kapiler peritubular,
dengan cara demikian mengubah laju filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, atau keduanya
sebagai respon tuntutan homeostatik tubuh. Kapiler-kapiler peritubular mengosongkan
pembuluh-pembuluh darah sistem vena, yang mana berjalan paralel menuju pembuluh
arteriol dan secara progresif membentuk vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobar,
dan vena renalis, yang mana meninggalkan ginjal bersanding dengan arteri renalis dan
ureter.6
5
Gambar 2. Potongan ginjal manusia yang menunjukkan pembuluh darah utama yang
menyuplai aliran darah ginjal dan bagan dari mikrosirkulasi masing-masing nefron
(Sumber :Guyton and Hall 11th Ed.)
Masing-masing ginjal pada manusia mempunyai sekitar 1 juta nefron, yang mampu
membentuk urin. Ginjal tidak mampu meregenerasi nefron baru. Oleh sebab itu, dengan
cedera ginjal, penyakit, atau proses penuaan normal, terjadi penurunan perlahan-lahan jumlah
nefron. Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron yang berfungsi biasanya menurun sekitar 10%
setiap 10 tahun; dengan demikian, saat usia 80 tahun, banyak orang mempunyai 40% lebih
sedikit jumlah nefron yang berfungsi daripada saat usia mereka 40 tahun. Kehilangan ini
bukanlah suatu ancaman kehidupan karena perubahan yang adaptif pada nefron yang tersisa
memungkinkan mereka mengekskresikan jumlah air, elektrolit, dan hasil limbah yang cukup.6
Masing-masing nefron mempunyai (1) kapiler glomerulus yang disebut glomerulus,
melalui ini sejumlah besar cairan difiltrasi dari darah, dan, (2) sepanjang tubulus dimana
cairan yang telah difiltrasi dikonversi menjadi urin menuju pelvis ginjal (Gambar 3).6
6
Gambar 3. Segmen tubulus dasar nefron. Panjang relatif dari segmen tubulus yang berbeda
tidak digambarkan pada skala.(Sumber :Guyton and Hall 11th Ed.)
Ginjal mempunyai berbagai fungsi sebagai berikut :
1. Ekskresi limbah hasil metabolisme, bahan-bahan kimia asing, obat-obatan, dan
metabolit hormon.
2. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit.
3. Pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit.
4. Pengaturan tekanan arteri.
5. Pengaturan keseimbangan asam-basa.
6. Sekresi, metabolisme, dan ekskresi hormon.
7. Glukoneogenesis.6
Ekskresi limbah hasil metabolisme, bahan-bahan kimia asing, obat-obatan, dan
metabolit hormon. Ginjal merupakan organ primer untuk mengeliminasi limbah hasil
metabolisme yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini terdiri dari urea (hasil
metabolisme asam amino), creatinine (dari kreatinin otot) asam urat (dari asam nukleat),
produk akhir dari pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit bermacam
hormon. Hasil limbah ini harus dieliminasi dari tubuh secepat dia diproduksi. Ginjal juga
mengeliminasi banyak racun dan substansi-substansi asing lainnya yang juga diproduksi oleh
tubuh atau masukan seperti pestisida, obat-obatan, dan tambahan makanan.6
7
Pengaturan Keseimbangan Air dan Elektrolit. Untuk pemeliharaan homeostasis,
ekskresi air dan elektrolit harus sepadan dengan masukan. Jika masukan melampaui ekskresi,
jumlah substansi dalam tubuh akan meningkat. Jika masukan lebih sedikit daripada ekskresi,
jumlah substansi dalam tubuh akan menurun. Masukan air dan elektrolit ditentukan oleh
sebagian besar kebiasaan makan dan minum seseorang, membutuhkan ginjal untuk
menyesuaikan laju ekskresinya untuk menyesuaikan masukan substansi yang bervariasi.6
Pengaturan Tekanan Arteri. Ginjal memainkan peran dominan sepanjang regulasi
tekanan arteri melalui ekskresi sejumlah variabel natrium dan air. Ginjal juga berkontribusi
dalam pengaturan tekanan arteri jangka-pemdek melalui sekresi faktor-faktor atau substansi-
substansi vasoaktif seperti renin,yang membentuk produk-produk vasoaktif (contohnya
angiotensin II).6
Pengaturan Keseimbangan Asam Basa. Ginjal berkontribusi dalam pengaturan
asam-basa, bersama paru-paru dan buffer cairan tubuh, dengan mengekskresikan asam dan
mengatur penyimpanan buffer cairan tubuh. Ginjal adalah satu-satunya pengeliminasi asam
tertentu dari tubuh, seperti asam sulfur dan asam fosfat, dihasilkan oleh metabolisme protein.6
Pengaturan Produksi Eritrosit. Ginjal mensekresikan erythropoietin, yang memacu
produksi sel darah merah. Satu stimulus penting bagi sekresi eritropoietin adalah hypoxia.
Ginjal, normalnya bertanggung jawab bagi hampir semua sekresi eritropoietin dalam
sirkulasi. Pada orang dengan severe kidney disease atau yang mengalami pengangkatan ginjal
dan telah menjalani hemodialisis, anemia berat berkembang sebagi hasil dari penurunan
produksi eritropoietin.6
Regulasi Produksi 1,25–Dihydroxyvitamin D3. Ginjal menghasilkan bentuk aktif
vitamin D, 1,25-dihydroxyvitamin D3 (calcitriol), dengan menghidroksilasi vitamin ini pada
posisi “nomor 1”. Calcitriol esensial bagi kalsium deposisi normal pada tulang dan reabsorpsi
kalsium oleh traktus gastrointestinal. Calcitriol memainkan peranan penting dalam
pengaturan kalsium dan fosfat.6
Sintesis Glukosa. Ginjal mensintesis glukosa dari asam amino dan prekusor lain
selama puasa panjang, suatu proses yang disebut glukoneogenesis. Kapasitas ginjal untuk
menambahkan glukosa ke darah selama peidoe puasa panjang bersaing dengan hati. Dengan
chronic kidney disease atau acute failure dari ginjal, fungsi-fungsi homeostatik kacau dan
abnormalitas ekstrem dari volume dan komposisi cairan tubuh dengan cepat terjadi. Dengan
8
gagal ginjal komplet, kalium, asam, cairan, dan substansi lainnya menumpuk di dalam tubuh
menyebabkan kematian dalam beberapa hari, kecuali dengan intervensi klinis seperti
hemodialisis dilakukan untuk memulihkan, secara parsial, keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh.6
2.3.3. Sistem Renin-Angiotensin
Renin adalah enzim dengan protein kecil dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri
turun sangat rendah. Kemudian, enzim ini meningkatkan tekanan arteri melalui beberapa cara
sehingga membantu mengoreksi penurunan awal pada tekanan.6
Gambar 4. Mekanisme Renin-Angiotensin-vasokonstriktor untuk pengaturan tekanan arteri
(Sumber :Guyton and Hall 11th Ed.)
Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut prorenin dalam sel-
sel jukstaglomerulus (sel JG) pada ginjal. Sel JG merupakan modifikasi dari sel-sel otot polos
yang terletak di dinding arteriol aferen, tepat di proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri
turun, reaksi intrinsik dalam ginjal itu sendiri menyebabkan banyak molekul protein dalam
9
sel JG terurai dan melepaskan renin. Sebagian besar renin memasuki darah dan meninggalkan
ginjal menuju ke sirkulasi di seluruh tubuh. Sejumlah kecil tetap berada dalam cairan lokal
ginjal dan mengawali bebarapa fungsi internal.6
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang
disebut bahan renin (angiotensinogen) untuk melepaskan peptide asam amino-10, yaitu
angiotensin-I yang memiliki sifat vasokonstriktor ringan. Renin menetap dalam darah selama
30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin I selama sepanjang
waktu tersebut.6
Dalam beberapa detik sampai menit setelah pembentukan angiotensin I, dua asam
amino tambahan dipecah dari angiotensin I untuk membentuk angiotensin II peptide asam
amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi di paru-paru sewaktu darah mengalir
melalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang dikatalisis oleh enzim pengubah yang terdapat
di endotelium pembuluh paru.6
Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang sangat kuat dan juga mempengaruhi
fungsi sirkulasi. Angiotensin II hanya menetap di dalam darah hanya selama1 atau 2 menit
karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan
secara bersama-sama disebut angiotensinase.6
Selama angiotensin II ada di dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua
pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh pertama yaitu
vasokonstriksi timbul dengan cepat terutama di arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena.
Konstriksi pada arteriol meningkatkan resistensi perifer total, berakibat pada peningkatan
tekanan arteri. Konstriksi tingan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah
vena ke jantung sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan.6
Pengaruh kedua yaitu dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan ekskresi garam
dan air. Hal ini secara perlahan meningkatkan volume cairan ekstraseluler, yang kemudian
meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka panjang ini,
yang bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat daripada
mekanisme vasokonstriktor akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai
normal.6
10
Gambar 5. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (Sumber : Sherwood, Lauralee.Human
Physiology: From Cells to Systems. 6th ed.)
Ginjal mensekresikan hormon renin sebagai respon terhadap penurunan NaCl/volume
cairan ekstrasel/tekanan darah arteri. Renin mengaktifkan angiotensinogen, suatu protein
plasma yang diproduksi oleh hati menjadi angiotensin I. Angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II oleh angiotensin-converting enzyme yang diproduksi oleh paru. Angiotensin II
merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan hormon aldosteron, yang merangsang
reabsorbsi Na+ oleh ginjal. Retensi Na+ menimbulkan efek osmotik yang menahan lebih
banyak H2O di cairan ekstrasel. Retensi Na+ dan H2O tersebut bersama-sama membantu efek-
efek lain yang membantu menghilangkan rangsangan semula.7
11
2.4. Etiologi
Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-renal
(gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal (uropati obstruksi
akut).5
1. Prerenal
Penyebab prerenal pada anak adalah menurunnya tekanan arteri efektif dengan akibat
perfusi ginjal menurun. Penyebab hipoperfusi ginjal adalah :
a. Hipovolemia karena perdarahan atau kehilangan cairan melalui saluran
gastrointestinal
b. Penurunan volume vaskular efektif yang dapat terjadi pada :
i. Sepsis akibat vasodilatasi
ii. Luka bakar, trauma akibat pengumpulan cairan di ruang ketiga
iii. Sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia dan edema yang hebat.
c. Penurunan curah jantung akibat gagal jantung, kardiomiopati, pascabedah jantung5
2. Renal
AKI renal atau disebut renal intrinsik dapat disebabkan karena beberapa keadaan,
yaitu :
a. Kelainan vaskular intrarenal, antara lain :
i. Sindrom hemolitik uremik
ii. Trombosis areteri/vena renalis
iii. Vaskulitis, misalnya pada poliarteritis nodusa, purpura Schonlein Henoch
b. Glomerulonefritis
i. Pasca Streptokok
ii. GN kresintik : idiopatik, Sindrom Good pasture
c. Nefritis interstisial : obat, infeksi, Pielonefritis
d. Kerusakan tubulus
i. Nekrosis tubular akut
I. Tipe iskemik, karena AKI prarenal yang berlangsung lama
II. Tipe nefrotoksik : obat aminoglikosida, hemoglobulinuria,
mioglobinuria, zat kontras radiopak
e. Anomali kongenital ginjal
i. Agenesis ginjal
ii. Ginjal polikistik
iii. Ginjal hipoplastik-displastik5
12
3. Pascarenal
Penyebab AKI pascarenal adalah uropati obstruktif yang bisa terjadi karena :
a) Kelainan kongenital, yaitu katuo uretra posterior; obstruksi ureter bilateral
pada hubungan ureterovesika atau ureteropelvis
b) Didapat : batu atau bekuan darah (bilateral), kristal asam jengkol, asam urat.
c) Tumor : diagnosis dapat ditegakkan dengan USG ginjal dengan menemukan
dilatasi pelviokalises pada kedua ginjal. Di antaranya tumor prostat, tumor
buli, tumor serviks yang menyebabkan obstruksi saluran kemih.5
Tabel 1. Berbagai etiologi yang sering menyebabkan gagal ginjal akut pada anak-anak8
2.5. Patogenesis
Patogenesis AKI tergantung kepada etiologinya, apakah prerenal, renal, atau
pascarenal karena ketiganya memiliki patogenesis yang berbeda.8
2.5.1. AKI Prerenal
Karena berbagai penyebab prerenal, volume sirkulasi darah total atau efektif
menurun, curah jantung menurun, dengan akibat darah ke korteks ginjal menurun dan laju
filtrasi glomerulus menurun. Tetapi fungsi reabsorpsi tubulus terhadap air dan garam tetap
13
berlangsung. Oleh karena itu pada AKI prerenal ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas
urin yang tinggi (> 300mOsm/ kg) dan konsentrasi natrium urin yang rendah (< 20 mmol/L)
serta fraksi ekskresi natrium yang rendah (<1 %).8
Apabila sudah terjadi nekrosis tubulus (gagal ginjal akut renal) maka daya reabsorpsi
tubulus tidak berfungsi lagi. Akan ditemukan kadar osmolalitas urin yang rendah
(<300mOsm/ kg) sedangkan konsentrasi natrium urin tinggi (>20 mmol/L) dan fraksi
ekskresi natrium juga tinggi (>1 %). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan
apakah pasien AKI prerenal yang terjadi sudah menjadi renal. AKI renal terjadi bila
hipoperfusi pada AKI prerenal tidak cepat ditanggulangi, sehingga terjadi kerusakan
parenkim ginjal.8
AKI prerenal terjadi ketika aliran darah ke ginjal menurun yang dapat disebabkan
oleh kontraksi volume intravaskuler atau menurunnya volume darah efektif. Selama kondisi
intrinsik dari ginjal dalam batas normal, AKI prarenal bersifat reversible jika volume darah
dan kondisi hemodinamik dikoreksi dengan segera sehingga kembali dalam kondisi normal.
AKI prerenal yang berlanjut (prolonged pre-renal injury) akan menyebabkan AKI renal
(intrinsik) dimana sudah terjadi hipoksia ataupun iskemik dari tubulus.5,10-11
Gambar 6. Patogenesis Acute Kidney Injury (Sumber : Pathogenesis of Acute Kidney Injury:
Foundation for Clinical Practice )
14
2.5.2. AKI Renal
AKI renal (intrinsik) merupakan penurunan primer baik dari fungsi tubular maupun
glomerulus yang berhubungan dengan vasokonstriksi arteri renal aferen, dan paling sering
disebabkan oleh nekrosis tubular akut (NTA), baik tipe iskemik maupun akibat zat- zat yang
bersifat nefrotoksik seperti zat kontras atau mungkin suatu alergi.11
Berdasarkan etiologi penyakitnya, penyebab AKI renal dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok: kelainan vaskuler, glomerulus, tubulus, interstisial, dan anomali kongenital.
Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, mudah mengalami
kerusakan bila terjadi iskemik atau oleh obat yang bersifat nefrotoksik.8
Tabel 2. Daftar obat yang bersifat nefrotoksik 12
Drug class/drug(s) Pathophysiologic mechanism of renal injury
Analgesics
Acetaminophen, aspirin Chronic interstitial nephritis
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs Acute interstitial nephritis, altered intraglomerular hemodynamics, chronic interstitial nephritis, glomerulonephritis
Antidepressants/mood stabilizers
Amitriptyline (Elavil*), doxepin (Zonalon), fluoxetine (Prozac)
Rhabdomyolysis
Lithium Chronic interstitial nephritis, glomerulonephritis, rhabdomyolysis
Antihistamines
Diphenhydramine (Benadryl), doxylamine (Unisom)
Rhabdomyolysis
Antimicrobials
Acyclovir (Zovirax) Acute interstitial nephritis, crystal nephropathy
Aminoglycosides Tubular cell toxicity
Amphotericin B (Fungizone*; deoxycholic Tubular cell toxicity
15
Drug class/drug(s) Pathophysiologic mechanism of renal injury
acid formulation more so than the lipid formulation)
Beta lactams (penicillins, cephalosporins) Acute interstitial nephritis, glomerulonephritis (ampicillin, penicillin)
Foscarnet (Foscavir) Crystal nephropathy, tubular cell toxicity
Ganciclovir (Cytovene) Crystal nephropathy
Pentamidine (Pentam) Tubular cell toxicity
Quinolones Acute interstitial nephritis, crystal nephropathy (ciprofloxacin [Cipro])
Rifampin (Rifadin) Acute interstitial nephritis
Sulfonamides Acute interstitial nephritis, crystal nephropathy
Vancomycin (Vancocin) Acute interstitial nephritis
Antiretrovirals
Adefovir (Hepsera), cidofovir (Vistide), tenofovir (Viread)
Tubular cell toxicity
Indinavir (Crixivan) Acute interstitial nephritis, crystal nephropathy
Benzodiazepines Rhabdomyolysis
Calcineurin inhibitors
Cyclosporine (Neoral) Altered intraglomerular hemodynamics, chronic interstitial nephritis, thrombotic microangiopathy
Tacrolimus (Prograf) Altered intraglomerular hemodynamics
Cardiovascular agents
Angiotensin-converting enzyme inhibitors, angiotensin receptor blockers
Altered intraglomerular hemodynamics
Clopidogrel (Plavix), ticlopidine (Ticlid) Thrombotic microangiopathy
Statins Rhabdomyolysis
16
Drug class/drug(s) Pathophysiologic mechanism of renal injury
Chemotherapeutics
Carmustine (Gliadel), semustine (investigational)
Chronic interstitial nephritis
Cisplatin (Platinol) Chronic interstitial nephritis, tubular cell toxicity
Interferon-alfa (Intron A) Glomerulonephritis
Methotrexate Crystal nephropathy
Mitomycin-C (Mutamycin) Thrombotic microangiopathy
Contrast dye Tubular cell toxicity
Diuretics
Loops, thiazides Acute interstitial nephritis
Triamterene (Dyrenium) Crystal nephropathy
Drugs of abuse
Cocaine, heroin, ketamine (Ketalar), methadone, methamphetamine
Rhabdomyolysis
Herbals
Chinese herbals with aristocholic acid Chronic interstitial nephritis
Proton pump inhibitors
Lansoprazole (Prevacid), omeprazole (Prilosec), pantoprazole (Protonix)
Acute interstitial nephritis
Others
Allopurinol (Zyloprim) Acute interstitial nephritis
Gold therapy Glomerulonephritis
Haloperidol (Haldol) Rhabdomyolysis
Pamidronate (Aredia) Glomerulonephritis
Phenytoin (Dilantin) Acute interstitial nephritis
17
Drug class/drug(s) Pathophysiologic mechanism of renal injury
Quinine (Qualaquin) Thrombotic microangiopathy
Ranitidine (Zantac) Acute interstitial nephritis
Zoledronate (Zometa) Tubular cell toxicity
2.5.2.1 Kelainan Tubulus (Nekrosis Tubular Akut; NTA)
Istilah ini sebetulnya kurang memuaskan karena pada pemeriksaan patologi anatomi
gambaran nekrosis tidak selalu dapat ditemukan. Kelainan utama sebetulnya terjadi pada
sirkulasi renal yaitu terjadinya iskemia, sehingga istilah nefropati vasomotor akhir-akhir ini
lebih disukai. Pada kelainan tubulus (nekrosis tubular akut) terjadi penurunan perfusi ke
korteks ginjal tempat adanya glomerolus, mungkin karena mekanisme umpan balik
glomerulo-tubular intranefron sebagai reaksi terhadap peningkatan konsentrasi natrium ke
makula densa (tubulus distal) oleh karena natrium tidak dapat diserap (di tubulus proksimal).
Sistem renin-angiotensin diduga berperan pada mekanisme ini. Pada kondisi ini, pemberian
dopamin dosis rendah berguna dengan tujuan melebarkan vaskularisasi pembuluh darah
renal.8
Bentuk nekrosis tubulus terbagi atas dua tipe. Tipe pertama terjadi akibat zat
nefrotoksik misalnya merkuriklorida; terjadi kerusakan sel-sel tubulus yang luas (tubulolisis)
tetapi membran basal tubulus tetap utuh. Sel-sel tubulus yang nekrosis masuk ke lumen
tubulus dan menyumbat lumen. Tipe kedua terjadi akibat iskemia; kerusakan terjadi lebih
distal dan setempat dengan kerusakan fokal pada membran basal tubulus (tubuloreksis). NTA
tipe iskemik ditemukan akibat gastroenteritis dehidrasi, sindroma nefrotik, luka bakar,
septisemia gram negatif, dan asfiksia perinatal. Sedangkan tipe nefrotoksik ditemukan akibat
karbon tetraklorida, hemoglobin atau mioglobinuria, obat aminoglikosida.8
Mekanisme terjadinya gagal ginjal pada NTA sepenuhnya diketahui. Beberapa
mekanisme yang dianggap berperan adalah perubahan hemodinamik intrarenal, obstruksi
tubulus oleh sel dan jaringan yang rusak, dan perembesan pasif filtrat tubulus melalui dinding
tubulus yang rusak masuk ke jaringan interstisial dan peritubular. Pada AKI aliran darah
18
ginjal menurun 40-50%, daerah korteks lebih terkena daripada medula. Beberapa mediator
diduga berperan sebagai penyebab vasokontriksi ginjal yaitu angiotensin II, menurunnya
vasodilator prostaglandin, stimulasi saraf simpatis, vasopressin, dan endotelin.8
Vasokontriksi saja tidak dapat menerangkan menurunnya laju filtrasi glomerulus
(LFG), karena derajat penurunan LFG lebih besar daripada penurunan perfusi ginjal.
Penurunan permukaan filtrasi atau koefisien filtrasi (Kf) ternyata turut memegang peranan
dalam penurunan LFG. Peranan obstruksi tubulus dibuktikan dengan penemuan banyak sel
debris pada lumen tubulus pada pasien AKI maupun pada percobaan binatang. Obstruksi
tubulus diperberat dengan pembengkakan sel-sel tubulus yang nekrotik. Sumbatan tubulus
menyebabkan peningkatan tekanan intratubular pada lumen di atasnya yang diteruskan ke
kapsula bowman. Sebagai akibat sumbatan yang terjadi, filtrat glomerulus merembes (back
leak) keluar dinding tubulus yang rusak, masuk ke jaringan interstitial.8
2.5.2.2 Kelainan Vaskuler
Kelainan vaskuler sebagai penyebab AKI dapat berupa trombosis atau vaskulitis.
Trombosis arteri dan vena renalis dapat terjadi pada neonatus yang mengalami kateterisasi a.
umbilikalis, diabetes mellitus maternal, asfiksia, dan kelainan jantung bawaan sianotik. Pada
anak besar kelainan vascular yang menyebabkan AKI ditemukan pada pasien sindrom
hemolitik uremik (SHU). Pada SHU terjadi kerusakan sel endotel glomerulus yang
mengakibatkan terjadinya deposisi trombus trombosit-fibrin. Selanjutnya terjadi konsumsi
trombosit, kerusakan eritrosit yang melewati jaringan-jaringan fibrin, dan obliterasi kapiler
glomerulus. Kelaian ini disebut mikroangiopati.8
Kelaian vaskuler lainnya yang menyebabkan AKI renal adalah vaskulitis. Kelainan
patologi di glomerolus disebut sebagai glomerulitis eksudatif danseringkali disertai
pembentukan kresen. Penurunan LFG disebabkan oleh beberapa hal, yaitu penurunan aliran
darah ginjal oleh karena peningkatan resistensi akibat kerusakan pembuluh darah dan
penurunan permukaan filtrasi.8
2.5.2.3 Kelainan Glomerulus
Kelainan glomerulus dapat ditemukan pada glomerulonefritis akut pasca strptokokus,
glomerulonefritis membrano proliferatif tipe 2, glomerulonefritis kresentik idiopatik, dan
sindrom Goodpasteur. Pada glomerulonefritis akut pasca streptokokus terjadi pada < 1 %
19
pasien dan diseabkan karena menyempitnya kapiler-kapiler glomerulus, terhimpit oleh
proliferasi sel mesangial dan endotel kapiler sendiri.8
2.5.2.4 Kelainan Interstitial
Ditemukan pada nefritis akut, misalnya pada pasien artritis rheumatoid juvenile atau
pemakaian obat-obatan. Selain itu juga ditemukan pada pielonefritis akut. Lebih sering
ditemukan pada neonates dan sering disertai sepsis.8
2.5.2.5 Anomali Kongenital
Anomali kongenital yang dapat menyebabkab AKI ialah agenesis ginjal bilateral,
ginjal hipoplastik atau displastik kongenital bilateral, dan ginjal polikistik infantil. Terjadinya
AKI karena jumlah populasi nefron yang sedikit atau tidak ada sama sekali.8
Kondisi lain yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut renal adalah asfiksia pada
neonatorum. Asfiksia akan menyebabkan hipoksia dan iskemia pada bayi, mengakibatkan
kerusakan, sebagian besar terjadi pada ginjal (50%), syaraf pusat (28%), sistem
kardiovaskular (25%), dan paru (23%). Ginjal merupakan organ yang paling sensitif terhadap
keadaan penurunan kadar oksigen. Insufisiensi ginjal dapat terjadi pada duapuluh empat jam
setelah keadaan hipoksia dan iskemia. Jika hipoksia ini tidak diatasi maka akan menimbulkan
nekrosis korteks ginjal yang bersifat ireversibel.9
Penelitian pada manusia dan binatang menunjukkan bahwa penurunan LFG terjadi
sebagai akibat persisten vasokonstriksi, yang terutama terjadi akibat peningkatan solute pada
makula densa, serta menyebabkan aktifasi feedback dari tubulus dan glomerulus. Telah
terbukti bahwa terjadi peningkatan tonus, peningkatan respon atau reaktifitas terhadap bahan
yang menyebabkan vasokonstriksi, dan penurunan respon vasodilatasi pada arteriol pembuluh
darah ginjal. Perubahan struktur dari cytoskeleton pada arteri, arteriol, sel mural atau
pericytes dari vasarecta setelah terjadi iskemi, akan menyebabkan hilangnya autoregulasi dari
aliran darah ginjal serta aktifitas pembuluh darah yang tidak normal.13-14
Terjadinya persisten vasokonstriksi preglomerulus diduga sebagai penyebab utama
gangguan LFG. Bahan yang menyebabkan vasokonstriksi ginjal adalah angiotensin II,
thromboxane A2, leukotrienes C4, dan D4, endothelin-1, adenosine, endhothelium derived
prostaglandin H2 serta rangsangan sjaraf sympatis. Pada keadaan iskemia ginjal terjadi
20
peningkatan kadar endothelin-1. Pemberian anti-endothelin antibodies atau endothelin
reseptor antagonis diduga dapat melindungi ginjal dari keadaan iskemia. 13-14
Nitric oxide (NO), merupakan vasodilator, dapat menurunkan ekspresi dan aktivasi
endotel oleh endothelin. Pada binatang percobaan terbukti bahwa adenosin mempunyai efek
vasokonstriksi yang dapat memperburuk AKI. Namun demikian rangsangan adenosin A2
reseptor terbukti mempunyai efek sebagai anti inflamasi yang kuat pada keadaan iskemia
maupun reperfusi ginjal. Diduga bahan yang dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah ginjal terjadi secara sinergi. Walaupun vasokonstriksi diduga merupakan penyebab
utama patofisiologi AKI, namun pemberian vasodilator misalnya dopamin, atrial nitriuretic
peptid tidak terbukti dapat dipakai sebagai pencegahan maupun terapi iskemia pada AKI. 13-14
Peningkatan solut di nefron bagian distal terjadi akibat hilangnya polaritas dari
tubulus proximalis dengan berpindahnya posisi ensim Na+K+ATPase serta gangguan
integritas dari tight junction. Akibatnya, terjadi penurunan absorbsi dari sodium pada
transellular. Penurunan aliran darah daerah outer medulla pada pembuluh darah bagian
medula diduga memegang peranan utama gangguan fungsi ginjal pada AKI. Penurunan aliran
darah di daerah medula ini akan menyebabkan tubulus ginjal dalam keadaan hipoksia dan
terjadi kerusakan dari sel tubulus, oleh karena terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan masukan oksigen. Disamping itu, terjadi sumbatan serta timbunan leukosit pada
pembuluh darah bagian medula akan memperburuk keadaan pada AKI. 13-14
Tampaknya selain vasokonstriksi, kerusakan dan aktifasi endotel, inflamasi, leukosit
dan sel adhesi juga memegang peranan penting terjadinya gangguan fungsi ginjal. Aktivasi
endotel dan peningkatan regulasi dari sel adhesi akan menyebabkan terjadinya
pembengkakan dan hilangnya fungsi barrier dari sel endothel. Selain itu terjadi peningkatan
reaksi antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Akibatnya akan terjadi interaksi dengan
sel leukosit, platelet, dan terjadi sumbatan mekanik pada pembuluh darah kecil di ginjal.
Aktivasi leukosit disebabkan oleh beberapa faktor yaitu cytokines, chemokines, eicosanoid
serta reactive oxygen species (ROS) dengan akibat akan terjadi peningkatan regulasi dari sel
adhesi. Selain itu akibat paparan leukosit oleh cytokines akan menyebabkan terjadinya
deformitas dari leukosit sehingga leukosit akan di diasingkan. Leukosit yang diasingkan ini
akan meningkatkan kerusakan dari tonus pembuluh darah dengan mengeluarkan ROS dan
eicosanoid. 13-14
21
Gambar 7. Patogenesis Acute Kidney Injury di Tingkat Seluler (Sumber : Biomarker of Acute
kidney injury)
Pada keadaan post iskemi AKI, beberapa peneliti yaitu Leaf pada tahun 1972
menjelaskan terjadinya pembengkakan sel endotel pada post iskemi AKI. Sedang Goligorsky
mendapatkan pada binatang dengan mempergunakan intravital video microscopy, terdapat
aliran retrograde melalui kapiler peritubular pada daerah kortek setelah terjadi periode
iskemia. Basile pada binatang percobaan mendapatkan terjadinya penurunan jumlah
pembuluh darah kecil di daerah outer medulla pada 4, 8, 40 minggu setelah terjadi iskemi
berkisar 60 menit pada AKI. Keadaan ini dihubungkan dengan terjadinya fibrosis dari tubulus
interstitialis dan gangguan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin.1,15
Peranan infiltrasi neutrofil dan mononuklear pada iskemi maupun post iskemi AKI
masih kontroversi. Pada beberapa penelitian mendapatkan bahwa dengan mencegah
peningkatan sel neutrofil setelah terjadi periode iskemia, dapat mencegah kerusakan ginjal
lebih lanjut. Peneliti lain mendapatkan bahwa selain peningkatan neutrofil juga didapat
peningkatan makrofag dan T limfosit, walaupun tidak mudah dibedakan. Bukti-bukti lain
mendapatkan bahwa dengan memblok T sel CD28-B7 pada tikus, akan menghambat infiltrasi
T sel dan makrofag di ginjal, sehinAKI dapat memproteksi kerusakan ginjal. Pada periode
post iskemia, T sel, monosit/makrofag terperangkap di vasarecta, serta didapat peningkatan
22
regulasi dari paparan B7-1 protein. Dengan memberi anti B7-1 protein sebelum dilakukan
percobaan, dapat mencegah terjadinya peningkatan dari T sel, monosit/ makrofag. 1,15
Peranan chemokines sebagai kemotaktik dan immunomodulator pada leukosit, dengan
merangsang cytokines misalnya IL-1 dan TNF-α. Setelah terjadi iskemi 30 menit pada ginjal,
akan terjadi peningkatan TNF-α mRNA, sedang TNF-α transcription factor dan NF-κB akan
diaktivasi setelah 15 menit terjadinya iskemi pada ginjal. Pemberian infus TNF-α binding
protein akan menurunkan aktifitas TNF-α serta infiltrasi dari netrofil sehingga dapat
mempertahankan fungsi ginjal.1,15
Angiotensin II sebagai vasokonstriksi bekerja dengan meningkatkan produksi
chemokines oleh sel endotel sehingga meningkatkan interaksi antara leukosit dan endotel.
Sedangkan nitric oxide bekerja dengan menghambat TNF-α sehingga dapat melindungi ginjal
dari kerusakan akibat iskemi. Akibat jangka panjang dari AKI pada manusia masih belum
diketahui dengan pasti dan masih kontroversi. Beberapa pendapat menyatakan tergantung
dari penyebab AKI dan lamanya observasi. Beberapa penelitian pada orang dewasa
didapatkan bahwa Briggs melakukan observasi 4-75 bulan, Lewers observasi 2-15 tahun,
Bonomini observasi 1 & 15 tahun, Kjellstrand observasi <1 tahun mendapatkan bahwa 35-
71% penderita setelah mengalami AKI fungsi ginjal tidak kembali sempurna.1,15
Gangguan yang sering ditemukan adalah ketidakmampuan ginjal mengkonsentrasikan
urin. Bonomini melaporkan adanya penurunan LFG dalam kurun waktu 1-5 tahun observasi.
Sedang Lewers mendapatkan adanya penurunan fungsi ginjal yang terus berlanjut. Namun
demikian para penderita tersebut tanpa disertai gejala yang nyata. Basile menyimpulkan
bahwa walaupun struktur dan fungsi ginjal dapat diperbaiki setelah terjadi AKI iskemi,
namun gangguan pada mikrovaskular akan menetap. Keadaan ini harus diwaspadai efek
jangka panjang pada AKI iskemi.1,15
2.5.3. AKI Pascarenal
AKI pasca renal disebabkan oleh obstruksi aliran urin (uropati obstruksi), dapat
bersifat kongenital atau didapat. Kelainan kongenital yang sering menyebabkan AKI pasca
renal adalah katup uretra superior. Bila obstruksi terjadi di daerah ureter, baik pada hubungan
uteropelvis maupun uterovesika, harus bersifat bilateral, kecuali pada ginjal soliter. Sampai
sekarang belum ada data yang menentukan berapa lama obstruksi sampai terjadinya
kerusakan parenkim ginjal. Di Indonesia biasanya AKI pasca renal disebabkan oleh kristal
23
asam jengkol (intoksikasi jengkol). Tindakan koreksi terhadap sumbatan yang cepat dan
segera dapat mengembalikan fungsi ginjal normal.8,10
Istilah obstruksi pasca renal adalah obstuksi yang terjadi di distal dari nefron misalnya
di ureter, namun obstruksi yang terjadi di tubulus misalnya oleh kristal asam urat pada
sindrom tumor lisis sering dimasukkan ke dalam AKI pasca renal. Obstruksi dapat terjadi di
seluruh saluran kemih mulai dari uretra sampai ureter dan pelvis. Tindakan yang cepat
dengan alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat dapat melautkan kristal tersebut, tetapi
pada beberapa kasus yang terlambat ditangani, kadang membutuhkan tindakan dialisis.8
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah
ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-
E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal
akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi
setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang
makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu.
Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20%
dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor-faktor
pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal. AKI pasca renal lebih umum
ditemukan pada bayi dibandingkan dari pada usia anak. Pembagian klasifikasi ini penting,
mengingat pada prerenal dan pasca renal lebih mudah melakukan pengobatan khusus
dibandingkan dengan tipe renal.11
2.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis AKI seringkali berbaur dengan penyakit awalnya, misalnya
glomerulonefritis akut. Gejala klinik yang berhubungan dengan AKI adalah : pucat (anemia),
oliguria, edema, hipertensi, muntah, dan letargi.20
Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi AKI ditemukan lebih menonjol
yaitu: gejala kelebihan (overload) cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, aritmia
jantung akibat hyperkalemia, perdarahn gastrointestinal berupa hematemesis dengan atau
tanpa melena akibat gastritis atau tukak lambung, kejang-kejang, kesadaran menurun sampai
koma.1
24
2.6.1 Kriteria RIFLE1
Tabel 3 . Kriteria RIFLE menurut ADQI (Acute Dialysis Quality Initiative)
Kriteria LFG Kriteria Output Urin (OU)RISK Kenaikan Skr x 1,5 atau
penurunan LFG > 25%OU < 0,5 ml/kg/jam(selama 6 jam)
INJURY Kenaikan Skr x 2 atau penurunan LFG > 50%
OU < 0,5 ml/kg/jam(selama 12 jam)
FAILURE Kenaikan Skr x 3 atau penurunan LFG > 75%, atau Skr 4 mg/dl
(peningkatan akut 0,5 mg/dl)
OU < 0,3 ml/kg/jam(selama 24 jam), atau anuria dalam 12 jam
LOSS Gagal ginjal akut yang menetap. Hilangnya fungsi ginjal > 4 minggu
ESRD End state renal disease (ESRD)Gagal ginjal terminal (GGT)Penurunan fungsi ginjal > 3 bulan
The Acute Dialysis Quality Initiative Group membuat RIFLE sistem yang
mengklasifikasikan AKI ke dalam tiga kategori menurut beratnya (risk injury failure) serta
dua kategori akibat klinik (Loss and End-stage renal disease).1
2.7. Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Anamnesis yang rinci dan akurat sangat penting dalam menegakkan jenis diagnosis 8
AKI serta terapinya. Yang penting dalam anamnesis pada penderita AKI yaitu :
a) Membedakan antara AKI dengan CKI eksaserbasi akut. Riwayat gejala yang
berlangsung kronik berupa fatique, berat badan turun, anoreksia, nokturia, dan
pruritus.
b) Muntah, diare dan demam mendukung kearah dehidrasi dan pre renal azotemia.
Tetapi gejala ini dapat juga merupakan perkembangan dari sindrom hemolitik uremik
atau trombosis vena renalis.
c) Urin seperti air cucian daging atau cola dengan riwayat infeksi kulit atau tenggorokan
mendukung ke arah glomerulonefritis.
25
d) Ada riwayat pajanan obat dan zat kimia.
e) Riwayat menkonsumsi jengkol beberapa hari sebelumnya.
f) Riwayat tumor intra abdomen, infeksi saluran kemih, atau buang air kecil
berpasir/keluar batu membantu kecurigaan AKI pasca renal.
g) Penderita dengan penyakit hipertensi, gagal jantung kongestif, diabetes, myeloma,
infeksi kronik, penyakit mieloproliferatif memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya
AKI.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan yaitu :
a) Sistem saraf pusat : kejang, penurunan kesadaran.
b) Kulit : ptekie, purpura, ekimosis mengarah pada suatu penyakit inflamasi dan
vascular, penyakit infeksi, DIC atau fenomena emboli.
c) Mata : perubahan pada retina dapat terjadi pada hipertensi berat atau penyakit
ateroemboli; pada nefritis interstisial dan necrotizing vasculitis dapat disertai uveitis
d) Sistem kardiovaskuler : perlu dilakukan pemeriksaan seksama meliputi : denyut nadi,
tekana darah, tekana vena jugularis, pemeriksaan jantung dan paru, turgor kulit dan
mukosa untuk menilai dehidrasi, serta penilaian edema perifer.
e) Abdomen : adanya tumor intra abdomen mendukung kecurigaan AKI pasca renal
akibat tumor. Retensi urin dengan vesika urinaria yang teraba membesar
menunjukkan adanya sumbatan dibawah vesika urinaria katup uretra posterior.
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
1) Urinalisis : merupakan pemeriksaan paling penting dalam mengevaluasi AKI.
a) Adanya granular cast, sel tubular, atau sel tubular cast sugestif suatu nekrosis
tubular akut.
b) Proteinuria dapat ditemukan pada glomerulonefritis, nefritis interstisialis akut,
nekrosis tubular, dan penyakit vaskuler
c) Hematuria, eritrosit cast menyokong suatu gangguan glomerulus.
d) Lekosituria, leukosit cast menyokong suatu pielonefritis atau nefritis
interstisial akut.
e) Adanya Kristal urat menunjukkan suatu NTA pada nefropati asam urat,
serdangkan kristal oksidat kalsium dapat tampak pada NTA akibat keracunan
etilen glikol.
f) Pada nefritis interstisial dapat ditemukan eosinofiluria.
26
2) Urin output : perubahan pada output urin biasanya tidak selalu berhubungan dengan
perubahan pada GFR, karena 50-60% kasus, AKI adalah non-oliguri. ARF biasa
dikategorikan sebagai AKI non-oliguri, oliguri, dan anuri sebagai diagnosis banding :
a) Anuria (<0.5mL/kg/jam) - obstruksi saluran kencing, obstruksi arteri renalis,
RPGN, nekrosis korteks ginjal difus bilateral.
b) Oliguria (0.5-1mL/kg/jam) – Prerenal failure, hepatorenal syndrome
c) Non oliguria – nefritis interstisial akut, GNA, obstruktif nefropati sebagian,
nefrotoksik, iskemik ATN, rabdomilitis.
3) Indeks urin : untuk membedakan antara AKI prerenal dan renal. Pada AKI prerenal
fungsi reabsorbsi tubulus masih baik sehingga masih bisa menyerap natrium dan air
sehingga didapat urinnya yang pekat. BJ tinggi (>1.020) dan osmolalitas tinggi (>400
mOsm/Kg), sedangkan pada AKI renal karena sudah terjadi gangguan tubulus dalam
pemekatan urin maka didaopatkan BJ urin rendah (<1.020), osmolalitas urin rendah
(<400 mOsm/Kg).
Cara lain yaitu membandingkan osmolalitas urin/serum yaitu pada AKI prerenal >1,1
dan AKI renal <1,1. Pada AKI renal karena terdapat gangguan fungsi reabsorbsi
tubulus, maka kadar natrium dalam urin menjadi tinggi yaitu >40 mEq/L, sedangkan
AKI prerenal rendah <20mEq/L.
4) Elektolit urin : untuk menilai fungsi tubulus ginjal. Pemeriksaan fraksi ekskresi
natrium (FENa) yaitu fraksi filtrasi Na yang diekskresikan dalam urin pada AKI
prarenal rendah yaitu <1% menunjukkan bahwa 99% Na direabsorbsi di tubulus,
sedangkan pada AKI renal tinggi yaitu >2% menunjukkan kemampuan reabsorbsi Na
berkurang. Cara menghitung FENa adalah :
FENa = (UNA/PNA)/(UCR/PCR)x100
5) Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum
Peningkatan kreatinin serum umumnya 1-2 mg/dl/hari. Peningkatan hingga 5
mg/dl/hari dapat terjadi pada rabdomiolisis. Rasio BUN terhadap kreatinin yang
melebihi 20:1 dapat terjadi pada perdarahan saluran cerna bagian atas, uropati
27
obstruktif, masukan protein yang tinggi, terapi kortikosteroid, dan kondisi
hiperkatabolik.
6) Serum kreatinin berefleksi pada klirens kreatinin. Serum kreatinin berfungsi untuk
memperlihatkan gambaran produksi kreatinin dan ukuran ekskresinya. Penilaian
serum kreatinin bergantung dari berat badan, usia, dan jenis kelamin. GFR dapat
diperkirakan dengan penghitungan sebagai berikut : 11
GFR mL/min = k x tinggi badan (cm) / kreatinin serum (mg/dL)
Dimana:
k = 0.33 pada bayi berat badan lahir rendah di bawah usia 1 tahun
k = 0.45 pada bayi aterm di bawah usia 1 tahun
k = 0.55 pada anak dan dewasa muda wanita
k = 0.70 pada dewasa muda pria
Perubahan serum kreatinin menggambarkan perubahan GFR. Perubahan dari kreatinin
serum berkolerasi dengan perubahan GFR dengan gambaran sebagai berikut :
i. kreatinin 1,0 mg/dl-normal GFR
ii. kreatinin 2,0 mg/dl-50% reduction in GFR
iii. kreatinin 4,0 mg/dl-70-85% reduction in GFR
iv. kreatinin 8,0 mg/dl-90-95% reduction in GFR
7) Darah rutin, hitung jenis leukosit, morfologi darah tepi. Dapat ditemukan anemia
akibat hemodilusi. Pansitopenia biasanya terjadi pada Lupus Eritomatosus Sistemik.
8) Elektolit darah : dapat ditemukan hiponatremia (akibat dilusi), hiperkalemia,
hipokalsemia, hiperfosfatemia.
9) Analisi gas darah dapat ditemukan asidosis
10) Asam urat, fosfat : untuk mencari etiologi
11) Pada kecurigaan glomerulonephritis perlu diperiksa:
a) Komplemen C3 serum
b) Antibodi serum terhadap streptokokus
28
c) Antigen sitoplasma netrofil ( neutrophil cytoplasmic antigen, ANCA)
granulomatosis Wagner, pliarteritis mikroskopis, atau antigen terhadap
membran basalis (penyakit Good pasteur)
12) Pemeriksaan pencitraan
a) USG : untuk mengevaluasi adanya obstruktif saluran kemih. Bila pada
pemeriksaan USG didapatkan gambaran ukuran ginjal yang mengecil menandakan
adanya gagal ginjal kronis.
b) USG Doppler : untuk menilai aliran darah ginjal sehingga dapat membantu
menegakkan diagnosis adanya tromboemboli atau penyakit renovaskuler.
c) Pencitraan radionuklir dengan technetium TC 99 m diethylentriamine pentaacetic
acid (DTPA), iodine I 131-hippuran : untuk menilai aliran darah ginjal dan fungsi
tubulus
d) Foto thoraks : untuk menilai adanya pembesaran jantung dan odema paru sebagai
tanda kelebihan cairan.
e) Bila dicurigai adanya gagal ginjal kronik dapat dilakukan foto tangan untuk
melihat tanda-tanda osteodistrofi ginjal. Pada gagal ginjal kronik dapat terjadi
kerusakan tulang yang disebut rikets ginjal atau osteodistrofi ginjal. Hal ini
disebabkan karena ginjal mempunyai peranan metabolisme vitamin D. Vitamin D
atau kolekalsiferol dirubah dihati menjadi 25(OH)-kolkalsiferol (D3). Kemudiam
baru setelah dirubah kedua kalinya yaitu diginjal menjadi 1,25 (OH)2 D3 ia
menjadi metabolit aktif dan dapat menyerap kalsium di usus. Bila terjadi
kerusakan ginjal misal pada GGK, maka akan sedikit dibentuk 1,25(OH)2 D3
sehingga terjadi hipokalsemia. Hipokalsemia akan merangsang kelenjar paratiroid
untuk memproduksi parathormon (PTH) dengan maksud untuk meninggikan
kadar kalsium darah, tetapi caranya dengan memobilisasi kalsium tulang sehingga
terjadi kerusakan tulang (osteodistrofi ginjal). 1
13) Biopsi ginjal
Dilakukan pada keadaan khusus yaitu bila dicurigai adanya glomerulonefritis
progresif cepat atau nefritis interstisial.21
2.8. Penatalaksanaan AKI
29
Pada umumnya penatalaksanaan AKI terbagi atas terapi konservatif, terapi suportif,
dan hemodialisa / diuresis peritoneal.16
2.8.1 Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif untuk mencegah progresivitas overload cairan, kelainan
elektrolit, dan asam basa, penanggulangan gejala uremia. Terapi agresif harus diberikan jika
ditemukan tanda-tanda awal disfungsi ginjal. Terapi dini tidak hanya mencegah kerusakan
lebih lanjut, tetapi dapat mengembalikan fungsi ginjal kembali jadi normal.16
Untuk terapi konservatif dibagi atas beberapa tahap terapi :
Tahap Antisipatif
Merupakan tahap dimana dilakukan antisipasi keadaan penyakit yang mempunyai
risiko menimbulkan komplikasi AKI, dengan syarat:
1. Tidak ada diuresis 48 jam pasca lahir pada neonatus
2. Adanya gambaran ostruksi saluran kemih pada USG pranatal
3. Dehidrasi
4. Pemakaian obat nefrotoksik jangka panjang atau kemoterapi
5. Pasca bedah kardiovaskuler18
Tahap AKI prarenal
Pada tahap ini terapi cairan dapat diberikan sesuai etiologi. Jika pada gastroentitis
dengan dehidrasi, diberikan cairan RL atau Darrow glukosa sesuai protokol. Pada syok
hemoragik diberi tranfusi darah sedangkan pada sindrom nefrotik diberikan infus albumin
atau plasma. Jika penyebabnya tidak jelas dapat diberikan RL 20mL/kgBB dalam waktu 1
jam, dan dapat diulang sampai keadaan sirkulasi baik atau terjadi diuresis. Pada terapi ini
diperlukan pemantauan CVP. Jika hipovolemia diakibatkan oleh karena kehilangan darah
atau hipoproteinemia, maka cairan yang dipakai adalah plasma ekspander (plasma fusin,
polygeline, darah). biasanya dieresis timbul setelah 2 jam.18
Tahap AKI renal awal
30
Sedangkan pada tahap ini tidak responsif terhadap terapi pemberian cairan pengganti
akan tetapi responsif terhadap diuretik. Ciri pada tahap ini terjadi rehidrasi akan tetapi oliguri.
Untuk itu dapat dilakukan diuresis paksa dengan syarat tidak adanya obstruksi saluran kemih.
Obat yang dipakai :
a) Mannitol 20% 0,5g/kgBB di infus dalam 10-20 menit, pada satu kali
pemberian
b) Furosemid 1mg/kg. Dinaikkan berganda setiap 6-8 jam sampai 5mg/kg.
Tujuan terapi diuresis paksa ini adalah untuk merubah keadaan AKI oligurik menjadi
non-oligurik untuk memudahkan pemberian cairan dan kalori , selain dari obat tersebut dapat
diberikan dopamin dosis rendah yaitu 5 mikrogram/kgBB untuk meningkatkan peredaran
darah ginjal. Penggunaan Fenoldopam sebagai Dopamin alpha-1 agonis telah ditunjang dari
beberapa penelitian untuk pencegahan AKI lebih lanjut.20
Tahap pemeliharaan
Pada fase ini terjadi AKI renal. Tujuan penanggulangan adalah untuk menjaga
homeostasis tubuh, sambil menunggu fungsi ginjal membaik. Bila tidak berhasil maka terapi
konservatif dan dialisis harus dilanjutkan. Terapi pada tahap ini merupakan suatu balans
cairan dengan perhitungan: Jumlah cairan diberikan = Insensible Water Loss (IWL) + jumlah
urin 1 hari sebelumnya + cairan lain yang keluar (muntah, feses, selang nasogastrik dll).
Diperlukan koreksi penambahan 12% pada setiap kenaikan suhu 1oC. Balans cairan yang
dapat dikatakan baik bila hasil pemeriksaan berat badan tiap hari turun 0,1%-0,2%.8
Berat badan 1-10 kg : 100kal/kgBB/hari
10-20kg : 1000kal + 50kal/kgBB/hari diatas 10 kgBB
>20 kg : 1500kal + 20kal/kgBB/hari diatas 20 kgBB
IWL = 25ml per 100kal
Rumus praktis IWL :
Neonatus = 50 ml/kgBB/hari
Bayi <1tahun = 40ml/kgBB/hari
Anak <5tahun = 30ml/kgBB/hari
Anak >5tahun = 20ml/kgBB/hari
Jenis cairan yang dipakai :
31
i. Jika anuria total, hanya glukosa 10-20%
ii. Pada oliguria,diberikan cairan glukosa : NaCl 3:1
Jumlah protein diberikan 0,5-1 g/kgBB/hari20
2.8.2. Terapi Suportif Dan Simptomatik
Sirkulasi yang kurang baik dapat diberikan infus dopamin 5 mikrogram/kgBB/menit.
Sedangkan pada hipovolemia diatasi dengan pemberian larutan ringer laktat secara IV
20mL/kg selama 30 menit. Pemberian cairan koloid tidak dianjurkan jika pada pasien tidak
ditemukan kehilangan darah atau hipoproteinemia. Pada penderita oliguria yang gagal respon
terhadap penambahan volume IV furosemid dapat diberikan dosis tunggal intravena 1-2
mg/kg dengan kecepatan 4 mg/menit. Jika tak ada respon berikan dosis kedua 10mg/kg.
Apabila peningkatan urin tidak terjadi, pemberian furosemid lanjutkan merupakan suatu
kontraindikasi.17
Tujuan utama dari terapi ini merupakan upaya pengurangan dari gejala-gejala yang
timbul dari AKI ini sendiri yang terdiri dari :
a. Hiperkalemia terjadi bila kadar kalium >6 mEq/L, pada keadaan tersebut
menyebabkan aritmia jantung dan kematian. Untuk terapi dibatasi intake cairan,
makanan atau obat-obatan yang mengandung kalium sampai kondisi ginjal baik.
i. Kayeksalat (kation exchange resin) 1g/kgBB/rektal atau oral 4 kali sehari atau
kalitake 3x2,5g/hari.
ii. Kasium glukonas 10% 0,5mL/kgBB iv perlahan 10-15menit
iii. Natrium bikarbonat 7,5% 2,5 mEq/kgBB iv dalam 10-15menit
iv. Glukosa 0,5g/kgBB + insulin 0,1 U/kgBB per infus selama 30 menit
b. Hipokalsemia (tetani) : kasium glukonas 10% 0,5mL/kgBB iv perlahan dan pantau
bradikardi.
Biasanya gejala ini diatasi dengan cara menurunkan kadar fosfor serum dengan
larutan Titralac dosis awal 5-15 mL sebelum tidur, tablet Os-Cal 500 atau TUMS
kekuatan reguler dosis awal 1-3 tablet sebelum tidur
c. Hiperfosfatemia : diberikan pengikat fosfat yakni kalsium karbonat oral
50mg/kgBB/hari
32
d. Asidosis terjadi akibat ekresi ion hidrogen yang tidak adekuat dan ekresi amonia.
Asidosis berat (pH arteri <7,15 bikarbonat serum < 8 mEq/L) dapat menambah
iritabilitas miokardium dan memerlukan penanganan. Asidosis dikoreksi secara
parsial melalui rute iv dengan memberikan bikarbonat yang cukup untuk menaikkan
kadar pH arteri sampai 7,2. Diberikan natrium bikarbonat sesuai hasil analisa gas
darah (ekses basa x BBx 0,3 mEq atau koreksi buta 2-3mEq/kgBB tiap 12 jam atau
0,6 x BBx 12-serum bikarbonat).
e. Kejang dapat terjadi akibat dari hiponatremia ataupun uremia yang terjadi. Untuk
tatalaksan diberi diazepam 0,3-0,5 mg /kgBB/rektal atau iv dengan dosis rumatan
luminal 4-8mg/kgBB atau fenilhidantoin 8mg/kgBB.
f. Hipertensi terjadi akibat proses primer atau pengembangan volume cairan
ekstraseluler ataupun keduanya. Pada hipertensi berat obat pilihan adalah diazoksid,
diberikan dengan injeksi cepat(< 10 detik) dosis 1-3 mg/kg (dosis maksimal 150 mg),
dengan cairan ini akan terlihat penurunan tekanan darah dalam 10-20 menit, jika
pemberian pertama tidak mencukupi, dapat diberikan pemberian kedua 30 menit
kemudian. Sering pula diberikan nifedipin secara cepat 0,25-0,5 mg/kg peroral. Pada
hipertensi krisis, diberikan natrium nitropruside atau labetalol. Furosemid
1-2mg/kgBB iv juga dapat diberikan sebagai terapi dan bila peru dikombinasikan
dengan kaptopril 0,3 mg/kgBB diberi 2-3 kali sehari dll.
g. Hiponatremia terjadi bila kadar Na darah <120 mEq/L akibat pemberian cairan
hipotonis berlebihan pada penderita ARF dengan oligoanuria. Koreksi dengan retriksi
cairan. Kadar natrium serum turun hingga dibawah 120mEq/L meningkatkan risiko
edema serebral dan perdarahan sistem saraf sentral. Infus iv NaCl hipertonik 3%
dilakukan dalam 1-4 jam untuk menaikkan kadar natrium serum dengan rumus : 0,6 x
BB(kg) x (125-natrium serum [mEq/L].
h. Sepsis : antibiotik spektrum luas tanpa ada efek nefrotoksik
i. Edema paru : furosemid 1mg/kgBB disertai turniket dan flebotomi dan morfin 0,1
mg/kgBB
j. Hiperurikemia: diberikan alupurinol, <8 tahun : 100-200 mg /kgBB, >8 tahun : 200-
300mg/kgBB
k. Anemia : indikasi tranfusi jika Hb <6g/dl atau Ht <20%, diberikan PRC 10ml/kgBB
dengan 10 tetes permenit agar terhindar dari overload cairan
33
Untuk perbaikan AKI sendiri diet dibutuhkan yakni batasi lemak dan karbohidrat,
retriksi natrium kalium dan air. Penambahan asupan oral kaya asam amino disarankan
jika pada diet tersebut tidak menunjukkan kemajuan.17
Fase Penyembuhan/Poliuria :
a) Berlangsung beberapa minggu
b) Pada penyakit yang irevesibel
c) Perlu pemantauan jumlah diuresis dan gangguan elektrolit . bila penanggulangn tidak
adekuat bisa terjadi dehidrasi, hiponatremia dan hipokalemia.17
Indikasi dialisis peritoneal / hemodialisa :
a) Kadar ureum darah >200mg/dl
b) Kadar hiperkalemia >7,5 mEq/L
c) Natrium bikarbonat serum <12 mEg/L yang tidak dapat dikoreksi
d) Gejala overhidrasi : edema paru, dekompensasi jantung dan hipertensi yang tidak
dapat diatasi
e) Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat : perdarahan, kesadaran
menurun sampai koma
f) Jika telah mencapai AKI grade III = failure18
Adapun keuntungan dialysis peritoneal adalah:10
a) Kemampuan untuk menjalani dialysis di rumah
b) Secara teknik lebih mudah dilaksanakan dari pada hemodialisis, terutama pada
bayi baru lahir
c) Kemampuan untuk dapat tinggal di daerah yang jauh dari rumah sakit
d) Kebebasan untuk menghadiri sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler
e) Lebih sedikit pembatasan diet
f) Lebih murah dari pada hemodialis
Adapun kerugian dialisis peritoneal adalah:10
a) Malfungsi kateter
34
b) Catheter-related infections (contoh peritonitis)
c) Terganggu nafsu makan (akibat rasa penuh pada ruang peritoneal)
d) Negative body image
Keuntungan hemofiltrasi :
a) Cepat untuk menanggulangi overload cairan berat
b) Pada AKI dengan multiple organ failure atau akibat trauma yang perlu kalori tinggi,
jumlah cairan dapat diberikan lebih liberal karena mudah ditarik kembali dengan
hemofiltrasi19
Beberapa penelitian mengatakan Transplantasi Ginjal (TG) lebih dipakai ketimbang
terapi konservatif pada anak jika terjadi lebihnya beban cairan pada penderita AKI ini kecuali
bila didapatkan solut dalam tubuh meningkat.19
Terapi Diet AKI
Prinsip utama pemberian nutrisi pada penderita AKI adalah memberikan energy
cukup dan pembatasan masukan protein, lemak, natrium, kalium dan air. Masukan
400kkal/m2/hari sudah mencukupi kebutuhan minimal (sesuai dengan 45-50 kkal/kgBB)
dengan komposisi karbohidrat >70% dan lemak <20%. Protein diberikan hanya 0,5-1
g/kgBB/hari. dan apabila penderita dilakukan peritoneal dialysis protein ditingkatkan menjadi
2-2,5 g/kgBB/hari. pembatasan yang paling utama bagi penderita AKI adalah makanan yang
mengandung banyak kalium seperti pisang, makanan banyak mengandung garam, dan banyak
mengandung fosfat seperti susu sapi. 17
2.9. Prognosis5,8,21
Angka kematian pada AKI tergantung kepada penyebabnya, umur pasien dan luas
kerusakan ginjal yang terjadi. Pada gagal ginjal akut yang disebabkan oleh sepsis, syok
kardiogenik, operasi jantung terbuka angka kematiannya di atas 50%. Tetapi pada AKI yang
disebabkan oleh glomerulonefritis, sindrom hemolitik uremik, nefrotoksik berkisar antara 10-
20%.5
35
Perbaikan fungsi ginjal dapat terjadi pada AKI yang diakibatkan sebab-sebab pre-
renal yang teratasi dengan cepat. Perbaikan fungsi ginjal jarang terjadi pada AKI yang
diakibatkan sebagian besar tipe glomerulonefritis progresif cepat, trombosis vena renalis
bilateral, atau nefrosis korteks bilateral.8,21
Pasien AKI non oligurik mempunyai laju filtrasi glomerulus dan volume urin yang
lebih tinggi daripada AKI oligurik sehingga air, metabolit nitrogen, dan elektrolit lebih
banyak dikeluarkan melalui urin. Komplikasi yang ditemukan lebih sedikit, periode azotemia
lebih singkat, lebih jarang memerlukan dialysis dan mortalitasnya lebih rendah.8,21
Bila ditinjau dari pulihnya fungsi ginjal maka bila penyebnya prerenal, nekrosis
tubular akut, nefroti asam urat dan intoksikasi jengkol umumnya fungsi ginjal akan kembali
normal. Tetapi bila penyebabnya glomerulonefritis progresif cepat, trombosis vena renalis
bilateral atau nekrosis korteks bilateral, fungsi ginjal biasanya tidak bisa pulih kembali dan
dapat berakhir menjadi gagal ginjal terminal.8,21
36
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Acute kidney injury (sebelumnya dikenal dengan istilah acute renal failure atau gagal
ginjal akut) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan
ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. AKI didefinisikan dengan peningkatan
kreatinin serum atau ureum serum, penurunan output urin, atau kebutuhan absolut untuk
dialisis, secara umum AKI dicirikhaskan dengan kegagalan ginjal dalam mengatur
homeostasis cairan dan elektrolit yang adekuat. Hal ini berhubungan dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG) secara bersamaan.
Penegakan diagnosis terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dalam anamnesa diketahui adanya muntah, diare, dan demam yang mendukung
kearah dehidrasi dan pre-renal azotemia, namun gejala ini dapat pula merupakan
perkembangan dari sindrom hemolitik uremik atau thrombosis vena renalis. Dapat pula
ditemui adanya urin seperti air cucian daging dengan riwayat infeksi kulit atau tenggorokan
yang mendukung kearah glomerulonefritis. Bisa juga ditemukan pada seseorang yang
mempunyai riwayat pajanan obat atau zat kimia. Pada pasien yang mempunyai riwayat tumor
intraabdomen, infeksi saluran kemih, atau buang air kecil berpasir/batu menyokong
kecurigaan suatu AKI pascarenal.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kesadaran yang menurun sampai koma. Tanda-
tanda adanya dehidrasi perlu dicari karena merupakan penyebab AKI pra renal. Jika pada
pasien ditemukan adanya oliguria, takikardi, mulut kering, hipertensi otrostaik kemungkinan
penyebabnya adalah AKI pre renal.
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium dan penunjang.
Pemeriksaan urinalisa, pemeriksaan fraksi ekskresi natrium (FENa) yaitu fraksi filtrasi Na
37
yang diekskresikan dalam urin, pemeriksaan radiologi digunakan untuk menemukan penyakit
atau penyebab dasar AKI pada anak.
Penatalaksanaan anak dengan AKI terdiri dari terapi farmakologis dan non
farmakologis. Mempertahankan homeostasis cairan dan biokimiawi juga merupakan tujuan
utama dari terapi AKI, dimana pada tahap pemeliharaan jumlah cairan diberikan = Insensible
Water Loss (IWL) + jumlah urin 1 hari sebelumnya + cairan lain yang keluar (muntah, feses,
selang nasogastrik dll). Penanganan yang tepat dan cermat akan memberikan hasil yang
memuaskan.
3.2 Saran
Penulisan refrat ini belumlah sempurna, maka diharapkan penelitian yang lebih banyak
lagi akan dapat membantu kita untuk dapat memahami lebih lanjut mengenai patofisiologi
dan menegakkan diagnosis serta memberikan tatalaksana yang terbaik kepada pasien.
38