BAB I II III acp pud.doc
description
Transcript of BAB I II III acp pud.doc
BAB I
DATA PASIEN
I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Usia : 48 tahun 3 bulan
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Kawin, Anak 4
Alamat : Jl.Sukadamai RT 03 RW 03 Karangklesem Kecamatan
Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas
Nomor CM : 243784
Nomor telp : 085741303045
Tanggal/Jam Masuk : 24 Maret 2013/pukul 17.00 WIB
I.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Perdarahan terus-menerus sejak 2 bulan lalu dari jalan lahir
2. Keluhan Tambahan
Nyeri pinggang dan pusing
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang via IGD PIVA0. Pasien mengeluhkan perdarahan terus-
menerus sejak 2 bulan lalu dari jalan lahir. Pasien juga mengeluhkan nyeri
pinggang dan pusing.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Penyakit Jantung : disangkal
- Penyakit Paru : disangkal
1
- Penyakit Kencing Manis : disangkal
- Penyakit Ginjal : disangkal
- Penyakit Hipertensi : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Penyakit Jantung : disangkal
- Penyakit Paru : disangkal
- Penyakit Kencing Manis : disangkal
- Penyakit Ginjal : disangkal
- Penyakit Hipertensi : disangkal
6. Riwayat Obstetrik
PIV A0, HPHT: 10 Februari 2013.
Pasien sudah menikah selama 25 tahun dan mempunyai 4 anak.
7. Riwayat Pernikahan
Menikah 2 kali, lama pernikahan pertama 24 tahun, lama pernikahan
kedua 1 tahun.
8. Riwayat Menstruasi
Menarche usia 13 tahun, lama haid ± 4 hari, siklus haid teratur,
dismenorrhea (+), Jumlah darah haid normal (sehari ganti pembalut 2-3
kali).
9. Riwayat KB
Pasien menggunakan KB implant sejak 10 tahun lalu.
10. Riwayat Ginekologi
Tidak ada
11. Riwayat Sosial Ekonomi
2
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suami pasien bekerja
sebagai pedagang.
Kesan : Sosial ekonomi menengah.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 kali/ menit
Respirasi Rate : 22 kali/ menit, regular
Suhu : afebris
Tinggi badan : -
Berat badan : 70 kg
Mata : Konjungtiva palpebra mata kanan dan kiri tidak anemis,
tidak ada sklera ikterik pada mata kanan dan kiri
Telinga : Tidak ada otorrhea, tidak ada nyeri tekan mastoid
Hidung : Tidak ada deviasi septum, tidak keluar sekret
Mulut : Tidak ada gusi berdarah, bibir tidak sianosis
Tenggorokan : Tidak ada pembesaran tonsil, faring tidak hiperemis
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfonodi, tidak
teraba massa
Thorax
Paru : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris (tidak ada
gerakan nafas yang tertinggal), Suara dasar nafas
vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah kasar di parahiler
dan tidak terdapat ronkhi basah halus di basal pada kedua
lapang paru, tidak ditemukan wheezing.
Jantung : Tidak terlihat pulsasi ictus cordis pada dinding dada,
Teraba ictus cordis, S1>S2 reguler, tidak ditemukan
murmur, tidak ditemukan gallop.
Abdomen
3
Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan pada perut
bagian bawah.
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Motorik Normal/normal Normal/normal
Reflek fisiologis +normal/+normal +normal/+normal
Reflek patologis -/- -/-
Pemeriksaan Ginekologi
Genitalia Eksterna
Inspeksi : fluksus (+), fluor albus (-)
Genitalia Interna
Vaginal Toucher :
- Ø 1 cm
- Portio kaku
- Permukaan berbenjol-benjol
- Darah (+)
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap
Hasil Laboratorium tanggal 11 Februari 2012
Darah Lengkap
Hb : 8,2 (12 – 16 g/dl)
Leukosit : 7.100 (4.800 – 10.800 / L)
Hematokrit : 27,6% (37 – 47 %)
Trombosit : 300.000 (150.000 – 450.000 /L)
LED : 97 (0-20 mm/jam)
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu : 137 (≤ 200 mg/dl)
2. Pemeriksaan USG:
4
Hasil USG:
Tampak massa hiperechoic pada cavum uteri
Kesan: sisa jaringan
I.5 DIAGNOSIS
PIVA0 Usia 48 tahun dengan Perdarahan Uterus Disfungsional
I.6 SIKAP
Pasien dilaporkan ke dr. Puji Tri Harsono, SpOG dengan diagnosa PIVA0,
Usia 48 tahun, dengan Perdarahan Uterus Disfungsional. Kemudian pasien
direncanakan untuk tindakan kuretase. Kemudian pasien dikonsultasikan
dengan dokter spesialis anestesi untuk rencana tindakan kuretase.
I.7. PENATALAKSANAAN
Persiapan untuk dilakukan tindakan pre-operatif :
a. Observasi tanda – tanda vital (TD, N, RR, T)
b. Injeksi cefotaxime / 8 jam
c. Injeksi transamin / 8 jam
d. SF 2 x 1
e. Vitamin C 2 x 1
5
f. Observasi
Post-operatif :
a. Ciprofloxacin 3 x 1
b. Metilergometrin 3 x 1
c. Asam mefenamat 3 x 1
d. SF 3 x 1
e. Observasi perdarahan dan TTV
I.8. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
I.9. PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI
Endometrium
a. Makroskopik
Keping-keping jaringan ± 3 cc, kuning kecoklatan,
b. Mikroskopik
Keping-keping jaringan terdiri atas jaringan endometrium dengan
stroma sembab, hiperemi, bersebukan limfosit dan histiosit, tampak
kelenjar bentuk tubulus berkelok, dilapisi epitel kuboid selapis dan
berlapis hiperplasi
Tak tampak tanda ganas
I.10 FOLLOW UP
Tanggal Subjektif Objektif Assesment PlanningSenin, 25/3/ 2013
nyeri pinggang,perdarahan pervaginam masih banyak, sakit kepala
KU/KES: Baik/CMTD: 120/80 mmHgNadi: 72x/mRR: 22x/mSuhu: 36,5oCPx lokalis: PPV (+), Nyeri Tekan (-)
PIVA0 dengan
Perdarahan Uterus
Disfungsional
Rencana kuretase
Selasa,26/3/2013
Pusing KU/KES: Baik/CMTD: 110/70 mmHgNadi: 84x/mRR: 20x/mSuhu: afebris
Post kuretase - Ciprofloxacin 3x1- Metilergometrin 3x1- Asam
6
Px lokalis: PPV (+) , nyeri tekan (-)
mefenamat 3x1- SF 3x1- Observasi perdarahan
Rabu, 27/3/ 2013
Tidak ada KU/KES: Baik/CMTD: 120/80 mmHgNadi: 80x/mRR: 20x/mSuhu: afebris Px lokalis: PPV (+) sedikit, nyeri tekan (-)
Post kuretase hari I - Obat per oral
- Kontrol poli
BAB II
PEMBAHASAN
7
Pasien Ny.K, perempuan, usia 48 tahun PIVA0 datang via IGD dengan
keluhan perdarahan terus-menerus dari jalan lahir sejak 2 bulan lalu disertai nyeri
pinggang dan pusing. Pasien menggunakan KB implant sejak 10 tahun lalu.
Dari hasil anamnesa pasien juga memakai alat kontrasepsi berupa KB
spiral, sehingga dapat diduga bahwa penyakit pada pasien tersebut mungkin bisa
disebabkan dari adanya gangguan hormonal yang disebabkan KB tersebut.
Dilihat dari riwayat penyakit dahulunya, pasien menyangkal pernah
menderita penyakit-penyakit sistemik ataupun kronik lainnya, seperti penyakit
jantung, paru, ginjal, diabetes ataupun riwayat hipertensi-pun disangkal oleh
pasien. Riwayat penyakit dikeluarga pasien-pun disangkal. Hal ini menunjukkan
bahwa penyakit pasien ini tidak ada kaitannya dengan riwayat penyakit dahulunya
ataupun dalam keluarganya. Sedangkan dari riwayat menstruasinya, pasien
pertama kali mengalami menstruasi pada umur 13 tahun, Lama haid: ±4hari,
Siklus haid teratur, dismenorrhoe: ada, jumlah darah haid normal (sehari ganti
pembalut 2-3 kali).
Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan tanda-tanda vital tekanan
darah yang masih dalam batas normal. Kondisi ini menjadi faktor perhitungan
pada rencana kuretase, dimana salah satunya adalah keadaan hemodinamik yang
stabil. Pada pemeriksaan lokalis didapatkan adanya perdarahan pervaginam dan
tidaj ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan dalam didapatkan portio kaku, permukaan
berbenjol-benjol, Ø 1 cm dan terdapat darah.
Pada pemeriksaan penunjang dengan USG didapatkan gambaran massa
hiperekoik di cavum uteri dengan kesan sisa jaringan. Tidak tampak kelainan
organic pada uterus. Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
USG tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien didiagnosis perdarahan uterus
disfungsional. Diagnosis tersebut juga ditegakkan dari anamenesis pasien, dimana
pasien mengeluhkan adanya gangguan siklus haid berupa perdarahan pervaginam
terus-menerus selama 2 bulan.
Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan abnormal yang dapat
terjadi di dalam siklus maupun di luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi
mekanisme pengaturan hormon (hipotalamushipofisis-ovarium-endometrium),
8
tanpa kelainan organik. Perdarahan uterus dapat terjadi tiap saat dalam siklus
menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak
dan berulang. Kejadian tersering pada menarche atau masa pre-menopause.
Kemudian pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan kuretase. Pilihan
tindakan tersebut bertujuan untuk membersihkan sisa jaringan, menghentikan
perdarahan dan untuk diagnostik dengan pemeriksaan patologi anatomi.
Setelah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi didapatkan keping-keping
jaringan terdiri atas jaringan endometrium dengan stroma sembab, hiperemi,
bersebukan limfosit dan histiosit, tampak kelenjar bentuk tubulus berkelok,
dilapisi epitel kuboid selapis dan berlapis hiperplasi dan tidak tampak tanda-tanda
keganasan.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien tersebut yaitu dilakukannya
pembersihan sisa jaringan dengan kuretase, penghentian perdarahan, perbaikan keadaan
umum dan regulasi hormonal. Diharapkan dengan begitu fungsi hormonal pasien masih
dapat berjalan dengan baik setelah dilakukannya tindakan operasi tersebut.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
9
II.1 Definisi
Dysfunctional uterine bleeding (DUB) atau perdarahan uterus
disfungsional adalah perdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus
maupun di luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan
hormon (hipotalamushipofisis-ovarium-endometrium), tanpa kelainan organ.
Perdarahan ini juga didefinisikan sebagai menstruasi yang banyak dan / atau tidak
teratur tanpa adanya patologi pelvic yang diketahui, kehamilan atau gangguan
perdarahan umum.2 Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan dari uterus
yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik.1
II.2 Siklus Menstruasi Normal
Menstruasi normal terjadi akibat turunnya kadar progesteron dari
endometrium yang kaya esterogen. Siklus menstruasi yang menimbulkan ovulasi
disebabkan interaksi kompleks antara berbagai organ. Disfungsi pada tingkat
manapun dapat mengganggu ovulasi dan siklus menstruasi.2 Siklus menstruasi
normal terjadi setiap 21-35 hari dan berlangsung sekitar 2-7 hari. Pada saat
menstruasi, jumlah darah yang hilang diperkirakan 35-150 ml, biasanya berjumlah
banyak hingga hari kedua dan selanjutnya berkurang sampai menstruasi berakhir.3
II.3 Patogenesis dan Patologi
Patologi DUB bervariasi. Gambaran penting salah satu kelompok DUB
adalah gangguan aksis hipotalamus – pituitari – ovarium sehingga menimbulkan
siklus anovulatorik. Kurangnya progesteron meningkatkan stimulasi esterogen
terhadap endometrium. Endometrium yang tebal berlebihan tanpa pengaruh
progestogen, tidak stabil dan terjadi pelepasan irreguler. Secara umum, semakin
lama anovulasi maka semakin besar resiko perdarahan yang berlebihan. Ini adalah
bentuk DUB yang paling sering ditemukan pada gadis remaja.2
Korpus luteum defektif yang terjadi setelah ovulasi dapat menimbulkan DUB
ovulatori. Hal ini menyebabkan stabilisasi endometrium yang tidak adekuat, yang
kemudian lepas secara irreguler. Pelepasan yang irreguler ini terjadi jika terdapat
korpus luteum persisten dimana dukungan progestogenik tidak menurun setelah
14 hari sebagaimana normalnya, tetapi terus berlanjut diluar periode tersebut. Ini
disebut DUB ovulatori.2
10
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi
(pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan
lain, misalnya pada wanita premenopause (folikel persisten). Sekitar 90%
perdarahan uterus difungsional terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi
dalam siklus ovulasi.3
Pada siklus ovulasi
Perdarahan uterus yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun
bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya
kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk. Ovulasi
abnormal ( DUB ovulatori ) terjadi pada 15 – 20 % pasien DUB dan mereka
memiliki endometrium sekretori yang menunjukkan adanya ovulasi setidaknya
intermitten jika tidak reguler.2
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan uterus yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa
reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen
berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya endometrium
mengalami hiperplasia tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan
kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan uterus
karena endometrium yang rapuh.3
Anovulasi kronik adalah penyebab DUB yang paling sering. Keadaan
anovulasi kronik akibat stimulasi esterogen terhadap endometrium terus menerus
yang menimbulkan pelepasan irreguler dan perdarahan. Anovulasi sering terjadi
pada gadis perimenarche. Stimulasi esterogen yang lama dapat menimbulkan
pertumbuhan endometrium yang melebihi suplai darahnya dan terjadi
perkembangan kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium yang tidak
sinkron.2
II.4 Gejala Klinik
11
Perdarahan uterus dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang.
Kejadian tersering pada menarche atau masa pre-menopause.3
Pada siklus ovulasi
Karakteristik DUB bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang,
hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus.2 Perdarahan ini merupakan
kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek
(polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu
dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama
dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang
bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa
perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, maka
harus dipikirkan sebagai etiologi :
1. Korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang
bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan
endometrium tidak teratur.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron
disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil
biopsy endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran
endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus
4. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam
mekanisme pembekuan darah.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding uterus di satu
bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah
perdarahan uterus berkepanjangan.3 Pada tipe ini berhubungan dengan fluktuasi
kadar estrogen dan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-
folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia dan kemudian
diganti oleh folikel-folikel baru . Endometrium dibawah pengaruh estrogen akan
tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliperatif dapat terjadi
12
endometrium hiperplastik kistik. Jika gambaran ini diperoleh pada saat kerokan
dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. 1
Biasanya perdarahan disfungsional ini terjadi pada masa pubertas dan
masa pramenopause. Pada masa pubertas terjadi sesudah menarche, perdarahan
tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada
hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing factor dan hormon
gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses
terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada
harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi
ovulatoar. Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dalam masa
pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk
menentukan ada tidaknya tumor ganas.
II.5 Faktor Penyebab
Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional (DUB)
belum diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan
rahim disfungsional, antara lain :
· Kegemukan (obesitas)
· Faktor kejiwaan
· Alat kontrasepsi hormonal
· Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices)
· Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (DUB), misalnya:
trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah), Kencing
Manis (diabetus mellitus), dan lain-lain
· Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ
reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain-
lain.
II.6 Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam
pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan.
13
Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan
laparoskopi jika diperlukan.
Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia,
kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau
kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama
yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan –
bulan, kemungkinan bersifat anovulatori.3
Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar
progesterone serum ( > 3 ng/ ml) dan atau perubahan sekretorik pada
endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan,
semuannya merupakan bukti ovulasi.
Pasien berusia dibawah 40 tahun memiliki resiko yang sangat rendah
mengalami karsinoma endometrium, jadi pemeriksaan patologi endometrium
tidaklah merupakan keharusan. Resiko karsinoma endometrium pada pasien DUB
perimenopause adalah sekitar 1 persen. Jadi, pengambilan sampel endometrium
penting dilakukan.
Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH,
Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan
perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b)
histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan
perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon
terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium.
Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif
dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas
endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam
uji coba terapeutik.
II.7 Pengobatan
14
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai
kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan.
2. Memperbaiki keadaan umum
3. Pengaturan siklus haid
Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:
Kuret (curettage).
O b a t (medikamentosa)
1. Golongan estrogen.
Estrogen dosis tinggi supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan
berhenti. Dapat diberikan secara intramusculus dipropionas estradiol 2,5 mg
atau benzoas estradiol 1,5 mg atau valeras estradiol 20 mg. keberatan terapi ini
adalah setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.1
2. Golongan progesteron
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat
anovulatoar, sehingga pemberian obat progesteron mengimbangi pengaruh
estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron
125 mg secara intramuskulus, atau dapat diberikan per os sehari norethindrone
15 mg atau asetas medroksi-progesteron (Provera) 10 mg, yang dapat diulangi.
Terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas.1
3. Dapat pula diberikan terapi kombinasi estrogen-progesteron, untuk keperluan
ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari
ke-5 perdarahan terus untuk 21 jari. Dapat pula diberikan progesterone untuk 7
hari, mulai hari ke-21 siklus haid.1
Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk
mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron:
2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15
menstruasi.
Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan uterus
disfungsional terus-menerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali,
dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.
15