BAB I ed
-
Upload
tika-indriati -
Category
Documents
-
view
26 -
download
0
description
Transcript of BAB I ed
-
5/25/2018 BAB I ed
1/28
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sesuai amanah Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 tentang
kesehatan dan undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, maka pelayanan kesehatan pada anak diarahkan mewujudkan pelayanan
kesehatan anak yang komperhensif meliputi Promotif, Preventif, Kuratif dan
rehabilitatif (Soedjatmiko, 2009)
Upaya penurunan angka kematian anak dalam mencapai target MDG
harus diiringi dengan peningkatan kualitas hidup anak dimana salah satu
upayanya adalah dilakukannya deteksi kesehatan sedini mungkin bahkan sejak
bayi baru lahir yang dilakukan melalui skrining bayi baru lahir. Skrining atau
uji saring pada bayi baru lahir (Neonatal Screening) adalah istilah yang
menggambarkan berbagai cara tes yang dilakukan pada beberapa hari pertama
kehidupan bayi yang dapat memisahkan bayi-bayi yang mungkin menderita
kelainan dari bayi-bayi yang tidak menderita kelainan. Tujuan dari Skrining
Bayi Baru Lahir adalah untuk mengetahui kelainan pada anak sedini mungkin
dimana gejala klinis belum muncul, memberikan intervensi sedini mungkin
untuk mencegah kecacatan atau kematian bayi yang pada akhirnya dapat
mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak (Direktorat Bina Kesehatan
Anak, 2012).
WHO telah merekomendasikan pelaksanaan skrining Bayi Baru Lahir
pada setiap anak sejak tahun 1968. Sebagian besar negara-negara di dunia
telah melakukan skrining bayi baru lahir secara rutin sebagai pelayanan
kesehatan mendasar terhadap setiap bayi baru lahir. Di Amerika Serikat,
skrining bayi baru lahir telah menjadi standard penting program kesehatan
masyarakat dan sudah dimulai sejak 40 tahun yang lalu. Di kawasan asia
tenggara indonesia terlihat jauh tertinggal dalam penerapan skrining bayi baru
lahir. Di Hongkong sudah menerapkan Skrining bayi baru lahir sebagai
program nasional bagi seluruh bayi yang lahir sejak tahun 1984, sedangkan
Singapura pada tahun 1990, Thailand tahun 1996, Malaysia tahun 1998 dan
-
5/25/2018 BAB I ed
2/28
2
Philipina pada tahun 2000. Selain skrining pada bayi baru lahir, skrining
pertumbuhan dan perkembangan anak juga penting untuk dilaksanakan
(Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2012).
Kualitas generasi penerus tergantung kualitas tumbuh kembang anak,
terutama batita (0-3 th). Penyimpangan tumbuh kembang harus dideteksi
(ditemukan) sejak dini, terutama sebelum berumur 3 tahun, supaya dapat
segera di intervensi (diperbaiki). Bila deteksi terlambat, maka penanganan
terlambat, penyimpangan sukar diperbaiki. Presiden RI 23 Juli 2005 telah
mencanangkan Gerakan Nasional Pemantauan Tumbuh Kembang Anak
(Soedjatmiko, 2009)
Upaya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita dan anak
prasekolah merupakan tindakan skrining atau deteksi secara dini (terutama
sebelum berumur 3 tahun) atas adanya penyimpangan termasuk tindak lanjut
terhadap keluhan orang tua terkait masalah pertumbuhan dan perkembangan
bayi, anak balita dan anak prasekolah, kemudian penemuan dini serta
intervensi dini terhadap penyimpangan kasus tumbuh kembang akan
memberikan hasil yang lebih baik. Pemantauan ini tidak hanya memantau
anak secara fisik, tetapi juga secara mental, sosial, serta emosi anak
(Soedjatmiko, 2009).
B. TUJUAN
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai
definisi serta jenis-jenis skrining pada bayi baru lahir dan anak.
-
5/25/2018 BAB I ed
3/28
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI SKRINING
Skrining atau uji saring adalah istilah yang menggambarkan berbagai cara tes
yang dilakukan yang dapat memisahkan bayi-bayi atau anak yang mungkin
menderita kelainan dari bayi-bayi atau anak yang tidak menderita kelainan
(Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2012).
B. PENTINGNYA SKRINING
Skrining bayi baru lahir penting dilaksanakan ditinjau dari (Soedjatmiko,
2009):
1. Segi medis:
a. Saat bayi baru lahir bayi bisa saja tampak seperti bayi normal karena
dalam kendungan bayi terlindungi oleh hormon ibu
b. Bila ditunggu sampai tampak gejala-gejala maka dapat diartikan telah
terjadi hambatan perkembangan otak, sehingga terdapat retardasi
mental dan keterlambatan pertumbuhan
c. Masa bayi adalah periode kritis perkembangan otak anak dimana
perkembangan otak bersifat irreversible
d. Penanganan dengan terapi yang terlambat dapat meurunkan point IQ
anak, dimana keterlambatan terapi 1 bulan dapat menurunkan 1 point
IQ anak.
2. Kondisi Dunia dan Indonesia
a.
Indonesia terikat hukum-hukum yang menjamin hak dan perlindungan
pada anak seperti yang terdapat pada Undang-undang kesehatan,
Konvensi hak anak dan Undang-undang perlindungan Anak No. 23
tahun 2002.
b. Negara- negara tetangga sudah melaksanakan skrining bayi baru lahir
sebagai program nasional
-
5/25/2018 BAB I ed
4/28
4
c. Upaya penurunan angka kematian bayi mengakibatkan peningkatan
kelangsungan hidup anak yang harus diikuti oleh perbaikan kualitas
hidup anak.
Skrining pertumbuhan dan perkembangan pada anak penting dilaksanakan
karena (Soedjatmiko, 2009):
a. Banyak anak dengan keterlambatan perkembangan tidak teridentifikasi
sejak awal. Akibatnya anak tersebut harus menunggu untuk mendapat
pertolongan.intervensi yang sesuai pada setting sosial atau edukasional,
misalnya di sekolah.
b. Di Amerika Serikat, sekitar 13% anak usia 3 sampai 17 tahun mengalami
gangguan perkembangan atau gangguan perilaku misalnya autisme,
retardasi mental, gangguan pemusatan perhatian.
c. Beberapa anak juga mengalami keterlambatan kemampuan dalam
berbahasa yang dapat mempengaruhi kesiapan bersekolah.
C. SKRINING SISTEM KARDIOVASKULER
1. Skrining Penyakit Jantung Kongenital dengan Menggunakan Pulse
Oxymeter (PO)
Penyakit jantung kongenital merupakan defek struktural atau
fungsional pada jantung atau pembuluh darah besar yang terjadi saat lahir.
Penyakit jantung kongenital di bedakan menjadi dua klasifikasi, yaitu sianosis
dan non sianosis. Kelainan tersebut antara lain stenosis pulmonal, mitral
insufisiensi, ASD (Atrial Septal Defek), VSD (Ventrikel septal defek), PDA
(Patent Dutus Arteriosus), ToF (Tetralogy of Fallot), Atresia pulmonal, TGA
(Transposition of the Great Arteries), dan TAPVD (Total AnomalousPulmonary Venous Drainage) (Kusumaningsih, 2009).
Penyakit jantung kongenital merupakan cacat bawaan yang sering
terjadi mencapai 7-8 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini memberikan kontribusi
sebesar 3% dari kematian bayi dan 46% kematian akibat malformasi
kongenital pada tahun pertama kehidupan. Dengan keadaan ini maka sebagian
besar anak memerlukan tindakan pembedahan pada tahun pertama. Tingkat
ketahanan hidup bayi dengan penyakit jantung kongenital terus meningkat, hal
-
5/25/2018 BAB I ed
5/28
5
ini disebabkan sebagian besar dari berkembangnya teknik pembedahan.
Penanganan yang cepat dimulai dari deteksi dini yang tepat. Pulse oximetry
mempunyai akurasi yang tinggi untuk mendeteksi penyakit jantung kongenital
pada bayi baru lahir dengan cara yang mudah dilakukan, alat yang mudah di
dapat, prosedur tidak menyakitkan dan biaya yang murah (Kusumaningsih,
2009) .
Pulse oxymetry adalah teknologi noninvasif yang digunakan untuk
memperkirakan saturasi oksihemoglobin/oksigen dalam darah arteri. PO
mendeteksi dan menghitung fungsi penyerapan cahaya oleh hemoglobin untuk
menghasilkan pengukuran, SpO2, yang merupakan menstimasi saturasi
oksigen arteri (SaO2). Fungsi hemoglobin adalah transportasi aktif oksigen:
beroksigen dan terdeoksigenasi (dikurangi) hemoglobin. Penyerapan cahaya
oleh hemoglobin beroksigen berbeda dari penyerapan hemoglobin
terdeoksigenasi.
Pulse oxymetry berisi dua lightemitting dioda pada satu sisi, yang
memancarkan dua panjang gelombang cahaya monokromatik merah dan
inframerah dan detektor foto di sisi lain. Saturasi nilai-nilai yang ditampilkan
tidak seketika tetapi rata-rata diambil lebih dari 3 sampai 10 detik untuk
membantu mengurangi efek variasi tekanan gelombang karena gerakan
subject. Oleh karena itu, PO hanya mengukur persentase hemoglobin yang
membawa oksigen. Tidak memberikan informasi spesifik tentang keseluruhan
tingkat hemoglobin pasien, kecukupan ventilasi, atau seberapa baik
hemoglobin beroksigen yang dikirim ke jaringan.
Akurasi PO dicapai melalui pemeriksaan klinis. Kombinasi
pemeriksaan klinis PO memiliki sensitivitas 76,9% (95% CI, 46,2% sampai95%) dan spesifisitas 99,9% (95% CI, 99,8% sampai 100%). Temuan ini
membutuhkan evaluasi lebih lanjut karena ada potensi kekhawatiran bahwa
beberapa bayi dengan PJK dapat hadir dengan perburukan klinis sebelum 24
jam. Tes tepat merancang studi akurasi besar mengevaluasi PO sebagai alat
skrining untuk PJK pada bayi baru lahir (Kusumaningsih, 2009).
Protokol klinis PO akan dilakukan sebelum 24 jam setelah kelahiran,
sebaiknya sekitar 3-6 jam setelah lahir, ini adalah usia yang sesuai untuk
-
5/25/2018 BAB I ed
6/28
6
masuk ke bangsal pascanatal. Waktu yang diperlukan untuk melakukan
saturasi di satu tangan dan satu kaki diperkirakan tidak lebih dari lima menit.
Hasil PO akan dicatat. Tanggal dan waktu pengujian juga akan direkam. Hasil
>95% pada tungkai atau perbedaan 3% antara pembacaan ekstremitas akan
dianggap normal (Granelli, 2009).
Jika PO rendah dan pemeriksaan klinis adalah biasa-biasa saja, PO akan
diulang 1-2 jam kemudian untuk definitif definisi kelainan. Jika saturasi tetap
rendah, oksigen akan diberikan (nitrogen washout atau hyperoxia tes) untuk
mengidentifikasi penyebab potensial pernapasan untuk saturasi rendah.
Ekokardiogram akan dilakukan pada semua kasus dengan saturasi rendah
(yaitu uji kasus positif) (Granelli, 2009).
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir dianjurkan dalam pedoman klinis dan
harus dilakukan dalam 72 jam setelah lahir. Penilaian terhadap sistem
kardiovaskular harus mencakup memeriksa posisi, irama denyut jantung, dan
volume denyut nadi femoralis (Kusumaningsih, 2009).
2. Skrining Hipertensi
Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada orang dewasa. Telah diketahui bahwa risiko berkembangnya
penyakit ini sudah mulai terjadi pada tahap awal kehidupan. Meningkatnya
tekanan darah pada anak, dengan obesitas, resistensi insulin dan dislipidemia
berkaitan erat dengan meningkatnya risiko hipertensi, aterosklerosis arteri
coronaria, serta hipertrofi ventrikel kiri (Julia, 2009).
Pemeriksaaan tekanan darah rutin dibutuhkan karena hipertensi pada
anak berkaitan dengan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular pada
masa dewasa. Tetapi hasil dari pengukuran tekanan darah pada anak memilikivariasi yang tinggi, hal ini berkaitan dengan risiko under atau over diagnosis
hipertensi.Mengingat pentingnya risiko jangka panjang dari anak dan remaja
yang mengalmai hipertensi, Asosiasi Pediatri Amerika menganjurkan
pengukuran rutin tekanan darah pada anak dengan usia lebih dari 3 tahun.
Telah diketahui bahwa hasil pengukuran tekanan darah pada anak memliki
varias yang tinggi, maka diperlukan pengukuran berulang sebelum diagnosis
hipertensi pada anak dapat ditegakkan (Supartha, 2009).
-
5/25/2018 BAB I ed
7/28
7
-
5/25/2018 BAB I ed
8/28
8
-
5/25/2018 BAB I ed
9/28
9
D. SKRINING UROLOGI
Proteinuria persisten telah diketahui berhubungan dengan penyakit
ginjal. Sama dengan hematuria, proteinuria merupakan abnormalitas urin
yang paling sering ditemukan pada anak dengan penyakit parenkim ginjal.
Deteksi dini kondisi ini berperan dalam memahami perjalanan alamiah dari
penyakit ginjal kronik, serta pengobatan efektif yang tersedia. Skrining yang
dilakukan pada populasi asimtomatik merupakan salah satu cara deteksi dini.
Program skrining urin untuk hematuria dan proteinuria pada anak usia
sekolah telah dilaksanalan secara rutin di berbagai negara. Pengkajian jangka
panjang terhadap anak dengan proteinuria menunjukkan perubahan yang
signifikan pada glomerulus dari hasil biopsi renal dengan penurunan fungsi
(Trihono, 2001).
Program skrining urin untuk hematuria dan proteinuria asimtomatik
telah dilaksanakan tahunan rutin sejak 1970an di beberapa negara, dengan
keberhasilan dalam deteksi dini penyakit ginjal yang asimtomatik. Skrining
proteinuria menggunakan metode dipstik yang memiliki akurasi baik.
Pemeriksaan konsentrasi protein dalam urin mengabaikan efek dari dilusi
serta konsentrasi urin. Proteinuria asimtomatik adalah istilah yang digunakan
ketika terjadi ekskresi abnormal dari protein urin, pada orang yang tidak
memiliki riwayat keluhan, pemeriksaan fisik, serta hasil laboratorium yang
menunjukkan adanya penyakit ginjal atau saluran kemih.
Saat skrining dapat pula dilakukan urinalisis lengkap yang terdiri dari
berat jenis, pH, serta deteksi adanya glukosuria, proteinuria, dan bilirubinuria
yang diukur secara semikuantitatif menggunakan tes dipstik. Spesimen urin
yang dikumpulkan adalah urin pancar tengah. Bila ditemukan proteinuria +1,dilakukan analisis ulang menggunakan spesimen urin yang diambil pagi hari.
Proteinuria persisten didefinisikan sebagai proteinuria >1+ yang dideteksi
konstan pada semua spesimen urin. Proteinuria ortostatik didefinisikan
sebagai proteinuria >1+ yang ditemukan pada pemeriksaan urin sewaktu
tetapi tidak ditemukan pada urin pagi. Sedangkan hematuria transien bila
proteinuria >1+ didapatkan secara inkonsisten pada beberapa spesimen urin.
Hematuria didefinisikan sebagai jumlah sedimen sel darah merah dalam urin
-
5/25/2018 BAB I ed
10/28
10
yang lebih dari 5 per lapang pandang besar dalam pemeriksaan urin secara
mikroskopis (Trihono, 2001).
E. SKRINING PENDENGARAN
Perkembangan bicara yang baik pada anak merupakan tanda penting
untuk menentukan kapasitas belajar anak di masa depan. Keterlambatan
berbicara dapat terjadi dan meruakan gejala dari berbagai kelainan, salah
satunya adalah gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran merupakan
kelainan kongenital yang sering terjadi. Prevalensi gangguan pendengaran
pada neonatus di Amerika Serikat adalah 1 sampai 3 kasus setiap 1000
kelahiran hidup. Di Indonesia, berdasarkan hasil Survey KesehatanPendengaran di 7 provinsi, didaparkan 0,1% populasi mengalami kehilangan
pendengaran kongenital (Lily, 2005).
Setiap anak dengan keterlambatan bicara seharusnya menjalani tes
pendengaran untuk menentukan apakah terdapat gangguan pendengaran atau
tidak. Baku emas tes pendengaran adalah Otoakustik Emisi (OAE) dan
Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA). Kedua tes ini memiliki
sensitifitas dan spesifisitas tinggi dalam mendeteksi gangguan pendengaran
pda anak, tetapi harganya mahal, juga tidak tersedia di pelayanan kesehatan
primer seperti puskesmas. Tes daya dengar merupakan salah satu instrumen
yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada
1997. Tes daya dengar digunakan sebagai instrumen skrining awal untuk
gangguan pendengaran. Studi yang telah dilakukan oleh Fatmawaty et al.
Pada tahun 2006 menyatakan bahwa sensitifitas serta spesifisitas tes daya
dengar dibandigkan OAE dan BERA yaitu 92,9% dan 27,7%. Penemuan ini
mendukung penggunaan tes daya dengar sebagai uji skrining (Fatmawaty,
2009).
Sebagai uji skrining, tes daya dengar memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihannya yaitu tidak mahal, praktis, serta dapat dipahami.
Tidak mahal karena pemeriksa hanya menggunakan kuesioner serta alat yang
sederhana yaitu buku gambar, sebuah sendok serta cangkir. Praktis karena tes
ini sederhana, hanya dilakukan dalam beberapa menit serta mudah
dilaksanakan. Dapat dipahami karena uji skrining ini mudah dipahami dan
-
5/25/2018 BAB I ed
11/28
11
mudah dikerjakan oleh tenaga kesehatan. Kekurangannya yaitu isinya. Tes
daya dengar memiliki sedikit isi kuesioner. Pada kuesioner, pemisahan dari
kelompok umur tidak detil. Evaluasi tes daya dengar juga tidak detil karena
hasil yang ada hanya ya dan tidak. Tes ini juga tidak dapat memeriksa
kemampuan bahasa termasuk ekspresifm reseptif dan bahasa visual. Misalnya
untuk kelompok usia 6 bulan dan >9 bulan hanya diperiksa
kemampuan reseptif, sedangkan usia >12 bulan diperiksa kemampuan teseptif
dan ekspresif. Pertanyaan untuk kelompok usia >24 bulan seharusnya
mengindikasikan kemampuan ekspresif yang lebih baik, yaitu dengan
menanyakan apakah anak dapat mengucapkan dua gabungan kata.Kelemahan
lain yaitu tes daya dengar tidak dapat digunakan sebaga skiring pada pasoen
dengan autisme atau kelainan perilaku, retardasi mental, serta serebral palsi
(Andariani, 2010).
Alat yang digunakan dalam tes daya dengar adalah kuesioner, alat
tulis, alat peraga yaitu lonceng, sendok, cangkir, bola dan pensil berwarna.
Tes daya dengar ini menggunakan pertanyaaan-pertanyaan yang dipilih
berdasarkan umur anak. Jawaban untuk setiap pertanyaan tes yaitu Ya, bila
anak dapat melakukannya dulu maupun sekarang dan Tidak bila anak tidak
dapat melakukannya dulu maupun sekarang dan anda tidak yakin bahwa anak
dapat melakukan hal tersebut (Fatmawaty, 2009).
Cara menilai:
Tes Daya Dengar menilai kemampuan bicara anak dalam 3 bidang, yaitu
kemampuan ekspresif, kemampuan reseptif dan kemampuan visual.
Semua kemampuan tersebut dinilai dan diberi jawaban ya atau tidak.
Anak harus bisa melakukan seluruh kemampuan tersebut, sesuai kelompok
umur masing-masing.
Bila anak tidak dapat melakukan sesuai kelompok umur maka coba
menilai anak dengan tes sesuai kelompok umur di bawahnya, cari sampai
diketahui anak masuk kelompok umur mana yang sesuai.
Anak yang dicurigai menderita gangguan dengar, tidak dapat melakukan
kemampuan ekspresif dan reseptif sesuai umur, tetapi kemampuan
visualnya masih normal.
-
5/25/2018 BAB I ed
12/28
12
Anak dengan retardasi mental atau autism tidak dapat melakukan seluruh
tes sesuai umur.
Tuliskan hasil tes daya dengar pada kartu data tumbuh kembang anak.
Bila semua jawaban ya berarti tidak ditemukan kelainan pada daya
dengar (kode N/Normal).
Bila ada minimal satu jawaban tidak berarti hati-hati ada gangguan pada
daya dengar anak (kode HTN/Hati-hati Tidak Normal) dan tes dapat
diulang sebulan kemudian untuk dilihat kemajuannya.
Bila semua jawaban tidak berarti mungkin terdapat gangguan lain
dengan atau tanpa ada gangguan pada daya dengar anak (kode GTN)/ Ada
Gangguan lain dan Tidak Normal.
Bila semua jawaban pada kemampuan ekspresif dan reseptif adalah
tidak dengan kemampuan visual masihnormal berarti terdapat kelainan
pada daya dengar (kode TN/ Tidak Normal).
Anak dengan kode HTN, GTN dan TN tetap dicatat pada kemampuan
mana anak tidak bisa mengerjakan,dan bila dilakukan tes di bawah
usianya, sampai usia mana anak bisa mengerjakan tes tersebut (Andariani,
2010).
-
5/25/2018 BAB I ed
13/28
13
Kuesioner Tes Daya Dengar
No. Daftar Pertanyaaan Ya Tidak
Umur kurang atau sampai 3 bulan
1.
Kemampuan ekspresifApakah bayi dapat mengatakan aaaaa, ooooo?
Apakah bayi menatap wajah dan tampak
mendengarkan anda, lalu berbicara saat anda
diam?Apakah anda dapat seolah-olah berbicara
dengan bayi anda?
2. Kemampuan reseptif
Apakah bayi kaget bila mendengar suara (seperti
berkedip-kedip, napas lebih cepat)?
Apakah bayi kelihatan menoleh bila anda berbicara di
sebelahnya?
3.
Kemampuan visualApakah bayi anda tersenyum?
Apakah bayi anda kenal dengan anda, seperti
tersenyum lebih cepat pada anda dibandingkan orang
lain?
Umur lebih dari 3 bulan sampai 6 bulan
1. Kemampuan ekspresif
Apakah bayi dapat tertawa keras?
Apakah bayi dapat bermain menggelembungkan mulut
seperti meniup balon?
2.
Kemampuan reseptifApakah bayi memberi respons tertentu, seperti
menjadi lebih riang bila anda datang?
Pemeriksa duduk menghadap bayi yang dipangku
orang tuanya, bunyikan bel di samping tanpa terlihat
bayi, apakah bayi menoleh ke samping?
3. Kemampuan visual
Pemeriksa menatap mata bayi sekitar 45 cm, lalu
gunakan mainan untuk menarik pandangan bayi ke
kiri, kanan, atas dan bawah. Apakah bayi dapat
mengikutinya?
Apakah bayi berkedip bila pemeriksa melakukanmelakukan gerakan menusuk mata,
lalu berhenti sekitar 3 cm tanpa menyentuh mata?
-
5/25/2018 BAB I ed
14/28
14
F. SKRINING HEMATOLOGI
Skrining hematologi yang dapat dilaksanakan diantaranya
pemeriksaan darah untuk mendeteksi ada atau tidaknya anemia, serta
pemeriksaan kolesterol. Anemia berarti memiliki jumlah sel darah merah atau
kadar hemoglobin dalam darah yang kurang dari batas normal. Pemeriksaan
dilakukan saat usia kurang dari satu tahun.
Pemeriksaan kadar kolesterol dilakukan pada anak diatas dua tahun
yang memrlukan tes ini, khususnya anak dari orang tua dengan kadar
kolesterol tinggi atau dari kakek/nenek dengan penyakit jantung sebelum usia
55 tahun. Apabila riwayat keluarga tidak didapatkan kriteria tersebut,
pemeriksaan kadar kolesterol tetap diperlukan bagi anak dengan obesitas,
atau anak dengan tekanan darah yang tinggi.
G. SKRINING SISTEM ENDOKRIN
Hipotiroid kongenital adalah kurangnya produksi hormon tiroid pada
bayi baru lahir. Hal ini dapat terjadi karena cacat anatomis kelenjar tiroid,
kesalahan metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium. Hipotiroid
kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental. Direktur Bina
Kesehatan Anak menyampaikan bahwa secara global, angka sporadik
ditemukannya kelainan hipotiroid kongenital adalah 1 : 3000-4000 bayi yang
lahir. Laboratorium RSHS mulai melakukan pemeriksaan SHK sejak tahun
2000. Hasil yang didapatkan sampai tahun 2005, dari 61.637 spesimen yang
diperiksa, ditemukan 18 kasus positif ( 1 : 3424). Sampai dengan 2011 total
spesimen yang diperiksa sebanyak 149.731 dan diketemukan 26 kasus positif
(rasio 1 : 5758). Pada tahun 2012 telah diperiksa sebanyak 4331 spesimen(Sondang, 2012)..
Gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu jelas, oleh
sebab itu sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus. Program
skrining memungkinkan bayi mendapatkan terapi dini dan memiliki prognosis
yang lebih baik, terutama dalam perkembangan sistem neurologis. Salah
satu Upaya Peningkatan Kualitas Hidup dimulai dari bayi sampai dengan usia
remaja dilakukan melalui Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK). dimana jika
-
5/25/2018 BAB I ed
15/28
15
bayi positif Hipotiroid Kongenital (HK) dapat dicegah mengalami penurunan
kecerdasan jika diketahui dan diobati sedini mungkin dalam bulan pertama
kehidupannya.
Hipotiroid kongenital yang tidak diobati sejak dini dapat mengakibatkan
retardasi mental yang berat. Hormon tiroid sudah diproduksi dan diperlukan
oleh janinsejak usia kehamilan 12 minggu, mempengaruhi metabolisme sel di
seluruh tubuh sehingga berperan penting pada pertumbuhan dan
perkembangan.
Pengobatan secara dini dengan hormon tiroid dapat mencegah
terjadinyamorbiditas fisik maupun mental. Pemantauan tetap diperlukan untuk
mendapatkanhasil pengobatan dan tumbuh kembang anak yang optimal.
Di negara maju program skrining hipotiroid congenital pada neonatus sudah
dilakukan. Sedangkan untuk negara berkembang seperti Indonesia masih
menjadi kebijakan nasional. Tujuannya adalah untuk eradikasi retardasi
retardasimental akibat hipotirod kogenital.
Skrining dilakukan dengan mengukur kadar T4 atau TSH pada usia 3-4
hari dengan menggunakan kertas saring. Bayi yang memiliki kadar TSH awal
>50U/ml memiliki kemungkinan sangat besar untuk menderita hipotiroid
kongenital permanen, sedangkan kadar TSH 20-49 U/ml dapat menunjukkan
hipotiroid transien atau positif palsu (Sondang, 2012)..
H. SKRINING PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK
Kualitas generasi penerus tergantung kualitas tumbuh kembang anak,
terutama batita (0-3 th). Penyimpangan tumbuh kembang harus dideteksi sejak
dini, terutama sebelum berumur 3 tahun, supaya dapat segera di intervensi. Biladeteksi terlambat, maka penanganan terlambat, penyimpangan sukar
diperbaiki. Presiden RI 23 Juli 2005 telah mencanangkan Gerakan Nasional
Pemantauan Tumbuh Kembang Anak (Dierktorat Bina Kesehatan Anak, 2012).
Perkembangan anak menggambarkan peningkatan kematangan fungsi
individu yang harus dipantau secara berkala. The American Academy of
Pediatrics merekomendasikan skrining pertumbuhan dan perkembangan anak
dilakukan secara teratur saat anak mengunjungi dokter pada usia 9 bulan, 18
-
5/25/2018 BAB I ed
16/28
16
bulan, 24 bulan dan 30 bulan. Bayi/ anak dengan risiko tinggi perlu mendapat
prioritas, antara lain bayi prematur, berat lahir rendah, riwayat asfiksia,
hiperbilirubinemia, infeksi intrapartum, ibu diabetes melitus, gemeli, dll.
Tujuan skrining tumbuh kembang anak yaitu untuk menemukan penyimpangan
tumbuh kembang balita secara dini agar lebih mudah diintervensi. Karena bila
penyimpangan terlambat dideteksi maka akan lebih sulit diintervensi dan
berpengaruh pada tumbuh kembang anak (Soedjatmiko, 2009).
Cara DETEKSI DINI Tumbuh Kembang
1. PERTUMBUHAN :
a. Timbang berat badannya (BB)
b.
Ukur tinggi badan (TB) dan lingkar kepalanya (LK)
c. Lihat garis pertambahan BB, TB dan LK pada grafik
2. PERKEMBANGAN
a. Tanyakan perkembangan anak dengan KPSP (Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan),
b. Tanyakan daya pendengarannya dengan TDD (Tes Daya Dengar)
c. Gangguan penglihatannya dengan TDL (Tes Daya Lihat), mulai umur
3 tahun, tiap 6 bulan.
d. Tanyakan masalah perilaku dgn kuesioner MME, autis dengan CHAT,
gangguan pemusatan perhatian dengan kuesioner Conners
e. Denver II merupakan salah satu alat skrining perkembangan untuk
mengetahui sedini mungkin penyimpangan perkembangan yang terjadi
pada anak sejak lahir sampai berumur 6 tahun (Soedjatmiko, 2009).
-
5/25/2018 BAB I ed
17/28
17
Tabel Jadwal dan Jenis Deteksi Dini
Umur
JADWAL dan JENIS DETEKSI DINI
Pertumbuhan Perkembangan Perilaku
BB/TB LK KPSP TDL TDD KMME CHAT GPPH0 bln V V
3 bln V V V V
6 bln V V V V
9 bln V V V V
12 bln V V V V
15 bln V V
18 bln V V V V V
21 bln V V V
2 th V V V V V
2 th V V V V
3 th V V V V V V V3 th V V V V V V
4 th V V V V V V V
4 th V V V V V V
5 th V V V V V V V
V
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
Meliputi 9-10 pertanyaan singkat pada orang-tua atau pengasuh tentang
kemampuan yang telah dicapai oleh anak mulai umur 3 bulan, minimal tiap 3
bulan sampai umur 2 tahun, minimal tiap 6 bulan sampai umur 6 tahun untuk
mengetahui perkembangan anak sesuai umurnya atau terlambat.
Alat :
o Kuesioner (daftar pertanyaan) sesuai umur anak
o Kertas, pensil,
o bola karet atau plastik seukuran bola tenis,
o kerincingan,
o
kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, benda-benda kecil seperti
kismis/potongan biskuit kecil berukuran 0,5-1 cm
Umur : 3 bulan6 tahun, lama 1015 menit
Isi : 10 pertanyaan untuk tiap umur tertentu dijawab oleh orangtua : ya (bisa)
atau : tidak (tidak bisa).
Kelemahan KPSP dibanding Denver II adalah KPSP terlambat 1 3 bulan
(kemungkinan false negatif), serta pertanyaan tidak imbang antar 4 aspek
perkembangan (Simangunsing, 2012).
-
5/25/2018 BAB I ed
18/28
18
-
5/25/2018 BAB I ed
19/28
19
-
5/25/2018 BAB I ed
20/28
20
-
5/25/2018 BAB I ed
21/28
21
Interpretasi (penafsiran) KPSP :
o Ya, bila orang tua menjawab : anak bisa melakukan atau pernah atau
sering atau kadang-kadang.
o Tidak,bila anak belum pernah / tidak pernah / ibu tidak tahu
-
5/25/2018 BAB I ed
22/28
22
Bila Ya berjumlah 9-10, berarti perkembangan anak sesuai tahap
perkembangannya (S). Tindakan : beri pujian pada ibu, teruskan pola asuh,
teruskan stimulasi sesuai tahap perkembangan berikutnya.
Bila Ya berjumlah 7-8, berarti meragukan (M)
o Beri dukungan ibu
o Ajarkan ibu cara stimulasi sesuai kelompok umur
o Cari kemungkinan penyakit yang menyebabkan penyimpangan
perkembangan
o Ulangi setelah 2 minggu kemudian dengan KPSP sesuai umur anak. Jika
hasil KPSP ulangan Ya tetap 7 - 8, maka kemungkinan ada
penyimpangan (P) maka perlu rujuk ke RS terdekat
Bila Ya sama atau kurang dari 6, kemungkinan ada penyimpangan (P)
o Segera rujuk ke Rumah Sakit
o Tulis jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan (misalnya gerak
kasar, halus, bicara & bahasa, sosial dan kemandirian)
Tes Daya Lihat (TDL)
Dilakukan mulai umur 3 tahun, ulang tiap 6 bulan, dikerjakan oleh tenaga
kesehatan atau guru
Alat dan Sarana :
1. Ruangan
2. Dua buah kursi
3. Poster huruf E dan penunjuk
4. Guntingan huruf E
-
5/25/2018 BAB I ed
23/28
23
Cara:
o gantungkan poster 3 m dari anak,
o setinggi mata anak dalam posisi duduk
o latih anak megarahkan kartu E dengan benar ke atas, bawah, kanan, kiri,
sesuai yang ditunjuk pada poster
o Tutup sebelah mata dengan kertas
o
Tunjuk huruf E pada poster satu persatu mulai baris 1 -4
o Puji bila anak dapat mencocokkan arah huruf E
o Ulangi pada mata sebelahnya.
Interpretasi (penafsiran) : Bila tdk dapat mencocokkan posisi E s/d baris ketiga
berarti terdapat gangguan daya lihat.
Intervensi (tindakan) : rujuk (Soedjatmiko, 2009).
Deteksi Dini Gangguan Perilaku dan Hiperaktivitas
Bila ada keluhan orangtua atau kecurigaan petugas / guru / kader (tidak rutin)
o Dengan kuesioner daftar tilik untuk autisme (Checklist for autism in
toddlers / CHAT) bagi anak umur 18 bulan s/ 3 tahun. Bila ada
keterlambatan bicara, gangguan komunikasi/ interaksi sosial, perilaku
yang berulang-ulang. Tanyakan dan amati perilaku anak.
-
5/25/2018 BAB I ed
24/28
24
9 pertanyaan untuk ibu/pengasuh (A): ya/ tidak
1) Senang di ayun-ayun, diguncang-guncang
2) Tertarik memperhatikan anak lain
3)
Suka memanjat tangga
4) Suka main ciluk-ba, petak umpet
5) Bermain pura-pura membuat minuman
6) Meminta dengan menunjuk
7) Menunjuk benda
8) Bermain dengan benda kecil
9) Memberikan benda utk menunjukkan sesuatu
5 perintah bagi anak (B) : ya / tidak
1) Anak memandang mata pemeriksa
2) Anak melihat ke benda yang ditunjuk
3) Bermain pura-pura membuat minum
4) Menunjuk benda yang disebut
5) Menumpuk kubus
Interpretasi (penafsiran) CHAT
Risiko tinggi menderita Autis : tidak A5, A7, B2-4rujuk
Risiko rendah menderita Autis : tidak A7, B4
Kemungkinan gangguan perkembangan lain : tidak 3 atau lebih A1-4, A6,
A8-9, B1, B5
Normal(Soedjatmiko, 2009).
o Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME) bagi anak 3 - 6 tahun.
Bila ada kecurigaan orangtua / petugas, (tidak rutin) untuk anak umur 3- 6
tahun
12 pertanyaan untuk deteksi dini masalah mental - emosional, tiap 6 bulan
Tanyakan pada orangtua / pengasuh.
Catat jawaban Ya atau Tidak.
Hitung jumlah jawaban Ya.
Interpretasi (penafsiran) KMME
Jawaban Ya > 1 : kemungkinan anak
mengalami masalah mental emosional.
-
5/25/2018 BAB I ed
25/28
25
Ringkasan isi kuesioner KMME
1. Sering terlihat marah
2. Menghindar dari teman-teman
3. Perilaku merusak dan menentang lingkungan
4. Takut atau kecemasan berlebihan
5. Konsentrasi buruk / sulit
6. Kebingungan
7. Perubahan pola tidur
8. Perubahan pola makan
9. Sakit kepala, sakit perut, keluhan fisik
10. Putus asa
11. Kemunduran perilaku
12. Perbuatan yang diulang-ulang
Intervensi (tindakan):
1. Bila ditemukan 1atau lebih masalah mental emosional :
Lakukan konseling pada orang tua menggunakan Buku Pedoman Pola
Asuh yang mendukung perkembangan anak.
Evaluasi setelah 3 bulan,
bila tidak ada perubahan rujuk ke Rumah Sakit yang
ada fasilitas tumbuh kembang anak / kesehatan jiwa.
2. Bila ditemukan 2 atau lebih masalah mental emosional, rujuk anak ke
Rumah Sakit. Dalam surat rujukan harus ditulisakan jumlah dan masalah
mental emosional yang ditemukan (Soedjatmiko, 2009).
o Dgn kuesioner Abreviated Conner Rating Scale untuk Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH) bagi anak umur 3 tahun ke atas. Bila adakeluhan orangtua atau kecurigaan petugas / guru / kader (tidak rutin) umur >
3 thn. Berisi 10 pertanyaan.
Nilai : 0 (tidak pernah); 1 (kadang-kadang); 2 (sering); 3 (selalu)
Interpretasi (penafsiran)
Nilai > 13 kemungkinan GPPH, intervensi: rujuk RS, tuliskan kelainan yang
ada
Nilai < 13 tetapi ragu, periksa ulang 1 bulan lagi
-
5/25/2018 BAB I ed
26/28
26
Ringkasan kuesioner deteksi Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktifitas (GPPH)
1. Tidak kenal lelah, aktifitas berlebihan
2. Mudah gembira, impulsif
3. Mengganggu anak lain
4. Gagal selesaikan kegiatan, perhatian singkat
5. Gerakkan anggota badan / kepala terus menerus
6. Kurang perhatian, mudah teralihkan
7. Permintaan harus segera dipenuhi, mudah frustasi
8. Mudah menangis
9. Suasana hati mudah berubah, cepat dan drastis
10. Ledakkan kekesalan, tingkah laku eksplosif dan tak terduga
Bila tidak ada penyimpangan :
Beri pujian pada keluarga
Lanjutkan pemenuhan kebutuhan anak :
o FISIS- BIOLOGIS : nutrisi, immunisasi, kebersihan badan&
lingkungan, pengobatan, olahraga, bermain
o KASIH SAYANG : menciptakan rasa aman + nyaman,
dilindungi, diperhatikan (minat, keinginan, pendapat), diberi
contoh ( bukan dipaksa), dibantu, didorong, dihargai, penuh
kegembiraan, koreksi (bukan ancaman /hukuman) pola asuh
demokratia
o STIMULASI: sensorik, motorik, emosi-sosial, bicara, kognitif,
kemandirian, kreativitas, kerjasama
Lanjutkan pemantauan tumbuh kembang berkala : bila ditemukan
penyimpangan intervensi segera (Soedjatmiko, 2009).
-
5/25/2018 BAB I ed
27/28
27
BAB III
KESIMPULAN
Skrining dapat dilakukan pada neonatus dan anak. Terdiri dari skrining untuk
sistem kardiovaskuler yaitu dengan pengukuran saturasi menggunakan pulse
oxymetri serta pengukuran tekanan darah, skrining hematologi untuk mendeteksi
anemia dan kolesterol, skrining urologi untuk mendeteksi proteinuria serta
hematuria, serta skrining pertumbuhan dan perkembangan anak. Skrining
pertumbuhan dan perkembangan anak memantau pertumbuhan, perkembangan,
serta perilaku anak.
-
5/25/2018 BAB I ed
28/28
28
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Rini; Rini Sekartini, Ronny Suweno, Jose RL Batubara. 2010. Peran
Instrumen Modifikasi Tes Daya Dengar sebagai Alat Skrining GangguanPendengaran pada Bayi Risiko Tinggi Usia 0-6 Bulan. Sari Pediatri, Vol.12,
No.3, 174-83.
Direktorat Bina Kesehatan Anak. Skrining Bayi Baru Lahir. 1 Aprl 2012. Cited
on:http://www.kemkes.go.id/.Diakses tanggal 30 Oktober 2012.
Fatmawaty, Hartono Gunardi, Ronny Suwento, Abdul Latief, Rulina Suradi,
Irawan Mangunatmadja. 2009. The Role of Hearing Capability Test as a
Screening Test for the Possibility of Hearing Disorder in Children with
Speech Delay.Paeditrica Indonesiana, Vol.46, No.11-12, 255-9.
Granelli, Anne de-Wahl. 2009. Impact of Pulse Oximetry Screening on the
Detection of Duct Dependent Congenital Heart Disease: a Swedish
Prospective Screening Study in 39.821 Newborns.BMJ338:a3037.
Julia, Madarina. 2009. Number of Blood Pressure Measurements Needed for
Screening of Hypertension in Children and Adolescent. Paeditrica
Indonesiana, Vol.49, No.4, 229-233.
Kusumaningsih, Fransisca Shanti. 2011. Tes Skrining Penyakit Jantung
Kongenital pada Bayi Baru Lahir dengan Menggunakan Pulse Oxymetry.Jakarta: FKUI.
Lily Rundjan, Idham Amir, Ronny Suwento, Irawan Mangunatmadja. Skrining
Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi. Sari Pediatri, Vol. 6,
No. 4, Maret 2005: 149-154.
Simangunsing, Syahperlan Wendi, Soeroyo Machfudz, dan Mei Neni Sitaresmi.
2012. Accuracy of the Indonesian Child Development Pre-Screening
Questionnaire.Paediatr Indones, Vol. 52, No.1, hal 6-9.
Soedjatmiko. 2009. Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Sondang, Maria. 2012. Skrining Hipotiroid Kongenital. Cited on:
http://www.kemkes.go.id/.Diakses tanggal 30 Oktober 2012.
Supartha, I Made, I Ketut Suarta, Ida Bagus Agung Winaya. 2009. Hipertensi
pada Anak.Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 59, No.5; 221-31.
Trihono, Partini P. Ina S. Timan, Supriyadi Bektiwibowo, Diana Aulia, Lukman
Edwar. 2001. Screening Urinalysis for Proteinuria in School Children.
Paeditrica Indonesiana, Vol.41, No.9-10, 231-3.
http://www.kemkes.go.id/http://www.kemkes.go.id/http://www.kemkes.go.id/http://www.kemkes.go.id/http://www.kemkes.go.id/http://www.kemkes.go.id/http://www.kemkes.go.id/