Bab I-dapus Tbr Bppv
-
Upload
novie-nuridasari -
Category
Documents
-
view
67 -
download
1
Transcript of Bab I-dapus Tbr Bppv
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), merupakan terminologi
yang dikenal pada tahun 1921, sebagai penyebab tersering vertigo.
Prevalensi BPPV sekitar 20%-30% yang datang ke klinik spesialis.
Insidensi BPPV sekitar 0,6% per tahun. BPPV lebih banyak diderita oleh
perempuan daripada laki-laki. BPPV tujuh kali lipat lebih banyak pada
orang lanjut usia (≥ 60 tahun) dengan puncaknya pada usia antara 70-78
tahun. Riwayat keluarga menyumbangkan lima kali lipat dalam kejadian
BPPV.1
Studi epidemiologi yang dilakukan oleh Brevern et. al. melaporkan
sekitar 86% penderita BPPV memiliki hambatan psikososial. Banyak pasien
yang tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari, hanya ingin berada
dirumah. Hal ini seringkali menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
depresi. Studi epidemiologi yang dilakukan di Amerika Selatan, biaya yang
dikeluarkan untuk mengontrol BPPV sekitar US $ 2000 per pasien. Hal ini
disebabkan karena misdiagnosis dan penatalaksanaan yang tidak adekuat. 1
“Dizziness” atau perasaan pusing merupakan keluhan yang sering
ditemui. Pasien dengan keluhan pusing diperkiran sebanyak 5 persen yang
mengunjungi praktek dokter umum. Melalui anamnesis yang tepat, pasien
dengan keluhan pusing/”dizziness” dapat dibedakan menjadi 4 kategori,
antara lain pusing berputar (vertigo) yang sering dikeluhkan pada pasien
BPPV, tidak stabil (disequilibrium), merasa hampir jatuh (presinkop), dan
perasaan enteng/melayang pada kepala (lightheadedness). Tiap kategori
memiliki penyebab yang berbeda-beda.2 Keluhan pusing yang dapat
memiliki berbagai diagnosis pembanding dapat disingkirkan untuk
menegakkan diagnosis pasti dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
1
Beberapa manuver dapat membantu penegakan diagnosis pasti. Sedangkan,
tes laboratoris dan radiografi hanya sebagai penunjang. Namun, diagnosis
pasti hanya dapat ditegakkan hanya sekitar 80% kasus.3,4 Penatalaksanaan
keluhan pusing ini sesuai dengan etiologi penyakit.5
1.2. Tujuan Penulisan
a. Memperoleh informasi mengenai Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV)
b. Mampu melakukan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dan
adekuat pada kasus BPPV.
c. Memenuhi syarat mengikuti ujian program pendidikan profesi di
bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Definisi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab
umum gangguan vestibular perifer. Vertigo positional pertama kali
diuraikan oleh Alder (1897) dan kemudian oleh Barany (1922). Istilah
BPPV baru ditetapkan oleh Dix dan Hallpike pada tahun 1952. Definisi
BPPV adalah perasaan pusing berputar yang dipicu oleh perubahan posisi
provokatif yang terjadi mendadak dan tidak progresif.1,2
II. 2. Anatomi dan Fisiologi
Telinga terdiri dari 3 bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam. Telinga memiliki fungsi pendengaran dan keseimbangan.
Fungsi keseimbangan diperankan oleh 3 sistem sensoris, yaitu sistem
vestibular dengan reseptor sel-sel rambut di labirin dan diperantarai oleh n.
vestibularis, sistem visual dengan reseptor sel kerucut dan sel batang di
retina dan diperantarai oleh n. optikus, serta sistem proprioseptif dengan
reseptor proprioseptor di tendon, otot, dan sendi yang diperantarai oleh saraf
perifer somatosensori.6
Organ vestibular terletak ditelinga dalam (labirin) yang dilindungi oleh
tulang yang paling keras dan terdiri atas labirin tulang & labirin membran
(endolimfe dan n.vestibularis). Setiap labirin terdiri atas 3 kanalis
semisirkularis (lateral yang terletak horizontal dengan tubuh, superior yang
terletak anterior dengan tubuh, dan inferior yang terletak posterior dengan
tubuh), utrikulus, dan sakulus.6
Sakulus merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam
vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus
yang merupakan sel-sel reseptor keseimbangan. Tiap kanalis semisirkularis
(KSS) terdapat pelebaran, yaitu ampula yang berhubungan dengan utrikulus.
3
Dalam ampula terdapat krista ampularis yang dilengkapi sel-sel reseptor
keseimbangan bersilia dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin
yang disebut kupula.6
Gambar 1. Anatomi Telinga Dalam6
Saat terjadi perubahan kepala, endolimfe yang berada dalam labirin
akan berpindah dan menekuk silia sel rambut, sehingga permeabilitas sel
berubah. Ion calsium memasuki sel dan terjadi depolarisasi, kemudian
merangsang penglepasan neurotransmiter eksitatorik (impuls sensoris).
Impuls sensoris akan disalurkan ke saraf aferen menuju pusat
keseimbangan di otak. Transducer mengubah energi mekanik menjadi
energi biolistrik dan memberi informasi mengenai perubahan posisi
tubuh.6
II. 3. Etiologi
Dibawah ini merupakan etiologi tersering BPPV, antara lain :
a. Idiopatik (50-70%) 2
b. Kelainan yang berpengaruh terhadap sistem vestibular perifer, seperti 2 :
1. Trauma kapitis terutama pada usia muda (7-17%)
2. Infeksi (vestibular neuronitis – 15%).
3. Penyakit telinga, otitis media kronik, mastoiditis kronik, Meniere
disease
4. Neuroma akustikus
4
5. Insufisiensi vertebrobasilaris
6. Degenerasi struktur telinga dalam
7. Pascaoperasi daerah labirin.
II. 4. Patofisiologi
Terdapat dua teori yang berperan dalam patofisiologi BPPV, yaitu
cupulolithiasis dan canalithiasis. Pada teori cupulolithiasis yang
dikemukakan oleh Horald Schuknecht pada tahun 1962, adanya peran
partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen
otokonia (otolith) yang terlepas dari makula utrikulus yang sudah
berdegenerasi dan menempel pada permukaan kupula kanalis semi sirkularis
(KSS) posterior yang terletak dibawah makula utrikulus2,6.
Dalam keadaan normal, otolith melekat pada sel-sel rambut didalam
utrikulus dan sakulus. Bentuk otolith lebih padat daripada endolimfe sekitar,
sehingga perubahan gerakan kepala secara vertikal menyebabkan otolith
memiringkan sel-sel rambut. Inilah cara otak mengetahui mana arah yang
naik dan turun (tanpa melihat) 2,6.
Utrikulus berhubungan dengan KSS, sehingga otolith yang terlepas dari
utrikulus memiliki potensi untuk memasuki KSS posterior yang letaknya
paling dekat, dan akhirnya akan menimpa serta menempel pada kupula.
Sehingga, pada saat miring, otolith tadi mencegah kupula untuk membalik
ke posisi netral. Hal ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika
kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (tes Dix-
Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula
bergerak secara utrikulofugal, sehingga timbul nistagmus dan keluhan
pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith memerlukan waktu, sehingga
pada BPPV terdapat masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus2,6.
Teori canalithiasis yang dikemukakan oleh Epley pada tahun 1980,
partikel otolith bergerak bebas di dalam KSS. Saat kepala dalam posisi
tegak, endapan otolith berada pada posisi terbawah (gaya gravitasi). Ketika
kepala direbahkan kebelakang, otolith berotasi ke atas hingga ± 90o di
5
sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir
menjauhi ampula dan kupula menjadi membelok (deflected), sehingga
terjadi nistagmus dan pusing. Saat kepala ditegakkan kembali, kupula
kembali ke posisi netral, sehingga muncul pusing dan nistagmus yang
bergerak ke arah yang berlawanan2,6.
Teori kedua lebih baik dalam menjelaskan masa latensi sebelum timbul
nistagmus, karena otolith memerlukan waktu untuk bergerak. Serta, saat
pengulangan manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang
efektif dalam menimbulkan nistagmus dan vertigo. Hal ini menyebabkan
pada BPPV terdapat kelelahan “fatigue” dari gejala pusing dan nistagmus2,6.
II. 5. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis1,2,7,8
1. Keluhan Utama : pusing berputar, miring, jungkir balik (ilusi
gerakan)
2. Onset : tiba-tiba, biasanya saat bangun pagi (otolith menggumpal
saat tidur)
3. Durasi : beberapa detik hingga 30 detik/satu menit
4. Kuantitas : episodik, dipicu perubahan posisi
5. Kualitas : berat hingga sangat berat (variasi tiap individu)
6. Faktor memperberat : perubahan posisi
7. Faktor memperingan : istirahat
8. Gejala Penyerta : mual, muntah (jarang), rasa tak enak pada kepala.
b. Pemeriksaan Fisik1,2,7,8
1. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
2. Pemeriksaan neurologis umum
3. Pemeriksaan neurootologis1,2,7,8,9
4. Standar baku : tes Dix-Hallpike. Hasil positif bila ditemukan
nistagmus klasik yang rotatori dengan masa latensi, berlangsung 10-
40 detik (kurang dari 30 detik), dan vertigo. Terdapat kelelahan
6
“fatigability” apabila pemeriksaan diulang 2-3 kali. Hasil negatif
belum dapat mengeliminasi BPPV.
Gambar 2. Tes Dix-Hallpike2,9,10,11
1. Pasien duduk tegak lurus di atas tempat tidur dengan kepala menoleh
45o kearah telinga kanan.
2. Jatuhkan badan dan kepala hingga dalam posisi menggantung
(telinga kanan dibawah).
3. Perhatikan masa latensi, durasi, dan arah nistagmus serta vertigo.
4. Kembali ke posisi duduk.
5. Ulangi dengan langkah yang sama untuk telinga kiri.
c. Pemeriksaan Penunjang1,2,7,8
Electronystagmography (ENG).
7
II. 6. Penatalaksanaan
a. Farmakologi1,2
a) Antikolinergik : Scopolamine
b) Antihistamin antiemetik : Betahistine, Dimenhydrinate, Flunarizine
c) Sedatif : Lorazepam, Diazepam.
b. Terapi Latihan12,13,14,15,16,17
a) Manuver Epley
Gambar 3. Manuver Epley12,13,14,15,16,17
1. Tentukan sisi mana yang mengalami kelainan. Apabila BPPV
telinga kanan, manuver harus dimulai dengan arah yang
mengalami kelainan.
8
2. Pasien duduk tegak lurus di atas tempat tidur dengan kepala
menoleh 45o kearah telinga kanan.
3. Jatuhkan badan dan kepala seperti posisi Dix-Hallpike. Perlahan
kepala diputar 90o ke sisi kiri.
4. Gerakan kepala dan badan 90o ke arah sisi kiri, sehingga pasien
berada 135o dari horizontal. Tunggu 30 detik. Perhatikan mata
pasien yang terbuka. Bila tetap ada nistagmus merupakan hasil
yang buruk atau teknik yang salah.
5. Kembali ke posisi duduk.
b) Manuver Semont
Gambar 4. Manuver Semont12,13,14,15,16,17
1. Tentukan sisi mana yang mengalami kelainan. Apabila BPPV
telinga kanan, manuver harus dilakukan dengan arah yang
berlawanan.
2. Pasien duduk tegak lurus di atas tempat tidur dengan kepala
menoleh 45 o kearah telinga kanan.
3. Jatuhkan badan dan kepala dengan cepat ke arah sisi kiri,
sehingga kepala menyentuh tempat tidur dan telinga kiri
disebelah bawah. Tunggu 30 detik.
9
4. Gerakan kepala dan badan dengan cepat ke arah sisi yang
berlawanan tanpa berhenti, sehingga dahi berada di atas tempat
tidur. Tunggu 30 detik.
5. Kembali ke posisi duduk.
c) Brandt Daroff
Gambar 5. Latihan Brandt Daroff12,13,14,15,16,17
1. Penderita duduk tegak disamping tempat tidur
2. Rebahkan badan ke samping (posisi tidur) dengan kepala
membentuk sudut 45o. Pertahankan posisi selama 30 detik.
3. Kembali ke posisi duduk, pertahankan posisi selama 30 detik.
4. Rebahkan lagi ke posisi berlawanan, dan lakukan seperti poin
(b).
5. Kembali ke posisi duduk, pertahankan selama 30 detik.
Manuver ini dilakukan dengan mata tertutup sebanyak 3-5 kali
sehari selama 2 minggu. Manuver ini dapat diulang apabila timbul
serangan baru.
c. Terapi Bedah
10
Terapi bedah “posterior canal plugging” dilakukan bila terapi latihan
atau manuver tidak efektif dalam satu tahun atau lebih. Posterior canal
plugging mengeblok/menutup sebagian besar fungsi KSS posterior tanpa
memberikan efek terhadap fungsi KSS lain atau alat-alat telinga dalam.
Sekitar 90% efektif dalam mengatasi BPPV. Alternatif lainnya adalah
vestibuler nerve section, labyrinthectomy, dan sacculotomy. Prosedur ini
dapat menyebabkan gangguan pendengaran.2
d. Edukasi18
a) Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya dan terapi
b) Motivasi pasien untuk mencegah dan mengatasi faktor pemicu
c) Posisi tidur dengan 2-3 bantal dan hindari tidur pada sisi yang sakit.
d) Kontrol ke dokter/poli bila mendapat serangan yang tidak teratasi
dengan obat.
II. 7. Prognosis19
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam (rekurensi)
Ad functionam : dubia ad bonam.
11
KESIMPULAN
1. Dari berbagai keluhan vertigo, BPPV merupakan keluhan yang paling
umum dan terbanyak (20%-30%).
2. Pencetus BPPV adalah perubahan/gerakan kepala, seperti berguling di
tempat tidur, bangun dari tidur, mengangkat kepala, melihat ke atas atau
ekstensi leher.
3. Sekitar 50-70% kasus BPPV memiliki penyebab yang idiopatik.
4. Terdapat dua teori patofisiologi BPPV, yaitu cupulolithiasis dan
canalithiasis. Teori canalithiasis lebih banyak dianut.
5. Diagnosis ditegakan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang
(ENG). Tes Dix-Hallpike merupakan standar baku penegakan BPPV.
6. Penatalaksanaan BPPV terdiri dari terapi medikamentosa, manuver/terapi
latihan, dan edukasi. Terapi latihan merupakan terapi utama yang dikenal
dengan beberapa variasi manuver fisik, seperti manuver Epley, manuver
Semont, dan manuver Brandt Daroff.
7. Terapi bedah dapat dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa dan
terapi latihan tidak efektif. Komplikasi yang mungkin yaitu hilangnya
pendengaran.
8. BPPV dapat membaik namun kambuh-kambuhan.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Silva et. al. 2011. BPPV : Comparison Of Two Recent International Guidelines. Braz J Otorhinolaryngol. 77(2); 191-200.
2. PERDOSSI. 2006. Benign Paroxysmal Postural Vertigo (BPPV). Nyeri, Nyeri Kepala, dan Vertigo. Semarang.
3. Lea Pollak. 2009. Awareness Of Benign Paroxysmal Positional Vertigo In Central Israel. BMC Neurology. 9(17).
4. TP Chan. 2008. Is Benign Paroxysmal Positional Vertigo Underdiagnosed In Hospitalised Patients? Hong Kong Med J. 14; 198-202. Underdx.
5. Robert E. Post dan Lori M. Dickerson. 2010. Dizziness: A Diagnostic Approach. American Family Physician. 82(4); 361-67. Penegakan Dx BPPV.
6. Dominik Obrist dan Stefan Hegemann. 2008. Fluid–Particle Dynamics In Canalithiasis. J. R. Soc. Interface. 5; 1215–1229. Patofis Canalithiasis
7. Mariana Azevedo Caldas, et.al. 2009. Clinical Features Of Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Braz J Otorhinolaryngol. 75(4); 502-6. Manifestasi Klinis BPPV.
8. Kevin A. Kerber. 2009. Vertigo And Dizziness In The Emergency Department. Emerg Med Clin North Am. 27(1); 39–viii. Penegakan Dx.
9. Helen S. Cohen dan Haleh Sangi-Haghpeykar. 2011. Walking Speed And Vestibular Disorders In A Path Integration Task. Gait Posture. 33(2); 211–213. Px Neurootologi.
10. David B. Burmeister, Regina Sacco, dan Valerie Rupp. 2010. Management Of Benign Paroxysmal Positional Vertigo With The Canalith Repositioning Maneuver In The Emergency Department Setting. J Am Osteopath Assoc. 110(10); 602-604. Dix-Hallpike.
11. Nathali Singaretti Moreno, Ana Paula do Rego, dan André. 2009. Number Of Maneuvers Need To Get A Negative Dix-Hallpike Test. Braz J Otorhinolaryngol. 75 (5); 650-3. Tes Dix-Hallpike negative.
12. Ana Paula do Rego André, Julio Cesar Moriguti, dan Nathali Singaretti Moreno. 2010. Conduct After Epley’s Maneuver In Elderly With Posterior Canal BPPV In The Posterior Canal. Braz J Otorhinolaryngol. 76(3); 300-5. Epley Manuver.
13. Cristiane Akemi Kasse. 2010. Results From The Balance Rehabilitation Unit In Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Brazilian Journal Of Otorhinolaryngology. 76 (5); 623-28. Epley.
14. Fernando Freitas Ganança, et.al. 2010. Elderly Falls Associated With Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Braz J Otorhinolaryngol. 76(1); 113-20. Tx Latihan.
13
15. Helen S. Cohen dan Haleh Sangi-Haghpeykar. 2010. Canalith Repositioning Variations For Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngol Head Neck Surg. 143(3); 405–412. Terapi Latihan.
16. Janet Odry Helminski, et.al. 2010. Effectiveness Of Particle Repositioning Maneuvers In The Treatment Of Benign Paroxysmal Positional Vertigo: A Systematic Review. American Physical Therapy Association. 90 (5); 663-77. Epley.
17. Sarah Cranfield, Ian Mackenzie, dan Mark Gabbay. 2010. Can GPs Diagnose Benign Paroxysmal Positional Vertigo And Does The Epley Manoeuvre Work In Primary Care? British Journal of General Practice. Epley Lagi.
18. Hasan Sjahrir. 2008. Terapi BPPV. Nyeri Kepala & Verigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.
19. Ricardo S. Dorigueto, Karen R. Mazzetti, Yeda Pereira L. Gabilan, dan Fernando Freitas Ganança. 2009. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Recurrence And Persistence. Braz J Otorhinolaryngol. 75(4); 565-72. Rekurensi BPPV.
14