BAB I

18
BAB I PENDAHULUAN A. Judul Praktikum Praktikum Spirometri B. Waktu, Tanggal Praktikum Kamis, 5 Maret 2015 C. Tujuan Praktikum 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan pengukuran fungsi paru dengan spirometri dan peakflow. 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan spirometri b. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan spirometri c. Mahasiswa mampu menganalisis hasil pemeriksaan spirometri D. Dasar Teori 1. Mekanisme Pernafasan a. Ventilasi Pulmoner Ventilasi pulmoner adalah proses inhalasi (masuk) dan ekshalasi (keluar) udara juga melibatkan pertukaran udara diantara atmosfer dan alveoli. Ventilasi pulmoner dapat terjadi ketika ada perbedaan tekanan udara antara pulmo dan atmosfer, dan akan mengalir sesuai dengan gradien tekanan (Tortora, 2009). 1

description

bisa

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum

Praktikum Spirometri

B. Waktu, Tanggal Praktikum

Kamis, 5 Maret 2015

C. Tujuan Praktikum

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan pengukuran fungsi paru dengan spirometri

dan peakflow.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan spirometri

b. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan spirometri

c. Mahasiswa mampu menganalisis hasil pemeriksaan spirometri

D. Dasar Teori

1. Mekanisme Pernafasan

a. Ventilasi Pulmoner

Ventilasi pulmoner adalah proses inhalasi (masuk) dan ekshalasi

(keluar) udara juga melibatkan pertukaran udara diantara atmosfer dan

alveoli. Ventilasi pulmoner dapat terjadi ketika ada perbedaan tekanan

udara antara pulmo dan atmosfer, dan akan mengalir sesuai dengan

gradien tekanan (Tortora, 2009).

Terdapat tiga tekanan udara yang akan diperhatikan dalam

mekanisme pernapasan. Pertama adalah tekanan atmosfir atau

barometrik, besarnya tekanan atmosfir adalah sekitar 760 mmHg pada

permukaan laut, namun tekanan atmosfir ini akan semakin kecil sesuai

dengan ketinggian.Lalu tekanan intraalveolar, tekanan intraalveolar

biasanya tergantung keadaan pulmo, jika pulmo akan melakukan

inspirasi maka, tekanan intraalveolar sekitar 759 mmHg, sedangkan

ketika akan melakukan ekspirasi akan berada di 761 mmHg (Sherwood,

2009).

1

Page 2: BAB I

Inhalasi, atau biasa disebut inspirasi merupakan proses

memasukan udara ke dalam tubuh, udara akan masuk kedalam tubuh

jika tekanan udara di dalam pulmo lebih rendah dibandingkan tekanan

udara diatmosfer. Untuk mendapatkan tekanan yang lebih kecil, maka

dilakukan usaha untuk membesarkan volume pulmo, dengan cara

memperluas rongga dada melalui kontraksi dari otot-otot inspirasi

utama seperti diafragma, dan M. IntercostalisExternus. Mekanisme

pembesaran volum dengan hubungan tekanan ini sebenarnya sama

dengan Hukum Boyle, dimana semakin luas volume, semakin rendah

tekanannya, begitu pula sebaliknya (Tortora, 2009).

Gambar 1. Ventilasi Pulmoner (Inspirasi dan Ekspirasi) (Martini,

2012).

Ekshalasi atau biasa disebut ekspirasi merupakan suatu proses

mengeluarkan udara dari pulmo ke atmosfer. Proses ini juga

membutuhkan perbedaan tekanan udara, namun pada proses ini tekanan

di dalam pulmo akan lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan di

atmosfir, oleh karena itu udara akan mengalir keluar.

2

Page 3: BAB I

Ekshalasisebenarnya merupakan proses pasif akibat dari elastic recoil

dinding thorax dan pulmo (Tortora, 2009).

Gambar 2.Penggunaan otot-otot di daerah rongga thorax untuk

ventilasi pulmoner dalam keadaan normal maupun dipaksa

(Martini, 2012).

Jika diperlukan volume udara yang lebih dari inhalasi dan

ekshalasi normal, maka tubuh kita dapat menghirup dan mengeluarkan

nafas lebih dengan bantuan otot-otot tambahan. Ketika kita melakukan

inspirasi dalam, maka otot-otot tambahan inspirasi seperti M.

Sternocleidomastoideus, M. Pectoralis Major, M. Serratus Anterior dan

M. Skalenus akan membantu otot-otot inspirasi utama untuk

memasukan udara secara maksimal, inspirasi ini juga ladang disebut

forcedbreathingatau Hiperapneu. Tidak hanya saat inspirasi namun,

3

Page 4: BAB I

saat ekspirasi otot-otot tambahan juga dapat membantu proses ekspirasi

maksimal. Otot-otot yang aktif saat ekspirasi maksimal adalah M.

TransversusThoracis, M. IntercostalisInternus, dan otot-otot

abdominalis (Martini, 2012).

b. Volume Paru dan Kapasitas Paru

Volume dibedakan menjadi volume statis dan dinamis. Volume

statis merupakan jumlah besarnya daya tampung paru dalam proses

inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan volume dinamis merupakan volume

pergerakan udara yang diukur pada orang coba yang bernapas aktif dan

dengan kekuatan penuh.

Kapasitas paru merupakan kombinasi peristiwa dalam siklus

paru yang didalamnya mencakup dua atau lebih dari nilai volume paru

(Ganong, 2005).

Gambar 3. Diagram volume paru (Ganong, 2005).

1) Volume Tidal

Volume yang keluar dan masuk ke dalam paru dalam keadaan

nafas normal. Jumlahnya bervariasi tergantung ras, jenis kelamin,

dan besarnya rongga dada. Namun, di beberapa literatur

menyebutkan jumlahnya 500 cc.

2) Volume Cadangan Inspirasi

Volume udara yang dimasukan dengan usaha maksimal setelah

melakukan inspirasi normal.

3) Volume Cadangan Ekspirasi

4

Page 5: BAB I

Volume udara yang dikeluarkan dengan ekspirasi aktif oleh otot-

otot ekspirasi.

4) Volume Residu

Volume udara yang tersisa di dalam paru0paru setelah melakukan

usaha ekspirasi maksimal.

5) Ruang Rugi Anatomi

Volume udara yang ada di zona konduksi saluran nafas yang tidak

ditukarkan di dalam alveoli.

6) Kapasitas Vital

Kapasitas paru yang bisa diekspirasikan setelah melakukan

inspirasi maksimal. Sebenarnya kapasitas vital ini merupakan

pertambahan antara volume tidal, volume cadangan inspirasi, dan

volume cadangan ekspirasi. Biasanya kapasitas ini diukur untuk

mengetahui fungsi paru.

7) Kapasitas Inspirasi

Kapasitas paru untuk mengetahui jumlah udara dari inspirasi

normal dan inspirasi maksimal.

8) Kapasitas Residual Fungsional

Jumlah udara yang akan tersisa di dalam pulmo, setelah melakukan

ekspirasi maksimal.

9) Kapasitas Total

Jumlah udara yang masuk, keluar, dan tetap dalam pulmo, baik saat

istirahat, maupun melakukan ventilasi secara aktif.

Volume dan kapasitas di atas merupakan volume statis pada

paru, berikut adalah macam-macam volume dinamis :

1) Forced Vital Capacity (FVC)

Volume total dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah

inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa maksimum.

2) ForcedExpiratory Volume in 1 Second (FEV1)

Besarnya volume udara yang dikeluarkan secara paksa dalam satu

detik pertama. Lama ekspirasi pertama pada orang normal sekitar

5

Page 6: BAB I

4-5 detik dan pada detik pertama dapat mengeluarkan udara

pernafasan sebesar 80%.

c. Respirasi Eksternal

Respirasi Eksternal adalah pertukaran gas antara alveoli dan

darah di kapiler pulmo melalui membran respirasi. Pada pertukaran ini

gas yang keluar menuju alveoli adalah CO2, sedangkan gas yang masuk

ke kapiler darah adalah O2(Tortora, 2009). Dalam proses ini akan

terjadi beberapa proses yaitu ventilasi pulmoner lalu akan terjadi

pertukaran gas O2 dan CO2 di dalam alveolus dan darah di dalam

kapiler paru. Kecepatan respirasi akan bergantung dengan kebutuhan

tubuh, jika proses metabolik cepat maka kecepatan respirasi akan

meningkat, namun jika proses metabolik rendah, maka kecepatan

respirasi akan berkurang (Sherwood, 2009).

d. Respirasi Internal

Inspirasi internal merupakan proses pertukaaran gas diantara

darah di sistem kapiler dengan sel di jaringan. Pada proses ini O2akan

masuk ke jaringan dan CO2 akan keluar dari jaringan. Didalam sel di

jaringan juga akan terjadi respirasi seluler yang akan menghasilkan

ATP (Tortora, 2009).

e. Fungsi NonRespiratorik Sistem Pernafasan

Walaupun fungsi utama dari sistem respirasi adalah untuk

memenuhi kebutuhan tubuh akan O2,namun sebenarnya sistem

pernapasan juga berfungsi untuk beberapa fungsi nonresiratorik berikut,

seperti (Sherwood, 2009):

1) Rute pengeluaran air dan panas

2) Meningkatkan aliran balik vena

3) Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa di dalam

tubuh

4) Memungkinkan kita untuk berbicara

5) Sistem pertahanan benda asing yang masuk melalui saluran napas

6

Page 7: BAB I

6) Mengeluarkan, mengaktifkan, memodifikasi, atau menginaktifkan

bahan-bahan yang melewati sirkulasi paru.

2. Elastisitas Paru

Elasitisitas atau recoil elastic merujuk kepada seberapa mudah

paru kembali ke bentuknya semula setelah diregangkan. Hal ini

berperan mengembalikan paru ke volume prainspirasi ketika otot

inspirasi melemas pada akhir inspirasi. Sifat elastik paru bergantung

pada dua faktor, yaitu (Sherwood, 2011):

a. Jaringan ikat elastik paru

Jaringan ikat paru mengandung banyak serat elastin. Serat-

serat ini tidak saja memiliki sifat elastik tetapi juga teranyam

membentuk jaringan yang memperkuat perilaku elastiknya

sendiri, seperti benang dalam kain yang elastik. Keseluruhan kain

(atau paru) lebih lentur dan cenderung kembali ke bentuknya

semula daripada masing-masing benang (serat elastin)nya.

b. Tegangan permukaan alveolus

Tegangan permukaan alveolus ditimbulkan oleh lapisan

tipis cairan yang melapisi bagian dalam alveolus. Di pertemuan

udara-air, molekul-molekul air di permukaan memperlihatkan

ikatan yang lebih kuat dengan molekul air sekitarnya

dibandingkan dengan udara di atas permukaan tersebut. Gaya

tarik yang tak seimbang ini menghasilkan gaya yang dikenal

sebagai tegangan permukaan di permukaan cairan (Sherwood,

2011).

Tegangan permukaan memiliki efek ganda. Pertama,

lapisan cairan menahan setiap gaya yang meningkatkan luas

permukaannya; yaitu tegangan tersebut melawan ekspansi

alveolus karena molekul-molekul air di permukaan menolak

untuk diregangkan satu sama lain. Karena itu, semakin besar

tegangan permukaan, semakin kecil compliance paru. Kedua,

7

Page 8: BAB I

luas permukaan cairan cenderung menciut sekecil mungkin,

karena molekul-molekul air di permukaan, karena cenderung

saling tarik, mencoba berada sedekat mungkin satu sama lain.

Karena itu, tegangan permukaan cairan yang melapisi bagian

dalam alveolus cenderung mengurangi ukuran alveolus, memeras

udara yang terdapat di dalamnya. Sifat ini, bersama dengan

kecenderungan serat elastin kembali ke bentuk semula,

menyebabkan paru mengalami recoil ke ukuran prainspirasinya

ketika inspirasi berakhir (Sherwood, 2011).

3. Peakflowmeter

Peak expiratoryflowrate (PEFR) atau Arus Puncak Ekspirasi

(APE) merupakan laju maksimum aliran udara ketika ekspirasi paksa

setelah inspirasi maksimal. Pengukuran APE ditujukan untuk mengetahui

apakah ada obstruksi pada saluran nafas pasien, seperti pada pasien asma,

dan penyakit obstruksi lainnya. APE ini bergantung pada usaha dan

kekuatan otot-otot pernafasan pasien. APE ini dapat diukur dengan

menggunakan Peak Flow Meter. Pemakaian Peak Flow Meter sangat

mudah dan murah. Selain untuk mengetahui apakah ada obstruksi pada

saluran nafas, Peak Flow Meter juga dapat mengetahui tingkat keparahan

dari obstruksi saluran nafas pasien (Neuspel, 2014).

Gambar 4. Peak Flow Meter (Neuspel, 2014)

FEV1 (ForcedExpiratory Volume over 1 second) merupakan ukuran

volume udara dinamis yang biasanya diukur pada spirometri. Hasil

8

Page 9: BAB I

pengukuran FEV1 pada spirometri merupakan indikasi yang lebih dipercaya

terhadap adanya obstruksi saluran nafas dibanding dengan hasil pengukuran

APE. Meskipun begitu, pengukuran APE lebih mudah dilakukan sehingga

dapat dijadikan sebagai langkah monitoring asma, baik monitoringjangka

pendek maupun jangka panjang.

Pada tahun 2007, para ahli yang tergabung dalam National Asthma

Education and Prevention Program merekomendasikan untuk melakukan

monitoring fungsi paru secara berkala dengan spirometri atau dengan

pengukuran APE. Indikasi pengukuran APE menurut Neispel (2014) adalah

sebagai berikut:

a. Monitoring asma

b. Monitoring efek dari ozon dan polutan udara lainnya terhadap fungsi

paru

c. Monitoring penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

Cara menggunakan Peak Flow Meter adalah pasien harus berdiri,

kemudian melakukan inspirasi dalam dan melakukan ekspirasi secara

paksa dan cepat pada Peak Flow Meter. Lakukan ulang sampai tiga kali,

lalu ambil angka terbaik diantara tiga kali pengukuran. Detail

pengukurannya adalah sebagai berikut menurut Neuspel (2014):

a. APE diukur kurang lebih dua kalo sehari selama 2-3 minggu

b. APE sebaiknya diukur pada saat bangun tidur di pagi hari dan pada

siang hari atau menjelang petang

c. APE sebaiknya diukur 15-20 menit setelah penggunaan obat inhalasi

β2agonis kerja cepat

Setelah APE terbaik dari pasien didapatkan, penyedia layanan

kesehatan akan menggunakan informasi ini sebagai rencana

penatalaksanaan terhadap pasien. Secara umum, APE kurang dari 80%

biasanya cukup dengan diberikan obat inhalasi β2agonis kerja cepat.

Sedangkan APE yang kurang dari 50% biasanya selain diberikan obat

inhalasi β2agonis kerja cepat juga akan diberikan tatalaksana lanjutan

(Neuspel, 2014).

9

Page 10: BAB I

4. Spirometri

Spirometri merupakan suatu metode pemeriksaan sederhana yang

berfungsi dalam melakukan pengukuran sebagian besar volume dan

kapasitas dinamis paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital

volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Pemeriksaan dengan

menggunakan spirometer penting untuk mengetahui dan mengkaji fungsi

ventilasi paru secara lebih mendalam (Alsagaff, dkk, 2005).

Prosedur umum yang digunakan saat melakukan pemeriksaan

spirometri adalah probandus menarik nafas secara maksimal dan

menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin dan Nilai KVP

dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia,

tinggi badan dan jenis kelamin. Prinsip pemeriksaan spirometer yaitu

hukum Archimedes dan hukum Newton. Hukum Archimedesterlihat pada

saat spirometer ditiup, ketika tabung yang berisi udara akan naik turun

karena adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang

masuk ke spirometer. Sedangkan hukum newton seperti yang diterapkan

dalam sebuah katrol. Pasien yang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan

spirometri antara lain pasien dengan keluhan sesak nafas, pemeriksaan

berkala bagi pekerja pabrik, penderita PPOK, penyandang asma, dan

perokok (Baharudin, 2010).

Indikasi dilakukannya pemeruksaanspirometri adalah mendeteksi

kelainan, menentukan derajat kelainan, menentukan asal kelainan patologi,

rencana terapi, evaluasi terapi, danmonitorpregevisitaspenyakit (Boyle AH

dan Locke DL, 2004).

Pada pemeriksaan fungsi paru, dibutuhkan suatu parameter untuk

mengetahui apakah adanya gangguan terhadap fungsi paru. Parameter

fungsi paru yang sering diukur adalah kapasital vital (VC), Forced Vital

Capacity (FVC), dan ForcedExpiratory Volume in 1 Second (FEV1). Jenis

gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan

10

Page 11: BAB I

fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan

pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi

paru obstruktif bila nilai FEV1/FVC kurang dari 70% dan menderita

gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80%

dibanding dengan nilai standar(Alsagaff, dkk, 2005).

NILAI NORMAL FVC > 80% nilai prediksi untuk semua

umur

RESTRIKSI FVC < 80%, FEV1>75% nilai prediksi

Restriksi Ringan : FVC 60% - 80% nilai

prediksi

Restriksi Sedang : FVC 30% - 60% nilai

prediksi

Restriksi Berat : < 30% nilai prediksi

OBSTRUKSI FVC > 80%, FEV1> 75% nilai prediksi

Obstruksi Ringan : FEV1> 60% nilai

prediksi

Obstruksi Sedang : FEV1 30% - 60% nilai

prediksi

Obstruksi Berat : FEV1< 30% nilai prediksi

Tabel 1. Nilai Normal dan Kelainan Fungsi Paru (Alsagaff, dkk, 2005)

a. Sesuai standar keselamatan listrik (Dewan Nasional Asma Australia).

E. Alat Bahan

1. Alat

a. Spirometer

b. Tinta Spirometer

c. Penjepit Hidung

2. Bahan

a. DisposableMouthPiece

b. Tissue

F. Cara Kerja

11

Page 12: BAB I

1. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru

a. Siapkan alat pencatat atau spirometri

b. Jelaskan tujuan dan cara kerja pemeriksaan pada probandus, posisi

probandus menghadap alat.

c. Nyalakan alat (power on), masukkan/atur data probandus berupa nama

dan umur.

d. Hubungkan probandus dengan alat dengan cara menyuruh probandus

memasukkan mouthpiece ke dalam mulutnya dan tutuplah hidung

probandus dengan penjepit hidung.

e. Instruksikan probandus untuk bernapas tenang terlebih dahulu untuk

beradaptasi dengan alat.

f. Tekan tombol start alat spirometri untuk memulai pengukuran

g. Mulai dengan pernapasan tenang sampai timbul perintah dari alat untuk

ekspirasi maksimal (tidak terputus). Bila dilakukan secara benar akan

keluar data dan kurva di layar spirometri.

h. Bila perlu tanpa melepas mouthpiece, ulangi pengukuran dengan

inspirasi dalam dan ekspirasi yang maksimal.

i. Setelah selesai lepaskan mouthpiece, periksa data dan kurva dilanjutkan

dengan mencetak hasil perekaman (tekan tombol print).

2. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa Paru (FVC = Force Vital Capacity)

a. Siapkan alat pencatat atau spirometri

b. Jelaskan tujuan dan cara kerja pemeriksaan pada probandus, posisi

probandus menghadap alat.

c. Nyalakan alat (power on), masukkan/atur data probandus berupa nama

dan umur.

d. Instruksikan probandus untuk inspirasi dalam dari luar alat.

e. Segera setelah siap, tekan tombol start dilanjutkan dengan ekspirasi

kuat melalui alat

f. Bila perlu tanpa melepas mouthpiece, ulangi pengukuran dengan

inspirasi dalam dan ekspirasi yang maksimal.

g. Setelah selesai lepaskan mouthpiece, periksa data dan kurva dilanjutkan

dengan mencetak hasil perekaman (tekan tombol print).

12

Page 13: BAB I

13