BAB I

34
BAB I PENDAHULUAN Istilah dermatitis seboroik adalah dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit kronis, dan sering kambuh. Dermatitis seboroik termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa dimana merupakan penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya eritema dan skuama. Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebabnya belum diketahui pasti, beberapa teori menerangkan tentang etiopatogenesis. 1,2 Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Prevalensi dermatitis seboroik lebih tinggi pada Odha, 1

description

ds

Transcript of BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah dermatitis seboroik adalah dipakai untuk segolongan kelainan kulit

yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat

seboroik. Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit kronis, dan sering kambuh.

Dermatitis seboroik termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa dimana

merupakan penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya eritema dan

skuama. Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga

termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebabnya belum

diketahui pasti, beberapa teori menerangkan tentang etiopatogenesis. 1,2

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan dan

agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Faktor predisposisinya ialah

kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya

diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Prevalensi dermatitis seboroik

lebih tinggi pada Odha, gangguan neurologis dan penyakit kronis lainnya juga

terkait dengan timbulnya dermatitis seboroik. 1, 2

Dermatitis seboroik disebut juga eczema flannellaire , hal ini berasal dari

ide bahwa terdapat retensi pada permukaan kulit oleh sumbatan dengan katun

(flanel), wol, atau pakaian dalam sintetik. 3

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Dermatitis seboroik merupakan penyakit papuloskuamosa yang kronik.

Kelainan ini dapat mengenai bayi dan dewasa, dan berhubungan dengan

peningkatan produksi sebum pada skalp dan area yang memiliki banyak kelenjar

sebasea di wajah dan badan. Penyebabnya multifaktorial. Tempat predileksi

biasanya dimulai pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher

dan badan. Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan

kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-

tempat seboroik. Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan

produksi sebum dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya

akan folikel sebasea. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah

dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema),

membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak.

Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada

orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi

biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya

dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan cradle cap pada bayi.(1-4)

2

II. EPIDEMIOLOGI

Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada bayi

dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat sampai

dekade ketujuh kehidupan. Tidak ada data tersedia pada insiden yang tepat dari

dermatitis seboroik pada bayi, tetapi gangguan tersebut biasa terjadi. Penyakit

pada orang dewasa diyakini lebih sering terjadi daripada psoriasis. Prevalensi

dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3% pada populasi umum di Amerika Serikat,

dan 3-5% pada orang dewasa muda, tetapi insidensi pada penderita HIV dan

AIDS dapat mencapai 85%. Pria lebih sering terkena daripada wanita pada semua

kelompok umur.(2, 5, 6)

III. ETIOLOGI

Penyebab dermatitis seboroik belum diketahui pasti. Dermatitis seboroik

dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel

sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Flora normal Pityrosporum

ovale kemungkinan merupakan penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan

untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga

merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan Pityrosporum ovale  yang

berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk

metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri

melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan

lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit.(1,2,7)

Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit antara lain : umur (orang

dewasa), jenis kelamin lebih sering pada laki-laki, makanan (konsumsi lemak dan

minum alkohol), obat-obatan, iklim (musim dingin), kondisi fisik dan psikis

3

(status imun, stres emosional), dan lingkungan yang menyebabkan kulit menjadi

lembab.(5)

IV. PATOGENESIS

Patogenesis dermatitis seboroik tidak sepenuhnya dipahami, tetapi

tampaknya ada hubungan yang kuat dengan kolonisasi kulit dengan ragi dari

genus Malassezia (Pityrosporum ovale). Jamur lipofilik malassezia

furfur ditemukan berlebihan, sebanyak 504.000/cm pada orang normal sedangkan

pada dermatitis seboroik ditemukan 665.000/cm. Penemuan ini banyak

mendukung pendapat adanya hubungan yang erat antara malassezia furfur dengan

dermatitis seboroik. Dengan ditemukannya jamur ini dalam jumlah banyak dalam

lesi maka pemberian preparat antijamur dapat memberikan hasil  pengobatan yang

memuaskan.(2, 5, 7)

Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea.

Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif

selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis

seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada

usia sebelum akil balik, kemudian insidens mencapai puncaknya pada umur 18-40

tahun, kadang-kadang pada umur tua. Lebih sering terjadi pada pria daripada

wanita oleh karena pengaruh dari hormon androgen.(1)

V. GEJALA KLINIS

4

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak

kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya

mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak

kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang

halus dan kasar. Kelainan tersebut pitiriasis sika (ketombe, dandruf). Bentuk yang

berminyak disebut pitiriasis steatoides (pityriasis oleosa) yang dapat disertai

eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai

kecenderungan rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.(1, 3, 8)

Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama

dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,

telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasannya sering

cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-

krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang

kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala

disebut cradle cap.(1, 2, 8)

Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata,

kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama

kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah

disertai skuama-skuama halus. Pada tepi bibir bisa kemerahan dan berbintik-bintik

(marginal blefaritis). Daerah konjungtiva pada saat bersamaan juga dapat terkena.

Lipatannya dapat berwarna kekuningan, dengan kerak, dengan batas yang tidak

jelas. Pruritus juga bias terlihat. Jika area glabela juga terkena, disana juga

mungkin terdapat kerak pada kerutan mata yang berwarna kemerahan. Pada

lipatan bibir mungkin terdapat perubahan warna berupa kerak yang kekuningan

5

atau kemerahan, kadang-kadang dengan lubang-lubang. Pada pria, radang folikel

rambut pada kumis juga bisa terjadi.(5, 6)

Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai

liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di

bawah mamae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah

anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papul-papul.

(1, 3)

Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalah artikan dengan radang

daun telinga yang disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit

terkelupas pada lubang telinga, disekitar meatus auditivus, dan depan daun

telinga. Pada daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan

lubang-lubang dan bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan

daerah sekitarnya.(2)

Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat

seperti kurap, psoariasis, atau jamuran. Garisnya terlihat seperti kulit terkelupas

pada keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan

mungkin juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering pada beberapa

kasus.(2)

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,

riwayat penyakit, gambaran klinis maupun hasil dari pemeriksaan penunjang.

6

Penegakkan diagnosis lainnya dapat dilakukan berdasarkan:

1. Karakteristik skuamanya khas. Kulit kepala di daerah frontal dan parietal

akan ditutupi dengan krusta yang berminyak, tebal dan sering dengan

fissura ( crusta lactea / milk crust, cradle cap ). Rambut tidak rontok dan

peradangan jarang. Dalam perjalanannya, kemerahan semakin meningkat

dan daerah dengan skuama akan membentuk bercak eritem yang jelas dan

diatasnya dilapisi skuama berminyak. Dapat terjadi perluasan hingga ke

frontal melampaui daerah yang berambut. Lipatan retroaurikular, daun

telinga dan leher juga sangat mungkin terkena. Otitis eksterna, dermatitis

intertriginosa maupun infeksi-infeksi oportunistik dari C. albicans, S.

aureus, dan bakteri-bakteri lainnya, sering muncul bersama-sama dengan

dermatitis seboroik.

Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada dermatitis

seboroik juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik atau psoriasis,

sehingga diagnosis sangat sulit untuk ditegakkan oleh karena baik

gambaran klinis maupun gambaran histologi dapat serupa. Oleh sebab itu,

perlu ketelitian untuk membedakan DS dengan penyakit lain sebagai

diferensial diagnosis. Psoriasis misalnya yang juga dapat ditemukan pada

kulit kepala, kadang disamakan dengan DS, yang membedakan ialah

adanya plak yang mengalami penebalan pada liken simpleks.

2. Pemeriksaan histopatologi: gambaran dermatitis kronis, spongiosis lebih

jelas. Pada epidermis dapat ditemukan parakeratosis fokal dengan abses

Munro. Pada dermis terdapat pelebaran ujung pembuluh darah di puncak

stratum papilaris disertai sebukan sel-sel neutrofil dan monosit.

7

3. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.

4. Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Psoriasis

Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama-skuama

yang berlapis-lapis, disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat

predileksinya juga berbeda. Jika psoriasis mengenai scalp dibedakan dengan

dermatitis seboroik Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih

seperti mika, kelainan kulit juga pada perbatasan wajah dan scalp dan tempat-

tempat lain sesuai dengan tempat predileksinya. Psoriasis inversa yang

mengenai daerah fleksor juga dapat menyerupai dermatitis seboroik.(1, 5)

2. Kandidosis intertrigenosa

Dermatitis seboroik pada lipatan paha dan perianal dapat menyerupai

kandidosis. Pada kandidosis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas

tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya.(1, 5)

8

3. Otomikosis

Dermatitis seboroik yang menyerang saluran telinga luar mirip otomikosis

dan otitis eksterna. Pada otomikosis akan terlihat elemen jamur pada

sediaan langsung. Otitis eksterna menyebabkan tanda-tanda radang, jika

akut terdapat pus.(1, 5)

4. Pitiriasis Rosea

Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,

dimulai dengan lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal

berupa herald patch, umumnya di badan, soliter, bentuk oval dan terdiri

9

atas eritema serta skuama halus dan tidak berminyak di pinggir. Lesi

berikutnya lebih khas yang dapat dibedakan dengan DS, yaitu lesi yang

menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat predileksinya juga berbeda,

lebih sering pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas,

jarang pada kulit kepala.

5. Tinea kapitis

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang

disebabkan oleh spesies dermatofit dan biasanya menyerang anak–anak.

Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik,

kemerahan, alopesia dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang

lebih berat, yaitu kerion. Bercak-bercak seboroik pada kulit kepala yang

berambut kadang-kadang membingungkan. Biasanya lesi DS pada kulit

kepala lebih merata dan mempunyai lesi kulit yang simetris distribusinya.

Pada tinea kapitis dan tinea kruris, eritema lebih menonjol di pinggir dan

pinggirannya lebih aktif dibandingkan di tengahnya. Pada pemeriksaan

didapatkan KOH positif dimana terlihat hifa yang bersekat, bercabang,

serta spora. Untuk menyingkirkan tinea kapitis dapat dilakukan

pemeriksaan kerokan kulit pada kultur jamur.

6. Liken Simpleks Kronikus

Liken simpleks kronikus adalah peradangan kulit kronis yang gatal,

sirkumskrip ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih

menonjol (likenfikasi). Tidak biasa terjadi pada anak tetapi pada usia ke

10

atas, berbeda dengan DS yang sering juga terjadi pada bayi dan anak-

anak. Timbul sebagai lesi tunggal pada daerah kulit kepala bagian

posterior atau sekitar telinga. Tempat predileksi di kulit kepala dan

tengkuk, sehingga kadang sukar dibedakan dengan DS. Yang

membedakannya ialah adanya likensifikasi pada penyakit ini.

7. Dermatitis Atopik

Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,

disertai gatal. Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering

dan difus, berbeda dengan DS yang skuamanya berminyak dan

kekuningan. Selain itu, pada dermatitis atopik dapat terjadi likenfikasi.

Ciri khas yang paling berguna sebagai pembeda dermatitis seboroik dari

dermatitis atopik adalah adanya lesi yang makin meningkat jumlahnya di

daerah dahi dan dagu pada tahap awal, dan di axilla pada tahap lebih

lanjut. Selain itu dermatitis seboroik biasanya hilang spontan dalam usia

6-12 bulan. Tes-tes dengan bahan-bahan allergen dan pemeriksaan kadar

IgE merupakan tanda khas dermatitis atopik.

VIII. PENATALAKSANAAN

Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar

disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi

11

hendaknya diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai

diet, dianjurkan miskin lemak.

Pada Bayi3

1. Kulit kepala

Pengobatan terdiri dari 3-5% asam salisilat dalam minyak zaitun atau air,

diaplikasikan emollientngan glukokortikosteroid dalam cream atau lotion selama

beberapa hari, sampo bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollient, cream,

dan pasta.

2. Area intertriginosa

Pengobatan meliputi lotion pengering, seperti 0,2-0,5 % clioquinol dalam

zinc lotion atau zinc oil. Pada kandidiasis lotion atau cream nistatin atau

amphotericin B dapat dicampur dengan pasta lembut.

Pada dewasa

1. kulit kepala

Dianjurkan sampo yang mengandung selenium sulfide, imidazoles, zinc

pyrithion, benzoyl peroxide, asam salisilat, tar atau deterjen. Keraknya dapat

diperbaiki dengan pemberian glucocorticosteroid pada malam hari, atau asam

salisilat dalam larutan air. Tinctura, larutan alkohol, tonik rambut, dan produk

sejenis biasanya memicu terjadinya inflamasi dan harus dihindari.3

2. Wajah dan badan

12

Pasien harus menghindari salep berminyak dan mengurangi penggunaan

sabun. Larutan alkohol, penggunaan lotion sebelum dan sesudah cukur tidak

dianjurkan. Glucocorticosteroid dosis rendah (hydrocortison) cepat membantu

pengobatan penyakit ini, penggunaan yang tidak terkontrol akan menyebabkan

dermatitis steroid, rebound phenomenon steroid, steroid rosacea dan dermatitis

perioral.3

Dermatitis seboroik adalah salah satu manifestasi klinis yang sering terjadi

pada pasien dengan AIDS. Sehingga merupakan salah satu lesi tanda dan harus

lebih hati-hati dalam menangani pasien dengan resiko tinggi.

3. Antifungal

Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan hasil yang

baik. Biasanya digunakan 2 % dalam sampo dan cream. Dalam pengujian yang

berbeda menunjukkan 75-95 % terdapat perbaikan. Dalam percobaan ini hanya

ketokonazol dan itakonazol yang dipelajari, imidazole yang lain seperti econazole,

clotrimazol, miconazol, oksikonazol, isokonazol, siklopiroxolamin mungkin juga

efektif. Imidazol seperti obat antifungal lainnya, memiliki spektrum yang luas,

anti inflamasi dan menghambat sintesis dari sel lemak.3

4. Metronidazole

Metronidazol topikal dapat berguna sebagai pengobatan alternatif untuk

dermatitis seboroik. Metronidazol telah berhasil digunakan pada pasien dengan

13

rosacea. Tidak ada studi yang formal, dan obat ini hanya terdaftar sebagai

pengobatan untuk rosacea. Rekomendasi ini berdasarkan pengalaman pribadi.3

A. Pengobatan sistemik

Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30

mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau

disertai infeksi sekunder diberi antibiotik.

Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya

mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi

sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg

per kg berat badan per hari, perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu

diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang

ternayta efektif untuk mengontrol penyakitnya.

Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-

01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8

minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.

Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan

ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.

B. Pengobatan topikal

Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 – 3 kali scalp dikeramasi

selama 5 – 15 menit, misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat

14

skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat

dipakai untuk D.S. ialah :

ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar

resorsin 1-3%

sulfur praesipitatum 4 – 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 -

6%

Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2½ %. Pada kasus dengan

inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat,

misalnya betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena

efek sampingnya.

Krim ketokonasol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung

terdapat banyak P. ovale.

o Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim.

IX. PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik. Biasanya, penyakit ini berlangsung selama

bertahun-tahun untuk beberapa dekade dengan periode peningkatan pada musim

panas dan periode eksaserbasi di musim dingin. Lesi menyebar luas dapat terjadi

sebagai akibat dari pengobatan topikal yang tidak benar atau paparan sinar

matahari. Varian ekstrim dari penyakit ini adalah eritroderma eksfoliatif

(seborrheic eritroderma). Sedangkan dermatitis seboroik pada bayi biasanya

berkepanjangan dari minggu ke bulan. Eksaserbasi dan jarang, dermatitis

generalisata exfoliating mungkin terjadi. Bayi dengan dermatitis seboroik

memiliki resiko lebih besar untuk terkena penyakit yang sama pada saat dewasa.(5)

15

BAB III

ILUSTRASI KASUS

16

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.E Pendidikan : SMA

Umur : 39 Tahun Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan Suku : Melayu

Pekerjaan : IRT No.RM :

Alamat : Sibuak Tanggal : 17/9/2015

Status Pernikahan : Sudah Menikah

ANAMNESIS

Keluhan Utama:

Kepala terasa gatal lebih kurang 6 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:

Kepala terasa gatal lebih kurang 6 bulan yang lalu, pada awalnya hanya sedikit di

kepala saja dan terasa gatal yang sangat hebat terutama bila timbul keringat. Rasa

gatal terasa berkurang bila digaruk dan biasanya mengeluarkan air dan sedikit

berminyak. 2 bulan yang lalu menyebar ke telinga kanan, kiri dan leher.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak pernah seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga mengalami hal yang sama.

Riwayat Pengobatan :

Sekitar 1 bulan yang lalu pasien berobat ke dokter dan di beri shampoo anti

ketombe, salep ketokonazol yang di oleskan setelah mandi dan obat ketokonazol

di minum 1 kali sehari tetapi tidak berkurang.

PEMERISAAN FISIK

STATUS GENERALISATA

Keadaan umum : Baik

17

Kesadaran : Composmentis cooperatif

Tanda-tanda vital :

TD : tidak diperiksa

Nadi : 88x/menit

Pernafasan : 22x/menit

Suhu : 36,40C

Keadaan gizi : baik

Pemeriksaan thorak : dalam batas normal

Pemeriksaan abdomen : dalam batas normal

STATUS DERMATOLOGI

Lokasi : capitis, auricula dextra dan sinistra, coli posterior

Distribusi : terlokalisir

Bentuk : tidak beraturan

Susunan : polisiklik

Batas : sirkumskrip

Ukuran :

Plakat di kapitis

Lentikular di aurikular dan coli posterior

Efloresensi :

Primer : papul eritema, pustul

Sekunder : skuama, krusta kekuningan dan erosi.

18

19

Kelainan Selaput/Mukosa : Tidak Ada Kelainan

Kelainan Mukosa : Tidak Ada Kelainan

Kelainan Mata : Tidak Ada Kelainan

Kelainan Kuku : Tidak Ada Kelainan

Kelainan Rambut : Tidak Ada Kelainan

Kelainan Kelenjar Getah Bening : Tidak Ada Kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan histopatologi

RESUME

Pasien wanita usia 39 tahun datang kepoliklinik Kulit dan Kelamin RSUD

Bangkinang dengan keluhan kepala terasa gatal lebih kurang 6 bulan yang lalu,

pada awalnya hanya sedikit di kepala saja dan terasa gatal yang sangat hebat

terutama bila timbul keringat. Rasa gatal terasa berkurang bila digaruk dan

biasanya mengeluarkan air dan sedikit berminyak. 2 bulan yang lalu menyebar ke

telinga kanan, kiri dan leher. Sekitar 1 bulan yang lalu pasien berobat ke dokter

dan di beri shampoo ketomec, salep ketokonazol yang di oleskan setelah mandi

dan obat ketokonazol di minum 1 kali sehari tetapi tidak berkurang.

Dari status dermatologi didapat, lokasi: capitis, auricula dextra dan

sinistra, distribusi: terlokalisir, bentuk: tidak beraturan, susunan: polisiklik, batas:

sirkumskrip, ukuran: plakat di kapitis, lentikular di aurikular dan coli posterior,

Efloresensi: primer papul eritema, pustul dan Sekunder skuama, krusta

kekuningan dan erosi.

DIAGNOSIS :

Dermatitis seboroik

DIAGNOSIS BANDING :

1. Psoriasis

2. Tinea kapitis

TERAPI :

20

a. Umum :

- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan (higiene)

- Istirahat yang cukup (menghindari stress emosional)

- Diet nutrisi yang cukup (menghindari makanan yang berlemak)

- Tidak menggaruk pada bagian lesi yang terinfeksi

b. Khusus :

- Sistemik

Prednison 3x10 mg per hari

- Topikal

Shampoo selenium sulfida seminggu 2-3 kali dikeramasi

selama 5-15 menit

Krim hidrokortison 2,5% di oles tipis 1-2 kali/hari

PROGNOSIS

Quo ad sanam : ad bonam

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad fungsionam : ad bonam

Quo ad kosmetikum : ad bonam

BAB V

21

KESIMPULAN

Dermatitis seboroik adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang

bisanya mudah ditemukan. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun

dewasa. Secara garis besar, gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang

dewasa. Pada bayi ada tiga bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan

tengkuk) dan generalisata (penyakit Leiner). Sedangkan pada orang dewasa

berdasarkan daerah lesinya DS terjadi pada kulit kepala, wajah, daerah fleksura,

badan dan generalisata.

Diagnosis sulit ditegakkan karena banyaknya penyakit lain yang

gambaran klinis dan histopatologisnya serupa. Secara umum terapi bertujuan

untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan sampo, menghambat

pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi

sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid topikal. Pasien harus

diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh, harus

dihindari faktor pencetus, seperti stress emosional, makanan berlemak, dan

sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

22

1. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah

S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima ed. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2008. p. 200-3.

2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews' Diseases of the skin Clinical

Dermatology. Tenth ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006.

3. Roesyanto ID, Mahadi. Ekzema dan Dermatitis. In: Harahap M, editor.

Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. p. 14-6.

4. Sjamsoe ES, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit Yang Umum Di

Indonesia Sebuah panduan bergambar. Jakarta: Medical Multimedia

Indonesia.

5. Plewig G, Jansen T. Seborrheic Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA,

Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's

Dermatology in General Medicine

Seventh ed. United States of America Mc Grow Hill 2008. p. 219-25.

6. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's textbook of

dermatology. eigth ed. UK: Blackwell Publishing; 2010.

7. Berk T, Scheinfeld N. Seborrheic Dermatitis. NCBI. 2010.

8. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL,

et al. Harrison's Principles of Internal Medicine. Mc Graw Hill Medical;

2008.

23