BAB I
-
Upload
rahmi-fikriah -
Category
Documents
-
view
10 -
download
4
description
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah dermatitis seboroik adalah dipakai untuk segolongan kelainan kulit
yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat
seboroik. Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit kronis, dan sering kambuh.
Dermatitis seboroik termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa dimana
merupakan penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya eritema dan
skuama. Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga
termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebabnya belum
diketahui pasti, beberapa teori menerangkan tentang etiopatogenesis. 1,2
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan dan
agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Faktor predisposisinya ialah
kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya
diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Prevalensi dermatitis seboroik
lebih tinggi pada Odha, gangguan neurologis dan penyakit kronis lainnya juga
terkait dengan timbulnya dermatitis seboroik. 1, 2
Dermatitis seboroik disebut juga eczema flannellaire , hal ini berasal dari
ide bahwa terdapat retensi pada permukaan kulit oleh sumbatan dengan katun
(flanel), wol, atau pakaian dalam sintetik. 3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Dermatitis seboroik merupakan penyakit papuloskuamosa yang kronik.
Kelainan ini dapat mengenai bayi dan dewasa, dan berhubungan dengan
peningkatan produksi sebum pada skalp dan area yang memiliki banyak kelenjar
sebasea di wajah dan badan. Penyebabnya multifaktorial. Tempat predileksi
biasanya dimulai pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher
dan badan. Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan
kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-
tempat seboroik. Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan
produksi sebum dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya
akan folikel sebasea. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah
dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema),
membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak.
Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada
orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi
biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya
dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan cradle cap pada bayi.(1-4)
2
II. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada bayi
dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat sampai
dekade ketujuh kehidupan. Tidak ada data tersedia pada insiden yang tepat dari
dermatitis seboroik pada bayi, tetapi gangguan tersebut biasa terjadi. Penyakit
pada orang dewasa diyakini lebih sering terjadi daripada psoriasis. Prevalensi
dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3% pada populasi umum di Amerika Serikat,
dan 3-5% pada orang dewasa muda, tetapi insidensi pada penderita HIV dan
AIDS dapat mencapai 85%. Pria lebih sering terkena daripada wanita pada semua
kelompok umur.(2, 5, 6)
III. ETIOLOGI
Penyebab dermatitis seboroik belum diketahui pasti. Dermatitis seboroik
dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel
sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Flora normal Pityrosporum
ovale kemungkinan merupakan penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan
untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga
merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang
berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk
metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri
melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan
lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit.(1,2,7)
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit antara lain : umur (orang
dewasa), jenis kelamin lebih sering pada laki-laki, makanan (konsumsi lemak dan
minum alkohol), obat-obatan, iklim (musim dingin), kondisi fisik dan psikis
3
(status imun, stres emosional), dan lingkungan yang menyebabkan kulit menjadi
lembab.(5)
IV. PATOGENESIS
Patogenesis dermatitis seboroik tidak sepenuhnya dipahami, tetapi
tampaknya ada hubungan yang kuat dengan kolonisasi kulit dengan ragi dari
genus Malassezia (Pityrosporum ovale). Jamur lipofilik malassezia
furfur ditemukan berlebihan, sebanyak 504.000/cm pada orang normal sedangkan
pada dermatitis seboroik ditemukan 665.000/cm. Penemuan ini banyak
mendukung pendapat adanya hubungan yang erat antara malassezia furfur dengan
dermatitis seboroik. Dengan ditemukannya jamur ini dalam jumlah banyak dalam
lesi maka pemberian preparat antijamur dapat memberikan hasil pengobatan yang
memuaskan.(2, 5, 7)
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea.
Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif
selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis
seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada
usia sebelum akil balik, kemudian insidens mencapai puncaknya pada umur 18-40
tahun, kadang-kadang pada umur tua. Lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita oleh karena pengaruh dari hormon androgen.(1)
V. GEJALA KLINIS
4
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak
kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang
halus dan kasar. Kelainan tersebut pitiriasis sika (ketombe, dandruf). Bentuk yang
berminyak disebut pitiriasis steatoides (pityriasis oleosa) yang dapat disertai
eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai
kecenderungan rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.(1, 3, 8)
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama
dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,
telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasannya sering
cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-
krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang
kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala
disebut cradle cap.(1, 2, 8)
Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata,
kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama
kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah
disertai skuama-skuama halus. Pada tepi bibir bisa kemerahan dan berbintik-bintik
(marginal blefaritis). Daerah konjungtiva pada saat bersamaan juga dapat terkena.
Lipatannya dapat berwarna kekuningan, dengan kerak, dengan batas yang tidak
jelas. Pruritus juga bias terlihat. Jika area glabela juga terkena, disana juga
mungkin terdapat kerak pada kerutan mata yang berwarna kemerahan. Pada
lipatan bibir mungkin terdapat perubahan warna berupa kerak yang kekuningan
5
atau kemerahan, kadang-kadang dengan lubang-lubang. Pada pria, radang folikel
rambut pada kumis juga bisa terjadi.(5, 6)
Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai
liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di
bawah mamae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah
anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papul-papul.
(1, 3)
Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalah artikan dengan radang
daun telinga yang disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit
terkelupas pada lubang telinga, disekitar meatus auditivus, dan depan daun
telinga. Pada daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan
lubang-lubang dan bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan
daerah sekitarnya.(2)
Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat
seperti kurap, psoariasis, atau jamuran. Garisnya terlihat seperti kulit terkelupas
pada keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan
mungkin juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering pada beberapa
kasus.(2)
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
riwayat penyakit, gambaran klinis maupun hasil dari pemeriksaan penunjang.
6
Penegakkan diagnosis lainnya dapat dilakukan berdasarkan:
1. Karakteristik skuamanya khas. Kulit kepala di daerah frontal dan parietal
akan ditutupi dengan krusta yang berminyak, tebal dan sering dengan
fissura ( crusta lactea / milk crust, cradle cap ). Rambut tidak rontok dan
peradangan jarang. Dalam perjalanannya, kemerahan semakin meningkat
dan daerah dengan skuama akan membentuk bercak eritem yang jelas dan
diatasnya dilapisi skuama berminyak. Dapat terjadi perluasan hingga ke
frontal melampaui daerah yang berambut. Lipatan retroaurikular, daun
telinga dan leher juga sangat mungkin terkena. Otitis eksterna, dermatitis
intertriginosa maupun infeksi-infeksi oportunistik dari C. albicans, S.
aureus, dan bakteri-bakteri lainnya, sering muncul bersama-sama dengan
dermatitis seboroik.
Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada dermatitis
seboroik juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik atau psoriasis,
sehingga diagnosis sangat sulit untuk ditegakkan oleh karena baik
gambaran klinis maupun gambaran histologi dapat serupa. Oleh sebab itu,
perlu ketelitian untuk membedakan DS dengan penyakit lain sebagai
diferensial diagnosis. Psoriasis misalnya yang juga dapat ditemukan pada
kulit kepala, kadang disamakan dengan DS, yang membedakan ialah
adanya plak yang mengalami penebalan pada liken simpleks.
2. Pemeriksaan histopatologi: gambaran dermatitis kronis, spongiosis lebih
jelas. Pada epidermis dapat ditemukan parakeratosis fokal dengan abses
Munro. Pada dermis terdapat pelebaran ujung pembuluh darah di puncak
stratum papilaris disertai sebukan sel-sel neutrofil dan monosit.
7
3. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.
4. Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Psoriasis
Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama-skuama
yang berlapis-lapis, disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat
predileksinya juga berbeda. Jika psoriasis mengenai scalp dibedakan dengan
dermatitis seboroik Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih
seperti mika, kelainan kulit juga pada perbatasan wajah dan scalp dan tempat-
tempat lain sesuai dengan tempat predileksinya. Psoriasis inversa yang
mengenai daerah fleksor juga dapat menyerupai dermatitis seboroik.(1, 5)
2. Kandidosis intertrigenosa
Dermatitis seboroik pada lipatan paha dan perianal dapat menyerupai
kandidosis. Pada kandidosis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas
tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya.(1, 5)
8
3. Otomikosis
Dermatitis seboroik yang menyerang saluran telinga luar mirip otomikosis
dan otitis eksterna. Pada otomikosis akan terlihat elemen jamur pada
sediaan langsung. Otitis eksterna menyebabkan tanda-tanda radang, jika
akut terdapat pus.(1, 5)
4. Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,
dimulai dengan lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal
berupa herald patch, umumnya di badan, soliter, bentuk oval dan terdiri
9
atas eritema serta skuama halus dan tidak berminyak di pinggir. Lesi
berikutnya lebih khas yang dapat dibedakan dengan DS, yaitu lesi yang
menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat predileksinya juga berbeda,
lebih sering pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas,
jarang pada kulit kepala.
5. Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh spesies dermatofit dan biasanya menyerang anak–anak.
Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik,
kemerahan, alopesia dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang
lebih berat, yaitu kerion. Bercak-bercak seboroik pada kulit kepala yang
berambut kadang-kadang membingungkan. Biasanya lesi DS pada kulit
kepala lebih merata dan mempunyai lesi kulit yang simetris distribusinya.
Pada tinea kapitis dan tinea kruris, eritema lebih menonjol di pinggir dan
pinggirannya lebih aktif dibandingkan di tengahnya. Pada pemeriksaan
didapatkan KOH positif dimana terlihat hifa yang bersekat, bercabang,
serta spora. Untuk menyingkirkan tinea kapitis dapat dilakukan
pemeriksaan kerokan kulit pada kultur jamur.
6. Liken Simpleks Kronikus
Liken simpleks kronikus adalah peradangan kulit kronis yang gatal,
sirkumskrip ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih
menonjol (likenfikasi). Tidak biasa terjadi pada anak tetapi pada usia ke
10
atas, berbeda dengan DS yang sering juga terjadi pada bayi dan anak-
anak. Timbul sebagai lesi tunggal pada daerah kulit kepala bagian
posterior atau sekitar telinga. Tempat predileksi di kulit kepala dan
tengkuk, sehingga kadang sukar dibedakan dengan DS. Yang
membedakannya ialah adanya likensifikasi pada penyakit ini.
7. Dermatitis Atopik
Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal. Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering
dan difus, berbeda dengan DS yang skuamanya berminyak dan
kekuningan. Selain itu, pada dermatitis atopik dapat terjadi likenfikasi.
Ciri khas yang paling berguna sebagai pembeda dermatitis seboroik dari
dermatitis atopik adalah adanya lesi yang makin meningkat jumlahnya di
daerah dahi dan dagu pada tahap awal, dan di axilla pada tahap lebih
lanjut. Selain itu dermatitis seboroik biasanya hilang spontan dalam usia
6-12 bulan. Tes-tes dengan bahan-bahan allergen dan pemeriksaan kadar
IgE merupakan tanda khas dermatitis atopik.
VIII. PENATALAKSANAAN
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar
disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi
11
hendaknya diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai
diet, dianjurkan miskin lemak.
Pada Bayi3
1. Kulit kepala
Pengobatan terdiri dari 3-5% asam salisilat dalam minyak zaitun atau air,
diaplikasikan emollientngan glukokortikosteroid dalam cream atau lotion selama
beberapa hari, sampo bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollient, cream,
dan pasta.
2. Area intertriginosa
Pengobatan meliputi lotion pengering, seperti 0,2-0,5 % clioquinol dalam
zinc lotion atau zinc oil. Pada kandidiasis lotion atau cream nistatin atau
amphotericin B dapat dicampur dengan pasta lembut.
Pada dewasa
1. kulit kepala
Dianjurkan sampo yang mengandung selenium sulfide, imidazoles, zinc
pyrithion, benzoyl peroxide, asam salisilat, tar atau deterjen. Keraknya dapat
diperbaiki dengan pemberian glucocorticosteroid pada malam hari, atau asam
salisilat dalam larutan air. Tinctura, larutan alkohol, tonik rambut, dan produk
sejenis biasanya memicu terjadinya inflamasi dan harus dihindari.3
2. Wajah dan badan
12
Pasien harus menghindari salep berminyak dan mengurangi penggunaan
sabun. Larutan alkohol, penggunaan lotion sebelum dan sesudah cukur tidak
dianjurkan. Glucocorticosteroid dosis rendah (hydrocortison) cepat membantu
pengobatan penyakit ini, penggunaan yang tidak terkontrol akan menyebabkan
dermatitis steroid, rebound phenomenon steroid, steroid rosacea dan dermatitis
perioral.3
Dermatitis seboroik adalah salah satu manifestasi klinis yang sering terjadi
pada pasien dengan AIDS. Sehingga merupakan salah satu lesi tanda dan harus
lebih hati-hati dalam menangani pasien dengan resiko tinggi.
3. Antifungal
Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan hasil yang
baik. Biasanya digunakan 2 % dalam sampo dan cream. Dalam pengujian yang
berbeda menunjukkan 75-95 % terdapat perbaikan. Dalam percobaan ini hanya
ketokonazol dan itakonazol yang dipelajari, imidazole yang lain seperti econazole,
clotrimazol, miconazol, oksikonazol, isokonazol, siklopiroxolamin mungkin juga
efektif. Imidazol seperti obat antifungal lainnya, memiliki spektrum yang luas,
anti inflamasi dan menghambat sintesis dari sel lemak.3
4. Metronidazole
Metronidazol topikal dapat berguna sebagai pengobatan alternatif untuk
dermatitis seboroik. Metronidazol telah berhasil digunakan pada pasien dengan
13
rosacea. Tidak ada studi yang formal, dan obat ini hanya terdaftar sebagai
pengobatan untuk rosacea. Rekomendasi ini berdasarkan pengalaman pribadi.3
A. Pengobatan sistemik
Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30
mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau
disertai infeksi sekunder diberi antibiotik.
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi
sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg
per kg berat badan per hari, perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu
diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang
ternayta efektif untuk mengontrol penyakitnya.
Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-
01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8
minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.
Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.
B. Pengobatan topikal
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 – 3 kali scalp dikeramasi
selama 5 – 15 menit, misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat
14
skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat
dipakai untuk D.S. ialah :
ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar
resorsin 1-3%
sulfur praesipitatum 4 – 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 -
6%
Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2½ %. Pada kasus dengan
inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat,
misalnya betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena
efek sampingnya.
Krim ketokonasol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung
terdapat banyak P. ovale.
o Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim.
IX. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik. Biasanya, penyakit ini berlangsung selama
bertahun-tahun untuk beberapa dekade dengan periode peningkatan pada musim
panas dan periode eksaserbasi di musim dingin. Lesi menyebar luas dapat terjadi
sebagai akibat dari pengobatan topikal yang tidak benar atau paparan sinar
matahari. Varian ekstrim dari penyakit ini adalah eritroderma eksfoliatif
(seborrheic eritroderma). Sedangkan dermatitis seboroik pada bayi biasanya
berkepanjangan dari minggu ke bulan. Eksaserbasi dan jarang, dermatitis
generalisata exfoliating mungkin terjadi. Bayi dengan dermatitis seboroik
memiliki resiko lebih besar untuk terkena penyakit yang sama pada saat dewasa.(5)
15
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.E Pendidikan : SMA
Umur : 39 Tahun Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan Suku : Melayu
Pekerjaan : IRT No.RM :
Alamat : Sibuak Tanggal : 17/9/2015
Status Pernikahan : Sudah Menikah
ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Kepala terasa gatal lebih kurang 6 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Kepala terasa gatal lebih kurang 6 bulan yang lalu, pada awalnya hanya sedikit di
kepala saja dan terasa gatal yang sangat hebat terutama bila timbul keringat. Rasa
gatal terasa berkurang bila digaruk dan biasanya mengeluarkan air dan sedikit
berminyak. 2 bulan yang lalu menyebar ke telinga kanan, kiri dan leher.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak pernah seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga mengalami hal yang sama.
Riwayat Pengobatan :
Sekitar 1 bulan yang lalu pasien berobat ke dokter dan di beri shampoo anti
ketombe, salep ketokonazol yang di oleskan setelah mandi dan obat ketokonazol
di minum 1 kali sehari tetapi tidak berkurang.
PEMERISAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Baik
17
Kesadaran : Composmentis cooperatif
Tanda-tanda vital :
TD : tidak diperiksa
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36,40C
Keadaan gizi : baik
Pemeriksaan thorak : dalam batas normal
Pemeriksaan abdomen : dalam batas normal
STATUS DERMATOLOGI
Lokasi : capitis, auricula dextra dan sinistra, coli posterior
Distribusi : terlokalisir
Bentuk : tidak beraturan
Susunan : polisiklik
Batas : sirkumskrip
Ukuran :
Plakat di kapitis
Lentikular di aurikular dan coli posterior
Efloresensi :
Primer : papul eritema, pustul
Sekunder : skuama, krusta kekuningan dan erosi.
18
Kelainan Selaput/Mukosa : Tidak Ada Kelainan
Kelainan Mukosa : Tidak Ada Kelainan
Kelainan Mata : Tidak Ada Kelainan
Kelainan Kuku : Tidak Ada Kelainan
Kelainan Rambut : Tidak Ada Kelainan
Kelainan Kelenjar Getah Bening : Tidak Ada Kelainan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan histopatologi
RESUME
Pasien wanita usia 39 tahun datang kepoliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
Bangkinang dengan keluhan kepala terasa gatal lebih kurang 6 bulan yang lalu,
pada awalnya hanya sedikit di kepala saja dan terasa gatal yang sangat hebat
terutama bila timbul keringat. Rasa gatal terasa berkurang bila digaruk dan
biasanya mengeluarkan air dan sedikit berminyak. 2 bulan yang lalu menyebar ke
telinga kanan, kiri dan leher. Sekitar 1 bulan yang lalu pasien berobat ke dokter
dan di beri shampoo ketomec, salep ketokonazol yang di oleskan setelah mandi
dan obat ketokonazol di minum 1 kali sehari tetapi tidak berkurang.
Dari status dermatologi didapat, lokasi: capitis, auricula dextra dan
sinistra, distribusi: terlokalisir, bentuk: tidak beraturan, susunan: polisiklik, batas:
sirkumskrip, ukuran: plakat di kapitis, lentikular di aurikular dan coli posterior,
Efloresensi: primer papul eritema, pustul dan Sekunder skuama, krusta
kekuningan dan erosi.
DIAGNOSIS :
Dermatitis seboroik
DIAGNOSIS BANDING :
1. Psoriasis
2. Tinea kapitis
TERAPI :
20
a. Umum :
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan (higiene)
- Istirahat yang cukup (menghindari stress emosional)
- Diet nutrisi yang cukup (menghindari makanan yang berlemak)
- Tidak menggaruk pada bagian lesi yang terinfeksi
b. Khusus :
- Sistemik
Prednison 3x10 mg per hari
- Topikal
Shampoo selenium sulfida seminggu 2-3 kali dikeramasi
selama 5-15 menit
Krim hidrokortison 2,5% di oles tipis 1-2 kali/hari
PROGNOSIS
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad kosmetikum : ad bonam
BAB V
21
KESIMPULAN
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang
bisanya mudah ditemukan. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun
dewasa. Secara garis besar, gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang
dewasa. Pada bayi ada tiga bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan
tengkuk) dan generalisata (penyakit Leiner). Sedangkan pada orang dewasa
berdasarkan daerah lesinya DS terjadi pada kulit kepala, wajah, daerah fleksura,
badan dan generalisata.
Diagnosis sulit ditegakkan karena banyaknya penyakit lain yang
gambaran klinis dan histopatologisnya serupa. Secara umum terapi bertujuan
untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan sampo, menghambat
pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi
sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid topikal. Pasien harus
diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh, harus
dihindari faktor pencetus, seperti stress emosional, makanan berlemak, dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah
S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2008. p. 200-3.
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews' Diseases of the skin Clinical
Dermatology. Tenth ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006.
3. Roesyanto ID, Mahadi. Ekzema dan Dermatitis. In: Harahap M, editor.
Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. p. 14-6.
4. Sjamsoe ES, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit Yang Umum Di
Indonesia Sebuah panduan bergambar. Jakarta: Medical Multimedia
Indonesia.
5. Plewig G, Jansen T. Seborrheic Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine
Seventh ed. United States of America Mc Grow Hill 2008. p. 219-25.
6. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's textbook of
dermatology. eigth ed. UK: Blackwell Publishing; 2010.
7. Berk T, Scheinfeld N. Seborrheic Dermatitis. NCBI. 2010.
8. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL,
et al. Harrison's Principles of Internal Medicine. Mc Graw Hill Medical;
2008.
23