BAB I

11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah awal keterlibatan manusia untuk membentuk tubuh sudah dikenal sejak zaman kuno di Yunani sekitar abad ke-5 SM. Ini teridentifikasi dari kesenian dan budaya yang ada pada zaman tersebut. Patung-patung yang ada di Yunani banyak yang berbentuk pria dengan bentuk fisik yang ideal dan simetris. Selain itu, pada zaman tersebut terdapat olimpiade kuno yang mempertandingkan tinju, atletik dan gulat. Para atlet berlaga tanpa busana dengan sebelumnya mambaluri tubuh menggunakan minyak dan bedak halus. Acara ini menjadi hiburan, tontonan, sumber kekaguman, serta kebanggaan bagi masyarakat negara-kota Yunani kuno sehingga ini menjadi bukti bahwa pemuliaan terhadap bentuk fisik sudah ada sejak lama dan saat ini dikenal dengan istilah binaraga (Wikipedia, 2014). 1

description

qwe

Transcript of BAB I

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSejarah awal keterlibatan manusia untuk membentuk tubuh sudah dikenal sejak zaman kuno di Yunani sekitar abad ke-5 SM. Ini teridentifikasi dari kesenian dan budaya yang ada pada zaman tersebut. Patung-patung yang ada di Yunani banyak yang berbentuk pria dengan bentuk fisik yang ideal dan simetris. Selain itu, pada zaman tersebut terdapat olimpiade kuno yang mempertandingkan tinju, atletik dan gulat. Para atlet berlaga tanpa busana dengan sebelumnya mambaluri tubuh menggunakan minyak dan bedak halus. Acara ini menjadi hiburan, tontonan, sumber kekaguman, serta kebanggaan bagi masyarakat negara-kota Yunani kuno sehingga ini menjadi bukti bahwa pemuliaan terhadap bentuk fisik sudah ada sejak lama dan saat ini dikenal dengan istilah binaraga (Wikipedia, 2014). Binaraga modern dipopulerkan oleh Eugene Sandow pada akhir abad ke- 19. Dia adalah binargawan pertama yang ada di dunia dan merupakan bapak binaraga dunia. Tahun 1880 sampai 1953 merupakan tahun awal perkembangan kegiatan pembentukan tubuh di dunia barat dan Eugene Sandow menggelar kontes binaraga pertama di London pada tahun 1901 (Wikipedia, 2014). Saat ini aktivitas angkat beban dan binaraga sangat populer dan sudah menjadi kebiasaan serta kebutuhan masyarakat di dunia khusus nya di Indonesia. Lembaga International Health, Racquet & Sportsclub Association (IHRSA) menyebutkan jika di tahun 2005 penetrasi industri ini di Indonesia hanya sebesar 0,5%, angka ini tumbuh menjadi 0,6% di tahun 2007, dan menjadi 4,7% di tahun 2008. Sedangkan penetrasi di sepuluh kota besar, telah tumbuh dari 1,3% pada tahun 2005 menjadi 4,7% di tahun 2008. Angka ini memperlihatkan besarnya animo masyarakat terhadap kehadiran industri kebugaran di tanah air.Pusat kebugaran merupakan tempat yang menyimpan alat latihan fisik untuk keperluan suatu latihan fisik. Secara umum, ada dua bagian ruangan di pusat kebugaran yakni ruang kardio dan ruang latihan utama. Ruang kardio berisi alat-alat untuk meningkatkan kapasitas aerobik seperti treadmill dan sepeda statis. Sedangkan, ruang latihan utama berisi alat-alat latihan berbeban seperti dumbell, barbell, dan gym machine. Disebuah pusat kebugaran, seseorang melakukan serangkaian gerakan menggunakan beban pada alat yang melibatkan kekuatan, ketahanan otot, dan kemampuan kardiovaskuler untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Ada banyak motif atau alasan seseorang yang pergi ke pusat kebugaran, seperti pemeliharaan kebugaran, pengurangan massa tubuh atau lemak, peningkatan massa tubuh atau otot, pembentukan tubuh dan latihan fisik suatu cabang olahraga. Bagi orang umum, sebagian besar keinginannya adalah ingin memperoleh tubuh yang ideal dan proporsional untuk menunjang aktivitasnya dan meningkatkan status sosialnya di masyarakat.Persatuan Angkat Besi, Berat, dan Binaraga Seluruh Indonesia (PABBSI) merupakan organisasi olahraga yang menaungi atlet dicabang Angkat Besi, Angkat Berat, dan Binaraga. Angkat besi dan angkat berat adalah cabang olahraga yang bersaing untuk mengangkat beban berat yang disebut dengan barbel. Sedangkan binaraga adalah kegiatan pembentukan tubuh yang melibatkan hipertropi otot intensif dengan melakukan latihan beban dan diet protein tinggi secara rutin dan intensif. Latihan angkat besi, angkat berat, dan binaraga yang dilakukan diantaranya dengan kombinasi antara kekuatan, fleksibilitas, konsentrasi, disiplin, teknik, mental, kekuatan fisik dan kebugaran yang prima. PABBSI DIY merupakan salah satu cabang dari PABBSI yang berada ditingkat daerah. Pola latihan yang dijalankan atlet yaitu melakukan latihan dengan intensitas tinggi untuk mencapai tujuan latihan yaitu meningkatkan kekuatan dan massa otot. Saat mendekati kompetisi, atlet dapat melakukan 2 kali sesi latihan dalam satu hari. Pagi hari melakukan latihan cardio yang dilanjutkan dengan program weight training berintensitas 80-95 % untuk menambah kekuatan otot, lalu sore harinya melakukan program latihan body building untuk menyempurnakan teknik dan menambah massa otot. Selain itu tidak jarang pula atlet yang memerlukan rangsangan hormon yaitu mengonsumsi anabolik steroid yang bertujuan untuk untuk meningkatkan kekuatan dan membentuk massa otot. Olahraga ini juga membutuhkan somatotype yang tepat untuk menunjang peforma. Somatotipe atau bentuk tubuh adalah keadaan tubuh dari seseorang yang pada awalnya sangat menentukan atau cocok karena sangat memungkinkan untuk melakukan aktivitas terhadap suatu cabang olahraga (Hadisasmita dan Syaifudin, 1996: 70). Baley (1986:11) membagi tipe bentuk tubuh atlet menjadi 3 yaitu : 1) tipe mesomorphy, tipe ini ditandai dengan bahu lebar, pinggang cenderung kecil, bentuk kepala persegi serta perkembangan otot yang lebih besar, 2) tipe ectomorphy, tipe ini ditandai dengan permukaan kulit yang cenderung lebih luas dibanding dengan volume total tubuhnya dan badan kurus, 3). tipe endmorphy, tipe ini ditandai dengan tubuh yang volume batang tubuhnya cenderung lebih besar, bentuk bulat dan gemuk. Dalam pembinaan olahraga, Somatotype atau bentuk tubuh perlu mendapatkan perhatian khusus. Struktur dan postur tubuh dalam pembinaan olahraga yang dimaksud oleh M. Anwar Pasau yang dikutip Sajoto (1995: 3) meliputi 1) ukuran tinggi badan dan panjang tubuh 2) ukuran besar dan lebar tubuh 3) bentuk tubuh. Dalam olahraga angkat besi, berat, dan binaraga, somatotipe mutlak diperlukan dan perlu diketahui karena olahraga ini memerlukan struktur tubuh yang sesuai dan ideal agar teknik yang dilatih dapat dibentuk secara maksimal dan prestasi yang diraih juga memuaskan.Membangun tubuh yang ideal dan proporsional tidaklah mudah. Ada banyak hal yang perlu dilakukan agar tujuan itu tercapai, seperti meningkatkan intensitas latihan, mengangkat beban yang berat, meningkatkan frekuensi latihan, mengkonsumsi suplemen seperti whey protein, gain mass, amino, atau creatine, dan mengatur diet. Diet yang diatur secara ketat bisa menjadi penyebab gangguan kelainan perilaku makan yang mengarah pada terjadinya eating disorder. Menurut National Institute of Mental Health, eating disorder adalah gangguan mental yang menyebabkan terganggunya diet harian, seperti makan terlalu sedikit atau terlalu banyak. Eating disorder meliputi Anorexia Nervosa, Bulimia Nervosa, dan Binge Eating. Akibat dari gangguan ini adalah tidak terkontrolnya berat badan, gangguan fungsi tubuh, dan gangguan pada hubungan sosial. Seorang atlet perlu mengetahui apakah atlet memiliki kelainan perilaku makan yang mengarah pada eating disorder sehingga bisa menghindari akibat buruk yang ditimbulkannya. Mengingat akibat buruk yang terjadi pada kasus eating disorder, merupakan sebuah kontra indikasi dalam hakekatnya ketika seseorang melakukan olahraga dan diet. Hal ini bertentangan dengan tujuan olahraga dan diet yang diantaranya menjadikan tubuh sehat dan bugar, akan tetapi justru menimbulkan masalah. Hal ini menjadi tanggung jawab bagi atlet, orang tua, dokter, pelatih, dan pengelola untuk mengetahui, meminimalkan, mencegah, mengobati, dan menangani resiko terjadinya kelainan perilaku makan dan eating disorder. Dalam hal ini, perlu juga diketahui hubungan antara somatotipe dengan tingkat kelainan perilaku makan pada atlet angkat berat, angkat besi. dan binaraga. Ini ditujukan untuk mengetahui penyebab-penyebab, faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga prestasi yang dicapai maksimal dan atlet terhindar dari masalah kelainan perilaku makan yang akan merugikan masa depan karir, hubungan sosial, dan kesehatannya.B. Identifikasi MasalahDari latar belakang masalah yang diuraikan diatas dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:1. Atlet PABBSI DIY melakukan latihan dengan intensitas yang tinggi dan diet yang sangat ketat.2. Belum diketahui tingkat eating disorder yang dialami oleh member Atlet PABSI DIY.3. Belum diketahui tingkat kelainan perilaku makan yang dialami oleh member Atlet PABSI DIY.4. Belum diketahui profil somatotipe Atlet PABBSI.5. Belum diketahui hubungan somatotipe dengan tingkat kelainan perilaku makan yang dialami oleh atlet PABBSI DIY.C. Batasan MasalahPermasalahan yang terkait dengan kasus kelainan perilaku makan dan somatotipe pada Atlet PABBSI DIY sangatlah kompleks. Oleh sebab itu, agar pembahasan menjadi lebih jelas maka penulis membatasi masalah ini pada hubungan somatotipe dan tingkat kelainan perilaku makan yang dialami oleh atlet PABBSI DIY.D. Rumusan MasalahAtas dasar pembatasan masalah seperti tersebut di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana hubungan somatotipe dan tingkat kelainan perilaku makan yang dialami oleh atlet PABBSI DIY?E. Tujuan PenelitianPenelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan somatotipe dan tingkat kelainan perilaku makan yang dialami oleh atlet PABBSI DIY.

F. Manfaat PenelitianAdapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian diatas adalah sebagai berikut:1. Secara Teoritisa. Menjadi bahan referensi bagi mahasiswa dan dosen dalam meneliti hubungan somatotipe dan tingkat kelainan perilaku makan yang dialami oleh atlet PABBSI DIY ke depan.b. Menjadi acuan atau pedoman dalam pembuatan program yang sifatnya meminimalisir, mencegah, mengobati, dan menangani resiko terjadinya eating disorder.2. Secara Praktis:a. Bagi mahasiswa dan dosen, penelitian ini memberikan gambaran tentang hubungan somatotipe dan tingkat kelainan perilaku makan pada Atlet PABBSI DIY.b. Bagi atlet, penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai profil somatotipe atlet PABBSI DIY.c. Bagi manajemen PABBSI, penelitian ini memberikan gambaran betapa pentingnya seorang dokter dalam mengatur dan mengarahkan kondisi psikologis member agar tidak mengalami kelainan perilaku makan yang mengarah ke eating disorder.6