BAB I - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/29683/2/jiptummpp-gdl-s1-2011-jimmybangu-22063... · 1...

42
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT. Gudang Garam, Tbk adalah perusahaan rokok yang berpusat di Kota Kediri, provinsi Jawa Timur. Dalam kurun 50 tahun, perusahaan berkembang sangat pesat. Berawal dari perusahaan keluarga dan kini menjadi perusahaan rokok terbesar di Indonesia (PT. Gudang Garam, Tbk. Tt:28). Dalam mengelola bisnisnya, PT. Gudang Garam, Tbk berpegang teguh pada filosofi Catur Dharma, yaitu: (a) Kehidupan yang bermakna dan berfaedah bagi masyarakat luas merupakan suatu kebahagiaan; (b) Kerja keras, ulet, jujur, sehat dan beriman adalah prasyarat kesuksesan; (c) Kesuksesan tidak dapat terlepas dari peranan dan kerja sama dengan orang lain; dan (d) Karyawan adalah mitra usaha yang utama. Melalui filosofi Catur Dharma tersebut, PT. Gudang Garam, Tbk menyadari perlunya dukungan dari masyarakat sekitar. Untuk itu PT. Gudang Garam, Tbk melalui humasnya mendesain program program kegiatan sosial (CSR Corporate Social Responsibility), dengan maksud menciptakan keharmonisan dan sinergi dengan kegiatan sosial pemerintah daerah setempat dan masyarakat sekitar perusahaan. Dari survei terbatas terhadap masyarakat sekitar dan informasi dari seorang karyawan bagian humas diperoleh masukan tentamg programprogram sosial perusahaan yang telah dilaksanakan, antara lain: (a) Bidang keagamaan: mendukung berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh paguyuban keagamaan

Transcript of BAB I - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/29683/2/jiptummpp-gdl-s1-2011-jimmybangu-22063... · 1...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

PT. Gudang Garam, Tbk adalah perusahaan rokok yang berpusat di Kota

Kediri, provinsi Jawa Timur. Dalam kurun 50 tahun, perusahaan berkembang

sangat pesat. Berawal dari perusahaan keluarga dan kini menjadi perusahaan

rokok terbesar di Indonesia (PT. Gudang Garam, Tbk. Tt:28).

Dalam mengelola bisnisnya, PT. Gudang Garam, Tbk berpegang teguh

pada filosofi Catur Dharma, yaitu: (a) Kehidupan yang bermakna dan berfaedah

bagi masyarakat luas merupakan suatu kebahagiaan; (b) Kerja keras, ulet, jujur,

sehat dan beriman adalah prasyarat kesuksesan; (c) Kesuksesan tidak dapat

terlepas dari peranan dan kerja sama dengan orang lain; dan (d) Karyawan adalah

mitra usaha yang utama. Melalui filosofi Catur Dharma tersebut, PT. Gudang

Garam, Tbk menyadari perlunya dukungan dari masyarakat sekitar.

Untuk itu PT. Gudang Garam, Tbk melalui humasnya mendesain program­

program kegiatan sosial (CSR ­ Corporate Social Responsibility), dengan maksud

menciptakan keharmonisan dan sinergi dengan kegiatan sosial pemerintah daerah

setempat dan masyarakat sekitar perusahaan.

Dari survei terbatas terhadap masyarakat sekitar dan informasi dari

seorang karyawan bagian humas diperoleh masukan tentamg program­program

sosial perusahaan yang telah dilaksanakan, antara lain: (a) Bidang keagamaan:

mendukung berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh paguyuban keagamaan

2

setempat dan memberikan bantuan untuk pembanugnan sarana peribadatan; (b)

Bidang Lingkungan: memberikan bantuan msin pengolahan sampah organik

untuk dijadikan pupuk kompos sekaligus pemberian pelatihan; (c) Bidang

olahraga: menjadi sponsor berbagai kegiatan olahraga, terutama tenis meja dan

bola basket; (d) Bidang kesehatan: bantuan pembangunan saluran air dan donor

darah; (e) Bidang pendidikan: bantuan sarana sekolah, membuka kesempatan

magang dan pelayanan kegiatan akademis dan lain­lain.

Dalam pelaksanaannya, semua kegiatan penunaian kewajiban sosial PT.

Gudang Garam, Tbk tak lepas dari promosi perusahaan. Artinya kegiatan promosi

dilakukan secara terintegrasi dengan kegiatan sosial untuk masyarakat. Salah satu

kegiatan sosial yang melibatkan masyarakat secara luas dalam kaitannya dengan

pelestarian lingkungan adalah penanaman seribu pohon. Dalam hal ini PT.

Gudang Garam, Tbk memberikan bantuan mesin pengolahan sampah organik

untuk dijadikan pupuk kompos, sekaligus pemberian pelatihan kepada warga

tentang cara pengolahannya. Selain itu PT. Gudang Garam, Tbk juga memberikan

bantuan peremajaan taman kota dan penyediaan sarana kebersihan, dengan

pemberian bibit tanaman dan perkengkapan pendukung kegiatan lainnya.

Sebagaimana umumnya perusahaan­perusahaan rokok di Indonesia, di luar

areal perusahaan (terutama di luar areal bangunan yang difungsikan untuk

produksi) tumbuh pasar­pasar ”dadakan”. Pasar dadakan ini berupaya menjaring

konsumen dari para karyawan perusahaan, yang umumnya dari jenis kelamin

perempuan. Seiring dengan sasaran konsumen yang dibidik, pasar dadakan ini

umumnya ramai pada saat jam istirahat karyawan dan jam tutup perusahaan. Di

3

luar jam­jam tersebut, situasi pasar tersebut umumnya sepi dan sekali­sekali

dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.

Demikian pula pada perusahaan rokok PT. Gudang Garam, Tbk, di depan

bangunan produksinya muncul pasar dadakan. Awalnya tidak dapat dikatakan

sebagai pasar karena pedagang yang muncul hanya bersifat asongan dengan

menjajakan produk­produk kecil dan murah yang berupa kue dan makanan­

makanan kecil. Sejalan dengan perkembangan perusahaan, pasar dadakan juga

berkembang kian pesat. Beberapa pedagang, yang semula bersifat asongan

menggelar dagangannya dalam lapak­lapak semi permanen, yang umumnya

terbuat dari bambu.

Pada jam­jam istirahat karyawan dan jam tutup perusahaan PT. Gudang

Garam, Tbk, situasi pasar dadakan menjadi ramai. Dampak negatif yang timbul

adalah munculnya kemacetan di depan areal perusahaan. Selain pengguna jalan

yang merasa terganggu, masyarakat sekitar juga merasakan pengaruh langsung

atas keramaian tersebut. Menurut penuturan beberapa masyarakat, bila keramaian

muncul dan kemacetan berlangsung lama, beberapa anak Balita dipaksa oleh

orang tuanya untuk tinggal dalam rumah. Mereka mengkhawatirkan keselamatan

anak­anak.

Atas dasar tersebut, Humas PT. Gudang Garam, Tbk mengakomodasikan

keberadaan pasar dadakan dengan membangun pasar permanen dalam areal

perusahaan. Karena areal pasar tersebut berada di Desa Ngaglik, masyarakat

sekitar membakukan nama dengan sebutan Pasar Ngaglik. Pasar dibangun atas

dana dan oleh PT. Gudang Garam, Tbk pada akhir tahun 2008. Dalam kaitannya

4

dengan CSR perusahaan, semula pembangunan pasar ini tidak termasuk program

yang direncanakan. Oleh karena itu pembangunan pasar ini belum dilaporkan

dalam Laporan Tahunan Konsolidasi PT. Gudang Garam, Tbk, baik untuk

konsolidasi tahun 2008 maupun tahun 2009.

Kini Pasar Ngaglik telah berkembang menjadi pasar umum, dalam arti

masyarakat ikut berpartisipasi meramaikan pasar. Dari observasi tampak bahwa

partisipasi masyarakat terhadap pasar tidak sekedar sebagai konsumen atau

pengunjung pasar. Beberapa masyarakat sekitar menggunakan pasar tersebut

sebagai ladang mata pencaharian dengan menjadi pedagang permanen. Tentu saja

pedagang­pedagang dalam pasar Ngaglik diikat dan terikat oleh peraturan yang

dibuat oleh PT. Gudang Garam, Tbk, selaku pemilik dan sekaligus sebagai

pengelola.

Menurut Steers (1977:116­117), suatu program yang dilaksanakan oleh

organisasi seperti PT. Gudang Garam, Tbk akan efektif dan efisien bila organisasi

dapat merespon secara tepat rangsangan (stimuli) dari lingkungannya. Demikian

halnya dengan ketidaktepatan PT. Gudang Garam, Tbk dalam program

pembangunan pasar Ngaglik di Kota Kediri dalam merespon stimuli dari

masyarakat dan para pengguna pasar tersebut, akan berpengaruh terhadap

perencanaan program­program CSR selanjutnya. Salah satu rangsangan dari

masyarakat pasar Ngaglik yang perlu direspon secara tepat oleh pimpinan PT.

Gudang Garam, Tbk adalah opininya terhadap keberadaan pasar, baik keberadaan

fisik bangunan maupun pemakaiannya. Lebih jauh informasi akan opini

masyarakat pasar Ngaglik terhadap program­program CSR PT. Gudang Garam,

5

Tbk amat diperlukan untuk dijadikan pijakan pengembangan CSR. Sebagaimana

pendapat Weick (Steers, 1977:117),

..., para manajer membuat tanggapan terhadap apa yang mereka lihat dan persepsi ini mungkin sesuai atau mungkin pula tidak sesuai dengan kenyataan objektif ....” Jika manajemen dapat "melihat" dengan tepat tingkat kerumitan, kemantapan, dan ketidakpastian yang terdapat dalam lingkungan luarnya, kemungkinan organisasi memberikan tanggapan dan mengadakan penyesuaian yang tepat juga akan menjadi besar. Tetapi, di lain pihak, jika organisasi "menciptakan" lingkungan yang tidak realistis ..., maka pengaruh negatifnya terhadap keberhasilan organisasi dapat besar sekali artinya.

Analog dengan pendapat di atas, respon atau tanggapan pimpinan PT.

Gudang Garam, Tbk yang tepat terhadap opini masyarakat pasar Ngaglik

merupakan bahan masukan (input) bagi penyesuaian perusahaan terhadap

masyarakat sekitar selaku lingkungan tempat keberadaan perusahaan. Sebaliknya

respon yang tepat dari pimpinan akan mempermudah penyesuaian masyarakat

terhadap terhadap perusahaan PT. Gudang Garam, Tbk. Roda perusahaan PT.

Gudang Garam, Tbk akan berjalan efektif dan efisien, bila terjalin interaksi yang

dinamis antara opini masyarakat pasar Ngalik terhadap program pembangunan

pasar dengan respon pimpinan perusahaan.

Dari sejumlah percakapan dengan humas PT. Gudang Garam, Tbk, Ibu

Heny Imawati, bagian hubungan internal, dan diperkuat oleh pernyataan beberapa

karyawan diperoleh gambaran bahwa setelah pemfungsian pasar Ngaglik di Kota

Kediri yang menempati areal perusahaan, belum pernah dilakukan evaluasi yang

sistemik. Pihak perusahaan hanya memantau dari sisi pengelolaan pasar. Sedang

pengelolaan pasar sendiri diserahkan pada pihak Pemerintah Daerah Kota Kediri.

Hal ini memperlihatkan tidak adanya evaluasi terhadap dampak keberadaan pasar,

6

baik dampak dari fisik bangunan maupun dampak kemasyarakatan yang tercipta

atas penggunaan pasar.

Tidak adanya evaluasi yang sistemik terhadap pemfungsian pasar Ngaglik

di Kota Kediri akan memberikan persepsi yang berbeda­beda terhadap diri

pimpinan PT. Gudang Garam, Tbk dengan masyarakat pengguna pasar. Persepsi

yang muncul mungkin tidak sejajar dengan tujuan program pembangunan pasar.

Berdasarkan fakta tidak adanya evaluasi yang sistemik terhadap pemfungsian

pasar Ngaglik, fokus penelitian ini adalah hendak mendeskripsikan bagaimana

opini pengunjung pasar Ngaglik atas program­program CSR PT. Gudang Garam,

Tbk.

B. Rumusan Masalah

Masalah pokok penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: ”Bagaimana

opini pengunjung pasar Ngaglik Kediri tentang Corporate Social Responsibility

PT. Gudang Garam, Tbk?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah: ”Untuk mengetahui dan

mendeskripsikan opini pengunjung pasar Ngaglik Kediri tentang Corporate Social

Responsibility PT. Gudang Garam, Tbk.

7

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

pengembangan teori SOR atas penerapan CSR secara umum. Dengan mengetahui

opini kelompok (kelompok pengunjung pasar Ngaglik Kediri) dapat

dikembangkan lebih lanjut untuk opini publik atas CSR. Adanya masukan opini

publik atas CSR dapat dijadikan pegangan untuk memberikan stimulus­stimulus

CSR yang lebih membangkitkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

efektivitas CSR PT. Gudang Garam, Tbk atas berbagai program yang telah

dikembangan. Masukan akan opini pengunjung atas pemfungsian pasar misalnya

dapat dijadikan landasan untuk:

1. Mengevaluasi program­program CSR yang telah diimplementasikan oleh PT.

Gudang Garam, Tbk.

2. Lebih mengintegrasikan tujuan perusahaan PT. Gudang Garam, Tbk dengan

tujuan masyarakat akan ragam kebutuhannya.

3. Lebih memudahkan interaksi perusahaan PT. Gudang Garam, Tbk dengan

masyarakat, khususnya masyarakat pengunjung pasar Ngaglik, karena

mempunyai gambaran positif­negatif atas program pembangunan pasar.

4. Pimpinan PT. Gudang Garam, Tbk dapat menentukan langkah­langkah lain

guna pengembangan program CSR yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.

8

Bagi masyarakat pasar Ngaglik, khususnya pengunjung pasar, hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan balikan guna introspeksi diri dalam

rangka keseimbangan interaksi sosial­kemasyarakatan dengan perusahaan PT.

Gudang Garam, Tbk. Artinya masyarakat diharapkan mengerti dan memahami

bahwa CSR umumnya digunakan untuk kepentingan mereka, kendati mungkin

juga dimanfaatkan oleh perusahaan. Melalui pemahaman yang demikian,

diharapkan masyarakat ikut berpartisipasi terhadap program­program CSR.

Bagi masyarakat luas, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

bahan masukan informasi dan pengetahuan akan kompleksitas implementasi

program­program CSR suatu perusahaan.

E. Tinjauan Pustaka

1. Corporate Social Responsibility

a. Pengertian Corporate Social Responsibility

Beberapa pihak mengistilahkan CSR sebagai tanggung jawab sosial suatu

perusahaan. Putri (dalam Untung, 2009:1) mendefinisikan

Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menititkberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan.

Dari penelusuran berbagai pustaka ekonomi, terutama ekonomi bisnis,

dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa konsep CSR merupakan perkembangan dari

teori dan praktik bisnis. Pada awalnya CSR dilakukan oleh perusahaan­

perusahaan melalui pendekatan karitatif dan kemanusiaan (Solihin, 2009:15­19).

9

Programnya dilaksanakan dalam bentuk bantuan terhadap organisasi­organisasi

lokal dan masyarakat miskin di negara­negara berkembang. Tentu saja

programnya dilakukan tanpa melembaga dan bersifat parsial. Perusahaan yang

melaksanakan CSR ini lebih mementingkan promosi usahanya.

Pendekatan karitatif dinilai kurang mampu memberdayakan masyarakat

lokal, terutama yang bertempat tinggal di sekitar lokasi perusahaan (Untung,

2009:2). Selanjutnya berkembang konsep community development

(pengembangan masyarakat) (Solihin, 2009). Artinya agar suatu perusahaan dapat

berkembang, mereka dituntut untuk mampu mengembangkan masyarakat.

Pendekatan ini sejalan dengan prinsip­prinsip fairness, transparency,

accountability dan responsiblity. Prinsip­prinsip ini selanjutnya berkembang dan

dijadikan pijakan program CSR.

Sesuai fase­fase perkembangan teori bisnis, Solihin (2009) menelaah

konsep perkembangan CSR atas empat tahap perkembangan, yaitu konsep CSR

(1) sebelum tahun 1950, (2) periode tahun 1950­1960, (3) periode tahun 1970­

1980, (4) periode tahun 1990 hingga sekarang. Pendek kata Solihin

mengelompokkan fase perkembangan CSR karena konse

p tanggung jawab sosial perusahaan tidak terlepas dari konteks waktu pada

saat konsep ini berkembang dan berbagai faktor yang terjadi di lingkungan

internal maupun eksternal perusahaan.

Cukup banyak undang­undang yang berkaitan dengan CSR. Tiap undang­

undang mempunyai sisi positif dan negatif, di antaranya adalah:

10

1. Undang­Undang Nomer 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam

pasal 74 ayat 1 undang­undang ini dinyatakan bahwa perseroan terbatas yang

menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam

wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dalam hal ini tidak

disebutkan berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk

CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Dalam ayat 2, 3, dan 4 hanya

disebutkan bahwa CSR ”dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya

perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan

dan kewajaran.” Perusahaan yang melakukan pelanggaran hanya disebutkan

dikenakan sanksi sesuai peraturan dan perundang­undangan. Sampai sekarang

Peraturan Pemerintah yang mengatur sanksi ini belum ada (Untung, 2009:13­

22).

2. Undang­undang Nomer 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam

pasal 15 (b) undang­undang ini dinyatakan bahwa ”Setiap penanam modal

berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Kendati

undang­undang ini telah mengatur sanksi­sanksi secara terperinci pelanggaran

terhadap CSR, sanksi tersebut hanya berlaku untuk investor asing. Sebaliknya

untuk perusahaan­perusahaan nasional belum diatur ada (Untung, 2009:22­

26).

3. Undang­undang Nomer 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), yang selanjutnya dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri

Negara BUMN Nomer 4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana

hingga tata cara pelaksanaan CSR. CSR dari BUMN merupakan Program

11

Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Kendati undang­undang ini relatif

paling lengkap dibandingkan dua undang­undang sebelumnya dalam

kaitannya dengan CSR, tetapi undang­undang ini hanya berlaku untuk

BUMN. Tidak berlaku untuk perusahaan­perusahaan swasta (Untung,

2009:26­27 dan).

b. Manfaat Corporate Social Responsibility

Sebagaimana yang telah diurakan bahwa CRS merupakan tanggung jawab

sosial suatu perusahaan. Sebagai organisasi yang berorientasi bisnis, mustahil

perusahaan memenuhi kewajibannya tanpa mempertimbangkan keuntungan yang

diperolehnya. Artinya CRS masih dalam koridor orientasi bisnis yang dijadikan

tujuan dari suatu perusahaan. Putri (dalam Untung, 2009:6­7) merinci 10 manfaat

yang akan diperoleh suatu perusahaan bila memenuhi kewajibannya atas CSR.

Manfaat tersebut adalah:

a. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan.

b. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial. c. Mereduksi risiko bisnis perusahaan. d. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha. e. Membuka peluang pasar yang lebih luas. f. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah. g. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. h. Memperbaiki hubungan dengan regulator. i. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. j. Peluang mendapatkan penghargaan.

Sebaliknya bagi masyarakat, manfaat yang diperoleh dari CSR amat

beragam, tergantung situasi dan kondisi. Artinya CSR lebih bermanfaat bagi

masyarakat bila program CSR sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Program

12

CSR yang diiplementasikan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat,

merupakan program yang dapat dikatakan sia­sia.

c. Model Corporate Social Responsibility

Terdapat dua model dalam pengaplikasian CSR, yaitu yang (1) dikaitkan

langsung dan yang (2) tidak berkaitan langsung dengan bisnis perusahaan. Yang

dikaitkan langsung dengan bisnis perusahaan, CSR dijadikan satu sistem dari

strategi bisnisnya. Dalam hal ini misalnya adalah program bea siswa yang bersifat

mengikat. Sebaliknya yang tidak berkaitan langsung umumnya semata ditujukan

untuk mengaet simpati masyarakat. Contohnya adalah bea siswa yang tidak

mengikat.

Dalam pelaksanaannya CSR dilaksanakan secara langsung oleh

perusahaan di bawah divisi human resource development atau public relations.

CSR bisa pula dilakukan oleh yayasan yang dibentuk terpisah dari organisasi

induk perusahaan namun tetap harus bertanggung jawab ke dewan direksi.

Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui kerja

sama dengan mitra lain, seperti LSM, perguruan tinggi atau lembaga konsultan.

Beberapa perusahaan ada pula yang bergabung dalam sebuah konsorsium untuk

secara bersama­sama menjalankan SCR. Beberapa perusahan bahkan ada yang

menjalankan kegiatan serupa CSR, meskipun programnya tidak secara jelas

berkaitan dengan CSR. Singkat kata, kegiatan CSR yang dilakukan oleh

perusahaan­perusahaan sudah dalam bentuk aneka ragam disesuikan dengan

kebutuhan masyarakat setempat.

13

Salah satu contoh menarik adalah model CSR yang dikembangkan oleh

perusahaan Bogasari, divisi usaha tepung milik PY. Indofood Sukses Makmur

Jaya, Tbk (Untung, 2009:46­47). Tanggung jawab sosial Indofood dinyatakan

dalam bentuk kepedulian membina para pengusaha kecil. Pada tahun 1998

Indofood menjalin kerja sama dengan seorang pengusaha mie bernama Sukidjan.

Bentuk CSR­nya adalah memberi dukungan pendanaan untuk pembelian mesin

pembuatan mie hingga pinjaman untuk pembelian mobil operasional serta

pelatihan dan pendampingan. Kini usaha mie ayam Sukidjan cukup terkenal

dengan omzet per bulan 300 juta rupiah dengan mempekerjakan sekitar 40 orang

karyawan.

d. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Corporate Social Responsibility

Sebagaimana telah disebutkan bahwa pelaksanaan program CSR

melibatkan beberapa pihak, yaitu perusahaan, pemerintah, lembaga swadaya

masyarakat, perguruan tinggi, tokoh­tokoh masyarakat serta calon penerima

manfaat CSR. Oleh sebab itu, dalam implementasi program CSR diperlukan

beberapa kondisi yang akan menjamin terlaksananya implementasi program CSR

dengan baik. Solihin (2009:145­146), memerinci atas tiga faktor yang

mempengaruhi implementasi CSR, yaitu faktor (1) yang terlibat, baik intern

maupun ekstern perusahaan, (2) pola hubungan yang dibangun, dan (3)

pengelolaan program.

Faktor utama yang mempengaruhi program CSR adalah faktor yang

terlibat dalam program. Dari sisi intern perusahaan, mengimplementasikan suatu

14

program CSR harus memperoleh persetujuan dan dukungan dari manajemen

puncak perusahaan. Artinya selain mendapat persetujaun dari manajer puncak

juga didukung oleh sumber daya finansial, sumber daya manusia dan sumber daya

perusahaan. Dari sisi ekstern perusahaan, misalnya dari calon penerima manfaat

CSR, program CSR harus mendapat persetujuan mereka.

Faktor kedua yang harus diciptakan untuk menunjang keberhasilan

implementasi program CSR adalah ditetapkannya pola hubungan (relationship) di

antara pihak­pihak yang terlibat secara jelas. Hal ini akan meningkatkan kualitas

koordinasi pelaksanaan program CSR. Tanpa adanya pola hubungan yang jelas di

antara berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan CSR, kemungkinan besar

program CSR tidak akan berjalan secara maksimal. Selain itu tanpa adanya pola

hubungan yang jelas, kemungkinan besar program CSR tidak akan mengalami

keberlanjutannya.

Faktor ketiga adalah adanya pengelolaan program yang baik. Pengelolaan

program yang baik hanya dapat terwujud bila terdapat kejelasan tujuan program,

terdapat kesepakatan mengenai strategi yang akan digunakan untuk mencapai

tujuan program dari para pihak yang terlibat. Perwujudan suatu program CSR juga

memerlukan dukungan terhadap program yang tengah dijalankan dari pihak­pihak

yang terlibat dan terdapat kejelasan mengenai durasi waktu pelaksanaan program

serta siapa yang bertangung jawab untuk memelihara kontinuitas pelaksanaan

kegiatan. Dalam program pasar Ngaglik Kediri, sebagai implementasi program

CSR PT. Gudang Garam, Tbk, pembiayaan program ditanggung perusahaan,

lokasi di areal perusahaan, pelaksanaan program dilakukan oleh kontraktor atas

15

kesepakatan perusahaan, pemerintah dan tokoh­tokoh masyarakat setempat di

bawah pengawasan pemerintah, sedang pemeliharaan dan keberlanjutan

implementasi pasar di bawah tanggung jawab pemerintah.

e. Corporate Social Responsibility PT. Gudang Garam, Tbk

Perusahaan PT. Gudang Garam, Tbk diawali sebagai sebuah perusahaan

keluarga. Dalam kurun waktu 50 tahun lebih perusahaan telah tumbuh dan

berkembang besar berdasarkan falsafah tentang nilai­nilai pengelolaan bisnis yang

juga banyak tercakup dalam tata kelola perusahaan yang baik. Nilai­nilai tersebut

dijadikan panduan untuk senantiasa memenuhi tanggung jawab perusahaan

kepada segenap pemangku kepentingan, termasuk kepada karyawan dan

masyarakat sekitar.

Sebagaimana dilaporkan dalam Laporan Tahunan Konsolidasi tahun 2008

dan tahun 2009, PT. Gudang Garam, Tbk memegang teguh falsafah Catur Dharma

Perusahaan yaitu:

1. Kehidupan yang bermakna dan berfaedah bagi masyarakat luas merupakan

suatu kebahagiaan.

2. Kerja keras, ulet, sehat dan beriman adalah prasyarat kesuksesan.

3. Kesuksesan tidak dapat terlepas dari peranan dan kerja sama dengan orang

lain.

4. Karyawan adalah mitra usaha yang utama.

Berpegang pada falsafah Catur Dharma Perusahaan tersebut, PT. Gudang

Garam, Tbk menyadari betul bahwa tidak ada perusahaan yang dapat berdiri

16

sendiri dan berkelanjutan tanpa menjadi bagian dari masyarakat yang lebih luas

dalam melakukan aktivitas usahanya. Oleh akrena itu PT. Gudang Garam, Tbk

selalu aktif berpartisipasi dalam mengelola bisnis yang selaras dengan lingkungan

dan menandang bahwa implementasi tanggung jawab sosial merupakan investasi

untuk masa depan (Laporan Tahunan Konsolidasi, 2009:39). Jauh sebelum adanya

Undang­undang Perseroan Terbatas Nomer 40 Tahun 2007, PT. Gudang Garam,

Tbk telah mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya pada masyarakat luas

dalam berbagai bentuk dan kegiatan.

Dalam mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya (CSR) pada

masyarakat tahun 2009, PT. Gudang Garam, Tbk telah merencanakan berbagai

program, yang dikelompokkan dalam enam program. Keenam program CSR

tersebut adalah bidang (1) keagamaan, (2) lingkungan, (3) olahraga, (4)

kesehatan,(5) pendidikan, dan (6) lain­lain seperti program Mudik Lebaran bagi

pedagang rokok asongan. Untuk CSR tahun 2009 tersebut, PT. Gudang Garam,

Tbk telah mengeluarkan biaya sebesar Rp 11,1 miliar.

Program pembangunan pasar Ngaglik di Kota Kediri, semula bukan

merupakan program CSR yang direncanakan terlebih dahulu oleh pihak PT.

Gudang Garam, Tbk. Pembangunan pasar Ngaglik merupakan sikap responsif

perusahaan terhadap kebutuhan masyarakat sekitar yang dinilai sudah mendesak.

Sikap responsif ini merupakan tanggapan atas stimuli lingkungan, yaitu adanya

pasar dadakan yang berlokasi di sekitar areal perusahaan, yang berdampak pada

kemacetan jalan. Pasar Ngaglik dibangun tahun 2008 dan berlokasi dalam areal

perusahaan. Pengelolaan pasar diserahkan pada pihak Pemerintah Kota Kediri.

17

2. Opini

a. Pengertian Opini

Menurut Nimmo (dalam Nasution, 1990:91), ”opini adalah suatu respon

yang aktif terhadap suatu stimulus, suatu respon yang dikonstruksikan melalui

interpretasi pribadi yang berkembang dari dan menyumbang pada imej.” Sedang

menurut Webster’s New Collegiate Dictionary (Dalam Moore, 2005:54), opini

adalah ”suatu pandangan, keputusan, atau taksiran yang terbentuk di dalam

pikiran mengenai suatu persoalan tertentu.” Dari dua pengertian di atas dapat

ditarik kesejajaran dalam hal mengartikan opini, yaitu adanya hukum sebab­

akibat. Faktor ”sebab” merupakan stimulus, yang berupa suatu persoalan. Dalam

penelitian ini stimulusnya berupa program­program CRS perusahaan PT. Gudang

Garam, Tbk. Faktor ”akibatnya” berupa respon atas stimulus, yang berupa opini.

Opini yang muncul dapat berupa pandangan, keputusan, atau taksiran.

Segala opini mencerminkan suatu organisasi yang kompleks dari tiga

komponen, yaitu keyakinan, nilai­nilai dan ekspektasi. Ketiga komponen ini

saling tumpang tindih. Menurut Nasution (1990:91­93), keyakinan merupakan

sesuatu yang berkaitan erat dengan kognitif atau pikiran. Nilai­nilai merupakan

preferensi yang dimiliki seseorang untuk tujuan tertentu atau cara­cara untuk

melakukan sesuatu. Nilai­nilai berkaitan dengan afektif atau perasaan. Sedang

ekspektasi merupakan perumusan untuk bersikap didasarkan atas keyakinan dan

nilai­nilai pada diri perumus.

18

Gambar 1.1. Konstruksi Opini

Atas dasar ketiga komponen tersebut opini memiliki karakteristik tertentu,

di antaranya (a) mempunyai arah, (b) mempunyai isi informasi, (c) stabil, dan (d)

mempunyai intensitas. Opini yang paling stabil adalah preferensi seseorang

terhadap suatu partai politik (Nasution, 1990:93).

Sebagaimana yang telah diuraikan, opini adalah suatu respon yang aktif

terhadap suatu stimulus, suatu respon yang dikonstruksikan melalui interpretasi

pribadi yang berkembang dari dan menyumbang pada imej. Imej ini dalam

psikologi dikenal sebagai persepsi. Dengan demikian opini adalah persepsi

seseorang terhadap suatu stimulus. Persepsi sendiri sebagai suatu proses dimana

indra mentransmisikan pengertian­pengertian ke otak. Sedang Rakhmat (2004:81)

mendefinisikan "Persepsi adalah proses dimana seseorang menjadi sadar akan

segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indria­indria yang dimilikinya yang

berlainan dengan orang dewasa." Jadi persepsi merupakan suatu proses

interpretasi pengertian­pengertian yang ditangkap oleh indra yang ditransmisikan

ke otak.

Terdapat dua fase penting yang menumbuhkan persepsi, yaitu objek yang

ditangkap oleh indra (mata, telinga, cecapan dsb.), yang kemudian ditransmisikan

Keyakinan

Nilai­nilai

Ekspektasi

Opini

Berkaitan dengan kognitif (pikiran).

Berkaitan dengan afektif (perasaan).

Berkaitan dengan behavior/konatif (tindakan).

19

ke otak untuk diinterpretasikan. Hasil interpretasi inilah yang umumnya disebut

buah pengamatan atau observasi. Fase pertama dari persepsi dinamakan

sensulisasi, sedang fase kedua dinamakan pengamatan atau observasi (Rakhmat,

2004). Sensulisasi tidak lebih dari suatu penerimaan indra dengan stimulasi objek.

Objek di sini dapat berupa benda, peristiwa atau kenyataan sosial lain. Transmisi

penerimaan objek dari indra ke otak masih bersifat mentah, belum

diinterpretasikan. Fase observasi merupakan hasil interpretasi otak terhadap objek

yang diterima oleh indra.

Interpretasi dari otak berupa analisis terhadap objek yang diterima.

Hasilnya berupa observasi. Bila objek yang diterima tidak dianalisis oleh otak,

hanya timbul apa yang disebut lamunan. Dengan kata lain persepsi merupakan

observasi tentang anatomi dan fisiologi objek. Beberapa pakar menyebut persepsi

sebagai observasi struktural atau observasi formal dari suatu objek.

Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan

suatu proses dari seseorang yang mengorganisasikan dalam pikirannya,

menafsirkan, mengalami dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi

di lingkungannya (Rakhmat, 2004). Jadi persepsi merupakan proses kognitif atau

proses psikologis. Proses ini dalam teori medan diartikan sebagai proses

perombakan dari medan tak berstruktur menjadi medan yang berstruktur. Persepsi

siswa terhadap media pembelajaran berarti merombak objek media pembelajaran

yang tak berstruktur (berdasarkan penerimaan indra, yang belum diorganisasi oleh

otak) menjadi suatu pengertian yang mempunyai arti didasarkan atas

interpretasinya.

20

Sebagai proses psikologis, interpretasi yang diolah dalam otak

mengandung tiga proses, yaitu proses kognisi, proses belajar dan proses

pemecahan masalah atau proses pemilihan perilaku. Setiap kali seorang audien

dihadapkan pada suatu rangsangan (penerimaan objek atau proses kognisi), ia

akan langsung mengumpulkan informasi­informasi sebelumnya (yang biasanya

mengendap dalam bentuk pengalaman) untuk dibandingkan. Pembandingan antara

rangsangan yang diperoleh dengan informasi sebelumnya merupakan proses

belajar. Dari proses belajar ini akan memberikan hasil berupa pemilihan perilaku.

Singkatnya, terdapat tiga proses suatu persepsi, yaitu (1) masukan (kognisi), (2)

selektivitas (belajar), dan (3) pengambilan keputusan (Rakhmat, 2004:48­78).

Pada proses kognisi, tahap penerimaan rangsangan dipengaruhi oleh

berbagai faktor, baik faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar. Rakhmat

(2004) memerikan lima faktor dari dalam maupun luar yang mempengaruhi

penerimaan rangsangan, yaitu faktor (1) lingkungan, (2) konsepsi, (3) konsep diri,

(4) motif dan tujuan, serta, (5) pengalaman masa lampau. Dalam kaitannya

dengan pembelajaran, proses penerimaan rangsangan ini dapat berbeda­beda

meski secara real terhadap objek yang sama.

Pada proses belajar, tahap selektivitas seorang audien atau komunikan

amat terbatas. Komunikan tidak mampu memroses seluruh rangsangan yang

diterimanya. Ia hanya memilih suatu rangsangan tertentu. Dengan kata lain proses

selektivitas merupakan proses memilih. Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi

proses selektivitas rangsangan, yaitu (1) kekhususan, (2) frekuensi, (3) intensitas,

21

(4) pergerakan atau perubahan, (5) kuantitas, (6) ketidakpastian, dan (7)

ketidaklaziman.

Proses pengambilan keputusan merupakan proses terakhir dari persepsi.

Dari rangsangan yang telah dipilih, seorang komunikan akan mengambil

keputusan. Mungkin saja keputusan yang diberikan hanya berupa pengalaman

sebelumnya yang dilengkapi dengan rangsangan yang baru yang telah diseleksi.

Sebaliknya mungkin saja keputusan yang diberikan merupakan rangsangan baru

yang dilengkapi oleh pengalaman sebelumnya.

Dari sisi psikologi komunikasi, opini diartikan sebagai ungkapan dari

suatu sikap (Azwar, 2002; Moore, 2005:61, dan Rakhmat, 2004). Kata sikap

(attitude) sendiri mempunyai pengertian dan definisi yang luas. Beberapa pakar

mendefinisikan dari berbagai sisi dan aspek, dari yang sederhana hingga yang

kompleks. Thurstone, Likert dan Osgood (Azwar, 2002) misalnya, mendefinisikan

sikap secara sederhana. “Sikap adalah reaksi perasaan seseorang terhadap suatu

objek.” Sebaliknya Chave, Bogardus, Mead dan Allport mendefinisikan sikap

lebih kompleks. Sikap adalah “suatu pola perilaku, tendesi atau kesiapan

antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara

sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan”

(Azwar, 2002).

Lebih dari tiga puluh definisi tentang sikap telah dikemukakan oleh

berbagai pakar dengan disiplin ilmu yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa

untuk memahami sikap tidaklah mudah. Sebagaimana banyak variabel psikologis

yang lain, pada hakekatnya sikap merupakan variabel hipotesis.

22

Dalam perkembangannya, para pakar psikologi sosial mengklasifikasikan

pemikiran tentang sikap dalam dua pendekatan (Azwar, 2002). Pendekatan

pertama memandang sikap sebagai kombinasi reaksi afektif, kognitif dan konatif

terhadap suatu objek. Ketiga komponen tersebut secara bersama membentuk sikap

seorang konsumen. Pendekatan ini dikenal dengan nama pendekatan trikomponen

(tricomponent). Dalam praktiknya tiga komponen yang membangun sikap tidak

bersifat konsisten. Konsumen yang mempunyai afek negatif terhadap suatu

tanaman hias tertentu, ternyata dapat berperilaku positif (konasi positif). Sebagai

contoh seorang konsumen cemas atau takut pada tanaman hias yang berduri (afek

negatif). Akan tetapi karena ia percaya bahwa tanaman hias yang berduri tersebut

akan menambah keindahan huniannya (kognisi positif), ia membelinya juga

(konasi positif) dan menempatkan pada posisi yang tidak mudah terjangkau.

Pendekatan kedua membatasi konsep sikap hanya pada aspek afektif saja.

Pembatasan diperlukan karena mereka tidak puas atas penjelasan mengenai

inkonsistensi yang terjadi antara ketiga komponen sikap tersebut.

Dari pengertian opini yang dikembangkan oleh Nimmo (dalam Nasution,

1990:91) dan pengertian sikap yang dikembangkan oleh Chave, Bogardus, Mead

dan Allport (Azwar, 2002) beserta pendekatan trikomponen, tampak jelas adanya

kesamaan pandangan. Dalam bahasa sehari­hari sikap diartikan sebagai tingkah

laku. Sebaliknya dalam pengertian ilmiah atau keilmuan, sikap terdiri atas tiga

komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Dari pengertian opini dan sikap

tersebut dapat disimpulkan bahwa ”Opini merupakan ungkapan sikap aktif dari

publik”(Moore, 2005:61).

23

b. Karakteristik dan Konstruksi Opini

Sebagaimana yang telah dipaparkan bahwa opini mempunyai empat

atribut, opini publik juga mempunyai beberapa atribut sesuai arti dan makna yang

dikandungnya. Menurut Nasution (1990:97), opini publik mempunyai empat

atribut, yaitu:

1. Opini publik mengandung isi, arah dan intensitas.

2. Opini publik menyangkut sesuatu yang orang tidak sepakat.

3. Opini publik mempunyai besaran atau volume dengan kenyataan bahwa

kontroversi tersebut menyentuh semua orang yang merasa konsekuensi

langsung maupun tidak langsung dari kontroversi tersebut sekalipun mereka

bukan merupakan bagian dari sumber sengketa yang dimaksud.

4. Opini publik bersifat menetap. Tidak mungkin untuk mengatakan berapa lama

suatu kontroversi akan bertahan.

Selain keempat atribut yang menyertai opini publik tersebut, menurut Nimmo

(dalam Nasution, 1990:97) ada suatu atribut kunci dari opini publik, yaitu

penampilannya yang pluralis.

Pembentukan opini dapat berlangsung hanya bila informasi mengenai isu­

isu yang menyangkut kepentingan publik yang dihadapi masyarakat tersedia

dengan bebas. Bagi seorang anggota masyarakat, sebagaimana yang dinyatakan

oleh Smith dkk (dalam Nasution, 1990:98), opini berfungsi sebagai:

24

1. Pemberi informasi tentang kelengkapan dunianya atau membantu dalam

memperoleh apa yang diinginkan.

2. Membantu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

3. Menolong seseorang untuk melahirkan dan menyatakan konflik dalam diri

(inner conflick) yang dialami.

Opini publik berfungsi pula membantu menghubungkan seseorang dengan

alam dan dunia di luar pribadinya sendiri, dengan orang­orang lain. Bila seorang

komunikator politik memahami karakteristik dari opini publik tersebut, maka ia

akan mampu bertindak sebagai pemimpin opini. Pemimpin opini adalah seorang

komunikator yang mampu mempengaruhi orang lain dalam perilaku opini.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Rogers dan Shoemaker (dalam Nasution,

1990:98) yang menggambarkan pemimpin opini sebagai ”pribadi­pribadi tertentu

yang memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain dalam perilaku opini

(opinion behavior), melalui cara­cara atau jalan yang disukai oleh orang­orang

yang dipengaruhi tersebut.”

Melalui pendekatan trikomponen, opini merupakan ungkapan sikap terdiri

atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif, dan

konatif (Azwar, 2002).

Komponen afektif menyangkut masalah emosional individu terhadap

program­program CSR dikaitkan dengan tanggung jawab sosial suatu perusahaan.

Secara umum komponen ini dapat disamakan dengan perasaan atau reaksi

emosional yang dimiliki seseorang terhadap CSR. Dalam teori psikologi, reaksi

emosional banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai

25

seseorang. Bila seseorang mempercayai bahwa CRS berkaitan dengan

kelangsungan dan kesinambungan suatu perusahaan, akan terbentuk perasaan

(afeksi) menerima program­program CSR. Sebaliknya bila seseorang

mempercayai bahwa suatu perusahaan tidak mungkin lepas dari perencanaan

untung rugi semata, akan terbentuk perasaan (afeksi) tidak suka terhadap

program­program CSR karena dalam perasaannya sudah dipersepsikan bahwa

CSR adalah promosi perusahaan semata.

Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

seseorang terhadap CSR berdasarkan kecenderungan manusia untuk

menyederhanakan atau mengkategorikannya. Pendek kata komponen kognitif

merupakan penyeleksian persepsi. Persepsi datang dari apa yang telah dilihat atau

diketahui oleh seseorang. Berdasarkan apa yang telah dilihat, kemudian terbentuk

suatu persepsi mengenai sifat atau karakteristik umum program­program CSR.

Dalam suatu perjalanan misalnya, seseorang telah melihat adanya pengobatan

gratis yang dilakukan oleh PT. Gudang Garam, Tbk. Dalam diri orang tersebut

terbentuk suatu persepsi bahwa PT. Gudang Garam, Tbk mempunyai kepedulian

terhadap kesehatan masyarakat. Akhirnya ia percaya bahwa program­program

CSR yang dilakukan oleh PT. Gudang Garam, Tbk akan bermanfaat bagi

masyarakat.

Komponen konatif atau komponen perilaku merupakan kecenderungan

berperilaku seseorang berkaitan dengan program­program CSR. Pengertian

kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa bentuk perilaku tidak hanya

dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk­bentuk

26

perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan. Dapat

disimpulkan kecenderungan berperilaku tidak selalu benar­benar ditampakkan

dalam bentuk perilaku.

c. Opini Individu dan Opini Kelompok

Sebagai kata publik adalah kumpulan orang­orang yang sama minat dan

kepentingannya terhadap sesuatu. Berbeda dengan kerumunan yang lebih bersifat

emosional, publik bersifat stabil. Publik ditandai oleh adanya sesuatu isu yang

dihadapi dan dibincangkan oleh kelompok kepetingan yang dimaksud, yang

menghasilkan terbentuknya opini mengenai isu tersebut. Dengan demikian, publik

bukan berarti umum. Opini publik bukanlah pendapat umum.

Opini publik adalah “suatu proses yang menggabungkan pikiran­pikiran,

perasaan­perasaan, dan usulan­usulan yang dinyatakan oleh pribadi warga negara

terhadap kebijaksanaan yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang bertugas untuk

mencapai ketertiban sosial dalam situasi yang menyangkut konflik, sengketa, dan

ketidaksepakatan mengenai apa yang harus dilakukan, dan bagaimana

melakukannya” (Nimmo, dalam Nasution, 1990:95). Dengan demikian yang

menjadikan sesuatu disebut sebagai opini bukanlah karena banyaknya jumlah

orang yang menganut opini tersebut. Ukuran itu jusru ditentukan apakah opini itu

menyangkut suatu isu publik atau tidak. Singkat kata, tidak semua opini dengan

sendirinya menjadi opini publik walaupun menyangkut jumlah populasi yang

cukup besar.

27

Opini kelompok menunjuk pada opini­opini individu dalam satu kelompok

kecil. Hal ini umumnya dilakukan karena sulitnya melakukan penelitian opini

publik berkaitan dengan sulitnya peneliti menjaring subjek yang representatif

sebagai opini publik (Moore, 2005).

F. Definisi Konseptual dan Operasional

1. Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah batasan tentang pengertian yang diberikan

peneliti terhadap variabel­variabel (konsep) yang hendak diukur, diteliti, dan

digali datanya (Hamidi, 2007:141). Opini merupakan ungkapan sikap atas respon

dari suatu stimulus. Dalam penelitian ini stimulus yang dimaksud berupa

program­program CSR dari PT. Gudang Garam, Tbk. Opini pengunjung pasar

Ngaglik Kediri adalah ungkapan sikap pengunjung pasar tersebut terhadap

program­program CSR. Sebelum diungkapan dalam bentuk opini, terdapat tiga

komponen pembangun sikap, yaitu kognitif, afektif dan konatif.

1. Komponen kognitif dari sikap merupakan persepsi atas apa yang dilihat dan

didengar pengunjung pasar Ngaglik Kediri terhadap program­program CSR

PT. Gudang Garam, Tbk. Opini dari sisi kognitif diartikan sebagai ungkapan

atas apa yang dilihat dan didengar pengunjung pasar.

2. Komponen afektif dari sikap merupakan perasaan atau reaksi emosional

pengunjung pasar Ngaglik Kediri terhadap program­program CSR PT. Gudang

Garam, Tbk. Opini dari sisi afektif diartikan sebagai ungkapan atas apa yang

dirasakan pengunjung pasar.

28

3. Komponen konatif dari sikap merupakan kecenderungan berperilaku

pengunjung pasar Ngaglik Kediri terhadap program­program CSR PT. Gudang

Garam, Tbk. Opini dari sisi konatif diartikan sebagai ungkapan atas perilaku

pengunjung pasar.

2. Definisi Operasional

Pemberian definisi operasional sangat diperlukan untuk keperluan

mengkomunikasikan kepada pihak lain sehingga tidak terjadi salah tafsir (Hamidi,

2007:142). Untuk itu peneliti membuat indokator­indikator yang meliputi :

1. Komponen kognitif dari sikap sebagai dasar ungkapan opini merupakan

persepsi atas apa yang dilihat dan didengar pengunjung pasar Ngaglik Kediri

terhadap program­program CSR PT. Gudang Garam, Tbk. Indikator­indikator

opini dari komponen kognitif sikap adalah:

a. Ungkapan atas pengetahuan tentang program CSR.

b. Ungkapan atas penglihatan terhadap program CSR.

2. Komponen afektif dari sikap sebagai dasar ungkapan opini merupakan

perasaan atau reaksi emosional pengunjung pasar Ngaglik Kediri terhadap

program­program CSR PT. Gudang Garam, Tbk. Indikator­indikator opini dari

komponen afektif sikap adalah:

a. Ungkapan atas reaksi positif terhadap program CSR.

b. Ungkapan atas reaksi negatif terhadap program CSR.

3. Komponen konatif dari sikap sebagai dasar ungkapan opini merupakan

kecenderungan berperilaku pengujung pasar Ngaglik Kediri terhadap program­

29

program CSR PT. Gudang Garam, Tbk. Indikator­indikator opini dari

komponen konatif sikap adalah:

a. Ungkapan atas perilaku mendukung terhadap program­program CSR.

b. Ungkapan atas perilaku menyeimbangkan program­program CSR.

c. Ungkapan atas perilaku menolak program­program CSR.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan opini pengunjung pasar

Ngaglik Kota Kediri terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Gudang

Garam, Tbk. Penelitian tidak ditekankan pada “proses” tetapi pada “hasil.”

Artinya deskripsi yang dijabarkan akan menggambarkan bagaimana hubungan

antara opini pengunjung pasar Ngaglik dengan program­program CSR PT.

Gudang Garam, Tbk.

Dengan pemikiran demikian penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif. Jenis penelitiannya merupakan penelitian noneksperimen,

dalam arti tidak diperlakukan suatu perlakuan (treatment) terhadap variabel­

variabel yang diukur (Arikunto, 1992; Sugiyono. 2010a:2­9;23­24).

30

2. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang teridri atas: obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanannya” (Sugiyono. 2010a:80).

Dengan kata lain populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1992)

Populasi penelitian ini adalah pengunjung pasar Ngaglik Kota Kediri.

Karakteristik populasi dalam penelitian ini sangatlah heterogen. Hal tersebut

tergambar dari latar belakang pengunjung pasar yang bervariasi. Heterogen

pengunjung pasar tergambar dari perbedaan jenis kalamin, usia, pendidikan, dan

pekerjaan.

Dengan demikian populasi penelitian ini dapat diinterpretasikan sebagai

seluruh pengunjung pasar Ngaglik selama maupun sebelum penelitian ini

dilaksanakan. Dari informasi pengelola pasar tidak ada data mengenai rata­rata

jumlah pengunjung pasar, berdasarkan pengamatan peneliti, dalam satu hari lebih

dari 200 pengunjung pasar.

Dengan karakteristik yang heterogen, kualitas populasi tidak membedakan

kedudukan, fisik, usia, maupun jenis kelamin subjek yang dimaksud. Artinya (a)

pengunjung pasar yang berjenis kelamin perempuan maupun laki­laki, (b) nenek­

nenek maupun tante­tante, (c) dengan postur tinggi atau pendek, (d) pengunjung

yang telah, akan maupun yang belum atau tidak membeli produk yang ditawarkan

para pedagang pasar Ngaglik, keseluruhannya tetap termasuk dalam kategori

populasi.

31

b. Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap subjek manusia yang telah dan sedang

mengunjungi pasar Ngaglik Kota Kediri. Penelitian dapat dilakukan bila tidak

mengganggu rutinitas kerja dan mekanisme kerja yang berjalan di pasar Ngaglik.

Dengan pertimbangan tersebut dan karena besarnya populasi, peneliti membatasi

jumlah subjek penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian sampel, yaitu

menggunakan sebagian populasi sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1992;

Sugiyono. 2010a: 81).

Pengambilan sampel atau metode sampling dalam penelitian ini dilakukan

atas berbagai pertimbangan, di antaranya: (1) Pengambilan data diharapkan tidak

mengganggu rutinitas kerja pasar. (2) Tempat tinggal pengunjung pasar tersebar di

berbagai lokasi, sehingga sulit untuk mendatangi tempat tinggal mereka. (3)

Kondisi dan situasi pengunjung berbeda­beda. (4) Terbatasnya tenaga dan dana

penelitian. (5) Jumlah populasi yang tidak terukur secara kuantitatif.

Atas pertimbangan­pertimbangan tersebut, Pengambilan sampel dilakukan

dengan menggunakan teknik insidental sampling, yaitu teknik pengambilan

sampel berdasarkan kebetulan. Artinya ”... siapa saja yang secara

kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,

bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data”

(Sugiyono. 2010a:85). Adapun jumlah yang telah diperoleh peneliti pada saat

penelitian adalah 100 orang sebagai sampel.

32

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lokasi pasar Ngaglik Kota Kediri. Terhitung

sejak pengumpulan data, jangka waktu penelitian ini adalah 24 hari, meliputi

pengumpulan data (10 hari), editing data (1 hari), analisis data (3 hari), penarikan

kesimpulan (1 hari), dan diakhiri pelaporan penelitian (9 hari).

4. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan jenis data primer yaitu data yang

langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber utamanya. Sedangkan

pengambilan datanya dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian

(Sugiyono. 2010a:92).

a. Penyusunan Instrumen

Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan, data yang hendak

dijaring dari kancah berupa data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang

dapat diukur dan ditransformasikan dalam bentuk angka­angka. Alur penyusunan

instrumen dapat dilihat pada lampiran.

Sesuai dengan definisi operasional dan instrumen yang dikembangkan,

data penelitian ini berupa data interval. Data interval menunjukkan adanya ‘jarak’

antara data yang satu dengan yang lain (interval artinya jarak) (Sugiyono.

2010a:92­93).

Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel opini pengunjung

pasar Ngaglik Kediri berupa kuesioner (quesioner). Kuesioner merupakan suatu

33

daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab dan atau daftar isian yang

harus diisi oleh subjek penelitian. Isi kuesioner berupa pernyataan­pernyataan

yang harus dijawab subjek, dengan model skala sikap Likert (Sugiyono.

2010a:93­96).

Skala sikap Likert yang digunakan berupa pemilihan jawaban atas empat

alternatif jawaban yaitu jawaban (1) Sangat Setuju (SS), (2) Setuju (S), (3)

Kurang Setuju (KS), dan (4) Tidak Setuju (TS). Subjek diminta memberikan

kesetujuan atau ketidaksetujuannya atas pernyataan­pernyataan pada tiap butir.

Butir­butir pernyataan dalam jenis favorabel dan tak favorabel dengan proporsi

seimbang. Pembobotan butir diberi nilai secara berurut 4, 3, 2, dan 1. Artinya bila

subjek melakukan pilihan untuk butir jenis favorabel dengan jawaban Sangat

Setuju (SS) diberi skor 4. Bila subjek melakukan pilihan dengan jawaban Tidak

Setuju (TS) diberi skor 1. Sebaliknya bila subjek melakukan pilihan untuk butir

jenis tak favorabel dengan jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 1. Bila subjek

melakukan pilihan dengan jawaban Tidak Setuju (TS) diberi skor 4.

Pembobotan instrumen sikap dalam penelitian ini, yang menggunakan

model di atas merupakan model yang konvensional. Kendati metode pembobotan

konvensional dinilai kurang cermat (Azwar, 1988), banyak digunakan oleh pakar­

pakar dalam penelitian. Suatu pernyataan sikap bobot skalanya ditentukan oleh

derajat favorabel pernyataan. Singkatnya bobot skala tiap butir dalam instrumen

ditetapkan berdasarkan kefavorabelan pernyataan. Pada pernyataan favorabel,

respon atas ekstrem setuju diberi bobot lebih besar dibandingkan respon atas

34

ekstrem tidak setuju, sesuai kontinum bobot sikap. Pembobotan skala Likert

digunakan 4 pilihan seperti terlihat pada tabulasi Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Pembobotan Instrumen Skala Sikap Likert

Skor No Respon Favorabel Tak Favorabel

1. Sangat Setuju (SS) 4 1 2. Setuju (S) 3 2 3. Kurang Setuju (KS) 2 3 4. Tidak Setuju (TS). 1 4

Di bawah (Tabel 1.2) diberikan contoh dua buah pernyataan yang harus

dijawab subjek penelitian. Kedua pernyataan merupakan pernyataan yang

berkaitan dengan pengetahuan pengunjung pasar terhadap program SCR (pasar)

dari PT. Gudang Garam, Tbk. No. 1 merupakan bentuk pernyataan tak favorabel

sedang no. 2 pernyataan favorabel.

Tabel 1.2. Contoh Bentuk Butir Kuesioner

No Pernyataan Jawaban 1. Kepedulian terhadap masyarakat sekitar merupakan

bagian dari tanggung jawab perusahaan SS S TS STS

2. Pembangunan pasar Ngaglik merupakan bagian dari tanggung jawab PT. Gudang Garam, Tbk

SS S TS STS

35

b. Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen digunakan di lapangan perlu diujicobakan terlebih

dahulu. Uji coba diperlukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan

benar­benar sudah sesuai dengan tujuan penelitian. Uji coba dilakukan pada 10

orang pengunjung pasar Ngaglik Kota Kediri.

1). Reliabilitas Perangkat Instrumen

Pengukuran terhadap variabel­variabel yang akan ditentukan dalam suatu

penelitian harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Untuk itu alat atau instrumen

yang akan digunakan untuk mengukur harus mempunyai keterandalan, yang

ditunjukkan oleh kestabilan alat bila dipergunakan berkali­kali. Singkatnya, suatu

alat pengukur dikatakan baik bila memiliki reliabilitas yang memadai.

Kuesioner dalam penelitian ini hanya diberikan satu kali kepada subjek

penelitian, dengan skala tidak bersifat diskrit. Dengan rancangan tersebut, jenis

reliabilitas yang diukur menyangkut konsistensi internal (Sugiyono, 2010b:359).

Dalam hal ini untuk menghitung reliabilitas perangkat instrumen digunakan

rumus koefisien Alpha Cronbach (Sugiyono, 2010b:365­366).

k Σ σb 2

r11 = (1 ­ ) k – 1 σt

2

dengan

r11 = Reliabilitas perangkat instrumen.

k = Banyaknya butir.

Σ σb 2 = Jumlah varian butir.

σt 2 = Varian total.

36

Reliabilitas perangkat instrumen didapatkan dengan cara

mengkonsultasikan nilai koefisien Alpha yang diperoleh (rt) dengan tabel

interpretasi nilai korelasi r. Tabel interpretasi nilai r ditabulasikan dalam Tabel

1.3. berikut ini.

Tabel 1.3. Tabel Interpretasi Nilai r

No Besarnya Nilai r Interpretasi 1. Antara 0,800 sampai 1,000 Sangat tinggi. 2. Antara 0,600 sampai 0,799 Tinggi. 3. Antara 0,400 sampai 0,599 Cukup. 4. Antara 0,200 sampai 0,399 Rendah. 5. Kurang dari 0,200 Sangat rendah.

(Sumber: Arikunto, 1990)

2). Validitas Pengukuran

Validitas pengukuran menunjukkan suatu taraf dimana pengukur

memenuhi syarat­syarat sebagai alat ukur sesuai dengan tujuan pengukuran

(Sugiyono, 2010b:348­352). Untuk menentukan validitas pengukuran pada

instrumen digunakan tiga macam validitas, yaitu (1) validitas konstruk (construct

validity), (2) validitas isi (content validity), dan (3) validitas eksternal (Sugiyono,

2010b:352­354). Alat ukur dijabarkan dari teori yang telah ada dengan definisi

operasional. Kemudian alat ukur tersebut diajukan kepada beberapa pakar yang

menguasai pemahaman tentang variabel yang diteliti dan pakar­pakar instrumen,

apakah alat ukur yang dibuat sudah dapat mengungkap data yang hendak diukur.

Dalam hal ini jasa konsultasi dari pembimbing amat besar manfaatnya.

Untuk menentukan validitas pengukuran dari instrumen digunakan analisis

butir. Skor setiap butir pada kuesioner dikorelasikan dengan skor total dari butir­

37

butir tersebut. Artinya skor masing­masing butir dikorelasikan dengan skor total.

Hal ini bermakna untuk menguji validitas dari setiap butir kuesioner.

Bilamana ada butir­butir yang tidak valid atau berkorelasi rendah, butir­

butir tersebut perlu ditinjau kembali atau direvisi. Validitas untuk masing­masing

butir diperoleh dengan mengonsultasikan koefisien korelasi yang diperoleh

dengan r tabel product moment, pada taraf signifikansi 5%. Bila r hitung > dari r

tabel, r hitung dinyatakan signifikan, yang bermakna ada korelasi. Sebaliknya bila

r hitung < dari r tabel, r hitung dinyatakan tidak signifikan, yang bermakna tidak

ada korelasi.

Rumus korelasi product moment Pearson yang digunakan untuk

menghitung validitas instrumen adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2010b:228):

N Σ xiyi – (Σ xi)(Σ yi)

r XY =

NΣxi 2 ­ (Σxi) 2 NΣyi 2 ­ (Σyi) 2

Catatan:

1. X melambangkan skor butir. Karena kuesioner terdiri atas 18 buah butir

pernyataan, lambang masing­masing butir adalah X1, X2, X3, X4, ... , X18.

2. Y melambangkan skor faktor. Dalam penelitian ini, opini pengunjung pasar

Ngaglik Kota Kediri terhadap CSR dijabarkan atas tiga faktor atau tiga aspek,

yaitu faktor opini kognitif, afektif dan konasi. Lambang masing­masing opini

adalah Y1 untuk opini kognitif, Y2 untuk opini afektif, dan Y3 untuk opini

konasi.

3. r melambangkan koefisien korelasi Pearson. Validitas instrumen penelitian ini

menggunakan analisis butir. Hal ini bermakna bahwa tiap faktor dikorelasikan

38

dengan tiap­tiap butir yang menjadi indikator dari faktornya. Dengan

demikian ada tiga kelompok analisis butir, yaitu (a) analisis atas butir­butir

dari faktor opini kognisi, (b) analisis atas butir­butir dari faktor opini afeksi,

dan (c) analisis atas butir­butir dari faktor opini konasi. Keseluruhan ada 18

analisis butir. Secara sistematis keseluruhan lambang­lambang validitas butir

ditabulasikan dalam Tabel 1.4 berikut.

Tabel 1.4. Deskripsi Notasi Validitas Butir

Korelasi No Butir Lambang

Butir Opini Kognisi

(Y1) Opini Afeksi

(Y2) Opini Konasi

(Y3) 1 X1

1 1 Y X r 2 X2

1 2 Y X r 3 X3

1 3 Y X r 4 X4

1 4 Y X r 5 X5

1 5 Y X r 6 X6

1 6 Y X r 7 X7

2 7 Y X r 8 X8

2 8 Y X r 9 X9

2 9 Y X r 10 X10 2 10 Y X r

11 X11 2 11 Y X r

12 X12 2 12 Y X r

13 X13 3 13 Y X r

14 X14 3 14 Y X r

15 X15 3 15 Y X r

16 X16 3 16 Y X r

17 X17 3 17 Y X r

18 X18 3 18 Y X r

Sebagai contoh:

1 1 Y X r bermakna korelasi antara butir 1 (X1) dengan opini kognisi (Y1)

2 12 Y X r bermakna korelasi antara butir 12 (X12) dengan opini afeksi (Y2).

39

4. N = jumlah sampel uji coba.

5. Analisis Data

Untuk mendeskripsikan tingkat opini masyarakat pasar Ngaglik Kediri

terhadap program­program CSR PT. Gudang Garam, baik opini pedagang

maupun pengunjung, digunakan analisis deskripsi dengan acuan norma proporsi

pada Penilaian Acuan Proporsi (PAP) (Nurkancana dan Sumartana, 1986). Tiap

jawaban dari butir­butir pernyataan dalam tiap kuesioner diberi skor­skor.

Untuk memudahkan pendeskripsian tingkat opini dilakukan pembobotan

atas skor­skor yang diperoleh masing­masing subjek penelitian. Pembobotan

dilakukan dengan teknik konversi skor butir. Perolehan skor subjek dikonversikan

dalam suatu nilai pada rentang 0­100.

Misalnya untuk kuesioner yang digunakan untuk mengukur aspek atau

variabel konatif dari opini. Jumlah butir ada 6, dengan rentang skor 6­24. Rentang

skor ini dikonversikan ke suatu nilai pada rentang 0­100. Artinya untuk tiap

subjek yang memperoleh skor dalam opini konatif tersebut dikonversikan pada

sesuatu nilai dengan rentang yang berbeda. Untuk mempermudahkan

penghitungan konversi digambarkan sebagai berikut:

40

Gambar 1.2. Bagan Konversi Skor

Cara penghitungan konversi adalah sebagai berikut:

1. Skor kognisi ada dalam rentang (24 – 6) = 18. Sedang nilai kognisi ada dalam

rentang (100 – 0) = 100. Dengan demikian tiap satu kenaikan skor kognisi

terjadi kenaikan nilai sebesar ( 18 100 ).

2. Batas minimal skor adalah 6 sedang batas minimal nilai adalah 0. Dengan

demikian agar titik minimal keduanya sama, tiap skor dikurangi 6. Bilamana

skor­skor dilambangkan dengan huruf a, maka nilainya adalah (a – 6).

3. Karena tiap kenaikan satu skor kognisi terjadi kenaikan nilai sebesar ( 18 100 ),

maka suatu skor a akan terkonversi dalam nilai sebesar ( 18 100 )(a – 6).

6 7 8 9 10

24

0 1 2 3 4

1000

Rentang Skor Kognisi Rentang Nilai Kognisi

Dikonversikan

41

Bilamana suatu nilai kognisi dilambangkan dengan huruf X, diperoleh rumus

sebagai berikut:

100 X = ­­­­ (a ­ 6) (Nurkancana dan Sumartana, 1986)

18

di mana X = Nilai yang diperoleh subjek pada variabel kognisi.

a = skor yang diperoleh subjek pada variabel kognisi.

Karena jumlah butir untuk tiap variabel (kognitif, afektif, dan konatif)

adalah sama, yaitu 6, contoh cara konversi untuk variabel kognitif di atas juga

dapat digunakan untuk variabel afektif dan konatif, dengan rumus yang sama.

Untuk menginterpretasikan tingkat opini masyarakat pasar Ngaglik Keidri

digunakan kriteria dengan lima kategori penilaian, yaitu (1) sangat baik, (2) baik,

(3) cukup, (4) kurang, dan (5) sangat kurang. Penentuan kategori, secara

sistematis dapat dilihat pada Tabel 1.5.

Tabel 1.5

Interpretasi Tingkat Opini Pengunjung Pasar Ngaglik

No Rentang Nilai Interpretasi 1. 80­100 Sangat baik. 2. 60­80 Baik. 3. 40­60 Cukup. 4. 20­40 Kurang. 5. 0­20 Sangat kurang.

Langkah­langkah analisis adalah sebagai berikut:

1. Memberi skor pada setiap subjek, atas jawaban yang diberikan dari instrumen

yang digunakan.

2. Mengkonversikan skor subjek menjadi nilai subjek.

42

3. Menginterpretasikan nilai subjek atas tingkat­tingkat opini.

4. Mengelompokkan subjek­subjek pada suatu kategori tingkat opini.

5. Mempersentasekan jumlah subjek pada tiap kategori tingkat opini.

6. Menginterpretasikan tingkat opini untuk keseluruhan subjek.

Seluruh analisis dilakukan dengan bantuan komputer, melalui program

SPSS 11.0 for Windows versi Microsoft.