Bab 6 Alterasi Hidrotermal
-
Upload
arimas-hanindya -
Category
Documents
-
view
52 -
download
8
description
Transcript of Bab 6 Alterasi Hidrotermal
33
Panduan Kuliah dan Praktikum
ENDAPAN MINERAL
Sutarto HartosuwarnoLaboratorium Petrologi dan Bahan Galian Teknik Geologi
Fakultas TeknologiMineral Universitas PembangunanNasional “Veteran”YOGYAKARTA
34
BAB 6 ALTERASI HIDROTERMAL
Sistem hidrotermal dapat didifinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50° sampai
>500°C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervarisasi, di bawah
permukaan bumi (Pirajno, 1992). Sistem ini mengandung dua komponen utama, yaitu
sumber panas dan fase fluida. Sirkulasi fluida hidrotermal menyebabkan himpunan mineral
pada batuan dinding menjadi tidak stabil, dan cenderung menyesuasikan kesetimbangan
baru dengan membentuk himpunan mineral yang sesuasi dengan kondisi yang baru, yang
dikenal sebagai alterasi (ubahan) hidrotermal. Endapan mineral hidrotermal
terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching), menstranport, dan
mengendapkan mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan kondisi fisik
maupun kimiawi (Pirajno, 1992).
6.1. Fluida Hidrotermal
Terdapat tiga fase. Fase padat memiliki struktur atom yang fix, umumnya tidak
mudah bergerak, sehingga memiliki bentuk dan volume yang tetap. Fase cair dan gas adalah
suatu substansi dimana molekul atau atomnya cenderung saling bergerak bebas, sehingga
bentuknya akan dikontrol oleh tempat dimana cairan atau gas berada. Fase cair dibedakan
dengan gas, karena molekulnya masih saling berhubungan, sedangkan molekul pada gas
cenderung saling terpisah, bergerak lebih bebas, dan tidak membentuk volume yang tetap.
Molekul atau atom pada fase padat apabila dipanaskan, akan cenderung bergerak satu sama
lain, pada saat mencapai melting point, fase padat akan berubah menjadi fase cair. Apabila
temperatur terus bertambah, pada saat mencapai critical temperatur (boiling point),
cairan akan berubah menjadi gas atau uap (vapor). Steam adalah istilah kusus untuk
menyebut uap air (water vapor). H2O merupakan senyawa yang dapat hadir sebagai fase
padat (es/ice), fase cair (air/water), dan fase gas (uap air/steam) pada tekanan yang relatif
sama.
35
Pada temperatur dan tekanan tertentu, beberapa substansi dapat terlarut (solute) pada
substansi yang lain (pelarut/solvent) membentuk larutan (solution) yang homogen. Baik
zat terlarut maupun pelarut dapat berupa fase padat, cair, maupun gas.
Tabel 6.1 beberapa larutan
Zat pelarut (solvent) Zat terlarut (solute)
H2O ( c ) NaCl (p)
Alkohol/C2H2OH ( c ) H2O (c )
H2O ( c ) CO2 (g)
O (g) N (g)
Pt (p) H (g)
Fe (p) C (p)
Sfalerit (ZnFeS) (p) Kalkopirit (CuFeS2) (p)
Larutan dimana zat pelarutnya adalah air disebut sebagai aqueous. Pelarut air yang
mengandung zat terlarut NaCl ± 35% disebut sebagai brine. Istilah fluida (fluids)
digunakan untuk menyebut semua substansi atau materi yang dapat bergerak, yaitu cairan,
gas, campuran gas dan cairan, atau larutan bukan padat. Partikel-partikel sangat halus (1-15
Angstrom) yang tersebar sebagai suspensi (tidak homogenous) pada suatu substansi
(umumnya cairan) disebut sebagai colloid.
Secara umum fluida pembawa bijih dapat dibagai menjadi enam bagian, yaitu fluida
magmatik, meteorik, connate, metamorfik, air laut, dan hidrotermal.
1). Magma dan fluida magmatik
Proses diferensiasi magma hingga menghasilkan beraneka ragam batuan beku,
diyakini sangat kompleks. Sebagian besar magma mempunyai komposisi yang tidak
homogen, sebagian dapat mengandung sebagian sesar komponen ferromagnesian, yang lain
kaya akan silika, sodium dan potasium, unsur volatil, xenolith yang reaktif, dan sebaginya
(Guilbert dan Park, 1986). Magma tidak statis, tetapi mempunyai sistem terbuka, selalu
36
berubah menyesuikan kesetimbangan baru, yang disebabkan oleh reaksi kimia, selalu
kontinyu terhadap konveksi dan percampuran, terutama pada temperatur tinggi (Carmichael,
Turner, dan Verhoogen, 1974).
Beberapa magma didominasi komponen oksidan dan sulfida (disebut ore magmas),
yang dapat mengkristal langsung membentuk endapan bijih. Dalam sejarah kristalisasi magma
(magma mafik), fraksi-fraksi volatil hidrous yang umumnya lebih ringan dan alkalik,
cenderung terakumulasi pada bagian atas kantong magma, disebut sebagai air magmatik
(atau juvenile), dalam artian masih fres, baru belum terkontaminasi dan belum pernah
muncul di permukaan. Komponen volatil di dalam magma umumnya terdiri dari H2O, H2S,
CO2, HCl, HF, dan H2 (sebagian besar adalah H2O, yaitu sekitar 1-15%). Hal tersebut
dibuktikan dengan banyaknya mineral hidrous pada akhir magmatisme.
2). Air meterorik
Air, bagaimanapun kejadiannya, jika telah melalui dan disetimbangkan di dalam
atmosfer disebut sebagai air meteorik (esensi dari proses supergen). Studi isotopile
menunjukkan peranan air meterorik yang sangat besar pada proses pembentukan bijih
(White, 1957 a). Air selama bersentuhan dengan atmosfer akan melarutkan komponen-
komponen yang ada, seperti N2, O2, CO2 dll. CO2 dengan H2O akan dapat menghasilkan
(HCO3)- disertai H+. Air meteorik mungkin juga mengandung sejumlah unsur yang dominan di
kerak, seperti Na, Ca, Mg, SO4, dan CO3, tetapi kecil kemungkinan mengandung unsur-unsur
boron dan fluorin yang merupakan unsur karakteristik pada air magmatik.
3). Air laut
Air laut sangat terkait dengan proses-proses endapan evaporit, fosforit, submarine
exhalites, nodule mangan, serta endapan-endapan lain pada kerak samodra.
4). Air connate (konat)
Air konat adalah. Sehingga pada dasarnya air ini adalah merupakan fosil air, yang
pada (White, 1968). Air ini sangat umum dijumpai di lapangan hidrokarbon.
37
5). Fluida metamorfik
Pada kondisi tertentu, air meteorik dan konat yang terdapat di dalam batuan yang
jauh dari permukaan, akan dapat menjadi lebih reaktif bersamaan dengan adanya proses
metamorfosa regional atau kontak. Air tersebut ditambah dengan dehidrasi dari proses
metamorfosa disebut sebagai air metamorfik. Air metamorfik karena reaktif, akan cenderung
mudah melarutkan logam pada batuan samping.
6) Fluida Hidrotermal
Adalah fluida yang mempunyai temperatur tinggi, yang dibentuk oleh beberapa fluida
tersebut di atas. Fluida yang paling penting pada sistem hidrotermal adalah fluida magmatik
dan meteorik
7. Pergerakan fluida pembawa bijih
1). Migrasi Magma
2). Pembentukan porositas dan permeabilitas
3). Migrasi fluida hidrotermal
Apabila permeabilitas batuan kecil migrasi fluida cenderung berlangsung secara
difusi. Sebaliknya pada batuan yang permeabilitasnya besar fluida akan bergerak
secara konveksi.
4). Ground Preparation
6.2 Alterasi Hidrotermal
Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya (batuan
dinding), akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan
(alteration minerals), maupun fluida itu sendiri.
Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks, melibatkan perubahan
mineralogi, kimiawi, dan tekstur, hasil interaksi fluida dengan batuan yang dilewatinya
(Pirajno, 1992). Perubahan-perubahan tersebut akan tergantung pada karakter batuan
dinding, karakter fluida (Eh, pH), kondisi tekanan maupun temperatur pada saat reaksi
berlangsung (Guilbert dan Park, 1986), konsentrasi, serta lama aktivitas hidrotermal (Browne,
1991 dalam Corbett dan Leach, 1996). Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi
temperatur dan kimia fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada
38
proses ubahan hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996). Henley dan Ellis (1983 dalam Pirajno,
1992) percaya bahwa ubahan hidrotermal pada sistem epitermal tidak banyak bergantung
pada komposisi batuan dinding, akan tetapi lebih dikontrol oleh kelulusan batuan,
temperatur dan komposisi fluida.
Definisi batuan dinding (wall rock atau country rock) adalah batuan
disekitar intrusi yang melingkupi urat, umumnya mengalami ubahan hidrotermal. Derajad
dan lamanya proses ubahan akan menyebabkan perbedaan intensitas ubahan (total,
sangat kuat, kuat, sedang, lemah hingga tak terubah) dan derajat alterasi (terkait
dengan stabilitas pembentukan). Stabilitas mineral primer yang mengalami ubahan sering
membentuk pola ubahan (style of alteration) pada batuan. Secara umum umum dikenal
adanya tiga pola ubahan, yaitu pervasive, selectively pervasive, dan non-pervasive
(Pirajno, 1992). Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan
kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (mineral
assemblage) (Guilbert dan Park, 1986). Setiap himpunan mineral akan mencerminkan tipe
ubahan (type of alteration) yang secara umum dikelompokkan menjadi tipe potasik,
filik, argilik, profilitik, advanced argillic, skarn, dan greisen. Satu mineral dengan
mineral tertentu sering kali dijumpai bersama (asosiasi mineral), walaupun mempunyai
tingkat stabilitas pembentukan yang berbeda, sebagai contoh adalah klorit sering berasosiasi
dengan piroksen atau biotit. Area yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan
mineral yang hadir dapat disatukan sebagai satu zona ubahan.
Host rock adalah batuan yang mengandung endapan bijih atau suatu batuan yang dapat
dilewati larutan, dimana suatu endapan bijih terbentuk. Intrusi maupun batuan dinding dapat
bertindak sebagai host rock.
6.2.1.Tipe Ubahan
Creasey (1966) membuat klasifikasi ubahan hidrotermal pada endapan tembaga porfir
menjadi tiga tipe yaitu propilitik, argilik, potasik, dan himpunan kuarsa-serisit-pirit.
Lowell dan Guilbert (1970), membuat model alterasi-mineralisasi juga pada endapan bijih
porfir, menambahkan istilah zona filik, untuk himpunan mineral kuarsa + serisit + pirit ±
klorit ± rutil ± kalkopirit.
39
1. Tipe propilitik
Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot, ilit/serisit,
kalsit, albit, dan anhidrit .Terbentuk pada temperatur 200-300°C pada pH near-
neutral, dengan salinitas yang beragam, umumnya pada daerah yang mempunyai
permeabilitas rendah.
Menurut Creasey (1966) terdapat empat kecenderungan himpunan mineral yang hadir
pada tipe propilitik, yaitu :
a. klorit-kalsit-kaolinit
b. klorit-kalsit-talk
c. klorit-epidot-kalsit
d. klorit-epidot.
2. Tipe argilik
Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu muskovit-
kaolinit-monmorilonit dan muskovit-klorit-monmorilonit. Himpunan mineral pada tipe
argilik terbentuk pada temperatur 100-300°C (Pirajno, 1992), fluida asam hingga netral dan
salinitas yang rendah.
3. Tipe potasik
Tipe ini dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali felspar-
magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil albit dan titanit
(sphene) atau rutil kadang terbentuk. Ubahan potasik terbentuk pada daerah yang dekat
batuan beku intrusif yang terkait, fluida yang panas (>300°C), salinitas tinggi, dan dengan
karakter magmatik yang kuat.
4. Tipe filik
Tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-serisit-pirit, yang umumnya tidak
mengandung mineral-mineral lempung atau alkali felspar. Kadang mengandung sedikit
anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil. Terbentuk pada temperatur sedang sampai tinggi (sekitar
230°-400°C), fluida asam hingga neutral dengan salinitas yang beragam, pada zona yang
permeabel dan pada batas dengan urat.
40
5. propilitik dalam (inner propylitic)
Menurut Hedenquist dan Lindqvist (1985 dalam Pirajno, 1992) zona ubahan pada
sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH mendekati netral) umumnya juga
menunjukkan zona ubahan seperti pada sistem porfir, tetapi menambahkan istilah inner
propylitic untuk zona pada bagian yang bertemperatur tinggi (>300°C), yang dicirikan oleh
kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.
6. Advanced argillic
Sedangkan untuk sistem epitermal sulfidasi tinggi (fluida kaya asam-sulfat),
ditambahkan istilah advanced argillic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral
pirofilit + diaspor ± andalusit ± kuarsa ± tourmalin ± enargit-luzonit (untuk
temperatur tinggi, 250-350°C), atau himpunan mineral kaolinit + alunit ± kalsedon ±
kuarsa ± pirit (untuk temperatur rendah, <180°C).
7. Tipe skarn
Batasan mineralogi skarn sampai sekarang masih kabur (Taylor 1996). Masalah yang
lain, banyak batuan skarn yang memperlihatan tekstur ukuran butir halus, yang mempersulit
dalam identifikasi mineral pada batuan skarn. Walaupun demikian terdapat mineralogi yang
sangat umum yang sering didapatkan pada batuan skarn, yaitu kelompok garnet, piroksen,
amfibol, epidot dan magnetit. Mineral lain yang umum adalah wolastonit, klorit, biotit
dan kemungkinan vesuvianit (idokras).
Garnet-piroksen-karbonat adalah kumpulan mineral yang paling umum dijumpai pada
batuan induk karbonat yang orisinil (Taylor 1996). Amfibol umumnya hadir pada skarn
sebagai mineral tahap akhir yang meng-overprint mineral-mineral tahap awal. Aktinolit
(CaFe) dan tremolit (CaMg) adalah mineral amfibol yang paling umum hadir pada skarn.
Jenis piroksen yang sering hadir adalah diopsid (CaMg) dan hedenbergit (CaFe).
Terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi dengan temperatur tinggi (sekitar
300°-700°C).
8. Tipe Greisen
Himpunan mineral pada greisen adalah kuarsa- muskovit (atau lipidolit) dengan
sejumlah mineral asesori seperti topas, tourmalin, dan fluorit yang dibentuk oleh ubahan
metasomatik post-magmatik granit (Best 1982, Stemprok 1987 dalam Evans 1993).
41
Masalahnya, seringkali kita mendapati dalam satu contoh batuan ditemukan beberapa
mineral dari dua tipe atau lebih. Prosedur yang baik untuk tahap awal observasi batuan
tersebut di atas adalah menulis semua mineral yang nampak sebagai himpunan mineral.
Apabila dalam satu batuan dijumpai mineral-mineral klorit, kuarsa, kalsit, dan kaolinit,
maka disebut sebagai himpunan klorit-kuarsa-kalsit-kaolinit.
6.2.2.Pola ubahan (Style of alteration)
Kwantitas ubahan pada batuan yang disebabkan oleh derajad dan lamanya proses
ubahan.
a. Pervasive
Penggantian seluruh atau sebagian besar mineral pembentuk batuan. Semua
mineral primer pembentuk batuan telah mengalami ubahan, walaupun
intensitasnya dapat berlainan.
b. Selectively pervasive
Proses ubahan hanya terjadi pada mineral-mineral tertentu pada batuan.
misalnya klorit pada andesit hanya mengganti piroksen saja, sedangkan
plagioklas tidak ada yang terubah sama sekali.
c. Non-pervasive
Hanya bagian tertentu dari keseluruhan batuan yang mengalami ubahan
hidrotermal.
6.2.3.Proporsi mineral (ubahan)
Proporsi satu mineral (ubahan) tertentu dalam batuan.
a. Jarang (rare) : < 1 %
b. Sedikit (minor) : 1-5 %
c. Sedang (moderate) : 5-10 %
d. Banyak (major) : 10-50 %
e. Melimpah (predominant) : >50 %
6.2.4.Derajad ubahan (rank of alteration)
Derajad ubahan terkait dengan tingginya temperatur pada saat proses ubahan
berlangsung. Derajad temperatur dicirikan oleh mineral-mineral indeks temperatur tertentu.
Sebagai contoh adalah sikuen pada mineral-mineral kalsium aluminium silikat.
42
120°
210°
250°
T 300°
Mordenit (NaCaAlSi)
Laumontit (NaAlSiO)
Wairakit (CaAlSi)
Epidot (Ca(Al,Fe)Si)
Garnet (CaAlSi
6.2.5.Intensitas ubahan :
a. Tidak terubah (unaltered) : tidak ada mineral sekunder
b. Lemah (weak) : mineral sekunder <25 vol.%
c. Sedang (moderate) : mineral sekunder 25-75 vol.%
d. Kuat (strong) : mineral sekunder > 75 vol.%
e. Intens (intense) : Seluruh mineral primer terubah (kecuali kuarsa,
zirkon, dan apatit), tetapi tekstur primernya
masih terlihat
f. Total (total) : Seluruh mineral primer terubah (kecuali kuarsa,
zirkon, dan apatit) serta tekstur primer sudah
tidak nampak lagi
6.2.6.Ukuran mineral (seperti yang digunakan pada batuan beku)
a. Sangat halus (very fine) : < 0,01 mm
b. Halus (fine) : 0,01 - 0,05 mm
c. Sedang (medium) : 0,05 - 0,25 mm
d. Kasar (coarse) : 0,25 - 2,00 mm
e. Sangat kasar (very coarse): > 2,00 mm
6.2.7.Langkah mengenal batuan ubahan hidrotermal
Ada banyak alasan mengapa kita perlu menginterpretasi ubahan hidrotermal.
Mempelajari ubahan hidrotermal akan dapat menjawab kondidi fisik dan kimia batuan dan
43
fluida maupun evolusi proses hidrotermal. Ada beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan
untuk mengenali batuan ubahan hidrotermal, diantaranya adalah:
a. Mendiskripsi mineral-mineral yang hadir maupun tekstur dalam batuan, mencatat
mineral-mineral sekunder yang terbentuk karena ubahan hidrotermal.
b. Mendiskripsi distribusi mineral ubahan pada batuan (sebaiknya pada singkapan , contoh
setangan, maupun pada sayatan tipis).
• apakah mineral tersebut mengisi (pori, urat, vug) atau mengganti (mineral primer,
mineral sekunder atau clast)?
• apakah mereka mengganti seluruh mineral atau hanya mineral tertentu?
• apakah mereka mengganti seluruh batuan atau pada daerah tertentu (misal di
sekitar urat)?
c. Menyusun hubungan antara satu mineral dengan mineral (akan dibahas pada bab
paragenesa mineral)