Bab 3 Tinpus Snh Fix

download Bab 3 Tinpus Snh Fix

If you can't read please download the document

description

snh

Transcript of Bab 3 Tinpus Snh Fix

49

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1. Defenisi Stroke

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau kematian.2Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease

(CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO).2

Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).11

3.2. Anatomi Pembuluh Darah Otak

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial (Gambar 2.1.).12

Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagianotak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi (Gambar 2.2).12,13

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ (gambar 2.3.).4

Gambar 3.1. Sel Glia Pada Otak

Gambar 3.2. Pembuluh Darah di Otak

Gambar 3.3. Bagian Otak dan Fungsi Otak

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.3.3. Stroke Non Hemoragik

3.3.1. Klasifikasi Stroke Non Hemoragik4,14

Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan

proses patologik (kausal):

Berdasarkan manifestasi klinik:

Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)

Gejala neurologik makin lama makin berat.

Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

Berdasarkan Kausal:

Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya

kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.

Stroke Emboli/Non Trombotik

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

Gejala Stroke Non Hemoragik13,14,15

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:

Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.

Buta mendadak (amaurosis fugaks).

Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.

Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.

Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.

Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.

Gangguan mental.

Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.

Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.

Bisa terjadi kejang-kejang.

Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.

Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.

Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.

Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia). d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.

Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.

Meningkatnya refleks tendon.

Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.

Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo).

Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara (disatria).

Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara

lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).

viii.Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).

Gangguan pendengaran.

Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior

Koma

Hemiparesis kontra lateral.

Ketidakmampuan membaca (aleksia).

Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

Gejala akibat gangguan fungsi luhur

Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.

Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu

Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.

Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.

Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).

Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.

Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.

viii.Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma

capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan

massa di otak.

Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.

3.3.3. Diagnosis Stroke Non Hemoragik14

Diagnosis didasarkan atas hasil:

Penemuan Klinis

Anamnesis

Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.

Pemeriksaan Fisik

Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.

Pemeriksaan tambahan/Laboratorium

Pemeriksaan Neuro-Radiologik

Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat

membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan

intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).

Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,

Elektrokardiografi (EKG). 3.4. Stroke Hemoragik

3.4.1. Klasifikasi Stroke Hemoragik11,14

Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:

Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.

Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)

Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.

Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.

3.4.2. Gejala Stroke Hemoragik11,14

Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)

Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).

Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.

Gejala Perdarahan Subdural

Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.3.4.3. Diagnosis Stroke Hemoragik2,4,14

Perdarahan Intraserebral (PIS)

Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan

Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), Elektroensefalografi (EEG),

Ultrasonografi (USG), dan Angiografi cerebral.

Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Multislices CT-Angiografi, MR Angiografi atau Digital Substraction Angiography (DSA).

Perdarahan Subdural

Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto tengkorak antero-posterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan CT-Scan dan EEG. Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:1. Skor Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik (Djoenaidi, 1988)

Tanda/GejalaSkor

1.Tia sebelum serangan12.Permulaan serangan

Sangat mendadak (1-2 menit)6,5

Mendadak (beberapa menit-1 jam)6,5

Pelan-pelan (beberapa jam)13.Waktu serangan

Waktu kerja (aktivitas)6,5

Waktu istirahat/duduk/tidur1

Waktu bangun tidur14.Sakit kepala waktu serangan

Sangat hebat10

Hebat7,5

Ringan1

Tak ada05.Muntah

Langsung habis serangan10

Mendadak (beberapa menit-jam)7,5

Pelan-pelan (1 hari atau lebih)1

Tak ada06.Kesadaran

Hilang waktu serangan (langsung)10

Hilang mendadak (beberapa menit-jam)10

2. Guy's Hospital Score (1985)

Gejala/Tanda Klinis dan Skor

Derajat kesadaran 24 jam setelah MRS Mengantuk + 7.3

Tak dapat dibangunkan + 14.6

Babinski bilateral + 7.1

Permulaan serangan

Sakit kepala dalam 2 jam setelah serangan atau kaku kuduk: + 21.9

Tekanan darah diastolik setelah 24 jam + (tekanan darah diastolik x 0.17)

Penyakit katub aorta/mitral -4.3

Gagal jantung - 4.3

Kardiomiopati - 4.3

Fibrilasi atrial - 4.3

Rasio kardio-torasik > 0.5 (pada x-foto toraks) - 4.3

Infark jantung (dalam 6 bulan) - 4.3

Angina, klaudikasio atau diabetes - 3.7

TIA atau stroke sebelumnya - 6.7

Anemnesis adanya hipertensi - 4.1

Pembacaan:

Skor : < + 25: Infark (stroke non hemoragik) > + - 5: Perdarahan (stroke hemoragik)

+ 14: Kemungkinan infark dan perdarahan 1 : 1 < + 4: Kemungkinan perdarahan 10%

Sensivitas: Untuk stroke hemoragik: 81-88%; stroke non hemoragik (infark) 76-82%. Ketetapan keseluruhan: 76-82%.

3. Siriraj Hospital Score (Poungvarin, 1991)

Versi orisinal:

= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah diastolik) (0.99 x atheromal) 3.71.

Versi disederhanakan:

= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) (3 x atheroma) 12.

Kesadaran:

Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2 Muntah:

tidak = 0 ; ya = 1

Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1 Tanda-tanda ateroma:

tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1 (anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:

Skor > 1 : Perdarahan otak < -1: Infark otak

Sensivitas: Untuk perdarahan: 89.3%. Untuk infark: 93.2%.

Ketepatan diagnostik: 90.3%.

3.5. Epidemiologi Stroke

3.5.1. Distribusi Frekuensi Stroke

a. Menurut Orang

Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001, terdapat 264 orang penderita stroke iskemik pada usia 18-45 tahun, yang disebabkan oleh kelebihan lemak, merokok, hipertensi dan riwayat stroke.16

Berdasarkan data penderita stroke yang dirawat oleh Pusat Pengembangan dan Penanggulangan Stroke Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi pada tahun 2002, terdapat 501 pasien, yang terdiri dari usia 20-30 tahun sebesar 3,59%, usia 30-50 tahun sebesar 20,76%, usia 51-70 tahun sebesar 52,69% dan usia 71-90 tahun sebesar 22,95%.17

Hasil penelitian Syarif. R di Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan tahun 1999-2003 menunjukkan bahwa dari 220 sampel yang diteliti, berdasarkan suku penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar bersuku Jawa sebanyak 120 orang (54,5%) dan yang terendah suku Minang sebanyak 3 orang (1,4%), berdasarkan status perkawinan penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar berstatus kawin sebanyak 217 orang (98,6%) dan yang berstatus tidak kawin sebanyak 3 orang

(1,4%).10

b. Menurut Tempat

Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Angka kematian penderita stroke di Amerika adalah 50-100/100.000 penderita pertahun.18

Di China (2005), terdapat 1,5 juta penderita stroke dan 1 juta penderita stroke meninggal dunia dengan CFR 66,66%.19 Di India, angka prevalensi stroke sebesar 8,6 per 100.000 populasi pertahun.20

Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 orang terkena serangan stroke, 125.000 orang meninggal dunia dengan CFR 25% dan yang mengalami cacat ringan atau berat dengan proporsi 75% (375.000 orang).21c. Menurut Waktu

Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa di seluruh dunia, dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun 2015 dan 7,8 juta penderita pada tahun 2030.19

Berdasarkan Penelitian Misbach di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2000-2003, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke tahun 2000 sebanyak 641 orang, tahun 2001 sebanyak 722 orang, tahun 2002 sebanyak 706 orang dan tahun 2003 sebanyak 522 orang. Di RSU Banyumas, terjadi peningkatan penderita stroke yang dirawat inap pada tahun 1997-2000. Pada tahun1997 terdapat penderita stroke sebanyak 255 orang, tahun 1998 sebanyak 298 orang, tahun 1999 sebanyak 393 orang dan tahun 2000 sebanyak 459 orang.223.5.2. Determinan Stroke

Faktor risiko stroke terdiri dari dua kategori, yaitu:

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:

Usia

Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari

semua stroke, orang yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%, sedangkan 25% terjadi pada orang yang berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi pada orang berusia 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.3,11Merokok

Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali.23 Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.12 viii.Alkohol

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lain-lain. Semua ini mempermudah terjadinya stroke.3 Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.24Stres

Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.12Penyalahgunaan Obat

Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke. Hasil pengumpulan data dari rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang menangani narkoba, didapatkan bahwa lebih dari 50% pengguna narkoba dengan suntikan berisiko terkena stroke.3

Pencegahan Stroke

Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya

yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:

3.6.1. Pencegahan Primordial2

Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat.

Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard.3.6.2. Pencegahan Primer11,12

Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:

Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.

Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.

Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.

3.6.3. Pencegahan Sekunder25

Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:

Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.

Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).

Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.

3.6.4. Pencegahan Tertier12

Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.

Rehabilitasi Fisik

Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.

Rehabilitasi Mental

Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.

Rehabilitasi Sosial

Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.