BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian...
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
TERHADAP KOHESI GRAMATIKAL
Pengantar
Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang terkait dengan masalah wacana,
referensi, kohesi, dan koherensi, baik dalam linguistik secara umun maupun dalam
linguistik Arab secara khusus. Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, dalam
linguistik Arab sebenarnya sudah terdapat beberapa konsep yang terkait dengan
permasalahan tersebut, hanya saja dalam linguistik Arab belum terdapat istilah
yang memayungi materi pembahasan tersebut. Oleh sebab itu, peneliti akan
menyesuaikan pembahasan masalah ini dengan materi pembahasan yang terdapat
dalam teori kohesi, referensi, dan koherensi yang berkembang dalam linguistik
umum.
2.1 Kridalaksana (1978)
Kridalaksana (1978: 38-44) menelaah syarat keutuhan wacana.
Menurutnya, aspek yang memperlihatkan keutuhan wacana dapat dibedakan atas
aspek semantis, aspek leksikal, aspek gramatikal, dan aspek fonologis. Aspek
semantis meliputi 1) hubungan semantis di antara bagian-bagian wacana dan 2)
kesatuan latar belakang semantis.
Hubungan semantis di antara bagian-bagian wacana tampak dari hubungan
antarproposisi dari bagian-bagian wacana. Hubungan semantis di antara bagian-
bagian wacana tersebut meliputi 1) hubungan sebab-akibat, 2) hubungan alasan-
akibat, 3) hubungan sarana-hasil, 4) hubungan sarana-tujuan, 5) hubungan latar-
kesimpulan, 6) hubungan kelonggaran-hasil, 7) hubungan syarat-hasil, 8)
hubungan perbandingan, 9) hubungan parafrasis, 10) hubungan aplikatif, 11)
hubungan aditif yang berkaitan dengan waktu, 12) hubungan aditif yang tidak
berkaitan dengan waktu, 13) hubungan identifikasi di antara bagian-bagian
wacana, 14) hubungan generik-spesifik, dan 15) hubungan ibarat.
Kesatuan latar belakang semantis yang menandai keutuhan wacana
meliputi 1) kesatuan topik, 2) hubungan sosial para pembicara, dan 3) jenis
medium penyampaian.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Dalam aspek leksikal, hubungan di antara bagian-bagian wacana dapat
dinyatakan dengan pertalian unsur-unsur leksikal dalam bagian itu. Yang
termasuk dalam aspek leksikal itu adalah 1) ekuivalensi leksikal, 2) antonim, 3)
hiponim, 4) kolokasi, 5) kosokbali, 6) pengulangan, dan 7) penutup dan pembuka
wacana.
Dalam aspek gramatikal, unsur-unsur yang mendukung keutuhan suatu
wacana meliputi 1) konjungsi, 2) elipsis, 3) paralelisme, dan 4) bentuk penyulih
dengan anaforis dan kataforis yang berupa pronomina persona ketiga dan
proverba, yakni kata yang mengacu kepada perbuatan, keadaan, hal, atau isi dari
bagian wacana.
2.2 Dardjowidjojo (1986)
Dardjowidjojo (1986: 94) di dalam penelitiannya tentang wacana
menyatakan bahwa suatu rentetan kalimat dapat membentuk suatu pengertian jika
rentetan kalimat itu serasi dan terpadu. Untuk memadukannya diperlukan benang
pengikat. Benang pengikat itu diwujudkan dalam 1) penyebutan sebelumnya, 2)
sifat verba, 3) peranan verba bantu, 4) proposisi positif, 5) praanggapan, dan 6)
konjungsi. Dalam tulisannya, Dardjowidjojo tidak membedakan secara tegas
benang pengikat gramatikal dan benang pengikat leksikal.
2.3 Samsuri (1987)
Pada tahun 1987, Samsuri menulis “Analisis Wacana”. Dalam tulisannya,
Samsuri mengatakan bahwa hubungan kohesi terbentuk jika penafsiran suatu
unsur dalam ujaran bergantung pada penafsiran makna ujaran yang lain. Suatu
ujaran tidak dapat ditafsirkan maknanya secara efektif tanpa mengacu kepada
unsur atau ujaran yang lain. Lebih lanjut, Samsuri membagi berbagai hubungan
kohesi wacana menjadi lima, yaitu 1) hubungan sebab-akibat, 2) hubungan
referensi dengan pronomina persona dan demonstrativa, 3) konjungsi, 4)
hubungan leksikal, seperti hiponimi, hubungan bagian-utuhan, hubungan
kolokasi, dan 5) hubungan struktural lanjutan, seperti substitusi, perbandingan,
dan pengulangan sintaksis. Di samping itu, juga dibedakan pengertian antara
referensi dan inferensi kewacanaan.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
2.4 Sugono (1995)
Sugono (1995) menelaah wacana dari segi pelesapan (delesi), khususnya
pelesapan subjek. Dalam tulisannya, Sugono mengatakan bahwa telaah pelesapan
subjek merupakan telaah kohesi (cohesion), telaah perpautan antarkalimat dalam
wacana dan telaah perpautan antarklausa dalam kalimat. Menurutnya, kohesi yang
dinyatakan melalui tata bahasa disebut kohesi gramatikal, sedangkan yang
dinyatakan melalui kosakata disebut kohesi leksikal. Kohesi gramatikal meliputi
pengacuan (reference), elipsis, penyulihan (substitution), sedangkan kohesi
leksikal meliputi penyebutan ulang, sinonimi, dan kolokasi. Konjungsi berada di
antara gramatikal dan leksikal (berdasarkan konsep Halliday dan Hasan, 1976).
Secara ringkas dikatakan bahwa kohesi dapat diwujudkan, antara lain, melalui a)
pelesapan (deletion), b) pemakaian pronomina, c) penyulihan (substitution), dan
d) penyebutan ulang, dan e) pemakaian konjungsi.
2.5 Rustono (1999)
Di dalam tulisannya yang berjudul “Realisasi Konsep Anafora dan
Katafora dalam Bahasa Indonesia”, Rustono (1999: 1-12) mengatakan bahwa
konsep anafora dan katafora dapat ditemukan di dalam bahasa Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya penggunaan bentuk-bentuk sebagai peranti yang
merujuk silang anteseden yang telah disebutkan atau yang disebutkan kemudian.
Peranti-peranti anafora dan katafora di dalam bahasa Indonesia, menurut
Rustono ada tujuh macam, di antaranya:
(a) Kata ganti persona
Kata ganti persona adalah kata ganti yang menyatakan orang. Di dalam
bahasa Indonesia kata ganti persona dibedakan menjadi tiga, yaitu kata
ganti persona pertama (pembicara), kata ganti persona kedua (mitra
bicara), dan kata ganti persona ketiga (orang yang dibicarakan). Ketiga
kata ganti persona itu dapat menjadi peranti anafora dan katafora.
(b) Klitik
Klitik yaitu bentuk terikat yang secara fonologis tidak mempunyai
tekanan sendiri dan yang tidak dapat dianggap morfem terikat karena
mengisi gatra pada tingkat frasa atau klausa, tetapi tidak mempunyai ciri-
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
ciri kata karena tidak dapat berlaku sebagai bentuk bebas (Kridalaksana
dalam Rustono, 1999: 6). Bentuk “ku-, -ku, kau-, -mu, dan –nya” adalah
contoh klitik di dalam bahasa Indonesia. Klitik dibedakan menjadi dua,
proklitik dan enklitik. Proklitik adalah klitik yang melekat pada awal kata,
sedangkan enklitik melekat pada akhir sebuah kata. Baik proklitik maupun
enklitik dapat berperan sebagai peranti anafora dan katafora.
(c) Nomina
Nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, dan
konsep atau pengertian (Alwi et al dalam Rustono, 1999: 7).
(d) Demonstrativa
Demonstrativa adalah kata yang dipakai untuk merujuk atau menandai
secara khusus orang atau benda (Kridalaksana dalam Rustono, 1999: 8).
Di dalam bahasa Indonesia, kata ini dan itu termasuk ke dalam
demontrativa.
(e) Keterangan waktu
Keterangan waktu adalah keterangan yang memberikan informasi
mengenai saat terjadinya suatu peristiwa (Alwi et al dalam Rustono, 1999:
8). Bentuk-bentuk yang dapat mengisi keterangan waktu adalah kata
tunggal, frasa nominal, dan frasa preposisional. Umumnya keterangan
waktu diletakkan di bagian belakang kalimat, tetapi dapat pula terletak di
tengah atau di awal kalimat.
(f) Keterangan tempat
Keterangan tempat adalah keterangan yang menunjukkan tempat
terjadinya peristiwa atau keadaan (Alwi et al dalam Rustono, 1999: 9).
Bentuk yang dapat mengisi keterangan tempat hanyalah frasa
preposisional. Preposisi yang biasa digunakan adalah di, ke, dari, sampai,
dan pada. Setelah preposisi itu terdapat kata yang memiliki ciri tempat
seperti sana, sini, situ, mana sehingga frasa preposisional yang berfungsi
keterangan tempat itu berwujud di sana, di situ, ke sana, ke situ, ke sini,
dan sebagainya.
(g) Keterangan cara
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Keterangan cara adalah keterangan yang menyatakan jalannya suatu
peristiwa berlangsung (Alwi et al dalam Rustono, 1999: 10). Kata tunggal
dan frasa preposisional adalah dua bentuk yang dapat mengisi keterangan
cara. Kata tunggal yang menyatakan cara antara lain seenaknya,
semaunya, secepatnya, sebaliknya, dan sebagainya. Frasa preposisional
yang biasanya menyatakan cara terdiri atas preposisi dengan, secara, atau
tanpa dan ajektivanya.
Selanjutnya Rustono juga mengatakan bahwa hubungan yang ada antara
ketujuh peranti ini dan anteseden yang dirujuk silang meliputi dua macam
hubungan, yaitu hubungan anaforis dan hubungan kataforis.
2.6 Alwi et al. (2000)
Alwi et al. (2000) dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia menyatakan
bahwa kohesi merupakan keserasian hubungan antara unsur yang satu dan unsur
yang lain dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik dan koheren.
Suatu wacana dikatakan kohesif apabila hubungan antara unsur yang satu
dan unsur lainnya dalam wacana tersebut serasi sehingga tercipta suatu pengertian
yang apik dan koheren. Pada bagian itu disebutkan bahwa salah satu unsur kohesi
adalah hubungan sebab-akibat, apik antarklausa maupun antarkalimat. Hubungan
sebab-akibat tersebut ditandai oleh konjungsi karena dan sebab. Pada bagian
tersebut juga disebutkan bahwa kohesi dapat dinyatakan dengan hubungan unsur-
unsur yang menyatakan pertentangan yang dinyatakan dengan konjungsi tetapi,
pengutamaan dinyatakan dengan konjungsi kecuali, konsesif dinyatakan dengan
konjungsi walaupun dan meskipun, dan tujuan yang dinyatakan dengan konjungsi
agar atau supaya.
Walaupun tidak secara tegas dinyatakan, buku Alwi et al. (2000) tersebut
juga menyinggung adanya referensi, baik yang bersifat anaforis maupun kataforis,
baik yang berupa pronomina persona maupun pronomina demonstrativa. Di
samping itu, buku Alwi et al. (2000) juga menyinggung masalah elipsis yang juga
termasuk unsur pembentuk kohesi dan koherensi wacana.
Kalau dicermati, dalam keseluruhan buku itu sebenarnya terdapat beberapa
jenis hubungan kohesi wacana yang diuraikan secara terpisah-pisah. Hubungan
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
tersebut, antara lain, adalah a) hubungan sebab-akibat, b) hubungan pertentangan,
c) hubungan kelebihan, d) hubungan perkecualian, e) hubungan konsesif, f)
hubungan tujuan, g) perulangan, h) penggantian unsur leksikal yang maknanya
berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak
mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan
metaforis, k) elipsis, l) hiponimi, m) bagian keutuhan, dan n) referensi/pengacuan.
2.7 Chodijah (2006)
Chodijah (2006: 7) dalam skripsinya meneliti tentang keutuhan teks iklan
dalam media cetak berbahasa Arab melalui kohesi gramatikal. Sebagai sumber
datanya, Chodijah mengambil beberapa majalah serta booklet berbahasa Arab.
Dari hasil penelitiannya itu, Chodijah menyimpulkan bahwa sebagian besar iklan-
iklan tersebut menggunakan referensi endofora, yaitu berjumlah 163 buah
referensi. Sedangkan untuk referensi eksofora berjumlah 144 buah referensi.
Selanjutnya sebagian besar iklan tersebut menggunakan dami:r atau
pronomina sebagai alat referensinya, yaitu sebanyak 239 buah, referensi
demonstrativa 56 buah, dan referensi perbandingan sebanyak 12 buah. Sedangkan
untuk arah acuannya, didapati lebih banyak menggunakan anafora, yaitu sebanyak
144 buah dibandingkan dengan katafora, yang berjumlah 19 buah.
Kemudian Chodijah juga menemukan bahwa iklan dalam media cetak Arab,
khususnya majalah, pada umumnya menggunakan pronomina-pronomina sebagai
berikut: pronomina persona pertama jamak حنن /nahnu/ ‘kami’, yang ditujukan
pada puhak produsen produk atau pengiklan, pronomina persona pertama tunggal
ana/ ‘saya atau aku’ diacukan pada seseorang yang telah menggunakan?/ أنا
produk yang diiklankan serta berperan sebagai pihak pemberi saran untuk
menggunakan produk yang sama, pronomina persona kedua tunggal أنت /?anta/
‘kamu’ (maskulin), أنت /?anti/ ‘kamu’ (feminin), serta pronomina persona kedua
jamak أنتم /?antum/ ‘anda atau kamu’ (maskulin) adalah pihak addressee,
pronomina ketiga tunggal هو /huwa/ ‘dia’ (maskulin) dan هي /hiya/ ‘dia’ (feminin)
mengacu pada produk yang diiklankan.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
2.8 Subuki (2008)
Subuki (2008: 277-280), dalam tesisnya yang berjudul Kohesi dan
Koherensi dalam Surat Al-Baqarah mengkaji masalah kohesi dan koherensi
melalui tiga konsep pendekatan, yaitu melalui teori kohesi dan koherensi,
balaghah, dan’ulu:m Al-Quran.
Dalam tesisnya ini, Subuki mengemukakan bahwa perwujudan kohesi di
dalam surat Al-Baqarah meliputi dua hal:
1. Berdasarkan bentuk yang digunakannya.
Berdasarkan bentuk yang digunakan, kohesi di dalam surat Al-
Baqarah diwujudkan melalui delapan peranti, yaitu referensi,
substitusi, elipsis, penggantian leksikal, pemilihan stilistis, persesuaian
kala, kohesi leksikal, dan konjungsi.
2. Berdasarkan asal (nature) hubungan kohesi, kohesi dikaitkan dalam
tiga hal:
a. kohesi yang didasarkan atas keterkaitan referensi (relatedness
of reference) diwujudkan melalui referensi, substitusi, elipsis,
penggantian leksikal, sebagian dari kohesi leksikal, dan
persesuaian kala, jenis, dan jumlah.
b. Kohesi yang didasarkan atas keterkaitan bentuk (relatedness of
form) diwujudkan melalui elipsis, penggantian leksikal,
pemilihan stilistis, dan kohesi leksikal.
c. Kohesi atas dasar keterkaitan semantik (semantic connection)
diwujudkan melalui konjungsi.
Sementara itu, dalam ilmu balaghah, menurut Subuki, peranti kohesi
berhubungan dengan beberapa bidang pembahasan: (1) ‘ilm al-ma’a:ni:, terkait
dengan fungsi pemanfaatan pronomina (dami:r) dan demonstrativa (isyarah), ijaz
dan itnab, wasl dan fasl, dan al-qasr dan al-ikhtisas; (2) ‘ilm al-bayan; dan (3)
‘ilm al-badi:. Sedangkan dalam ’ulu:m Al-Quran, hal ini terkait dengan bidang
pembahasan dami:r secara khusus, taqdim dan ta’khir, peranti pemarkah ‘am dan
takhsis, dan juga dengan hal lainnya yang merupakan bagian dari balaghah.
Selanjutnya Subuki mengemukakan bahwa terdapat tiga kecenderungan
hubungan antara perwujudan peranti kohesi dengan koherensi:
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
1. Koherensi dalam surat Al-Baqarah sebagaian besar dicapai bukan
melalui perwujudan satu peranti kohesi saja, melainkan oleh beberapa
peranti kohesi sekaligus, baik berdasarkan bentuk yang digunakannya
maupun berdasarkan asal hubungan kohesifnya.
2. Koherensi kadangkala tetap terjaga meskipun tidak terdapat
perwujudan peranti kohesi.
3. Kadangkala perwujudan kohesi sama sekali tidak dapat
memperlihatkan koherensi antarbagian dalam teks, dan, oleh sebab itu,
tidak dibutuhkan dalam proses pemahaman teks.
Sedangkan dalam hal kaitannya fungsi peranti kohesi dalam pemahaman
teks, Subuki mengatakan bahwa kadang peranti kohesi dalam teks berguna dalam
pemahaman, sebab peranti tersebut kadang mampu menunjukkan maksud penutur,
misalnya untuk memuliakan, merendahkan, menunjukkan urutan dan tingkatan,
membatasi dan membatalkan informasi, mempertentangkan, mempermudah
pemahaman, mempertegas, menjaga intensitas penutur, dan menghindari
kesalahpahaman. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemahaman kadang
bergantung kepada peranti kohesi atau, dengan lain perkataan, peranti kohesi
kadang juga dibutuhkan dalam pemahaman teks.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA TEORI
Pengantar
Bab ini mengemukakan teori-teori yang akan digunakan sebagai dasar
analisis alat kohesi gramatikal, khususnya untuk jenis referensi, yang digunakan
sebagai salah satu cara menjaga keutuhan wacana dalam cerpen yang berjudul
wardah al-ha:ni:/ ‘Wardah Hani’ karya Kahlil Gibran. Teori-teori yang/ وردة اهلاين
dibahas di dalam bagian ini adalah teori-teori tentang wacana dan teks, kohesi,
referensi, dan koherensi.
3.1 Wacana dan Teks
Dari asal usul katanya, kata wacana berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu
dari kata vacana yang berarti ‘bacaan’. Kata vacana itu, masuk ke dalam bahasa
Jawa Kuno menjadi wacana (wacana) dan selanjutnya masuk ke dalam bahasa
Jawa Baru menjadi wacana yang berarti ‘bicara, ucapan’. Kata wacana di dalam
bahasa Jawa Baru diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana yang
berarti ‘komunikasi verbal, percakapan’ (Wedhawati dkk., 2001: 595-596).
Wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar yang digunakan
dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara berturut-turut adalah
kalimat, frasa, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi membentuk
kata. Rangkaian kata membentuk frasa, dan rangkaian frasa membentuk kalimat.
Akhirnya rangkaian kalimat membentuk wacana (semuanya ini bisa lisan bisa
tulis) (Arifin dan Rani, 2000: 3).
Menurut HG Tarigan (1987:27) wacana adalah satuan bahasa yang paling
lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang
baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat
disampaikan secara lisan atau tertulis. Jadi, suatu kalimat atau rangkaian kalimat,
misalnya, dapat disebut sebagai wacana atau bukan wacana tergantung pada
keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang melingkupinya.
Sementara itu, di dalam Kamus Linguistik, Kridalaksana (1993: 231)
memadankan wacana dengan discourse, dan didefinisikan sebagai satuan bahasa
terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku,
seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, frasa atau kata yang
membawa amanat lengkap.
Sebagai sebuah disiplin ilmu dalam ilmu bahasa, wacana dapat dikaji
keberadaannya. Ilmu yang mengkaji tentang wacana dinamakan analisis wacana.
Stubbs (dalam Arifin dan Rani, 2000: 8) mengatakan bahwa analisis wacana
merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan
secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara
alamiah ini berarti penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari.
Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankan penggunaan bahasa
dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antarpenutur. Senada dengan itu,
J.D. Parera (2004: 219) mengungkapkan bahwa analisis wacana adalah satu
penjelasan tentang bagaimana kalimat-kalimat dihubung-hubungkan dan
memberikan satu kerangka acuan yang terpahami tentang pelbagai jenis wacana,
memberikan penjelasan tentang runtun kelogisan, pengelolaan wacana, dan
karakteristik stilistik sebuah wacana. Untuk menjelaskan pendapatnya itu, Parera
memberikan dua contoh teks. Bandingkan dua teks di bawah ini.
A. Sukamandi desa yang cantik. Perjalanan ke sana agak
membosankan. Sungai-sungai jernih airnya. Rumah-rumah
berpagar bunga. Orang-orang bersifat periang. Kendaraan ke
Sukamandi tidak banyak. Hawanya sejuk. Jalannya buruk. Desa itu
jauh dari jalan raya (Parera, 2004: 219).
Rasanya sulit bagi kita memahami teks (A) di atas. Teks (A) di atas hanya
merupakan himpunan kalimat-kalimat yang belum/tidak berhubungan. Agar teks
(A) itu dapat dipahami, maka teks itu akan dikelola dan ditata agar runtun pikiran
teks itu terlihat kelogisannya.
B. Perjalanan ke desa Sukamandi mungkin agak membosankan. Desa
itu jauh dari jalan raya. Jalan ke sana buruk dan kendaraan tidak
banyak. Walaupun demikian, sungai-sungai yang jernih airnya,
rumah-rumah yang berpagar bunga, hawa yang sejuk, dan orang-
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
orang yang bersifat periang dapat mengurangi kebosanan itu.
Sukamandi memang desa yang cantik (Parera, 2004: 219).
Dalam teks (B) telah muncul hubungan yang runtun dan logis
antarkalimat, sehingga bila kita nilai, teks (B) lebih mudah dipahami
dibandingkan dengan teks (A).
Di dalam pemakaiannya, wacana dapat dikelompokkan menjadi beberapa
macam. Sebagai contoh, Djajasudarma (1994:6) mengelompokkan wacana
menjadi:
a. Berdasarkan eksistensi (realitas) wacana
Wacana ini dibedakan menjadi dua, yaitu wacana verbal dan
nonverbal.
b. Berdasarkan pemaparan wacana
Wacana ini dibedakan menjadi lima, yaitu wacana prosedural,
hartatori, ekspositori, naratif, dan deskriptif.
c. Berdasarkan jenis pemakaian wacana
Wacana ini dibedakan menjadi tiga, yaitu wacana monolog, dialog,
dan polilog.
d. Berdasarkan media komunikasi wacana
Wacana ini dibedakan menjadi tiga, yaitu wacana lisan, tulis, dan
wacana lisan yang dituliskan.
Setelah pemaparan di atas mengenai wacana, lalu apakah yang dinamakan
teks?. Teks, menurut Guy Cook (dalam Eriyanto, 2001: 9) adalah semua bentuk
bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua
jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik gambar, efek suara, citra, dan
sebagainya.
Sementara itu Brinker (dalam Nainggolan, 1998: 1) mengatakan, teks
adalah serangkaian lambang-lambang bahasa yang koheren atau yang membentuk
kesatuan gagasan dan secara keseluruhan mengandung fungsi komunikatif
tertentu. Sedangkan Brown dan Yule (dalam Choiriyah, 2006: 14) mengatakan,
teks merupakan rekaman verbal tindak komunikasi. Sebagai bentuk rekaman
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
verbal tersebut, teks terdiri atas teks tertulis yang diartikan sebagai rekaman cetak;
dan teks lisan yang diartikan rekaman pita tindak komunikasi yang meliputi hal-
hal yang terjadi pada sebuah tuturan.
Ada beberapa pandangan yang berbeda mengenai wacana dan teks.
Pandangan pertama beranggapan bahwa wacana dan teks itu berbeda. Malmkjaer
(1990: 461) yang mengutip pendapat Hoey (1983: 1) mengatakan bahwa teks
merupakan bahasa tulis (written), sedangkan wacana merupakan bahasa lisan
(spoken) (Crystal, 1987: 116 ; Coulthard, 1998: 3 ; Richards dan Schmidt, 2002:
161). Jadi dari uraian itu tampak bahwa teks dan wacana berbeda. Wacana
memfokuskan pada bahasa lisan, sedangkan teks memfokuskan pada bahasa tulis.
Hoed (1994) membedakan pengertian wacana dari teks berdasarkan
pandangan de Saussure (1915) yang membedakan langue dan parole. Di
katakannya oleh Hoed bahwa wacana adalah bangun teoritis abstrak yang
maknanya dikaji dalam kaitannya dengan konteks dan situasi komunikasi. Yang
dimaksud konteks adalah unsur bahasa yang dirujuk oleh suatu ujaran, sedangkan
situasi adalah unsur nonbahasa yang dirujuk oleh suatu ujaran. Dengan demikian
wacana ada dalam tataran langue, sedangkan teks adalah realisasi sebuah wacana
dan ada pada tataran parole.
Senada dengan pendapat di atas, Leech (1979: 209) menggunakan istilah
discourse/wacana sebagai suatu interaksi antara pembicara dengan pendengar,
yang bentuknya ditentukan oleh maksud dan tujuan sosialnya, sedangkan teks
merupakan bentuk komunikasi lisan atau tulisan dengan pesan tertentu di
dalamnya. Dari batasan yang diberikannya, Leech cenderung melihat
discourse/wacana sebagai bentuk komunikasi lisan, sedangkan teks dapat
berbentuk lisan atau tulisan.
Pandangan Leech ini hampir senada dengan pendapat Widdowson yang
juga membedakan teks dengan discourse/wacana. Menurut Widdowson, teks
adalah seperangkat kalimat yang terjalin satu sama lain, sedangkan discourse/
wacana adalah seperangkat kalimat yang digunakan untuk tujuan komunikatif
dalam interaksi sosial (Widdowson, 1979: 90). Sementara itu pandangan yang
kedua beranggapan bahwa wacana dan teks itu pada dasarnya sama. Menurut
Teun Van Dijk (dalam Lubis, 1993: 21), teks sama dengan discourse, yaitu
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
kesatuan dari beberapa kalimat satu dengan yang lain yang terikat dengan erat.
Senada dengan Dijk, Halliday dan Hasan (1976: 1) menyebut wacana text (teks).
Disebutkannya bahwa sebuah teks adalah kumpulan sejumlah unsur bahasa, baik
lisan maupun tulisan, yang secara semantik merupakan satu kesatuan bentuk dan
makna. Teks adalah bahasa yang berfungsi, yaitu bahasa yang sedang melakukan
tugas tertentu dalam konteks situasi tertentu (Halliday dan Hasan, 1992: 13).
Halliday dan Hasan tidak membedakan konsep teks dan wacana secara tajam.
Memang, dikatakannya bahwa wacana cenderung panjang, sedangkan teks dapat
singkat, seperti pada tanda “Pintu darurat”.
3.2 Kohesi
Kohesi menurut Samsuri (1987: 68) adalah keserasian hubungan struktural
lahir antara ujaran yang satu dengan yang lain. Sementara itu Sumarlam, dkk
(2003: 23) mendefinisikan kohesi sebagai pertautan bentuk. Sedangkan Halliday
dan Hasan (1976: 4) menjelaskan bahwa kohesi adalah suatu konsep semantik
yang mengacu kepada hubungan makna yang ada dalam suatu wacana yang
ditandai dengan penggunaan alat-alat kohesi seperti substitusi, konjungsi, dan
lain-lain. Kohesi dapat terjadi saat unsur dalam sebuah teks saling berkaitan
(berhubungan), saling menjelaskan satu sama lain, dan mengacu pada hal yang
sama sehingga memungkinkan suatu wacana menjadi terpadu dalam suatu
kesatuan gagasan. (Halliday dan Hasan, 1976: 10). Perhatikan contoh di bawah ini
“Wash and core six cooking apples. Put them into a fireproof dish”
(Halliday dan Hasan, 1976: 2).
Interpretasi makna them pada kalimat kedua hanya dapat dilakukan dengan
mengaitkannya dengan kalimat pertama. Berdasarkan hubungan kedua kalimat
tersebut diketahui bahwa them pada kalimat kedua mengacu kepada six cooking
apples.
Kohesi sangat diperlukan di dalam sebuah wacana atau teks, karena
dengan kohesi, sebuah wacana atau teks akan dengan mudah dipahami oleh
pembaca. Ada beberapa cara untuk membuat teks atau wacana memiliki kohesi.
Moeliono (dalam Suladi, dkk, 2000: 14) mengajukan tiga metode untuk mencapai
kohesi (perpautan bentuk), yaitu a) kata atau frasa peralihan, b) pengulangan kata
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
yang penting, dan c) pengacuan dengan kata ganti. Namun demikian, ternyata
kohesi saja tidaklah cukup untuk membuat suatu wacana atau teks dapat dipahami
dengan baik. Oleh sebab itu dibutuhkan satu unsur tambahan lagi, yaitu koherensi,
agar sebuah wacana atau teks tersebut dapat dipahami dengan baik oleh pembaca.
Mengenai kohesi, Halliday dan Hasan (1976) mengklasifikasi kohesi
secara garis besar berdasarkan dua hal. Pertama, berdasarkan pilihan bentuk yang
digunakan, kohesi dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian:
(1) kohesi gramatikal, yaitu hubungan yang kohesif yang dicapai
dengan penggunaan elemen dan aturan gramatikal, meliputi
referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi.
(2) kohesi leksikal, yaitu efek kohesif yang dicapai melalui pemilihan
kata, meliputi reiterasi dan kolokasi.
Kedua, berdasarkan asal (nature) hubungannya, kohesi diklasifikasikan
lebih jauh berdasarkan tiga hal, yaitu:
(1) keterkaitan bentuk
(2) keterkaitan referensi
(3) keterkaitan semantik
3.3 Referensi
Referensi dalam pandangan lama adalah hubungan antara kata dan
bendanya. Misalnya kata kursi mengacu pada benda yang berfungsi sebagai
tempat duduk, berkaki empat, terbuat dari kayu, besi, atau bambu dan seterusnya
(Pranowo, 2002: 77). Sementara itu Nunan dalam bukunya yang berjudul
Introduction Discourse Analysis (1993: 123) menjelaskan bahwa referensi adalah
“Those cohesive devices in a text that can only be interpreted with reference
either to some other part of the text or to the world experienced by the sender or
receiver of the text”. Referensi adalah alat kohesi dalam sebuah teks yang hanya
bisa ditafsirkan maknanya dengan menunjuk kembali pada bagian teks yang lain
atau pada dunia yang dialami oleh pengirim atau penerima pesan dalam teks.
Halliday dan Hasan (1976) membagi referensi menjadi dua jenis, yaitu
eksofora dan endofora.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
(1) Referensi eksofora atau referensi situasional adalah pengacuan
terhadap antiseden yang terdapat di luar bahasa (ekstratekstual),
seperti manusia, hewan, alam sekitar pada umumnya, atau suatu
peristiwa. Contoh
For he’s jelly good fellow
And so say all of us
(Halliday dan Hasan, 1976: 32).
Contoh di atas adalah referensi eksofora, karena dalam teks tersebut
(berbentuk lagu) tidak dijelaskan siapa yang diacu oleh he. He
berubah-ubah tergantung situasi pada saat lagu tersebut dinyanyikan.
Jadi, contoh tersebut adalah referensi eksofora yang terikat dengan
konteks situasi.
(2) Referensi endofora atau referensi tekstual adalah pengacuan
terhadap anteseden yang terdapat di dalam teks (intratekstual).
Pengacuan dan yang diacu adalah koreferensial (Arifin dan Rani,
2000: 82). Dalam kedua jenis referensi tersebut, referen atau acuan
harus dapat diidentifikasi.
Contoh
(a) Nauval hari ini tidak masuk sekolah. (b) Ia ikut ibunya pergi ke
Surabaya (Arifin dan Rani, 2000: 84).
Contoh di atas merupakan referensi endofora. Hal ini ditunjukkan
oleh kata Ia pada kalimat (b) mengacu pada anteseden yang berada
di dalam teks, yaitu kata Nauval pada kalimat (a).
Di dalam analisis wacana, Arifin dan Rani (2000: 82-83) menganggap
referensi itu sebagai tindak tanduk si penutur. Dengan kata lain, referensi dari
sebuah kalimat sebenarnya ditentukan oleh si penutur. Mitra tutur hanya dapat
menduga apa yang yang direferensikan oleh si penutur. Dugaan mitra tutur ini
terkadang benar dan terkadang salah. Contoh
Yang merah yang aku senangi! (Arifin dan Rani, 2000: 28).
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
apa yang dimaksud dengan yang merah pada tuturan ini hanya dapat ditafsirkan
dengan melihat tuturan sebelumnya, misalnya Baju warna apa yang kamu sukai?,
sehingga jelaslah bahwa yang dimaksud dengan yang merah adalah baju. Akan
tetapi jika ada kalimat:
Ton, di lemari ada celana, kemeja, rok, dan jilbab. Itu boleh
kamu pakai (Arifin dan Rani, 2000: 28).
Jelaslah bahwa maksud itu dalam kalimat tersebut adalah celana dan kemeja, dan
bukan rok dan jilbab karena dari pengetahuan tentang dunia bahwa Tono sebagai
laki-laki tidak mungkin memakai busana rok dan jilbab. Jadi, di samping
hubungan antarkalimat, pengetahuan ‘tentang dunia’ ini pun juga menentukan
referensi itu sekaligus menentukan makna tuturan.
Halliday dan Hasan membagi alat kohesi referensi menjadi tiga jenis,
yaitu:
3.3.1 Referensi Persona
Referensi persona adalah penunjukan kembali fungsi atau peran dalam
situasi ujaran dengan menggunakan kategori persona (Halliday dan Hasan, 1976:
37). Referensi persona diekspresikan melalui pronomina dan determinator
(pewatas). Hal ini digunakan untuk mengidentifikasi orang dan objek yang
disebutkan dalam suatu titik dalam teks (Nunan, 1993: 23).
Pronomina dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah الضمائر /al-
dama:?iru/(jm) الضمري /al-dami:r/ (tg), yaitu pronomina yang digunakan untuk
menyebut pembicara, lawan bicara, dan yang dibicarakan.(Ghalayini, 1973: 116).
Dalam prakteknya, Bawani (1987: 62) mengatakan, dami:r (pronomina persona)
itu bukan sekedar untuk menggantikan nama orang atau jenis manusia saja,
melainkan juga untuk jenis hewan, tumbuh-tumbuhan, bahkan benda-benda lain
pada umumnya. Adapun ketentuannya sama saja, yakni dengan menyesuaikan
jenis mudzakkar (maskulin) maupun muannatsnya (feminin), demikian pula
mengenai mufrod (tunggal), mutsanna (dual) atau jamaknya. Sebagai contoh:
al-masjidu/ ‘masjid’, dami:rnya adalah pronomina persona ketiga tunggal/ املسجد
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
maskulin هو /huwa/ ‘dia’, sedang املدرسة /al-madrasatu/ ‘sekolah’, dami:rnya
adalah pronomina persona ketiga tunggal feminin هي /hiya/ ‘dia’.
Melihat penjelasan di atas mengenai dami:r (pronomina persona),
bagaimana jika ada dua benda atau lebih campuran antara jenis mudzakkar
(maskulin) dan muannats (feminin)?. Dalam hal ini, maka dami:rnya mengikuti
ketentuan jenis mudzakkar (maskulin). Sebagai contoh kata وعائشة علي /’aliyyu wa
‘a:isyatu/ ‘Ali dan Aisyah’, dami:rnya adalah مها /huma/, sedangkan املسلمون al-muslimu:na wa al-muslima:tu/ ‘beberapa lelaki muslim dan beberapa/ واملسلمات
wanita muslim’, dami:rnya adalah هم /hum/ dan bukan هن /hunna/, demikian
seterusnya. Dami:r yang nyata wujudnya (ba:riz) terbagi menjadi dua jenis, yaitu
/al-dami:r al-muttasil/ الضمري املتصل al-dami:r al-munfasil/ dan/ الضمري املنفصل
(‘Aqil, 1992: 53). Berikut ini penjelasannya:
a. Pronomina persona independen atau الضمري املنفصل /al-dami:r al-munfasil/,
yaitu pronomina berupa morfem-morfem bebas yang ditulis sebagai satu
kata terpisah. Pronomina persona independen itu dapat menduduki kasus
nominatif (marfu) jika kata ganti tersebut berfungsi sebagai subyek, selain
itu dapat pula menduduki kasus akusatif (mansub) jika kata ganti tersebut
berfungsi sebagai obyek langsung. Contoh
حنن نعرف الواجب (1)
/nahnu na’rifu al-wa:jiba/
‘Kami mengetahui tugas’
ما أكرم املعلم إال إياك (2) /ma: ?akrama al-mu’allimu ?illa ?iyya:ka/
‘Guru hanya menghormati kamu’ (‘Alī al-Jārim dan Amin, tt).
Dalam contoh (1) حنن /nahnu/ ‘kami’ adalah pronomina persona pertama
jamak independen baik maskulin maupun feminin, yang berkasus
nominatif, sedangkan dalam contoh (2) إاكي /?iyya:ka/ ‘kamu’ adalah
pronomina persona kedua tunggal maskulin independen, yang berkasus
akusatif.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Sebagai gambarannya, perhatikan tabel dibawah ini:
Jumlah
Persona
Tunggal Dual Jamak
M1F1 ?ana: �mأ nahnu �tm
M2
F2
?anta �mأ
?anti �mأ
?antuma: �u�mأ
?antuma: �u�mأ
antum ��mأ
antunna ��mأ
M3
F3
huwa ه�
hiya ه�
huma: �uه
huma: �uه
hum ه�
hunna �ه
Tabel 3.1 Pronomina Persona Independen berkasus nominatif (Holes, 2005: 145)
Jumlah
Persona
Tunggal Dual Jamak
M1F1 ?iyya:ya ي�� إ
?iyya:na: �m�� إ
M2
F2
?iyya:ka ك�� إ
?iyya:ki �� إ
?iyya:kuma: �uآ�� إ
?iyya:kuma: �uآ�� إ
?iyya:kum آ��� إ
?iyya:kunna �آ�� إ
M3
F3
?iyya:hu � �� إ
?iyya:ha: ه��� إ
?iyya:huma: �uه�� إ
?iyya:huma: �uه�� إ
?iyya:hum ه��� إ
?iyya:hunna �ه�� إ
Tabel 3. 2 Pronomina Persona Independen berkasus akusatif (‘Aqil, 1992: 59-60)
b. Pronomina persona dependen atau الضمري املتصل /al-dami:r al-muttasil/,
yaitu dami:r (pronomina) yang terikat (Bawani, 1987: 126-127).
Dikatakan demikian karena dami:r tersebut harus selalu dirangkaikan atau
dihubungkan dengan kata yang lain sebelumnya. Jadi, dami:r al-muttasil
itu tidak dapat berdiri sendiri, karena harus terikat dengan kata yang
mendahuluinya. Oleh karena itu, dami:r al-muttasil selalu berada di bagian
belakang suatu kata. Dami:r al-muttasil adakalanya dapat terikat dengan
isim (kata benda), fi’il (kata kerja), dan bahkan bisa pula dengan harf
(partikel). Melihat bentuknya, Nasr (1967) membagi dami:r al-muttasil
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
menjadi dua, yaitu dami:r al-muttasil tunggal dan dami:r al-muttasil
ganda. Dami:r al-muttasil tunggal dapat terjadi jika hanya satu dami:r al-
muttasil yang terikat pada kata lain, seperti:
مسعت (3)
/sami’tu/
‘Saya telah mendengar’ (Nasr, 1967).
Dalam contoh (3), dapat dilihat hanya ada sebuah pronomina persona
pertama tunggal baik maskulin maupun feminin dependen, yaitu ت | … /
…tu/ yang terikat pada verba. Sedangkan disebut dami:r al-muttasil ganda
jika terdapat dua dami:r atau lebih sekaligus yang terikat pada kata lain,
seperti:
ضربته (4)
/dharabtuhu/
‘Saya telah memukulnya’ (Nasr, 1967).
Dalam contoh (4), terdapat dua pronomina persona dependen, yaitu ت |…
/…tu/ sebagai pronomina persona pertama tunggal baik maskulin maupun
feminin dependen dan ه |… /…hu/ sebagai pronomina persona ketiga
tunggal maskulin dependen, yang terikat pada sebuah verba sekaligus.
Dami:r al-muttasil ini dapat menduduki kasus nominatif (marfu), akusatif
(mansub), dan genitif (majrur), seperti:
رأيت القطر (5)
/ra?aitu al-qithara/
‘Saya melihat kereta’
الغالمان ينظران أبامها (6) /al-gula:ma:ni yandzura:ni ?aba:huma:/
‘Dua anak kecil sedang menanti ayahnya’ (Anam, 2000: 139)
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
يذهب أمحد معي (7) /yadzhabu ?ahmadu ma’iy/
‘Ahmad sedang pergi denganku’
Pada contoh (5) terdapat pronomina persona pertama tunggal baik
maskulin maupun feminin dependen ت /tu/ ‘saya’ yang berkasus
nominatif. Sementara itu, pada contoh (6), terdapat pronomina persona
ketiga dual baik maskulin maupun feminin dependen مها /huma:/ ‘mereka
berdua’ yang berkasus akusatif. Sedangkan pada contoh (7), terdapat
pronomina persona pertama tunggal baik maskulin maupun feminin
dependen ي /iy/ ‘-ku’ yang berkasus genitif.
Pronomina jenis ini digambarkan sebagai berikut:
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Tabel 3.3
Bentuk-Bentuk Pronomina Persona Dependen Berkasus Nominatif
Jenis
�� sا
/al-jinsu/
Maskulin
qآ¡usا
/al-mudzakkaru/
Feminin
¢m£usا
/al-mu?annatsu/
Orang
/al-syakhsu/
¤¥�sا
Jumlah
اx�sد
/al-‘adadu/
Pertama
/al-
mutakall
imu/
sا�¦§�u
Kedua
/al-
mukha:th
abu/
���¥usا
Ketiga
/al-
ga:?i
bu/
�¨�©sا
Pertama
/al-
mutakalli
matu/
ªu¦§�usا
Kedua
/al-
mukha:tha
batu/
ªr�«¥usا
Ketiga
/al-
ga:?ib
atu/
ªr¨�©sا
Tunggal
اq�usد
/al-
mufrad
u/
VMd
/tu/
…ت
/ta/
…ت
- /tu/
…ت
/ti/
…ت
-
Dual
��¬usا
/al-
mutsan
na:/
VMd
- ...�u
/tuma:/
ا.. .
/a:/
- ...�u
/tuma:/
...�
/ta:/
Jamak
®u sا
/al-
jam’u/
VMd
�m
/na:/
....�
/tum/
وا.....
/u:/
....�m
/na:/
...�
/tuna/
ن....
/na/
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Tabel 3.4
Bentuk-Bentuk Pronomina Persona Dependen Berkasus Akusatif
Jenis
�� sا
/al-
jinsu/
Maskulin
qآ¡usا
/al-mudzakkaru/
Feminin
¢m£usا
/al-mu?annatsu/
Orang
/al-
syakhsu/
¤¥�sا
Jumlah
اx�sد
/al-
‘adadu/
Pertama
/al-
mutakalli
mu/
�¦§�usا
Kedua
/al-
mukha:tha
bu/
���¥usا
Ketiga
/al-
ga:?ib
u/
�¨�©sا
Pertama
/al-
mutakallim
atu/
ªu¦§�usا
Kedua
/al-
mukha:thab
atu/
ªr�«¥usا
Ketiga
/al-
ga:?iba
tu/
ªr¨�©sا
Tunggal
اq�usد
/al-
mufradu
/
...�m
/ni:/
ك...
/ka/
...�
/hu/
...�m
/ni:/
ك...
/ki/
ه�...
/ha:/
Dual
��¬usا
/al-
mutsann
a:/
_
...�uآ
/kuma:/
...�uه
/huma
:/
_
...�uآ
/kuma:/
...�uه
/huma:/
Jamak
®u sا
/al-
jam’u/
�m
/na:/
آ�...
/kum/
ه�...
/hum/
...�m
/na:/
آ�...
/kunna/
ه�
/hunna/
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Tabel 3.5
Bentuk-Bentuk Pronomina Persona Dependen Berkasus Genitif
Jenis
�� sا
/al-
jinsu/
Maskulin
qآ¡usا
/al-mudzakkaru/
Feminin
¢m£usا
/al-mu?annatsu/
Orang
/al-
syakhsu/
¤¥�sا
Jumlah
اx�sد
/al-
‘adadu/
Pertama
/al-
mutakalli
mu/
�¦§�usا
Kedua
/al-
mukha:tha
bu/
���¥usا
Ketiga
/al-
ga:?ib
u/
�¨�©sا
Pertama
/al-
mutakallim
atu/
ªu¦§�usا
Kedua
/al-
mukha:thab
atu/
ªr�«¥usا
Ketiga
/al-
ga:?iba
tu/
ªr¨�©sا
Tunggal
اq�usد
/al-
mufradu
/
ي...
/iy/
ك...
/ka/
...�
/hu/
ي...
/iy/
ك...
/ki/
ه�...
/ha:/
Dual
��¬usا
/al-
mutsann
a:/
-
...�uآ
/kuma:/
...�uه
/huma
:/
-
...�uآ
/kuma:/
...�uه
/huma:/
Jamak
®u sا
/al-
jam’u/
�m
/na:/
آ�...
/kum/
ه�...
/hum/
...�m
/na:/
آ�...
/kunna/
ه�
/hunna/
Catatan: Bentuk ى /iy/, � /hu/, �uه /huma:/, �ه /hum/, nه� /hunna/, jika bertemu
dengan partikel �� /fi:/, �¦° /’ala:/, dan �sإ /?ila:/ maka berubah menjadi
nى /ya/, � /hi/, �uه /hima:/, �ه /him/, nه� /hinna/
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Selain kedua dami:r di atas tadi, di dalam bahasa Arab juga dikenal dami:r
yang tersembunyi, yang dinamakan الضمري املستتر /al-damir al-mustatir/ atau kata
ganti yang tidak tampak (Bawani, 1987: 136). Dikatakan demikian karena, dami:r
mustatir ini wujudnya melekat pada verba, sehingga tidak nampak jelas seperti
dami:r muttasil dan dami:r munfasil. Misalnya kata ضرب /dharaba/ ‘memukul’,
mengandung dami:r mustatir yang kalau diwujudkan ialah هو /huwa/ , kata ضربا
/dharaba:/ mengandung dami:r mustatil مها /huma:/, kata ضربوا /dharabu:/
mengandung dami:r mustatir هم /hum/.
Alat referensi persona yang digunakan menurut pembagian yang dilakukan
Halliday dan Hasan (1976) sebagai berikut:
A. Pronomina Persona (Personal Pronoun)
Pronomina persona merupakan bentuk pronomina yang menunjuk
kepada orang atau benda. Bentuk pronomina ini terdiri atas pronomina yang
mengacu kepada kelompok partisipan (speech roles/speaker – addressee),
yaitu orang-orang yang terlibat langsung dalam proses komunikasi, dan
pronomina persona yang mengacu kepada kelompok di luar partisipan (other
roles/other than participants), yaitu orang-orang atau obyek yang tidak
terlibat langsung dalam proses komunikasi. Kelompok yang terakhir ini
disebut juga kelompok yang dibicarakan (being narrated) oleh kelompok
partisipan (Halliday dan Hasan 1976, 43-50).
Bentuk pronomina persona yang dipakai untuk menunjuk kepada
kelompok pertama, dalam bahasa Inggris adalah I, you, we, me, dan us,
sedangkan untuk menunjuk kepada kelompok kedua, pronomina persona yang
dipakai adalah he, she, they, it, one, him, her, dan them.
Contoh:
A. My husband and I are leaving. We have seen quite enough of this
unpleasantness (Halliday dan Hasan, 1976: 50).
B. John has moved to a new house. He had it built last year (Halliday
dan Hasan, 1976: 54).
Contoh (A) merupakan referensi endofora. Hal ini ditunjukkan oleh
kata we, pada contoh (A), mengacu pada kata my husband dan I. Sedangkan
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
pada contoh (B) merupakan referensi endofora, hal ini ditunjukkan oleh kata
it, pada contoh (B), mengacu pada kata house.
Sementara itu dalam bahasa Arab, pronomina persona disebut al-
Syakhsu. Di bawah ini klasifikasi pronomina persona menurut Ghalayini
(1973: 116) :
a. Persona pertama (al-mutakallim): bertindak sebagai pembicara.
b. Persona kedua (al-mukha:tab): bertindak sebagai lawan bicara.
c. Persona ketiga (al-ga:?ib): merupakan yang dibicarakan.
B. Pronomina Posesif (Possesive Pronoun)
Pronomina posesif adalah pronomina persona penanda milik yang
dapat berdiri sendiri. Dalam bahasa Inggris, misalnya mine, my, yours, his,
her, ours, dan theirs.
Dalam bahasa Arab tidak terdapat pronomina posesif yang berdiri
sendiri sebagai sebuah bentuk tunggal. Namun, pronomina posesif dalam
bahasa Arab dapat dibentuk melalui konstruksi اإلضافة /al-?ida:fah/. Dalam
konstruksi ini, pronomina diimbuhkan sebagai klitika pada nomina, dan ia
disebut sebagai frasa nominal yang bermakna posesif (Holes, 1995: 166-167).
Pronomina posesif juga dapat dibentuk dari struktur yang diawali oleh
preposisi tertentu yang secara semantis memiliki makna kepemilikan seperti ل /li:/, لدى /lada:/, dan عندى /’indi:/. Konstruksi seperti ini menjadi frasa
preposisional posesif. Pronomina posesif dalam kedua bentuk ini selalu
berkasus genitif.
Contoh
عندي دينار واحد /’indi: di:na:ran wa:hidan/
‘saya memiliki satu dinar’ (Wher, 1980: 648).
Contoh di atas terdapat pemakaian pronomina posesif, yaitu عندي /’indi:/ ‘saya memiliki’, yang mengacu pada دينار واحد /di:na:ran wa:hidan/
‘satu dinar’.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
3.3.2 Referensi Demonstrativa
Referensi demonstrativa adalah referensi yang mengacu suatu tempat
dalam skala jarak. Pada dasarnya ia merupakan suatu bentuk penunjukan lokasi
secara verbal. Pembicara mengidentifikasi acuan dengan menempatkannya pada
skala tertentu (Halliday dan Hasan, 1976: 57).
Nunan (1993: 23) mengutip Halliday dan Hasan mengatakan bahwa
referensi demonstrativa diekspresikan oleh determinator dan adverbia. Kedua hal
tersebut dapat mewakili satu kata tunggal, frasa, bahkan teks yang panjangnya
terdiri dari beberapa paragraf atau halaman.
Pronomina demonstrativa adalah demonstrativa yang digunakan untuk
menggantikan nomina (Kridalaksana, 1993: 179). Lyons (1979) berpendapat
bahwa dalam pronomina demonstrativa terdapat komponen ketentuan, yaitu yang
ini dan yang itu seperti halnya dalam pronomina persona. Dalam pronomina ini
terdapat pula komponen berjarak dan tidak berjarak yang menunjukkan sesuatu
yang dekat maupun yang jauh (Arifin dan Rani, 2000: 86).
Dalam bahasa Arab, pronomina demonstrativa diistilahkan dengan أمساء أمساء اإلشارة ,asma:?-u al-?isya:rat-i/. Menurut Ghalayini (1973: 128)?/ اإلشارة/?asma:?-u al-?isya:rat-i/ adalah kata yang digunakan untuk menunjuk hal
tertentu melalui penunjukan secara inderawi dengan menggunakan tangan atau
sejenisnya jika hal yang ditunjuk atau diacu hadir, maupun dengan menggunakan
isyarat secara maknawi jika acuan bersifat abstrak. Seperti halnya pronomina
persona, pronomina demonstrativa bahasa Arab mengenal jenis dan jumlah.
Perhatikan tabel berikut:
Penunjuk Dekat Penunjuk Jauh Jumlah
Maskulin Feminin Maskulin Feminin
ذا
/dza/
ذي
/dzi:/
ذاك
/dza:ka/
ه¡ي
/ha:dzi:/
Tunggal
ه¡ا
/ha:dza:/
ه¡�
�sذ
/dza:lika/
�¦
/tilka/
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
/ha:dzihi:/
ذ��–ذان
/dzaini-dza:ni/
�w–�ن
/taini –ta:ni/
Dual ه¡ان–�� ه¡
/ha:dzaini-
ha:dza:ni/
ه��w–ه��ن
/ha:taini-
ha:ta:ni/
�mذا–��� ذ
/dzainika-
dza:nika/
�m�–��w
/tainika-
ta:nika/
أو±ء
/?u:la:?i/
Jamak
ه£±ء
/ha?ula:?i/
�²sأو
/?u:la?ika/
ه��ك
/huna:ka/
ه��
/huna:/
�sه��
/huna:lika/
�³
/tsamma/
Petunjuk
tempat ه�ه��
/ha:huna:/
ªu³
/tsammah/
Tabel 3.6. Pronomina Demonstrativa (Dayyab, 2004: 194-195)
Referensi demonstrativa menurut Halliday dan Hasan dibagi ke dalam tiga
jenis:
A. Referensi Demonstrativa Netral
Referensi demonstrativa netral adalah referensi yang digunakan
untuk menunjuk nomina (persona atau non persona) yang telah dinyatakan
sebelumnya untuk menunjuk kehadiran nomina tersebut. Referensi ini di
dalam bahasa Inggris ditandai dengan penggunaan the (Halliday dan
Hasan, 1976: 70-72). Referensi jenis ini ada yang bersifat endoforis
dengan fungsi anaforis atau kataforis, dan ada pula yang bersifat eksoforis.
Contoh
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Last year we went to Devon for a holliday. The holliday we
had there was the best we’ve ever had (Halliday dan Hasan,
1976: 73).
Contoh di atas berfungsi anaforis ataupun kataforis karena the
holliday di sini selain mengacu kepada a holliday yang telah disebutkan,
juga mengacu kepada the best we’ve ever had.
Mengenai referensi demonstrativa netral the, Halliday dan Hasan
mengemukakan empat penggunaan, yaitu:
(a) The digunakan pada situasi tertentu, seperti pada “Don’t go, the
train’s coming”. The bersifat eksoforis karena dalam hal ini
pembicara dan pendengar sama-sama telah mengetahui benda yang
dimaksud. Kata benda yang dimaksud tersebut telah takrif
(definite).
(b) The digunakan dengan benda-benda tertentu. Dalam hal ini telah
menjadi bagian dari kesepakatan masyarakat pemakai bahasa
Inggris untuk menyebut benda yang bersangkutan dengan the.
Contohnya adalah the sun, the moon. The di sini juga bersifat
eksoforis.
(c) Penggunaan the yang bersifat endoforis dengan fungsi kataforis
tampak pada contoh berikut: the ascent of Mount Everest, the
party in power.
(d) Penggunaan the yang bersifat endoforis dengan fungsi anaforis
seperti pada: A man came up to a policeman and asked him a
question. The policeman didn’t understand the question, so he
asked the man to repeat it (Swan, 1980: 69).
Sementara ini di dalam bahasa Arab, jenis referensi ini ditandai
dengan penggunaan ال /al/, yang pada dasarnya memiliki makna yang
sama dengan ‘the’. Contoh
الضيففأكرمت . ضيفجاءين /ja;ani: dhayfun fa?akramtu adh-dhayfa/
‘Seorang tamu mengunjungiku. Aku lalu memuliakan tamu tersebut’
(Ghalayini, 1973: 150).
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Pada contoh di atas terdapat pemakaian ال /al/ yang melekat pada
dhayfun/ ‘tamu’ dan berfungsi sebagai referensi demonstrativa/ ضيف
netral. Pemakaian ال /al/ tersebut digunakan untuk menyebut kembali ضيف /dhayfun/ yang telah disebutkan sebelumnya dalam ujaran.
B. Referensi Demonstrativa Selektif
Referensi demonstrativa selektif dipakai dengan
mempertimbangkan skala jauh-dekat dari penyapa dan juga berdasarkan
tunggal atau jamak. Pada umumnya referensi demonstrativa selektif
bersifat endoforis dengan fungsi anaforis ataupun kataforis. Berikut
contoh-contoh kalimat:
a. Referensi demonstratif selektif bersifat endoforis dengan fungsi
anaforis:
A: “I’ve ordered two turkeys, a leg of lamb, some cooked ham and
tounge, and two pound of minced beef.”
B: “whatever are you going to do with all that food?” (Halliday
dan Hasan, 1976: 62).
Pada contoh di atas, demonstratif that diikuti oleh sebuah nomina (food).
Hal ini berarti bahwa makna that tersebut identik dengan benda yang
mengikutinya. Maka dari itu that bersama-sama dengan food mengacu
kepada two turkey, a leg of lamb, some cooked ham and tounge, and two
pounds of minced beef.
b. Referensi demonstratif selektif yang bersifat endoforis dengan fungsi
kataforis:
This is what worries me: I can’t get any reliable information
(Halliday dan Hasan, 1976: 70).
Pada contoh (b) terlihat pemakaian kata demonstratif, yaitu this. Kata this
mengacu pada anteseden I can’t get any reliable information, yang berada
di sebelah kanan.
Referensi demonstratif juga dapat mengacu kepada teks yang
diperluas (extended) (Halliday dan Hasan, 1976: 66). Dalam kalimat they
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
broke a chinese vase and damaged two chandeliers. That was all very
careless. That di sini tidak lagi hanya mengacu kepada broke a chinese
vase, tetapi juga mengacu kepada damaged two chandeliers. Oleh sebab
itu, that dikatakan mengacu kepada teks yang diperluas.
Di dalam bahasa Arab, penggunaan referensi demonstrativa
selektif ini dibagi menjadi tiga pembagian yang sistematis:
(1) antara ‘dekat’, yaitu: هذا /hadza:/ ‘ini’, هذه /hadzihi/ ‘ini’, هذان
/hadza:ni/ ‘ini(m)’, هاتان /ha:ta:ni/ ‘ini (f)’, هؤالء /ha?ula:?i/ ‘itu’; dan
‘tidak dekat’ yaitu: ذلك /dzalika/ ‘itu’, تلك /tilka/ ‘itu’, ذانك /dza:nika/
‘itu’, تانك /ta:nika/ ‘itu’, أولئك /?u:la:?i/ ‘itu’.
Contoh
(a) هذا كتاب /hadza: kita:bun/
‘ini sebuah kitab’
(b) تلك مسطرة /tilka mistharatun/
‘itu sebuah penggaris’ (Anam, 2000: 8).
Contoh (a) terdapat pemakaian pronomina demonstrativa هذا /hadza:/
‘ini’, yang digunakan untuk menunjuk orang atau benda yang berjarak
dekat. Sedangkan contoh (b) terdapat pemakaian pronomina
demonstrativa تلك /tilka/ ‘itu’, yang digunakan untuk menunjuk orang
atau benda yang berjarak jauh.
(2) antara ‘tunggal’, yaitu:تلك /tilka/ ‘itu’, ذلك /dzalika/ ‘itu’, هذه
/hadzihi/ ‘ini’, هذا /hadza:/ ‘ini’ ; dual, yaitu: هذان /hadza:ni/ ‘ini’, تانك /ta:nika/ ‘itu’, ذانك /dza:nika/ ‘itu’, هاتان /ha:ta:ni/ ‘ini’ ; serta jamak,
yaitu: هؤالء /ha?ula:?i/ ‘itu’.
Contoh
(c) ذلك كتاب
/dzalika kita:bun/
‘itu sebuah kitab’
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
(d) تانك شجرتان /ta:nika syajarata:ni/
‘itu dua buah pohon’
(e) هؤالء رجال /ha?ula:?i rija:lun/
‘ini adalah para lelaki’ (Anam, 2000: 8).
Pada contoh (c), terlihat pemakaian pronomina demonstrativa ذلك
/dzalika/ ‘itu’, yang digunakan untuk menunjuk suatu benda tunggal
( بكتا /kita:bun/ ‘sebuah buku’). Sementara itu pada contoh (d),
terlihat pemakaian pronomina demonstrativa تانك /ta:nika/ ‘itu’, yang
digunakan untuk menunjuk suatu benda dual (شجرتان /syajarata:ni/
‘dua buah pohon’). Sedangkan pada contoh (e), terdapat pemakaian
pronomina demonstrativa هؤالء /ha?ula:?i/ ‘itu’, yang digunakan untuk
menunjuk banyak orang (رجال /rija:lun/ ‘para lelaki’).
(3) antara pewatas atau modifikator dan inti. Kata tunjuk sebagai
modifikator ditandai dengan penggunaan adjektiva demonstrativa
sementara kata tunjuk sebagai inti ditandai dengan pronomina
demonstrativa. Modifikator adalah unsur yang membatasi,
memperluas, atau menyifatkan suatu induk dalam frase (Kridalaksana,
1993: 139).
Contoh
(f) هذا كتاب /hadza: kita:bun/
‘ini sebuah buku’ (Anam, 2000: 8).
(g) هذا املسجد كبري /hadza: al-masjidu kabi:run/
‘masjid ini besar’ (Anam, 2000: 21).
Contoh (f) merupakan contoh penggunaan pronomina demonstrativa
yang berfungsi sebagai inti, sedangkan contoh (g) merupakan contoh
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
penggunaan pronomina demonstrativa yang berfungsi sebagai
modifikator.
C. Referensi Demonstrativa Adverbia
Referensi demonstrativa adverbial mengacu pada lokasi suatu
proses dalam ruang dan waktu dalam situasi komunikasi. Seringkali
demonstrativa adverbia mengacu pada teks yang lebih panjang dan bukan
bermakna tempat melainkan ‘anggapan’. Referensi ini menggunakan kata
yang menunjukkan keterangan tempat seperti dalam bahasa Arab ه��
/huna:/ dan ه��ك /huna:ka/ dan keterangan waktu seperti م�wsا /al-yawm-a/.
Contoh
أكتب الدرس هنا/?aktubu ad-darsa huna:/
‘saya menulis pelajaran di sini’ (Anam, 2000: 149).
Contoh di atas, terdapat penggunaan pronomina demonstrativa adverbia,
yaitu هنا /huna:/ ‘di sini’. Kata هنا /huna:/ ‘di sini’ pada kalimat di atas,
mengacu secara eksoforis pada seorang pelajar yang sedang mengerjakan
tugas di buku.
3.3.3 Referensi Komparatif
Referensi komparatif (perbandingan) merupakan salah satu jenis kohesi
gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai
kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan
sebagainya (Sumarlam, 2003: 27). Di dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang
digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, sama,
persis, identik, serupa, segitu rupa, selain, berbeda, dan sebagainya.
Sebagai contoh, perhatikan teks dibawah ini yang mengandung pronomina
komparatif.
(a) Sudah dua tahun Ali ditinggal mati Sumiati. (b) Sekarang dia
mendapat pacar baru. (c) Mirip benar wajahnya dengan Sumiati,
gadis yang pernah dicintainya itu (Arifin dan Rani, 2000: 88).
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Kata mirip pada kalimat (c) adalah pronomina komparatif dari Sumiati,
gadis yang pernah dicintainya.
Referensi komparatif dibagi menjadi dua jenis:
a. Referensi Perbandingan Umum
Referensi perbandingan umum adalah perbandingan yang
menyangkut kesamaan (identity), kemiripan (similarity), dan
perbedaan (difference) (Halliday dan Hasan, 1976: 77). Alat-alat yang
digunakan adalah apa yang disebut adjectives of comparison, dalam
bahasa Inggris misalnya same, identical (untuk kesamaan), such,
similar (untuk menunjukkan kemiripan), other, different (untuk
menunjukkan perbedaan), dan adverbs of comparison, misalnya
identically (untuk menunjukkan kesamaan), similarly, likewise (untuk
menunjukkan kemiripan), differently, otherwise (untuk menunjukkan
perbedaan).
Contoh:
The other squirrels hunted up and down the nut bushes; but
Nutkin gathered robin’s pincushions off a briar bush, and stuck
them full of pine needle pins (Halliday dan Hasan, 1976: 78).
Contoh di atas merupakan referensi perbandingan umum yang
menunjukkan perbedaan. Hal ini dapat terlihat dengan penggunaan
kata other yang mengacu pada nutkin.
Gerald Middleton was a man of mildly but persistently
depressive temperament. Such men are not at their best at
breakfast (Halliday dan Hasan, 1976: 79).
Contoh di atas merupakan referensi perbandingan umum yang
menunjukkan kemiripan. Hal ini dapat terlihat dengan penggunaan
kata such yang mengacu pada mildly but persistently depressive
temperament.
Bentuk Referensi ini ada yang bersifat endoforis dengan fungsi
anaforis ataupun kataforis, dan ada pula yang bersifat eksoforis.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Contoh:
A. We have received exactly the same report as was submitted
two months ago (Halliday dan Hasan, 1976: 78).
B. Would you prefer the other seats? (Halliday dan Hasan,
1976: 79).
Contoh (A) berfungsi kataforis karena kata same merujuk pada
anteseden was submitted two months ago, yang berada di sebelah
kanannya. Sedangkan Contoh (B) bersifat eksoforis karena other seats
mengacu kepada other than those you see here.
Dalam bahasa Arab, referensi perbandingan umum menggunakan
adjektiva dan adverbia yang menyatakan kesamaan atau perbedaan
sepertiشبه /syibhu/ ‘sama/serupa’, ك /ka/ ‘seperti’, مثل /mitslu/
‘sama/serupa’.
يتكلم العربية مثل أجنيب/yatakallamu al-‘arabiyyata mitsla ?ajanabiyyin/
‘Dia berbicara bahasa Arab seperti bicara orang asing’
(Abboud, 1983: 563).
Pada contoh di atas terdapat kata مثل /mitsla/ ‘seperti’ yang berfungsi
sebagai referensi perbandingan umum. Dalam hal ini, مثل /mitsla/
‘seperti’ mengacu kepada ةيتكلم العربي /yatakallamu al-‘arabiyyata/ ‘dia
berbicara bahasa Arab’.
العلم بال عمل كالشجر بال مثر/al-‘ilmu bila: ‘amalin ka-lsyajari bila: tsamarin/
‘Ilmu tanpa amal seperti pohon yang tidak berbuah’
(Muhammad, 1982: 225).
Contoh di atas merupakan referensi perbandingan umum. Hal ini
ditandai dengan pemakaian alat referensi perbandingan, yaitu ك /ka/
‘seperti’. ك /ka/ pada kalimat tersebut mengacu pada بال عملالعلم /al-
‘ilmu bila: ‘amalin/ ‘ilmu tanpa amalan’.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
b. Referensi Perbandingan Khusus
Referensi perbandingan khusus didasarkan pada perbandingan
kuantitas atau kualitas. Di dalam bahasa Inggris, untuk menunjukkan
suatu teks yang mengandung perbandingan kuantitas digunakan
numeratif seperti more dan many, sedangkan untuk menunjukkan
perbandingan kualitas digunakan adjektiva perbandingan atau adverbia
perbandingan. Contoh
There are more things in heaven and earth, Horatio, than are
dreamt of in your philosophy (Halliday dan Hasan, 1976: 82).
Perbandingan dalam kalimat tersebut bersifat kuantitatif dan juga
berfungsi kataforis karena kata more merujuk pada anteseden (the
things that) are dreamt of in your philosophy, yang berada di sebelah
kanannya.
Apparently Brown resigned, when his proposal was rejected.
- I wish he could have acted less precipitately (Halliday dan
Hasan, 1976: 83).
Perbandingan tersebut bersifat kualitatif dan berfungsi anaforis
karena kata less merujuk pada anteseden resigned, yang terletak di
sebelah kirinya.
Untuk menyatakan perbandingan dalam bahasa Arab digunakan
pola أفعل /?af’alu/. Objek yang diperbandingkan ditandai dengan
preposisi من /min/ dan diterjemahkan menjadi ‘daripada’. Pola
perbandingan ini selalu dalam bentuk indefinit serta tidak
menunjukkan kesesuaian dalam jenis maupun jumlah, seperti:
ربأق , أمحل , أقدم . contoh:
تعلمنا أكثر منكم/ta’allamna: ?aktsaru minkum/
‘Kami belajar lebih banyak daripada kamu’ (Abboud, 1983:
342).
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Contoh di atas adalah referensi perbandingan khusus yang bersifat
kuantitatif dan berfungsi anaforis karena kata أكثر من /?aksaru min/
‘lebih banyak dari’ mengacu pada تعلمنا /ta’allamna:/ ‘kami belajar’.
3.3.4 Arah Acuan
Berdasarkan arah acuan, referensi dibedakan menjadi dua macam yaitu
anafora dan katafora.
(1) Referensi anafora adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa
satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang
mendahuluinya, atau mengacu pada anteseden di sebelah kiri, atau
mengacu pada unsur yang telah disebutkan terdahulu.
Contoh
Bu Mastuti belum mendapat pekerjaan, padahal dia memperoleh
ijazah sarjananya dua tahun lalu (Alwi, et.al., 2000: 43).
Contoh di atas merupakan referensi anafora karena terdapat pemakaian
pronomina seperti dia yang merujuk pada anteseden Bu Mastuti yang
berada di sebelah kirinya.
(2) Referensi katafora adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa
satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang
mengikutinya, atau mengacu pada anteseden di sebelah kanan, atau
mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian (Indiyastini,
2006: 39).
Contoh
Setelah dia masuk, langsung Tony memeluk adiknya (Alwi, et.al.,
2000: 43).
Contoh di atas merupakan referensi katafora karena pada kalimat di
atas terdapat pemakaian pronomina seperti dia yang merujuk pada
anteseden Tony yang berada di sebelah kanannya.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
3.4 Koherensi
Koherensi adalah kepaduan hubungan maknawi antara bagian-bagian
dalam wacana (Arifin dan Rani, 2000: 73). Wahab (1990: 60) menyatakan bahwa
koherensi ialah suatu keadaan yang menunjukkan bahwa kalimat-kalimat yang
berurutan dalam suatu wacana dianggap mempunyai kaitan satu sama lain,
walaupun tidak ada tanda-tanda linguistik yang tampak.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (tentang kohesi) bahwa sebuah
wacana atau teks yang baik adalah yang memiliki hubungan kohesif dan koheren.
Akan tetapi pada kenyataannya, dalam pemakaian bahasa sehari-hari, sering kita
jumpai pemakaian bahasa di dalam sebuah teks atau wacana, yang hanya
menggunakan satu unsur saja (kohesi saja atau koherensi saja), namun masih
dapat kita pahami maksud teks atau wacana tersebut. Perhatikan contoh berikut
ini:
a. Listrik mempunyai banyak kegunaan. Orangtuaku berlangganan
listrik dari PLN. Baru-baru ini tarif pemakaian listrik naik 25%,
sehingga banyak masyarakat yang mengeluh. Akibatnya, banyak
pelanggan listrik yang melakukan penghematan. Jumlah
peralatan yang mennggunakan listrik sekarang meningkat. Alat
yang banyak menyedot listrik adalah AC atau alat penyejuk
udara. Di kantor-kantor sekarang penggunaan alat penyejuk
udara itu sudah biasa saja, bukan barang mewah (Arifin dan
Rani, 2000: 73).
Contoh (a) di atas dapat dikatakan kohesif, karena menggunakan alat
kohesi pengulangan, misalnya listrik yang diulang beberapa kali. Namun, paragraf
tersebut tidak padu (tidak memiliki koherensi). Paragraf tersebut dapat
digolongkan paragraf yang jelek, sebab bagian-bagian paragraf itu tidak
mempunyai kepaduan hubungan maknawi. Bandingkan dengan paragraf yang
padu di bawah ini.
b. (1) Bahasa sehari-hari merupakan bahasa yang dipakai dalam
pergaulan dan percakapan sehari-hari. (2) Pada umumnya bentuk
bahasa yang dipakai sederhana dan singkat. (3) Kata-kata yang
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
digunakan pun tidak banyak jumlah dan ragamnya. (4) Kata-
kata yang dipakai hanyalah kata-kata yang lazim dan umum
dalam pergaulan sehari-hari, misalnya kata bilang, bikin,
ngapain, ngerjain. (5) Kata itu hanya cocok dipakai dalam
percakapan. (6) Sering juga kata-kata yang digunakan itu
menyimpang dari pola kaidah yang benar, misalnya dibikin betul
(dibetulkan), ngeliatin (melihat), belum liat (belum melihat). (7)
Bahkan, lafalnya pun sering menyimpang, misalnya malem hari
(malam hari), dapet (dapat), mas’alah (masalah) (Arifin dan
Rani, 2000: 74).
Bagian-bagian pada wacana (b) saling mempunyai kaitan secara maknawi,
misalnya kalimat (2) merupakan penjelasan rinci kalimat (1). Wacana itu
termasuk wacana yang padu, karena hampir setiap bagian kalimat berhubungan
padu secara maknawi dengan bagian lain. Selain itu, wacana itu juga kohesif. Ada
beberapa kata yang diulang (bahasa pada kalimat 1 dan 2 dan kata-kata pada
kalimat 3, 4, dan 6) dan ada juga penggunaan penanda transisi yang menunjukkan
hubungan kohesif (juga pada kalimat 6 dan bahkan pada kalimat 7). Jadi, wacana
selain harus kohesif juga harus padu.
Selain hal di atas, ada wacana yang mempunyai koherensi baik, tetapi
tidak tampak hubungan kohesifnya. Contoh
c. A: Ada telepon.
B: Aku sedang mandi.
A: Beres.
(Arifin dan Rani, 2000: 74)
Contoh wacana (c) yang berupa penggalan percakapan dapat dipahami.
Dalam percakapan itu ada lompatan ide, tetapi lompatan itu tidak terasa (karena
didukung oleh konteks). Pada penggalan percakapan itu, ide yang telah diketahui
secara bersama (antara pembicara dan pendengar) tidak disebutkan lagi. Kalau
penggalan percakapan itu direkonstruksi kira-kira menjadi berikut ini.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
c1. A: Telepon berdering dan telah di angkat oleh A. A
memberitahukan pada B bahwa ada seseorang mencari B.
B: B tidak dapat menerima telepon karena dia sedang mandi.
(B menyuruh secara tidak langsung untuk memberitahu
pada penelepon bahwa B sedang mandi).
A: A memahami alasan B.
(Arifin dan Rani, 2000: 75)
Dengan demikian tampak bahwa penggalan wacana percakapan (c)
mempunyai koherensi yang baik. Namun, jika diperhatikan secara teliti,
percakapan itu tidak mempunyai hubungan kohesif. Pada penggalan percakapan
itu tidak terdapat alat kohesi yang menghubungkan antarbagian dalam percakapan
itu. Sebaliknya, pada penggalan percakapan itu terdapat penghilangan bagian-
bagian yang dirasa sudah diketahui mitra tuturnya. Jadi jelas bahwa ada wacana
yang mempunyai koherensi, tetapi tidak mempunyai hubungan kohesi.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana
atau teks memiliki koherensi, misalnya menurut Rentel (dalam Arifin dan Rani,
2000: 75-78), koherensi dapat tercipta melalui kohesi. Menurutnya kohesi itu
berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian teks sehingga sangat penting
untuk menginterpretasikan sebuah teks dan membantu memahami makna ujaran
atau kalimat. Selanjutnya koherensi dapat diciptakan dengan menggunakan
bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis. Hubungan
parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan
yang sejajar dan subordinatif, sedangkan hubungan hipotaktsis dapat diciptakan
dengan mengungkapkan kondisional dan penambahan/kelanjutan.
Koherensi wacana juga dapat dibentuk dengan menyusun ide-ide secara
runtun, logis, dan tidak keluar dari topik pembicaraan. Menyusun ide secara
runtun berarti menata ide-ide secara teratur, tidak melompat-lompat, sedangkan
penyusunan secara logis berarti ide-ide itu disusun dengan cara yang dapat
diterima oleh akal, misalnya ide disusun dari yang dekat ke yang jauh, dari yang
dikenal ke yang belum dikenal, dari kanan ke kiri (sebaliknya). Penyusunan ide
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
yang tidak keluar dari topik pembicaraan berarti ide-ide yang dipilih tidak
menyimpang atau masih dalam ruang lingkup topik yang sedang dibicarakan.
Sementara itu, ada juga pendapat lain yang menerangkan cara mencapai
koherensi, seperti yang diungkapkan oleh Kramer. Kramer, dkk (1995: 89-93)
mengungkapkan ada empat cara untuk mencapai koherensi, yakni (1) adanya frasa
dan kata kunci yang diulang, (2) struktur gramatikal yang paralel. Maksudnya
yakni memberikan penekanan adanya hubungan antarkalimat dan ide utama dalam
paragraf (3) pemarkah transisional, (4) informasi lama mengawali informasi baru.
Adapun yang dimaksud dengan informasi lama adalah informasi yang
diasumsikan sudah pernah dibicarakan atau dimengerti oleh pembaca atau
pendengar, sedangkan informasi baru merupakan informasi yang diasumsikan
belum dibicarakan atau belum diketahui.
Dari uraian tersebut tampak bahwa koherensi sangat penting di dalam
wacana. Dengan perkataan lain (1) koherensi wacana dapat terjadi tanpa adanya
pemarkah kohesi dan (2) koherensi wacana dapat pula terjadi dengan
memanfaatkan pemarkah kohesi, menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai
hubungan parataksis dan hipotaksis, dan sebagainya.
Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009