BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA -...
-
Upload
nguyentuyen -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA -...
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mola Hidatidosa
2.1.1 Definisi Mola Hidatidosa
Suatu kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian atau seluruh vili
korialisnya mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung yang
menyerupai anggur (Martaadisoebrata, 2005). Mola Hidatidosa (MH)
secara histologis ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari
proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. MH
biasanya terletak di rongga uterus, namun kadang-kadang MH terletak di
tuba fallopi dan bahkan ovarium (Cunningham FG, 2010).
2.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian MH secara pasti sangatlah bervariasi di dalam
beberapa populasi yang berbeda. Pada penelitian epidemiologi ditemukan
angaka kejadian MH di Amerika Serikat adalah 108 per 100.000
kehamilan; di Itali 62 per 100.000 kehamilan, di Indonesia 993 per
100.000 kehamilan, dan di Cina 667 per 100.000 kehamilan (Benirschke
K, 2005).
Angka kejadian MHK tertinggi di Asia Tenggara, dengan insiden
1-2/1000 kehamilan di Jepang dan Cina, dan 12/1000 kehamilan di
Indonesia, India, dan Turki. Di Amerika Utara dan Eropa, rata-rata insiden
mencapai 0,5-1/1000 kehamilan (Kruger TF, 2007). Perlu dicatat bahwa
5
hampir semua data epidemiologi merujuk terutama untuk MHK dan relatif
sedikit yang diketahui tentang epidemiologi MHP (Fox H, 2007).
MH cenderung lebih sering terjadi pada wanita dengan usia
reproduksi yang ekstrim (Hayashi et al; La Vecchia et al; Atrash et al;
Bagswe et al; Paradinas et al; Di Cintio et al; Sebire et al ) oleh karena itu
populasi MH pada kehamilan usia dini dan usia tua diharapkan lebih tinggi
dibanding dengan kehamilan pada rentang usia yang lebih terbatas. Hal ini
dapat menjelaskan beberapa perbedaan observasi regional tetapi tentu
tidak semuanya (Fox H, 2007).
Upaya untuk mendefinisikan peranan etnik, gizi, dan sosioekonomi
dalam keragaman MH secara regional pada umumnya tidak berhasil,
namun pada penemuan baru-baru ini dalam insiden MH di bagian Asia,
faktor sosioekonomi harus diikutsertakan (Fox H, 2007).
Kehamialn kembar mola, yang terdiri dari normal fetus dan MHK,
jelas tidak biasa namun tetap menjadi subyek dari sejumlah besar laporan
(Matsui et al 2000; Sebire et al 2002; Fox 2003; Wee & Jauniaux 2005;
Valsbuch et al 2005) (Fox H, 2007). Kehamilan kembar dengan MHK
serta janin dan plasenta normal kadang-kadang salah diagnosis sebagai
MHP diploid sebaiknya keduanya diupayakan dibedakan, karena
kehamilan kembar yang terdiri dari satu janin normal dan satu MHK
memiliki kemungkinan 50% untuk menyebabkan penyakit trofoblastik
persisten dibandingkan dengan angka yang jauh lebih rendah pada MHP
triploid (Cunningham FG, 2005).
6
2.1.3 Anatomi fisiologi plasenta
Plasenta normal memiliki trofoblas yang diklasifikasikan
berdasarkan lokasi dan bentuk sitologinya. Yang dimaksud vilus trofoblas
adalah trofoblas yang tumbuh bersama vili korionik, sedangkan ekstravilus
trofoblas adalah trofoblas yang menginfiltrasi ke dalam desidua,
miometrium dan pembuluh darah plasenta. Trofoblas dibagi menjadi tiga
tipe : sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan trofoblas intermediet.
Sitotrofoblas bertanggung jawab untuk proliferasi, sinsitiotrofoblas
bertanggung jawab memproduksi sebagian besar hormon, dan bentukan
diantara keduanya adalah trofoblas intermediet yang bertanggung jawab
atas invasi endometrium dan implantasi (Kruger TF, 2007).
Sinsitiotrofoblas memproduksi hCG pada hari ke-12 kehamilan.
Sekresi meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya pada minggu
ke-8 sampai ke-10 kehamilan. Pada hari ke-12 kehamilan human Placental
Lactogen (hPL) juga terdapat di sinsitiotrofoblas. Produksi terus
meningkat selama kehamilan. Sitotrofoblas merupakan sel trofoblas
primitif, tidak memproduksi hCG dan hPL. Trofoblas intermediet tumbuh
ke dalam desidua dan miometrium, dan mpembuluh darah berada di antara
sel-sel normal. Pada awal hari ke-12 setelah konsepsi, trofoblas
intermediet memproduksi hPL. Puncak sekresi pada minggu ke-11 sampai
minggu ke-15 kehamilan (Hoskins WJ, 2005)
7
http://elsaindah.blogspot.com/2009_02_01_archive.html
Gambar 2.1
Anatomi Plasenta
2.1.4 Etiologi
Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam, tetapi
sampai sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Oleh karena
itu, pengetahuan pengetahuan tentang faktor resiko menjadi penting agar
dapat menghindari terjadinya MH, seperti tidak hamil di usia ekstrim dan
memperbaiki gizi (Martaadisoebrata, 2005).
2.1.5 Patogenesis
Ada beberapa teori yang diajukan menerangkan patogenesis dari
penyakit trofoblas. Diantaranya Hertig et al, mengatakan bahwa pada MH
terjadi insufisiensi peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke
3-5 (missed abortion), sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan
mesenhim vili dan terbentuklah kista-kista kecil yang makin lama makin
besar, sampai pada akhirnya terbentuklah gelembung mola. Sedangkan
8
proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus
tadi (Martaadisoebrata, 2005).
Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya
jaringan trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasia, displasi
maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang
abnormal, dimana terjadi absorbsi cairan yang berlebihan ke vili. Keadaan
ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian
embrio (Martaadisoebrata, 2005).
Reynolds mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara
hari ke 13 dan 21, mengalami kekurangan asam folat dan histidine, akan
mengalami gangguan pembentukan thymidine, yang merupakan bagian
penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan
kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan
menimbulkan perubahan hidrofik (Martaadisoebrata, 2005).
Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Seperti
diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang
akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan
untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban dan lain-
lain), secara seimbang (Martaadisoebrata, 2005).
Imprint gen mempunyai peranan yang penting pada perkembangan
MH. Pencetakan (imprinting) merupakan proses di mana gen spesifik
mengalami metilasi sehingga mereka tidak lagi dapat ditranskripsi.
Perkembangan embrio normal membutuhkan satu set gen yang dicetak
secara maternal dan gen lain dicetak secara paternal. Pada MH, dua set gen
9
yang dicetak secara paternal. Pada keadaan ini trofoblas displasia, namun
janin tidak terberntuk (Heffner LJ, 2005).
Studi yang dilakukan pada mencit memperlihatkan bahwa gen yang
berasal dari paternal mempunyai peranan dalam perkembangan plasenta
dan gen yang berasal dari maternal berperan dalam perkembangan fetus.
Sehingga perkembangan materi genetik paternal dapat menyebakan
proliferasi trofoblas yang berlebihan. Pada MHK hanya punya DNA
paternal sehingga terjadi proliferasi trofoblas yang banyak bila
dibandingkan MHP (Lumongga, 2009).
Identifikasi kromosom paternal mempunyai peranan penting dalam
diagnosis MH, maka banyak dikembangkan teknik pemeriksaan yang
berasal dari paternal kromosom. Pemeriksaan tersebut antara lain adalah :
Polymerase Chain Reaction (PCR). DNA fingerprinting, restriction
fragmen lenght polymorphism (RFLP) assesment, short tandem repeat –
derived DNA polymorphism, flowcytometri dan analisis DNA dengan
menggunakan images analysis (Lumongga, 2009).
2.1.6 Faktor resiko
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya MH adalah :
a. Usia ibu
Peningkatan resiko untuk MHK karena kedua usia reproduksi yang
ekstrim (terlalu muda dan terlalu tua) (Daftary, 2006). Menurut Kruger TF,
hal ini berhubungan dengan keadaan patologis ovum premature dan
postmature (Kruger TF, 2007). Ovum patologis terjadi karena gangguan
pada proses meiosis, sehingga ovum tidak memiliki inti sel
10
(Martaadisoebrata, 2005). Jika ovum patologis tersebut dibuahi oleh satu
sel sperma maka karyotipe yang dihasilkan adalah 46,XX homozigot dan
ini adalah karyotipe tersering yang ditemukan pada MHK (90%) (Berek,
2007).
Menurut Berek, ovum dari wanita yang lebih tua lebih rentan
terhadap pembuahan yang abnormal. Dalam sebuah penelitian, resiko
untuk MHK meningkat 2,0 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 35
tahun dan 7,5 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 40 tahun (Berek,
2007).
b. Status gizi
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat.
Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka
untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga
mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan
janinnya (Saleh, 2005).
Studi kasus kontrol dari Italia dan Amerika Serikat telah
menunjukkan bahwa asupan makanan rendah karoten dapat dikaitkan
dengan peningkatan resiko kehamilan MHK. Daerah dengan tingginya
insiden kehamilan mola juga memiliki frekuensi tinggi kekurangan
vitamin A. Faktor diet, karena itu, sebagian dapat menjelaskan variasi
regional dalam insiden MHK (Berek, 2007).
Berkowitz et al menyatakan bahwa kekurangan prekusor vitamin
A, karoten, atau lemak hewan sebagai faktor penyerapan vitamin A, yang
11
mungkin menjadi faktor penyebab MH. Kekurangan vitamin A
menyebabkan penyusutan janin dan kegagalan pembangunan epitel pada
hewan betina dan degenerasi epitel semineferous dengan penurunan
perkembangan gamet yang pada hewan jantan (Berek, 2009).
c. Riwayat obstetri
Resiko untuk MHK dan MHP meningkat pada wanita dengan
riwayat aborsi spontan sebelumnya (Brinton LA, 2005). Sebuah MH
sebelumnya juga merupakan faktor resiko yang kuat (Berek, 2009). Ibu
multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena
trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik (Saleh,
2005).
d. Genetik
Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil
penelitian sitogenetik Kajii et al dan Lawler et al, menunjukkan bahwa
pada kasus MH lebih banyak ditemukan kelainan Balance translocation
dibandingkan dengan populasi normal (4,6% dan 0,6%). Ada
kemungkinan, pada wanita dengan kelainan sitogenetik seperti ini, lebih
banyak mengalami gangguan proses meiosis berupa nondysjunction,
sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau intinya tidak aktif
(Martaadisoebrata, 2005).
e. Kontrasepsi oral dan perdarahan irreguler
Resiko untuk mola parsial dihubungkan dengan penggunaan
kontrasepsi oral dan riwayat perdarahan irregular (Berek, 2007).
Kontrasepsi oral, peningkatan resiko MH dengan lamanya
12
penggunaan. Sepuluh tahun atau lebih meningkatkan resiko lebih dari 2
kali lipat (Berek, 2009). Pada salah satu penelitian efek ini terbatas pada
pengguna estrogen dosis tinggi, meskipun pada penelitian yang lain
menyebutkan pil tidak berefek pada komplikasi pascaMH (Hoskins WJ,
2005).
f. Golongan darah
Ibu dengan golongan darah A dan ayah dengan golongan darah A
atau O memiliki resiko meningkat dibandingkan dengan semua
kombinasi golongan darah lain . Penemuan ini mendukung faktor genetik
atau faktor imunologik berkaitan dengan histokompatibilitas ibu dan
jaringan trofoblas. (Hoskins WJ, 2005)
g. Merokok, konsumsi alkohol, infeksi
Merokok dilaporkan meningkatkan resiko GTD. Resiko relatif
wanita yang merokok lebih dari 15 batang per hari adalah 2,6
dibandingkan 2,2 pada wanita yang merokok kurang dari 15 batang per
hari. Lama waktu merokok berhubungan dengan insiden GTD. Peran
alkohol dan infeksi (Human Papilloma virus, Adenovirus, dan
Tuberkulosis) juga telah dipertimbangkan (Berek, 2009).
Meskipun peran genetik di dalam perkembangan MH adalah
pasti, sedikit diketahui tentang genotip yang menjadi faktor predisposisi
MH atau faktor lingkungan yang meningkatkan resiko patologis ovum.
(Hoskins WJ, 2005).
13
2.1.7 Klasifikasi
MH diklasifikasikan menjadi MHK dan MHP berdasarkan
morfologi, histopatologi, dan karyotip (Daftary dan Desai, 2006). MHP
harus dipisahkan dari MHK, karena antara keduanaya terdapat perbedaan
yang mendasar, baik dilihat dari segi patogenesis (sitogenetik), klinis,
prognosis, maupun gambaran PA-nya (Martaadisoebrata, 2005).
2.1.7.1 Mola hidatidosa komplit
MHK merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh
vili korialisnya mengalami degenerasi hidrofik yang menyerupai anggur.
Mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai
hiperplasia dari kedua lapisan trofoblas (Sastrawinata S, 2004).
Pada waktu yang lalu MHK rata-rata terjadi pada usia kehamilan
16 minggu, tetapi pada saat ini dengan kemajuan teknologi
ultrasonografi, MHK dapat didetiksi pada usia kehamilan yang lebih
muda. Secara klinis tampak pembesaran uterus yang lebih besar dari usia
kehamilan dan pasien melihatkan gejala toksik kehamilan. Abortus
terjadi dengan perdarahan abnormal dan disertai dengan keluarnya
jaringan mola. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan titer
serum β human Chorionic Gonadotropin (β hCG) yang jumlahnya diatas
82,350 mlU/ml (Lumongga, 2009).
a. Gambaran makroskopis
Secara makroskopik ditandai dengan gelembung-gelembung
putih, tembus pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran yang
14
bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 centimeter. Massa tersebut
dapat tumbuh besar sehingga memenuhi uterus (Sudiono J, 2001).
(N Engl J Med, 2001)
Gambar 2.2
Bentuk Makoskopis MHK
b. Karyotipe
MHK mempunyai komplemen genetik yang androgenik, yaitu
material genetik berasal dari paternal (Lumongga, 2009). MHK biasanya
mempunyai kariotype 46 XX dan kromosom dari mola diperoleh
sepenuhnya dari ayah. Sebagian besar MHK adalah homozigot dan
timbul dari ovum kosong yang telah dibuahi oleh sperma haploid (23X),
yang mereplikasi dari kromosomnya sendiri. Kromosom pada MHK
berasal dari pihak ayah dan DNA mitokondria berasal dari pihak ibu
(Berkowitz RS, 2009).
Kromosom asal dari MHK adalah diploid. Pada 90 % kasus,
ovum yang kosong tidak mengandung genom DNA dibuahi oleh satu
sperma, yang berduplikasi DNA nya sendiri. Sehingga dapat menjadi
15
abnormal 46XX karyotip. Sedangkan 10% kasus, ovum yang kosong
dibuahi oleh dua sperma, hasilnya adalah abnormal 46XX atau 46XY
kariotype (Morgan, 2005).
Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari
unsur ibu yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah
yang diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air
ketuban dan lain-lain), secara seimbang. Karean tidak ada unsur ibu, pada
MHK tidak ada bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian
ekstraembrional yang patologis berupa vili korialis yang mengalami
degenerasi hidrofik seperti anggur (Lumongga, 2009).
(Berek, 2007)
Gambar 2.3
Karyotipe MHK
16
Mengapa ada ovum yang kosong bisa terjadi karena gangguan
pada miosis, ynag seharusnya diploid 46XX pecah menjadi 2 haploid 23
X, terjadi peristiwa yang disebut sebagi nondysjunction, dimana hasil
pemecahannya adalah 0 dan 46 XX. Pada MHK, ovum 0 inilah yang
dibuahi. Gangguan proses meosis ini, antara lain terjadi pada kelainan
struktural kromosom, berupa balanced translocation (Martaadisoebrata,
2005).
c. Gambaran mikroskopis
Gambaran mikroskopis dari MHK adalah udem pada vili dengan
pembentukan sisterna. Sisterna adalah rongga aseluler yang terletak pada
bagian tengah vilous yang berisi cairan udem. Tetapi tidak semua vili
terdapat sisterna. Pada vili dapat dijumpai nekrosis dan kalsifikasi
parsial. Pembuluh darah pada vili biasanya tidak terlihat, oleh karena
perkembangan fetus yang terhenti pada awal masa pembentukan
plasenta. Sel-sel trofoblas hiperplasia dan proliferasi abnormal yang
terdapat disekeliling vili korion (Lumongga, 2009).
Gambaran histologi MHK :
1. Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus.
2. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
3. Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
4. Tidak adanya janin dan amnion.
17
(Berek, 2007)
Gambar 2.4
Gambaran Histologi MHK
d. Hasil pemeriksaan USG
MHK dicirikan oleh pembengkakan vili korionik, pada
ultrasonografi ditemukan pola vesicular. MHK yang didiagnosis dalam
trimester pertama menunjukkan kavitas yang kurang dan vili yang lebih
kecil. Namun demikian, ultrasonografi masih bisa digunakan untuk
mendeteksi sebagian besar kasus. Sebagai contoh, dalam satu laporan
dari 24 kasus MHK pada trimester pertama (usia kehamilan, 8,7 minggu),
17 kasus (71%) yang didiagnosis dengan benar pada pemeriksaan
ultrasonografi awal (Berkowitz RS, 2009).
Temuan ultrasonografi yang tidak termasuk ciri MH biasanya
dianggap menunjukkan missed abortion. Peningkatan hCG yang tinggi
pada saat pemeriksaan ultrasonografi dapat membantu membedakan
MHK dari missed abortion. Namun, diagnosis pasti membutuhkan
konfirmasi oleh patolog. Pemeriksaan ultrasonografi seperti pada gambar
Gambar 2.5 dari pasien dengan MHK pada trimester pertama.
Menunjukkan perubahan vesikular menyebar di dalam plasenta; kantung
gestasional tidak ada (Berkowitz RS, 2009).
18
Sumber : The new England Journal of medicine
(Berkowitz RS, Goldstein DP, 2009).
Gambar 2.5
Pemeriksaan Ultrasonografi MHK
Pada pemeriksaan utrasonografi terlihat sebuah uterus yang terisi
oleh kista multipel dan area ekogenik yang bervariasi ukuran dan
bentuknya (snow-storm appearance) tanpa adanya embrio dan fetus.
Dengan menggunakan pemeriksaan ini, 79% MHK dapat dideteksi
(Wladimiroff W, 2009).
2.1.7.2 Mola hidatidosa parsial
Merupakan keadaan dimana perubahan mola bersifat lokal serta
belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong
amnion. Umumnya janin mati pada bulan pertama (Sudiono J, 2001).
a. Gambaran makroskopis
Secara makroskopis tampak gelembung mola yang disertai
janin atau bagian dari janin (Sudiono J, 2001). Mola parsial tampak
gambaran vili yang normal dan udem. Pada mola parsial sering
dijumpai komponen janin. Penderita sering dijumpai pada usia
kehamilan lebih tua, yaitu 18-20 minggu. Pada pemeriksaan
laboratorium, peningkatan kadar serum β hCG tidak terlalu tinggi
(Lumongga, 2009).
19
http://library.med.utah.edu/WebPath/jpeg2/PLAC066.jpg
Gambar 2.6
Bentuk Makroskopis MHP
b. Karyotipe
Karyotip biasanya triploid 69,XXX, 69,XXY, atau 69,XYY
dengan satu komplemen haploid ibu dan dua haploid ayah. Janin pada
mola parsial memiliki stigmata triploid, yaitu malformasi kongenital
multipel dan hambatan pertumbuhan, serta tidak mungkin hidup
(Leveno KJ, 2004).
(Lumongga, 2009)
Gambar 2.7
Karyotipe MHP
c. Gambaran mikroskopis
Gambaran mikroskopis yang tampak adalah sebagian vili
immatur yang relatif normal dan sebagian lagi vili yang membesar
dengan degenerasi hidrofik. Pada tepi vili terdiri dari sel-sel
sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas yang tersusun ireguler berbentuk
scalloping. Sisterna jarang dijumpai. Dapat terlihat pseudoinklusi
20
trofoblas yang disebabkan oleh pemotongan tangensial vili pada tepi
vili yang irregular. Pada vili dapat terjadi fibrosis yang fokal. Derajat
atipia dan proliferasi trofoblas tidak terlalu banyak bila dibandingkan
dengan MHK. Pembuluh darah pada vili sering dijumpai (Lumongga,
2009).
(Berek, 2007)
Gambar 2.8
Gambaran Histologi MHP
Pada gambaran histologi tampak bagian vili yang avaskuler,
terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat, sementara vili
yang vaskuler dari sirkulasi darah fetus. Plasenta yang masih berfungsi
tidak mengalami perubahan (Sudiono J, 2001).
d. Hasil pemeriksaan USG
Mola parsial pada pemeriksaan ultrasonografi berkarakteristik
seperti pada gambar 2.9. Seperti itu temuan yang telah ditampilkan
secara signifikan terkait dengan kehadiran mola parsial termasuk
perubahan kistik plasenta secara fokal dan rasio transversal terhadap
dimensi anteroposterior kantung kehamilan yang lebih dari 1,5. Temuan
terakhir mungkin terkait dengan triploid. Di sebuah penelitian, ketika
21
kedua temuan telah dicatat, nilai prediktif positif untuk mola parsial
87%, meskipun temuan ini belum divalidasi. Periksaan ultrasonografi
seperti pada gambar 2.9 dari pasien dengan mola parsial trimester
pertama. Menunjukkan perubahan vesikular fokal di dalam plasenta
dan janin dengan kantung gestasional (bawah) (Berkowitz RS, 2009).
Sumber : The new England Journal of medicine
(Berkowitz RS, 2009).
Gambar 2.9
Pemeriksaan Ultrasonografi Mola Parsial
Pada pemeriksaan ultrasonografi, MHP dicirikan dengan
pembesaran plasenta, lebih tebal 4 cm dari insersi corda pada trimester
kedua dan terdiri dari banyak area kista (swiss cheese appearance).
Diagnosis MHP lebih sulit daripada MHK, dengan pemeriksaan ini
hanya 29% yang dapat dideteksi dalam penelitian skala besar
(Wladimiroff W, 2009).
22
Tabel 2.1 Perbedaan Mola Hidatidosa Parsial dan Mola Hiadatidosa Komplit Gambaran MHP MHK
Karyotipe Umumnya 69,XXX atau
69,XXY
46,XX atau a6,XY
Patologi
Janin Saring ada Tidak ada
Amnion, sel darah merah janin Biasanya ada Tidak ada
Edema vilus Bervariasi fokal Merata
Proliferasi trofoblas Bervariasi, fokal, ringan
hingga sedang
Merata
Gambaran klinis
Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
Ukuran uterus Kecil untuk usia kehamilan 50% lebih besar dari usia
kehamilan
Kista teka-lutein Jarang >25% tergantung modalitas
diagnosis
Penyulit medis Jarang Menjadi berkurang dengan
diagnosis dini
Penyakit pascamolar < 5% 15%- 4% (The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), 2004)
2.1.8 Manifestasi Klinis
Gejala yang dapat ditemukan pada MH adalah:
a. Perdarahan
Perdarahn uterus hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi
dari bercak sampai perdarahn berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat
sebelum abortus atau, yang lebih sering, terjadi secara intermitten selama
beberapa minggu sampai bahkan bulan. Efek delusi akibat hipervolumia
yang cukup berat dibuktikan terjadi pada sebagian wanitayang molanya
lebih besar. Kadang-kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup di
dalam uterus. Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang
terdapat eritropoisis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi
karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas
yang cepat berproliferasi (Cunningham FG, 2005).
23
b. Ukuran Uterus
Uterus sering membesar lebih cepat daripada biasanya. Ini adalah
kelainan yang etrsering dijumpai, dan pada sekitar separuh kasus, ukuran
uterus jelas melebihi yangyang diharapkan berdasarka usia gestasi. Uterus
mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada
wanita nullipara, karena konsistensiny yang lunak di bawah dinding
abdomen yang kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat
kista-kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar
(Cunningham FG, 2005).
c. Aktivitas janin
Walaupun uterus cukup membesar sehingga mencapai jauh di atas
simfisis, bunyi jantung janin biasanya tidak terdeteksi. Walaupun jarang,
mungkin terdapat plaseta kembar dengan perkembangan kehamilan MHK
pada salah satunya, sementara plasenta lain dan janinya tampak normal
(gambar 2.12). demikian juga, walaupun sangat jarang, plasenta mungkin
mengalami perubahan mola yang luas tetapi disertai janin hidup
(Cunningham FG, 2005).
d. Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum yang ditandai dengan mual dan muntah
yang berat. Keluhan hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada
kehamilan kurang dari 24 minggu dan keluhan mual muntah terdapat pada
MH dengan tinggi fundus uteri lebih dari 24 minggu. Pada kehamilan MH,
jumlah hormon estrogen dan gonadotropin korionik terlalu tinggi dan
menyebabkan hiperemesis gravidarum (Manuaba, 2008).
24
e. Tanda toksemia/ pre-eklampsia pada kehamilan trimester I
Preeklamsia pada MHK tidak berbeda dengan kehamilan biasa,
bisa ringan, berat, bahkan sampai eklamsia. Hanya saja pada MHK
terjadinya lebih dini. Hal yang paling penting adalah keterkaitan MH
dengan preeklamsia yang menetap hingga ke trimester kedua. Memang,
karena preeklamsia jarang dijumpai sebelum 24 minggu, preeklamsia
yang terjadi sebelum ini mengisyaratkan MH (Leveno KJ, 2004).
f. Kista lutein unilateral/bilateral
Pada banyak kasus MH, ovarium mengandung banyak kista teka
lutein yang diperkirakan terjadi akibat stimulasi berlebihan elemen-elemen
lutein oleh hormon gonadotropin korion (hCG) dalam jumlah besar, dapat
mengalami torsio infark, dan perdarahan. Karena kista mengecil setelah
melahirkan, ooferektomi jangan dilakukan, kecuali jika ovarium
mengalami infark yang luas (Leveno KJ, 2004).
g. Kadar gonadotropin korion tinggi dalam darah dan urin.
h. Embolisai
i. MHP biasanya ditemukan pada saat evaluasi pasien yang didiagnosis
sebagai abortus inkomplit atau missed abortion.
j. Kadang-kadang disertai gejala lain yang tidak berhubungan dengan
keluhan obstetri, seperti tirotoksikosis, perdarahan gastrointestinal,
dekompensasi kordis, perdarahan intrakranial, perdarahan gastrointestinal,
dan hemoptoe.
25
Karena efek hCG yang mirip tirotropin, kadar tiroksin plasma pada
wanita dengan MH sering meningkat, tetapi biasanya jarang terjadi gejala
klinis hipertiroidisme (Leveno KJ, 2004).
2.1.9 Dasar diagnosis mola hidatidosa
Diagnosis diagnosis MH berdasarkan :
1. Gejala hamil muda yang sangat menonjol
a. Emesis gravidarum – hiperemesis gravidarum
b. Terdapat komplikasi
1) Tirotoksikosis (2-5%)
2) Hipertensi – preeklamsia (10-15%)
3) Anemia akibat perdarahan
4) Perubahan hemodinamik kardiovaskuler berupa gangguan
fungsi jantung dan gangguan fungsi paru akibat edema atau emboli
paru
2. Pemeriksaan palpasi
a. Uterus
1) Lebih besar dari usia kehamilan (50-60%)
2) Besarnya sama dengan usia kehamilan (20-25%)
3) Lebih kecil dari usia kehamilan (5-10%)
b. Palpasi lunak seluruhnya
1) Tidak teraba bagisan janin
2) Terdapat bentuk asimetris, bagian menonjol agak padat-mola
destruen.
26
3. Pemeriksaan USG serial tunggal
a. Sudah dapat dipastikan MH tampak seperti TV rusak
b. Tidak terdapat janin
c. Tampak sebagian plasenta normal dan kemungkinan dapat tampak
janin
4. Pemeriksaan laboratorium
a. β-hCG urin tinggi lebih dari 100.000 mIU/ml
b. β-hCG serum di atas 40.000 mIU/ml (Manuaba, 2007).
Sejak sel trofoblas (yang memproduksi hCG) mengalami
hiperplastik pada MH, adanya MHK dicirikan oleh peningkatan hCG yang
nyata. Tingkat hCG lebih besar dari 100.000 mIU per mililiter sebelum
evakuasi yang diamati pada 30 dari 74 pasien dengan MHK (41%) dalam
satu seri dan 70 dari 153 pasien dengan MHK (46%)(Berkowitz RS,
2009).
Dibandingkan dengan MHK, MHP dicirikan oleh kurang
menonjolnya hiperplasia trofoblastik. Dengan demikian, pasien dengan
mola parsial jarang disertai dengan peningkatan hCG yang tinggi.
Dilaporkan tingkat hCG serum yang lebih besar dari 100.000 mIU per
mililiter pada presentasi hanya 2 dari 30 pasien dengan mola parsial.
Demikian pula, hanya 1 dari 17 pasien dengan mola parsial (Berkowitz
RS, 2009).
Pemeriksaan lain yang dapat diguakan adalah :
1. memasukkan sonde intrauterin, jika tanpa tahanan, hanifa positif. Hal
ini berarti MH.
27
2. Penyuntikan bahan kontras secara intrauterin, foto abdomen, akan
tampak gambaran seperti sarang tawon.
3. Pemeriksaan MRI
a. Tidak tampak janin
b. Jaringan MH jelas terlihat
Pemeriksaan terakhir jarang dipergunakan karena dengan USG diagnosis
sudah jelas. Sekitar 10% kasus dijumpai MHP (Manuaba, 2007).
2.1.10 Diagnosis pasti mola hidatidosa komplit
Diagnosis pasti MHK ditentukan oleh hasil pemeriksaan Patologi
Anatomi, yang secara mikroskopis tampak sebagai berikut; stroma vili
korialis yang edematus, yang tidak mengandung pembuluh darah (tanpa
vaskularisasi), disertai hiperplasi dari sel sitotrofoblas dan sel
sinsitiotrofoblas.
Beberapa pakar menganggap bahwa dengan melihat gambaran PA-
nya, dapat diprediksi apakah MHK itu akan mengalami transformasi
keganasan atau tidak. Antara lain dikatakan, kalau ditemukan proliferasi
sel-sel trofoblas yang berlebihan, kemungkinan terjadinya keganasan lebih
besar. (Martaadisoebrata, 2005)
2.1.11 Penatalaksanaan
MH harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan. Bila perlu lakukan stabilisasi dahulu dengan melakukan
perbaikan keadaan umum penderita dengan mengobati beberapa kelainan
yang menyertai seperti tirotoksikosis.
28
Terapi MH terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. Memperbaiki keadaan umum
a. Koreksi dehidrasi
b. Transfusi darah bila anemia berat
c. Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati
sesuai dengan protokol.
d. Penatalaksanaan hipertiroidisme.
Jika gejala tirotoksikosis berat, terapi dengan obat-obatan
antitiroid, ß-bloker, dan perawatan suportif (pemberian cairan, perawatan
respirasi) penting untuk menghindari presipitasi krisis tiroid selama
evaluasi (Martadisoebrata, 2005).
Tujuan terapi adalah untuk mencegah pelepasan T4 yang terus-
menerus dan menghambat konversi menjadi T3 untuk memblok aksi
perifer hormon tiroid dan untuk mengobati faktor-faktor presipitasi. Agen-
agen antitiroid dapat menurunkan level T3 dan T4 serum dengan cepat
seperti sodium ipodoat (orografin, suatu kontras yang mengandung iodine)
yang merupakan terapi pilihan dalam mencegah krisis tiroid setelah
hipertiroidisme yang diinduksi kehamilan mola karena Ca mengurangi
konsentrasi T3 dan T4 dengan cepat. Apabila sodium ipodoat tidak
tersedia, PTU harus digunakan dan dikombinasikan dengan iodida. PTU
berbeda dengan metimazol, menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer dan karenanya lebih disukai daripada metimazol. Loading dose
300-600 mg PTU diikuti oleh 150-300 mg setiap 6 jam (perrektal atau
melalui NGT). Kalium iodida oral (3-5 tetes, 3x sehari, 35 mg iodida/tetes)
29
atau iodine lugol (30-60 tetes/hari dibagi dala 4 dosis, 8 mg iodida/tetes)
atau natrium iodida intravena (0,25-0,5 g tiap 8-12 jam) menginduksi
penurunan level T3 dan T4 yang cepat (Martadisoebrata, 2005).
ß-bloker digunakan untuk mengontrol takikardi dan gejala lain
yang diaktivasi saraf simpatis. Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5
menit secara intravena (dosis maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol
oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-6 jam (Martadisoebrata, 2005).
2. Pengeluaran jaringan mola
Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk
memastikan kavum uteri sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi
dengan kuret hisap. Bila serviks masih tertutup dapat didilatasi dengan
dilator nomor 9 atau 10. Setelah seluruh jaringan dievakuasi dengan kuret
hisap dilanjutkan kuret tajam dengan hati-hati untuk memastikan kavum
uteri kosong. Penggunaan uterotonika tidak dianjurkan selama proses
evakuasi dengan kuret hisap atau kuret tajam. Untuk menghentikan
perdarahan, uterotonika diberikan setelah evakuasi. Induksi dengan
medikamentosa seperti prostaglandin dan oksitosin tidak dianjurkan
karena meningkatkan emboli trofoblas (Martadisoebrata, 2005).
Teknik evakuasi MH ada 2 cara yaitu :
a. Kuretase
1). Dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki dan setelah
pemeriksaan-persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar β-
hCG serta foto thoraks), kecuali bila jaringan mola sudah keluar
spontan.
30
2). Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
3). Sebelum kuretase terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang
infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dextrose 5%.
4). Kuretase dilakukan sebanyak 2x dengan interval minimal 1 minggu
5). Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium Patologi
Anatomi.
b. Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan :
1). Usia > 35 tahun
2). Anak hidup > 3 orang
(Martadisoebrata, 2005).
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi
keganasan misalnya pada usia tua dan paritas tinggi yang menolak untuk
dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang
mencurigakan. Caranya :
a. Methotrexate (MTX) 20 mg/hari i.m, asam folat 10 mg 3dd1 dan Cursil
35 mg 2dd1, selama 5 hari berturut-turut.
Profilaksis dengan tablet MTX, dianggap tidak bermanfaat. Asam folat
adalah antidote dari MTX, Cursil berfungsi sebagai hepatoprotektor.
b. Actinomycin D 1 flakon sehari, selama 5 hari berturut-turut. Tidak perlu
antidote maupun hepatoprotektor.
31
Indikasi pemberian kemoterapi pada penderita pasca MH adalah
sebagai berikut :
a. Kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000
IU/liter, urine >30.000 IU/24 jam).
b. Kadar hCG yang meningkat progresif pasca evakuasi
c. Kadar hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pasca evakuasi.
d. Kadar hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otak,
renal, hepar, traktus gastrointestinal, atau paru-paru. (Saleh, 2005).
Ada pendapat yang mengatakan, bahwa bila setelah diberikan
profilaksis sitostatika terjadi juga keganasan, pengobatannya lebih sukar.
Oleh karena itu, banyak pakar yang tidak setuju dengan pemberian
profilaksis ini. Disamping alasan di atas, merekan mengatakan juga bahwa
sitostatika itu sering memberikan efek samping yang membahayakan.
Dengan follow up yang baik, kita dapat membuat diagnosis keganasan
secara dini sehingga kemoterapi yang diberikan secara kuratif, akan dapat
mengobatinya secara efektif (Martaadisoebrata, 2005).
4. Penatalaksanaan pasca evakuasi
Tujuan follow up ada dua :
a. Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal, baik
anatomis, laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus,
turunnya kadar Β-hCG dan kembalinya fungsi haid.
b. Untuk menentukan adanya transformasi keganasan, terutama pada
tingkat yang sangat dini.
32
Pada umumnya para pakar sepakat bahwa lama follw up
berlangsung selama satu tahun, tetapi ada juga yang sampai dua tahun.
Dalam tiga bulan pertama pascaevakuasi, penderita diminta datang untuk
kontrol setiap dua minggu. Kemudian, tiga bulan berikutnya, setiap satu
bulan. Selanjutnya dalam enam bulan trakhir, tiap dua bulan.
Selama follow up, hal-hal yang perlu dicatat adalah :
a. Keluhan, terutama perdarahan, batuk atau sesak nafas
b. Pemeriksaan ginekologis, terutama adanya tanda-tanda sub-involusi
c. Kadar Β-hCG , terutama bila ditemukan ada tanda-tandadistorsi dari
kurva regresi yang normal.
Bila dalam tiga kali pemeriksaan berturut-turut, ditemukan salah
satu dari tanda-tanda di atas, penderita harus dirawat kembali, untuk
pemeriksaan yang lebih intensif, seperti USG, foto toraks dan lain-lain.
Follow up dihentikan bila sebelum satu tahun wanita sudah hamil
normal lagi, atau bila setelah setahun, tidak ada keluhan, uterus dan kadar
Β-hCG dalam batas normal, serta fungsi haid sudah normal kembali.
Selama follow up, kepada wanita dianjurkan untuk tidak hamil dahulu,
karena dapat menimbulkan salah interpretasi. Salah satu ciri adanya
keganasan adalah meningginya kembali kadar Β-hCG , sedangkan pada
kehamilan, Β-hCG yang tadinya normal, akan meninggi lagi. Dalam
keadaan seperti ini, kadang-kadang kita ragu apakah kenaikan kadar Β-
hCG ini disebabkan oleh kehamilan baru atau oleh proses keganasan
(Martadisoebrata, 2005).
33
Jenis kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom, atau kalau Β-
hCG sudah normal, atau haid sudah normal kembali, dapat menggunakan
pil kombinasi. Bila pil antihamil diberikan sebelum Β-hCG normal,
kemungkinan terjadinya keganasan lebih besar. Jangan menggunakan IUD
atau preparat progesteron jangka panjang, seperti DepoProvera atau
Norplant, karena kedua-duanya dapat menyebabkan gangguan perdarahan,
yang bisa menyerupai salah satu tanda adanya transformasi keganasan
(Martaadisoebrata, 2005).
2.1.12 Kurva regresi Β-hCG paskaevakuasi
Setelah jaringan mola dievakuasi, kadar Β-hCG akan menurun
secara perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak terdeteksi lagi. Waktu rata-
rata yang diperlukan untuk mencapai kadar normal (<5 mIU/ml) adalah
12 minggu. Ada beberapa jenis kurva regresi antara lain yang dibuat oleh
Mochizuki. Menurut Mochizuki pada keadaan normal, β-hCG akan turun
sebagai berikut:
(Martaadisoebrata, 2005). Gambar 2.10
Kurva Regresi β-hCG normal dan abnormal pascaevakuasi
34
Bila terjadi distorsi dari kurva regresi yang normal, berarti terjadi
keganasan. Karena itu, diagnosis dini TTG ditegakkan dengan
memperhatikan kurva regresi ini, dengan syarat penderita harus patuh
melakukan follow up.
Mungkin harus dipikirkan cara yang lebih sederhana yang dapat
dilakukan di daerah, misalnya sebagai berikut. Seperti diketahui , menurut
Mochizuki, β-hCG akan menjadi normal (<5mIU/ml) pada minggu ke-12.
Sampai minggu ke-12, sebaiknya follow up dilakukan secara klinis saja.
Kalau sampai minggu ke-12 tidak ditemukan hal-hal yang mencurigakan,
baru diperiksa β-hCG secara semi kuantitatif, misalnyadengan Test Pack
(Abbot). Test Pack mempunyai sensitivitas 25 mIU/ml di urine, berarti 50
mIU/ml di darah (Nishimura). Jadi, bila pada minggu ke-12 Test Pack
positif, berarti sudah ada distorsi dari kurva regresi dan diagnosis TTG dini
sudah dapat ditegakkan. Selanjutnya baru diperiksa β-hCG secara
kuantitatif untuk kepentingan prognosis dan terapi. Secara teoritis pola
pikir ini dapat dibenarkan. Untuk membuktikan kebenarannya perlu
dilakukan penelitian. Bila terbukti benar, akan sangat memudahkan follow
up, yang pada gilirannya akan memperbaiki prognosis (Martaadisoebrata,
2005).
2.1.13 Prognosis
Setelah dilakukan evakuasi mola secara lengkap, sebagian besar
penderita MHK akan sehat kembali, kecuali 15%-4% yang mungkin akan
mengalami keganasan (TTG).
35
Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan
resiko tinggi, seperti :
a. Usia di atas 35 tahun
b. Besar uterus di atas 30 minggu
c. Kadar Β-hCG di atas 105 mIU/ml
d. Gambaran PA mencurigakan
Saat ini, sudah hampir tidak ada kematian karena MHK. Dibanding
MHK, prognosis MHP jauh lebih baik. Hal itu disebabkan oleh tidak
adanya penyulit dan derajat keganasannya rendah (4%). Walaupun
demikian, dalam kepustakaan ditemukan laporan tentang kasus MHP yang
disertai metastasis ke tempat lain . penderita MHP harus di follow up sama
ketatnya seperti MHK (Martaadisoebrata, 2005).
2.2 Hubungan Usia Ibu Hamil dengan MHK
Hamil yang sehat dianjurkan paling muda pada usia 20 tahun,
karena pada usia 20 tahun alat kandungan dan penyangganya sudah cukup
matang. Semasa remaja, alat kandungan belum terbentuk sempurna.
Demikian pula dengan alat-alat yang melengkapi rahim. Otot-otot rahim,
fungsi hormon rahim, dan fungsi hormon indung telur belum sempurna.
Namun hamil terakhir sebaiknya tidak melebihi usia 34 tahun. Kehamilan
sebaiknya juga tidak terjadi setelah berusia 35 tahun. Kehamilan pada ibu
yang sudah lebih tua tergolong tidak sehat. Kemungkinan dapat
membuahkan anak yang tidak sehat. Bayi yang cacat lahir sering berasal
dari kehamilan ibu pada usia di atas 35 tahun (Nadesul H, 2001).
36
Usia ibu secara konsisten terbukti meningkatkan resiko MH pada
wanita yang lebih muda dari 20 tahun dan lebih tua dari 35 tahun, terkait
dengan kerusakan pada pembentukan dan fungsi oosit pada usia
reproduksi yang ekstrim, dan hanya terkait dengan MHK saja (Altman
AD, 2008). Ovum dari wanita yang lebih tua lebih rentan terhadap
pembuahan yang abnormal. Dalam sebuah penelitian, resiko untuk MHK
meningkat 2,0 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 35 tahun dan 7,5
kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 40 tahun (Berek, 2007).
Peningkatan resiko untuk MHK karena kedua usia reproduksi yang
ekstrim (terlalu muda dan terlalu tua) (Daftary, 2006). Menurut Kruger TF,
hal ini berhubungan dengan keadaan patologis ovum premature dan
postmature (Kruger TF, 2007). Ovum patologis terjadi karena gangguang
pada proses meiosis, sehingga ovum tidak memiliki inti sel
(Martaadisoebrata, 2005). Jika ovum patologis tersebut dibuahi oleh satu
sel sperma maka karyotipe yang dihasilkan adalah 46,XX homozigot dan
ini adalah karyotipe tersering yang ditemukan pada MHK (90%) (Berek,
2007). Sedangkan jika ovum yang tanpa inti sel tersebut dibuahi oleh dua
sel sperma maka karyotipe yang dihasilkan adalah 46 XX heterozigot
(Berek, 2007). Jadi, kromosom MHK itu seperti wanita, tetapi kedua X-
nya berasal dari ayah sehingga disebut dengan diploid androgenik. Karena
tidak ada unsur ibu, maka pada MHK tidak ada bagian embrional (janin).
Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang patologis berupa vili korialis
yang mengalami degenarasi hidrofik seperti anggur (Martaadisoebrata,
2005).