BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi...

24
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidur Tidur adalah keadaan fisiologis yang ditentukan oleh aktivitas bagian-bagian tertentu di otak. Ditinjau dari derajat kesadaran, tidur adalah suatu derajat kesadaran dibawah keadaan awas waspada. Tidur tidak sama dengan keadaan koma. Pada keadaan koma, stimulasi dengan rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi. Pada keadaan tidur, seseorang yang sedang tidur masih dapat dibangunkan ketika diberikan stimulasi tertentu (Mardjono dan Sidharta, 2009) Tidur merupakan suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat aktivitas otak keseleruhan tidak berkurang selama tidur. Selama tahap-tahap tertentu tidur, penyerapan oksigen oleh otak meningkat melebihi tingkat normal sewaktu terjaga (Sherwood, 2007). 2.1.2 Fungsi tidur Fungsi tidur belum jelas dan alasan alasan mengapa tidur sangat dibutuhkan masih merupakan sebuah misteri. Hipotesis “restorasi dan pemulihan” menyatakan bahwa tidur gelombang lambat memberi otak waktu untuk memperbaiki kerusakan akibat radikal bebas toksik yang dihasilkan sebagai produk sampingan metabolisme selama keadaan terjaga. Teori lain yang menonjol adalah bahwa tidur, terutama tidur paradoksal, diperlukan bagi otak untuk melaksanakan penyesuaian-penyesuaian kimiawi dan struktural jangka panjang yang diperlukan untuk belajar dan mengingat, terutama konsolidasi ingatan prosedural (Sherwood, 2007). Fungsi tidur adalah restorative (memperbaiki) kembali organ organ tubuh. Kegiatan memperbaiki kembali tersebut berbeda saat tidur Rapid Eye Movement Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tidur

2.1.1 Definisi tidur

Tidur adalah keadaan fisiologis yang ditentukan oleh aktivitas bagian-bagian

tertentu di otak. Ditinjau dari derajat kesadaran, tidur adalah suatu derajat kesadaran

dibawah keadaan awas waspada.

Tidur tidak sama dengan keadaan koma. Pada keadaan koma, stimulasi

dengan rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi.

Pada keadaan tidur, seseorang yang sedang tidur masih dapat dibangunkan

ketika diberikan stimulasi tertentu (Mardjono dan Sidharta, 2009)

Tidur merupakan suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga.

Tingkat aktivitas otak keseleruhan tidak berkurang selama tidur.

Selama tahap-tahap tertentu tidur, penyerapan oksigen oleh otak meningkat

melebihi tingkat normal sewaktu terjaga (Sherwood, 2007).

2.1.2 Fungsi tidur

Fungsi tidur belum jelas dan alasan alasan mengapa tidur sangat dibutuhkan

masih merupakan sebuah misteri. Hipotesis “restorasi dan pemulihan”

menyatakan bahwa tidur gelombang lambat memberi otak waktu

untuk memperbaiki kerusakan akibat radikal bebas toksik yang dihasilkan

sebagai produk sampingan metabolisme selama keadaan terjaga.

Teori lain yang menonjol adalah bahwa tidur, terutama tidur paradoksal,

diperlukan bagi otak untuk melaksanakan penyesuaian-penyesuaian kimiawi

dan struktural jangka panjang yang diperlukan untuk belajar dan mengingat,

terutama konsolidasi ingatan prosedural (Sherwood, 2007).

Fungsi tidur adalah restorative (memperbaiki) kembali organ – organ tubuh.

Kegiatan memperbaiki kembali tersebut berbeda saat tidur Rapid Eye Movement

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

7

(REM) dan Nonrapid Eye Movement (NREM). Tidur Non-rapid Eye Movement

akan memengaruhi proses anabolik di dalam sel dan sintesis makromolekul

ribonucleic acid (RNA) (Arifin et al, 2010)

2.1.3 Fisiologi tidur

Tidur dibagi menjadi dua tahap secara garis besarnya, yaitu :

Fase rapid eye movement (REM) dan fase non-rapid eye movement (NREM)

atau tidur gelombang lambat. Tidur NREM dibagi menjadi 4 stadium.

Seorang yang baru tertidur memasuki stadium 1 dicirikan oleh aktivitas gelombang

EEG frekuensi tinggi dengan amplitudo gelombang yang rendah.

Stadium 2 ditandai dengan munculnya kumparan tidur (sleep spindle).

Pada stadium ini terjadi letupan gelombang mirip alfa, yaitu gelombang 10-14

Hz,50 µV. Pada Stadium 3, pola yang timbul adalah gelombang EEG

dengan frekuensi yang lebih rendah dan amplitudo meningkat.

Perlambatan maksimum dengan gelombang besar dijumpai pada stadium 4.

Dengan demikian karakteristik tidur yang dalam adalah pola gelombang lambat

yang ritmis, yang menunjukkan sinkronisasi yang jelas. Perpindahan tahapan tidur

dari stadium 1 hinga stadium 4 terjadi dalam waktu 30 sampai 45 menit.

Pada tidur REM, gelombang lambat dengan amplitudo tinggi,

kemudian diganti oleh aktivitas EEG cepat dan bervoltase rendah. Gelombang ini

mirip dengan tidur stadium 1. Namun, tidur tidak terganggu; bahkan ambang untuk

terjaga oleh rangsangan sensorik meningkat. Pola EEG selama periode ini

mendadak berubah seperti dalam keadaan terjaga, meskipun kelihatannya masih

tertidur lelap. Keadaan ini kadang kadang disebut tidur paradoksal.

Selama tidur paradoksal terjadi gerakan mata yang cepat dan acak,

dan karena hal inilah tidur tersebut dinamakan tidur REM.

Tidur REM ditandai dengan adanya potensial fasik besar

yang terdiri dari 3-5 gelombang. Potensial ini disebut ponto-geniculo-occipital

spike.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

8

Fase Tidur Tanda Klinis Karakteristik EEG

Fase REM Pergerakan cepat bola

mata

Tonus otot rendah

Pola pernafasan tidak

teratur

Ada gelombang cepat

pada lead EEG pada

mata

Voltase rendah pada

EEG

Fase Non-REM

Tahap 1 Merasa mengantuk

Pergerakan bola mata

melambat

Pola pernafasan teratur

ambang kesadaran rendah

Aktivitas gelombang

teta dan beta

meningkat

Tampak gelombang

Vertex tajam

Tahap 2 Sudah tertidur

Tidak ada pergerakan

bola mata

Pola pernafasan teratur

Ambang kesadaran

meningkat

Gambaran kumparan

tidur (Sleep Spindle)

Gambaran K-

complexes

Tahap 3-4 Berada pada tidur yang

dalam

Pola pernafasan teratur

Ambang kesadaran

sangat tinggi

Ada gelombang delta

Kecepatan gelombang

lambat

Aktivitas sedang

gelombang teta pada

tahap 3 NREM

Aktivitas tinggi

gelombang teta pada

tahap NREM

Tabel 2.1 Karakteristik Tahapan tidur berdasarkan gambaran EEG.

(D’ Cruz, 2006. Sleep Problem in Children.In: Clinician’s Guide to Sleep

Disorders

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

9

Pencitraan otak yang dilakukan pada manusia saat tidur REM

menunjukkan adanya peningkatan aktivitas yang tinggi di sistem limbik (emosi)

disertai oleh penurunan aktivitas di korteks prafrontal (akal).

Pola aktivitas ini merupakan dasar bagi karakteristik mimpi yang terjadi

pada fase tidur REM. Akibatnya, mimpi sering kali memiliki muatan emosi

yang besar, sensasi waktu yang kacau, dan isi yang aneh yang diterima begitu saja

sebagai kenyataan, dengan hanya sedikit refleksi mengenai semua kejadian yang

aneh (Ganong, 2008).

2.1.4 Siklus bangun-tidur

Siklus bangun-tidur adalah variasi siklik normal dalam

kesadaran akan lingkungan. Siklus bangun-tidur serta berbagai tahapan tidur

disebabkan oleh hubungan timbal balik antara tiga sistem saraf:

(1) sistem keterjagaan, yaitu bagian dari reticular activating system yang ada di

batang otak; (2) pusat tidur gelombang lambat (NREM) di hipotalamus;

dan (3) pusat tidur paradoksal (REM) di batang otak. Pola interaksi

diantara ketiga regio ini menghasilkan rangkaian siklis yang dapat diperkirakan

antara keadaan terjaga dan kedua jenis tidur. Pola interaksi tergolong rumit

dan masih menjadi bahan penelitian intensif (Ganong, 2008).

Siklus normal dapat mudah diinterupsi, dengan sistem yang

membuat kita terjaga lebih mudah mengalahkan sistem tidur daripada

kebalikannya; yaitu, lebih mudah terjaga penuh. Sistem keterjagaan

dapat diaktifkan oleh masukan sensorik aferen atau oleh masukan yang turun

ke batang otak dari daerah daerah otak yang lebih tinggi. Konsentrasi penuh

atau keadaan emosi yang kuat dapat mencegah seseorang tidur, demikian juga

aktivitas motorik, misalnya bangkit dan berjalan jalan, dapat membangunkan orang

yang mengantuk (Ganong, 2008).

2.1.5 Irama sirkadian dan tidur

Irama sirkadian tidur merupakan salah satu dari irama intrinsik tubuh yang

diatur oleh hipotalamus. Jalur rethinohypothalamic memberikan rangsang secara

langsung terhadap nucleus suprachiasma (NSC) yang berkerja

seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun dan tidur (Arifin et al, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

10

Jika malam tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga

orang mengantuk dan tidur (Rahayu, 2006).

Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula pineal

(bagian dari otak tengah). Saat hari mulai gelap, melatonin akan disekresikan

ke dalam darah yang kemudian akan menyebabkan relaksasi otot

serta penurunan temperatur badan dan hormon kortisol.

Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam,

dan akan terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi

(Rahayu, 2006). Penurunan irama sirkadian sebelum pagi hari diperkirakan

berguna untuk membantu otak agar tetap tidur selama semalam

sehingga terjadi restorasi penuh dan mencegah kebangkitan prematur.

Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

Peningkatan suhu tubuh terjadi sepanjang siang hari dan penurunan terjadi

sepanjang malam. Suhu puncak dan penurunannya diperkirakan dapat menjadi

cerminan irama tidur seseorang. Orang yang aktif di malam hari memiliki

puncak suhu tubuh di malam hari sementara mereka yang menempatkan diri

untuk aktif pada pagi hari memiliki puncak suhu tubuh pada awal malam

(Arifin et al, 2010).

2.1.6 Kualitas tidur

Kualitas tidur , menurut Buysse tahun 2014, didefinisikan sebagai suatu

fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.

Gambar 2.1 Dimensi dalam Tidur (Buysse, 2014. Sleep Health: Can we

define it? Does it Matter?)

Dimensi Tidur:

Durasi

Efisiensi

Waktu/

Timing

Terjaga/

Mengantuk

Kepuasan/ Kualitas

Respon pada

Sistem tubuh:

Inflamasi

Aktivitas

Simpatis

Respon

Hormonal

Respon

Saraf

Kesehatan

Penyakit

Fungsi

Kognitif

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

11

Berdasarkan berbagai penelitian, maka dimensi dimensi tersebut dapat

dibagi menjadi 5 bagian :

a) Durasi tidur : Total jumlah dari tidur yang diperoleh dalam 24 jam.

b) Efisiensi tidur : Mudah atau sulitnya memulai tidur dan kembali tidur

setelah dibangunkan

c) Waktu / (Timing) : waktu yang menunjukkan tidur dilakukan setiap

24 jam.

d) Terjaga/mengantuk : Kemampuan untuk mencapai kondisi terjaga dan

penuh perhatian.

e) Kualitas / kepuasan : penilaian yang bersifat subjektif terhadap baik

atau buruknya tidur.

Dimensi ini dijadikan sebagai indikator tidur yang baik karena setiap dimensi

tersebut memiliki hubungan sebab akibat dengan kesehatan.

Pada manusia, durasi tidur yang diperlukan seseorang untuk tidur berbeda

beda, tergantung pada faktor faktor tertentu dan usia mereka.

Neonatus tidur sekitar 16 hingga 18 jam per hari. Pola dan tahapan tidur pada bayi

baru lahir terdiri dari 3 tahap yaitu NREM, REM, dan indeterminate sleep.

Perbedaan tahapan tidur ini dengan tahapan tidur dewasa diakibatkan

olehtidak adanya irama sirkadian pada neonatus. Mulai usia 3 bulan,

irama sirkadian mulai terbentuk dan mulai matang menjelang usia 1 tahun.

Setelah berusia satu tahun, durasi tidur balita berkurang

menjadi 14 hingga 15 jam dalam 1 hari. Pada usia 2 hingga 5 tahun

maka durasi tidur berkurang 2 jam (11- 13 jam per hari).

Remaja membutuhkan durasi tidur selama 9 hingga 10 jam per hari.

Akibat perubahan hormonal pada usia remaja, maka tahap 2 NREM pada remaja

menjadi lebih panjang. Saat seseorang mencapai tahap dewasa, mereka cenderung

memerlukan waktu 7-8 jam per hari untuk tidur (D’Cruz, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

12

Sedangkan orang dengan usia lanjut cenderung mengalami penurunan durasi tidur

dan mereka memerlukan waktu 6-7 jam per hari (Colten dan Altevogt, 2006).

Memiliki durasi tidur yang cukup akan menghasilkan kualitas tidur yang

baik yang kemudian dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari,

perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur.

Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur yang baik sangat penting dan vital

untuk hidup sehat semua orang (Colten dan Altevogt, 2006).

Dimensi

Tidur

Pengaruhnya

terhadap

Kesehatan

Bukti (Evidence)

Kualitas

Tidur

Kematian Kojima et al., 2000; Elder et al., 2008;

Rod et al., 2011; Hublin et al., 2011

Sindroma

Metabolik

Jennings et al., 2009; Troxel et al., 2010

Diabetes Tipe-2 Vontzas et al., 2009; Haseli-Mashhadi et

al., 2009; Knutson et al., 2011;

Pyykkonen et al., 2012

Hipertensi Vgontzas et al., 2009; Fiorentini et al.,

2007; Rod et al., 2011

Penyakit Jantung

Koroner

Laugsand et al., 2011; Hoevenaar-Blom,

2011; Appelhans, 2013

Depresi Baglioni, 201180

Terjaga/

Mengantuk

Mortalitas Hays, 1996; Newman et al, 2000

Penyakit Jantung

Koroner

Newman et al, 2000; Sabanayagam et al,

2011

Gangguan

performa

kognitif

Dinges et al, 1997.

Tabel 2.2 Kesehatan tidur dan dampak-dampaknya

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

13

Tidak memeroleh kualitas tidur yang baik dapat berpengaruh

kepada kesehatan. Kualitas tidur yang tidak baik dikaitkan dengan

beberapa penyakit seperti penyakit jantung, peradangan, diabetes

dan penyakit kardiovaskular (Wavy, 2008). Secara psikologis, kualitas tidur

Waktu

Tidur

Sindroma

Metabolik

Karlsson et al, 2011; Lin et al, 2009;

Pietrositi et al, 2010

Mortalitas Akerstedt et al, 2004

Diabetes Pan et al, 2011; Buxton et al, 2012;

Reutrakul et al, 2013

Efisiensi

Tidur

Mortalitas Newman et al, 2000; Nilsson et al, 2001;

Mallon et al, 2002; Dew et al, 2003

Sindroma

Metabolik

Troxel et al, 2010

Penyakit Jantung

Koroner

Laugsand et al, 2011; Grandner, 2012

Depresi Baglioni et al, 2011

Durasi

Tidur

Obesitas Buxton et al, 2010; Gangwisch et al,

2005; Cappucio et al, 2008; Hasler et al,

2004

Sindroma

Metabolik

Hall et al, 2008

Diabetes Ayas et al, 2003; Golttieb et al, 2006,

Yaggi et al, 2006

Hipertensi Gottleib et al, 2006; Cappucio et al, 2007

Penyakit Jantung

Koroner

Mallon et al, 2002; Ayas et al, 2003

(Buysse, 2014. Sleep Health: Can we define it? Does it Matter?)

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

14

yang buruk berdampak pada penurunan fungsi kognitif.

Selanjutnya, hal itu terkait dengan tingkat yang lebih tinggi terhadap kecemasan,

meningkatkan ketegangan, mudah tersinggung, kebingungan, suasana hati yang

buruk, depresi, penurunan kesejahteraan psikologis dan kepuasan hidup yang lebih

rendah. Secara bersamaan, hal tersebut berhubungan positif dengan melambatnya

kemampuan psikomotor dan terganggunya konsentrasi (Wavy, 2008).

Melalui berbagai penelitian, sudah ditemukan bahwa berbagai dimensi dari kualitas

tidur dapat memengaruhi berbagai aspek kesehatan (Buysse, 2014).

2.1.7 Pittsburgh sleep quality index

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan salah satu alat

yang cukup efektif yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur pada orang

dewasa. Melalui Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), kualitas tidur dibagi

menjadi baik dan buruk melalui pengukuran terhadap 7 domain : kualitas tidur

secara subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur,

penggunaan obat-obat yang berhubungan dengan tidur, dan disfungsi yang dialami

pada siang hari selama satu bulan terakhir. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

memiliki koefisien konsistensi dan reliabilitas (Cronbach’s alpha)

sebesar 0.83 terhadap setiap domain yang diukur (Smyth, 2012).

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) telah divalidasi pada kedua populasi klinis

dan populasi non-klinis, termasuk perguruan tinggi dan mahasiswa pascasarjana

(Brick et al, 2010).

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) terdiri dari sembilan belas item

pertanyaan yang meliputi tujuh komponen, yakni kualitas tidur secara subjektif,

latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur,

dan disfungsi pada siang hari (Smyth, 2012). Salah satu item pertanyaan

pada PSQI hanya ditujukan untuk kepentingan klinis pasien sehingga

tidak ditabulasikan dan dicantumkan pada kuesioner PSQI yang ditujukan

untuk menilai kualitas tidur. Jumlah pertanyaan pada kuesioner PSQI

yang hanya ditujukan untuk menilai kualitas tidur secara subyektif berjumlah

delapan belas pertanyaan (Buysse et al, 1989). Setiap dari nilai komponen tujuh

tersebut diberi bobot yang sama dengan skala 0-3, 0 menunjukkan tidak ada

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

15

kesulitan dan 3 menunjukkan kesulitan yang parah. Jumlah skor untuk

nilai tujuh komponen ini akan menghasilkan satu skor secara keseluruhan,

mulai dari 0 hingga 21. Skor yang lebih tinggi menunjukkan

kualitas tidur buruk, dan bila skor Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

secara keseluruhan > 5 maka seseorang tersebut memiliki kualitas tidur yang buruk

(Smyth, 2012).

2.2. Obesitas

2.2.1 Definisi obesitas

Obesitas adalah keadaan dimana jaringan adiposa berlebih di dalam tubuh.

Obesitas sering dianggap sama dengan kenaikan berat badan yang berlebih, namun

pada kenyataaanya orang dengan masa otot yang besar dengan berat badan yang

berlebih tidak memiliki kondisi dimana jaringan adiposa berlebih di dalam tubuh.

Metode yang paling sering digunakan untuk menentukan kondisi obesitas adalah

dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Pengukuran indeks masa tubuh ini

tidak menunjukkan distribusi jaringan adiposa di dalam tubuh

secara langsung (Flier dan Maratos, 2008).

Indeks massa tubuh dihitung dengan cara membagikan berat badan dalam

satuan kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter.

Batasan IMT yang digunakan oleh WHO pada tahun 2011 adalah :

- Kategori kurus IMT < 18,5 kg/m2

- Kategori normal IMT ≥18,5 - 22,9 kg/m2

- Kategori BB lebih IMT ≥23,0 – 24,9 kg/m2

- Kategori obesitas I IMT ≥25,0 – 29,9 kg/m2

- Kategori obesitas II IMT ≥30 kg/m2

2.2.2 Etiologi obesitas

Penyebab obesitas masih sulit dipahami (Flier dan Maratos, 2008).

Penyebab obesitas banyak, dan sebagian masih belum jelas. Beberapa faktor yang

mungkin terlibat adalah sebagai berikut :

2.2.2.1 Gangguan jalur sinyal leptin. Sebagian kasus obesitas dilaporkan

berkaitan dengan resistensi leptin. Leptin adalah salah satu

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

16

dari adipokin utama jaringan adiposa yang berfungsi untuk

menekan nafsu makan dan berperan dalam regulasi

keseimbangan energi jangka panjang. Kemungkinan terjadi

defek reseptor leptin di otak yang tidak berespon terhadap

tingginya kadar leptin di dalam darah yang berasal dari jaringan

lemak. Sehingga otak tidak mendeteksi kadar leptin sebagai sinyal

untuk menurunkan nafsu makan sampai titik patokan yang lebih

tinggi tercapai. Selain gangguan respetor, gangguan lain dalam jalur

lain dapat menjadi penyebab, misalnya gangguan transpor leptin

menembus sawar darah otak atau defisiensi salah satu pembawa

pesan kiniawi di jalur leptin (Sherwood, 2007).

2.2.2.2 Kurang olahraga. Banyak penelitian memperlihatkan bahwa

orang gemuk tidak makan lebih banyak dibandingkan dengan orang

kurus. Salah satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa orang

dengan kelebihan berat tidak makan berlebihan tetapi

“kurang bergerak” - sindroma “couch potato” (menonton televisi

sambil makan camilan). Tingkat aktivitas fisik yang rendah biasanya

tidak disertai penurunan setara asupan makan (Sherwood, 2007).

2.2.2.3 Perbedaan Termogenensis non-olahraga (nonexercise activity

thermogenesis, NEAT) atau fidget factor. NEAT dapat menjelaskan

beberapa variasi dalam penyimpanan lemak dalam tubuh.

NEAT merujuk kepada energi yang dikeluarkan oleh aktivitas fisik

di luar olahraga yang direncanakan (Sherwood,2007)

2.2.2.4 Perbedaan dalam mengekstraksi energi dari makanan. Orang yang

tubuhnya langsing dengan orang obesitas dapat memiliki

perbedaan berat yang mencolok meskipun mereka mengonsumsi

jumlah kalori yang sama. Studi-studi memperlihatkan bahwa orang

yang bertubuh langsing cenderung kurang memeroleh energi dari

makanan yang mereka santap, karena mereka mengubah lebih

banyak energi makanan menjadi panas daripada menjadi energi

untuk digunakan atau disimpan. Hal ini dapat terjadi akibat orang

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

17

yang bertubuh langsing memiliki lebih banyak uncoupling protein

yang memungkinkan sel sel mereka mengubah lebih banyak kalori

menjadi panas dan bukan menjadi lemak. Mereka adalah orang yang

dapat mampu makan dengan jumlah yang banyak tanpa mengalami

penambahan berat badan. Hal yang sebaliknya terjadi pada obesitas,

sistem metabolik orang dengan obesitas lebih efisien

dalam mengekstraksi energi dari makanan (Sherwood,2007)

2.2.2.5 Kecenderungan herediter dan genetik. Perbedaan dalam jalur-jalur

regulatorik untuk keseimbangan energi sering berasal dari varasi

genetik (Sherwood, 2007). Penelitian pada hewan pengerat,

mutasi gen ob dapat mengakibatkan hyperphagia

dan pengurangan pengeluaran energi. Produk dari gen ob ini

adalah leptin. Leptin disekresi dari jaringan adiposa dan bekerja

pada hipotalamus. Kadar leptin yang tinggi akan mengurangi asupan

makan dan meningkatkan pengeluaran energi. Gen ob ini ternyata

dijumpai pada manusia dan diekspresikan di jaringan adiposa.

Mutasi pada gen proopiomelanocortin (POMC) menyebabkan

obesitas akibat gagalnya pembentukan α-MSH yang berfungsi untuk

menekan nafsu makan di hipotalamus. Mutasi pada gen proenzyme

convertase 1 (PC-1) akan mencegah sintesis α-MSH

melalui prekursornya yaitu proopiomelanocortin (POMC) yang

pada akhirnya akan mengakibatkan obesitas

(Flier dan Maratos, 2008).

2.2.2.6 Pembentukan sel lemak dalam jumlah berlebihan akibat makan

berlebihan. Sekali sel lemak terbentuk, pembatasan makan

dan penurunan berat badan tidak akan melenyapkan sel lemak

tersebut. Bahkan ketika seseorang yang berdiet telah kehilangan

banyak lemak yang tersimpan dari sel lemak, sel sel tersebut tetap

ada dan siap diisi kembali.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

18

2.2.2.7 Keberadaan penyakit endokrin tertentu misalnya hipotirodisme.

Hipotiroidisme meningkatkan laju metabolik dasar sehingga tubuh

membakar lebih banyak kalori dalam keadaan istirahat.

2.2.2.8 Ketersediaan makanan yang melimpah, lezat, padat energi, dan

relatif murah.

2.2.2.9 Gangguan emosi dimana makan berlebihan menggantikan kepuasan

yang lain (Sherwood, 2007). Faktor budaya memiliki perananan,

dimana budaya dapat memengaruhi ketersediaan makanan,

kandungan nutrisi pada makanan, dan tingkat aktifitas fisik suatu

individu (Flier dan Maratos, 2008).

2.2.2.10 Keterkaitan dengan virus. Salah satu hipotesis mengaitkan

virus flu biasa dengan kecenderungan mengalami kelebihan berat

badan dan mungkin berperan pada sebagian kasus obesitas saat ini

(Sherwood, 2007).

2.2.3 Mekanisme terjadinya obesitas

Obesitas terjadi akibat bertambahnya asupan energi, berkurangnya

pengeluaran energi, atau kombinasi keduanya (Flier dan Maratos, 2008).

Jika kondisi ini berlanjut, kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk trigliserida

di jaringan adiposa (Sherwood, 2007). Hal ini akan mengakibatkan

status keseimbangan energi positif. Secara teoritis, keseimbangan energi

dalam tubuh dipertahankan dengan cara mengatur jumlah makanan yang masuk,

aktivitas fisik, atau kerja internal dan produksi panas. Tingkat aktivitas fisik

secara prinsip berada dibawah kontrol kesadaran, dan mekanisme yang mengubah

tingkat kerja internal dan produksi panas terutama ditujukan untuk mengatur suhu

tubuh dan bukan mengatur keseimbangan energi total. Kontrol asupan makanan

agar menyamai pengeluaran energi adalah cara utama untuk mempertahankan

keseimbangan energi netral. Regulasi asupan makanan adalah fakor terpenting

dalam memelihara keseimbangan energi dan berat tubuh jangka panjang

(Sherwood, 2007).

Asupan makanan dipengaruhi berbagai faktor yang terintegrasi di otak

terutama pada bagian hipotalamus. Sinyal yang masuk ke hipotalamus

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

19

tersebut berasal dari saraf aferen, hormon, dan metabolit tertentu.

Informasi berupa distensi saluran cerna yang terjadi saat makanan ada di

saluran cerna akan diteruskan melalui saraf aferen (saraf vagus) menuju

hipotalamus. Hormon-hormon yang terlibat adala leptin, insulin, kortisol,

dan peptida pencernaan. Peptida pencernaan dihasilkan oleh saluran cerna meliputi

ghrelin, peptida YY, dan kolesistokinin. Ghrelin dihasilkan oleh lambung

dan berfungsi untuk meningkatkan asupan makan. Peptida YY dan kolesistokinin

dihasilkan oleh usus halus yang akan menurunkan asupan makan dan menimbulkan

sensasi kenyang setelah makan. Berbagai hormon yang bekerja di hipotalamus

dalam mengatur asupan makan :

Menurunkan Nafsu Makan

(Anoreksigenik)

Meningkatkan Nafsu Makan

(Oreksigenik)

α-melanocyte-stimulating hormone (α-

MSH)

Neuropeptida Y

Leptin Agouti related protein (AGRP)

Norepinefrin Asam Amino Glutamat dan γ-

Aminobutirat

Kolesistokinin Kortisol

Peptida YY Ghrelin

Leptin adalah sinyal penanda kenyang yang pertama kali diketahui. Leptin

adalah salah satu hormon yang dihasilkan oleh adiposit yang secara kolektif disebut

adipokin. Peningkatan leptin dari simpanan lemak yang berkembang pesat akan

menekan nafsu makan sehingga menurunkan konsumsi makananan dan mendorong

penurunan berat badan. Leptin bekerja sebagai penekan nafsu makan dengan cara

menghambat neuropeptida Y(NPY) dan melanokortin di hipotalamus.

Tabel 2.3 Hormon yang meregulasi asupan makan

(Guyton, 2008. Textbook of Medical Physiology)

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

20

Leptin dianggap sebagai faktor dominan yang bertanggung jawab

dalam penyesuaian jangka panjang asupan makanan dengan pengeluaran energi

sehingga kandungan energi total tubuh tetap seimbang dan berat tubuh konstan.

Hormon lain selain leptin yang berperan dalam menekan asupan makanan

adalah insulin. Insulin disekresikan oleh pankreas sebagai respon terhadap

peningkatan glukosa darah. Insulin akan menghambat sel penghasil neuropeptida

Y(NPY) sehingga akan menekan asupan makan.

Metabolit seperti glukosa dapat memengaruhi asupan makanan.

Kondisi hipoglikemia dapat menginduksi pusat lapar di hipotalamus

dan meningkatkan asupan makanan (Flier dan Maratos, 2008).

Kerja berbagai hormon, peran metabolit, dan kerja sistem saraf

akan memengaruhi pelepasan berbagai peptida di hipotalamus seperti neuropeptida

Y(NPY), Agouti-related peptide (AgRP), α-melanocyte-stimulating hormone

(α-MSH), dan melanin-concentrating hormone (MCH) yang kemudian

Pusat asupan makan

Peptida Saluran Cerna

CCK

Ghrelin

PYY

Faktor Psikologis

aktifitas saraf

aferen

faktor budaya

leptin

insulin

kortisol

Metabolit, Glukosa,

Keton

Gambar 2.2 Regulasi Sistem Oreksin (Flier dan Maratos, 2008. Biology Of

Obesity). In: Harrison Internal Med.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

21

akan memengaruhi asupan makan. Faktor psikologis dan budaya juga berperan

dalam asupan makanan.

Jika regulasi asupan makanan terjaga dengan baik dan dibarengi aktivitas

fisik yang sesuai maka keseimbangan energi netral akan tercapai.

Kenaikan berat badan terjadi apabila asupan makanan lebih besar dari

pengeluarannya yang mengakibatkan keseimbangan energi positif. Pada kondisi

obesitas, terjadi gangguan pada kerja leptin akibat ada defek pada reseptor insulin

di otak sehingga otak tidak merespon terhadap peningkatan kadar leptin dalam

darah yang berasal dari jaringan adiposa yang banyak. Akibatnya, asupan makan

tidak ditekan dan adiposit akan terus memperbanyak jumlahnya agar dihasilkan

lebih banyak leptin untuk menekan asupan makan. Namun akibat defek

pada reseptor leptin di otak, maka sekresi leptin ini menjadi sia-sia dan malah

menimbulkan simpanan jaringan lemak yang terus bertambah

(Flier dan Maratos, 2008).

2.3 Obesitas dan Kualitas Tidur

Penelitian epidemiologi dan laboratorium menunjukkan bahwa durasi tidur

yang terlalu singkat adalah faktor resiko dari obesitas dan komplikasinya

(Knutson, 2010). Tidur adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam

mengatur fungsi neuro-endokrin dan metabolisme glukosa dan kurang tidur telah

dibuktikan mengakibatkan perubahan metabolik dan endokrin, seperti

berkurangnya toleransi glukosa dan berubahnya regulasi hormon yang berperan

dalam pengaturan asupan makan (Beccuti dan Pannain, 2011). Ghrelin, hormon

yang akan meningkatkan asupan makanan, meningkat kadarnya akibat kurang tidur,

kemudian leptin, hormon yang akan menurunkan asupan makanan, kadarnya

menurun (Morselli et al, 2012).

Pada gambar 2.3, hubungan antara tidur dan asupan makan (orexin system)

dan akibatnya terhadap kualitas tidur dan keseimbangan energi ditampilkan dalam

bentuk skema. Sistem oreksin yang merangsang nafsu makan dihambat oleh neuron

penginduksi tidur yang ada di ventrolateral preoptic area (VLPO) yang

mengandung gamma-aminobutyric acid (GABA).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

22

Sistem oreksin diatur oleh neuron neuron oreksigenik yang terletak di lateral

hipotalamus (lateral hypothalamic area) dan bagian belakang hipotalamus

(posterior hypothalamus). Neuron neuron oreksigenik ini juga memiliki peran

dalam siklus bangun-tidur dengan cara mengaktifkan ascending arousal system,

seluruh bagian dari korteks serebri, dan struktur lainnya.

Aktifitias neuron oreksigenik ini juga berpengaruh pada regulasi asupan makan

dengan cara: (a) meningkatkan aktivitas neuron NPY; (b) menstimulasi

Sistem Oreksin

LHA/PH

PVN NTS

Korteks

Arousal

System

Aktivitas

Simpatis

Aktivitas

Simpatis

Ghrelin

Leptin Tidur

(VLPO/GABA)

NPY;

Nukleus

arkuatus

Reward

System

Perilaku Hedonis

>>>> dalam asupan

makan

Integrasi sinyal perifer

untuk keseimbangan energi

Siklus

Bangun-Tidur

Gambar 2.3 Kualitas tidur dengan Obesitas (Beccuti dan Pannain, 2011.

Sleep and Obesity).

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

23

nucleus tractus solitarius (NTS) dan paraventricular nucleus (PVN),

yang kemudian akan mengintegrasikan sinyal perifer tentang keseimbangan energi,

asupan makan, dan rasa kenyang; (c) menstimulasi reward system , yang berikutnya

akan meregulasi asupan makanan yang tidak normal; (d) meningkatkan

aktivitas simpatis, yang kemudian akan menurunkan sekresi leptin dan

menstimulasi sekresi ghrelin (Pannain et al, 2008).

Berkurangnya energy expenditure dan bertambahanya asupan makanan dalam

jangka waktu panjang dapat mengakibatkan berat badan berlebih dan obesitas

(Almatsier, 2009).

Kerja dan sekresi hormon seperti insulin, growth hormone (GH), kortisol,

leptin, dan ghrelin dipengaruhi oleh durasi tidur, waktu tidur, dan kualitas tidur

(Steiger, 2003). Pada orang dengan waktu tidur yang sangat pendek, maka kadar

leptin akan menurun dan kadar ghrelin ditemukan meningkat (Morselli et al, 2012).

Kadar ghrelin dari perifer yang meningkat akan meningkatkan asupan makan

melalui stimulasi neuron oreksigenik (Beccuti dan Pannain, 2011).

Durasi tidur yang pendek ini akan menyebabkan gangguan keseimbangan energi

dimana energy expenditure akan berkurang karena leptin berperan dalam

meningkatkan energy expenditure (Schmid et al, 2009).

Hubungan antara kualitas tidur yang tidak baik dengan berat badan yang

meningkat akan membentuk lingkaran setan yang selanjutnya akan memperburuk

kualitas tidur. Lingkaran setan ini terjadi akibat berbagai hal yang dapat terjadi

akibat terganggunya regulasi berat badan. Obesitas menjadi faktor resiko

dari kondisi kondisi yang dapat menyebabkan kualitas tidur seperti Obstructive

sleep apnea (Morselli et al, 2012). Obstructive sleep apnea terjadi pada obesitas

akibat penimbunan lemak pada jalan nafas yang mengakibatkan penyempitan jalan

nafas yang kemudian mengganggu upaya ventilasi saat tidur. Gangguan pernafasan

tersebut menyebabkan terhentinya pernafasan saat sehingga seorang penderita

OSA akan terbangun dan durasi tidur dan kualitas tidurnya akan terganggu

(Rahman et al, 2012). Kualitas tidur yang buruk kembali menjadi faktor resiko

bagi peningkatan berat badan dan obesitas. Jika akibat kualitas tidur yang buruk

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

24

ini menyebabkan obesitas, maka obesitas akan memperburuk kondisi OSA

dan kualitas tidur itu sendiri. Berdasarkan paradigma baru ini, OSA dapat

menyebabkan interaksi kompleks dengan perubahan perilaku, resistensi leptin,

peningkatan kadar ghrelin, dan terjadinya perilaku makan yang tidak sehat (Beccuti

dan Pannain, 2011).

2.4 Obstructive sleep apnea (OSA)

2.4.1 Definisi

Obstructive sleep apnea merupakan bentuk gangguan napas dalam tidur

yang paling sering dijumpai. Sindrom henti napas saat tidur diartikan sebagai

terhentinya aliran udara pada jalan nafas atas pada saat tidur lebih dari 10 detik

disertai penurunan oksigen lebih dari 4% yang terjadi berulang kali hingga 20-60

kali per jam (Barton, 2010).

2.4.2 Mekanisme terjadinya OSA

Obstructive Sleep Apnea terjadi akibat adanya obstruksi jalan nafas atas

selama penderitanya tidur. Obstruksi jalan nafas ini dapat disebabkan oleh dua

faktor yaitu kelainan anatomi pada saluran nafas atas dan gangguan fungsi saraf dan

otot yang bekerja dalam mengatur otot pernafasan di saluran nafas atas (Schwartz

et al, 2007).

Prinsip utama pada OSA yaitu terdorongnya lidah dan palatum ke belakang

hingga menempel pada dinding faring posterior menyebabkan oklusi nasofaring

dan orofaring. Tidur berbaring (Supinasi) dapat menyebabkan kolapsnya saluran

nafas akibat pergerakan mandibula, palatum mole, dan lidah ke arah belakang.

Faktor Struktural dan fungsional berperan penting dalam menentukan tekanan kritis

kolaps saluran nafas. Penyempitan saluran nafas akibat mikrognatia, retrognatia,

hipertrofi tonsil, makroglosia, dan akromegali juga dapat meningkatkan risiko

terjadinya OSA (Febriani et al, 2011).

Obesitas adalah faktor risiko utama OSA. Obesitas dapat menyebabkan

peningkatan resiko OSA akibat efek mekanis dan kimiawi yang ditimbulkannya

terhadap struktur dan fungsi jalan nafas (Schwartz et al, 2007). Penimbunan lemak

yang berlebihan di jalan nafas atas dapat mengakibatkan penyempitan jalan nafas

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

25

yang kemudian dapat mengakibatkan penutupan prematur jalan nafas pada saat

jaringan otot di sepanjang jalan nafas sedang relaksasi sewaktu tidur. Penimbunan

lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada akan

menekan paru paru sehingga mengganggu upaya ventilasi pada saat tidur

(Febriani et al, 2011).

Pada kondisi obesitas terjadi peningkatan kadar leptin di dalam darah yang

diakibatkan oleh berlebihnya jaringan adiposa yang menghasilkan leptin.

Leptin tidak hanya berperan pada sistem oreksin namun juga berperan dalam

kontrol ventilasi. Kadar dan fungsi leptin yang tidak adekuat pada kondisi obesitas

diduga berdampak pada gangguan pada kontrol ventilasi. Leptin bersama adipokin

lainnya, seperti TNF-α dan interleukin-6 dapat mengakibatkan depresi aktivitas

susunan saraf pusat yang mengatur saraf-otot pada saluran nafas

(Romero-Corral et al, 2009).

Gangguan Metabolik:

Resistensi Insulin >>

Leptin>>

Kolestrol>>

Lemak Visceral>>

Trigliserida>>

C-reactive protein>>

HDL <<

OSA

Obesitas Kualitas

Tidur <<

Nafsu makan >>

Aktifitas fisik <<

Genetik dll Gangguan tidur dan Psikologis

Gambar 2.4 Hubungan obesitas dengan OSA (Romero-Corral et al, 2009.

Interactions Between Obesity and OSA.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

26

2.4.3 Diagnosis

Sleep apnea memiliki gejala saat tidur malam dan harian. Keluhan tersering

adalah rasa kantuk harian dan terganggunya tidur malam. Gejala klasik pada pasien

dengan OSA selain mendengkur saat tidur adalah excessive daytime sleepiness

yaitu sering tertidur saat melakukan kegiatan sehari-hari terutama siang hari.

Laporan teman tidur pasien yang menyaksikan langsung apnea nokturnal

merupakan gejala terpenting. Gejala khas lainnya adalah pada pagi hari terdapat

keluhan sakit kepala, lelah saat bangun tidur, mulut kering dan sakit tenggorokan,

refluks asam lambung, episode seperti tercekik atau terengah-engah di malam hari,

nokturia hingga gejala berat seperti gangguan kognitif.

Pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan evaluasi sistemik, pemeriksaan kepala dan

leher, hidung, rongga mulut, dan hipofaring. Pada evaluasi sistemik, dilakukan

pengukuran tekanan darah, IMT, dan lingkar leher (Febriani et al, 2011).

Pemeriksaan baku emas dalam menegakkan diagnosis OSA adalah dengan

polisomnografi. Variabelnya adalah Electroencephalogram (EEG),

Electromyogram (EMG), Electrooculogram (EOG), Electrocardiogram (ECG),

saturasi oksigen perifer, intensitas mendengkur, aliran udara naso-oral, pergerakan

dinding dada dan dinding perut, maka akan didapatkan informasi mengenai

efisiensi tidur, posisi tidur, frekuensi dan penyebab pasien terbangun, timbulnya

gangguan pernapasan saat tidur, fluktuasi saturasi oksigen dan aritmia jantung

spesifik, dari seluruh rekaman tersebut dihitung jumlah apnea dan hipopnea untuk

menentukan Apnea-Hypopnea Index (AHI) (Febriani et al, 2011).

2.4.5 Kuesioner Berlin

Hal terbaik untuk mencegah terjadinya OSA adalah dengan mengetahui

apakah seseorang berisiko menderita OSA. Netzer et al pada tahun 1999 membuat

kuesioner Berlin untuk menilai apakah seseorang berisiko rendah atau tinggi dalam

menderita OSA. Peneliti dalam penelitian ini juga menyimpulkan bahwa kuesioner

Berlin memiliki sensitivitas sebesar 86% pada penderita yang memiliki respiratory

disturbance index (RDI) >5 (Netzer et al, 1999).

Kuesioner Berlin terdiri dari 10 pertanyaan, yaitu satu pertanyaan utama dan

empat pertanyaan tambahan untuk menilai gejala mendengkur; tiga pertanyaan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

27

utama dan satu pertanyaan tambahan untuk menilai gejala EDS; dan

satu pertanyaan tunggal untuk menilai riwayat tekanan darah tinggi.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu

kategori 1 (pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan gejala mendengkur);

kategori 2 (pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan gejala EDS);

kategori 3 (pertanyaan tentang riwayat tekanan darah tinggi atau IMT)

(Netzer et al., 1999).

Interpretasi pada kuesioner Berlin adalah apakah seseorang berisiko tinggi

atau berisiko rendah menderita OSA. Pada kategori 1, seseorang berisiko tinggi

jika terdapat gejala yang bersifat persisten (lebih dari 3 atau 4 kali per minggu)

yang ditemukan pada ≥ 2 pertanyaan mengenai gejala mendengkur.

Pada kategori 2, seseorang berisiko tinggi jika gejala EDS, mengantuk saat

mengendarai kendaraan, atau keduanya persisten (lebih dari 3 atau 4 kali

per minggu). Pada kategori 3, seseorang berisiko tinggi jika memiliki riwayat

tekanan darah tinggi dan/atau IMT ≥30k g/m Jika seseorang berisiko tinggi ≥2

kategori pada kuesioner Berlin, maka orang tersebut memiliki risiko tinggi

menderita OSA. Sedangkan jika seseorang berisiko tinggi ≤1 kategori

pada kuesioner Berlin, maka orang tersebut berisiko rendah menderita OSA

(Netzer et al., 1999).

2.5 Aktivitas Olahraga

2.5.1 Definisi olahraga

Menurut Gale Encyclopedia of Medicine (2008), olahraga adalah aktivitas

fisik yang direncanakan, terstruktur, dan dikerjakan secara berulang dan bertujuan

memperbaiki atau menjaga kesegaran jasmani.

2.5.2 Jenis-jenis olahraga

Ada dua jenis olahraga berdasarkan penggunaan oksigen oleh sel, yaitu

olahraga aerobik dan anaerobik. Olahraga aerobik adalah suatu bentuk aktivitas

fisik yang melibatkan otot-otot besar dan dilakukan dalam intensitas yang cukup

rendah serta dalam waktu yang cukup lama. Latihan aerobik dilakukan dengan

tujuan untuk meningkatkan ketahanan kardiovaskular dan untuk menurunkan berat

badan. Olahraga jenis ini sangat dianjurkan pada orang yang mengalami obesitas

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

28

atau overweight. Aktivitas fisik yang termasuk olahraga aerobik adalah jalan cepat,

jogging atau lari-lari kecil, renang, dansa, atau bersepeda (Sherwood, 2007).

Frekuensi atau jumlah hari untuk olahraga dalam seminggu yang dianjurkan adalah

3-7 hari perminggu selama 20-30 menit (AHA, 2001).

Olahraga anaerobik adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang tidak

memerlukan oksigen dalam pelaksanaannya. Olahraga ini dilakukan dengan tujuan

untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (CDC, 2011). Latihan-latihan yang

dimaksud di sini adalah angkat beban. Dianjurkan untuk melakukan olahraga

angkat beban dengan satu set mengandung 12-20 kali repetisi dengan angkat beban

ringan dan 8-12 repetisi angkat beban berat untuk membentuk massa otot.

Disarankan terdapat masa recovery yaitu 0-180 detik di antara dua set. Hal ini untuk

mencegah kelelahan otot yang lebih cepat (AHA, 2001).

2.5.3 Olahraga dan kualitas tidur

Kebiasaan olahraga merupakan suatu bentuk aktivitas fisik yang dapat

berperan serta mengatur siklus tidur seseorang. Mereka yang kurang dalam

beraktivitas olahraga akan memicu seseorang menjadi sulit untuk masuk pada fase

kedalaman tidur atau tidur yang dalam. Selain itu, seseorang yang biasa berolahraga

maka akan lebih mudah untuk jatuh tidur. Dimana, hal ini juga disebabkan oleh

keletihan yang biasanya mereka rasakan setelah selesai berolahraga (Sulistiyani,

2012). Olahraga juga memiliki dampak yang menguntungkan terhadap kualitas

tidur, menurunkan latensi tidur, dan mengurangi penggunaan obat tidur (Yang et

al, 2012).

Olahraga yang dilakukan pada malam hari sebelum tidur dapat memberi

dampak yang tidak menguntungkan terhadap kualitas tidur. Olahraga

mengakibatkan peningkatan suhu tubuh dan penurunan suhu tubuh secara fisiologis

akan terjadi dalam waktu enam jam. Suhu tubuh yang rendah adalah salah satu

faktor penting agar seseorang dapat memulai tidurnya dengan baik.

Oleh karena itu, berolahraga saat sore hari lebih dianjurkan daripada berolahraga

pada malam hari menjelang tidur (Davilla, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.

29

2.6 Hubungan kualitas tidur, obesitas, OSA, dan kebiasaan berolahraga

Kualitas tidur

yang buruk

Kadar

ghrelin naik

kadar leptin

turun

Pengeluran

energi

olahraga

turun

Deposisi lemak

di jalan nafas

dan diafragma

Kebiasaan

berolahraga<<

obesitas

Perilaku

sedentari

Perilaku

makan

hedonis

Nafsu

makan

naik

Depresi sistem

saraf pengatur

otot ventilasi

Faktor risiko

OSA dan OSA

Gambar 2.5 Hubungan kualitas tidur, obesitas, OSA, dan kebiasaan

berolahraga (Beccuti dan Pannain, 2011. Sleep and Obesity).

Universitas Sumatera Utara