BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

20
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tidak dibentuk tepat di retina, melainkan di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam beberapa bentuk, yaitu: miopia, hipermetropia, dan astigmatisma (Ilyas, 2013). Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning. Sistem optik diperlukan untuk memasukkan sinar atau bayangan benda ke dalam mata. Diketahui bola mata mempunyai panjang kira - kira 2 cm, untuk memfokuskan sinar ke dalam bintik kuning (bagian selaput jala yang menerima rangsangan) diperlukan kekuatan 50.0 dioptri. Lensa berkekuatan 50.0 dioptri mempunyai titik api pada titik 2.0 cm (Ilyas, 2006). Penurunan visus biasanya disebabkan oleh kelainan refraksi. Biasanya penderita telah mendapat kacamata dari seorang optometris. Penglihatan penderita yang buruk dapat disebabkan oleh kelainan refraksi, hal ini dapat diketahui dengan menggunakan pinhole. Pada mata tanpa kelainan refraksi (emetropia), sinar dari kejauhan difokuskan pada retina oleh kornea dan lensa pada saat mata dalam keadaan istirahat (relax). Peran kornea adalah dua per tiga dan lensa berperan sepertiga dari daya refraksi mata. Kelainan kornea, misalnya keratokonus, bisa menyebabkan kelainan refraksi yang berat (A R Elkington, 1996). Pada mata yang tidak memerlukan kaca mata terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50.0 dioptri. Kornea atau selaput bening mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan 20% atau 10 dioptri. Bila kekuatan pembiasan ini berubah, maka sinar akan Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelainan Refraksi

Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tidak

dibentuk tepat di retina, melainkan di bagian depan atau belakang bintik kuning

dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam

beberapa bentuk, yaitu: miopia, hipermetropia, dan astigmatisma (Ilyas, 2013).

Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata

sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning. Sistem

optik diperlukan untuk memasukkan sinar atau bayangan benda ke dalam mata.

Diketahui bola mata mempunyai panjang kira - kira 2 cm, untuk memfokuskan

sinar ke dalam bintik kuning (bagian selaput jala yang menerima rangsangan)

diperlukan kekuatan 50.0 dioptri. Lensa berkekuatan 50.0 dioptri mempunyai titik

api pada titik 2.0 cm (Ilyas, 2006).

Penurunan visus biasanya disebabkan oleh kelainan refraksi. Biasanya

penderita telah mendapat kacamata dari seorang optometris. Penglihatan penderita

yang buruk dapat disebabkan oleh kelainan refraksi, hal ini dapat diketahui

dengan menggunakan pinhole. Pada mata tanpa kelainan refraksi (emetropia),

sinar dari kejauhan difokuskan pada retina oleh kornea dan lensa pada saat mata

dalam keadaan istirahat (relax). Peran kornea adalah dua per tiga dan lensa

berperan sepertiga dari daya refraksi mata. Kelainan kornea, misalnya

keratokonus, bisa menyebabkan kelainan refraksi yang berat (A R Elkington,

1996).

Pada mata yang tidak memerlukan kaca mata terdapat 2 sistem yang

membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50.0 dioptri. Kornea atau selaput

bening mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan

20% atau 10 dioptri. Bila kekuatan pembiasan ini berubah, maka sinar akan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

6

difokuskan lebih di depan selaput jala (seperti rabun jauh, miopia), dan dapat

dikoreksi dengan menggunakan kacamata negatif atau sinar difokuskan di

belakang selaput jala seperti pada rabun dekat (hipermetropia), yang dapat

dikoreksi dengan menggunakan lensa positif. Bila pembiasan sinar tidak pada satu

titik atau pada astigmat dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa silinder (Ilyas,

2006).

Refraksi adalah titik fokus jauh dasar (tanpa bantuan alat) yang bervariasi

di antara mata individu normal, tergantung bentuk bola mata dan korneanya. Mata

emetrop secara alami memiliki fokus yang optimal untuk penglihatan jauh. Mata

ametrop (yakni, mata miopia, hipermetropia, atau astigmatisma) memerlukan

lensa koreksi agar terfokus dengan baik untuk melihat jauh. Gangguan optik ini

disebut kelainan refraksi. Refraksi adalah prosedur untuk menentukan dan

mengukur setiap kelainan optik (Vanghan & Asbury, 2012).

Pada keadaan tidak terfokusnya sinar pada selaput jala, hal yang dapat

dilakukan adalah memperlemah pembiasan sinar seperti miopia (rabun jauh)

dengan mengunakan lensa negatif untuk memindahkan fokus sinar ke belakang

atau selaput jala. Bila sinar dibiaskan di belakang selaput jala seperti pada

hipermetropia (rabun dekat) maka diperlukan lensa positif untuk menggeser sinar

ke depan sehingga penglihatan semakin jelas. Lensa positif ataupun lensa negatif

dapat digunakan dalam bentuk kaca mata ataupun lensa kontak. Penggeseran

bayangan sinar dapat pula dilakukan dengan tindakan bedah yang dinamakan

bedah refraktif (Ilyas, 2006).

Daya refraksi mata ditentukan oleh daya refraksi media yang bening dan

panjang sumbu mata. Media yang bening adalah kornea, bilik mata depan, lensa,

dan badan kaca. Panjang sumbu mata normal kira-kira 24 mm. Jika panjang

sumbu mata bertambah l mm (menjadi 25 mm), maka terjadi miopia -3 dioptri.

Daya refraksi mata emetropia adalah 65 dioptri, 42 dioptri oleh kornea dan 23

dioptri oleh lensa, sehingga cairan mata dan badan kaca tidak memiliki daya

refraksi (Fritz Hollwich, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

7

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada

retina. Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata

sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada

retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu

titik fokus. Kelainan refraksi dapat mengakibatkan terjadinya kelainan

kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang

sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi

sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak

terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia

(rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisma (Perdami, 2010).

Emetropia Astigmat

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

8

Hipermetropia Miopia

Gambar 1 Pembiasan cahaya pada mata normal dan mata dengan kelainan

refraksi (Gerhard K. Lang, 2000) dan (A K Khurana, 2007).

Interpretasi yang tepat mengenai informasi visual bergantung pada

kemampuan mata memfokuskan berkas cahaya yang datang ke retina. Mata

emetrop (normal) secara alami berfokus optimal bagi penglihatan jauh. Sedangkan

mata ametrop (yakni, mata hipemetropia, miopia, atau astigmatisma) memerlukan

lensa koreksi agar terfokus dengan baik dan ganggguan optik ini disebut kelainan

refraksi. Kelainan refraksi bersifat herediter. Cara pewarisannya kompleks, karena

melibatkan banyak variabel. Walaupun diwariskan, kelainan refraksi tidak harus

ada sejak lahir (Vaughan DG, 2000).

Refraksi dapat ditentukan secara subyektif, yaitu dengan menempatkan

lensa di depan masing-masing mata, ataupun secara obyektif yang dapat

ditentukan dengan menggunakan retinoskopi atau refrakstometer. Untuk

menentukan refraksi pada anak-anak dianjurkan untuk melumpuhkan akomodasi

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

9

(sikloplegia) dengan menggunakan obat tetes mata (atropin, siklogil) (Fritz

Hollwich, 1993).

Sinar dari obyek dekat ialah divergen dan difokuskan ke retina oleh proses

akomodasi. Otot-otot siliar berkontraksi, memungkinkan bentuk lensa lebih

cembung yang memiliki kemampuan konvergensi lebih besar. Semakin tua lensa

makan akan semakin bertambah kaku dan walaupun otot-otot siliar berkontraksi,

lensa tidak bertambah cembung. Hal ini mulai terjadi pada usia 40 tahun ke atas,

dimana pekerjaan jarak dekat berangur-angsur sukar dikerjakan (presbiopia).

Obyek mesti diposisikan lebih jauh untuk mengurangi kebutuhan daya akomodasi.

Dalam keadaan seperti ini, detil-detil halus tidak lagi dapat terlihat (A R

Elkington, 1996).

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata.

Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya

bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media

penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut

sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di

retinanya, saat mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, yaitu Pungtum Proksimum, yang

merupakan titik terdekat yang masih dapat dilihat dengan jelas oleh seseorang.

Titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau

foveola saat mata istirahat. Pada emetropia pungtum remotum terletak di depan

mata, sedangkan pada mata hipermetropia titik semu berada di belakang mata

(Ilyas, 2013).

2.1.1. Miopia

Miopia atau rabun jauh adalah suatu keadaan mata yang mempunyai

kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang

dibiaskan di depan retina (Perdami, 2014). Bila bayangan benda yang terletak

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

10

jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi, mata tersebut

mengalami miopia, atau rabun jauh (Vanghan & Asbury, 2012).

Pada mata miopia, sinar sejajar yang masuk ke dalam mata difokuskan di

dalam badan kaca. Jika penderita miopia tanpa koreksi melihat ke obyek yang

jauh, maka sinar divergen yang akan mencapai retina sehingga bayangan menjadi

kabur. Hal ini disebabkan daya refraksi terlalu kuat atau sumbu mata terlalu

panjang (Fritz Hollwich, 1993).

Secara fisiologik sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga

membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea. Titik fokus sinar

yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina. Titik jauh (pungtum

remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar (Ilyas, 2006).

Miopia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu myopia axial, miopia

kurvatura, miopia indeks refraksi dan perubahan posisi lensa (Perdami, 2014).

Type of Classification Classes of Myopia

Clinical Entity - Simple Myopia

- Nocturnal Myopia

- Pseudomyopia

- Degenerative myopia

- Induced myopia

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

11

Tabe

l 2.1.

Clas

sifica

tion

Syste

ms

for

Myo

pia

(Ame

rican

Optometric Association, 2006)

Pada mata dengan simple myopia, status refraksinya disebabkan oleh

dimensi bola mata yang terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa

kristalin yang terlalu tinggi (American Optometric Association, 2006). Mata

dengan Nokturnal myopia adalah miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di

sekitar kurang cahaya atau gelap. Hal ini dikarenakan fokus titik jauh mata

seseorang bervariasi terhadap level pencahayaan yang ada. Miopia ini disebabkan

oleh pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya,

sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia (American

Optometric Association, 2006).

Pseudomyopia merupakan hasil dari peningkatan kekuatan refraksi okular

akibat overstimulasi terhadap mekanisme akomodasi mata atau spasme siliar.

Disebut pseudomyopia karena pasien hanya menderita miopia oleh karena respon

akomodasi yang tidak sesuai (American Optometric Association, 2006).

Degree - Low myopia (<3.00 D)

- Medium myopia (3.00 D-6.00 D)

High myopia (>6.00 D)

Age of Onset - Congenital myopia (present at birth and

persisting through infancy)

- Youth-onset myopia (<20 years of age)

- Early adult-onset myopia (20-40 years of

age)

- Late adult-onset myopia (>40 years of

age)

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

12

Degenerative myopia disebut juga malignant, pathological, atau

progressive myopia. Perubahan malignant dapat terjadi karena gangguan fungsi

penglihatan, seperti perubahan lapangan pandang. Glaukoma dan Retinal

detachment adalah sekuele yang sering terjadi (American Optometric Association,

2006).

Induced myopia disebut juga acquired myopia, merupakan miopia yang

diakibatkan oleh pemakaian obat–obatan, kadar gula darah yang bervariasi

maupun terjadinya sklerosis pada nukleus lensa. Acquired myopia bersifat

sementara dan reversibel (American Optometric Association, 2006).

Gejala miopia terpenting yang timbul ialah buram saat melihat jauh, sakit

kepala dan cenderung menjadi juling saat melihat jauh. Pasien akan lebih jelas

melihat dalam posisi yang lebih dekat. Penatalaksanaan pasien dengan miopia

adalah dengan memberikan koreksi sferis negative terkecil yang memberikan

ketajaman pengelihatan maksimal (Perdami, 2014).

2.1.2. Hipermetropia

Hiperopia (hipermetropia, farsightedness) adalah keadaan mata tak

berakomodasi yang memfokuskan bayangan di belakang retina. Hal ini dapat

disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu (hiperopia aksial), seperti yang

terjadi pada kelainan kongenital tertentu, atau menurunnya indeks refraksi

(hiperopia refraktif), seperti pada afakia. Hiperopia adalah suatu konsep yang

lebih sulit dijelaskan daripada miopia. Istilah "farsighted" berperan dalam

menimbulkan kesulitan tersebut, selain juga seringnya terdapat kesalahpahaman

di kalangan awam bahwa presbiopia adalah farsightedness dan bahwa seseorang

yang melihat jauh dengan baik artinya farsighted (Vanghan & Asbury, 2012).

Berdasarkan akomodasi hipermetropia dibedakan secara klinis menjadi

hipermetropia manifest, hipermetropia manifest absolute, hipermetropia manifest

fakultatif, hipermetropia laten dan hipermetropia total (Perdami, 2014).

Hipermetropia dapat dikenali dengan beberapa gejala sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

13

a) Biasanya pasien pada usia tua mengeluh pengelihatan jauh kabur.

b) Pengelihatan dekat lebih cepat buram. Akan lebih terasa pada keadaan

kelelahan atau penerangan yang kurang.

c) Sakit kepala pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat

dalam jangka panjang. Jarang terjadi di pagi hari, cenderung terjadi setelah

siang hari dan membaik spontan bila kegiatan melihat dekat dihentikan.

d) Eyestrain / ketegangan pada mata.

e) Sensitif terhadap cahaya.

f) Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp. Ciliaris diikuti pengelihatan

buram intermiten.

Hipermetropia dapat disebabkan oleh (Ilyas, 2013):

a) Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan

refraksi akibat bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek.

b) Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang

sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.

c) Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada

sistem optik mata.

Secara klinis, hipermetropia terbagi dalam 3 kategori (American Optometric

Association, 2008):

a) Simple hyperopia, karena variasi normal biologis, bisa disebabkan oleh

panjang sumbu aksial mata ataupun karena refraksi.

b) Pathological hyperopia, disebabkan anatomi mata yang abnormal karena

gagal kembang, penyakit mata, atau trauma.

c) Functional hyperopia adalah akibat dari paralisis akomodasi.

Hipermetropia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat kelainan

refraksinya, yaitu: (American Optometric Association, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

14

a) Hipermetropia ringan (≤ +2,00 D)

b) Hipermetropia sedang (+2,25 - +5,00 D)

c) Hipermetropia berat (≥+5,00 D)

Hipertropia dikenal dalam bentuk (Ilyas, 2013):

- Hipermetropia manifes ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan

kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.

Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan

hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa

sikloplegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata

maksimal.

- Hipermetropia absolut, adalah kelainan refraksi yang tidak diimbangi

dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.

Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia

absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi

sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah

hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah

hipermetropia manifes.

- Hipermetropia fakultatif, adalah kelainan hipermetropia yang dapat

diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien

yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal

tanpa kaca mata dan bila diberikan kaca mata positif akan memberikan

penglihatan normal, sehingga otot akomodasinya akan beristirahat.

Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut

sebagai hipermetropia fakultatif.

- Hipermetropia laten, adalah kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau

dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan

akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan

sikloplegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten

seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

15

sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan

kemudian akan menjadi hiper metropia absolut. Hipermetropia laten

sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila

pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.

- Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah

diberikan sikloplegia.

2.1.3. Astigmatisme

Astigmatisma adalah keadaan dimana sinar sejajar tidak dibiaskan secara

seimbang pada seluruh meridian. Pada astigmatisma regular terdapat dua meridian

utama yang terletak saling tegak lurus. Gelaja astigmatisma biasanya dikenali

dengan penglihatan yang kabur, head tilting, mempersempit palpebra dan

mendekati objek untuk melihat lebih jelas. Penatalaksanaan astigmatisma

dilakukan dengan lensa silinder bersama sferis (Perdami, 2014).

Astigmatisma merupakan suatu kondisi dimana kornea memiliki

lengkungan yang abnormal, sehingga menyebabkan gangguan penglihatan.

Kornea yang normal berbentuk bulat, tetapi pada astigmatisma kornea berbentuk

oval, sehingga menyebabkan ketidakfokusan pada cahaya yang masuk ke mata.

Astigmatisma merupakan kondisi yang umum diderita dan sering terjadi

bersamaan dengan miopia (rabun jauh) atau hiperopia (rabun dekat). Penyebab

astigmatisma seringkali tidak diketahui. Astigmatisma biasanya ada sejak lahir.

Tahap astigmatisma yang kecil dianggap normal dan biasanya tidak memerlukan

koreksi apapun. Meskipun jarang, astigmatisma mungkin juga disebabkan oleh

seringnya menggosok mata dengan keras (seperti pada anak yang mengidap alergi

konjungtivitis) atau penyakit kornea mata seperti keratokonus. Astigmatisma

dapat dikoreksi dengan lensa korektif seperti kacamata atau lensa kontak. Alat

bantu penglihatan ini dapat membantu memfokuskan cahaya yang masuk ke retina

mata. Cara lain untuk mengkoreksi astigmatisma adalah operasi refraktif seperti

LASIK, dan implan lensa kontak (Singapore National Eye Centre, 2014)

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

16

Astigmatisme adalah kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak

sama. Sinar cahaya paralel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke titik

fokus yang berbeda (Bruce James, 2006).

Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis

yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan yang disebut sebagai

astigmatisme with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea

pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek

dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan

astigmat lazim ini diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu 180 derajat

untuk memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi (Ilyas, 2013).

Pada usia pertengahan kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga

astigmat menjadi againts the rule (astigmat tidak lazim).

- Astigmat tidak lazim (astigmatisme againts the rule): Suatu keadaan

kelainan refraksi astigmat dimana koreksi dengan silinder negatif

dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder

positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat

kelengkungan kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan

kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut.

- Astigmat regular: Astigmat yang memperlihatkan kekuatan pembiasan

bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian

ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmat regular

dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.

- Astigmat iregular: Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian

saling tegak lurus. Astigmat iregular dapat terjadi akibat kelengkungan

kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi

iregular. Astigmatisme iregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan

distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

17

2.2. Faktor Risiko Kelainan Refraksi

2.2.1. Membaca Buku

Survei epidemiologis menunjukkan bahwa miopia sering terjadi pada

orang yang menghabiskan lebih banyak waktu membaca atau melakukan

pekerjaan dengan jarak dekat daripada mereka yang menghabiskan lebih banyak

waktu tanpa menggunakan mata dalam jarak pandang dekat. Miopia berdampak

terhadap tugas sekolah dan hasil penilaian. Proses ini terus berlanjut hingga

dekade ketiga kehidupan, dimana mahasiswa pascasarjana, microscopists, dan

militer mendapat miopia akibat pekerjaan dengan jarak pandangan dekat yang

terlalu sering (Douglas R. Fredrick, 2001)

Faktor lingkungan berperan besar terhadap prevalensi kelainan refraksi

pada anak. Survei membuktikan bahwa anak-anak yang bersekolah di perkotaan

lebih banyak menderita mata rabun (32,68%) dibandingkan dengan anak yang

bersekolah di pedesaan (9,78%). Sejumlah penelitian dilakukan untuk

membuktikan hal tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang

bersekolah di perkotaan menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca dan

menulis daripada yang bersekolah di pedesaan. Pada anak kelas 1-3 SD,

perbedaan waktu belajarnya bisa mencapai 107 menit per hari, dan di kelas 4-6

SD serta kelas 7-9 SMP, perbedaan waktu belajarnya bisa sampai 160 dan 224

menit per hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat

antara intensitas belajar siswa dengan miopia. Hal ini membuktikan bahwa

aktivitas pekerjaan yang menggunakan jarak pandang dekat berpengaruh besar

terhadap kejadian myopia. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian di Singapura,

Israel, daerah pedesaan di Cina Utara, HongKong dan Orinda. Perbandingan

prevalensi miopia pada anak sekolah di perkotaan dan di pedesaan menunjukkan

bagaimana faktor lingkungan dapat mengubah distribusi refraksi (Lian Hong Pi,

2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

18

2.2.2. Pemakaian alat elektronik

Permainan anak yang dulu hanya dapat dilakukan secara tradisional dan

sederhana, seperti menyusun puzzle di atas papan sederhana, kini dapat dilakukan

dengan menggunakan komputer dengan pilihan permainan yang lebih variatif.

Pilihan pemainan yang lebih banyak inilah yang menyebabkan sebagian besar

anak-anak beralih dari permainan tradisional ke permainan dengan menggunakan

komputer, atau yang lebih dikenal dengan sebutan video game.

Kirriemuir and McFarlane (2006) mendefinisikan video game/digital game

sebagai suatu media yang menyediakan informasi digital dalam bentuk visual

kepada penggunanya; menerima masukan data dari penggunanya; memproses data

yang masuk sesuai peraturan yang telah diprogram; dan mengubah informasi

digital yang disesuaikan untuk penggunanya. Berkaitan dengan hal di atas, Rini

(2014) menyebutkan beberapa pengaruh buruk game bagi anak, antara lain

pengaruh terhadap kesehatan sendiri, kepribadian, pendidikan/prestasi, serta

terhadap keluarga dan masyarakat. Seorang anak yang memiliki kebiasaan main

game berisiko mengalami stres, kerusakan mata, maag, dan epilepsi. Pada

perkembangan kepribadiannya, anak bisa menjadi agresif hingga melakukan

tindakan kekerasan kepada keluarga atau masyarakat. Sedangkan dalam

pendidikan, anak yang suka main game berlama-lama memiliki masalah untuk

berkonsentrasi saat menerima pelajaran.

Walaupun kebiasaan main video game dapat memberi pengaruh positif,

namun tanpa pengawasan dapat memberi pengaruh negatif yang lebih banyak.

Broto (2006) mengemukakan bahwa anak-anak pada usia sekitar tujuh tahun

mulai tertarik pada video game dan sepertiga anak usia awal belasan tahun

bermain video game setiap hari, serta 7% dari mereka bermain video game paling

sedikit 30 jam per minggu. Artinya, mereka dapat duduk bermain game di depan

alat elektronik dengan mata terbuka lebih dari empat jam setiap hari. Akibat main

game dalam waktu yang lama dapat menyebabkan anak tersebut lebih berisiko

tinggi untuk mengalami kelainan refraksi pada mata, terutama rabun jauh (miopia)

akibat aktivitas dalam jarak pandang dekat tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

19

2.2.3. Menonton Televisi

Dari hasil penelitian Anatasia Vanny, menunjukkan prevalensi kelainan

refraksi terbesar didapatkan pada kelompok usia 5-6 tahun. Hal ini disebabkan

oleh berbagai faktor, seperti aktivitas dan kebiasaan anak, misalnya kebiasaan

menonton televisi yang terlalu dekat.

2.2.4. Penggunaan komputer

Menghabiskan waktu yang lama menggunakan komputer atau menonton

televisi dapat menyebabkan mata menjadi lelah dan penglihatan kabur.

Menggunakan komputer tidak menyebabkan kerusakan permanen pada mata.

Namun, bekerja pada komputer adalah pekerjaan yang dapat mengakibtkan

kelelahan pada mata. Seorang yang memiliki masalah terhadap penglihatan tanpa

dikoreksi dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam penggunaan komputer dan

dapat menyebabkan penglihatan kabur serta ketegangan mata. Setiap kali

menggunakan komputer atau menonton televisi, mata cenderung kurang berkedip.

Hal ini dapat menyebabkan mata menjadi kering dan menyebabkan efek yang

lebih buruk jika berada di lingkungan yang ber-AC (Better Health Channel,

2014).

Peningkatan penggunaan komputer di tempat kerja telah menyebabkan

peningkatan masalah kesehatan. Banyak keluhan dari orang yang bekerja dengan

menggunakan komputer seperti ketidaknyamanan okular, ketegangan otot, dan

stres. Tingkat ketidaknyamanan tampaknya meningkat dengan jumlah

penggunaan komputer. Ketidaknyamanan visual dan gejala terkait yang terjadi

pada pekerja komputer harus diakui sebagai masalah kesehatan yang berkembang.

Masalah penglihatan yang berkaitan dengan pekerjaan yang dialami selama

penggunaan komputer dalam jarak dekat disebut “Computer Vision Syndrome”.

Masalah penglihatan yang dialami oleh operator komputer umumnya hanya

bersifat sementara dan akan menurun setelah berhenti bekerja menggunakan

komputer. Namun, beberapa pekerja mungkin mengalami gangguan kemampuan

visual, penglihatan yang kabur, bahkan setelah bekerja. Jika tidak ada upaya untuk

mengoreksi penyebab masalah ini, kejadian ini akan terus kambuh dan mungkin

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

20

memburuk. Pekerjaan secara visual dan fisik yang melelahkan dapat

mengakibatkan menurunnya produktivitas, peningkatan kesalahan, dan kepuasan

kerja berkurang, oleh karena itu, langkah-langkah harus diambil untuk

mengurangi potensi pengembangan stres dan ketidaknyamanan fisik dan okular

yang terkait di tempat kerja (American Optometric Association, 1997).

2.3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

2.3.1 Pemeriksaan Visus

Penglihatan dapat dibagi menjadi penglihatan sentral dan perifer.

Ketajaman penglihatan sentral diukur dengan memperlihatkan objek dalam

berbagai ukuran yang diletakkan pada jarak standar dari mata. Misalnya, “kartu

Snellen” yang sudah dikenal, yang terdiri atas deretan huruf acak yang tersusun

mengecil untuk menguji penglihatan jauh. Setiap baris diberi angka yang sesuai

dengan suatu jarak (dalam kaki atau meter), yaitu jarak yang memungkinkan

semua huruf dalam baris itu terbaca oleh mata normal. Misalnya, huruf-huruf

pada baris “40” cukup besar untuk dapat dibaca mata normal dari jarak 40 kaki.

Sesuai konvensi, ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak jauh yaitu

20 kaki (6 meter), atau dekat yaitu 14 inci. Untuk keperluan diagnostik, ketajaman

penglihatan yang diukur pada jarak jauh merupakan standar pembanding dan

selalu diuji terpisah pada masing-masing mata. Ketajaman penglihatan diberi skor

dengan dua angka (misalnya “20/40”). Angka pertama adalah jarak uji (dalam

kaki) antara “kartu” dan pasien, dan angka kedua adalah jarak barisan huruf

terkecil yang dapat dibaca oleh mata pasien. Penglihatan 20/20 adalah normal;

penglihatan 20/60 berarti huruf yang cukup besar untuk dibaca dari jarak 60 kaki

oleh mata-normal baru bisa dibaca oleh mata pasien dari jarak 20 kaki.

Kartu yang berisi angka-angka dapat digunakan pada pasien yang tidak

terbiasa dengan abjad Inggris. Kartu “E- buta huruf” dipakai untuk menguji anak-

anak kecil atau pasien dengan hambatan bahasa. Gambar “E” secara acak dirotasi

dengan empat orientasi yang berbeda. Untuk setiap sasaran, pasien diminta

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

21

menunjuk arah yang sesuai dengan arah ketiga “batang” gambar E. Kebanyakan

anak dapat diuji dengan cara ini sejak usia 3,5 tahun.

Ketajaman penglihatan yang belum dikoreksi diukur tanpa kacamata atau

lensa kontak. Ketajaman terkoreksi berarti menggunakan alat-alat bantu tadi.

Mengingat buruknya ketajaman penglihatan yang belum dikoreksi dapat

disebabkan oleh kelainan refraksi semata, untuk menilai kesehatan mata secara

lebih relevan, digunakan ketajaman penglihatan yang terkoreksi (Vanghan &

Asbury, 2012).

2.3.2 Pemeriksaan Tajam Penglihat Dengan Hitung Jari

Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang

diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan

pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60, yang berarti

hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan

pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau

lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian

tangan pada jarak satu meter berarti tajam penglihatannya adalah 1/300 (Ilyas,

2009).

2.3.3 Uji “Pinhole”

Jika pasien memerlukan kacamata atau jika kacamatanya tidak tersedia,

ketajaman penglihatan terkoreksi dapat diperkirakan dengan uji penglihatan

melalui pinhole. Penglihatan kabur akibat refraksi (misalnya: miopia, hiperopia,

astigmatisme) disebabkan oleh banyaknya berkas sinar tak terfokus yang masuk

ke pupil dan mencapai retina. Ini mengakibatkan terbentuknya bayangan yang

tidak terfokus tajam.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

22

Melihat kartu Snellen melalui sebuah plakat dengan banyak lubang kecil

mencegah sebagian besar berkas tak terfokus yang memasuki mata. Hanya

sejumlah kecil berkas sejajar-sentral yang bisa mencapai retina sehingga

dihasilkan bayangan yang lebih tajam. Dengan demikian, pasien dapat membaca

huruf pada satu atau dua baris dari barisan huruf yang bisa terbaca saat memakai

kacamata koreksi yang sesuai (Vanghan & Asbury, 2012).

2.3.4 Pemeriksaan Dengan Sinar

Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak

dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan

1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Bila

penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan

penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol (Ilyas, 2009).

2.4 Koreksi Kelainan Refraksi

2.4.1 Lensa Kacamata

Kacamata masih merupakan metode yang paling aman untuk memperbaiki

refraksi. Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa dibuat dalam bentuk

meniskus (kurva terkoreksi) dan dimiringkan ke depan (pantascopic tilt)

(Vanghan & Asbury, 2012). Pengobatan hipermetropia adalah dengan koreksi

kaca mata menggunakan lensa sferis positif (+) terbesar yang memberikan

penglihatan jauh terjelas. Dikoreksi dengan lensa sferis negatif (-) terkecil yang

memberikan ketajaman penglihatan maksimal, agar tanpa akomodasi dapat

melihat dengan baik. Untuk memperbaiki gangguan penglihatan astigmat dapat

dikoreksi dengan kaca mata cilinder yang mempunyai kekuatan refraksi hanya

pada bidang tertentu yang ditentukan oleh axisnya (Euis & Nur, 2008)

Table 2.4.1 Metode untuk memperbaiki refraksi (Ilyas, 2013).

Bentuk-bentuk Lensa koreksi Kuasa

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

23

kelainan

Miopia Lensa (-) Refraktif Aksial

Hipermetropia Lensa (+) Bias kuat Bola mata panjang

Bias lemah Bola mata pendek

Astigmat regular Kacamata silinder Kurvatur 2 meridian tegak lurus

Astigmat irregular Lensa kontak Kurvatur kornea iregular

2.4.2 Lensa Kontak

Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca berisi cairan. Lensa ini

sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea dan rasa

tidak enak pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari polimetil metakrilat,

merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil dan diterima secara

luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya antara lain adalah

lensa kaku yang permeabel-udara, yang terbuat dari asetat butirat selulosa, silikon,

atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa kontak lunak, yang terbuat

dari beragam plastik hidrogel; semuanya memberikan kenyamanan yang lebih

baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi serius lebih besar (Vanghan & Asbury,

2012).

2.3.3 Bedah Keratorefraktif

Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah

kelengkungan permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkan secara

umum diperoleh dari hasil empiris tindakan-tindakan serupa pada pasien lain dan

bukan didasarkan pada perhitungan optis matematis (Vanghan & Asbury, 2012).

2.4.4 Lensa Intraokular

Penanaman lensa intraokular (IOL) telah menjadi metode pilihan untuk

koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan, termasuk

lensa lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat disisipkan ke dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan ...

24

mata melalui suatu insisi kecil; dan lensa kaku, yang paling sering terdiri atas

suatu optic: terbuat dari polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik), terbuat dari

bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa intraokular

adalah di dalam kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan ekstrakapsular

(Vanghan & Asbury, 2012).

2.4.5 Ekstraksi Lensa Jernih Untuk Miopia

Ekstraksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia

sedang sampai tinggi; hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang

dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun, perlu dipikirkan

komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokular, khususnya pada miopia

tinggi (Vanghan & Asbury, 2012).

Universitas Sumatera Utara