BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kafein 2.1.1 Definisi Kafein
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kafein 2.1.1 Definisi Kafein
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kafein
2.1.1 Definisi Kafein
Kafein merupakan senyawa alkaloid xantina yang memiliki bentuk
kristal dan mempunyai rasa pahit yang bekerja sebagai obat diuretik
ringan dan perangsang psikoaktif (Maramis, 2013). Kafein juga
merupakan stimulansia sistem saraf pusat dan metabolik. Kafein juga
menghambat phosphodiesterase dan memiliki efek antagonis pada
reseptor adenosine sentral. Pengaruh pada sistem syaraf pusat terutama
pada pusat-pusat yang lebih tinggi, yang dapat menghasilkan peningkatan
aktivitas mental dan tetap terjaga atau bangun (Novita dan Aritonang,
2017).
Kafein adalah senyawa sejenis alkaloid heterosiklik dalam golongan
methylxanthine, yang merupakan senyawa organik yang mengandung
nitrogen yang memiliki struktur dua cincin atau dua siklik. Molekul ini
secara alami terjadi dalam banyak jenis tanaman sebagai metabolik
sekunder. Fungsinya dalam tumbuhan sebagai pestisida alami yang
melumpuhkan dan membunuh serangga yang memakan tumbuhan
tersebut. Kafein adalah senyawa alkaloid yang terkandung secara alami
pada lebih dari 60 jenis tanaman. Kafein diproduksi secara komersial
dengan cara diekstraksi dari tanaman tertentu serta diproduksi secara
sintesis. Produksi kafein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri
minuman. Menurut FDA ( Food Drug Administration), dosis kafein yang
diizinkan 100-200 mg/hari, sedangkan menurut SNI 01-7152-2006 batas
maksimum kafein dalam makanan dan minuman yaitu 150 mg/hari dan
50 mg/sajian. Kafein merupakan salah satu jenis alkaloid yang banyak
terdapat dalam biji kopi, daun teh, dan biji coklat (Maramis, 2013).
Kadar kafein yang terdapat pada biji Coffe arabica, dalam satu cangkir
kopi rata-rata mengandung 1-2% kafein, untuk kadar kafein dalam daun
6
teh memiliki kandungan lebih kurang 2% dari daun camelia sinensis, dan
dari biji Theobroma cacao memiliki kandungan sekitar 0,7-2%. Kadar
kafein yang tinggi akan menyebabkan takikardia bahkan pada individu
yang sensitif bisa menyebabkan aritmia, misalnya kontraksi ventrikel
pada bayi yang prematur, aritmia ini dapat dialami oleh orang yang
mengkonsumsi kafein secara berlebihan. Kafein yang dikonsumsi
sebagai zat penyegar dapat bekerja adiktif jika dikonsumsi terlampau
banyak (lebih dari 20 cangkir sehari) (Gunawan dan Wilmana, 2007).
Kafein mempunyai efek farmakologis yang utama yaitu sebagai
antagonis reseptor adenosin yang dapat mempengaruhi fungsi dari sistem
saraf pusat serta dapat menyebabkan gangguan kualitas tidur (Daswin,
2013).
Gambar 2.1 Kafein (Syarif dkk., 2007)
2.1.2 Sifat Kimia Kafein
Kafein adalah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine
bersama sama senyawa teofilin dan teobromin, yang bersifat sebagai
perangsang sistem saraf pusat. Kafein berbentuk serbuk putih yang
mempunyai rasa pahit yang mempunyai rumus kimia C₈ H₁ ₀ N₄ O₂
dan memiliki struktur kimia 1,3,7-trimetilxantin (Mumin dkk., 2006).
Gambar 2.2 Struktur Kafein (Misra, 2008)
7
Menurut Mumin, dkk. (2006) kafein memiliki:
Berat molekul : 194,19
Nama kimia : Coffein
Kandungan : Tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih
dari 101,0% C₈ H₁ ₀ N₄ O₂ , dihitung
terhadap zat anhidrat.
Pemerian : Serbuk putih atau bentuk jarum
mengkilat putih; biasanya menggumpal;
tidak berbau; rasa pahit. Larutan ini
bersifat netral pada kertas lakmus.
Bentuk hidratnya mekar di udara.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam etanol,
mudah larut dalam kloroform; sukar larut
dalam eter.
2.1.3 Sumber Kafein
Kafein merupakan senyawa kimia yang sering djiumpai di dalam
makanan dan minuman seperti biji kopi, biji kelapa, teh, buah kola (Cola
nitide) dan lain sebagainya. Teh merupakan sumber kafein yang
mengandung setengah kafein yang dikandung dari kafein kopi. Teh hitam
lebih banyak mengandung kafein daripada beberapa jenis teh lainnya.
Kafein juga biasanya digunakan untuk minuman non alkohol seperti cola,
yang berasal dari kacang kola. Soft drinks biasanya mengandung 10-50
mg kafein. Coklat juga terbuat dari kokoa yang mengandung sedikit
kafein. Efek stimulan yang lemah dari coklat merupakan kombinasi dari
theobromine dan theophylline sebagai kafein (Casal, dkk., 2000).
8
Tabel 2.1 Kandungan Kafein dalam Makanan/Minuman
Produk Minuman Kandungan Kafein (mg)
1 cangkir (180 ml) kopi instan 100 mg
1 cangkir (180 ml) kopi saring 150 mg
1 kaleng (360 ml) cola-cola, pepsi, atau
minuman berkafein lainnya
± 40 mg
1 cangkir (180 ml) teh hijau 15 mg
1 cangkir (180 ml) teh hitam 50 mg
Es teh (340,194 gram) 22-36 mg
Minuman Soda merek pepsi 38 mg
Minuman soda merek cola-cola 34 mg
Minuman soda merek sprite 0 mg
Minuman soda jeruk merek Sunkist 42 mg
1 cangkir (180 ml) coklat panas 10 mg
Krangtingdeng 80 mg
(Bennet dan Bealer, 2002)
2.1.4 Farmakodinamik Kafein
Kafein memiliki efek merelaksasi otot polos, terutama otot polos
bronchus, merangsang susunan saraf pusat, otot jantung, dan juga
meningkatkan diuresis.
a. Jantung
Kadar rendah kafein dalam plasma akan menurunkan denyut jantung,
sebaliknya jika kadar kafein dan teofilin yang lebih tinggi akan
menyebabkan takikardia, bahkan apabila dikonsumsi pada orang
yang sensitif mungkin menyebabkan aritmia yang bisa berdampak
pada kontraksi ventrikel yang prematur.
9
b. Pembuluh darah
Kafein bisa menyebakan dilatasi pada pembuluh darah termasuk
pembuluh darah koroner dan pulmonal, karena efek langsung pada
otot pembuluh darah.
c. Sirkulasi otak
Resistensi pembuluh darah pada otak naik disertai mengurang nya
aliran darah dan O₂ di otak, merupakan refleksi adanya blokade
adenosine oleh Xantin.
d. Susunan saraf pusat
Kafein merupakan perangsang SSP yang kuat. Orang yang
mengkonsumsi kafein biasanya tidak merasa terlalu kantuk, terlalu
lelah, dan daya pikir lebih cepat serta lebih jernih. Tetapi,
kemampuannya dalam bekerja akan berkurang yang akan
memerlukan koordinasi otot halus (kerapian), ketepatan waktu dan
ketetapan berhitung. Efek diatas dapat terjadi karena pemberian
kafein sebanyak 82-250 mg (1-3 cangkir kopi).
e. Diuresis
Kafein dapat juga menyebabkan diuresis dengan cara meningkatnya
produksi urin atau menghambat reabsorbsi elektrolit di tubulus
proksimal. Tetapi efek yang ditimbulkan tersebut sangat lemah
(Syarif dkk., 2007).
2.1.5 Farmakologi Kafein
Kafein merupakan stimulan dari sistem saraf pusat dan metabolisme,
digunakan secara baik untuk pengobatan dalam mengurangi keletihan
fisik dan dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan sehingga dapat
menekan rasa kantuk. Kafein juga bekerja untuk merangsang sistem saraf
pusat dengan cara menaikkan tingkat kewaspadaan, sehingga pikiran
lebih jelas dan terfokus dan mengkoordinasi badan menjadi lebih baik
(Ware, 1995).
10
2.1.6 Metabolisme Kafein
Metabolisme kafein bekerja dengan cara diserap sepenuhnya oleh tubuh
melalui usus kecil dalam waktu 45 menit setelah penyerapan dan
disebarkan ke seluruh jaringan tubuh. Pada orang dewasa yang sehat
jangka waktu penyerapannya 3-4 jam, sedangkan untuk wanita yang
menggunakan konstrasepsi oral waktu penyerapannya adalah 5-10 jam.
Pada bayi dan anak memiliki jangka waktu penyerapannya lebih
panjang yaitu 30 jam.
Kafein diuraikan dalam hati oleh enzim sitokhrom P-450 oksidasi
menjadi metabolik 3-dimetilsanthin, yaitu:
a. Paraxanthine (84%), memiliki efek yaitu meningkatkan lipolysis,
mendorong pengeluaran gliserol dan asam lemak bebas didalam
plasma darah.
b. Theobromine (12%), berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah
dan meningkatkan volume urin. Theobromine adalah alkaloida
utama didalam kokoa (coklat).
c. Theophyline (4%), berfungsi untuk melonggarkan otot saluran
pernafasan, biasanya digunakan untuk pengobatan asma.
Masing–masing dari hasil metabolisme ini akan dimetabolisme
lebih lanjut dan akan diekskresi melalui urin (Drug Facts
Comparisons, 2001).
2.2 Minuman Ringan
Minuman ringan merupakan minuman yang tidak mengandung alkohol, dan
juga merupakan minuman olahan yang biasanya dalam bentuk bubuk atau
cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik
secara alami ataupun sintetik yang biasanya dikemas dalam kemasan yang
siap untuk dikonsumsi (Cahyadi, 2005). Minuman ringan terdiri dari dua jenis
yaitu minuman ringan berkarbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi
(Cahyadi, 2008).
Pada minuman ringan sering ditambahkan zat kafein, pemanis buatan dan
pengawet yang kadar nya perlu diperhatikan, karena apabila mengkonsumsi
11
minuman ringan secara berlebihan dapat memberikan dampak negatif yaitu
membahayakan kesehatan (Hayun dan Citra, 2004).
Fungsi minuman ringan tidak jauh berbeda dengan minuman ringan lainnya
yaitu sebagai minuman untuk melepaskan dahaga, dan menghilangkan haus
(Cahyadi, 2005).
2.3 Kopi
Kopi merupakan salah satu minuman yang banyak disukai oleh banyak
kalangan baik pria maupun wanita, karena kopi banyak dikonsumsi dari
generasi ke generasi. Kopi juga merupakan sejenis minuman yang berasal
dari hasil seduhan biji kopi yang telah disangrai dan juga dihaluskan menjadi
bubuk (Maramis, 2013).
Minuman kopi dikenal mempunyai kandungan kafein yang tinggi. Kopi
bukan satu-satunya tanaman yang mengandung kafein, akan tetapi kadar
kafein dikopi lebih tinggi daripada di tumbuhan lain seperti teh, kola dan
coklat. Minuman kopi sangat digemari banyak orang dari tahun ke tahun.
Penikmat kopi biasanya mengkonsumsi kopi 3-4 kali dalam satu hari
(Maramis, 2013).
2.4 Teh
Teh adalah salah satu minuman yang sangat populer di dunia. Teh dibuat dari
pucuk daun muda tanaman teh (camelia sinensis L. Kuntzae). Berdasarkan
proses pengolahannya, secara tradisional produk teh dibagi menjadi 3 jenis
yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau biasanya banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Asia terutama Jepang dan China, sedangkan
untuk teh hitam lebih populer di negara-negara Barat. Untuk teh oolong
hanya diproduksi di China (Hartoyo, 2003).
Teh selain sebagai minuman yang menyegarkan, juga diyakini memiliki
khasiat bagi kesehatan. Pada masyarakat pedesaan, seduhan teh yang kental
biasa digunakan dalam usaha pertolongan pertama pada penderita diare.
Untuk di daerah tertentu, seduhan teh diyakini memiliki manfaat sebagai obat
kuat dan membuat awet muda (Hartoyo, 2003).
12
2.5 Spektrofotometri UV-Visible
2.5.1 Definisi Spektrofotometri UV-Visible
Spektrofotometri merupakan alat untuk mengukur transmitan atau
absorban suatu sampel yang memiliki fungsi panjang gelombang.
Metode yang sering digunakan disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometri biasanya dianggap sebagai perluasan suatu
pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi
energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai
panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk
menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang
berbeda (Riyadi, dkk., 2009).
Sinar ultraviolet memiliki panjang gelombang antara 200-400 nm,
sementara sinar tampak memiliki panjang gelombang 400-750 nm
(Gandjar, 2007). Pengukuran spektrofotometri biasanya menggunakan
alat spektrofotometer yang biasanya melibatkan energi elektronik yang
cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer
UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan
kualitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
Radiasi ultraviolet dan sinar tampak (Visible) diabsorbsi oleh molekul
organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi
dan atom dengan elektron-n yang menyebabkan transisi elektron di
orbital terluarnya dari tingkat energi dasar ke tingkat energi tereksitasi.
Serapan radiasi tersebut biasanya sebanding dengan banyaknya molekul
analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif (Satiadarma, 2004).
Konsentrasi dari analit didalam larutan ditentukan dengan mengukur
absorban pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan hukum
Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas
yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan
konsentrasi larutan (Gandjar, 2007).
13
Keuntungan spektrofotometri yaitu metodenya mudah digunakan dan
akurat, untuk menentukan titik ekivalen ketika tidak bisa ditentukan
oleh titrasi lainnya. Metode spektrofotometri juga murah dan
terandalkan memberikan presisi yang baik untuk melakukan
pengukuran kuantitatif obat-obat dalam formulasi. Kekurangannya
sendiri yaitu selektifitasnya kurang. Metode ini tergantung pada
kromofor masing-masing obat (Watson, 2009).
Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri sinar
tampak adalah berdasarkan absorbsi cahaya pada panjang gelombang
tertentu melalui suatu larutan yang mengandung kontaminan yang akan
ditentukan konsentrasinya. Proses ini sering disebut absorpsi
spektrofotometri dan panjang gelombang yang akan digunakan adalah
gelombang sinar tampak yang disebut kolorimetri, karena dapat
memberikan warna (Lestari, 2009).
Spektrofotometri UV-Visible dapat digunakan untuk informasi
kualitatif dan sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.
1. Aspek kualitatif
Data spektrofotometri UV-Visible tidak dapat digunakan untuk
identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi jika
digabung dengan cara lain seperti spektrofotometri infra merah,
spektroskopi massa, dan resonansi magnet inti maka dapat
digunakan untuk identifikasi kualitatif suatu senyawa tersebut. Data
yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Visible merupakan
panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut yang
semuanya dapat dibandingkan dengan data yang sudah
dipublikasikan.
2. Aspek kuantitatif
Aspek kuantitatif yaitu suatu berkas radiasi dikenakan pada
cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang
diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan
ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diserap
14
jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau bisa disebut
kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang
melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi
jika foton atau radiasi yang mengenai cuplikan mempunyai energi
yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan
terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami
penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya,
akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil diabandingkan
dengan proses penyerapan (Gandjar, dkk., 2007).
Hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri
UV-Visible terutama untuk senyawa tersebut harus diubah terlebih
dahulu menjadi senyawa yang berwarna.
Berikut adalah tahapan yang harus diperhatikan yaitu:
1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Visible
Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa
lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga dapat
menyerap sinar UV.
2. Waktu kerja (operating time)
Cara ini bisa digunakan untuk mengukur hasil reaksi atau
pembentukan warna. Tujuannya yaitu untuk mengetahui waktu
pengukuran yang stabil, waktu kerja ditentukan dengan mengukur
hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.
3. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif yaitu
panjang gelombang yang memiliki absorbansi yang maksimal.
4. Pembuatan kurva baku
Pembuatan kurva baku dilakukan dengan cara membuat seri larutan
baku dengan berbagai konsentrasi kemudian absorbansi tiap
konsentrasi diukur setelah itu kurva yang merupakan hubungan
antara absorbansi dengan konsentrasi.
15
5. Pembacaan absorbansi sampel
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya terletak
antara 0,2-0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan
(Gandjar, 2007).
Dibawah ini merupakan uraian bagian-bagian dari spektrofotometri:
1. Sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada
panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen
kuartz atau lampu tungsten biasanya digunakan untuk daerah visible
pada panjang gelombang dari 350-900 nm (Pasaribu, 2011).
2. Monokromator: digunakan untuk mendeskripsikan sinar kedalam
komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan
dipilih oleh celah. Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga
kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan
instrument melewati spektrum (Gandjar, dkk., 2007).
3. Tempat cuplikan: cuplikan yang akan dipelajari pada daerah
ultraviolet atau terlihat yang biasanya berupa gas atau larutan
ditempatkan dalam sel atau kuvet, untuk daerah ultraviolet biasanya
digunakan quartz atau sel dari silika yang dilebur, sedangkan untuk
daerah terlihat biasanya digunakan gelas biasa. Sel memiliki panjang
lintasan dari 1 cm sampai 10 cm.
4. Detektor: Detektor menyerap tenaga foton yang mengenainya dan
mengubah tenaga tersebut untuk dapat diukur secara kuantitatif
sebagai arus listrik (Sastrohamidjojo, 2007).
2.5.2 Validasi Metode
Kesahihan metode analisis merupakan suatu prosedur yang digunakan
untuk membuktikan bahwa metode analisis tersebut memberikan hasil
yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai.
Adapun berikut ini parameter-parameter yang didukung pedoman
kesahihan metode analisis yaitu :
16
1. Akurasi
Akurasi adalah ketelitian metode analisis atau kedekatan antar nilai
terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai
sebenarnya atau nilai rujukan (Gandjar dan Rahman, 2007). Untuk
pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan cara
membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar.
2. Presisi
Presisi atau bisa disebut juga kesamaan merupakan ukuran yang
menunjukkan derajat kesesuian antara hasil individual, diukur
melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur
diteraapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen (Harmita, 2004). Keterulangan metode
analisis dan biasanya dirumuskan sebagai simpangan baku relatif
dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik.
Metode bisa dinyatakan mempunyai presisi yang baik apabila
mempunyai nilai RSD 1-2% untuk senyawa aktif dalam jumlah
yang banyak, sedangkan untuk senyawa -senyawa dengan kadar
sekelumit, RSD berkisar 5-10% (Gandjar dan Rahman, 2007).
3. Spesifitas
Spesifitas merupakan kemampuan untuk mengukur analit yang
dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen–
komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian.
Produk degradasi dan komponen matriks (Gandjar dan Rahman,
2007).
4. Batas Deteksi (Limit of detection)
Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang
masih dapat dideteksi, meskipun tidak terlalu dapat dikuantitatifkan.
LOD dapat diartikan batas uji yang secara spesifik menyatakn
apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu (Gandjar dan
Rahman, 2007). LOD memiliki rumus yaitu 3(SD/S) dimana SD
didasarkan pada standar deviasi, S yaitu slope kurva baku.
17
5. Batas Kuantifikasi (limit of quantification, LOQ)
Batas kuantifikasi dapat diartikan sebagai konsentrasi analit
terendah dalam sampel yang biasanya ditentukan dengan presisi dan
akurasi yang bisa diterima pada kondisi operasional metode yang
digunakan (Gandjar dan Rahman, 2007). LOQ mempunyai rumus
yaitu LOQ = 10 (SD/S) dimana SD didasarkan pada standar deviasi,
S merupakan slope kurva baku.
6. Linearitas
Linearitas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh
hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit
pada kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode dapat
diartikan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang
menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x) (Gandjar
dan Rahman, 2007).
18
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka konsep
Jurnal analisis kafein
menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis
Hasil uji kuantitatif
menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis
Interprestasi data kadar
kafein yg terkandung di
minuman ringan (kopi,
teh, dan lain-lain) dari
jurnal
Validasi metode
spektrofotometri UV-Vis
Studi literatur analisis
kafein menggunakan
metode spektrofotometri
UV-Vis