BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kanker Serviks dan...

32
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kanker Serviks dan Pap Smear Kanker merupakan gangguan pada gen atau proses pertumbuhan sel yang tidak terkendali yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi jaringan tubuh sehingga mempengaruhi fungsi tubuh (Diananda, 2008). Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada leher rahim daerah organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang seggama (Suharja, 2000 ). Kanker serviks adalah suatu peristiwa tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher rahim. Kanker serviks merupakan kanker yang tersering dijumpai di Indonesia baik diantara kanker pada perempuan dan pada semua jenis kanker (Tapan, 2005). 2.2. Pemeriksaan Pap Smear Pap Smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat perubahan- perubahan yang terjadi pada sel (Riano, 2006). Pap smear sering juga disebut Pap test, ditemukan pertama sekali oleh dokter yang bernama George N papanicolau pada tahun 1928, sehingga dinamakan pap smear Test. Sitologi ginekologi pap smear adalah ilmu yang mempelajari sel-sel yang Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kanker Serviks dan...

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kanker Serviks dan Pap Smear

Kanker merupakan gangguan pada gen atau proses pertumbuhan sel yang

tidak terkendali yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga

mempengaruhi jaringan tubuh sehingga mempengaruhi fungsi tubuh (Diananda,

2008).

Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada leher rahim daerah organ

reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara

rahim (uterus) dengan liang seggama (Suharja, 2000 ).

Kanker serviks adalah suatu peristiwa tumbuhnya sel-sel tidak normal pada

leher rahim. Kanker serviks merupakan kanker yang tersering dijumpai di Indonesia

baik diantara kanker pada perempuan dan pada semua jenis kanker (Tapan, 2005).

2.2. Pemeriksaan Pap Smear

Pap Smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari

leher rahim dan kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat perubahan-

perubahan yang terjadi pada sel (Riano, 2006).

Pap smear sering juga disebut Pap test, ditemukan pertama sekali oleh dokter

yang bernama George N papanicolau pada tahun 1928, sehingga dinamakan pap

smear Test. Sitologi ginekologi pap smear adalah ilmu yang mempelajari sel-sel yang

Universitas Sumatera Utara

lepas atau deskuamasi dari alat kandungan wanita, meliputi sel-sel yang lepas dari

vagina, serviks, endoservik, dan endometrium (Depkes, 2007).

Suatu pemeriksaan ginekologi harus dilengkapi dengan pemeriksaan sitologi

apusan pap smear karena dari pemeriksaan sitologi ini dapat diketahui ada tidaknya

proses infeksi, kelainan pra kanker dan kanker di dalam vagina dan serviks. Pap

smear merupakan suatu skrining untuk mencari abnormalitas dari wanita yang tidak

mempunyai keluhan sehingga dapat mendeteksi perubahan sel sebelum berkembang

menjadi kanker atau kanker stadium dini. Tindakan pap smear sangat mudah, cepat

dan tidak atau relatif kurang rasa nyerinya (Depkes, 2007).

Deteksi dini kanker serviks adalah upaya yang dilakukan untuk pemeriksaan

keadaan leher rahim sedini mungkin sehingga keadaan/perubahan pada leher rahim

dapat diketahui lebih awal dan apabila terdapat kelainan dapat diatasi sesegera

mungkin (Price, 2006).

2.2.1. Klasifikasi pemeriksaan Pap Smear

Pemeriksaan cytologis dari smear sel-sel yang diambil dari serviks, untuk

melihat perubahan-perubahan sel yang mengindikasikan terjadinya inflamasi,

displasia atau kanker. Klasifikasi pemeriksaan pap smear, sistem Bethesda (Price,

2006: Depkes 2007) adalah :

a. Atypical Squamous Cell of Underterminet Significance (ASC-US) yaitu sel

skuamosa atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. Sel

skuamosa adalah datar, tipis yang membentuk permukaan serviks.

Universitas Sumatera Utara

b. Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion (LSIL) , yaitu tingkat rendah

berarti perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada

daerah jaringan abnormal, intaepitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada

permukaan lapisan sel-sel.

c. High-grade Squamosa Intraepithelial (HSIL) berarti bahwa terdapat

perubahan yang jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel (prakanker)

yang terlihat berbeda dengan sel-sel normal.

d. High-grade Squamosa Intraepithelial atypical glandular cel (HSIL AGC)

e. Adenocarsinoma in situ (AIS)

2.2.2. Manfaat Pap Smear

Pap smear dilakukan untuk mendeteksi dini kanker serviks dan sebagai uji

penapisan untuk mendeteksi perubahan neoplastik. Pulasan yang abnormal dapat

dilakukan biopsy untuk mendapatkan jaringan untuk pemeriksaan sitologi.

Menurut Sumaryati (2003), manfaat dari pemeriksaan pap smear adalah untuk

mendeteksi dini tentang adanya radang pada rahim dan tingkat radangnya, adanya

kelainan degeneratif pada rahim, ada/tidaknya tanda-tanda keganasan (kanker) pada

rahim seperti : (a) Mengetahui penyebab radang, (b) Untuk menyelidiki infeksi-

infeksi tertentu dan penyakit yang disebarkan secara seksual, (c) Untuk menentukan

penanganan dan pengobatan.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Wanita yang perlu melakukan Pap Smear

Wanita yang perlu melakukan pap smear adalah : (a) wanita menikah atau

melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun, (b) wanita muda memiliki mulut

rahim yang belum matang, ketika melakukan hubungan seksual terjadi gesekan yang

dapat menimbulkan luka kecil, yang dapat mengundang masuknya virus, (c) wanita

sering berganti-ganti pasangan seks, akan menderita infeksi di daerah kelamin,

sehingga dapat mengundang virus HPV dan herves genitalis, (d) wanita yang sering

melahirkan, kanker serviks banyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan

disebabkan oleh trauma persalinan, perubahan hormonal dan nutrisi selama

kehamilan, (e) wanita perokok, memiliki risiko dibandingkan dengan wanita tidak

merokok, karena rokok akan menghasilkan zat karsinogen yang menyebabkan

turunnya daya tahan di daerah serviks (Depkes, 2007; Aziz, 2002).

Rekomendasi terbaru dari American Collage of Obstetricions and

gynecologist adalah melakukan pemeriksaan pelvis dan penapisan pulasan pap setiap

tahun bagi semua perempuan yang telah aktif secara seksual atau telah berumur 21

tahun. Setelah tiga kali atau lebih secara berturut-turut hasil pemeriksaan tahunan

ternyata normal, uji pap dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang atas

kebijakan dokter ( Price, 2006).

Menurut The American Cancer Society 2004 (dalam Depkes 2007) pap smear

dapat dilakukan secara rutin pada seorang wanita 3 tahun sesudah melakukan

hubungan seksual pertama kali atau tidak melebihi 21 tahun. Pemeriksaan dilakukan

setiap tahun (peralatan pap smear konvensional) atau setiap 2 tahun (dengan

Universitas Sumatera Utara

peralatan liquid-based) sampai umur 30 tahun. Pemeriksaan dilakukan setiap 2-3

tahun, bila 3 kali berturut-turut hasil normal pemeriksaan dapat dilakukan dengan

frekuensi yang lebih jarang.

Menurut Tjokronegoro (2002), Pap smear pada wanita yang berumur 35-40

tahun minimal dilakukan sekali, kalau fasilitas tersedia dilakukan setiap 10 tahun

pada umur 35-55 tahun, bila fasilitas tersedia lebih maka dapat dilakukan setiap 5

tahun pada wanita berumur 35-55 tahun. Idealnya atau jadwal yang optimal setiap 3

tahun pada wanita yang berumur 25-60 tahun.

Sasaran skrining ditentukan oleh Departemen Kesehatan masing-masing

negara, WHO (2002 dalam Wilopo 2010) merekomendasikan agar program skrining

pada wanita dengan beberapa persyaratan sebagai berikut :

a) Usia 30 tahun ke atas dan hanya mereka yang berusia lebih muda manakala

program telah mencakup seluruh sasaran vaksinasi.

b) Skrining tidak perlu dilakukan pada perempuan usia kurang 25 tahun.

c) Apabila setiap wanita hanya dapat dilakukan pemeriksaan sekali selama umur

hidupnya (misalnya karena keterbatasan sumber dana yang dimiliki

pemerintah atau swasta), maka usia paling ideal untuk melakukan skrining

adalah pada usia 35-45 tahun.

d) Pada perempuan berusia diatas 50 tahun tindakan skrining perlu dilakukan

setiap 5 tahun sekali.

e) Pada perempuan berusia 25-49 tahun tindakan skrining dilakukan setiap 3

tahun sekali.

Universitas Sumatera Utara

f) Pada usia berapapun skrining setiap tahun tidak dianjurkan.

g) Bagi mereka yang berusia diatas 65 tahun tidak perlu melakukan skrining

apabila 2 kali skrining sebelumnya hasilnya negatif.

2.2.4. Dasar Pendekatan Standart Dalam Pap Smear sebagai Screening Test

Cerviks smear

Evaluasi yang tidak Evaluasi yang

Memuaskan memuaskan

h) i) Negatif LSIL HSIL AGC atau j) untuk intraepiteli atau atau sel malignant k) al lesion ASC-US ASC-H (sel squamous

atau carcinoma atau malignancy adenocarcinoma atau endocervical AIS

Lakukan pemeriksaan Pap Smear Ulang jika hasil tidak memuaskan

l)

Ulang pemeriksaan Smear antara

6 bulan -1 tahun

Normal LSIL ASC-US HSIL

Tinjau kembali setelah 3 tahun

Lakukan pemeriksaan Colposcopy dan biopsy

Rujuk ke RS untuk investigasi dan manajemen lebih jauh

Gambar 2.1. Alur Penatalaksanaan Hasil Pap Smear.

Universitas Sumatera Utara

2.2.5. Bahan Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Bahan pemeriksaan terdiri atas sekret vagina, sekret servikal (eksoserviks),

sekret endo servikal, sekret endometrial, sekret fornik posterior ( Depkes, 2007).

Jangan melakukan pap smear pada saat menstruasi karena sel-sel darah merah

mengaburkan sel-sel epitel pada pemeriksaan mikroskop.

2.3. Faktor Risiko kanker serviks

2.3.1. Umur

Umur adalah lamanya hidup seseorang yang telah dilalui, umur reproduksi

sehat adalah 20-35 tahun, menurut Veralls (2003) wanita umur 35-55 mempunyai

risiko tinggi untuk timbulnya kanker serviks .

Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa puncak terjadinya infeksi HPV

berada dalam kelompok seksual aktif umur 16-25 tahun. Penelitian di Amerika

Serikat didapatkan hasil bahwa adanya peningkatan infeksi HPV tampak

berhubungan dengan rendahnya pendidikan dan rendahnya status sosial ekonomi

(Wahyuni, 2000 ).

Kejadian kanker serviks pada usia muda disebabkan karena sudah melakukan

aktivitas seksual pada usia muda, menurut Price (2006), puncak karsinoma adalah

usia 20-30 tahun. Semakin muda usia (< 20 tahun) seorang wanita melakukan

hubungan seksual semakin besar risiko menderita kanker leher rahim (Tambunan,

1991). Menurut Rasjidi (2007), Kanker Serviks berhubungan kuat dengan usia mulai

Universitas Sumatera Utara

melakukan hubungan seks, risiko meningkat lebih dari sepuluh kali bila hubungan

seks pertama di bawah umur 15 tahun.

2.3.2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas rutin yang dilakukan diluar maupun di dalam

rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang. Pekerjaan lebih banyak

dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan derajat keterpaparan tersebut serta

besarnya risiko, menurut sifat pekerjaan juga akan berpengaruh pada lingkungan

kerja dan sifat sosial ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu (Notoatmojo, 2003).

Menurut Teheru (1998) terdapat hubungan antara kanker serviks dengan

pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar seperti buruh, petani memperlihatkan 4 kali

lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan wanita pekerja ringan atau

bekerja di kantor. Dua Kejadian yang terpisah memperlihatkan ada hubungan antara

kanker serviks dengan pekerjaan. Para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin kena

kanker serviks dibandingkan dengan para istri pekerja kantor atau pekerja ringan,

kebanyakan dari kelompok yang pertama ini diklasifikasikan ke dalam kelompok

sosial ekonomi rendah, yang kemungkinan berhubungan dengan standar kebersihan

yang tidak baik.

Hasil penelitian Moegni (2006) di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan di

RSUPN CM dari 102 responden yang terbanyak adalah tidak bekerja (ibu rumah

tangga) yaitu sebesar 55%.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan ukuran yang sering digunakan untuk melihat status

sosial ekonomi pada suatu kelompok masyarakat. Semakin baik kondisi status

ekonomi masyarakat semakin tinggi persentasi yang digunakan untuk pelayanan

kesehatan. Data survei Kesehatan tahun 1992, memperlihatkan rata-rata penggunaan

pelayanan kesehatan meningkat berhubungan dengan meningkatnya pendapatan, baik

pria maupun wanita (Depkes RI, 2000).

Menurut Veralls (2003) wanita pada sosial ekonomi rendah cenderung

memulai aktivitas seksualnya pada umur lebih muda. Kanker serviks banyak

dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah yang berkaitan dengan gizi dan

imunitas, pada sosial ekonomi rendah umumnya kualitas dan kuantitas makanan

kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.

2.4. Pengetahuan

Menurut Notoadmdjo (2005) Pengetahun adalah hasil penginderaan, atau

hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga dan sebagainya). Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek

tersebut. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap

objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya

dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a. Tahu (Know) diartikan hanya sebagai recall ( memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: Tahu bahwa buah tomat

banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar,

penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes agepty, dan

sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

menggunakan pertanyaan-pertanyaan, misalnya : apa tanda-tanda anak yang

kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan

pemberantasan Sarang nyamuk (PSN), dan sebagainya.

b. Memahami (comprehantion)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar

dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara

benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya : orang yang memahami

cara pemberantasan penyakit demam berdarah bukan hanya sekedar menyebutkan

3 M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan

mengapa harus menutup, menguras dan sebagainya tempat-tempat penampungan

air tersebut.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan atau mengaplikasi prinsip yang diketahui tersebut pada

situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang perencanaan, ia

harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau

Universitas Sumatera Utara

dimana saja. Orang yang telah paham metode penelitian, ia akan mudah membuat

proposal penelitian dimana saja dan seterusnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,

kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam

suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan sesorang

itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat

membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan)

terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara

nyamuk aedes agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart)

siklus hidup cacing kremi dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri

tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan

tentang artikel yang telah dibaca .

f. Evaluasi ( Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya

Universitas Sumatera Utara

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang

berlaku di masyarakat. Misalnya, seorang ibu dapat menilai atau menentukan

seorang anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat

melakukan pap smear, dan sebagainya.

2.5. Sikap

Menurut Thurstone, dkk (1928) dalam Azwar 2007 sikap adalah bentuk

evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan

mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak

memihak (Unfavorable) pada objek tersebut.

Menurut H.L. Bloom, dalam Notoatmodjo sikap merupakan reaksi atau

respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih

dahulu dari perilaku tertutup. Sikap dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi

yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu

komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), komponen konotif

(conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

individu mengenai apa yang berlaku dan apa yang benar bagi objek sikap. Komponen

afektif menyangkut masalah emosional subjek seseorang terhadap suatu objek sikap

(Thurstone, dkk 1928 dalam Azwar 2007).

Universitas Sumatera Utara

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu : (a) Menerima (receiving) diartikan

bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan atau

objek, (b) Merespon (responden) diartikan memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap.

Karena suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide

tersebut, (c) Menghargai (valuing) bahwa mengajak orang lain untuk mengerjakan

dan mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah indikasi sikap

tingkat tiga. Misalnya seorang ibu mengajak ibu-ibu lain pergi melakukan pap smear,

atau mendiskusikan tentang pap smear adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah

mempunyai sikap positif terhadap pap smear. (d) Bertanggung jawab (responsible)

yaitu tanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko

yang merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya seorang ibu mau melakukan pap

smear, meskipun mendapat tantangan dari suami.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung.

Secara langsung, dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden

terhadap suatu objek (Notoatmodjo,2003).

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami individu,

sehingga membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang

dihadapannya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media

Universitas Sumatera Utara

massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi

dalam diri individu ( Thurstone, dkk 1928 dalam Azwar 2007).

2.6. Penyakit Kanker Serviks

2.6.1. Epidemiologi Kanker serviks

Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di

negara berkembang. Setiap tahun diperkiran terdapat 500.000 kasus kanker serviks

baru di seluruh dunia, 77% berada di Negara sedang berkembang (Suharja, 2000)

Data insiden rate kanker serviks Age Spesific Rate (ASR) di Negara Thailand

didapatkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun (1983-1987) sebesar 33,2%, Korea

Selatan dalam kurun waktu 2 tahun sebesar 23,2%, India dalam kurun waktu tahun

(1982) sebesar 41,7%, sedangkan Myanmar dalam kurun waktu 3 tahun (1978-1980)

sebesar 31,3% (Sarjadi,1995).

Insiden mortalitas kanker serviks secara umum di seluruh dunia menempati

urutan kedua setelah kanker payudara, sedangkan pada Negara berkembang kanker

serviks masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian pada wanita

(Suharja, 2005).

Di Indonesia, Kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker

payudara. Diantara tumor ganas ginekologi sebesar 68,90%, diperkirakan terdapat

200 ribu kasus baru pertahunnya. Insidens rate penderita kanker di Indonesia

berjumlah 100 orang per 100.000 penduduk ( Ratna, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) proporsi kematian

meningkat dari tahun ke tahun, yaitu 4,8%, tahun 1989 menjadi 5%, tahun 1992 serta

4,9% tahun 1995, dan 6,0% tahun 2001 dan kanker merupakan urutan kelima

terbanyak penyebab kematian. Kanker serviks menempati urutan pertama dari

kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita ( SKRT

2002).

Data di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo

(RSUPN CM) dari 1717 kasus kanker ginekologi dalam kurun waktu 1989-1992 ( 3

tahun) terdapat 76,2% diantaranya adalah kanker serviks. Kematian karena kanker

serviks di RSUPN CM tahun 1990-1994 sangat tinggi yaitu sebanyak 66,1% dari 327

kasus kematian ginekologi, disusul oleh kanker ovarium 22,6%, penyakit trofoblas

ganas 7,3 %, kanker uterus 2,4 %, kanker vulva 0,9% dan kanker vagina 0,6%

(Sahil,2002).

Diperkirakan sekitar 10-15% displasia ringan hingga sedang berkembang

menjadi kanker invasif dan membutuhkan waktu 3-20 tahun untuk menjadi kanker

invasive (Tambunan 1996).

2.6.2. Etiologi dan faktor yang mempengaruhi kanker serviks

a. Etiologi Kanker serviks

Faktor etiologi Kanker serviks berasal dari kelamin maka beberapa faktor

yang ditularkan melalui hubungan seksual dapat terlibat dalam proses inisiasi

Universitas Sumatera Utara

neoplastik. Ada tiga faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu: smegma, infeksi

virus dan spermatozoa.

Smegma adalah sel deskuamasi dan sekresi sebaseus dibawah preputium pada

pria yang tidak disunat, dahulu dianggap sebagai faktor etiologi kanker serviks

ternyata tidak terbukti secara laboratorium maupun epidemiologik .

Human Papiloma Virus (HPV), memegang peranan sebagai faktor pencetus

penyakit ini. Virus ini menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermal dan

mukosa. Infeksi HPV sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual. Dari

hasil pemeriksaan laboratorium pada sebagian besar pengidap kanker serviks

ditemukan virus HPV tersebut.

Spermatozoa sel skuamosa metaplastik dapat memfagosit sisa-sisa sperma

dan menghubungkan dengan inti sel. Permukaan sel stroma dan bagian subepitel

terdiri dari jalinan DNA yang berhubungan dengan inti sel sehingga dapat

mengontrol sintesa protein. DNA permukaan dipengaruhi antara lain oleh protein

dasar yang terdapat pada kepala sperma dan permukaan virus.

b. Faktor Yang mempengaruhi Kanker serviks

Selain faktor etiologi ada faktor lain yang merupakan faktor yang mempengaruhi

terjadinya kanker serviks

1) Umur

Kanker serviks sering ditemukan pada wanita umur 30-60 tahun dengan

insiden terbanyak pada umu 40-50 tahun, dan akan menurun drastis sesudah

Universitas Sumatera Utara

berumur 60 tahun (Parson). Sedangkan menurut Bendson, penderita kanker

serviks rata-rata dijumpai pada usia 45 tahun serta menurut Davis dan banyak

peneliti lainnya mengemukakan dalam 1000 per 100.000 dari kanker intra

epitelia dijumpai pada usia 30-45 tahun (Yakub,1993).

Periode laten dan fase pra invasif untuk invasif memakan waktu

sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <35 tahun menunjukkan

kanker serviks yang invasif pada saat didiagnosa, sedangkan menurut Aziz

(2000), umumnya insiden kanker serviks sangat rendah di bawah umur 20

tahun dan sesudahnya menaik dengan cepat dan menetap pada usia 50 tahun

(Norwitz, 2007).

Menurut Riono (1999) kanker serviks biasanya terjadi pada wanita

yang berumur tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker serviks dapat

juga menyerang wanita yang berumur antara 20-30 tahun.

2) Pendidikan

Penelitian Harahap 1983 di RSUPN CM antara tingkat pendidikan

dengan kejadian kanker serviks terdapat hubungan yang kuat, dimana

penderita kanker serviks cenderung lebih banyak terjadi pada wanita yang

berpendidikan rendah dibanding wanita berpendidikan tingggi (88,9%).

Tinggi rendahnya pendidikan berkaitan dengan sosio ekonomi, kehidupan

seks dan kebersihan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Surbakti E

(2004) pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian

Universitas Sumatera Utara

kanker serviks OR = 2,012 dengan kata lain yang berpendidikan rendah

merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

3) Pekerjaan

Menurut Hidayat (1999) terdapat hubungan antara kanker serviks

dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar seperti buruh, petani

memperlihatkan 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibanding

wanita pekerja ringan atau bekerja di kantor. Dua kejadian yang terpisah

memperlihatkan adanya hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan.

Para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks

dibandingkan dengan para istri pekerja kantor atau pekerja ringan,

kebanyakan dari kelompok yang pertama ini dapat diklasifikasikan ke dalam

kelompok sosial ekonomi rendah, mungkin standar kebersihan yang tidak baik

pada umumnya faktor sosial ekonomi rendah cenderung memulai aktivitas

seksual pada usia lebih muda.

Wanita dengan sosial ekonomi tinggi dengan wanita dari masyarakat

urban sebagai kelompok risiko rendah, dan wanita dengan sosial ekonomi

yang rendah dengan wanita dari masyarakat rural sebagai wanita yang

berisiko tinggi terhadap kanker serviks, biasanya dikaitkan dengan hygiene,

sanitasi dan pemeliharaan kesehatan masih kurang. Pendidikan rendah, kawin

usia muda, jumlah anak yang tinggi, pekerjaan dan penghasilan tidak tetap,

serta gizi yang kurang akan memudahkan terjadinya infeksi yang

menyebabkan daya imunitas tubuh menurun sehingga menimbulkan risiko

Universitas Sumatera Utara

terjadinya kanker serviks (Hidayat 1999). Sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Hibridawati (2001) ditemukan proporsi terbesar penderita

kanker serviks adalah pekerjaan rumah tangga 73,7%.

4) Deteksi dini

Di beberapa Negara maju yang telah cukup lama melakukan program

penyaringan (skrining) melalui pap smear. Di negara maju kesadaran untuk

melakukan pap smear sangat tinggi. Di Amerika pap smear sudah harus

dimulai 3 tahun setelah seseorang melakukan hubungan seksual. Wanita

berusia < 30 tahun harus melakukan skrining sitologi serviks setiap tahun.

Wanita berusia ≥ 30 tahun telah memperoleh hasil pap smear negatif 3 kali

berturut-turut dan tidak memiliki risiko tinggi dapat memperpanjang interval

skrining menjadi setiap 2-3 tahun. Skrining dapat dihentikan pada usia 70

tahun pada wanita dengan risiko rendah. Di Inggris skrining harus dimulai

pada usia 25 tahun. Intervalnya adalah setiap 3 tahun bagi wanita berusia

25-49 tahun. Skrining dapat dihentikan pada usia 64 tahun jika 3 apusan

menunjukkan hasil normal (Tara, 2001).

Pap smear dapat menemukan penyakit pada tingkat prakanker, dan

angka kematian turun secara drastis 50-60%. Di Kanada insiden kanker

serviks turun dari 28,4% menjadi 6,9 %. Sedang mortalitas turun dari 11,4

menjadi 3,3 per 1000 wanita selama 20 tahun program (skrining). Di negara

maju, seperti Jepang, angka kanker serviks dapat ditekan dengan adanya

kesadaran melakukan deteksi dini. Beberapa peneliti mengemukakan dari

Universitas Sumatera Utara

447 kasus kanker, sebesar 1800 kasus ditemukan pada stadium lanjut, dari

keseluruhan wanita yang menderita kanker serviks tidak pernah melakukan

pap smear sebanyak 85% (Aziz,2000; Evennett 2003).

Di Negara-negara Skandinavia dengan melakukan deteksi dini sejak

pertengahan tahun enampuluhan selama 20 tahun (1965-1978) angka

kematian kanker serviks menurun sebesar 50-60% di Kanada insidens kanker

serviks dari 28% menjadi 6,9% dan mortalitas turun dari 11,4% menjadi 3.3

per 100.000 wanita. Sedangkan penelitian di Australia pada penderita dengan

kanker invasif sebesar 35%, dan yang tidak melakukan deteksi dini paling

sedikit 4 tahun sebesar 19,4% dan yang melakukan deteksi dini paling

sedikit 4 tahun terakhir sebesar 21,5% (Aziz 2000).

Di Indonesia, terjadi peningkatan kejadian kanker serviks dalam

jangka waktu 10 tahun terlihat bahwa peringkat 12 menjadi peringkat 6,

setiap tahun diperkirakan terdapat 190.000 penderita baru dan 1/5 akan

meninggal akibat penyakit kanker . Namun angka kematian akibat kanker ini

bisa dikurangi 3-35% bila dilakukan tindakan preventif, skrining dan deteksi

dini. Misalnya dengan melakukan pap smear bagi mereka yang telah aktif

secara seksual dapat menurunkan angka kematian (Dalimartha, 2004).

Menurut Aziz (2003) tingginya angka kematian penderita kanker

serviks di Indonesia disebabkan karena sebagian besar penderita kanker

serviks atau 70% penderita kanker serviks ditemukan pada stadium lanjut.

Pemeriksaan yang paling utama dan deteksi dini kanker serviks adalah

Universitas Sumatera Utara

pemeriksaan Papaniculau Smear (pap smear) khususnya pada perempuan

yang sudah aktif melakukan hubungan seks.

Pap smear adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan mengambil

usapan sel dan lendir leher rahim untuk mengetahui adanya perubahan sel

secara mikroskopis (Depkes 2001). Pap smear bertujuan untuk menemukan

kelainan leher rahim pada fase yang masih dapat diobati sebelum

berkembang menjadi kanker, jika sudah berkembang menjadi kanker

pengobatan menjadi lebih sukar dan mahal.

Pap smear merupakan pemeriksaan sitologi, sederhana cepat dan tidak

sakit dengan tingkat sensitivitas yang cukup baik dan tergolong relatif

murah, efektif menurunkan angka dan kematian yang diakibatkan oleh

kanker serviks. Tiga puluh persen dari penderita kanker serviks, kasus

ditemukan pada saat skrining pap smear. Walaupun hasil test pap smear

telah terbukti bermanfaat bagi penemuan dini kanker serviks namun

penggunaannya secara nasional masih merupakan masalah besar (Aziz,

2002).

5) Usia Pertama Kali Kawin / Melakukan Hubungan Seksual

Perilaku Seksual dari studi epidemiologi kanker serviks skuamosa

berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multiple mitra seks, dan

usia melakukan hubungan seks pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 x

mitra seks 6 atau lebih atau hubunagan seks pertama dibawah umur 15 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Kawin muda berpengaruh terhadap kanker serviks. Penelitian Sandra

Van Loon di RSHS (1996), wanita penderita kanker serviks kawin pertama

kali antara 15-19 tahun. Beberapa sarjana melihat adanya hubungan erat

antara kanker serviks dengan kawin muda. Wanita kawin muda atau pertama

kali koitus pada umur 15-20 tahun lebih sering terkena kanker serviks.

Umur pertama kali berhubungan seks merupakan salah satu faktor yang

cukup penting. Makin muda usia perempuan melakukan hubungan seksual

semakin besar risiko yang harus ditanggungnya, karena terjadinya kanker

serviks dengan masalah laten kanker serviks memerlukan waktu 30 tahun

sejak melakukan hubungan seksual pertama, sehingga hubungan seksual

pertama dianggap awal dari mula proses munculnya kanker serviks pada

wanita (Yakub, 1993).

Menurut Riono (1999); Aziz (2002) wanita menikah di bawah usia 16

tahun biasanya 10-12 kali lebih besar kemungkinan terjadi kanker serviks

daripada mereka yang menikah setelah berusia 20 tahun ke atas. Pada usia

tersebut kondisi rahim seorang remaja putri sangat sensitif. Serviks remaja

lebih rentan terhadap stimulus karsinogenik karena terdapat proses metaplasia

skuamosa yang aktif, yang terjadi di dalam zona transformasi selama periode

perkembangan. Metaplasia skuamosa ini biasanya merupakan suatu proses

fisiologi tetapi di bawah pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat terjadi

sehingga mengakibatkan suatu zona transformasi yang tidak patologik.

Perubahan yang tidak khas ini menginisiasi suatu proses yang disebut

Universitas Sumatera Utara

neoplasmasia serviks (Cervic Intraepithel Neoplasma = CIN) yang

merupakan fase prainvasif dari kanker serviks.

6) Paritas

Kanker Serviks dijumpai pada wanita yang sering partus atau

melahirkan. Kategori partus sering belum ada keseragaman akan tetapi

menurut beberapa pakar berkisar 3-5 kali melahirkan (Tambunan,1996 ).

Kanker serviks banyak ditemukan pada paritas tinggi tetapi tidak jelas

bagaimana hubungan jumlah persalinan dengan kejadian kanker serviks,

karena wanita yang tidak melahirkan dapat juga terjadi kanker serviks

(Yakub, 1993).

7) Ganti Pasangan

Telaah pada berbagai penelitian epidemiologi kanker serviks

berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multi mitra seks, dan usia

saat melakukan hubungan seks pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 x bila

bermitra seks 6 atau lebih. Juga risiko meningkat bila berhubungan dengan

multipel mitra seks atau mengidap kondiloma akuminata (Aziz,2000).

8) Merokok

Rokok atau tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik

yang dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan

polyciklic aromatic hydrocarbonas heterocyclic amine yang sangat

karsinogen atau mutagen, sedangkan bila ia dikunyah menghasilkan

Universitas Sumatera Utara

netrosamin. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat digetah

serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko karsinogenik infeksi virus.

9) Infeksi

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus Human Papiloma

Virus (HPV) lebih dari 90 kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA

Virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Infeksi

virus HPV telah terbukti menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma

akuminata, dan kanker.

10) Kontrasepsi

Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama lebih dari 4 atau 5 tahun

dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif

terhadap HPV yang dapat meyebabkan adanya peradangan pada genitalia

sehingga berisiko untuk terjadi kanker serviks (Hidayat, 2001). Pil kontrasepsi

oral diduga akan menyebabkan defisiensi folat yang mengurangi metabolisme

mutagen sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu kofaktor yang

membuat replikasi DNA HPV.

2.6.4. Stadium Klinik

Stadium klinik kanker serviks ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik

(inspeksi dan palpasi), kolposkopi, histopstologi biopsi atau konisasi, kerokan

Universitas Sumatera Utara

endoserviks, urografi dan survei metastasis. Stadium yang paling sering digunakan

adalah klasifikasi menurut FIGO.

Tabel 2.1. Stadium Kanker Serviks FIGO 2000

Stadium Keterangan 0 Lesi belum menembus membran basa I Lesi tumor masih terbatas di serviks IA1 Lesi telah menembus membran basalis kurang dari 3 mm

dengan diameter permukaan tumor < 7 mm IA2 Lesi telah menembus membran basalis > 3 mm tetapi tetapi <

5 mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm IB1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer < 4cm IB2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer > 4cm

II Lesi telah keluar dari serviks (meluas ke parametrium dan sepertiga)

IIA proksimal vagina) Lesi meluas ke sepertiga vagina proksimal

IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding panggul

III Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan atau sepertiga vagina distal)

IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal / bawah IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul

IV Lesi menyebar keluar dari organ genitalia IVA Lesi meluas keluar organ panggul, dan atau menyebar ke

mukosa vesika urinaria IVB Lesi meluas ke mukosa rektum, dan atau meluas ke organ lain

2.6.3. Pengobatan

Menurut Tambunan (1991) terapi untuk kanker serviks ditetapkan

berdasarkan stadium klinik. Dalam hal ini dikenal (1) terapi bedah,(2) radioterapi dan

(3) Kemoterapi.

a. Terapi bedah.

Pada karsinoma in situ dan mikroinvasif, tumor dibuang dengan cara konisasi,

koagulasi, ataupun histerektomi. Khusus karsinoma lebih banyak memilih

Universitas Sumatera Utara

histerektomi total dan pembuatan manset vaginal kecil. Khusus karsinoma

mikroinvasif banyak memilih karsinoma radikal. Bagi wanita yang masih

menginginkan anak dapat dipertimbangkan konisasi atau kriokoagulasi atau

elektrokoagulasi.

b. Radioterapi.

Pada karsinoma invasif stadium lanjut ( IIb. III,IV) terapi biasanya bersifat

faliatif, dititikberatkan pada radiasi ekternal dan internal. Radioterapi pada

saat ini radiasi diarahkan pada massa tumor secara akurat, sehingga

pemberian dosis tinggi tidak menimbulkan penyulit yang berarti.

c. Kemoterapi, pada umumnya sitostatika hanya merupakan terapi ajuvan.

2.7. Dukungan Suami Dalam Tindakan Pap Smear

Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang

bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan

bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan kelurga internal

dukungan keluarga eksternal. Dukungan keluarga internal dapat diperoleh dari

suami/istri atau dukungan dari saudara kandung.

Caplan (1964) dalam Friedman (1998) dukungan keluarga (suami) merupakan

hubungan timbal balik antara individu yang meliputi : (1) Dukungan informasional

merupakan sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi, menjelaskan

memberi saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu

Universitas Sumatera Utara

masalah. (2) Dukungan emosional (menunjukkan rasa kepedulian, memberi

dorongan, empati), Dukungan instrumental atau nyata (pelayanan, pemberian

materi), (3) Dukungan penghargaan (memberikan umpan balik yang membangun dan

pengakuan ).

Menurut House (1981, dalam Nasution, 2007) Dukungan keluarga

dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu : dukungan emosional, dukungan nyata,

dukungan informasi dan dukungan pengharapan. Dukungan emosional yaitu

memberikan empati dan rasa dicintai kepercayaan dan kepedulian. Dukungan nyata

yaitu membantu individu dalam memenuhi kebutuhannya. Dukungan informasi yaitu

memberikan informasi sehingga individu memiliki koping untuk mengatasi masalah

yang muncul dari diri sendiri dan lingkungan. Dukungan pengharapan yang

memberikan informasi yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.

2.7.2. Sumber-Sumber Dukungan

Sumber-sumber dukungan banyak diperoleh individu dari lingkungan

sekitarnya, oleh karena itu perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan

keluarga ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber dukungan internal

(suami) merupakan aspek yang penting untuk peningkatan kesehatan reproduksi

maka perlu diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman itu,

seseorang akan tahu kepada siapa dan seberapa besar ia akan mendapatkan dukungan

sesuai dengan situasi dan keinginan yang spesifik , sehingga dukungan tersebut

bermakna (Friedman, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Sarason (1983 dalam Kuntjoro, 2002), dukungan keluarga (suami)

adalah keberadaan, kesediaan , kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan,

menghargai dan menyayangi kita. Dukungan keluarga (suami) mencakup dua hal

yaitu: (1) Jumlah sumber dukungan keluarga yang tersedia merupakan persepsi

individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan

bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas). (2) Tingkat kapuasan akan dukungan

keluarga yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan

terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas ).

2.8. Tindakan Pap smear

Tindakan pap smear pada seorang ibu dipengaruhi berbagai faktor yaitu

faktor dari dalam dirinya sendiri (perilaku ibu) dan dukungan dari lingkungan

(dukungan keluarga dalam hal ini secara khusus suami). Sebagaimana kita ketahui

perilaku sangat mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku menurut Laurence

W.Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: 1). faktor

predisposisi (predisposing faktors) , yaitu: faktor predisposisi timbulnya perilaku

seperti umur pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap, kepercayaan, keyakinan,

dan lain sebagainya. 2). Faktor pendukung ( enabling faktors ) yaitu: faktor yang

mendukung timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik dan sumber – sumber yang

ada di masyarakat misalnya: Tersedianya tempat pelayanan pemeriksaan yang

terjangkau masyarakat dan lain sebagainya. 3). Faktor pendorong (reinforcing

faktors) yaitu: faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong seseorang untuk

Universitas Sumatera Utara

berperilaku yang berasal dari orang lain misalnya: keluarga, kelompok, guru, petugas

kesehatan dan pengambil keputusan yang mendukung perilaku tindakan pap

smear.

Selain faktor perilaku Tindakan pap smear juga dipengaruhi oleh adanya

dukungan internal keluarga yaitu suami. Menurut Friedman dukungan keluarga

(suami) terdiri dari :

a. Dukungan Pengaharapan

Dukungan pengharapan merupakan dukungan yang terjadi bila ekspresi yang

positif diberikan kepada individu. Individu mempunyai seorang yang dapat diajak

bicara tentang masalahnya, terjadi melalui ekspresi pengharapan positif individu

kepada individu lain, penyemangat, dan persetujuan terhadap ide-ide atau

perasaan seseorang.

b. Dukungan Nyata

Dukungan ini merupakan penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan

kesehatan, bantuan finansial dan material berupa nyata, benda atau atau jasa

tersebut sehingga dapat memecahkan masalah praktis termasuk di dalamnya

bantuan langsung seperti saat seseorang memberi uang, menyediakan transportasi

dan lain-lain. Dukungan nyata sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan

tujuan nyata.

c. Dukungan Informasi.

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi bersama termasuk didalamnya

memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran atau

Universitas Sumatera Utara

umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat

menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter yang baik bagi

dirinya, dan tindakan yang spesifik bagi individu. Individu yang akan melakukan

pencegahan kanker serviks dapat keluarga dari masalahnya dan memecahkan

masalahnya dengan adanya dukungan keluarga. Pada dukungan informasi ini

keluarga sebagai penghimpun informasi dari pemberi pihak.

d. Dukungan Emosional

Dalam pelaksanaan tindakan individu perlu mendapatkan penguatan akan rasa

dimiliki atau dicintai. Dukungan emosional memberikan individu rasa nyaman

dan memberikan semangat. Yang termasuk dalam dukungan emosional ini adalah

ekspresi dari empati, kepedulian dan perhatian kepada individu. Demikian juga

dengan tindakan pap smear Ibu harus mendapat empati, kepedulian dan perhatian

dari suami.

Pada penelitian ini peneliti tidak meneliti tentang dukungan pengharapan

karena dukungan tersebut diberikan pada pasien-pasien terminal (kronis).

Universitas Sumatera Utara

2.9. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam menganalisis hubungan karakteristik

( umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga), pengetahuan dan sikap ibu

serta dukungan suami terhadap tindakan pap smear adalah teori Model Green (1980)

dan Caplan (1964) dapat dilihat pada skema di bawah ini :

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Gambar 2.2.Faktor-Faktor yang mempengaruhi perilaku ( Lawrence W.

Green, 1980) dan Dukungan Keluarga (Suami) ( Caplan 1964 dalam Friedman 1998 ).

Faktor Pemungkin - Kesediaan tempat

pelayanan - Biaya terjangkau - Kemudahan mendapat

pelayanan

Faktor penguat: - Keluarga - Kelompok - Guru - Petugas kesehatan - Pengambil keputusan

Dukungan Suami : - Dukungan informasi - Dukungan Nyata - Dukungan Emosi - Dukungan Pengharapan

Faktor Predisposisi: - Pengetahuan - Kepercayaan - Nilai - Sikap - Keyakinan - Kemampuan

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik Ibu: - Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan keluarga

Pengetahuan Sikap

2.10. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari gabungan skema Green

(1980) dan Caplan (1964) seperti yang dilihat di bawah ini :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Tindakan pap smear : - Tidak melakukan - Melakukan

Dukungan Suami - Informasi - Emosional - Nyata

Gambar 2.3 : Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara