BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi...

21
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasan Pengelasan adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan. Dengan atau logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinue ( Sonawan,2004). Berdasarkan definisi dari Deutche Industri Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam padun yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabaran lebih lanjut bahwa las adalah sambungan dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas ( Wiryosumarto dan Okumura,2000 ). 2.2 Proses Dasar Pengelasan Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Energi panas pada pengelasan tersebut akan menimbulkan terjadinya siklus termal tersebut dan mengakibatkan terjadinya tegangan sisa, distorsi serta laju pendingan pada logam las dan daerah sekitarnya. Struktur mikro logam las sangat dipengaruhi oleh laju pendinginan dan komposisi kimia bahan (logam induk dan elektroda). Pada akhirnya tegangan sisa dan struktur mikro logam tersebut akan mempengaruhi sifat mekanis dari logam lasan. Sambungan lasan banyak digunakan dengan pertimbangan bahwa konstruksi ringan, murah dan pengerjaan cepat. Perancangan las dan cara pengelasan harus betulbetul memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunan konstruksi serta keadaan di sekitarnya. Kekuatan sambungan las secara umum dipengaruhi oleh komposisi dan sifat logam pengisi (elektroda ), proses pengelasan, daerah pemansan langsung, daerah yang terkena pengaruh panas dan adanya tegangan sisa ( Johnson dkk,1985). 2.3 Las Busur Listrik Las Busur Listrik adalah satu cara menyambung logam dengan menggunakan nyala busur listrik yang diarahkan ke permukaan logam yang akan disambung. Pada bagian yang terkena busur listrik tersebut akan mencair, demikian juga elektroda pada busur listrik yang akan mencair dan merambat terus sampai habis. Logam cair dari elektroda dan dari sebagian benda yang akan disambung tercampur dan mengisi celah dari kedua logam yang akan disambung, kemudian membeku dan tersambunglah kedua logam tersebut.

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pengelasan

Pengelasan adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan

sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan. Dengan atau logam

tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinue ( Sonawan,2004). Berdasarkan definisi

dari Deutche Industri Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau

logam padun yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat

dijabaran lebih lanjut bahwa las adalah sambungan dari beberapa batang logam dengan

menggunakan energi panas ( Wiryosumarto dan Okumura,2000 ).

2.2 Proses Dasar Pengelasan

Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua bagian logam atau lebih

dengan menggunakan energi panas. Energi panas pada pengelasan tersebut akan menimbulkan

terjadinya siklus termal tersebut dan mengakibatkan terjadinya tegangan sisa, distorsi serta laju

pendingan pada logam las dan daerah sekitarnya. Struktur mikro logam las sangat dipengaruhi

oleh laju pendinginan dan komposisi kimia bahan (logam induk dan elektroda). Pada akhirnya

tegangan sisa dan struktur mikro logam tersebut akan mempengaruhi sifat mekanis dari logam

lasan. Sambungan lasan banyak digunakan dengan pertimbangan bahwa konstruksi ringan,

murah dan pengerjaan cepat. Perancangan las dan cara pengelasan harus betul–betul

memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunan konstruksi serta keadaan di

sekitarnya. Kekuatan sambungan las secara umum dipengaruhi oleh komposisi dan sifat logam

pengisi (elektroda ), proses pengelasan, daerah pemansan langsung, daerah yang terkena

pengaruh panas dan adanya tegangan sisa ( Johnson dkk,1985).

2.3 Las Busur Listrik

Las Busur Listrik adalah satu cara menyambung logam dengan menggunakan nyala busur

listrik yang diarahkan ke permukaan logam yang akan disambung. Pada bagian yang terkena

busur listrik tersebut akan mencair, demikian juga elektroda pada busur listrik yang akan

mencair dan merambat terus sampai habis. Logam cair dari elektroda dan dari sebagian benda

yang akan disambung tercampur dan mengisi celah dari kedua logam yang akan disambung,

kemudian membeku dan tersambunglah kedua logam tersebut.

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

7

2.4 Klasifikasi Pengelasan

2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding)

Las FCAW adalah kombinasi antara proses pengelasan GMAW, SAW. Dalam

pengelasan FCAW ini sumber energi menggunakan arus listrik DC atau AC yang

diambil dari pembangkit listrik atau melalui trafo dan atau rectlifier.

Pengelasan FCAW merupakan salah satu jenis las yang proses kerjaanya

memasok filler elektroda atau kawat las secara mekanis terus menerus ke dalam busur

listrik (Jones,2014)

Gambar 2.1 : Skema Las FCAW

( Sumber : Jones,2014 )

Kawat las atau Elektroda yang digunakan untuk pengelasan FCAW terbuat

dari logam tipis yang digulung cylindrical kemudian dalamnya di isi dengan flux yang

sesuai dengan kegunaannya. Proses Pengelasan FCAW ini sebenarnya sama dengan

pengelasan GMAW, namun membedakan adalah kawat las atau elektroda nya yang

berbentuk tubular yang berisi fluks sedangkan GMAW berbentuk solid.

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

8

Gambar 2.2 : Kawat Las FCAW Tubular

( Sumber : Jones,2014 )

Berdasarkan metode pelindung, pengelasan FCAW dapat dibedakan menjadi 2

yaitu :

A) Self shielding FCAW (Pelindungan sendiri), yaitu merupakan proses melindungi

logam las yang mencair dengan menggunakan gas dari hasil penguapan atau reaksi

dari inti fluks.

B) Gas shielding FCAW (perlindungan gas) adalah perlindungan dengan dual gas,

yaitu melindungi logam las yang mencair dengan menggunakan gas sendiri juga

ditambah gas pelindung yang berasal dari luar sistem.

Dua metode di atas sama-sama menghasilkan terak las yang berasal dari flux

dalam kawat las yang berfungsi untuk melindungi logam las saat proses pembekuan.

Namun, perbedaan metode di atas terletak pada tambahan sistem pemasok gas dan

welding torch (welding gun) yang digunakan. Pengelasan FCAW berdasarkan cara

pengoperasiannya dibedakan menjadi 2:

1. Otomatik (machine otomatik)

2. Semi otomatik (semi automatic)

Sifat-sifat utama (Principal features) yang dimiliki FCAW dalam proses

pengelasan :

1. FCAW mempunyai sifat metalurgi las yang bisa dikontrol dengan pemilihan fluks.

2. Las FCAW mempunyai produktivitas yang tinggi, karena dapat pasokan elektroda

las yang kontinu.

3. Saat pembentukan manik atau rigi rigi las yang cair dapat dilindungi oleh slag yang

tebal.

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

9

Pengelasan FCAW umumnya menggunakan gas CO2 atau campuran CO2

dengan Argon sebagai gas pelindung. Tetapi untuk menghindari logam las

terkontaminasi udara luar atau menghindari porosity maka harus dilakukan pemilihan

fluks yang mengandung mempunyai sifat pengikat oxygen atau deoxydizer.

Aplikasi atau Penggunaan utama Pengelasan FCAW :

1. Baja karbon (carbon steel)

2. Pengerasan & pelapisan permukaan (Steel hard facing and cladding)

3. Baja tahan karat (Stainless steel)

4. Besi tuang (Cast Iron)

5. Baja karbon Alloy rendah (Low alloy carbon steel)

6. Las titik baja tipis (Sheet steel spot welding)

2.4.2 GMAW (Gas Metal Arch Welding)

Pada proses GMAW (Gas Metal Arc Welding), elektrodanya adalah kawat

menerus dari 1 gulungan yang disalurkan melalui pemegang elektroda (alat yang

berbentuk pistol seperti pada gambar 2.3). Perlindungan dihasilkan seluruhnya dari gas

atau campuran gas yang diberikan dari luar (Fuadi, 2015).

Gambar 2.3 : Skema Las GMAW.

(Sumber: Metode-metode Pengelasan, Fuadi, 2015)

Mula-mula metode ini dipakai hanya dengan perlindungan gas mulia (tidak

reaktif) sehingga disebut MIG (Metal Inert Gas/gas logam mulia). Gas yang reaktif

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

10

biasanya tidak praktis, kecuali CO2 (karbon dioksida). Gas CO2, baik CO2 saja atau

dalam campuran dengan gas mulia, banyak digunakan dalam pengelasan baja (Fuadi,

2015).

Argon sebenarnya dapat digunakan sebagai gas pelindung untuk pengelasan semua

logam, namun, gas ini tidak dianjurkan untuk baja karena mahal serta kenyataan bahwa

gas pelindung dan campuran gas lain dapat digunakan. Untuk pengelasan baja karbon

dan beberapa baja paduan rendah baik (1) 75% argon dan 25% CO, ataupun (2) 100%

CO2 lebih dianjurkan. Untuk baja paduan rendah yang keliatannya (toughness),

disarankan pemakaian campuran dari 60-70% helium, 25-30% argon, dan 4-5% C02

(Fuadi, 2015).

Selain melindungi logam yang meleleh dari atmosfir, gas pelindung mempunyai

fungsi sebagai berikut.

1) Mengontrol karakteristik busur nyala dan pernindahan logam.

2) Mempengaruhi penetrasi, lebar peleburan, dan bentuk daerah las.

3) Mempengaruhi kecepatan pengelasan.

4) Mengontrol peleburan berlebihan (undercutting).

Pencampuran gas mulia dan gas reaktif membuat busur nyala lebih stabil dan kotoran

selama pemindahan logam lebih sedikit. Pemakaian CO2 saja untuk pengelasan baja

merupakan prosedur termurah karena rendahnya biaya untuk gas pelindung, tingginya

kecepatan pengelasan, lebih baiknya penetrasi sambungan, dan baiknya sifat mekanis

timbunan las. Satu-satunya kerugian ialah pernakaian CO2 menimbulkan kekasaran dan

kotoran yang banyak (Fuadi, 2015).

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

11

2.4.3 GTAW (Gas Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten Inert Gas)

Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) atau sering juga disebut Tungsten Inert

Gas (TIG) merupakan salah satu dari bentuk las busur listrik (Arc Welding) yang

menggunakan inert gas sebagai pelindung dengan tungsten atau wolfram sebagai

penghantar arus listrik untuk menghasilkan las ( Harsono dan Okumura 2000).

Gambar 2.4 : Gambar Skema Pengelasan TIG

( Sumber : Harsono dan Okumura 2000 )

2.4.4 Pengelasan Elektroda Terbungkus (SMAW)

Proses pengelasan di mana panas dihasilkan dari busur listrik antara ujung

elektroda dengan logam yang dilas. Elektroda terdiri dari kawat logam sebagai

penghantar arus listrik ke busur dan sekaligus sebagai bahan pengisi (filler). Kawat

ini dibungkus dengan bahan fluks. Biasanya dipakai arus listrik yang tinggi (10-500

A) dan potensial yang rendah (10-50 V). Selama pengelasan, fluks mencair dan

membentuk terak (slag) yang berfungsi sebagai lapisan pelindung logam las terhadap

udara sekitarnya. Fluks juga rnenghasilkan gas yang bisa melindungi butiran-butiran

logam cair yang berasal dari ujung elektroda yang mencair dan jatuh ke tempat

sambungan (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

12

Gambar 2.5 : Skema Las SMAW

( Sumber : Wiryosumarto dan Okumura,2000 )

2.5 Definisi Baja Paduan

Baja paduan adalah baja yang didalamnya terkandung besi (Fe) + unsur kimia.

Komposisi kimia yang terkandung tersebut sangat beragam. Besaran persentase dan jenis

komposisi kimia yang terkandung di dalam baja tersebutlah yang membuat baja paduan

mempunyai beragam karakteristik yang berbeda-beda dan membuat baja tersebut juga

berbeda dalam kegunaanya ( Hendra, 2016 ).

2.6 Baja Karbon Rendah ASTM A36

Penelitian ini menggunakan baja SS400/JIS G3101/ASTM A36, baja sejenis “Steinless

Steel" (baja tahan karat) yang diterangkan bahwa SS400 bukanlah baja steinless steel. SS

berarti “Structural Steel” atau baja kontruksi. Berbeda dengan penamaan pada SS304,

SS316 SS410, dsb. Pada SS304, SS316, SS410, dsb, memang jenis baja steinless steel dari

standard ASTM (American Society fot Testing Materials). Adapun steinless steel srandard

JIS (Japanese Industrial Standard) mereka memberi kode dengan awalan SUS (Steel Use

Stainless) misalnya SUS304, SUS316, SUS410, dsb.Pada kasus SS400, SS disini bukanlah

kepanjangan dari steinlees steel tapi “Structural Steel”.

SS400/JIS G3101/ASTM A36 ialah baja umum (Mild Steel dimana komposisi

kimianya hanya karbon (C), Manganese (Mn), Silikon (Si), Sulfur (S) dan Pospor (P) yang

diaplikasikan untuk struktur/kontruksi umum (General Purpose Structural Steel) misalnya

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

13

jembatan, plat kapal laut, oil tank dll. SS400/JIS G3011 ekivalen dengan DIN : St37-2,

ENS235JR, ASTM : A283C dan UNI : FE360B, SS400/JIS G3101/ASTM A36, baja

dengan kadar karbon rendah (max 0,17% C) Low C Steel, material ini tidak dapat

dikeraskan / pelakuan panas melalui proses quench and temper. Material ini dapat

dikeraskan melalui pengerasan permukaan seperti karburisasi, nitriding atau

carbonnitriding, dimana kekerasan permukaan bisa mencapai 500 Brinell (kira – kira 500

HRC) pada kedalaman permukaan 10 sampai 20 mikron tergantung prosesnya.

Baja A36 memiliki kekuatan tarik yang tepat, baik ketangguhan, plastisitas, pengolahan

properti, digulung menjadi pelat baja, berbentuk steel dan baja profil, yang biasanya

digunakan untuk membangun lokakarya, jembatan, kapal dan sebagainya. Baja ASTM A36

komposisi kimia % : C : 0.25 - 0.29 Mn : 0.80 – 1.20 P : 0.04 S : 0.05 Si : 0.15 – 0.40 Cr:

0.20 (Steelindo Metals, 2013).

Peralatan Mekanis Metrik Imperial

Kekuatan Tarik, Ultimate 400- 550 MPa 58.000 - 79.800 psi

Kekuatan Tarik, Yield 250 MPa 36300 psi

Elongasi pada istirahat ( di

200 mm )

20,0 % 20,0 %

Elongasi pada istirahat ( di

50 mm )

23,0 % 23,0 %

Modulus Elastisitas 200 GPa 29000 ksi

Modulus Bulk ( khas untuk

baja )

140 GPa 20300 ksi

Poisson Ratio 0,260 0,260

Modulus Geser 79,3 GPa 11500 ksi

Massa Jenis 7,85 g/cm 3 0,284 Ib/ di 3

Tabel 2.1 : Sifat Mekanis Baja A36

( Sumber : Steelindo Metals, 2013 )

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

14

2.7 Teori Perpindahan Panas Pada Pengelasan

2.7.1 Masukan Panas (Heat Input)

Masukan panas (heat Input) adalah besarnya energi panas tiap satuan panjang las

ketika sumber panas bergerak (Subeki, 2007). Heat input merupakan parameter penting

karena seperti halnya pemanasan awal dan temperatur interpass, heat input juga

mempengaruhi laju pendinginan yang akan berpengaruh pada mechanical properties dan

struktur metalurgi dari HAZ. Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya heat

input yaitu :

HI = 𝜂 𝑥 𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑠 (𝑉)𝑥 𝐴𝑟𝑢𝑠 𝑙𝑎𝑠(𝐼)

𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑠(𝑣) ...................................... (Wibowo, 2016)

Dimana,

𝜂 : Efesiensi panas las

HI : Heat Input (Kj/mm) v : Kecepatan pengelasan (mm/s)

V : Tegangan Las (Volt) I : Arus listrik (Amper)

Apabila heat input dari suatu pengelasan terlalu tinggi maka daerah HAZ akan

menjadi lebar sehingga mudah terjadi cacat seperti undercut. Akan tetapi apabila heat

input terlalu kecil maka juga akan menimbulkan cacat las seperti inclusion (Riyadi,

2011). Pada penggunaan heat input yang semakin tinggi akan meningkatkan prosentase

ferit acicular, upper bainit, dan ferit widmanstaten (Subeki, 2007).

Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengontrol distorsi dan tegangan sisa

sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik sambungan las. Salah satu metodenya adalah

dengan thermal tensioning, Metode thermal tensioning untuk mengontrol distorsi dan

tegangan sisa telah dilakukan oleh (Burak dkk, 1977; Burak dkk,1979) dengan membuat

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

15

tegangan tarik di daerah las sebelum dan selama pengelasan dengan mengatur gradien

suhu. yaitu dengan cara pemberian panas lokal di sekitar jalur las selama pengelasan.

1) STT (Static Thermal Tensioning)

Merupakan salah satu metode yang sedang dikembangkan untuk

mengurangi distorsi dan tegangan sisa yang terjadi pada hasil pengelasan. Prinsip

kerja metode ini berupa pemberian tegangan termal (thermal tensioning ) untuk

melawan tegangan termal akibat pengelasan.

Penelitian tentang STT telah dilakukan oleh Burak, dkk (1979) menggunakan

efek termal pada pelat dengan ketebalan lebih dari 4 mm dan untuk penggunaan

pesawat luar angkasa dengan ketebalan pelat yang tipis (4 mm), maka penelitian

tentang STT dilanjutkan oleh Guan,dkk (1988) dengan mengembangkan

pengendalian distorsi dan tegangan sisa yang sebelumnya dilakukan oleh Burak,dkk

(1979). Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek termal tensioning dapat

mengurangi distorsi yang terjadi secara signifikan pada pelat 4 mm. Deo dan Miclaeris

(2003) melaporkan bahwa penentuan temperature pemanasan (Preheating)

merupakan factor yang sangat kritis dimana temperatur yang tidak sesuai berakibat

ditorsi yang terjadi tidak akan hilang secara maksimal.

2) TTT (Transient Thermal Tensioning)

Perlakuan transient thermal tensioning (TTT) pada pengelasan dilakukan untuk

mengurangi distorsi, tekukan, dan tegangan sisa (Michaleris dan Sun, 2004).

Penelitian tentang TTT (transient thermal tensioning) telah dilakukan Michaleris, dkk

(1997) melakukan simulasi menggunakan finite element analysis (FEA) pada teknik

pengelasan TTT ( transient thermal tensioning ) dan menghasilkan bahwa tegangan

sisa termal yang terjadi berkurang secara signifikan. (Michaleris dan Sun, 2004)

“Perlakuan transient thermal tensioning (TTT) pada pengelasan dilakukan untuk

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

16

mengurangi distorsi, tekukan, dan tegangan sisa.” (Tsai dkk., 1999) dengan

peregangan komponen, optimalisasi pemotongan dan urutan pengelasan, pengurangan

masukan panas dan transient thermal tensioning.

2.7.2 Siklus Termal

Dareah lasan terdiri dari 3 bagian yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas (Heat

Affected Zone). Selama proses pengelasan berlangsung, logam las dan daerah pengaruh

panas akan mengalami serangkaian siklus thermal yang berupa pemanasan sampai

mencapai suhu maksimum dan diikuti dengan pendinginan. Pada pengelasan baja,

kandungan C pada logam las biasanya dibuat rendah yaitu 0,1 % massa, dengan tujuan

untuk mempertahankan sifat mampu las atau weldability. Sebagai akibatnya, jika kondisi

kesetimbangan (equilibrium) tercapai maka logam las akan mengalami

serangkaiantransformasi fasa selama proses pendinginan, yaitu dari logam las cair

berubah menjadi ferit-δ kemudian γ (austenit) dan akhirnya menjadi α (ferrit). Pada

umumnya laju pendinginan pada proses pengelasan cukup tinggi sehingga kondisi

kesetimbangan tidak terjadi dan akibatnya struktur mikro yang terbentuk tidak selalu

mengikuti diagram fasa (Subeki, 2007).

Gambar 2.6 : Siklus Thermal Las

(Sumber : Subeki, 2007).

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

17

2.7.3 Diagram Fasa Fe3C

Gambar 2.7 Diagram Fasa Fe-C

(Sumber : Dany, 2015)

Diagram fasa Fe-C sangat penting di bidang metalurgi karena sangat bermanfaat di dalam

menjelaskan perubahan-perubahan fasa Baja (paduan logam Fe-C). Baja merupakan logam

yang banyak dipakai di bidang teknik karena kekuatan tarik yang tinggi dan keuletan yang

baik. Paduan ini mempunyai sifat mampu bentuk (formability) yang baik dan sifat-sifat

mekaniknya dapat diperbaiki dengan jalan perlakuan panas atau perlakuan mekanik (Dany,

2015).

Beberapa istilah dalam Gambar 2.7 yang terdapat didalam diagram diatas akan

dijelaskan dibawah ini. Berikut adalah batas-batas temperatur kritis pada diagram Fe3C

sebagai berikut:

• A1 adalah temperatur reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C

(perlit) untuk baja hypoeutektoid.

• A2 adalah titik Currie (temperatur 769oC), dimana sifat magnetik besi berubah

dari feromagnetik menjadi paramagnetik.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

18

• A3 adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi α (ferit) yang ditandai pula

dengan naiknya batas kelarutan karbon seiring dengan turunnya temperature.

• Acm adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi Fe3C (sementit) yang

ditandai pula dengan penurunan batas kelarutan karbon seiring dengan

turunnya temperatur.

• A123, adalah temperatur transformasi γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hiperetektoid.

1. Ferrite atau Besi Alpha (α-Fe)

Ferrite ialah suatu komposisi logam yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon

0,025%C pada temperature 723oC, struktur kristalnya BCC (Body Center Cubic) dan pada

temperature kamar mempunyai batas kelarutan Carbon 0,008%C. Secara umum fase ini

bersifat lunak (soft), ulet (ductile), dan magnetik(magnetic) (Sibuea, 2014).

2. Austenite atau Besi Gamma (γ-Fe)

Austenite ialah suatu larutan padat yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon

2%C pada temperature 1130oC, struktur kristalnya FCC (Face Center Cubic). Fase ini

bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi (Sibuea, 2014).

3. Besi Karbida atau Sementit

Cementid ialah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C dengan perbandingan

tertentu (mempunyai rumus empiris) dan struktur kristalnya Orthohombic (Sibuea,

2014).

4. Perlite

Pearlite ialah campuran Eutectoid antara Ferrite dengan Cementid yang dibentuk pada

temperature 723oC dengan kandungan Carbon 0,83%C (Sibuea, 2014).

5. Martensite

Martensite merupakan salah satu metode penguatan struktur atom pada logam yang

terjadi ketika material baja yang memiliki kadar karbon yang relatif tinggi dan kemudian

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

19

dilakukan proses quenching atau Pendinginan secara tiba-tiba kedalam media yang laju

pendinginannya cepat seperti air .Baja yang dipanaskan hingga suhu austensit ditahan

(Holding Time) lalu di celiupkan ke dalam air . selama proses ini terjadi transformasi fasa

dari γ (austensit) yang FCC menjadi martensit BCT dengan mekanisme geser. Fasa

martensit ini mempunyai sifat keras dan Getas, sehingga untuk mengurang sifat getasnya

dilakukan proses temper, karena fasa yang keras ini akan meghambat gerakan dislokasi

(Sibuea, 2014).

2.7.4 Diagram TTT (Time Temperature Transformation)

Untuk mengetahui perubahan fasa yang terjadi dapat dilihat pada diagram TTT

(Time Temperature Transformation) untuk baja.

Gambar 2.8 : Diagram TTT

(Sumber : Anonim E, 2012).

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

20

Pada kurva sebelah kiri menunjukkan saat mulainya transformasi isothermal dan

kurva sebelah kanan menunjukkan saat selesainya transformasi isothermal. Diatas garis

A1, austenit dalam keadaan stabil (tidak terjadi transformasi walaupun waktu

penahannya bertambah). Di bawah temperatur kritis A1 pada daerah di sebelah kiri

kurva awal transformasi austenit tidak stabil (austenit akan bertransformasi) dan

disebelah kanan kurva akhir transformasi terdapat hasil transformasi isothermal

dari austenit, sedang pada daerah diantara dua kurva tersebut terdapat sisa austenit

(yang belum bertransformasi) dan hasil transformasi isotermalnya.

Titik paling kiri dari kurva awal transformasi disebut hidung (nose) diagram ini.

Transformasi austenit diatas nose akan menghasilkan perlit sedangkan di

bawah nose akan menghasilkan bainit. Tetapi bila transformasi berlangsung pada

temperatur yang lebih rendah lagi (dibawah garis Ms = Martensite start) akan

diperoleh martensit (Anonimous, 2012).

2.7.5 Diagram Tegangan Regangan

Dalam perancanaan komponen – komponen maka perlu sekali untuk mengetahui

bagaimana material itu berfungsi dalam pelayaannya. Untuk itu karakteristik atau sifat

– sifat dari material harus dikenal. Sifat mekanik biasanya banyak digunakan dalam

praktek dan umumnya diketahui dari standard tegangan tarik. Penelitian ini terdiri dari

pembebanan bertahap dari sebuah benda uji standard material, kemudian mencatat

hubungan harga beban dan perpanjangan hingga material mengalami putus, beban yang

bekerja diperoleh dari harga yang di tunjukan oleh mesin uji. Hubungan antara tegangan

dan regangan dapat diketahui pada diagram tegangan yang berdasarkan data yang

diperoleh dalam pengujian tarik seperti pada diagram regangan berikut

Gambar 2.9 : Kurva Tegangan Regangan

( Sumber : Sastranegara, 2009)

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

21

2.7.6 Area Sebaran Panas

Panas yang terjadi akan mengalami perpindahan secara konduksi, untuk melakukan

analisa terhdapat hal tersebut maka yang perlu diperhatikan adalah menentukan daerah

material yang dihasilkan dari kondisi batas tertentu. Oleh karena itu perlu diketahui

distribusi temperature yang menunjukkan bagaimana varisi temperature sesui fungsi

pada material. Pada proses pengelasan dihasilkan siklus panas yang rumit pada lasan.

Siklus panas ini menyebabkan perubahan struktur mikromaterial pada daerah sekitar

lasan ( heat – affected zone ) dan transient thermalstres, hingga akhirnya tercipta

tegangan sisa ( residual stress ) dan perubahan bentuk ( distorsi ) ( Andrean, 2017 ).Yao

Wei, Wang Jian, Liao Guangxuan (2007) melakukan penelitian yang hasilnya berupa

simulasi perpindahan panas suatu material yang didalamnya terdapat sumber panas

yang seragam. Dimana kondisi batas disetiap sisinya dibuat 0oC. Pada Gambar 1 :

Gambar 2.10 : Distribusi temperature pada sumber panas

( Sumber : Yao Wei, Wang Jian, Liao Guangxuan (2007)

Abrahim (2005) telah melakukan penelitian tentang analisa numerik perpindahan

panas konduksi pada sebuah TFG (thin film gauge) yang mengasumsikan

konduktivitas thermalnya konstan dan kondisinya steady. Distribusi temperatur pada

TFG tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 didalamnya :

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

22

Gambar 2.11 : Distribusi temperatur analisis numerik dari TFG

( Sumber : Abrahim (2005 )

2.8 Hukum Hooke (Hooke’s Law)

Hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan

perubahan panjang bahan yang disebut linier atau linier zone. Pada daerah ini kurva

pertambahan panjang dan beban mengikuti hokum hooke yaitu rasio tergangan dan

regangan adalah konstan. Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain

merupakan pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.

Dirumuskan,

1. Stress (tegangan mekanis)

σ = F / A ……….(2.3)

F = gaya tarikan

A = luas penampang

2. Strain (regangan)

ε = ΔL / L……(2.4)

ΔL = Pertambahan panjang

L = panjang awal

Maka hubungan antara stress dan strain dirumuskan E = σ / ε

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

23

2.9 Distorsi

Distorsi adalah terjadinya perubahan bentuk atau penyimpangan bentuk karena

panas, termasuk akibat dari proses pengelasan. Terjadinya pemuaian benda kerja

mengakibatkan melengkung atau ertarik bagian – bagian benda kerja di sekitar daerah

pengelasan. Semua logam akan mengalami pengeambangan jika terkena panas , terjadi

penyusutan jika mengalami pendingingan , kejadian tersebut merupakan sifat dari

logam itu sendiri. Seorang operator las harus memiliki kemampuan bagaimana suatu

proses pengelasan dapat menghasilkan bentuk sambungan sesuai rencana yang

dikehendaki dengan melakukan pengendalaian terhadap pemuaian dan penyusutan yang

berlebihan.

Penyebab utama distorsi yang sering terjdi pada pengelasan logam maupun

pengelasan industri adalah sebagai berikut :

a) Tegangan Sisa

Tegangan sisa adalah seluruh bahan logam yang di gunakan dalam industri misalnya

batangan, lembaran atau yang lain yang diproduksi dengan proses menahan tegangan

di dalam bahan. Tegangan sisa ini tidak selalu menimbulkan masalah, namun jika

bahan kerja menerima panas akibat pengelasan atau pemotongan dengan panas, maka

tegangan sisa akan menghilang secara tidak merata dan akan terjadi distorsi.

b) Pengelasan atau Pemotongan dengan Panas

Ketika melakukan proses mengelas atau memotong menggunakan api, sumber

panas dari nyala busur akan mengakibatkan pertambahan panjang dan penyusutan

tidak merata dan akan terjadi distorsi.

Jenis ditorsi secara garis besar terdiri dari tiga jenis, yaitu sebagai berikut :

1) Distorsi Arah Melintang ( Transversal )

Distorsi arah melintang adalah jika mengelas salah satu ujung, dan sisi yang lain

bertambah panjang akibat pemuaian. Kemudian saat pendinginan, sisi logam akan

saling menarik satu sama lain.

2) Distorsi Arah Memanjang ( Longitudinal )

Distorsi arah memanjang apabila hasil las berkontraksi dan kemudian memendek

sepanjang garis pengelasan setelah pendinginan.

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

24

Gambar 2.12 : Distorsi Arah Memanjang

( Sumber : Edzona, 2013 )

3) Distorsi Arah Menyudut ( Angular )

Distorsi menyudut jika sudut dari benda yang di las berubah akibat konstraksi

lebih besar pada permukaan pengelasaan karena jumlah hasil pengelasan yang

lebih banyak.

Gambar 2.13 : Distorsi Arah Menyudut

( Sumber : Edzona, 2013 )

2.10 Pengujian Distorsi

Dial gauge indicator adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat

distorsi kerataan yang terbentuk dari hasil penyambungan dengan proses penelasan

FCAW.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

25

Gambar 2.14 : Gambar dan Keterangan dial gauge indicator

( Sumber : http://alatukur.web.id )

Dial gauge atau ada yang menyebutkan dial indicator adalahalat ukur yang

digunakan untuk memeriksa penyimpangan yang sangat kecil dari bidang datar ,

bidang silinder atau permukaan bulat dan kesejajaran. Pada dual indicator terdapat 2

skala. Yang pertama yang besar ( terdiri dari 100 strip ) dan skala yang lebih kecil.

Pada skala yang besar stripnya bernilai 0,001 mm. Jadi ketika jarum panjang berputar

1 kali penuh maka menunjukkan pengukuran tersebut sejauh 1mm, sedangkan skala

yang kecil merupakan penghitungan putaran dari jarum panjang pada skala yang

besar. Adapaun metode pengukuran yang di gunakan pada pengujian ini adalah benda

kerja ditaruh diatas meja kerataan dan di jepit jig dan fixture agar plat tidak goyah,

dial indikator bergerak atau digerakan dari titik yang sudah ditentukan.

2.11 Pengujin Tarik

Untuk mengetahui kekuatan dan cacat yang terjadi pada sambungan logam

hasil pengelasan dapat dilakukan dengan pengujian merusak dan pengujian tidak

merusak. Pengujian merusak dapat dilakukan dengan uji mekanik untuk mengetahui

kekuatan sambungan logam hasil pengelasan, yang salah satunya dapat dilakukan

suatu uji tarik yang telah distandarisasi. Kekuatan tarik sambungan las sangat

dipengaruhi oleh sifat logam induk, daerah HAZ (Wiryosumarto, 2000).

Pengujian tarik merupakan salah satu dari beberapa pengujian yang umum

digunakan untuk mengetahui sifat mekanik dari satu material. Dalam bentuk yang

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengelasaneprints.umm.ac.id/44805/3/BAB II.pdf7 2.4 Klasifikasi Pengelasan 2.4.1 FCAW (Flux Cored Arch Welding) ... diambil dari pembangkit listrik

26

sederhana, uji tarik dilakukan dengan menjepit kedua ujung spesimen uji tarik pada

rangka beban uji tarik. Gaya tarik terhadap specimen uji tarik diberikan oleh mesin uji

tarik (Universal Testing Machine) yang menyebabkan terjadinya pemanjangan

spesimen uji dan sampai terjadi patah.

Gambar 2.15 : Profil Uji Tarik

(Sastranegara, 2009)