BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi...
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Laring
Laring adalah bagian dari saluran pemafasan bagian atas yang merupakan
suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi
vertebra cervicalis IV — VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif
lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja
tertutup bila sedang menelan makanan. Lokasi laring dapat ditentukan dengan
inspeksi dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid yang pada pria dewasa
lebili menonjol kedepan dan disebut Prominensia Laring atau disebut juga Adam
’s apple atau jakun. 16
GAMBAR 2. 1: Anatomi Jalan nafas
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
Laring terdiri dari 9 kartilago melingkari bersama dengan ligamentum dan
sejumlah otot yang mengontrol pergerakannya. Kartilago yang kaku pada dinding
laring membentuk suatu lubang berongga yang dapat menjaga agar tidak
mengalami kolaps. Dalam kaitan ini, maka laring membentuk trakea dan berbeda
dari bangunan berlubang lainnya. Pita suara terletak di dalam laring dan berfungsi
sebagai organ pengeluaran suara yang merupakan jalannya udara antara faring dan
laring. Bagian laring sebelah atas luas, sementara bagian bawah sempit dan
berbentuk silinder. Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus
Laringeus yang berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh
sisi inferior kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior
dipisahkan dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum
laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, da.n
kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot stemokleidomastoideus,
infi-ahyoid dan lobus kelenjar tiroid. Laring berbentuk piramida triangular terbalik
dengan dinding kartilago tiroidea di sebelah atas dan kartilago krikoidea di
sebelah bawahnya. Os Hyoid dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea.
Tulang ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan ligamentum serta akan
mengalatni osifikasi sempuma pada usia 2 tahun .Cavum laring dapat dibagi
menjadi : 16
1. Supraglotis (vestibulum superior),
yaitu ruangan diantara pennukaan atas pita suara palsu dan inlet laring .
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
2. Glotis (pars media),
yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan pita suara sejati
serta membentuk rongga yang disebut ventrikel laring Morgagni.
3. Infraglotis (pars inferior),
yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi bawah kartilago
krikoidea.
2.1.1 Beberapa bagian penting dari laring :
1. Aditus Laringeus
Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh epiglotis,
lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago kornikulata
dan tepi atas m. aritenoideus.
2. Rima Vestibuli.
Merupakan celah antara pita suara palsu.
3. Rima glottis
Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang antara
prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea.
4. Vallecula
Terdapat diantara pennukaan anterior epiglotis dengan basis lidah, dibentuk
oleh plikaglossoepiglotika medial dan lateral.
5. Plika Ariepiglotika
Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan dari
kartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata.
6. Sinus Pyriformis (Hipofaring) Terletak antara plika ariepiglotika dan
permukaan dalam kartilago tiroidea 16
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
7. Incisura Interaritenoidea
Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum kanan dan kiri
8. Vestibulum Laring
Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis, kartilago
aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago aritenoidea dan
m. interaritenoidea.
9. Plika Ventrikularis (pita suara palsu)
Yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan kartilago
Aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa, merupakan
dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan ikat tipis di
tengahnya.
10. Ventlikel Laring Morgagni (sinus laringeus)
Yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari
ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas diantara pita
suara palsu dan permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis
semu bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yang fungsinya
untuk melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks atau sakulus ventrikel
laring.
11. Plika Vokalis (pita suara sejati)
Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian dibentuk oleh
ligamentum vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion, dan
dua per lima belakang dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilago
aritenoidea dan disebut intercartilagenous portion. 16
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
GAMBAR 2.2 : anatomi Laring
Sumber : Clinical Anesthesiology 1996 16
2.1.2. Persarafan
Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus Superior V
dan Nn. Laringeus Inferior (Nn. Laringeus Rekuren) kiri dan kanan.
1. Nn. Laringeus Superior.
Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum melengkung ke
Depan dan medial di bawah A. karotis intema dan ekstema yang
kemudian akan bercabang dua, yaitu : Cabang Interna ; bersifat sensoris,
mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian \
dalam laring di atas pita suara sejati. Cabang Eksterna ; bersifat motoris,
mempersarafi m. Krikotiroid dan m. Konstriktor inferior.
2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren).
Berjalan dalam lekukau diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat
di belakang artikulasio krikotiroidea. N. larirlgeus yang kiri mempunyai
perjalanan yang panjang dan dekat dengan Aorta sehingga mudah 16
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
terganggu. Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian proksimal
A.subklavia dan berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan antara
trakea dan esofagus, selanjumya akan mencapai laring tepat di belakang
artikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan :
- Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas trakea
- Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali M. Krikotiroidea
2.1.3 Vaskularisasi
Laring mendapat perdarahan dari cabang A. Tiroidea Superior dan
Inferior sebagai A. Laringeus Superior dan Inferior.
Arteri Laringeus Superior:
Berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior menembus membrana
tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis.
Arteri Laringeus Inferior:
Berjalan bersama N. Laringeus Inferior masuk ke dalam laring melalui area
Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah M. Konstriktor Faringeus
Inferior, di dalam laring beranastomose dengan A. Laringeus Superior dan
memperdarahi otot-otot dan mukosa laring. Darah vena dialirkan melalui V.
Laringeus Superior dan Inferior ke V. Tiroidea Superior dan Inferior yang
kemudian akan bermuara ke V. Jugularis interna 16
2.2 .Intubasi Intratrakea
Intubasi adalah memasukkan suatu pipa berlubang dengan bahan tertentu
melalui mulut atau melalui hidung, melewati plica vokalis masuk ke dalam trakea
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
sehingga oksigen dapat masuk ke dalam alveoli tanpa hambatan, nafas mudah
dibantu dan dikendalikan. 18,19
Intubasi intratrakea bertujuan untuk membersihkan saluran
trakheobroncial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi,
serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi.
Pada dasarnya, tujuan intubasi intratrakea : 18,19,20
a. Mempermudah pemberian anestesia.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan
kelancaran pernafasan.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak
sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).
d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut
Alat-alat yang dipergunakan dalam suatu tindakan intubasi intratrakea
antara lain:
a. Laringoskop, yaitu alat yang dipergunakan untuk melihat laring.
b. Pipa endotrakheal atau endotracheal tube ( ETT) .
Biasanya terbuat darii karet atau plastik. Pipa plastik yang dipakai karena
lebih tidak mengiritasi mukosa trakhea. Untuk operasi tertentu misalnya di
daerah kepala dan leher terkadang dibutuhkan pipa non kinked yang tidak
bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah
kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon
(cuff) pada ujung distalnya. Terdapat dua jenis balon yaitu balon dengan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
volume besar dan kecil. Balon volume kecil cenderung bertekanan tinggi
pada sel-sel mukosa dan mengurangi aliran darah kapiler, sehingga dapat
menyebabkan ischemia. Balon volume besar melingkupi daerah mukosa
yang lebih luas dengan tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan
volume kecil. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena
bagian tersempit jalan nafas adalah daerah tulang rawan krikoid. Pada
orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit
adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter
internal unmk laki-laki berkisar 7,5 — 8,0 mm dan perempuan 7,0 — 7,5
mm. Untuk intubasi oral, pada dewasa panjang pipa yang masuk 19 - 23
cm.19
c. Pipa orofaring atau nasofaring. Alat ini digunakan untuk mencegah
obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah dan faring sesuai grafitasi pada
pasien dengan keasadaran yang menurun setelah pemberian obat induksi
anestesi.
d. Plester untuk memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.
e. Stilet biasa digimakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakheal
sebagai alat bantu saat insersi pipa.
f. Forsep intubasi (McGill) merupakan instrumen yang digunakan untuk
memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik melalui
orofaring.
g. Alat pengisap atau suction
h. Sungkup wajah, aparatus breathing dan sumber oksigen.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
Adapun kriteria yang bisa untuk memprediksi kesulitan intubasi, antara lain
19,20,21,22,28
1. Kriteria Mallampati (Pharingeal Gradings)
Test membuka mulut lebar untuk melihat struktur jalan nafas. Kriteria
ini dibagi menjadi 4 kelas,antara lain:
Kelas 1 : Faucial pillars, pallatum lunak, dan uvula terlihat jelas
Kelas 2 : Faucial pillars dan palatum lunak terlihat, tapi uvula menyentuh
dasar lidah
Kelas 3 : Hanya pallatum lunak yang terlihat
Kelas 4 : Pallatum lunak tidak terlihat
Untuk kelas 1 dan 2 : Cenderung mudah untuk intubasi
Untuk kelas 3 dan 4 : Cenderung sulit untuk intubasi
2. Kriteria Cormack dan Lehane
Test melihat struktur jalan nafas atas dengan laringoskopi direct. Ada 4
grade:
Grade 1 : Pita suara terihat jelas
Grade 2 : Pita suara hanya terlihat sebagian
Grade 3 : Hanya epiglotis yang terlihat
Grade 4 : Epiglottis tak dapat terlihat
2.3 . Premedikasi 23,24,18
Pemberian obat sebelum anestesi untuk menghilangkan kecemasan,
menghasilkan sedasi dan memfasilitasi pemberian anestesi terhadap pasien
disebut premedikasi. Tujuan premedikasi pada dasamya terdiri dari dua yaitu:
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
a. Mempengaruhi pasien dalam hal ini berupa pemberian sedasi,
menghilangkan nyeri (memberikan analgesia) , membuat amnesia
b. Membantu ahli anestesi memperlancar induksi, mengurangi jumlah
obat-obat anestesi , mencegah efek samping dari obat anestesi umum
mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas (antisialagogue) dan
mencegah muntah dan aspirasi.
Premedikasi dapat diberikan dengan menggunakan satu obat atau
kombinasi dari beberapa obat. Pemilihan obat untuk premedikdsi tergatung tujuan
dari premedikasi itu misalya untuk memberikan sedasi dapat diberikan golongan
benzodiazepin, untuk memberikan analgesia dapat diberikan golongan opioid,
sebagai antisialagogue dapat diberikan antikolinergik, menoegah muntah dan
aspirasi dapat diberikan metoklorpropamide dan ondansentron.
2.4 Obat Pretreatment
Obat Pre Treatment merujuk pada pemberian obat 3 menit sebelum
stadium paralisis dari intubasi untuk mengurangi efek samping laringoskopi dan
intubasi. Pada saat dilakukan tindakan intubasi ,dan laringoskopi menstimuli saraf
simpatis dan parasimpatis yang menginervasi hipofaring, laring dan trakea.
Laringoskopi dan ETT juga bisa menyebabkan kenaikan ICP, disebabkan
kenaikan kebutuhan oksigen sebagai akibat dari stimuli atau rangsangan pada
cortek otak. Respon terhadap jalan nafas atas mengarah ke batuk dan spasme
laring sedangkan pada jalan nafas bawah responnya spasme bronkus naiknya
mean airway pressure.Mekanisme yang berada di balik respon itu , dipercaya
melibatkan saraf IX dan X, dengan stimulasi brain stem dan korda spinalis
sebagai akibat dari stimulasi simpatis maupun parasimpatis.Aktivasi simpatis
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
melepaskan norepinefrin dari saraf adrenergic terminal dan epinefrin dari lenjar
adrenal.Aktivasi parasimpatis bisa mengakibatkan bronco konstriksi dan reflek
perlindungan jalan nafas( batuk) memperburuk berbagai kondisi patofisiologi
yang membutuhkan intubasi atau muncul sebagai comorbid komplikasi.
Pemberian obat premedikasi dimaksudkan untuk menumpulkan reflek tersebut .
Dari semua obat yang ada yang paling banyak dievaluasi adalah fentanil dan
lidokain.
Lidokain bekerja dengan jalan mengeblok fast sodium channel pada
neuron menghentikan kemampuannya untuk depolarisasi dan membawa signal.
Lidokain merupakan anestesi amide yang dimetabolisme di hepar dan disekresi
lewat urin. Manfaat Lidokain: efektif menekan reflek batuk dosis 1,5 mg/kg i.v ,
mengurangi respon kenaikan ICP yang disebabkan manipulasi jalan nafas atas,
mengurangi reflek spasme bronkus pada pasien dengan penyakit jalan nafas yang
reaktif.
Fentanil ( sublimaze) adalah agonis reseptor opioid yang selektif
mengaktivasi reseptor- mu. Obat ini dimetabolisme di liver. Fase pertama
redistribusi dalam 5 menit. Waktu paruh eliminasinya 7 jam. Onset fentanil 2-3
menit .Duration of actionnya sekitar 30-60 menit. Manfaat Fentanil: melemahkan
respon simpatis terhadap laringoskopi ,fentanil tidak melepaskan histamine dan
tidak punya efek langsung terhadap respon paru pada laringoskop. Dosis
pemberian fentanil:dosis di bawah 2 mcg/ kg i.v ( cukup untuk melemahkan
respon simpatis akibat laringoskop) dosis 11-15 mcg/kg i.v melemahkan
hampir komplit dosis 3 mcg/kg i.v (3 menit sebelum induksi intubasi darurat).
Dosis yang cukup besar biasanya digunakan untuk pasien yang menjalani
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
anestesi umum pada operasi jantung. Fentanil harus diberikan sebagai obat pre
medikasi terakhir .Setelah pemberian fentanil harus dilihat dari dekat adanya
tanda-tanda hipoventilasi lebih dari saat diberikan sedative atau pelumpuh otot.
Fentanil tidak direkomendasikan untuk RSI pada anak. Fentanil menyebabkan
kekakuan otot ( terutama pada dosis melebihi 0,5 mg). Obat ini tidak reversible
dengan pemberian naloxone ( narcan). Fentanil digunakan dengan dosis rendah
pada RSI darurat ( tidak menimbulkan kekakuan otot). Tiga macam hal yang
harus diperhatikan saat menggunakan fentanil sebagai obat premedikasi selama
RSI: Hindari premedikasi fentanil jika pasien mengalami shok yang
terkompensasi dan tidak terkompensasi, atau setidaknya hemodinamis stabil dan
tergantung dari drive simpatis, bersiap bila terjadi depresi nafas, berikan fentanil
sebagai premedikasi akhir dan digunakan dalam 30-60 detik. 25
2.5 Komplikasi Intubasi
Ada hubungan erat antara intubasi yang sulit dengan intubasi traumatik.
Pada kasus intubasi yang sulit (pita suara tidak nampak jelas), dokter anestesi
cenderung menambah tenaga untuk mengangkat laryngoscope blade, yang bisa
menyebabkan kerusakan struktur tulang dan jaringan intraoral. Sehingga intubasi
yang sulit bisa menjadi intubasi traumatik. Penggunaan tenaga lebih besar dapat
memicu timbulnya edema, perdarahan atau perforasi sehingga intubasi menjadi
semakin sulit dan bisa berubah menjadi situasi ‘tidak dapat diintubasi’ dan
bahkan ‘tidak dapat diventilasi.Jika intubasi mengalami kegagalan setelah dicoba
sebanyak 3 kali, maka harus digunakan teknik lain sesuai dengan algoritma
penatalaksanaan jalan napas. 26,27
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
Cedera bibir bisa berupa laserasi, hematoma, edema, dan abrasi gigi.
Cedera ini biasanya terjadi karena laringoskopi kurang hati-hati yang dikerjakan
oleh dokter belum berpengalaman. Lesi ini mungkin menjengkelkan bagi pasien,
namun biasanya bisa sembuh sendiri. Insiden cedera gigi akibat anestesi di atas 1 :
4500. Gigi seri atas memiliki risiko paling besar. 50% trauma gigi terjadi selama
laringoskopi, 23% setelah ekstubasi, 8% saat mulai sadar, dan 5% saat mendapat
anestesi regional. Trauma gigi juga bisa disebabkan oleh LMA dan jalan napas
orofaring. Cedera gigi paling sering dialami anak kecil, pasien dengan penyakit
periodontal atau tambalan gigi permanen, dan pasien dengan intubasi sulit.21,
26,27,28
Pada kasus di mana pasien dengan gigi palsu yang seluruh bagian gigi
dapat dilepas, maka gigi ini harus diambil dan disimpan di dalam kasa basah atau
direndam di dalam larutan garam normal. Aspirasi gigi dapat memicu timbulnya
komplikasi serius yang membutuhkan bronchoscopi untuk pengambilan. Dengan
respon cepat dokter gigi atau spesialis bedah mulut, gigi yang tanggal namun
masih intak seringkali dapat dipasang kembali dan diselamatkan, namun hal ini
hanya mungkin dilakukan jika kurang dari 1 jam. 26,27
Edema lidah massif, atau makroglossia, telah dilaporkan terjadi pada
beberapa kasus pasien dewasa dan anak. Meski makroglossia (kadang bisa
mengancam jiwa) bisa disebabkan oleh obat angiotensin-converting enzyme
inhibitors, sebagian kasus terjadi ketika blok gigitan terpasang dan terjadi fleksi
leher berlebihan selama intubasi endotrachea. Hilangnya sensasi lidah bisa terjadi
akibat cedera kompresi nervus lingualis selama laringoskopi dengan kekuatan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
berlebihan atau setelah pemasangan LMA dengan ukuran yang terlalu besar dan
posisi manset yang ‘tidak tepat atau manset yang dipompa secara berlebihan . 21,27
Kerusakan uvula (edema dan nekrosis) biasanya disebabkan oleh
endotracheal tube, jalan napas oro dan nasofaring, LMA, atau piranti jalan napas
supraglottis altematif, atau suction catether yang berlebihan. Pasien mengeluhkan
nyeri tenggorokan, odinofagia, nyeri telan, batuk, sensasi ada benda asing dan
sumbatan jalan napas berat yang mengancam jiwa. 28
Trauma laring dan pita suara tidak jarang terjadi setelah intubasi
endotrakhea. Komplikasi ini tergantung pada pengalaman dan keahlian intubator
dan tingkat kesulitan intubasi. Pada satu penelitian berskala besar, sebanyak 6,2%
pasien mengalami lesi yang berat, 4,5% timbul hematoma pita suara, 1% timbul
hematoma di regio supraglottis dan 1% mengalami laserasi dan jaringan parut
mukosa pita suara. Pemulihan pada umumnya berlangsung cepat dengan terapi
konservatif, meski suara serak bisa muncul setelah interval 2 minggu. Granulasi
dapat muncul sebagai komplikasi intubasi jangka panjang namun bisa pula
muncul pada intubasi jangka pendek. Cedera ligamentum suspensorik dan otot
laring juga mungkin terjadi. Pasien dengan suara serak seharusnya dilakukan
pemeriksaan sebelum operasi oleh spesialis THT. 27
Subluksasi dan dislokasi arytenoids pemah dilaporkan meski komplikasi
ini jarang terjadi. Faktor yang bisa memperberat antara lain intubasi yang sulit dan
intubasi traumatik, upaya intubasi yang dilakukan berulang kali, dan upaya
intubasi dengan teknik buta seperti intubasi yang dipandu dengan sinar, intubasi
retrograde, dan penggunaan laringoskop McCoy. Kendati demikian, komplikasi-
komplikasi ini juga bisa dijumpai pada intubasi yang mudah. Diagnosis dini dan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
reposisi dislokasi arytenoids dengan operasi perlu dilakukan, karena fibr osasi
disertai malposisi lanjutan dan ankilosis bisa terjadi setelah 48 jam. 21,26
Banyak peneliti melaporkan kejadian paralisis pita suara setelah intubasi
tanpa ditemukan sumber cedera yang jelas. Paralisis bisa unilateral (suara serak)
atau bilateral (sumbatan jalan napas). Sumber cedera yang paling mungkin adalah
malposisi manset endotracheal tube di laring supraglottis yang menekan nervus
laringeus rekuren, namun, paralisis pita suara setelah intubasi biasanya
berlangsung sementara. Insidens dapat diturunkan dengan menghindari inflasi
manset endotracheal tube secara berlebihan dan memasang endotracheal tube
minimal 15 mm di bawah pita suara.27
Teknik penatalaksanaan jalan napas seperti mengangkat dagu, mendorong
rahang dan laringoskopi direk akan menyebabkan gerakan vertebra servikal dan
bisa memicu cedera vertebra servikal. Upaya hiperekstensi leher penderita
aklylosis spondylitis dapat mengakibatkan fraktur servikal dan kuadriplegia.
Perhatian khusus harus diberikan pada pasien dengan fraktur Cl dan C2 karena
ekstensi dengan derajat berapapun dapat mengganggu fungsi medulla spinalis.21,26
Beberapa kondisi seperti Down syndrome, Arnold-Chiari malformation
dan rheumatoid arthritis menyebabkan instabilitas atlatoaxial. Juga pada lanjut
usia dan mereka dengan kerapuhan patologis seperti gangguan jaringan ikat,
tumor tulang litik dan osteoporosis harus diintubasi dengan hati-hati. Intubasi
serat optic pada kondisi sadar harus dipertimbangkan pada semua kasus di mana
waktu bukan merupakan faktor krusial.21
Abrasi kornea merupakan komplikasi mata yang paling sering dijumpai
selama anestesi umum. Penyebab utama adalah masker muka yang diletakkan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
pada kelompak mata terbuka atau kelopak mata tidak menutup sempurna selama
anestesi. Upaya pencegahan meliputi ketelitian dokter anestesi dan pemberian
plester perekat di atas kelopak mata yang tertutup, terutama selama operasi kepala
dan leher. Meski cedera ini khas akan sembuh dalam 24 jam, biasanya
menimbulkan rasa sakit dan dapat mengakibatkan ulkus komea.
Direkomendasikan segera berkonsultasi dengan dokter mata. Jika ada trauma
tajam mata, hindari terjadinya peningkatan tekanan intraokuler dengan
memberikan anestesi yang adekuat. 27
Temporomandibular joint injury (TMJ) jarang terjadi namun merupakan
komplikasi yang serius. Bisa terjadi rupture ligamentum lateral. Cedera TMJ
disebabkan oleh tenaga meningkat pada saat laringoskopi dengan tujuan
mengoptimalkan pandangan glottis. Akibatnya, pembukaan mulut menjadi
terganggu, nyeri sendi, deviasi mandibula ke lateral (pada kasus luksasi
unilateral), penonjolan mandibula ke depan, dan rahang bisa terkunci.28
2.6 Endotracheal Tube (ETT)
Endotracheal tube , yang sering disingkat sebagai ET tube atau ETT,
adalah salah satu piranti dalam pengelolaan jalan nafas. Dalam prakteknya di
lapangan, ETT bisa digunakan untuk kepentingan pemberian anestesi umum atau
perawatan pasien di unit rawat intensif dan rawat darurat untuk kepentingan
pengelolaan jalan nafas ( airway management ) dan nafas buatan ( mechanical
ventilation ). Dalam pelaksanaan pengelolaan jalan nafas ETT dimasukkan kc
dalam trakhea pasien dengan tujuan mencegah hambatan saluran nafas atas dan
meyakinkan udara bisa masuk ke dalam paru, dengan prosedur yang disebut
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
sebagai intubasi endotracheal. Hingga saat ini pemasangan atau intubasi dengan
ETT masih dipandang sebagai metode terbaik dalam menjaga keutuhan jalan
nafas.
ETT pertama kali diciptakan oleh Sir Ivan Whiteside Magill (1888-1986),
seorang ahli anestesi berkebangsaan Irlandia, yang juga terkenal karena banyak
menciptakan inovasi dan penemuan piranti baru dalam sejarah anestesi modern.
Penciptaan ETT terutama diilhami oleh pengalaman beliau saat bekerja di
Queen’s Hospital, Sidcup London dalam era Perang Dunia I. Bersama ahli bedah
plastik Harold Gillies, Sir Ivan Magill banyak dihadapkan pada pasien dengan
kasus trauma yang membutuhkan operasi karena perlukaan hebat di daerah
maksillo facial. Dikarenakan pada saat itu standar pelayanan anestesi adalah
menggunakan obat Chloroform dan Ether yang diberikan melalui masker, maka
beliau berusaha menemukan cara untuk memudahkan pemberian anestesi
sekaligus menjaga keamanan dan keselamatan pasien.27
Pada saat awal perkembangannya, ETT dibuat dari potongan gulungan
karet sehingga diperoleh bentuk kelengkungan alamiah tube sesuai yang
diinginkan. Selain itu diciptakan juga connector yang terbuat dari besi berbentuk
melengkung, yang sering disebut sebagai Magill oral and nasal connectors, dan
juga alat penghubung ke sirkuit mesin anestesi yang terbuat dari karet hitam
berukuran 4 inchi yang dikenal sebagai catheter mount. ETT bentuk awal itu tidak
memiliki cuff yang bisa dikembangkan seperti yang dikenal saat ini. Sebagai
gantinya saat itu ada piranti semacam swab yang digunakan sebagai pengganjal
diletakkan di sub-glottis secara manual menggunakan tangan. Yang lebih penting
adalah bahwa saat itu sudah selalu dilakukan lubrikasi memakai minyak pelumas
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
atau jelly khusus terhadap tube yang digunakan, dengan tujuan mencegah
terjadinya gejala nyeri tenggorok pasca tindakan intubasi.20
ETT yang menggunakan cuff pertama kali diproduksi oleh Portex
Medical, sebuah perusahaan gabungan Inggris dan Perancis, berdasarkan desain
yang diciptakan oleh Dr. Magill. Selain itu, ETT juga mulai dibuat dari bahan
plastik, karena teknik produksinya sudah cukup berkembang. Salah satu
keistimewaan dari ETT produksi perusahaan ini adalah yang disebut sebagai Ivory
ET tube dengan Blue line-nya. Perkembangan selanjutnya dalam produksi ETT
dilakukan oleh perusahaan Mallinckrodt GmBH yang membuat ETT disposable,
dengan menambahkan bentukan Murphy Eye untuk mencegah terjadinya occlusi
bronkhus kanan apabila secara tidak sengaja terjadi kesalahan pemasangan tube.
Perusahaan Amerika yang dipimpin oleh David S. Sheridan, kemudian menjadi
salah satu produsen ETT disposible yang terbuat dari plastik Polyvirryl Chloride.
Hasil produksi mereka banyak dipakai di lapangan hingga saat ini, menggantikan
ETT re-use warna merah terbuat dari karet produksi Rusch-Germany. 24
GAMBAR 3 : Endotracheal tube lengkap dengan stylet dan spuit
Sumber : Hanson , C . William , 2009 36
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
2.7. Endotracheal Tube Cuff
Sistem cuff pada ETT terdiri dari cuff itu sendiri disertai dengan sistem
pengembangnya, yang meliputi antara lain lumen di dalam cuff yang hendak
dikembangkan, pipa pengembang cuff yang berada di luar (external inflation
tube), sebuah pilot balloon, dan katub pengembang. Katub ini mencegah udara
keluar lagi setelah dipompakan ke dalam cuff. Inflation tube menghubungkan
katub dan cuff, dan secara keseluruhan disatukan dengan dinding ETT. Tujuan
utama dari sistem cuff adalah memanfaatkan fungsi seal atau menutup celah
antara tube dan trakhea, untuk mencegah pengaliran cairan atau materi yang ada
di rongga faring ke dalam trakhea dan memastikan tidak ada kebocoran gas
melewati cuff saat diberikan ventilasi tekanan positif. Cuff juga berguna untuk
menjaga agar ETT tetap berada di tengah-tengah lumen trakhea, sehingga
memperkecil kemungkinan perlukaan mukosa trakhea oleh bagian ujungnya. 30
Terdapat dua kelompok besar tipe cuff, yaitu high volume low pressure
dan low volume high pressure. Cuff dengan tekanan tinggi dihubungkan dengan
tingginya resiko kejadian kerusakan akibat iskemi pada mukosa trakhea , jenis ini
tidak sesuai untuk tindakan intubasi jangka panjang . adapun cuff dengan rendah
juga dikatakan dapat meningkatkan resiko terjadinya nyeri tenggorok ; karena
lebih besarnya area persentuhan dengan mukosa trakea , kejadian aspirasi ,
peluang ekstubasi spontan, dan kesulitan saat insersi disesabkan bentuknya yang
lentur (floopy). Namun begitu , karena peluang terjadinya kerusakan pada mukosa
lebih kecil dibandingkan yang bertekanan tinggi , jenis cuff tekanan rendah lebih
sering direkomendasikan . 30
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
ETT jenis tekanan rendah volume besar memiliki karakteristik yang lebih
aman untuk pasien dan secara klinis sudah berfungsi sebagai seal pada pemberian
tekanan yang kecil saja. Hanya saja pada beberapa produk ETT tertentu, temyata,
masih bisa menghasilkan tekanan intra cuff yang tinggi dan tekanan pada saat
bersentuhan dengan mukosa trakhea, apabila dilakukan pengembangan cuff secara
berlebihan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila terdapat laporan kasus
terjadinya perlukaan trakhea akibat penggunaan ETT jenis tekanan rendah ini. 30
Cuff dengan volume besar tekanan rendah memiliki resting volume dan diameter
yang lebih besar serta dinding yang lebih tipis dan lentur, sehingga
memungkinkan fungsi sealing terhadap mukosa trakhea tanpa harus meregangkan
dindingnya terlalu banyak. Cuff jenis ini memang bersifat floopy dan mudah
berubah bentuk. Sebagian besar cuff berbentuk bulat, padahal trakhea sendiri
berbentuk hampir segitiga atau elips pada potongan melintang. Saat mulai
dikembangkan, permukaan cuff bersentuhan dengan mukosa trakhea pada dimensi
yang paling sempit. Dan selanjutnya tekanan itu perlahan-lahan akan meningkat,
sejalan dengan dikembangkannya cuff, sehingga mencapai fungsi seal. Ketika cuff
semakin dikembangkan, area yang bersentuhan dengan mukosa trakhea dan cuff
mulai berubah bentuk untuk menyesuaikan dengan bentuk permukaan trakhea.
Jika volume terus ditambah, yaitu dengan semakin mengembangkan cuff, maka
area persentuhan tadi akan menjadi titik tekan cuff terhadap mukosa hingga
akhirnya lumen trakhea akan terdistorsi bentuknya menjadi sirkuler. 30
Diharapkan cuff bisa berfungl sebagai seal tanpa harus berlebihan
tekanannya, sehingga tidak mengganggu aliran sirkulasi darah ataupun mengubah
bentuk trakhea secara berlebihan. Tekanan cuff sendiri pada dasarnya dipengaruhi
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
oleh beberapa hal, semisal : volume pengembangan, diameter relatif cuff terhadap
diameter trakhea, compliance trakhea dan cuff, serta tekanan intra thorakal.
Sebagian besar ahli merekomendasikan agar tekanan pada dinding lateral trakhea
yang diukur pada end inspiration, berada dalam rentang nilai 25 — 30 cm H2O
(18 — 22 mmHg). Pada tekanan yang melebihi 25 cm H2O, aspirasi seharusnya
tidak terjadi selama densitas materi di atas cuff tidak lebih kecil daripada densitas
air. Banyak penelitian yang menemukan data bahwa aliran darah trakhea sudah
menurun pada tekanan 30 cmH2O. 30
GAMBAR 4 : Endotracheal tube dengan cuff yang dengan tekanan tinggi dan
dengan tekanan rendah
Sumber : Herbert Vivien ,2008
Tujuan utama dari penggunaan cuff pada ETT adalah memanfaatkan
fungsi seal atau menutup celah antara tube dan trakhea. Dengan pemberian isi
berupa udara ke dalam cuff tersebut, target yang hendak dicapai adalah tercapai
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
tekanan yang cukup besar untuk mencegah aspirasi, namun tidak cukup tinggi
untuk menyebabkan terjadinya gangguan terhadap aliran darah di jaringan
trakhea. Tabel 2.1 menunjukkan ukuran-ukuran tekanan pada cuff ETT yang
ideal, tinggi, dan yang terlalu rendah; dalam satuan sentimeter air (cmH2O) dan
millimeter air raksa (mmHg). Meskipun hingga saat ini belum ada satu angka
tunggal yang dinyatakan sebagai target tekanan cuff yang harus dicapai, namun
telah terdapat konsensus tentang rentang (range) nilai maksimum tekanan cuff
yang diperbolehkan, yaitu antara 25 — 40 cmH20. Batasan ini ditentukan
sebagiannya adalah oleh tekanan darah kapiler yang memberi suplai ke dalam
jaringan trakhea, yang diketahui mencapai rata-rata 48 cmH2O. 31
Apabila tekanan yang berasal dari cuff yang hyperinflated mendorong ke
dinding lateral trakhea, melebihi tekanan pembuluh darah kapiler penyuplai
jaringan trakhea, maka akan bisa diduga terjadinya iskemi dan stenosis mukosa
trakhea. Dinyatakan bahwa tekanan dalam cuff yang lebih dari 34 cmH2O
menyebabkan penurunan perfusi ke trakhea. Juga dinyatakan bahwa pada tekanan
cuff 27 cmH2O aliran darah trakhea sudah menurun hingga 75 %, pada area yang
ditutup oleh cuff. Bahkan, pada tekanan yang mencapai 50 cmH2O akan terjadi
obstruksi total terhadap aliran darah trakhea. Penelitian Bensaid S, dkk. (1999)
menyatakan adanya korelasi antara peningkatan tekanan dalam cuff dengan lesi
pada trakhea, dcngan r = 0,62 p < 0,01. 41 Adapun tekanan cuff yang kurang dari
34 cmH2O dikaitkan dengan menurunnya insiden dan derajat keparahan
perlukaan trakhea, terutama pada pemakaian ETT dengan jenis cuff high volume
low pressure. Namun begitu, tentu saja harus diperhitungkan efek sealing dari cuff
tersebut. Pasien akan lebih rentan untuk mengalami aspirasi apabila tekanan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
dalam cuff terlalu rendah. Seperti diketahui tekanan cuff minimal untuk mencegah
aspirasi pada penggunaan positive pressure ventilation adalah sebesar 25 cmH2O.
Kejadian aspirasi sesungguhnya, yang kemudian menimbulkan komplikasi
pneumonia, dilaporkan telah terjadi pada pasien yang diintubasi dengan tekanan
cuff 20 cmH20. 31
Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi tekanan cuff
hingga melebihi batasan yang membahayakan terhadap dinding mukosa trakhea.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah : volume gas atau cairan yang digunakan
untuk mengembangkan cuff, diameter trakhea, dan perubahan tekanan intra
thorakal. Jenis obat atau agent anestesi inhalasi juga diduga dapat berpengaruh
terhadap perubahan tekanan cuff. Sebagai misal, penggunaan Nitrous Oxide (N20)
sebagai mixture dengan O2 untuk anestesi inhalasi telah diteliti dan dibuktikan
dapat meningkatkan tekanan cuff selama berlangsungnya operasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Manissery, dkk (2007) membuktikan bahwa peningkatan tekanan
cuff, yang diisi dengan udara biasa, dapat mencapai total mean pressure 62,60 ±
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
12,33 cm H20 pasca tindakan anestesi umum menggunakan inhalation agent dan
67 % N20 yang berlangsung selama satu jam saja. Dengan peningkatan tekanan
cuff yang melebihi 50 cmH20 (37 mml-Ig) seperti ini, tentu saja, sudah akan
terjadi penghentian aliran darah ke dalam mukosa cincin trachea maupun dinding
posterior. Dari berbagai metode pengembangan cuff ET T yang dilakukan para
ahli anestesi di seluruh dunia, bagaimanapun, kecuali metodc direct intracufi’
pressure measurement technique hanyalah sekedar pengukuran yang berdasarkan
estimasi belaka. Dan tentu saja dengan demikian akan memberikan resiko bagi
pasien. Upaya mengestimasi ukuran kecukupan tekanan cuff bisa jadi tidak akurat
karena sempitnya rentang antara tekanan yang akan memberikan perlindungan
seal sembari mencegah terjadinya perlukaan pada trakhea. 32
2 .8 Keluhan Tenggorokan
Nyeri tenggorokan paska operasi merupakan keluhan umum yang timbul
karena reaksi inflamasi yang terjadi pada daerah mukosa laring, berhubungan
dengan terjadinya trauma pada daerah laring yang disebabkan karena tindakan
anestesi. Oleh karena itulah, teknik manajemen airway yang sangat hati-hati
sangat diperlukan. Penggunaan ETT dengan ukuran yang sesuai harus
diperhatikan Sebaiknya dipilih penggunaan ETT dengan cuff yang memiliki
kontak minimal dengan mukosa trakea. Harus diperhatikan juga mengenai
monitoring dan pembatasan pengembangan cuff ETT karena terbukti akan
mengurangi angka kejadian nyeri tenggorokan paska operasi.
Perhatian terhadap perlukaan laring dan trakhea karena ETT yang
memiliki cuff telah diteliti oleh banyak ahli. Lepas dari berbagai trauma yang
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
terjadi akibat pemasangan ETT, minat lebih banyak ditujukan kepada lesi yang
diakibatkan oleh tekanan cuff terhadap dinding lateral trakhea. Beberapa contoh
trauma yang terjadi karena pemasangan tube itu antara lain : hematom, laresasi
pada mukosa, laserasi pada plica vocalis, dan bahkan subluksasi kartilago
arythenoid, obstruksi tube, stenosis subglotis, penggeseran atau displacement
tube, stridor pasca ekstubasi, ulcerasi nasal, suara serak dan obstruksi jalan nafas
pasca ekstubasi.
Karakteristik mukosa trakhea, yang terbentuk dari jaringan epitel pseudo-
stratified ditambah cilia di perlukaanya, menjadikannya sangat sensitif terhadap
ETT. Oleh karena itu, sangatlah mungkin dugaan bahwa efek tekanan cuff pada
mukosa trakhea-lah yang menjadi penyebab terjadinya komplikasi pasca intubasi.
Dobrin dan Canfield telah m enunjukkan dalam penelitian mereka bahwa
peningkatan tekanan terhadap mukosa trakhea akan menurunkan aliran darah ke
dincling trakhea. Hal ini terjadi disebabkan penurunan kaliber (vasoconstriction)
pembuluh darah trakhea. Pembuluh darah trakhea, sebagaimana diketahui, dijaga
agar tetap terbuka oleh tekanan transmural antara dinding-dindingnya, atau
dengan kata lain tekanan intraluminal dikurangi tekanan dari jaringan sekitarnya.
33
Peningkatan tekanan mukosa trakhea, akibat pengembangan cuff, akan
diartikan sebagai peningkatan tekanan terhadap jaringan trakhea. Penurunan
tekanan transmural di semua sisi pembuluh darah akan berlanjut dengan
pengerutan pembuluh darah, dan penurunan aliran darah. Dengan kata lain,
kerusakan trakhea akibat iskemi tergantung pada keseimbangan antara tekanan
perfusi mukosa trakhea dan tekanan yang dihasilkan oleh pendesakan cuff.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
Apabila tekanan cuff melebihi tekanan perfusi mukosa trakhea, maka kejadian
mulai munculnya kejadian iskemi atau nekrosis, atau keduanya, tinggal menunggu
waktu saja.
Tracheitis yang tidak disertai ulserasi, merupakan lesi yang mula-mula
terjadi. Untuk kemudian akan disusul terjadinya pengelupasan eksposure tulang
rawan trakhea. Selain itu, beberapa faktor lainnya juga diduga menjadi penyebab
semakin meningkamya kejadian komplikasi pasca intubasi. Beberapa diantara
kelompok faktor tersebut antara lain, antara lain : penurunan aliran darah mukosa
trakhea yang dipicu oleh hipotensi, shock dan anemia, serta rendahnya pengiriman
oksigen ke dalam jaringan trakhea. Selain itu, beberapa faktor lain, seperti
pernasangan nasogastric tube nampaknya juga akan meningkatkan resiko
terjadinya fistula trakeo -esophageal, pada pasien yang membutuhkan tindakan
intubasi trakhea.
Terjadinya gejala tenggorok, yang berupa nyeri tenggorok, batuk, dan
suara serak, pasca intubasi endotracheal merupakan kejadian yang umum dan
menimbulkan ketidaknyamanan serta dianggap komplikasi yang mengganggu.
Angka kejadiannya berkisar antara 6,6 — 90 %. Keluhan tersebut sangat mungkin
merupakan akibat dari proses inflamasi dan iritasi lokal pada saluran nafas atas.
Sehingga secara teoritis mungkin pengaruhnya bisa diatasi dengan pemberian
steroid. 33
Praktek yang banyak dilakukan di lapangan, yaitu dengan memberikan
lubrikasi obat anestesi lokal Lidocaine, diyakini bisa menurunkan potensi
terjadinya perlukaan pada mukosa trakhea dengan cara mencegah batuk (bucking)
saat ETT rnasih belum dilepas. Namun efektifitasnya untuk mencegah nyeri
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
tenggorok masih belum diyakini, karena obat ini tidak memiliki efek anti
inflamasi. Meski masih belum banyak penelitian yang dilakukan tentang hal ini,
studi yang dilakukan oleh Stride yang memberikan obat topikal hidrokortison 1 %
di daerah sekitar cuff endotrakheal setidaknya menunjukkan upaya yang
dilakukan para ahli untuk mengatasi hal ini. 35 Pada penelitian lain yang dilakukan
oleh El Hakim, yang menyemprotkan steroid bethametason inhaler 50 pg sebelum
intubasi, diperoleh hasil berupa penurunan insidens nyeri tenggorok dari 55%
menjadi hanya 10%. 8. Hanya sayangnya, kedua studi tersebut ternyata sama
sekali tidak menyinggung tentang pengaruh intubasi terhadap munculnya gejala
batuk dan suara serak. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Ayoub, dkk
telah mencoba mencari hubungan tentang kedua gejala ini. Dan hasilnya berkat
pemberian obat topikal bethametason 0,05% mulai dari batas cuff _sampai dengan
garis batas 15 cm di atasnya, maka insidens nyeri tenggorok, batuk dan suara
serak bisa diminimalisasi. Diduga pengaruhnya dikarenakan pemberian steroid
yang dilakukan justru pada bagian- bagian ETT yang bersinggungan dengan
dinding posterior faring, plica vocalis dan Trakhea. 34
Faktor lain yang diduga menjadi penyebab terjadinya gejala tenggorok
pasca intubasi endotrakheal adalah sterilitas ETT yang dimasukkan ke dalam
trakhea dan bersentuhan dengan mukosa trakhea. Penelitian yang dilakukan oleh
Sulistyono H (1990) di RSUD dr. Soetomo Surabaya mencoba membandingkan
pengaruh pemakaian ETT yang steril (setelah dicuci dengan air bersih, kemudian
disterilkan dengan autoclave pada 121°C selama 15 menit) dan yang bersih
(hanya dicuci dengan air bersih). Kedua perlakuan itu diaplikasikan pada dua
kelompok yang berbeda secara double blind. Pada penelitian tersebut diperoleh
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
hasil bahwa dari kedua kelompok perlakuan, ternyata, tidak memiliki perbedaan
yang bermakna. Namun demikian, disarankan agar tindakan intubasi dilakukan
sedapat mungkin menggunakan ETT yang steril. Gejala tenggorok yang timbul
pasca tindakan intubasi endotrakheal, biasanya, akan menjadi parah pada hari ke 1
pasca operasi dan anestesi urnum, dan menghilang dengan sendirinya seiring
berjalannya waktu. Sulistyono H (1990) melaporkan terjadinya gejala batuk pada
22,73 % pasien dan nyeri tenggorok pada 13,6 4% pasien, dalam perawatan hari
ke 1. Dan mernasuki hari ke 3, dilaporkan bahwa gejala ini sudah jauh berkurang,
yaitu gejala batuk hanya pada 4,55 % pasien dan tidak ada lagi yang mengeluh
merasa nyeri tenggorok. 36 Temuan hasil penelitian ini sesuai dengan yang
dilaporkan oleh Snow JC (1978) dan Sumathi, dkk (2008) .
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
Tabel 2.2 Sistem Skor Untuk Gejala Suara Serak < batuk dan Nyeri Tenggorokan
2.9 Lidokain
Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang
digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa
sebagai obat anestesi lokal amida oleh Lofgren pada tahun 1943. Ia menimbulkan
hambatan hantaran yang lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif
daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Tidak seperti prokain, lidokain efektif
digunakan secara topikal dan merupakan obat antidisritmik jantung dengan
efektivitas yang tinggi. Untuk alasan ini, lidokain merupakan standar pembanding
semua obat anestesi lokal yang lain. Tiap mL mengandung : 2 — (Dietilamino)—
N-- (2,6—dimetil fenil) asetamida hidroklorida . 37,38
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
2.9.1 Farmakokinetik .
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar -
darah otak. Sekitar 70% (55-95%) lidokain dalam plasma terikat protein, hampir
semuanya dengan α 1 - acid glycoproteine. Distribusi berlangsung cepat, volume
distribusi adalah l liter per kilogram; volume ini menurun pada pasien gagal
jantung. Tidak ada lidokain yang diekskresi secara utuh dalam urin. 3,38
Jalur metabolik utama lidokain di dalam hepar (retikulum endoplasma),
mengalami dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed-function oxidases)
membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid, yang kemudian
dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan xilidid. Kedua metabolic
monoetilglisin xilidid maupun glisin xilidid temyata masih memiliki efek
anestetik lokal. 37,40
Penyakit hepar yang berat atau perfusi yang menurun ke hepar yang dapat
terjadi selama anestesi, menurunkan kecepatan metabolisme lidokain. Bersihan
lidokain mendekati kecepatan aliran darah di hepar, sehingga perubahan aliran
darah hepar akan mengubah kecepatan metabolisme. Bersihan lidokain dapat
menurun bila infus berlangsung lama. Waktu paro eliminasi adalah sekitar 100
menit. Sebagai contoh, Waktu paro eliminasi lidokain meningkat lebih dari lima
kali pada pasien dengan disfungsi hepar dibanding dengan pasien normal.
Cimetidin dan propranolol menurunkan aliran darah hepar dan bersihan lidokain.
Penurunan metabolisme hepatik terjadi pada pasien yang dianestesi dengan obat
anestesi volatil. 38,40
Paru-paru mampu mengambil obat anestesi lokal seperti lidokain.
Mengikuti cepatnya obat anestesi lokal masuk ke sirkulasi vena, ambilan paru-
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
paru ini akan membatasi konsentrasi obat yang mencapai sirkulasi sistemik untuk
didistribusi kesirkulasi koroner atau serebral. 40
2.9.2 Farmakodinamik
Selain menghalangi hantaran sistem saraf tepi, Iidokain juga mempunyai
efek penting pada sistem saraf pusat, ganglia otonom, sambungan saraf-otot dan
semua jenis serabut otot. 24,40
Sistem saraf pusat:
Semua obat anestesi lokal merangsang sistem saraf pusat, menyebabkan
kegelisahan dan tremor yang mungkin berubah menjadi kejang klonik. Secara
umum,makin kuat suatu anestetik, makin mudah menimbulkan kejang.
Perangsangan ini akan diikuti depresi, dan kematian, biasanya terjadi karena
kelumpuhan napas. 41,42
Sambungan saraf-otot dan ganglion
Lidokain dapat mempengaruhi transrnisi asetilkolin di sambungan saraf-otot,
yaitu menyebabkan berkurangnya respon otot atas rangsangan saraf, sedangkan
perangsangan listrik langsung pada otot masih dapat menyebabkan kontraksi.41,42
Sistem kardiovaskuler:
Pengaruh utama lidokain pada otot jantung ialah menyebabkan penurunan
eksitabilitas, kecepatan konduksi dan kekuatan kontraksi. Lidokain juga
menyebabkan vasodilatasi arteriol. Efek terhadap kardiovaskuler biasanya baru
terlihat sesudah dicapai kadar obat sistemik yang tinggi, dan sesudah
menimbulkan efek pada sistem sarafpusat. 37,38
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
Otot polos
In vitro maupun in vivo, lidokain berefek spasmolitik dan tidak berhubungan
dengan efek anestetik. Efek spasmolitik ini mungkin disebabkan oleh depresi
langsnmg pada otot polos, depresi pada reseptor sensorik, sehingga menyebabkan
hilangnya tonus refleks setempat. 40
2.10. XYLOCAIN SPRAY 10 %
2.10.1 Indikasi
1. Untuk Pencegahan nyeri terkait dengan prosedur berikut ini: Sebelum
suntikan, cabut gigi ,fotografi x-ray , pengangkatan kalkulus .
2. Otorhinolaryngology : Tusukan dari sinus maksilaris dan prosedur bedah
minor pada rongga mulut dan hidung, faring dan epipharynx.
3. Kebidanan: Selama tahap akhir persalinan dan sebelum episiotomi dan
penjahitan perineum sebagai kontrol nyeri tambahan.
4. Diberikan pada instrumen, tabung dan kateter yang masuk ke dalam saluran
pernapasan dan pencernaan : Memberikan anestesi permukaan untuk daerah
orofaringeal dan trakea untuk mengurangi refleks simpatis , mengurangi respon
hemodinamik dan mempermudah tindakan intubasi endotrakeal dan prosedur
endoskopi dari saluran nafas dan pencernaan bagian atas.
2.10.2 Deskripsi
Tiap semprotan Xylocain mengandung Lidocain 10 mg, ethanol 95% 24,1 mg,
polyethylene glycol 30 mg ,intisari pisang 1mg, menthol 0,05 mg, sacharine 0,15
mg dan air murni 42
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
2.10.3 Farmakodinamik
Xylocaine spray digunakan pada selaput lendir (mukosa) dan
menghasilkan anestesi lokal yang handal dan efektif, yang berlangsung selama
kurang lebih 10-15 menit. Efeknya biasanya diperoleh dalam 1-5 menit,
tergantung pada lokasinya. 42
2.10.4 Farmakokinetik
Tingkat penyerapan lidocaine tergantung pada total dosis yang diberikan
dan juga pada tempat pemberian dan durasi paparan . Secara umum, tingkat
penyerapan setelah pemberian topikal yang paling cepat adalah saat diberikan
intratracheal dan bronkus . Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan yang pesat
dari konsentrasinya di plasma , dengan peningkatan risiko gejala toksik misalnya
, kejang-kejang. Lidocaine mudah diserap oleh saluran pencernaan , tetapi
mengalami metabolisme tingkat pertama yang luas . ikatan dengan plasma
protein terutama pada α1 - glikoprotein . Jalur eliminasi utama lidocaine adalah
melaui metabolisme hati . Dealkylation untuk monoethylglycine xylidide (
MEGX ) dimediasi terutama oleh sitokrom P - 450 3A4 . MEGX dimetabolisme
menjadi 2,6- xylidine dan glisin xylidide ( GX ) . 2,6- xylidine dimetabolisme
lebih lanjut oleh CYP2A6 4 - hidroksi - 2 ,6 - xylidine , yang merupakan
metabolit utama dalam urin ( 80 % ) dan diekskresikan sebagai konjugat . MEGX
memiliki aktivitas convulsant setara dengan lidocaine , sementara GX adalah
tanpa aktivitas convulsant . MEGX tampaknya terjadi dalam konsentrasi plasma
sama seperti substansi induk. Waktu paruh eliminasi lidokain dan MEGX setelah
pemberian bolus i.v sekitar 1,5-2 jam dan 2,5 jam , masing-masing.
Karena mengalami metabolisme hepatik yang cepat , kinetika obat ini sensitif
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
terhadap semua perubahan dalam fungsi hati . Waktu paruh bisa lebih dari dua
kali lipat pada pasien dengan gangguan fungsi hati . Gangguan fungsi ginjal tidak
mempengaruhi kinetika , tetapi dapat meningkatkan akumulasi metabolit .Faktor
misalnya , asidosis dan penggunaan stimulan SSP dan depresi mempengaruhi
tingkat lidokain yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek sistemik . Dengan
kadar plasma dari 5-10 mg / mL tanda-tanda overdosis menjadi jelas .42
2.10.5 Dosis dan Cara Pemberian
Satu kali pemberian (sparay) sama dengan lidokain 10 mg . Isi botol 50 ml
cukup untuk sekitar 500 kali pemberian .
• Untuk prosedur Gigi : 1-5 aplikasi ke selaput lendir .
• Suntikan pada sinus maksilaris : 3 aplikasi ke lokasi tusukan .
• Tahap akhir kehamilan : Maksimal 20 kali pemberian ( lidocaine 200 mg)
• Anestesi lokal untuk Instrumen , ETT dan kateter ke dalam saluran
pernapasan dan pencernaan : Maksimal 20 aplikasi ( lidocaine 200 mg )
untuk pemeriksaan dari faring , laring dan trakea . Pada prosedur yang
panjang bisa diberikan sampai 400 mg lidokain .
• Ketika dikombinasikan dengan obat lain yang mengandung lidokain ,
dosis total tidak boleh melebihi 400 mg . Ketika digunakan terutama
dalam laring , trakea , dan bronkus , dosis tidak boleh melebihi 20 aplikasi
( lidocaine 200 mg ) .
• Xylocaine semprot kulit tidak boleh digunakan pada balon tabung
endotrakeal yang terbuat dari plastik ( lihat peringatan dan perhatian.
• Anak-anak < 3 tahun : direkomendasikan untuk menggunakan lidokain
yang konsentrasinya lebih rendah. Anak-anak < 12 tahun : Dosis tidak
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
boleh melebihi 3 mg / kg ( 6 aplikasi untuk anak dengan berat 20 kg ) .
Ketika digunakan terutama dalam laring dan trakea , dosis harus dikurangi
menjadi 1,5 mg / kg .
• Pada orang yang lemah atau Lansia , Anak-anak > 12 tahun , pasien sakit
akut atau pasien dengan Sepsis : Sesuaikan dosis menurut umur, berat
badan dan status fisik .
2.10.6 Over Dosis
Reaksi toksik terutama reaksi saraf pusat dan kardiovaskular.Toksisitas
SSP terjadi secara bertahap dari gejala dan keparahannya . Gejala awal , mati
rasa pada bibir dan lidah , gangguan pendengaran , pusing dan berdengung di
telinga . Gejala yang lebih serius adalah gangguan visual dan otot berkedut , dan
bisa diikuti kejang umum . Kehilangan kesadaran dan kejang grand mal dapat
mengikuti gejala yang disebutkan sebelumnya dan berlangsung dari beberapa
detik hingga beberapa menit . Kekurangan oksigen dan hiperkapnea cepat terjadi
selama kejang sebagai akibat dari peningkatan aktivitas otot dan ventilasi yang
tidak memadai . Dalam kasus yang parah , bisa terjadi gagal nafas . Asidosis
mempotensiasi efek racun dari anestesi lokal .
Pemulihan tergantung pada metabolisme dan distribusi anestesi lokal dari
sistem saraf pusat . Ini terjadi dengan cepat , asalkan jumlah obat yang diserap
tidak terlalu besar. 41
Efek kardiovaskular seperti penurunan yang tajam dari tekanan darah ,
bradikardia , aritmia dan kolaps kardiovaskular hanya bisa terjadi jika
konsentrasi sistemik dari anestesi lokal sangat tinggi . Efek ini biasanya didahului
oleh tanda-tanda toksisitas SSP , kecuali pada pasien yang menerima anestesi
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
umum atau tersedasi obat-obatan misalnya , benzodiazepin atau barbiturat. .
Jika tanda-tanda toksisitas sistemik akut terjadi , pemberian anestesi lokal harus
dihentikan segera . Pengobatan harus diberikan untuk mempertahankan ventilasi
yang baik , suplai oksigen dan sirkulasi . Oksigen harus selalu diberikan , dan
dibantu ventilasi jika perlu . Jika kejang tidak berhenti secara spontan dalam
waktu 15-20 detik , thiopentone natrium 1-3 mg / kg harus diberikan IV untuk
mempermudah ventilasi atau diazepam 0,1 mg / kg IV ( lama kerja lebih lambat
) . Kejang berkepanjangan membahayakan pernapasan pasien dan oksigenasi .
Injeksi relaksan otot ( misalnya , suxamethonium 1 mg / kg ) menciptakan kondisi
yang lebih menguntungkan untuk ventilasi dan oksigenasi pasien , tetapi
membutuhkan pengalaman intubasi trakea dan ventilasi terkontrol . Dalam kasus
penurunan tekanan darah / bradikardia , vasopressor harus diberikan ( misalnya
efedrin 5-10 mg IV , yang dapat diulang setelah 2-3 menit ) .
Dalam hal gagal sirkulasi , resusitasi jantungparu harus dilakukan segera . Hal
ini penting untuk mempertahankan oksigenasi yang baik , respirasi dan sirkulasi
dan untuk mengobati asidosis 42
2.10.7 Perhatian Khusus
Dosis yang terlalu besar atau interval dosis terlalu pendek dapat
menyebabkan kadar obat dalam plasma tinggi dan efek samping yang serius .
Penyerapan dari selaput lendir bervariasi tetapi yang paling tinggi adalah pada
sistem bronkial . Pemberian pada tempat tersebut dapat mengakibatkan
peningkatan konsentrasi dalam plasma yang tinggi , dan menyebabjkan
munculnya gejala toksisitas misalnya , kejang-kejang. Adanya mukosa yang
rusak di tempat pemberian akan meningkatkan penyerapan lidokain . Pada pasien
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
di bawah anestesi umum , konsentrasi darah yang lebih tinggi dapat terjadi
dibandingkan pada pasien yang bernafas spontann . Pasien yang tidak
dilumpuhkan lebih cenderung menelan spray yang diberikan dan mengalami
metabolisme tingkat pertama di hati setelah penyerapan dari usus . Jika , karena
metode pemberian atau dosis yang diberikan , ada risiko untuk mencapai
konsentrasi plasma yang tinggi , pemberian harus hati-hati pada pasien dengan
total ataupun parsial A.V blok . Pasien tua , pasien dengan penyakit hati yang
berat , yang terganggu fungsi ginjalnya atau kondisi umum yang lemah juga
membutuhkan perhatian khusus.
.Pasien yang mendapat pengobatan dengan anti aritmia kelas III (
misalnya , amiodaron ) harus diamati secara ketat dan elektrokardiogram ( EKG )
monitoring harus dipertimbangkan , karena efek jantung dapat aditif . Penggunaan
orofaringeal disertai agen anestesi topikal mempunyai resiko aspirasi . Efek
anestesi dapat meningkatkan bahaya trauma karena gigitan . Sebelum makan atau
minum efek anestesi harus berhenti .
Xylocaine semprot kulit tidak boleh digunakan pada manset (cuff) ETT
yang terbuat dari plastik . Lidocaine basa yang kontak dengan manset tabung
ETT yang terbuat dari plastik , dapat menyebabkan kerusakan manset .
Kerusakan ini bisa menyebabkan terjadinya lubang kecil , yang dapat
menyebabkan kebocoran yang dapat menyebabkan hilangnya tekanan dalam
manset . 42
Xylocaine mungkin porphyrinogenic dan hanya boleh diresepkan untuk
pasien dengan porfiria akut jika ada alasan yang sangat kuat . Tindakan
pencegahan yang tepat harus diambil untuk semua pasien porpiria .
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
Efek pada kemampuan mengendarai atau mengoperasikan mesin : Xylocaine
semprot tidak memiliki efek pada kemampuan mengemudi dan menggunakan
mesin. .
Penggunaan pada kehamilan : Tidak diketahui risiko penggunaan selama
kehamilan .Penggunaan pada laktasi : Lidocaine masuk ke dalam ASI , tetapi
risiko terjadinya efek obat pada anak tidak akan terjadi jika digunakan pada dosis
terapi
2.10.8 Efek Samping
Efek samping lokal anestesi pada kondisi sesungguhnya , terjadi pada
<1/1000 pasien yang diobati. Umumnya : Reaksi alergi, dan kasus yang paling
parah adalah shock anafilaksis.
2.10.9 Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap anestesi lokal tipe amida. 42
2.10.10 Interaksi Obat
Lidocaine harus digunakan dengan hati-hati pada anestesi gigi dengan
injeksi , anestesi lokal lainnya atau obat antiaritmia kelas IB . Tidak ada studi
interaksi spesifik antara anestesi lokal dan antiaritmia kelas III (misalnya,
amiodaron) yang telah dilakukan, tapi direkomendasikan untuk hati-hati bila
digunakan bersamaan (lihat peringatan dan perhatian).
Obat yang mengurangi clearance lidocaine (misalnya, cimetidine atau β-blocker)
dapat menyebabkan konsentrasi obat dalam plasma yang berpotensi toksik bila
lidokain diberikan dalam dosis tinggi berulang selama periode waktu yang lama.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
2.11. GLUKOKORTIKOID
Hormon steroid meliputi hormon kelamin (androgen, progestin, dan
strogen), dan hormon-hormon korteks adrenal. Hormon kelamin dihasilkan oleh
gonad dan adrenal yang dperlukan untuk konsepsi,maturasi embrionik, dan
perkembangan ciri-ciri khas seks primer dan sekunder pada pubertas. Hormon
gonad digunakan dalarn terapi pengganti dan, pada kasus estrogen, untuk
kontrasepsi dan osteoporosis. Korteks adrenal menghasilkan dua kelas utama
hormon steroid: adrenokortikosteroid (glukokortikoid dan mineralokortikoid) dan
androgen adrenal. Sintesis dirangsang oleh kortikotropin (sebelumnya disebut
hormon adrenokonikotropik, ACTH, Hormon korteks adrenal digunakan pada
terapi pengganti, pada pengobatan dan pemeliharaan penyakit peradangan seperti
artritis rematoid, pada pengobatan reaksi alergi yang berat, dan pada pengobatan
beberapa kanker . Penghambat steroid korteks adrenal digunakan untuk mengobati
gangguan hormonal dan senyawa ini diproduksi berlebihan. KORTIKOSTEROID
ADRENAL 43
Korteks adrenal dibagi dalam tiga zona yang mensintesis berbagai steroid
dari kolesterol dan mensekresinya . Bagian luar zona glomerulosa memproduksi
mineralokortikoid (misalnya, aldosteron); yang bertanggung jawab terhadap
pengaturan metabolisme garam dan air. Produksi aldosteron terutama diatur oleh
sistem renin-angiotensin .Bagian tengah zona fasikulata mensintesis
glukokortikoid (misalnya, kortisol ), yang berkepentingan dengan metabolisme
normal dan resistensi terhadap stres. Bagian dalam zona retikularis mense-
kresikan androgen adrenal, seperti dehidroepiandrosteron. Sekresi oieh dua zona
bagian dalam, dan untuk beberapa perluasan, zona bagian Iuar, dikontrol oleh
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
konikotropin hipofisis, yang dilepaskan sebagai respons terhadap hormon pelepas
konikotropin hipotalamus (CRH). Glukokortikoid bertindak sebagai penghambat
umpan baliksekresi kortikotropin dan faktor-pelepas-kortikotropin
2.11.1 Mekanisme kerja
Seperti hormon steroid lain, adrenokortikoid mengikat reseptor
sitoplasmik intraselular pada jaringan target .Kemudian kompleks hormon-
reseptor bertranslokasi ke dalam nukleus dan di sini bekerja sebagai faktor
transkripsi untuk menghidupkan atau mematikan gen, tergantung pada jaringan.
Mekanisme ini memerlukan waktu untuk menimbulkan suatu efek. Terdapat efek
glukokortikoid lain, seperti kebutuhannya akan katekolamin yang diperantarai
oleh vasodilatasi otot vaskular dan bronkial atau lipolisis, yang mempunyai efek
segera.Dasar efek-efek ini tidak diketahui 43
2.11.2 Efek
Beberapa efek normal dan beberapa mekanisme kerja adrenokortikoid
dibahas dalam bagian ini. Mengetahui etek-efek ini membantu lebih mengerti
akibat insufisiensi adrenal dan penggunaan adrenokonikoid sebagai bahan
terapeutik dalam berbagai kelainan.
a. Menimbulkan metabolisme perantara normal: Glukokortikoid membantu
glukoneogenesis dengan jalan meningkatkan ambilan asam amino oleh hati dan
ginjal serta meningkatkan aktivitasenzim glukoneogenik. Obat-obat ini
merangsang katabolisme protein (kecuali di hati) dan lipolisis, karena itu
menghambat bangunan dan energi yang diperlukan untuk sintesis glukosa.
[Catatan: lnsufisiensi glukokortikoid dapat menimbulkan hipoglikemia, misalnya,
selama periode stres atau puasa]
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
b. Meningkatkan resistensi terhadap stres: Dengan meningkatkan kadar glukosa
plasma, glukokortikoid memberikan energi yang diperlukan tubuh untuk melawan
stres yang disebabkan, misalnya, oleh trauma, ketakutan, infeksi, perdarahan,
atau penyakit yang melemahkan. Glukokortikoid dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah, tampaknya dengan jalan meningkatkan efek
vasokonstriktor rangsangan adrenergik pada pembuluh darah kecil. [Catatan:
Individu dengan insufisiensi adrenal dapat memberikan respons terhadap stres
berat karena hiptensi.]
c. Merubah kadar sel darah dalam plasma: Glukokortikoid menyebabkan
penurunan eosinofil, basofil,' monosit, dan limfosit dengan jalan
meredistribusinya ke dalam jaringan limfoid dari sirkulasi. Sebaliknya,
glukokortikoid meningkatkan kadar hemoglobin, tromboslt, eritrosit, dan leukosit
polimorfonuklear dalam darah. (Catatan: penurunan limfosit dan makrofag
dalam sirkulasi menunjukkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Namun,
efek ini penting pada pengobatan leukemia) . 43
d. Efek anti-inflamasi: Efek terapeutik glukokortikoid yang paling penting adalah
kemampuannya untuk mengurangi respons peradangan secara dramatls dan untuk
menekan imunitas. Mekanisme yang pasti sangat kompleks dan tidak diketahui
secara lengkap. Namun, diketahui bahwa penurunan dan penghambatan limfosit
dan makrofag perifer memegang peranan. Juga penghambatan fosfolipase A2
secara tidak langsung (Karena steroid diperantarai oleh peningkatan lipokonin),
yang menghambat pelepasan asam arakidonat, prekursor prostaglandin dan
leukotrien, dari fosfolipid yang terikat pada membran
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
e. Mempengaruhi komponen lain sistem endokrin: Penghambatan umpan balik
produksi Kortikotropin oleh peningkatan glukokortikoid menyebabkan
penghambatan sintesis glukokortikoicl lebih lanjut sama seperti produksi hormon
yang merangsang tiroid, sedangkan produksi hormon pertumbuhan meningkat.
f. Efek pada sistem Iain: Hal ini sangat berkaitan dengan efek samping hormon.
Dosis tinggi glukokortikoid merangsang asam Iambung dan produksi pepsin dan
dapat menyebabkan eksaserbasi ulkus. Juga telah ditemui efek pada susunan saraf
pusat yang mempengaruhi status mental. Terapi glukokortikoid kronik dapat
menyebabkan kehilanganmassa tulang yang berat. Miopati menimbulkan keluhan
lemah. 43
2.11.3 Penggunaan terapi kortikosteroid adrenal
Berbagai derivat semisintetik glukokortikoid telah dikembangkan yang
bervariasi dalam hal potensi anti-inflamasi, tingkat retensi natrium, dan masa
kerjanya.
1. Terapi pengganti pada insufisiensi adrenokortikal primer (Addison's
disease):
2. Terapi pengganti pada insufisiensi adrenokortikal sekunder atau
tersier:
3. Diagnosis sindrom Cushing
4. Terapi pengganti pada hiperplasia adrenal kongenital (CAH)
5. Menghilangkan gejala peradangan:
Glukokortikoid mengurangi manifestasi peradangan secara dramatis.
(misalnya, peradangan rematoid dan osteoartritis, peradangan kulit),
termasuk kemerahan, bengkak, panas, dan nyeri yang biasanya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
terdapat pada daerah peradangan. Efek glukokortikoid pada proses
peradangan adalah hasil efeknya pada distribusi, Konsentrasi dan
fungsi leukosit. Efek-efek ini meliputi peningkatan konsentrasi
neutrofil; penurunan konsentrasi limfosit (sel T dan B), basofii,
eosinofil, dan monosit; dan penghambatan kemampuan leukosit dan
makrofag untuk berespons terhadap mitogen dan antigen.
Glukokortikoid juga mempengaruhi respons peradangan dengan
kemampuannya mengurangi pelepasan sejumlah histamindari basofil
dan menghambat aktivitas kinin. [Catatanz Kemampuan
glukokortikoid menghambat respons imun juga akibat dari efek lain
yang dibahas di atas.]
6.Pengobatan alergi:
Glukokortikoid berguna pada pengobatan gejala reaksi alergi obat,
serum, den transfusi, asma bronkiale, dan rinitis aiergika. Obat-obat ini
bukan obat penyebab tetapi dapat menyembuhkan. [Catatan
Beklometason dipropfonat, triamsinolon dan yang lain yang diberikan
secara topikal pada saluran napas melalui inhalasi dari metered dose
dispenser .Mirip dengan efek sistemik dan menyebabkan pasien
mengurangi atau mengeliminasi steroid oral secara bermakna. 43
2.11.4 Farmakokinetik
2.11.4.1. Absorbsi dan metabolisme:
Kortikosteroid adrenal yang terbentuk secara alami dan derivatnya
mudah diabsorbsi dari saluran pencernaan. Senyawa pilihan dapat
juga diberikan secara intravena, intramuskuiar, topikal, atau sebagai
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
aerosol. Lebih dari 90% glukokortikoid yang diabsorbsi terikat dengan
protein plasma: kebanyakan terikat dengan globulin pengikat
kortikosteroid, dan sisanya dengan albumin. Kortikosteroid
dimetabolisme dalam hati oleh enzim mikrosom pengoksidasi.
Metabolitnya dikonjugasi menjadi asam glukoronat dan sulfat, dan
produknya diekskresikan melalui ginjal. [Catatanz Waktu paruh steroid
adrenal dapat meningkat secara dramatis pada individu dengan
disfungsi hati].
2.11.4.2 Dosis:
Dalam menentukan dosis steroid adrenal, perlu pertimbangan banyak
faktor, termasuk glukokortikoid versus aktivitas mineralokortikoid,
masa kerja, tipe preparat, dan hari steroid diberikan. Misalnya, jika
dibutuhkan hormon dosis besar dengan periode waktu lebih panjang
(lebih dari 2 minggu), terjadi supresi aksis hipotalamus-hipofisis-
adrenal (HPA). Untuk mencegah timbulnya efek samping ini,
permberian steroid adrenokortikal regimen “selang sehari" (alternate-
day) mungkin berguna. Cara ini menyebabkan aksis HPA kembali
berfungsi pada hari hormon tidak digunakan. 43
2.11.5 Efek Samping .
'Sindrom Cushing klasik-redistribusi lemak tubuh, muka bulat,
peningkatan pertumbuhan rambut tubuh, akne, insomnia, dan peningkatan natsu
makan-diobservasi jika terdapat kortikosteroid berlebihan. Peningkatan trekuensi
katarak dapat juga terjadi dengan terapi kortikosteroid jangka panjang.
Penghentian pemakaian obat ini dapat merupakan masalah serius, karena jika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
penderita mempunyai pengalaman supresi hipotalamus-hipofisis-adrenal,
kehilangan kortikosteroid secara tiba-tiba menyebabkan sindrom insufisiensi
adrenal akut yang bisa menyebabkan kematian. Kenyataan ini, bersama dengan
kemungkinan ketergantungan psikologi terhadap obat dan kenyataan bahwa
penarikan obat dapat menyebabkan eksaserbasi penyakit, berarti bahwa cara
individu menghentikan obat mungkin berdasarkan coba-coba (“trial and error”).
Pasien harus dimonitor dengan seksama 43
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
2.12. Deksametason
2.12.1 Komposisi:
Deksametason Tablet 0,5 mg, tiap tablet mengandung Deksametason 0,5
mg.Deksametason injeksi 5 mg/ml, tiap ml ampul mangandung : Deksametason
Sodium Phosphate setara dengan Deksametason 5 mg
2.12.2 Deskripsi
Deksametason dengan zat aktif Deksametason tersedia dalam tablet 0.5
mg dan deksametason Sodium Phosphate (setara dengan deksametason tersedia
dalam injeksi 5 mg)
2.12.3 Farmakologi :
Deksametason adalah adrenokortikosteroid sintetis yang memiliki efek
glukokortikoid dan juga memiliki aktivitas efek anti-inflamasi. antialergi,
hormonal dan metabolisme. Pada tingkat molekuler, deksametason berdifusi
melalui membran sel dimana molekul akan mengembangkan kompleks steroid-
reseptor dengan reseptor protein dalam sitoplasma. Kompleks ini akan masuk ke
nukleus dan mempengaruhi transkripsi mRNA yang merupakan bagian dan
sintesis protein. 44
2.12.4 Indikasi
• Gangguan endokrin.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
Arthritis: sebagai terapi adjuvan jangka pendek seperti reumatoid arthritis,
ankylosing spondylitis. Gangguan kolagen: selama eksaserbasi atau terapi
pemeliharaan pada systemic lupus erythematosus; karditis rematik akut.
• Gangguan dermatologik.
Kondisi alergi: untuk mengontrol kondisi alergi berat yang resisten terhadap obat
konfensional misalnya: asma dan dermatitis kontak.
• Gangguan hematologik.
• Gangguan neoplastik
Cerebral edema, karena tumor otak primer dan metastasis, kraniotomi atau cedera
kepala.
2.12.5 Dosis dan Cara Pemberian
• Dosis awal : 5 — 9 mg sehari tergantung pada berat ringannya penyakit.
• Dosis pemeliharaan : dikurangi sesuai kondisi pasien.
• Pada penyakit yang ringan : < 5 mg/hari
• Pada penyakit yang berat : mungkin membutuhkan > 9mg/hari
Cara pemberian : Deksametason injeksi atau dapat diberikan secara I.V, SC, IM
dan injeksi lokal, serta tetesan dubur. Dengan pemberian IV, kadar plasma yang
tinggi dapat diperoleh dengan cepat. Injeksi I.V dosis besar harus diberikan
pertahan-lahan, selama beberapa menit. lnjeksi intraartikular harus diberikan
dalam kondisi sangat aseptik dimana glukokortikoid menurunkan resisiensi
terhadap infeksi. 44
2.12.6 Kontra Indikasi
Jangan diberikan pada pasien dengan kelainan berikut :
- Ulkus pada lambung dan duodenum.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
- infeksi jamur sistemik.
- Glaukoma.
- Hipersensitivitas terhadap glukokortikoid dan dexamethason.
- Khusus pemberian injeksi pada terapi Iokal infeksi pada lokasi yang sakit
contohnya, artritis , sepsis akibat dari gonore atau TB, dan ketidakstabilan sendi.
2.12.7 Peringatan dan Perhatian :
• Pasien dengan kondisi berikut harus di monitor : gagal jantung berat,
disfungsi ginjal, hipertensi, epilepsi atau migren, osteoporosis, riwayat
penyakit psikosis. TB laten, infeksi parasit tertentu biasanya kelompok
amoebiasis.
• Terapi glukokoriikoid adalah non spesifik, menekan gejala dan tanda -
tanda penyakit dan menurunkan resistensi terhadap infeksi.
• Pasien dengan terapi glucocortitcoid jangka panjang harus diperiksa secara
teratur untuk mengetahui peningkatan tekanan intraocular dan katarak
subcapsular posterior.
• Pasien dengan terapi glucocortikoid jangka panjang harus diperiksa secara
teratur berkenaan dengan metabolisme glukosa.
• Tidak digunakan pada masa hamil dan ibu menyusui. 44
2.12.8 Interaksi Obat
Pasien yang diobati bersamaan dengan glukokortikoid dan salah satu obat
berikut ini harus dimonitor : diuretik dan atau glikosida Jantung. antidiabetics,
NSAIDs, antikoagulan oral, obat yang menginduksi enzim hati, salisilat
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI
2.12.9 Efek Samping
• Efek samping terapi jangka pendek hampir tidak ada.
• Penggunaan dexamethason jangka panjang dapat mengakibatkan
gangguan sistern endokrin dan metabolik, gangguan cairan dan elektrolit
, gangguan muskuloskeletal dan gangguan gastrointestinal , gangguan
dermatotogi, gangguan SSP, gangguan optalmik , gangguan
imunosupresif.
• Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi. 44
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PPDS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA XYLOCAIN SPRAY 10 % DENGAN DEKSAMETASON 10 mg INTRAVENA DALAM MENGURANGI KELUHAN TENGGOROK PASCA INTUBASI INTRATRAKEA DI RSUD Dr. SOETOMO
FARID PAHLEVI