BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi...

23
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata 2.1.1. Anatomi Kelopak Mata Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan bola mata (Ilyas, 2010). Kelopak mata mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan, sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadinya keratitis et lagoftalmos. Pada kelopak terdapat bagian- bagian : a. Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus. b. Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. Orbicularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi Nervus Fasial M. Levator palpebra, yang berorigo pada annulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. Orbicularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini depersarafi oleh n.III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata. Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi...

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata

2.1.1. Anatomi Kelopak Mata

Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,

serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya membentuk film air mata di depan

kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi

bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan bola mata (Ilyas,

2010).

Kelopak mata mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan,

sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva

tarsal.

Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan

mata sehingga terjadinya keratitis et lagoftalmos. Pada kelopak terdapat bagian-

bagian :

a. Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar

keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom

pada tarsus.

b. Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam

kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada

dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut

sebagai M. Rioland. M. Orbicularis berfungsi menutup bola mata

yang dipersarafi Nervus Fasial M. Levator palpebra, yang berorigo

pada annulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan

sebagian menembus M. Orbicularis okuli menuju kulit kelopak bagian

tengah. Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra terlihat

sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini depersarafi oleh n.III, yang

berfungsi untuk mengangkat kelopak mata.

Universitas Sumatera Utara

c. Didalam mata terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan

kelenjar didalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo

palpebra.

d. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima

orbita merupakan batas isi orbita dengan kelopak depan.

e. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada

seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Pembuluh darah yang

memperdarahinya adalah a. palpebra.

f. Persarafan sensorik kelopak mata atas di dapatkan dari rumus frontal

n.V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat

dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup

bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel

Goblet yang menghasilkan musin (Ilyas, 2010).

2.1.2. Anatomi Sistem Lakrimal

Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola

mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus

lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.

Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :

a. Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di

temporo antero superior rongga orbita.

b. Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli

lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal

terletak di bagian depan rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal

akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior

(Ilyas, 2010).

Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk

kedalam sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal tidak

menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margo palpebra yang

Universitas Sumatera Utara

disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang

berlebihan dari kelenjar lakrimal (Ilyas, 2010).

Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka

sebaiknya di lakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan

yang disertai dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui

pungtum lakrimal (Ilyas, 2010).

2.1.3 Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak

bagian belakang. Bermaca-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva

ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang di hasilkan oleh sel Goblet.

Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri

atas tiga bagian, yaitu :

a. Konjungtiva tarsal yang menututpi tarsus, konjungtiva tarsal sukar di

gerakkan dari tasus.

b. Konjungtiva bulbi menututpi sklera dan mudah di gerakkan dari sklera

di bawahnya.

c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat

peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar

dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak (Ilyas, 2010).

2.1.4 Anatomi Bola Mata

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata

di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga

terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk

pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.

Bagian terdepan sklera disebeut kornea yang bersifat transparan yang

memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea

lebih besar dibanding sklera.

Universitas Sumatera Utara

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea

dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi

perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.

Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata

(akuous humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada

pangkal iris di batas kornea dan sklera.

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan

mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis

membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan

pada saraf optik dan diteruskan ke otak.

Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin dan

hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila terdapat jaringan

ikat didalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek

dan terjadi ablasi retina (Ilyas, 2010).

Lensa terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada

badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peran dan akomodasi

atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea (Ilyas,

2010).

Terdapat 6 otot pergerakkan bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal

yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.

A. Kornea

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,

bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang

menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari atas lapis :

1. Epitel

a. Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk

yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal

dan sel gepeng.

b. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel.

Universitas Sumatera Utara

c. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat

kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi

rekuren.

d. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman

a. Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang

merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma

dan berasal dari bagian depan stroma.

b. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

a. Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang

sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat

anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen

ini bercabang.

4. Membran descement

a. Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang

stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan

membran basalnya.

b. Bersifat sangat elastik dan berkembang seumur hidup,

mempunyai tebal 40 µm.

5. Endotel

a. Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal,

besar 20-40 µm. Endotel melekat pada membran descement

melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

b. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama

berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V

saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk kedalam

stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan

selubung Schwannya (Ilyas, 2010).

c. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan

menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat

Universitas Sumatera Utara

dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri

pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (Ilyas,

2010).

B. Uvea

Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar

dan koroid. Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak

antara bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik,

yang menerima 3 akar saraf di bagian posterior yaitu :

1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang

mengandung serabut sensoris untuk kornea, iris dan badan siliar.

2. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari

saraf simpatis yang melingkari arteri karotis; mempersarafi

pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil.

3. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk

mengecilkan pupil.

Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris

terdiri dari atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, badan siliar terletak antara iris

dan koroid. Batas antara korneosklera dengan badan siliar belakang adalah 8 mm

temporal dan 7 mm nasal. Di dalam badan siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu

longitudinal, radiar dan sirkular (Ilyas, 2010).

Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke

dalam bola mata. Reaksi pupil ini merupakan juga indikator untuk fungsi

simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis) pupil. Badan siliar merupakan

susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus.

Radang badan siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah

limbus, yang akan mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran

karakteristik peradangan intraocular (Ilyas, 2010).

Otot longitudinal badan siliar yang berinsersi di daerah baji sklera bila

berkonstraksi akan membuka anyaman trabekula dan mempercepat pengaliran

cairan mata melalui sudut bilik mata (Ilyas, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Otot melingkar badan siliar bila berkontraksi pada akomodasi akan

mengakibatkan mengendornya zonula Zinn sehingga terjadi pencembungan lensa

(Ilyas, 2010).

Kedua otot ini dipersarafi oleh saraf parasimpatik dan bereaksi baik

terhadap obat parasimpatomimetik.

C. Pupil

Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf

simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan pada orang tua,

pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang

sklerosis (Ilyas, 2010).

Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi,

koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :

1. Berkurangnya rangsangan simpatis

2. Kurangnya rangsangan hambatan miosis

Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun

korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur

hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna

yang akan meningkatakan miosis. Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah

aberasi kromatis pada akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada

kamera foto yang diafragmanya di kecilkan (Ilyas, 2010).

D. Sudut Bilik Mata Depan

Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan

pangkal iris. Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata.

Bila terdapat hambatan pengaliran keluar cairan mata akan terjadi

penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola

mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan sudut ini di dapatkan

jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe dan

jonjot iris (Ilyas, 2010).

E. Lensa Mata

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa

di dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di

Universitas Sumatera Utara

belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti

cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi

(Ilyas, 2010).

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :

a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam

akomodasi untuk menjadi cembung.

b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.

c. Terletak di tempatnya.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :

a. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan

presbiopia,

b. Keruh atau apa yang disebut katarak,

c. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.

F. Badan Kaca

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang

terletak antara lensa dan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam

bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi

menyerap air (Ilyas, 2010).

G. Retina

Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung

reseptor yang menerima rangsangan cahaya (Ilyas, 2010).

Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri

atas lapisan :

1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel

batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut

dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme

dari kapiler koroid.

4. Lapis fleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat

asinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

Universitas Sumatera Utara

5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan

sel muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

6. Lapis fleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat

sinaps bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron

kedua.

8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju saraf

optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh

darah retina.

9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina

dan badan kaca.

Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri

retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan

nutrisi pada retina dalam (Ilyas, 2010).

Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dan

koroid. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina

seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan pandang.

Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinografi (ERG), elektrookulografi (EOG),

dan visual evoked respons (VER) (Ilyas, 2010).

H. Saraf Optik

Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2

jenis serabut saraf, yaitu : saraf penglihat dan serabut pupilomotor.

Kelainan saraf optik menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan

langsung atau tidak langsung terhadap saraf optik ataupun perbuatan

toksik dan anoksik yang mempengaruhi penyaluran aliran listrik (Ilyas,

2010).

I. Sklera

Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea

merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari

papil saraf optik sampai kornea.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1.Anatomi Bola Mata

(Sumber : Khurana, 2007) J. Rongga Orbita

Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7

tulang yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid,

sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang

maksila, bersama-sama tulang palatinum dan zigomatikus (Ilyas,

2010).

Rongga orbita yang berbentuk pyramid ini terletak pada kedua sisi rongga

hidung. Dinding lateral orbita membentuki sudut 45 derajat dengan dinding

medialnya.

Dinding orbita terdiri atas tulang :

1. Atap atau superior : os.frontal

2. Lateral : os.frontal, os. zigomatik, ala magna os sfenoid

3. Inferior : os. zigomatik, os. maksila, os. palatin

4. Nasal : os. maksila, os. lakrimal, os. etmoid

Foramen optik terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh saraf optik,

arteri, vena, dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid.

Fisura orbita superior di sudut orbita atas temporal dilalui oleh saraf

lakrimal (V), saraf frontal (V), saraf troklear (IV), saraf okulomotor (III), saraf

nasosiliar (V), abdusen (VI), dan arteri vena oftalmik.

Universitas Sumatera Utara

Fisura orbita inferior terletak di dasar tengah temporal orbita dilalui oleh

saraf infra-orbita, zigomatik dan arteri infra orbita.

Fosa lakrimal terletak di sebelah temporal atas tempat duduknya kelenjar

lakrimal.

K. Otot Penggerak Mata

Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk

pergerakan mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu

aksi otot (Ilyas, 2010).

Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot yaitu :

1. Oblik inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal tulang lakrimal,

berinsersi pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula,

dipersarafi saraf okulomotor, bekerja untuk menggerakkan mata

keatas, abduksi dan eksiklotorsi (Ilyas, 2010).

2. Otot Oblik Superior

Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenoid

di atas foramen optik, berjalan menuju troklea dan dikatrol balik dan

kemudian berjalan di atas otot rektus superior, yang kemudian

berinsersi pada sklera dibagian temporal belakang bola mata. Oblik

superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang keluar dari

bagian dorsal susunan saraf pusat (Ilyas, 2010).

3. Otot Rektus Inferior

Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara

oblik inferior dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang

limbus yang pada persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh

ligamen Lockwood. Rektus inferior dipersarafi oleh n. III (Ilyas,

2010).

Fungsi menggerakkan mata :

- Depresi

- Eksoklotorsi (gerak sekunder)

- Aduksi (gerak sekunder)

4. Otot Rektus Lateral

Universitas Sumatera Utara

Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di

bawah foramen optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan

pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi (Ilyas, 2010).

5. Otot Rektus Medius

Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus

dura saraf optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada

pergerakkan mata bila terdapat retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di

belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata yang paling

tebal dengan tendon terpendek. Menggerakkan mata untuk aduksi

(gerakan primer) (Ilyas, 2010).

6. Otot Rektus Superior

Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura

orbita superior beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan

rasa sakit pada pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis

retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan

dipersarafi cabang superior N.III (Ilyas, 2010).

Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke

lateral :

- Aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral

- Insiklotorsi

2.2. Proses Visual Mata

Proses visual mata dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada

retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi

maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak

dibandingkan ketika sedang kontraksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur

oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari

otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epithelial

Universitas Sumatera Utara

kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai

myoephitelial cells (Saladdin, 2006).

Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan

melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya yang dapat memasuki mata.

Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya

berubah dan ketika memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang

dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata,

pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata

(Saladdin, 2006).

Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humor

(n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak

dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang

ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya

mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam

proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat

diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina

(Saladdin,2006).

Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan

sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen

melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada choroid membentuk suatu

matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan mengurangi penyebaran

cahaya dan mengisoloasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada sensory retina,

terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic.

Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron

dari berbagai lapisan bersatu. Lapisan pleksiformis luar berada diantara lapisan

sel bipolar dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak

diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic (Seeley, 2006).

Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang

terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral

geniculate dari thalamus, superior colliculi dan korteks serebri (Seeley, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Gambaran jaras penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada

gambar berikut.

Gambar 2.2. Jaras Penglihatan

(Sumber : Khurana, 2007)

Penglihatan manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Central Vision

Central vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya jatuh

pada area makula lutea retina dan memberikan stimulus pada

fotoreseptor yang berada pada area tersebut. (Riordan-Eva, 2007).

2. Peripheral Vision

Peripheral vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya

jatuh pada area diluar macula lutea retina dan memberikan stimulus

pada fotoreseptor yang berada pada area tersebut.

Penglihatan perifer dapat ditinjau secara cepat dengan menggunakan

confrontation testing. Pada pemeriksaan ini, mata yang tidak diperiksa ditutup

dengan menggunakan telapak tangan dan pemeriksa duduk sejajar dengan pasien.

Jika mata kanan pasien diperiksa, maka mata kiri pasien ditutup dan mata kanan

pemeriksa ditutup. Pasien diminta untuk melihat lurus sejajar dengan mata kiri

Universitas Sumatera Utara

pemeriksa. Untuk mendeteksi adanya gangguan, pemeriksa menunjukan angka

tertentu dengan menggunakan jari tangan yang diletakkan diantara pasien dan

pemeriksa pada keempat kuadran penglihatan. Pasien diminta untuk

mengidentifikasi angka yang ditunjukkan (Riordan-Eva, 2007).

2.3. Ketajaman Penglihatan

2.3.1. Perkembangan Ketajaman Penglihatan

Ketajaman penglihatan merupakan kemampuan sistem penglihatan untuk

membedakan berbagai bentuk (Anderson, 2007). Penglihatan yang optimal hanya

dapat dicapai bila terdapat suatu jalur saraf visual yang utuh, struktur mata yang

sehat serta kemampuaan fokus mata yang tepat (Riordan-Eva, 2007).

Perkembangan kemampuan melihat sangat bergantung pada

perkembangan sampai pada kemampuan menilai pengertian melihat. Walaupun

perkembangan bola mata sudah lengkap waktu lahir, mielinisasi berjalan terus

sesudah lahir. Tajam penglihatan bayi sangat kurang dibandingkan dengan

penglihatan anak. Perkembangan penglihatan berkembang cepat sampai usia dua

tahun dan secara kuantitatif pada usia lima tahun (Ilyas, 2009)

Tajam penglihatan bayi berkembang sebagai berikut :

Baru Lahir : Menggerakkan kepala ke sumber cahaya besar

6 minggu : Mulai melakukan fiksasi; Gerakan mata tidak teratur ke arah sinar

3 bulan : Dapat menggerakkan mata kearah benda yang bergerak

4-6 bulan : Koordinasi penglihatan dengan gerakan mata; dapat melihat dan

mengambil objek

9 bulan : Tajam Penglihatan 20/200

1 tahun : Tajam Penglihatan 20/100

2 tahun : Tajam Penglihatan 20/40

3 tahun : Tajam Penglihatan 20/30

5 tahun : Tajam Penglihatan 20/20 (Ilyas, 2009)

Secara klinis, derajat ketajaman anak-anak mencapai nilai yang

mendekati 6/6 saat mencapai usia 5 tahun. Hal ini dikarenakan pemeriksaan visus

pada anak-anak secara subjektif maupun objektif tidak dapat menghasilkan data

Universitas Sumatera Utara

yang valid. Ketajaman penglihatan dapat di bagi lagi menjadi recognition acuity

dan resolution acuity. Recognition acuity adalah ketajaman penglihatan yang

berhubungan dengan detail dari huruf terkecil, angka ataupun bentuk lainnya

yang dapat dikenali. Resolution acuity adalah kemampuan mata untuk mengenali

dua titik ataupun benda yang mempunyai jarak sebagai dua objek yang terpisah

(Leat, 2009).

Hubungan antara jenis ketajaman penglihatan tersebut dengan usia

dimana kondisi tersebut dapat dicapai dapat dilihat pada Tabel 2.1. berikut

(Leat, 2009).

Tabel 2.1 Studi Ketajaman Penglihatan pada Anak Usia Lima Tahun Keatas

(Sumber : Leat, 2009)

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Pemeriksaan visus mata

Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.

Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab

kelainan mata yang mengakibatkan turunannya tajam penglihatan. Tajam

penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata.

Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu

Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan

menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi

sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda

ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat

pada jarak tertentu (Ilyas, 2009).

Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat

kemampuan membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu.

Pasiennya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan

normal. Pada keadaan ini, mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang

seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut. Tajam penglihatan normal rata-rata

bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 atau 20/15 (atau 20/20 kaki). Tajam penglihatan

maksimum berada di daerah fovea, sedangkan beberapa faktor seperti

penerangan umum, kontras, waktu papar, dan kelainan refraksi mata dapat

merubah tajam penglihatan mata (Ilyas, 2009).

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan

kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan

kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya. Dengan gambar kartu

Snellen ditentukan tajam penglihatan dimana mata hanya dapat membedakan dua

titik tersebut membentuk sudut satu menit. Satu huruf hanya dapat dilihat bila

seluruh huruf membentuk sudut lima menit dan setiap bagian dipisahkan dengan

sudut satu menit. Makin jauh huruf harus terlihat, maka makin besar huruf

tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap lima menit (Ilyas,

2009).

Universitas Sumatera Utara

Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak lima atau

enam meter. Pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat

atau tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku

atau standar, misalnya kartu baca Snellen yang setiap hurufnya membentuk sudut

lima menit pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris tanda 60, berarti huruf

tersebut membentuk sudut lima menit pada jarak 60 meter; dan pada baris tanda

30, berarti huruf tersebut membentuk sudut lima menit pada jarak 30 meter.

Huruf pada baris tanda 6 adalah huruf yang membentuk sudut lima menit pada

jarak enak meter, sehingga huruf ini pada orang normal akan dapat dilihat dengan

jelas (Ilyas, 2009).

Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau

kemampuan melihat seseorang, seperti :

1. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada

jarak enak meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat

pada jarak enam meter.

2. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan

angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

3. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan

angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.

4. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada

jarak enam meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat

pada jarak 60 meter.

5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen

maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat terlihat terpisah oleh orang

normal pada jarak 60 meter.

6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang

diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60.

Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai

1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam

penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal

Universitas Sumatera Utara

dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter.

Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak satu meter

berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.

8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan

tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai

tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada

jarak tidak berhingga.

9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka

dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol (Ilyas, 2009).

Hal diatas dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat

berkomunikasi. Pada bayi adalah tidak mungkin melakukan pemeriksaan

tersebut. Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti orang dewasa

secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan berkembang normal

dengan melihat refleks fiksasi. Bayi normal akan dapat berfiksasi pada usia 6

minggu, sedang mempunyai kemampuan untuk dapat mengikuti sinar pada usia 2

bulan. Refleks pupil sudah mulai terbentuk sehingga dengan cara ini dapat

diketahui keadaan fungsi penglihatan bayi pada masa perkembangannya. Pada

anak yang lebih besar dapat dipakai benda-benda yang lebih besar dan berwarna

untuk digunakan dalam pengujian penglihatannya (Ilyas, 2009).

Untuk mengetahui sama tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata

dapat dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup akan

menimbulkan reaksi yang berbeda pada sikap anak, yang berarti ia sedang

memakai mata yang tidak disenangi atau kurang baik dibanding dengan mata

lainnya (Ilyas, 2009).

Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat

kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan

lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan

kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinholedi depan

mata berarti ada kelainan organic atau kekeruhan media penglihatan yang

mengakibatkan penglihatan menurun (Ilyas, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Pada tabel 2.2. dibawah ini terlihat tajam penglihatan yang dinyatakan

dalam sistem desimal, Snellen dalam meter dan kaki (Ilyas, 2009).

Tabel 2.2

Nilai Tajam Penglihatan dalam Meter, Kaki dan Desimal

Snellen (6 meter) 20 kaki Sistem decimal

6/6 20/20 1.0

5/6 20/25 0.8

6/9 20/30 0.7

5/9 15/25 0.6

6/12 20/40 0.5

5/12 20/50 0.4

6/18 20/70 0.3

6/60 20/200 0.1

(Sumber : Ilyas, 2009)

2.3.3. Penurunan Tajam Penglihatan

Penurunan ketajaman penglihatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor

seperti usia, kesehatan mata dan tubuh dan latar belakang pasien. Ketajaman

penglihatan cenderung menurun sesuai dengan meningkatnya usia seseorang.

Jenis kelamin bukan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi ketajaman

penglihatan seseorang (Xu, 2005). Dari penelitian yang dilakukan di Sumatera,

Indonesia, didapat bahwa penyebab tertinggi terjadinya low vision atau visual

impairment adalah katarak, kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, amblyopia,

Age-related Macular Degeneration, Macular Hole, Optic Atrophy, dan trauma

(Saw, 2003). Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan mata yang herediter

(Riordan-Eva, 2007).

2.4. Visual Impairment

Menurut International Classification of Diseases (ICD), visual

impairment adalah suatu keterbatasan fungsional dari mata.

Visual impairment ini sendiri dapat dinilai dengan menggunakan tiga

kriteria penting, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Visual Acuity

Ketajaman penglihatan dapat dinilai dengan metode yang telah

dijelaskan sebelumnya (Riordan-Eva, 2007).

2. Visual Field

Metode tradisional standar yang dapat digunakan untuk menilai

gangguan dalam lapangan pandang adalah kinetic perimetry untuk

menentukan lapangan pandang setiap mata secara keseluruhan.

(Riordan-Eva, 2007).

3. Ocular Motality

Motalitas okuler dapat dinilai dengan menggunakan arc perimeter

dengan pasien tetap melihat menggunakan kedua mata. Motalitas

okuler dapat menilai adanya gangguan pada mata seperti diplopia

(Riordan-Eva, 2007).

2.5. Miopia

2.5.1. Definisi

Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan

sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan

retina (bintik kuning) (Ilyas, 2005).

2.5.2. Klasifikasi

Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau

kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat.

Dikenal beberapa bentuk miopia seperti :

1. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan

seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih

cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias

atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media

penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.

Universitas Sumatera Utara

2. Miopia aksial, miopia akibat panjang nya sumbu bola mata,

dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal

Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :

1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri

2. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri

3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6

dioptri.

Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :

1. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa

2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia

dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata

3. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat

mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan

Miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia degenerative.

(Ilyas, 2010).

2.5.3. Manifestasi Klinis

Pasien dengan miopia akan melihat jelas bila melihat dekat dan kabur

jika melihat jauh. Pasien miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering

disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Selain itu, pasien miopia

mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah abrasi sferis

atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia mempunyai

pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam keadaan konvergensi.

Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam

atau esoptropia (Ilyas, 2010).

2.5.4. Penatalaksanan

Orang yang mengalami miopia diberi kacamata sferis negatif terkecil

yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.

2.5.5. Pencegahan

Sejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah kelainan anak atau

mencegah jangan sampai menjadi parah. Biasanya dokter akan melakukan

Universitas Sumatera Utara

beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk membantu

penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata.

Pencegahan lainnya adalah dengan melakukan visual hygiene berikut ini :

a. Mencegah terjadinya kebiasaan buruk.

1. Hal yang perlu di perhatikan adalah anak dibiasakan duduk

dengan posisi tegak sejak kecil.

2. Memegang alat tulis dengan benar.

3. Lakukan istirahat setiap 30 menit setelah melakukan kegiatan

membaca atau menonton TV.

4. Batasi jam membaca

5. Aturlah jarak baca yang tepat (30 cm) dan gunakanlah

penerangan yang cukup.

6. Kalau memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang

bias diatur tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm.

7. Membaca dengan posisi tidur atau tengkurap bukanlah

kebiasaan yang baik.

b. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh dan dekat

secara bergantian dapat mencegah miopia.

c. Jika ada kelainan pada mata, kenali dan perbaiki sejak awal. Jangan menunggu

sampai ada gangguan pada mata.

d. Untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan

konsultasi dengan dokter spesialis mata anak supaya tidak terjadi juling. Patuhi

setiap perintah dokter dalam program rehabilitas tersebut.

e. Periksalah mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang memakai

kacamata.

f. Dengan mengenali keanehan, misalnya kemampuan melihat yang kurang,

segeralah melakukan pemeriksaan.

g. Di sekolah, sebaiknya dilakukan skrining pada anak-anak. (Curtin, 2002).

Universitas Sumatera Utara