BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. PERSONAL HYGIENErepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24132/2/Chapter...

18
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. PERSONAL HYGIENE 1.1. Defenisi personal hygiene Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Alimul, 2006). Personal hygiene adalah perawatan diri dimana individu mempertahankan kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta keterampilan (Mosby, 1994 dalam Pratiwi, 2008). Menurut Mubarak (2008) personal hygiene adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene ini diperlukan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit. Praktik personal hygiene bertujuan untuk peningkatan kesehatan dimana kulit merupakan garis tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi. Dengan implementasi tindakan hygiene pasien, atau membantu anggota keluarga untuk melakukan tindakan itu maka akan menambah tingkat kesembuhan pasien (Potter & Perry, 2005). 1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene Menurut Potter dan Perry (2005), sikap seseorang melakukan personal hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain: Citra tubuh (Body Image) penampilan umum pasien dapat menggambarkan pentingnya personal hygiene pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. PERSONAL HYGIENErepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24132/2/Chapter...

 

  

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. PERSONAL HYGIENE

1.1. Defenisi personal hygiene

Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk

mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Alimul, 2006).

Personal hygiene adalah perawatan diri dimana individu mempertahankan

kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta keterampilan (Mosby, 1994 dalam

Pratiwi, 2008). Menurut Mubarak (2008) personal hygiene adalah upaya seseorang

dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan

fisik dan psikologis. Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan

individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene ini diperlukan baik

pada orang sehat maupun pada orang sakit. Praktik personal hygiene bertujuan untuk

peningkatan kesehatan dimana kulit merupakan garis tubuh pertama dari pertahanan

melawan infeksi. Dengan implementasi tindakan hygiene pasien, atau membantu

anggota keluarga untuk melakukan tindakan itu maka akan menambah tingkat

kesembuhan pasien (Potter & Perry, 2005).

1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene

Menurut Potter dan Perry (2005), sikap seseorang melakukan personal

hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain:

Citra tubuh (Body Image) penampilan umum pasien dapat menggambarkan

pentingnya personal hygiene pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep

Universitas Sumatera Utara

 

  

subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Personal hygiene yang baik akan

mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu (Stuart & Sudeen, 1999

dalam setiadi, 2005). Citra tubuh dapat berubah, karena operasi, pembedahan atau

penyakit fisik maka perawat harus membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan

hygiene dimana citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Body

image seseorang berpengaruhi dalam pemenuhan personal hygiene karena adanya

perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

Praktik sosial kelompok-kelompok sosial wadah seorang pasien berhubungan

dapat mempengaruhi bagaimana pasien dalam pelaksanaan praktik personal hygiene.

Perawat harus menentukan apakah pasien dapat menyediakan bahan-bahan yang

penting seperti deodorant, sampo, pasta gigi, dan kosmetik. Perawat juga harus

menentukan jika penggunaan dari produk-produk ini merupakan bagian dari

kebiasaan sosial yang dipraktekkan oleh kelompok sosial pasien.

Status sosial ekonomi menurut Friedman (1998) dalam Pratiwi (2008),

pendapatan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menyediakan

fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang hidup dan

kelangsungan hidup keluarga. Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis

dan tingkatan praktik personal hygiene. Untuk melakukan personal hygiene yang baik

dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, seperti kamar mandi, peralatan

mandi, serta perlengkapan mandi yang cukup (mis. sabun, sikat gigi, sampo, dll).

Pengetahuan pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting, karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Pengetahuan tentang

pentingnya hygiene dan implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik hygiene.

Universitas Sumatera Utara

 

  

Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup, pasien juga harus

termotivasi untuk memelihara personal higiene. Individu dengan pengetahuan tentang

pentingnya personal higene akan selalu menjaga kebersihan dirinya untuk mencegah

dari kondisi atau keadaan sakit (Notoatmodjo, 1998 dalam pratiwi, 2008).

Kebudayaan kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuan

perawatan personal higiene. Seseorang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda,

mengikuti praktek perawatan personal higiene yang berbeda. Keyakinan yang

didasari kultur sering menentukan defenisi tentang kesehatan dan perawatan diri.

Dalam merawat pasien dengan praktik higiene yang berbeda, perawat menghindari

menjadi pembuat keputusan atau mencoba untuk menentukan standar kebersihannya

(Potter & Perry, 2005).

Kebiasaan dan kondisi fisik seseorang setiap pasien memiliki keinginan

individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan

rambut. Orang yang menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi

seringkali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan personal

higiene. Seorang pasien yang menggunakan gips pada tangannya atau menggunakan

traksi membutuhkan bantuan untuk mandi yang lengkap. Kondisi jantung, neurologis,

paru-paru, dan metabolik yang serius dapat melemahkan atau menjadikan pasien tidak

mampu dan memerlukan perawatan personal higiene total.

Universitas Sumatera Utara

 

  

1.3. Macam-Macam Personal Hygiene dan Manfaatnya

Pemeliharaan personal hygiene berarti tindakan memelihara kebersihan dan

kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan

memiliki personal hygiene baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan

tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung, dan

telinga, kaki dan kuku, genitalia, serta kebersihan dan kerapihan pakaiannya.

Menurut Potter dan Perry (2005) macam-macam personal hygiene dan

tujuannya adalah:

Perawatan kulit kulit merupakan organ aktif yang berfungsi sebagai

pelindung dari berbagai kuman atau trauma, sekresi, eksresi, pengatur temperature,

dan sensasi, sehingga diperlukan perawatan yang adekuat dalam mempertahankan

fungsinya. Kulit memiliki 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis, dan subkutan.

Ketika pasien tidak mampu atau melakukan perawatan kulit pribadi maka perawat

memberikan bantuan atau mengajarkan keluarga bagaimana melaksanakan personal

higiene. Seorang pasien yang tidak mampu bergerak bebas karena penyakit akan

beresiko terjadinya kerusakan kulit. Bagian badan yang tergantung dan terpapar

tekanan dari dasar permukaan tubuh (misalnya matrasi gips tubuh atau lapisan linen

yang berkerut), akan mengurangi sirkulasi pada bagian tubuh yang terkena sehingga

dapat menyebabkan dekubitus.

Pelembab pada permukaan kulit merupakan media pertumbuhan bakteri dan

menyebabkan iritasi lokal, menghaluskan sel epidermis, dan dapat menyebabkan

maserasi kulit. Keringat, urine, material fekal berair, dan drainase luka dapat

mengakumulasikan pada permukaan kulit dan akan menyebabkan kerusakan kulit dan

Universitas Sumatera Utara

 

  

infeksi. Pasien yang menggunakan beberapa jenis alat eksternal pada kulit seperti

gips, baju pengikat, pembalut, balutan, dan jaket ortopedik dapat menimbulkan

tekanan atau friksi terhadap permukaan kulit sehinggga menyebabkan kerusakan kulit.

Tujuan perawatan kulit adalah pasien akan memiliki kulit yang utuh, bebas bau badan,

pasien dapat mempertahankan rentang gerak, merasa nyaman dan sejahtera, serta

dapat berpartisifasi dan memahami metode perawatan kulit.

Mandi memandikan pasien merupakan perawatan higienis total. Mandi dapat

dikategorikan sebagai pembersihan atau terapeutik. Mandi ditempat tidur yang

lengkap diperlukan bagi pasien dengan ketergantungan total dan memerlukan

personal higiene total. Keluasan mandi pasien dan metode yang digunakan untuk

mandi berdasarkan pada kemampuan fisik pasien dan kebutuhan tingkat hygiene

yang dibutuhkan. Pasien yang bergantung dalam pemenuhan kebutuhan personal

higiene, terbaring ditempat tidur dan tidak mampu mencapai semua anggota badan

dapat memperoleh mandi sebagian di tempat tidur. Tujuan memandikan pasien di

tempat tidur adalah untuk menjaga kebersihan tubuh, mengurangi infeksi akibat kulit

kotor, memperlancar sistem peredaran darah, dan menambah kenyamanan pasien.

Mandi dapat menghilangkan mikroorganisme dari kulit serta sekresi tubuh,

menghilangkan bau tidak enak, memperbaiki sirkulasi darah ke kulit, dan membuat

pasien merasa lebih rileks dan segar. Pasien dapat dimandikan setiap hari di rumah

sakit. Namun, bila kulit pasien kering, mandi mungkin dibatasi sekali atau dua kali

seminggu sehingga tidak akan menambah kulit menjadi kering. Perawat atau anggota

keluarga mungkin perlu membantu pasien berjalan ke kamar mandi atau kembali dari

kamar mandi. Perawat atau anggota keluarga harus ada untuk membantu pasien

Universitas Sumatera Utara

 

  

mengguyur atau mengeringkan bila perlu atau mengganti pakaian bersih setelah

mandi. Kadang pasien dapat mandi sendiri di tempat tidur atau mereka memerlukan

bantuan dari perawat atau anggota keluarga untuk memandikan bagian punggung atau

kakinya. Kadang pasien tidak dapat mandi sendiri dan perawat atau anggota keluarga

memandikan pasien di tempat tidur.

Hygiene mulut pasien immobilisasi terlalu lemah untuk melakukan perawatan

mulut, sebagai akibatnya mulut menjadi terlalu kering atau teriritasi dan menimbulkan

bau tidak enak. Masalah ini dapat meningkat akibat penyakit atau medikasi yang

digunakan pasien. Perawatan mulut harus dilakukan setiap hari dan bergantung

terhadap keadaan mulut pasien. Gigi dan mulut merupakan bagian penting yang harus

dipertahankan kebersihannya sebab melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk.

Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi, gusi, dan

bibir, menggosok membersihkan gigi dari partikel – partikel makanan, plak, bakteri,

memasase gusi, dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa

yang tidak nyaman.

Beberapa penyakit yang mungkin muncul akibat perawatan gigi dan mulut

yang buruk adalah karies, gingivitis (radang gusi), dan sariawan. Hygiene mulut yang

baik memberikan rasa sehat dan selanjutnya menstimulasi nafsu makan. Tujuan

perawatan hygiene mulut pasien adalah pasien akan memiliki mukosa mulut utuh

yang terhidrasi baik serta untuk mencegah penyebaran penyakit yang ditularkan

melalui mulut (misalnya tifus, hepatitis), mencegah penyakit mulut dan gigi,

meningkatkan daya tahan tubuh, mencapai rasa nyaman, memahami praktik hygiene

mulut dan mampu melakukan sendiri perawatan hygiene mulut dengan benar.

Universitas Sumatera Utara

 

  

Perawatan mata, hidung, dan telinga perhatian khusus diberikan untuk

membersihkan mata, hidung, dan telinga selama pasien mandi. Secara normal tidak

ada perawatan khusus yang diperlukan untuk mata karena secara terus – menerus

dibersihkan oleh air mata, kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya partikel

asing kedalam mata. Normalnya, telinga tidak terlalu memerlukan pembersihan.

Namun, pasien dengan serumen yang terlalu banyak telinganya perlu dibersihlkan

baik mandiri pasien atau dilakukan oeh perawat dan keluarga. Hygiene telinga

mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran. Bila benda asing berkumpul

pada kanal telinga luar, maka akan mengganggu konduksi suara.

Hidung berfungsi sebagai indera penciuman, memantau temperature dan

kelembapan udara yang dihirup, serta mencegah masuknya partikel asing ke dalam

sistem pernapasan. Pasien yang memiliki keterbatasan mobilisasi memerlukan

bantuan perawat atau anggota keluarga untuk melakukan perawatan mata, hidung, dan

telinga. Tujuan perawatan mata, hidung, dan telinga adalah pasien akan memiliki

organ sensorik yang berfungsi normal, mata, hidung, dan telinga pasien akan bebas

dari infeksi, dan pasien akan mampu melakukan perawatan mata, hidung, dan telinga

sehari – hari.

Perawatan rambut penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali

tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau

ketidakmampuan mencegah seseorang untuk memelihara perawatan rambut sehari-

sehari. Menyikat, menyisir dan bersampo adalah cara-cara dasar higienis perawatan

rambut, distribusi pola rambut dapat menjadi indikator status kesehatan umum,

perubahan hormonal, stress emosional maupun fisik, penuaan, infeksi dan penyakit

Universitas Sumatera Utara

 

  

tertentu atau obat obatan dapat mempengaruhi karakteristik rambut. Rambut

merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi sebagai proteksi serta pengatur

suhu, melalui rambut perubahan status kesehatan diri dapat diidentifikasi.

Penyakit atau ketidakmampuan menjadikan pasien tidak dapat memelihara

perawatan rambut sehari – hari. Pasien immobilisasi rambutnya cenderung terlihat

kusut. Menyikat, menyisir, dan bersampo merupakan dasar higyene rambut untuk

semua pasien. Pasien juga harus diizinkan bercukur bila kondisi mengizinkan. Pasien

yang mampu melakukan perawatan diri harus dimotivasi untuk memelihara perawatan

rambut sehari – hari. Sedangkan pada pasien yang memiliki keterbatasan mobilisasi

memerlukan bantuan perawat atau keluarga pasien dalam melakukan higyene rambut.

Tujuan perawatan rambut adalah pasien akan memiliki rambut dan kulit kepala yang

bersih dan sehat, pasien akan mencapai rasa nyaman dan harga diri, dan pasien dapat

berpartisifasi dalam melakukan praktik perawatan rambut.

Perawatan kaki dan kuku kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian

khusus untuk mencegah infeksi, bau, dan cedera pada jaringan. Tetapi seringkali

orang tidak sadar akan masalah kaki dan kuku sampai terjadi nyeri atau

ketidaknyamanan. Menjaga kebersihan kuku penting dalam mempertahankan

personal hygiene karena berbagai kuman dapat masuk kedalam tubuh melalui kuku.

Oleh sebab itu, kuku seharusnya tetap dalam keadaan sehat dan bersih. Perawatan

dapat digabungkan selama mandi atau pada waktu yang terpisah. Tujuan perawatan

kaki dan kuku adalah pasien akan memiliki kulit utuh dan permukaan kulit yang

lembut, pasien merasa nyaman dan bersih, pasien akan memahami dan melakukan

metode perawatan kaki dan kuku dengan benar.

Universitas Sumatera Utara

 

  

Perawatan genitalia perawatan genitalia merupakan bagian dari mandi

lengkap. Pasien yang paling butuh perawatan genitalia yang teliti adalah pasien yang

beresiko terbesar memperoleh infeksi. Pasien yang mampu melakukan perawatan diri

dapat diizinkan untuk melakukannya sendiri. Perawat mungkin menjadi malu untuk

memberikan perawatan genitalia, terutama pada pasien yang berlainan jenis kelamin.

Dapat membantu jika memiliki perawat yang sama jenis kelamin dengan pasien

dalam ruangan pada saat memberikan perawatan genitalia. Tujuan perawatan genitalia

adalah untuk mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan kebersihan genitalia,

meningkatkan kenyamanan serta mempertahankan personal higiene.

1.4. Jenis personal hygiene berdasarkan waktu pelaksanaannya

Menurut Alimul (2006) personal hygiene berdasarkan waktu pelaksanaannya

dibagi menjadi empat yaitu:

Perawatan dini hari merupakan personal hygiene yang dilakukan pada waktu

bangun tidur, untuk melakukan tindakan untuk tes yang terjadwal seperti dalam

pengambilan bahan pemeriksaan (urine atau feses), memberikan pertolongan seperti

menawarkan bedpan atau urinal jika pasien tidak mampu ambulasi , mempersiapkan

pasien dalam melakukan sarapan atau makan pagi dengan melakukan tindakan

personal hygiene, seperti mencuci muka, tangan, menjaga kebersihan mulut, .

Perawatan pagi hari merupakan personal hygiene yang dilakukan setelah

melakukan sarapan atau makan pagi seperti melakukan pertolongan dalam

pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB / BAK), mandi atau mencuci rambut,

melakukan perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung, membersihkan mulut,

Universitas Sumatera Utara

 

  

kuku, rambut, serta merapikan tempat tidur pasien. Hal ini sering disebut sebagai

perawatan pagi yang lengkap.

Perawatan siang hari merupakan personal hygiene yang dilakukan setelah

melakukan berbagai tindakan pengobatan atau pemeriksaan dan setelah makan siang

dimana pasien yang dirawat di rumah sakit seringkali menjalani banyak tes

diagnostik yang melelahkan atau prosedur di pagi hari. Berbagai tindakan personal

hygiene yang dapat dilakukan, antara lain mencuci muka dan tangan, membersihkan

mulut, merapikan tempat tidur, dan melakukan pemeliharaan kebersihan lingkungan

kesehatan pasien.

Perawatan menjelang tidur merupakan personal hygiene yang dilakukan

pada saat menjelang tidur agar pasien relaks sehingga dapat tidur atau istirahat dengan

tenang. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain pemenuhan kebutuhan

eliminasi (BAB / BAK), mencuci tangan dan muka, membersihkan mulut, dan

memijat daerah punggung.

1.5. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene

Menurut Tarwoto (2004) dampak yang sering timbul pada masalah personal

hygiene adalah Dampak fisik banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang

karena tidak terpeliharanya personal higiene dengan baik. Gangguan fisik yang sering

terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi

pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku. Dampak psikososial masalah

sosial yang berhubungan dengan personal hygiene pada pasien immobilisasi adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga

diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.

Universitas Sumatera Utara

 

  

2. IMMOBILISASI

2.1. Defenisi immobilisasi

Immobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak

secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan atau aktivitas (Alimul,

2006). Konsep immobilisasi merupakan hal relatif dalam arti tidak saja kehilangan

pergerakan total tetapi juga terjadi penurunan aktifitas dari normalnya. Pada keadaan

immobilisasi, pasien tidak dapat menghindari pembatasan gerakan pada setiap aspek

kehidupan (Potter dan Perry, 2005). Dalam hubungannya dengan perawatan pasien,

maka immobilisasi adalah keadaan dimana pasien berbaring lama ditempat tidur,

tidak dapat secara bebas karena kondisi yang mengganggu atau aktivitas. Pada pasien

immobilisasi yang mengalami tirah baring yang lama, maka makin besar

kemungkinan untuk mengalami komplikasi karena kurang pergerakan. Penyebab

immobilisasi antara lain: trauma, fraktur pada ekstremitas, kecacatan dan sebagainya

(Asmadi, 2008).

2.2. Jenis Immobilisasi

Menurut Alimul (2006) secara umum ada beberapa keadaan immobilitas yang

dialami pasien yaitu Immobilitas fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara

fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti

pada pasien hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah

paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan,

dan pasien post operasi fraktur, immobilitas intelektual merupakan keadaan ketika

seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami

kerusakan otak akibat suatu penyakit misalnya pasien yang ,mengalami tumor otak

Universitas Sumatera Utara

 

  

atau kanker otak, immobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang

mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba

dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan

karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh

atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai, dan immobilitas sosial merupakan

keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena

keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan

sosial. Sebagai contoh pasien yang mengalami kecacatan pada anggota tubuhnya

karena kecelakaan, dan pasien yang mengalami gangguan jiwa.

2.3. Efek dari Immobilisasi

Menurut Asmadi (2008) ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan akibat

immobilisasi fisik antara lain:

Sistem integument immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan

integritas kulit, seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada

immobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lain, dan

penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehinggga terjadi iskemik pada

jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya

infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk. Immobilitas

merupakan faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan (dekubitus)

(Yunita, 2007). Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu Rumah Sakit di

Pontianak juga menunjukkan bahwa immobilitas merupakan faktor yang signifikan

untuk perkembangan luka tekan (dekubitus).

Universitas Sumatera Utara

 

  

Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh immobilisasi. Ada tiga

perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 25

mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk

ke posisi berdiri), peningkatan beban kerja jantung (jika beban kerja jantung

meningkat maka konsumsi oksigen juga meningkat. Jika immobilisasi meningkat

maka curah jantung menurun, penurunan efisiensi jantung yang lebih lanjut dan

peningkatan beban kerja), dan pembentukan thrombus (akumulasi trombosit, fibrin,

faktor - faktor pembekuan darah, dan elemen sel – sel darah yang menempel pada

dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang – kadang menutup lumen pembuluh

darah).

Sistem respirasi immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem

pernapasan. Akibat immobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru

menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme

terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan penurunan

aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehinggga mengakibatkan anemia. Penurunan

ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.

Sistem perkemihan immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi

urine. Dalam kondisi normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke

bladder yang disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi terlentang, ginjal

dan ureter berada pada posisi yang sama sehingga urine tidak dapat melewati ureter

dengan baik (urine menjadi statis). Akibatnya urine banyak tersimpan dalam pelvis

renal. Kondisi ini berpotensi tinggi untuk menyebabkan terjadinya infeksi saluran

kemih.

Universitas Sumatera Utara

 

  

Sistem muskuloskletal pengaruh immobilisasi pada sistem muskuloskletal

meliputi gangguan mobilisasi permanen. Immobilisasi mempengaruhi otot pasien,

menyebabkan penurunan massa otot (atropi otot) sebagai akibat dari kecepatan

metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas sehingga mengakibatkan

berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya memburuknya koordinasi pergerakan.

Pengaruh lain dari immobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan

metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi.

Sistem neurosensoris dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata

pada pasien immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada

ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan gangguan

syaraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut menyebabkan pasien tidak dapat

menggerakkan bagian bagian anggota tubuh yang distal dari gips, mengeluh terjadi

sensasi yang berlebihan atau berkurang, dan timbul rasa nyeri yang hebat.

Perubahan perilaku immobilisasi menyebabkan respon emosional,

intelektual, sensori dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi

bertahap. Perubahan emosional yang peling umum adalah perubahan perilaku sebagai

akibat immobilisasi, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas,

emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, menurunnya perhatian serta

kemampuan terhadap pemeliharaan kebersihan diri.

Universitas Sumatera Utara

 

  

3. FRAKTUR

3.1. Defenisi fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya, terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat

diabsorbsinya (Brunner & Suddarth, 2002). Fraktur adalah patah tulang, biasanya

disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995 dalam Suharto, 2007). Fraktur

adalah terputusnya kontiniutas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma,

beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang

menyebabkan fraktur yang patologis (Barret & Bryant, 1990 dalam Suharto 2007).

3.2. Etiologi

Etiologi dari fraktur antara lain kekerasan langsung menyebabkan patah

tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka

dengan garis patah melintang atau miring, kekerasan tidak langsung kekerasan tidak

langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya

kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur

hantaran vektor kekerasan, dan kekerasan akibat tarikan otot patah tulang akibat

tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,

penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, atau penarikan.

3.3. Klasifikasi fraktur

Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) maka fraktur

diklasifikasikan menjadi dua yaitu fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih

Universitas Sumatera Utara

 

  

(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi, dan fraktur terbuka (open /

compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena

adanya perlukaan kulit. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan maka fraktur

diklasifikasikan menjadi fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh

penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang, dan fraktur inkomplit, bila

garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma

maka fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur tranversal yaitu fraktur yang arah

melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung, fraktur

oblik yaitu fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang

dan merupakan akibat trauma angulasi (langsung), fraktur spiral yaitu fraktur yang

arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi, fraktur

kompresi yaitu fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong

tulang kearah permukaan lain, dan fraktur avulse yaitu fraktur yang diakibatkan

karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. Sedangkan

berdasarkan jumlah garis patah maka fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur

komunitif yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan,

fraktur segmental yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan, dan fraktur multiple yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu

tapi tidak pada tulang yang sama.

Universitas Sumatera Utara

 

  

3.4. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, deformitas (kelainan bentuk), krepitasi

(suara berderik), bengkak, peningkatan temperature lokal, pergerakan abnormal,

echymosis (perdarahan sub kutan yang lebar - lebar), dan kehilangan fungsi.

3.5. Prinsip penatalaksanaan fraktur

Cara konservatif dilakukan pada anak – anak dan remaja dimana masih

memungkinkan terjadinyan pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena

adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan

adalah dengan gips dan traksi, dan cara operatif / pembedahan pada saat ini metode

pelaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah pembedahan.

Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya

insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang

bidang anatomic menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan

fragmen – fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian

direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah

direduksi, fragmen – fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat – alat ortopedik

berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.

3.6. Pasien immobilisasi post operasi fraktur

Hari pertama post operasi fraktur (anastesi spinal) tidak dianjurkan duduk,

pasien masih mengalami nyeri, karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka

semua bentuk kegiatan menjadi berkurang termasuk dalam kemampuan pasien untuk

pelaksanaan pemenuhan personal higiene, sehingga kebutuhan pasien perlu banyak

Universitas Sumatera Utara

 

  

dibantu oleh perawat atau keluarga, sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien

melakukan aktivitas. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai

batasan terapeutik. Reduksi dan immobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.

partisifasi dalam aktivitas hidup sehari – hari diusahakan untuk memperbaiki

kemandirian fungsi dan harga diri. Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus di

imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi

penyatuan. Masa penyembuhan biasanya memerlukan waktu 3 – 12 minggu, tetapi

pada usia lanjut atau status kesehatan yang buruk mungkin diperlukan waktu yang

lebih lama (Brunner & Suddarth, 2002).

Universitas Sumatera Utara