BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN...
7
BAB 2
LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Dessler (2005:2) manajemen SDM adalah kebijakan dan
Pratik menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi
manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi
penghargaan dan penilaian.
Sedangkan Hasibuan (2007:111) menyatakan bahwa manajemen
SDM atau pengelolaan SDM berarti penyiapan dan pelaksanaan suatu
rencana yang terkoordinasi untuk menjamin bahwa SDM yang ada dapat
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Edwin B. Flippo dalam H. Suwatno dan Donni Juan
Priansa (2011:29) menyatakan bahwa, “personal management is the
planning, organizing, directing, and controlling of procurement,
development, compensation, integration, maintenance, and separation of
human resources to the and that individual, organizational, and societal
objectives are accomplished”. Manajemen personalia adalah perencanaan,
perorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan,
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan
pemberhentian karyawan, dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan
individu, karyawan, dan masyarakat.
8
Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen SDM adalah segala
usaha yang dilakukan terhadap sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan organisasi dengan menggunakan fungsi-fungsi manajemen.
2.1.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Justine T. Sirait dalam bukunya “ Memahami Aspek-
aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi” (2007)
fungsi manajemen sumber daya manusia dalam organisasi mencakup dua
kelompok, yaitu fungsi-fungsi manajemen dan fungsi-fungsi operasional.
2.1.1.1 Fungsi-fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen dari manajemen sumber daya manusia
adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.
1. Perencanaan
Seorang manajer yang efektif hendaknya sadar bahwa isi porsi dari
waktu yang tersedia baginya diabdikan untuk menyusun berbagai
rencana. Bagi manajer personel, perencanaan berarti menetapkan
terlebih dahulu program-program kepegawaian yang dapat member
andil terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.
2. Pengorganisasian
Setelah program-program disusun dan ditetapkan, perlu dibentuk
organisasi yang akan melaksanakan program-program tadi. Organisasi
adalah alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, manajer personel
9
harus membentuk satu organisasi dengan cara merancang struktur yang
menggambarkan hubungan antara tugas-tugas, antara pegawai, dan
antar faktor-faktor fisik.
3. Pengarahan
Paling tidak, secara teoritis kita telah memiliki rencana dan organisasi
untuk melaksanakan rencana tadi. Secara logis, langkah berikutnya
adalah pengoperasian, artinya mengerjakan sesuatu yang telah
direncanakan. Namun hal ini harus didahului oleh proses pengarahan
atau pemberian motivasi atau pemberian komando agar pegawai mulai
bekerja. Pada dasarnya fungsi ini akan menumbuhkan kemauan
pegawai untuk bekerja secara efektif.
4. Pengendalian
Kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan dalam proses pengendalian
berupa observasi terhadap kegiatan-kegiatan dengan perencanaan.
Disamping itu, juga melakukan koreksi-koreksi terhadap
penyimpangan yang terjadi selama rencana sedang dilaksanakan.
2.1.1.2 Fungsi-fungsi Operasional
Fungsi-fungsi operasional dari manjemen sumber daya manusia
adalah perolehan/penarikan pegawai, pengembangan, pemberian imbalan,
integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja.
10
1. Perolehan/Penarikan Pegawai
Fungsi pertama yang harus dioperasionalisasikan oleh bagian
kepegawaian, yaitu yang berkaitan dengan masalah untuk memperoleh
pegawai yang baik dalam jenis dan jumlah maupun waktunya yang
tepat, sehingga dapat melaksanakan usaha pencapaian tujuan
organisasi dengan baik. Kegiatan-kegiatan ini mencakup:
a. Recruitment (penarikan)
b. Selection (seleksi)
c. Placement (penempatan)
2. Pengembangan
Setelah Organisasi berhasil memperoleh pegawai melalui cara yang
cukup seksama, maka kemampuan mereka perlu dikembangkan
sampai dengan tingkatan tertentu. Pengembangan dalam arti luas
adalah berbagai kegiatan yang berkenaan dengan peningkatan
keterampilan melalui berbagai latihan, yang sangat penting dilakukan
untuk dapat menampilkan cara kerja yang memadai. Kegiatan ini
sangat penting artinya dan senantiasa dilakukan terus-menerus, karena
adanya perubahan dalam teknologi, pekerjaan dan makin
meningkatnya kompleksitas dalam tugas-tugas manajerial.
3. Pemberian Imbalan
Fungsi ini dapat dikatakan sebagai usaha untuk member balas jasa bagi
karyawan yang telah menyumbangkan waktu dan tenaganya bagi
tercapainya tujuan organisasi.
11
4. Integrasi
Setelah penetapan imbalan berhasil disusun, maka diikuti oleh fungsi
operasional lain yang relatif cukup sulit dan sering kali merupakan
tantangan yang menimbulkan frustrasi bagi banyak manajer, yaitu
masalah integrasi. Hal ini berkaitan dengan usaha untuk menghasilkan
situasi di mana terjadi penyesuaian/pencocokan antara kepentingan
yang bersifat individual, organisasi maupun kemasyrakatan.
5. Pemeliharaan
Merupakan suatu hal yang berkenaan dengan usaha agar para pegawai
dapat bekerja dengan baik selama mungkin dengan cara menjaga
kesehatan mental maupun fisik.
6. Pemutusan Hubungan Kerja
Jika pada awal organisasi menarik pegawai kerja dari masyarakat, pada
suatu saat tertentu organisasi juga akan mengembalikan pegawai
tersebut ke masyarakat. Untuk kepentingan ini perlu diatur bagaimana
sebaiknya suatu proses pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh
organisasi. Melalui pengaturan ini diharapkan proses pemutusan
hubungan kerja tidak mempunyai dampak yang negatif, baik bagi
individu, organisasi, maupun bagi masyarakat.
12
2.2 Desain Pekerjaan
Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009:127), Rancang
pekerjaan/desain pekerjaan adalah proses penentuan tugas-tugas yang akan
dilaksanakan, metode-metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas
ini dan bagaimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya
di dalam perusahaan.
2.2.1 Karakteristik Pekerjaan/Dimensi Inti Pekerjaan
Hackman and Odham (1976) mengajukan model karakteristik
pekerjaan (Job characteristics models) dalam lima dimensi pekerjaan inti,
yaitu keanekaragaman keterampilan, identitas tugas, pentingnya tugas,
otonomi, dan umpan balik. Tiga dimensi pertama, secara bersama-sama
menciptakan kerja yang bermakna. Artinya, jika ketiga karakteristik ini
ada dalam suatu pekerjaan, dapatlah kita ramalkan bahwa pelaksana
pekerjaan itu akan memandang pekerjaan itu sebagai yang hal penting,
berharga, dan ada gunanya untuk dikerjakan. Selanjutkan pada pekerjaan
yang memberikan otonomi memberikan kepada pelaksana pekerjaan itu
suatu perasaan tanggung jawab pribadi untuk hasil-hasilnya bahwa, jika
suatu pekerjaan memberikan umpan balik, pegawai akan tahu seberapa
efektif dia bekerja. Schuler menjelaskan bahwa pada job design dengan
pendekatan the core job characteristics model, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hackman dan Oldham berpengaruh terhadap
produktivitas yang dapat diukur dari high-quality performance dan juga
13
berpengaruh terhadap kepuasan kerja yang tinggi (high satisfaction)
sebagai hasil akhir (Burhanudin, 2007:131).
Hackman dan Oldham dalam Robins (2006:639) mengungkapkan
bahwa desain pekerjaan dengan lima dimensinya yang terdiri dari: variasi
keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik
mempunyai sisi positif, yaitu meningkatkan kepuasan kerja, motivasi
tinggi, dan tingkat absensi yang rendah serta perputaran karyawan yang
lebih rendah. Pembagian pekerjaan yang jelas akan memberikan kepuasan
kerja pada karyawan yang berdampak pada peningkatan kinerja karyawan.
a. Variasi keterampilan yaitu sampai seberapa jauh suatu pekerjaan itu
memerlukan berbagai macam aktivitas yang berbeda-beda dalam
pelaksanaannya yang mana melibatkan pula penggunaan dari sejumlah
bakat dan keterampilan yang berbeda-beda dari pekerjaan.
b. Identitas tugas yaitu sampai seberapa jauh kelengkapan dari suatu
tugas mulai dari awal sampai akhir.
c. Signifikansi tugas yaitu seberapa jauh suatu pekerjaan berpengaruh
terhadap kehidupan dari pekerjaan orang lain baik dalam maupun di
dalam organisasi.
d. Otonomi yaitu sampai seberapa jauh suatu pekerjaan memberikan
kebebasan, dan keleluasaan dalam hal merencanakan dan menentukan
prosedur-prosedur yang akan digunakan untuk menyelesaikannya.
14
e. Umpan balik yaitu sampai seberapa jauh pekerja memperoleh
keterangan yang jelas dan langsung tentang efektivitas dari pekerjaan
yang telah dilakukan.
2.2.2 Teknik-teknik Desain Pekerjaan
Dalam melaksanakan desain pekerjaan sangat dibutuhkan teknik-
teknik desain pekerjaan. Teknik-teknik pekerjaan sangat membutuhkan
perencanaan. Perencanaan sangat dipengaruhi oleh hal-hal pokok dari
pekerjaan tersebut, jenis rencana orang yang melakukan perencanaan,
keinginan-keinginan dari pimpinan perusahaan.
Menurut Simamora (2004:118) teknik-teknik desain pekerjaan
dapat dilakukan dengan cara :
1) Simplikasi pekerjaan
Simplikasi pekerjan merupakan suatu teknik desain pekerjaan yang
mengarah kepada pekerjaan yang sangat terspesialisasi. Ini berarti
pekerjaan disederhanakan atau dipecah-pecah menjadi bagian terkecil,
biasanya terdiri dari beberapa operasi. Pekerjaan dapat dilakukan
secara bersama-sama sehingga pekerjaan dapat dikerjakan secara lebih
cepat. Resiko simplikasi pekerjaan adalah bahwa pekerjaan-pekerjaan
bisa menjadi terspesialisasi sehingga menimbulkan kebosanan yang
tinggi.
15
2) Rotasi pekerjaan
Teknik desain pekerjaan dengan memungkinkan adanya rotasi
pekerjaan akan membuat seorang pegawai secara sistematis berpindah
dari satu posisi ke posisi atau pekerjaan yang lainnya di dalam
organisasi. Dengan teknik ini akan membuat pegawai tidak merasa
bosan dan banyak bidang pekerjaan yang akan diketahuinya. Namun
tingkat produktivitas akan rendah, hal ini disebabkan karena para
pegawai yang baru pindah ke pekerjaannya yang baru akan terlebih
dahulu menyesuaikan diri dan memahami pekerjaannya.
3) Pemekaran pekerjaan
Pemekaran pekerjaan merupakan suatu teknik desain pekerjaan dengan
mengadakan perluasan kerja. Perluasan kerja merupakan kebalikan
dari simplikasi pekerjaan. Pekerjaan diperluas sampai pada tingkat di
mana bagian-bagian yang berkaitan erat dan saling mendukung
diselesaikan oleh seorang pegawai atau bagian. Hal ini sangat
mengurangi tingkat kebosanan dan akan meningkatkan kepuasan kerja.
Tingkat kebosanan yang turun dan meningkatkan kepuasan kerja
disebabkan banyaknya variasi pekerjaan bagi pegawai yang akan
menambah arti dan tanggung jawab pekerjaan. Pemekaran pekerjaan
bersifat horizontal, maksudnya pemekaran pekerjaan ditujukan kepada
pekerjaan-pekerjaan yang sederajat yang masih mempunyai kesamaan
fungsi, tugas dan tanggung jawabnya.
16
4) Pemerkayaan Pekerjaan
Pemerkayaan pekerjaan merupakan penambahan tugas dan tanggung
jawab dari para pegawai. Pemerkayaan pekerjaan dirancang untuk
mengurangi kebosanan yang sering menjadi masalah dalam pekerjaan
yang berulang-ulang. Program ini memberikan lebih banyak otorisasi
untuk melaksanakan pekerjaan dan pengambilan keputusan dan
meningkatkan tanggung jawab. Pemerkayaan pekerjaan bersifat
vertikal, maksudnya pemerkayaan pekerjaan ditujukan kepada
pekerjaan-pekerjaan yang berada di atasnya yang masih mempunyai
fungsi yang bersamaan.
2.3 Stres Kerja
2.3.1 Pengertian Stres
Menurut Robbins dan Judge (2007:596) ”Stres is a dynamic
condition in which an individual is confronted with an opportunity,
demand, or resource related to what the individual desires and for which
the outcome is perceived to be both uncertain and important.” Stres
adalah suatu kondisi yang dinamik di mana seseorang dihadapkan dengan
kesempatan, permintaan, atau sumber yang berhubungan dengan apa yang
diinginkan oleh individu tersebut dan yang di mana hasilnya adalah
merasa sama-sama tidak pasti dan penting.
Menurut Ivancevich dan Matterson (H. Suwatno dan Donni Juan
Priansa, 2011:255) menyatakan bahwa: “ Stress is an adaptive response,
17
moderated by individual differences, that is a consequences of any
external (environmental) action, situation or event that places excessive
psychological and /or physical demand upon a person”. Stres merupakan
respon adaptif, ditengahi oleh perbedaan individu yang merupakan suatu
konsekuensi dari tindakan, situasi atau kejadian eksternal (lingkungan)
yang menempatkan tuntutan fisik dan psikologis yang berlebihan terhadap
seseorang.
2.3.2 Pengertian Stres Kerja
Beehr dan Newman dalam Luthans (2006:441) mendefinisikan
stres kerja sebagai kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan
pekerjaan serta dikarakterisasikan oleh perubahan manusia yang memaksa
mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka.
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009:1008) berpendapat bahwa
stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya
ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang memengaruhi emosi, proses
berpikir, dan kondisi seorang karyawan.
Posner dan Leitnor dalam Arden (2006:10-11), berpendapat ada
dua faktor penting dalam hal apakah stres dialami sebagai tak terkendali
atau sebagai dapat dikuasai. Jika stres anda dapat diramalkan dan dapat
dikendalikan, kemungkinannya adalah anda akan menyesuaikan diri secara
menyenangkan terhadap stres. Jika sebaliknya anda merasa tidak berdaya.
Meskipun pekerjaan anda pada hakikatnya penuh dengan stres, itu tidak
18
perlu membuat anda kewalahan. Tetapi bila seorang pekerja kehilangan
rasa kendali dan kondisinya menjadi tidak dapat diramalkan, stresnya
menjadi terlalu sulit untuk ditanggulangi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja
adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik
kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan
dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut
tertentu seperti tuntutan efisiensi dalam pekerjaan atau beban kerja dapat
mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.
2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Cooper dalam Arnold (2005:P395-410), terkait dengan seluruh
jenis pekerjaan, menjabarkan tujuh faktor yang menyebabkan terjadinya
stres kerja, antara lain:
1. Faktor-faktor intrinsik pekerjaan
Antara lain adalah:
• Kondisi lingkungan kerja yang kurang baik
Misalnya lingkungan kerja yang bising, pencahayaan yang kurang
baik, tercium bau-bauan, dan lain sebagainya.
• Kerja shift/ kerja malam
Kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja
shift lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut
daripada para pekerja pagi/ siang dan dampak dari kerja shift
19
terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan-
gangguan perut. Pengaruhnya adalah emosional dan biologikal,
karena gangguan ritme circadian dari tidur/daur keadaan bangun
(wake cycle), pola suhu, dan ritme pengeluaran adrenalin.
• Jam kerja yang lama dan kerja yang terlalu overload
Menurut Sparks et al dalam Arnold bahwa jam kerja yang
panjang secara terus menerus akan merusak kesehatan fisik dan
psikologikal individu tersebut.
Adapun dua tipe kerja yang terlalu overload (work overhead),
yaitu overload kuantitatif yaitu banyaknya yang harus
dikerjakan, dan overload kualitatif yaitu mengacu pada
pekerjaan yang terlalu sulit untuk seseorang.
• Tingkat risiko dan bahaya yang dihadapi
Pekerjaan yang mempunyai risiko atau bahaya yang tinggi akan
menghasilkan tingkat stres yang tinggi.
• Teknologi baru
Mengajarkan teknologi baru dengan cara dan metode yang
lama akan menambah beban karyawan yang sedang dilatih.
2. Peraturan dalam organisasi
Antara lain adalah:
• Konflik peran dan ketidakjelasan peran
Role conflict atau konflik peran merupakan hasil dari
ketidakkonsistenan harapan-harapan berbagai pihak atau
20
persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan
kebutuhan, nilai-nilai individu, dan sebagainya. Sebagai
akibatnya seseorang yang mengalami konflik peran akan
berada dalam suasana yang terombang-ambing, terjepit, dan
serba salah.
Selain konflik peran yang sudah dijelaskan diatas,
ketidakjelasan peran juga merupakan salah satu penyebab
terjadinya stres di tempat kerja.
• Tanggung jawab
Pada dasarnya, tanggung jawab terdiri dari 2, yaitu tanggung
jawab terhadap orang, dan tanggung jawab terhadap sesuatu,
termasuk anggran, perlengkapan, dan bangunan. Tanggung
jawab terhadap orang lebih menyebabkan stres, lebih
menyebabkan penyakit jantung koroner daripada tanggung
jawab terhadap sesuatu. Mempunyai tanggung jawab terhadap
orang biasanya memerlukan waktu yang lebih banyak untuk
berinteraksi dengan sesama, menghadiri pertemuan-pertemuan,
dan diharapkan dengan batas waktu. Penelitian membuktikan
bahwa senior executive dan semakin besar tanggung jawabnya,
maka semakin besar kemungkinan terkena resiko penyakit
jantung koroner.
21
3. Kepribadian
Seperti bisa diduga, penelitian telah menunjukkan bahwa orang
dengan tingkat kecemasan tinggi lebih menderita akibat konflik
peran dibandingkan orang yang lebih fleksibel dalam pendekatan
mereka terhadap kehidupan. Kecemasan-pengalaman individu-
individu yang rawan konflik peran lebih akut dan bereaksi dengan
ketegangan yang lebih besar daripada orang-orang yang kurang
kecemasan rentan; dan lebih fleksibel individu menanggapi konflik
peran yang tinggi dengan perasaan ketegangan lebih rendah
daripada rekan-rekan mereka yang lebih kaku (Warr dan Wall,
dalam Arnold, 2005, p403).
4. Hubungan dalam pekerjaan
Orang lain dan kita dapat menjadi sumber utama dari stres dan
dukungan (Makin et al., dalam Arnold, 2005:405).
• Hubungan dengan superior
Sosik dan Godshalk dalam Arnold (2005:406) telah
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang penuh inspirasi
dapat secara signifikan mengurangi jumlah stres kerja yang
dialami oleh bawahannya.
Untuk mengerti bagaimana cara mengelola atasan, penting
untuk dapat mengidentifikasi perbedaan jenis atasan. Cooper et
al., dalam Arnold (2005:406) menemukan bahwa terdapat
beberapa prototype atasan, yaitu: yang birokrat, yang otokrat ,
22
yang lihay, manajer yang enggan terbuka. Masing-masing
harus ditangani dengan berbeda jika stres harus diminimalkan.
• Hubungan antara bawahan dan rekan
Stres di antara rekan kerja dapat timbul dari kompetisi dan
konflik kepribadian. Karena kebanyakan orang
menghabiskan begitu banyak waktu di tempat kerja,
hubungan antara rekan kerja dapat menjadi dukungan yang
berharga, atau sebaliknya dapat menjadi sumber stres yang
besar. French dan Caplan dalam Arnold (2005:407)
menemukan bahwa dukungan yang kuat dari rekan-rekan
kerja akan mereda ketegangan. Dukungan ini juga
mengurangi efek tekanan kerja.
5. Pengembangan Karir
a. Job Insecurity
Perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru
yang dapat mempunyai dampak pada perusahaan. Re-
organisasi dirasakan perlu untuk dapat menghadapi perubahan
lingkungan dengan lebih baik. Sebagai akibatnya adalah
adanya pekerjaan lama yang hilang dan adanya pekerjaan baru.
Setiap re-organisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan,
yang merupakan sumber stres yang potensial.
23
b. Over and Under Promotion
Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak
mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan
pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah
waktunya mendapatkan promosi. Perilaku yang menganggu,
semangat kerja yang rendah dan hubungan antarpribadi yang
bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang
dirasakan antara kedudukannya sekarang di organisasi dengan
kedudukan yang diharapkan. Sedangkan stres yang timbul
karena over-promotion memberikan kondisi beban kerja yang
berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan keterampilan
yang tidak sesuai dengan bakatnya.
6. Budaya dan Iklim Organisasi
Bagaimana para tenaga kerja mempersepsikan kebudayaan,
kebiasaan, dan iklim dari organisasi adalah penting dalam
memahami sumber-sumber stres potensial sebagai hasil dari
beradanya mereka dalam organisasi: kepuasan dan ketidakpuasan
kerja berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi.
7. Home-Work Interface
Home-Work Interface atau pekerjaan rumah antarmuka biasanya
diberi label ‘konflik’ dalam literature stres. Konflik ini dapat
berupa salah satu atau dari dua arah: gangguan bekerja dengan
keluarga (di mana tuntutan pekerjaan menciptakan kesulitan untuk
24
kehidupan rumah) dan gangguan keluarga dengan pekerjaan (di
mana tuntutan kehidupan rumah menciptakan kesulitan untuk
bekerja).
2.3.4 Dampak Stres Kerja Pada Karyawan
Luthans (2006:456) mengemukakan bahwa berdasarkan penelitian
diindikasikan tingkat kesulitan, sifat tugas yang dikerjakan, disposisi
personal, disposisi psikologis dan neorotisme mungkin mempengaruhi
hubungan antara stres dan kinerja. Masalah karena tingkat stres yang
tinggi dapat ditunjukkan secara fisik, psikologis atau perilaku individu.
• Masalah kesehatan fisik yang berhubungan dengan stres kerja adalah
sebagai berikut:
a. Masalah sistem kekebalan tubuh, di mana terdapat pengurangan
kemampuan untuk melawan sakit dan infeksi.
b. Masalah sistem kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi dan
penyakit jantung.
c. Masalah sistem musculoskeletal (otot dan rangka), seperti sakit
kepala dan sakit punggung.
d. Masalah sistem gastrointestinal (perut), seperti diare dan sembelit.
• Masalah Psikologis
Tingkat stres tinggi mungkin disertai dengan kemarahan, kecemasan,
depresi, gelisah, cepat marah, tegang, dan bosan. Sebuah studi
menemukan bahwa dampak stres yang paling kuat adalah pada
25
tindakan agresif, seperti sabotase, agresi antar-pribadi, permusuhan,
dan keluhan. Jenis masalah psikologis tersebut relevan dengan kinerja
yang buruk, penghargaan diri yang rendah, benci pada pengawasan,
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan membuat keputusan, dan
ketidakpuasan kerja.
• Masalah perilaku
Perilaku langsung yang menyertai tingkat stres yang tinggi mencakup
makan sedikit atau perubahan makan berlebihan, tidak dapat tidur,
merokok dan minum, dan penyalahgunaan obat-obatan.
2.4 Kepuasan Kerja
Hasibuan (2007:202), menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan
adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja , kedisiplinan, dan prestasi kerja.
Dalam bukunya, Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009:856)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan evaluasi yang
menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak
senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.
Menurut Osborn dalam H. Suwatno dan Donni Juan Priansa
(2011:263), menyatakan bahwa: “Job satisfaction is the degree to which
an individual feels positively or negatively about the various facets of the
job task, the work setting and relationship with co-worker.” Kepuasan
kerja adalah derajat positif atau negatifnya perasaan seseorang mengenai
26
berbagai segi tugas-tugas pekerjaan, tempat kerja, dan hubungan dengan
sesama pekerja.
Kepuasan kerja dapat diartikan sebagai “the way an employee feels
about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai
merasakan dirinya atau pekerjaannya. Dapat disimpulkan bahwa kepuasan
kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri
pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya.
Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek
seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan
pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu,
perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur,
kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan. (Wexley dan Yukl, dalam
Hasibuan, 2007).
2.4.1 Teori-teori Kepuasan Kerja
Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005), menyatakan bahwa teori-
teori tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam
teori, yaitu:
a. Discrepancy Theory (teori perbedaan)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter, yang menyatakan bahwa
kepuasan kerja seseorang dapat dillihat dengan menghitung selisih
antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan
(difference between how much of something there should be and how
27
much there is now). Artinya orang akan merasa puas apabila tidak ada
perbedaan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum
telah tercapai.
b. Equity Theory (Teori Keseimbangan)
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Adam (1963). Prinsip teori
ini adalah orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah
ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas situasi, diperoleh
dengan cara memperbandingkan dirinya dengan orang lain yang
sekelas, sekantor maupun di tempat lain.
c. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor) dari Herzberg
Teori ini menyatakan ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan
dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah:
1. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi (motivator). Faktor ini
antara lain adalah faktor prestasi, faktor pengakuan atau
penghargaan, faktor tannggung jawab, faktor memperoleh
kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khusunya promosi,
dan faktor pekerjaan itu sendiri.
2. Kebutuhan kesehatan lingkungan kerja (hygiene factors). Factor ini
dapat berbentuk upah/gaji, hubungan antara pekerja, kondisi kerja,
kebijaksanaan perusahaan, dan proses adminstrasi dalam
perusahaan.
28
2.4.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja
Terwujudnya kepuasan kerja karyawan merupakan salah satu
faktor pendorong dari tercapainya tujuan perusahaan. Menurut Hasibuan
(2007:203), faktor yang menimbulkan kepuasan kerja karyawan adalah:
a. Balas jasa yang adil dan layak
b. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian
c. Berat ringannya pekerjaan
d. Suasana dan lingkungan pekerjaan
e. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan
f. Sikap pemimpin dalam kepemimpinannya
g. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Berikut adalah aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan
kerja (Robin dalam Hasibuan, 2007) :
a. Kerja yang secara mental menantang, karyawan cenderung menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan
tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
mengerjakan.
b. Ganjaran yang pantas, para karyawan menginginkan sistem upah dan
kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar
arti, dan segaris dengan pengharapan mereka.
29
c. Kondisi kerja yang mendukung, karyawan peduli akan lingkungan
kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
mengerjakan tugas.
d. Rekan kerja yang mendukung, orang-orang mendapatkan lebih
daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam
kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan
akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar
ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga
merupakan determinan utama dari kepuasan.
2.5 Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), kinerja pada dasarnya
adalah apa yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh karyawan.
Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi
elemen sebagai berikut: kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan
waktu dari hasil, kehadiran, dan kemampuan bekerja sama.
Menurut Hasibuan (2009:34) mengemukakan kinerja (prestasi
kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu.
Berdasarkan pendapat Vroom dan Luthans (2006:279), tingkat
sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan nya
30
disebut “ level of performance “. Biasanya orang yang level of
performance-nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif dan
sebaliknya jika orang yang levelnya tidak mencapai standart dianggap
sebagai tidak produktif atau tingkat performancenya rendah.
2.5.1 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kinerja
Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:113) tiga
faktor utama yang memengaruhi kinerja individu, yaitu :
1) Kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut,
2) Tingkat usaha yang dicurahkan
3) Dukungan organisasi.
Hubungan ketiga faktor ini diakui secara luas dalam literatur
manajemen sebagai :
Kinerja (Performance-P) = Kemampuan (Ability-A) x Usaha
(Effort-E) x Dukungan (Support-S)
Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga
komponen tersebut dalam diri karyawan. Akan tetapi, kinerja berkurang
apabila salah satu faktor dikurangi atau tidak ada. Sebagai contoh, anggap
saja beberapa pekerja memiliki kemampuan anggap saja beberapa pekerja
memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaannya dan bekerja keras,
tetapi organisasi memberikan peralatan yang kuno atau gaya manajemen
supervisor menimbulkan reaksi negative dari para pekerja. Ambil contoh
lain dari seorang perwakilan layanan pelanggan di call center yang
31
memiliki kemampuan dan seorang pemberi kerja yang menyediakan
dukungan yang sangat baik. Tetapi, karyawan tersebut tidak suka ”terikat
dengan kabel telepon” seharian dan sering tidak hadir karena tidak suka
dengan pekerjaannya walaupun dia mendapatkan gaji yang tinggi. Dalam
kedua kasus tersebut, kinerja individual cenderung kurang daripada dalam
situasi di mana terdapat ketiga komponen tersebut.
Gambar 2.1 Komponen Kinerja Individual Sumber : Robert-Mathis
Usaha yang Dicurahkan • Motivasi • Etika kerja • Kehadiran • Rancangan tugas
Kinerja Individual (termasuk kuantitas dan kualitas)
Kemampuan Individual • Bakat • Minat • Faktor kepribadian
Dukungan Organisasional • Pelatihan dan pengembangan • Peralatan dan teknologi • Standar kinerja • Manajemen dan rekan kerja
32
2.6 Studi Empiris
Tabel 2.1 Studi Empiris
Penulis Judul Kesimpulan
Theresia Sunarni
dan Veni Istanti
Jurnal Teknik Industri,
“Pengaruh Stres Kerja dan
Motivasi Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan Di PT
Interbis Sejahtera
Palembang”, Vol. 7, No. 2,
2007
Stres kerja berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Sugeng Purwanto
dan Sri Mulyani
Jurnal Eksekutif, “Pengaruh
Stres Kerja dan Afektivitas
Negatif Terhadap
Pembedayaan Psikologis,
Kepuasan Kerja dan Kinerja”,
Vol. 6, No. 1, 2009
• Stres Kerja berpengaruh
langsung dan signifikan
terhadap Kepuasan Kerja
• Stres Kerja berpengaruh
langsung dan signifikan
terhadap kinerja
• Kepuasan kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja
Brian Sarata Journal Administration And
Policy In Mental Health And
Mental Health Service
Research, “Improving Staff
Dinyatakan bahwa kepuasan kerja
dipengaruhi secara kuat oleh
desain pekerjaan.
33
Satisfaction Trough Job
Design”, Vol. 4, No. 1, 60-65
René Fahr Journal Management
Revenue, “Job Design and
Job Satisfaction? Empirical
Evidence Of Germany?”,
Vol.22, Iss.1, 28-46, 2011
Bahwa desain pekerjaan memiliki
pengaruh terhadap kepuasan
kerja.
Mercy Gachery
Munjuri
International Journal Of
Business Administration,
“The Effect of Human
Resource Management
Practices in Enhancing
Employee Performance in
Catholic Institutions of
Higher Learning in Kenya”,
Vol. 2, No.4, 2011
Diketahui bahwa desain
pekerjaan memiliki pengaruh
terhadap kinerja karyawan,
walaupun kecil.
MAM. Husain Ali
and MACF
Aroosiya
International Conference On
Business & Information
2010 : “IMPACT OF JOB
DESIGN ON EMPLOYEES’
PERFORMANCE (WITH
SPECIAL REFERENCE TO
SCHOOL TEACHERS IN
Dari hasil penelitian diketahui
bahwa desain pekerjaan memiliki
pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja karyawan serta
memiliki hubungan yang positif
dengan kinerja karyawan
34
THE KALMUNAI ZONE)
Hanan Al-Ahmadi International Journal Of
Health Care Quality
Assurance, “Factors affecting
performance of hospital
nurses in Riyadh Region,
Saudi Arabia”, Vol. 22, Iss. 1,
40-50, 2009
Hasil penelitian ini menemukan
kinerja karyawan memiliki
hubungan yang positif dengan
kepuasan kerja. Serta Kinerja
dipengaruhi oleh kepuasan kerja
35
2.7 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Desain Pekerjaan (X1)
• Signifikansi Tugas
• Variasi keterampilan
• Identitas tugas
• Otonomi
• Umpan balik
Stres Kerja (X2)
• Faktor‐faktor intrinsik pekerjaan
• Peraturan dalam organisasi
• Hubungan dalam pekerjaan
• Pengembangan karir
• Budaya dan iklim organisasi
• Home‐work interface
Kepuasan Kerja (Y)
• Kerja yang menantang secara mental
• Ganjaran yang pantas
• Kondisi kerja yang mendukung
• Rekan kerja yang mendukung
Kinerja Karyawan (Z)
• Usaha yang Dicurahkan
• Kemampuan Individual
• Dukungan organisasional
36
2.8 Hipotesis
a. Untuk T – 1
Ho = Tidak ada pengaruh antara Desain Pekerjaan dan Stres Kerja
terhadap Kepuasan Kerja secara simultan dan parsial.
Ha = Ada pengaruh antara Desain Pekerjaan dan Stres Kerja terhadap
Kepuasan Kerja secara simultan dan parsial.
Untuk T – 2
Ho = Tidak ada pengaruh antara Desain Pekerjaan, Stres Kerja dan
Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan secara simultan
dan parsial.
Ha = Ada pengaruh antara Desain Pekerjaan, Stres Kerja dan
Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan secara simultan
dan parsial.