BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang...

44
7 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengukuran Kinerja Menurut Kaplan dan Norton (2000, p19), sebagai pencipta metode balanced scorecard, dikatakan bahwa sistem pengukuran yang diterapkan perusahaan mempunyai dampak yang sangat besar terhadap perilaku manusia di dalam maupun di luar organisasi. Untuk berhasil dan tumbuh dalam persaingan abad informasi, perusahaan harus menggunakan sistem pengukuran dan manjemen yang diturunkan dari strategi dan kapabilitas yang dimiliki perusahaan. Jika Anda tidak dapat mengukurnya, anda akan menemui kesulitan untuk mengelolanya. Oleh karena itulah pengukuran kinerja dianggap penting. 2.1.1.1 Definisi Pengukuran Kinerja Menurut (http://www.damandiri.or.id/file/yurniwatiunpadbab2b.pdf ), kinerja adalah kemampuan kerja ditentukan yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Hawkins (The Oxford Paperback Dictonary, 1979) mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut: Performance is: (1) the process or manner of performing, (2) a notable action or achievement, (3) the performing of a play or other entertainment. Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan mengetahui kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan pengukuran kinerja.

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang...

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

7

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengukuran Kinerja

Menurut Kaplan dan Norton (2000, p19), sebagai pencipta metode balanced

scorecard, dikatakan bahwa sistem pengukuran yang diterapkan perusahaan mempunyai

dampak yang sangat besar terhadap perilaku manusia di dalam maupun di luar organisasi.

Untuk berhasil dan tumbuh dalam persaingan abad informasi, perusahaan harus

menggunakan sistem pengukuran dan manjemen yang diturunkan dari strategi dan

kapabilitas yang dimiliki perusahaan. Jika Anda tidak dapat mengukurnya, anda akan

menemui kesulitan untuk mengelolanya. Oleh karena itulah pengukuran kinerja dianggap

penting.

2.1.1.1 Definisi Pengukuran Kinerja

Menurut (http://www.damandiri.or.id/file/yurniwatiunpadbab2b.pdf), kinerja adalah

kemampuan kerja ditentukan yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Hawkins (The Oxford

Paperback Dictonary, 1979) mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut: Performance

is: (1) the process or manner of performing, (2) a notable action or achievement, (3) the

performing of a play or other entertainment. Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang

dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar

yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan

mengetahui kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk

mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan pengukuran kinerja.

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

8

Menurut Anderson dan Clancy (1991) (Yuwono, 2003, p21) mendefinisikan

pengukuran kinerja sebagai umpan balik dari akuntan kepada manajemen yang memberikan

informasi tentang seberapa baik aksi yang dilaksanakan merupakan gambaran dari rencana

yang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian

di masa yang akan datang.

Sedangkan menurut Yuwono (2003, p23) pengukuran kinerja adalah tindakan

pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktifitas dalam rantai nilai yang ada pada

perusahaan. Secara umum pengertian pengukuran kinerja dapat di simpulkan sebagai suatu

metode manajemen strategik yang bisa dipergunakan untuk mengukur dan menilai

keberhasilan suatu perusahaan melalui suatu usaha yang dilakukan secara menyeluruh, dan

hasil pengukuran kinerja tersebut dapat dipergunakan oleh manajemen yang disusun sebagai

umpan balik untuk perbaikan dan penyesuaian-penyesuaian atau peninjauan ulang strategi

yang ditetapkan dan program-program yang akan dilaksanakan. Hal yang menjadi ukuran

disini adalah bagaimana kemampuan suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan

dalam mencapai efektifitas operasional berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya.

2.1.1.2 Tujuan Pengukuran Kinerja

Menurut (http://www.damandiri.or.id/file/yurniwatiunpadbab2b.pdf) tujuan

pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi personel mencapai sasaran organisasi dan

mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar menghasilkan tindakan

yang diinginkan oleh organisasi. Penilaian kinerja juga digunakan untuk menekan perilaku

yang tidak semestinya dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

9

balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang sifatnya intristik maupun

ekstristik.

Menurut Gaspersz, Vincent (2005, p92), pengukuran kinerja dapat menjadi pedoman

yang mengaitkan berbagai program peningkatan kinerja yang ada sehingga menjadi lebih

terfokus pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi, ukuran-ukuran, dan target-target yang

terkait langsung dengan tujuan-tujuan strategis.

2.1.1.3 Manfaat Pengukuran Kinerja

Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan

Indonesia (IAI) (2002, p5) dijelaskan tentang pentingnya informasi serta manfaat kinerja

perusahaan yaitu informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk

menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa

depan. Informasi fluktuasi kinerja adalah penting dalam hubungan ini. Informasi kinerja

bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari

sumber daya yang ada. Disamping itu, informasi tersebut juga berguna dalam perumusan

pertimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya.

Menurut Lynch dan Cross (Yuwono, 2004, pp29-30), manfaat sistem pengukuran

kinerja yang baik adalah sebagai berikut :

1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan, sehingga akan membawa

perusahaan lebih dekat dengan pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam

organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.

2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai

pelanggan dan pemasok internal.

3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya terhadap

pemborosan tersebut (reduction of waste).

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

10

4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih

kongkret, sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.

5. Membangun konsensus untuk melakukan perubahan dengan memberi “reward” atas

perilaku yang diharapkan tersebut.

Tabel 2.1

Atribut Pengukuran Kinerja yang Baik

Berbagai Atribut Tolok Ukur Kinerja yang Baik Secara umum, suatu sistem pengukuran yang baik harus terdiri dari sekumpulan tolok ukur

yang mengkombinasikan antara matriks keuangan dan non keuangan dengan 24 atribut berikut :

1. Mendukung dan konsisten dengan tujuan, tindakan, budaya, dan faktor-faktor kunci keberhasilan perusahaan

2. Relevan dan mendukung strategi 3. Sederhana untuk diimplementasikan 4. Tidak kompleks 5. Digerakkan oleh pelanggan 6. Integral dengan seluruh fungsi

dalam organisasi 7. Sesuai dengan keseluruhan tingkatan

organisasi 8. Sesuai dengan lingkungan eksternal 9. Mendorong kerjasama dalam

organisasi, baik secara horisontal maupun vertikal

10. Hasil pengukurannya dapat dipertanggungjawabkan

11. Jika memungkinkan, dikembangkan dengan menggabungkan pendekatan top-down dan bottom-up

12. Dikomunikasikan keseluruh bagian yang relevan dalam organisasi

13. Dapat dipahami 14. Disepakati bersama 15. Realistik

16. Berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dan membuat ”sebuah perbedaan”

17. Terhubung dengan aktifitas sehingga hubungan yang jelas terlihat antara sebab dan akibat

18. Difokuskan lebih pada pengelolaan sumber daya, ketimbang biaya yang sederhana

19. Dimanfaatkan untuk memberi ”real time feedback ”

20. Digunakan untuk memberi ”action oriented feedback ”

21. Jika diperlukan, suatu tolok ukur bisa ditambahkan lintas fungsional dan lintas level manajemen

22. Mendukung bagi pembelajaran individu dan organisasi

23. Mendorong perbaikan secara kontinyu dan tiada henti

24. Secara kontinyu dinilai relevansinya terhadap 23 atribut di atas dan dibuang jika kegunaannya hilang atau ada tolok ukur yang baru atau lebih relevan ditemukan

Sumber: Yuwono (2003, p30)

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

11

2.1.2 Konsep Manajemen Strategi

Menurut Tunggal (2001, p2) strategis adalah deskripsi yang ingin dicapai oleh

organisasi pada tiga sampai lima tahun ke depan, seperti yang telah direpresentasikan oleh

tema pada organisasi dan pada tujuan organisasi. Dengan menjabarkan strategi dalam

bentuk tema dan tujuan, strategi akan merepresentasikan rencana dengan singkat secara

keseluruhan daripada secara finansial saja. Strategi merupakan suatu teori tentang

bagaimana mencapai sasaran perusahaan.

Adapun beberapa pengertian manajemen strategi menurut para ahli, adalah sebagai

berikut :

Menurut Mulyadi (2001, p49), manajemen strategi adalah suatu proses yang

digunakan oleh manajemen dan karyawan untuk merumuskan dan mengimplementasikan

strategi dalam penyediaan customer value terbaik untuk mewujudkan visi organisasi.

Definisi lain dari manajemen strategi diuraikan oleh Blocher dalam Yuwono (2002,

p11), sebagai : “the development of a substainable competitive position in which the firm’s

competitive provides continued success”.

2.1.3 Pengertian Visi dan Misi

2.1.3.1 Pengertian Visi

Menurut Yuwono (2003, p103), visi dapat diartikan segambaran menantang dan

imajinatif tentang peran, tujuan dasar, karakteristik, dan filosofi organisasi dimasa datang

yang akan menajamkan tugas-tugas strategik perusahaan.

Menurut Niven (2002, p71), visi merupakan pernyataan “word picture of the future”,

yaitu semua keinginan terhadap keadaan di masa datang yang dicita-citakan oleh seluruh

personel perusahaan, mulai dari jenjang yang paling atas sampai yang paling bawah.

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

12

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001, p1262), “visi adalah apa yang kita

percaya dapat terjadi. Visi adalah kemampuan untuk melihat pada inti persoalan dan

pandangan atau wawasan kedepan. Visi adalah suatu refleksi dari masa depan. Ia adalah

sebuah image yang menjabarkan apa yang diinginkan oleh perusahaan pada jangka waktu

yang lama. Visi merupakan suatu rangkuman tentang apa yang ingin dicapai atau yang

diinginkan oleh perusahaan.

2.1.3.2 Pengertian Misi

Menurut Yuwono (2003, p103), misi mendefinisikan bisnis bahwa organisasi berada

pada atau harus berada pada nilai-nilai keinginan stakeholder yang meliputi: produk, jasa,

pelanggan, pasar, dan seluruh kekuatan perusahaan.

Menurut Niven (2004, p71), misi merupakan pernyataan “why we exist ?”, yaitu

menjelaskan bahwa dalam bisnis apa perusahaan menempatkan diri dalam menuju ke masa

depan serta menentukan batas dan maksud aktivitas bisnis perusahaan.

2.1.4 Analisis Porter

Menurut Porter (Husein Umar, 2001, p34) jika perusahaan ingin meningkatkan

usahanya dalam persaingan yang semakin ketat, perusahaan harus memilih prinsip berbisnis,

yaitu produk dengan biaya rendah, bukan kedua-duanya. Dan juga Michael Porter percaya

aspek terpenting dari sebuah lingkungan eksternal adalah bagaimana lingkungan eksternal

itu sendiri berpengaruh kepada persaingan dalam suatu industri. Michael Porter seperti yang

dikutip Kotler, P. (2003, p242) mengidentifikasikan lima kekuatan yang menentukan

kompetisi dari sebuah industri.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

13

Sumber : Rangkuti (2004, p11)

Gambar 2.1

Lima Model Kekuatan Kompetisi Porter

Wheelen, T. dan Hunger, J. dalam buku yang berjudul Strategic Management and

Business Policy (2006, p82) secara lebih mendalam membahas teori Porter tentang kekuatan

yang mempengaruhi dan menentukan kompetisi dalam sebuah industri, dalam buku tersebut

dikemukakan:

Ancaman Produk

Substitusi

Pembeli

Ancaman Pendatang Baru

Pemasok

Para Pesaing Industri (competitors)

Persaingan Diantara Perusahaan yang Ada

Kekuatan Tawar-menawar Pembeli

Kekuatan Tawar-menawar Pemasok

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

14

1. Ancaman Pendatang Baru

Menarik atau tidaknya suatu industri bervariasi, tergantung dari seberapa besar

hambatan masuk dan keluarnya. Yang paling menarik bagi perusahaan adalah ketika

hambatan masuknya tinggi, sedangkan hambatan keluar rendah.

Pendatang baru dalam industri akan membuka kapasitas yang baru untuk

mendapatkan pangsa pasar dan sumber daya yang berkualitas. Karena alasan itulah, mereka

dianggap sebagai ancaman oleh pemain lama. Ancaman dari pendatang baru akan

tergantung juga pada hambatan masuk dan reaksi dari pesaing. Beberapa kemungkinan

hambatan masuk yang akan ditemui adalah:

a. Skala Ekonomi

b. Diferensiasi Produk

c. Kebutuhan Modal

d. Biaya untuk Mengganti (Switching Cost)

e. Akses ke Saluran Distribusi

f. Peraturan Pemerintah

2. Persaingan Diantara Pemain yang Ada

Sebuah industri menjadi tidak lagi menarik ketika didalamnya sudah terdapat

beberapa kompetitor yang banyak, kuat, ataupun agresif. Kondisi yang semacam ini akan

mengantarkan kepada perang harga yang terus menerus, persaingan iklan, dan perkenalan

produk baru, dan keseluruhannya akan membuat persaingan menjadi mahal.

Dalam industri, perusahaan sebenarnya saling memiliki ketergantungan. Gerakan

kompetitif dari suatu perusahaan dapat menimbulkan efek kepada pesaingnya dan dapat

menyebabkan serangan balik dari pesaing tersebut. Menurut Porter, persaingan ketat dapat

dihubungkan dengan adanya faktor-faktor berikut:

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

15

a. Jumlah pesaing.

Bila jumlah pesaing sedikit dan memiliki kekuatan yang berimbang, maka mereka

akan saling mengawasi dan memastikan bahwa mereka dapat melakukan serangan

balik yang sepadan bila lawannya melakukan suatu gerakan.

b. Rata-rata pertumbuhan industri.

c. Karakteristik servis atau produk.

Suatu produk bisa dikatakan unik dengan banyak kualitas yang membedakannya

dengan produk lainnya. Suatu produk dapat juga disebut sebagai komoditas, apabila

produk tersebut akan memiliki kualitas yang sama dan tidak tergantung dari siapa

yang menghasilkannya.

d. Jumlah biaya tetap.

e. Kapasitas.

f. Penghalang keluar.

Penghalang yang menghalangi perusahaan untuk keluar dari suatu industri.

g. Keberagaman pesaing.

Pesaing yang memiliki ide yang berbeda dapat saling berselisih jalan yang tanpa

disadari dapat menyebabkan persaingan.

3. Ancaman dari Produk dan Jasa Pengganti

Suatu industri juga akan menjadi tidak menarik jikalau terdapat beberapa produk

pengganti yang aktual ataupun potensial. Dengan adanya barang substitusi ini kekuatan

pembeli menjadi meningkat, dan untuk mengatasinya perusahaan dapat memilih pembeli

yang mempunyai kekuatan bernegosiasi dan jumlah pemasok pengganti yang rendah.

Produk pengganti adalah produk yang tampak berbeda tapi dapat memenuhi

kebutuhan yang sama akan produk lain. Misalnya, e-mail merupakan pengganti dari faks.

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

16

Tambahan lagi, apabila biaya pengganti murah, substitusi akan memilki dampak yang kuat

pada suatu industri. Misalnya, apabila harga kopi menjadi tinggi, maka para peminum kopi

akan secara perlahan beralih kepada teh.

4. Kekuatan Tawar-Menawar dari Pembeli

Ketika posisi tawar menawar pembeli meningkat, suatu industri juga akan dikatakan

tidak menarik untuk perusahaan. Posisi pembeli akan semakin meningkat bila pembeli

menjadi lebih terorganisasi, produk merupakan bagian signifikan dari biaya, tidak ada

diferensiasi produk, switching cost rendah , atau jika pembeli bisa berintegrasi ke hulu.

Pembeli dapat mempengaruhi industri melalui kemampuannya untuk menekan

harga, meminta kualitas yang tinggi dan tambahan jasa. Pembeli atau kumpulan pembeli

dapat dikatakan memiliki kekuatan apabila memenuhi faktor-faktor berikut:

a. Pembeli membeli produk atau jasa dalam jumlah besar.

b. Pembeli memiliki potensi untuk menghasilkan produk tersendiri.

c. Alternatif pemasok yang sangat banyak. Hal ini dikarenakan produk tersebut memiliki

suatu standar yang sama.

d. Biaya untuk beralih (switching cost) pada pemasok lain rendah.

e. Produk yang dibeli merupakan penyumbang tertinggi dalam pengeluaran pembeli,

sehingga mendorong niat untuk membeli produk dengan harga yang lebih rendah.

f. Pembeli medapatkan keuntungan yang rendah, sehingga lebih sensitif terhadap

biaya dan diferensiasi jasa.

5. Kekuatan Tawar-Menawar dari Pemasok

Industri tidak menarik jika perusahaan pemasok dapat meningkatkan harga atau

mengurangi produk yang dipasoknya. Pemasok menjadi semakin kuat dalam posisi tawar

ketika mereka menjadi lebih terkonsentrasi atau terorganisasi, hanya terdapat beberapa

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

17

pengganti, ketika produk merupakan input penting, switching cost pemasok tinggi, dan

ketika pemasok dapat berintegrasi ke hilir.

Selain itu penjual atau pemasok dapat mempengaruhi industri melalui

kemampuannya menaikkan harga atau mengurangi kualitas dari barang dan jasa. Penjual

atau kumpulan penjual dapat dikatakan memiliki kekuatan apabila memiliki faktor-faktor

berikut:

a. Industri tempat penjual berkecimpung hanya didominasi oleh beberapa perusahaan.

b. Produk atau servis yang dihasilkan memiliki keunikan tersendiri atau memiliki biaya

pembuatan yang tinggi.

c. Tidak ada barang pengganti yang tersedia.

Penjual tidak dapat berkompetisi secara langsung dengan konsumen.

2.1.5 Critical Success Factor

Critical success factor menurut Tunggal, A.W. (2001, p29) merupakan indikator

dalam pengukuran dan penilaian kinerja perusahaan. Faktor-faktor ini merupakan tolok ukur

dari aspek-aspek kinerja perusahaan yang penting terhadap keunggulan kompetitifnya, yang

akhirnya akan membawa dampak terhadap pencapaian keberhasilan.

Juga menurut Tunggal, A.W. (2001, p29) sistem manajemen strategik

mengembangkan informasi strategik yang memasukkan informasi yang bersifat keuangan

maupun non keuangan. Di masa lalu, perusahaan cenderung berfokus terutama pada kinerja

keuangan, seperti pertumbuhan penjualan dan laba, aliran kas dan nilai persediaan.

Sebaliknya perusahaan dalam lingkungan bisnis yang kontemporer menggunakan

manajemen strategik untuk memfokuskan terutama pada ukuran strategik tentang

keberhasilan, yang banyak berupa ukuran operasional yang bersifat non keuangan, seperti

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

18

pangsa pasar, mutu produk, kepuasan pelanggan, dan peluang pertumbuhan. Ukuran

keuangan menunjukkan dampak kebijakan dan prosedur perusahaan pada posisi keuangan

perusahaan jangka pendek. Oleh karena itu, hal ini juga memberikan pengembalian (return)

jangka pendek bagi pemegang saham. Sebaliknya faktor-faktor yang bersifat non keuangan

menunjukkan posisi kompetitif perusahaan untuk saat ini dan masa yang akan datang, yang

merupakan ukuran yang dipandang dari tiga sudut pandang (a) pelanggan, (b) proses bisnis

internal, (c) inovasi dan pembelajaran misalnya; sumber daya manusia. Ukuran strategik

yang bersifat keuangan dan non keuangan biasanya sebagai kunci keberhasilan kritikal

(Critical Success Factor).

Contoh Bagaimana mengukur faktor keberhasilan kritikal (Critical Success Factor)

menurut Tunggal, A. W. (2002,p11-13) sebagai berikut:

Tabel 2.2

Critical Success Factor

Critical Success Factors Mengukur Critical Success Factors Profitabilitas

Likuiditas

Penjualan

Market Value

Faktor Keuangan Laba operasi, trend laba. Cash flow adequacy, trend in cash flow, kemampuan membayar bunga, tingkat perputaran aset, tingkat perputaran persediaan, tingkat perputaran piutang. Tingkat penjualan pada kelompok produk utama, trend penjualan, presentasi penjualan yang berasal dari produk baru, akurasi peramalan penjualan. Harga saham.

Keputusan Pelanggan

Faktor Pelanggan Pengembalian produk dan keluhan pelanggan, penelitian tentang pelanggan.

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

19

Dealer dan Distributor

Pemasaran dan Penjualan

Ketepatan Pengiriman Mutu

Kekuatan hubungan dengan dealer dan distributor. Trend kinerja penjualan, aktivitas pelatihan dan riset pasar. Kinerja ketepatan waktu pengiriman, waktu mulai pemesanan sampai pengiriman kepada pelangggan. Keluhan pelanggan, biaya jaminan, kecepatan dan keefektifan pelayanan.

Mutu

Produktivitas Fleksibilitas

Kesiapan Peralatan

Keamanan

Proses Bisnis Internal Jumlah produk cacat, jumlah pengembalian, penelitian terhadap pelanggan, jumlah sisa produksi, jumlah perbaikan, laporan penelitian lapangan, klaim jaminan, tingkat ke-cacatan barang dari pemasok. Waktu siklus (cycle time) (mulai dari bahan mentah sampai dengan produk selesai); efisiensi tenaga kerja, jumlah pemborosan, perbaikan dan sisa produksi. Waktu setup, pengalaman operator, kapasitas mesin, aktivitas pemeliharan. Down time, pengalaman operator, kapasitas mesin, aktivitas pemeliharan. Kapasitas mesin, aktivitas pemeliharan, jumlah kecelakaan, dampak kecelakaan.

Inovasi Produk

Ketetapan Waktu Untuk Produk Baru Pengalaman Keahlian

Moral Pekerja

Pembelajaran dan Inovasi Jumlah perubahan desain, jumlah hak paten atau hak cipta yang baru, keahlian staf riset dan pengembangan. Jumlah kelebihan atau kekurangan hari dari tanggal pengiriman. Jumlah pelatihan, peningkatan kinerja keahlian. Tingkat perputaran pekerja, jumlah keluhan,

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

20

Kompetensi

penelitian terhadap pekerja/karyawan. Tingkat perputaran, pelatihan, pengalaman, kemampuan beradaptasi, ukuran-ukuran keuangan dan operasional.

Sumber : Tunggal, A.W. (2002, pp11-13)

Menurut Tunggal, A.W. (2001, p30) dalam mengembangkan ukuran critical success

factor harus melibatkan studi secara hati-hati terhadap proses bisnis perusahaan.

Pengembangan produk, manufacturing, manajemen, dan fungsi keuangan harus dilihat

untuk menentukan spesifikasi fungsi-fungsi ini dalam memberikan kontribusi untuk

keberhasilan perusahaan.

2.1.6 Pengukuran Kinerja Berdasarkan Perspektif Tradisional

Robert S. Kaplan dan David P. Norton (2000, p6) menyatakan semua program,

inisiatif, dan proses perubahan manajemen yang baru pada perubahan abad informasi,

sampai saat ini masih dilaksanakan dalam suatu lingkungan yang diatur oleh berbagai

laporan keuangan kuartalan dan tahunan. Proses laporan keuangan tetap terikat pada

sebuah model akuntansi yang dikembangkan ratusan tahun yang lalu, yang diciptakan untuk

sebuah lingkungan transaksi yang wajar antara pihak-pihak yang independen. Model

akuntansi ini masih digunakan oleh perusahaan abad informasi pada saat mereka berusaha

membangun aktiva dan kemampuan internal, dan untuk mendorong keterkaitan dan aliansi

strategis dengan berbagai pihak eksternal.

Dalam kondisi perusahaan masih berskala kecil, transaksi umumnya dilakukan

dengan pihak eksternal dengan hanya memperhatikan perspektif keuangan yang tertuang

dalam laporan keuangan jangka pendek dan hampir seluruh aktifitas dapat dikontrol

(Yuwono, 2004, p23). Disini pengukuran kinerja secara obyektif dapat dilakukan dengan

membandingkan harga output (exit value) dengan harga input (entry value). Namun, ketika

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

21

kondisi perusahaan mulai membesar dalam skalanya dan pihak-pihak yang berkepentingan

dengan perusahaan (stakeholders) bertambah banyak, pengukuran kinerja dengan sistem

yang tradisional tidak bisa lagi dapat dipertahankan.

Menurut Yuwono (2003, p23-24) permasalahan-permasalahan yang timbul dengan

pengukuran kinerja dalam kondisi perusahaan berskala besar dan jumlah stakeholder yang

banyak adalah :

1. Peningkatan skala perusahaan berupa integrasi fungsi-fungsi dan semakin

kompleksnya struktur organisasi memperbesar jumlah transaksi internal yang

membuat mekanisme harga terbengkalai;

2. Pembesaran perusahaan berakibat pula pada semakin panjangnya siklus operasi

perusahaan;

3. Pengukuran kinerja bahkan semakin sulit dilakukan pada perusahaan padat modal

berskala besar yang menghasilkan lebih dari satu jenis produk, terutama kesulitan

dalam pengalokasian biaya overhead;

4. Bertambahnya stakeholders semakin mempersulit proses deliberasi untuk

menyepakati besarnya nilai akun dalam neraca dan laporan laba rugi yang bukan

berasal dari arms’ length transactions, seperti exit value, replacement cost dan

sebagainya.

2.1.6.1 Definisi Laporan Keuangan

Menurut Munawir (2002, p2), “Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari

proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data

keuangan dan aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan

data atau aktivitas perusahaan tersebut”.

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

22

Menurut Myer dalam bukunya Financial Statement Analysis (Munawir, 2004, p5)

mengatakan bahwa yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah dua daftar yang

disusun oleh akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah

daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi laba. Pada

waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan untuk menambah

daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tak dibagikan (laba ditahan).

Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) (2002, p2), laporan keuangan

didefinisikan sebagai berikut: “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan

keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi,

laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya,

sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi

penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga

termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya,

informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan

harga.

Sedangkan Munawir (2002, p35) menulis, “Analisa-analisa laporan keuangan terdiri

dari penelaahan atau mempelajari daripada hubungan-hubungan dan tendensi atau

kecenderungan (tren) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta

perkembangan perusahaan yang bersangkutan”.

2.1.6.2 Sifat Laporan Keuangan

Laporan keuangan menurut Munawir (2004, p6) dipersiapkan atau dibuat dengan

maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan secara periodik yang dilakukan

pihak manajemen yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan bersifat historis serta

menyeluruh dan sebagai suatu progress report laporan keuangan terdiri dari data-data yang

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

23

merupakan hasil dari suatu kombinasi antara fakta yang yang telah dicatat, prinsip-prinsip

dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi, dan pendapat pribadi. Dengan sifat yang

demikian itu maka laporan keuangan tidak dapat mencerminkan posisi keuangan dari suatu

perusahaan dalam kondisi perekonomian yang paling akhir, karena segala sesuatunya

sifatnya historis. Sehingga mungkin terdapat beberapa hal yang dapat membawa akibat

terhadap posisi keuangan perusahaan tidak dicatat dalam pencatatan akuntansi atau tidak

nampak dalam laporan keuangan.

Menurut Munawir (2004, p6) suatu hal yang penting yaitu bahwa baik prosedur,

anggapan-anggapan, kebiasaan-kebiaasaan maupun pendapat pribadi yang telah digunakan

haruslah dipertahankan secara terus menerus atau secara konsisten dari tahun ke tahun.

Namun dalam hal ini tidak berarti bahwa prosedur, kebiasaaan maupun pendapat pribadi

yang digunakan tidak boleh dirubah, tetapi kalau suatu ketika manajemen ingin merubah

prosedur, kebiasaan atau pendapat pribadi yang telah dipakai, harus dijelaskan di dalam

laporan keuangannya sehingga mereka yang membaca laporan itu dapat mengetahui dengan

jelas dasar mana yang sesungguhnya digunakan dalam laporan keuangan yang

bersangkutan, dan laporan keuangan yang dibuat secara periodik itu dapat diperbandingkan.

Karena kalau dasar yang digunakan sudah berlainan tanpa sepengetahuan yang menganalisa

dan menginterpretasikan maka kesimpulan yang diperoleh akan keliru.

2.1.6.3 Jenis-Jenis Laporan Keuangan

Untuk dapat menganalisa dan menafsirkan suatu laporan keuangan, maka

pengertian tentang jenis-jenis laporan keuangan itu sendiri perlu kita ketahui terlebih dahulu.

Beberapa laporan keuangan tersebut menurut Munawir (2004, p13) adalah sebagai berikut:

1. Laporan laba rugi adalah suatu ikhtisar pendapatan dan beban selama periode waktu

tertentu, misalnya sebulan atau setahun.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

24

2. Laporan ekuitas pemilik adalah suatu ikhtisar perubahan ekuitas pemilik yang terjadi

selama peiode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.

3. Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada tanggal

tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun.

4. Laporan arus kas adalah suatu ikhtisar penerimaan kas dan pembayaran kas selama

periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.

Menurut Munawir (2004, p13) walaupun dalam prakteknya sering diikutsertakan

beberapa daftar yang sifatnya untuk memperoleh kejelasan lebih lanjut sehingga biasanya

dalam laporan keuangan yang lengkap tedapat catatan penjelasan atas laporan keuangan

atau yang disebut dengan notes to financial statement yang memberikan penjelasan

tambahan mengenai laporan keuangan utama yang belum dapat dijelaskan dalam tubuh

laporan. Penjelasan ini penting karena dapat membantu pengambilan keputusan dalam

membacanya.

2.1.6.4 Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan Secara Tradisional

Menurut Munawir (2004, p36) metode dan teknik analisa (alat-alat analisa)

digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam

laporan sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut

bila diperbandingkan dengan laporan dari beberapa periode untuk satu perusahaan tertentu,

atau diperbandingkan dengan alat-alat pembanding lainnya, misalnya diperbandingkan

dengan laporan keuangan yang dianggarkan atau dengan laporan keuangan perusahaan

lainnya.

Tujuan dari setiap metode dan teknik analisa menurut Munawir (2002, p36) adalah

“Untuk menyederhanakan data sehingga dapat lebih dimengerti”.

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

25

Munawir (2002, p36) juga menyebutkan dua metode analisa yang digunakan oleh

setiap penganalisa laporan keuangan, yaitu:

1. Analisa horisontal, adalah analisa dengan mengadakan pembandingan laporan keuangan

untuk beberapa periode atau beberapa saat, sehingga akan diketahui perkembangannya.

Metode horisontal ini disebut pula sebagai metode analisa dinamis.

2. Analisa vertikal, yaitu apabila laporan keuangan yang dianalisa meliputi satu periode atau

satu saat saja, yaitu dengan memperbandingkan antara pos yang satu dengan pos yang

lainnya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga hanya akan diketahui keadaan

keuangan atau hasil operasi pada saat itu saja. Analisa vertikal ini disebut juga sebagai

metode analisa yang statis karena kesimpulan yang dapat diperoleh hanya untuk periode

itu saja tanpa mengetahui perkembangannya.

Salah satu teknik analisa yang banyak digunakan dalam analisa laporan keuangan

adalah analisa rasio, dimana Munawir (2002, p37) mendefinisikan sebagai “Suatu metode

analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan rugi

laba secara individual atau kombinasi dari kedua laporan tersebut”.

Menurut Husein Umar (2005, p88) untuk menganalisis keuangan dalam rangka

evaluasi kinerja perusahaan diperlukan rasio-rasio keuangan, misalnya rasio likuiditas,

solvabilitas, dan rentabilitas. Rincian rasio-rasio beserta formulanya disajikan dibawah ini :

1. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan

kewajiban jangka pendeknya. Beberapa rasio likuiditas ini adalah sebagai berikut :

a. Rasio Lancar (Current Ratio)

Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban

lancarnya.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

26

Rumus : Rasio Lancar = Aktiva Lancar Utang Lancar

b. Rasio Cepat (Quick Ratio)

Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling liquid mampu

menutupi utang lancar.

Rumus : Rasio Cepat = Aktiva Lancar – Persediaan Utang Lancar

2. Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar

kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan

dilikuidasi. Rasio solvabilitas antara lain :

a. Rasio Utang atas Modal (Debt to Equity Ratio)

Rasio ini menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi

utang-utang pihak luar.

Rumus : Rasio Utang atas Modal = Total Utang_ Modal (Equity)

b. Rasio Utang atas Aktiva (Debt to Assets Ratio)

Rasio ini menunjukkan sampai sejauh mana utang dapat ditutupi oleh aktiva.

Rumus : Rasio Utang atas Aktiva = Total Utang Total Aktiva

3. Rasio Rentabilitas

Rasio rentabilitas atau disebut juga profitabilitas menggambarkan kemampuan

perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber daya uang

yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang,

dan sebagainya. Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan

laba disebut juga operating ratio. Beberapa jenis rasio profitabilitas ini dapat

dikemukakan sebagai berikut :

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

27

a. Margin Laba (Profit Margin) = Pendapatan Bersih Penjualan

Angka ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih yang

diperoleh dari setiap penjualan.

b. Aset Turn Over (Return on Assets) = Penjualan Bersih Total Aktiva

Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan.

c. Return on Investment (Return on Equity) = Laba Bersih Total Aktiva

Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari

modal pemilik. Semakin besar maka akan semakin bagus.

d. Rasio Margin Laba Kotor (Contribution Margin Ratio)

Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan kotor yang

diperoleh dari setiap penjualan.

Rumus : Rasio Margin Laba Kotor = Laba Kotor Penjualan

2.1.7 Pengukuran Kinerja Berdasarkan Balanced Scorecard

Mengukur kinerja organisasi yang hanya mengandalkan kriteria keuangan saja sudah

tidak mencukupi lagi karena dalam masyarakat pengetahuan faktor-faktor tidak nyata

ternyata juga memainkan peranan yang penting dalam mencapai prestasi. Menurut Tunggal

(2001, p5) ini sering dinyatakan dalam bentuk aktiva intelektual, seperti kemampuan proses

dan kemampuan inovasi. Nilai maya tersebut juga dapat dalam bentuk hubungan, seperti

hubungan pelanggan yang dibuktikan dengan loyalitas merek atau kepuasan karyawan,

diukur dengan retensi karyawan. Meskipun sistem akuntansi saat ini mengalami kesulitan

mengukur nilai-nilai tersebut adalah kritikal dalam memahami nilai yang diciptakan suatu

perusahaan.

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

28

Menurut Yuwono (2003, p3) ide tentang Balanced Scorecard pertama kali

dipublikasikan dalam artikel Robert S Kaplan dan David P. Norton di Harvard Business Review

tahun 1992 dalam artikel berjudul ”Balanced Scorecard-Measures that Drive Performance”.

Balanced Scorecard dikembangkan sebagai sistem pengukuran kineja yang memungkinkan

para eksekutif memandang perusahaan dari berbagai perspektif secara simultan. Disini

scorecard terdiri atas tolak ukur keuangan yang menunjukan hasil dari tindakan yang

diambil sebagaimana ditunjukkan pada tiga perspektif tolok ukur operasional lainnya;

kepuasan pelanggan, proses internal, dan kemampuan ber-organisasi untuk belajar dan

melakukan perbaikan. Membuat suatu balanced scorecard harus dimulai penerjemahan dari

visi, misi terus turun ke strategi, sasaran dan tolok ukur yang spesifik, turun secara

berjenjang (cascading).

2.1.7.1 Definisi Balanced Scorecard

Mengacu pada Umar, Husein (2005, p168) balanced scorecard terdiri atas dua kata,

yaitu balanced yang secara harfiah berarti seimbang dan scorecard yang berarti kartu skor.

Scorecard adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang

dan/atau suatu kelompok, juga untuk mencatat rencana skor yang hendak diwujudkannya.

Pada tahap berikutnya, seseorang dan/atau kelompok ini akan dievaluasi kinerjanya dengan

membandingkan antara apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah direncanakan.

Sementara itu, pengertian balanced adalah bahwa kinerja seseorang atau kelompok tertentu

akan diukur secara berimbang. Berimbang antara sisi internal dan eksternal perusahaan, dan

berimbang pula antara perspektif proses dan orang.

Menurut Mulyadi (2001, p1), balanced scorecard merupakan contemporary

management tool yang digunakan untuk mendongkrak kemampuan organisasi dalam

melipatgandakan kinerja keuangan.

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

29

Mengacu pada pendapat Yuwono dan Ichsan (2002, p5) balanced scorecard

merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian secara cepat, tepat,

dan komprehensif yang dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang

performance bisnis perusahaan.

Menurut Kaplan dan Norton yang diterjemahkan oleh Pasla, P.R.Y (2000, p2)

balanced scorecard adalah suatu instrumen yang menerjemahkan misi dan strategi

perusahaan ke dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh yang memberi kerangka kerja

bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis. Balanced scorecard mengukur kinerja

perusahaan pada empat perspektif yang seimbang (balanced) : finansial, pelanggan, proses

bisnis internal, dan proses pembelajaran serta pertumbuhan. Sistem manajemen strategis

yang disediakan balanced scorecard meliputi:

1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi

2. Mengkomunikasikan dan mengkaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis

3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis

4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis

Robert S. Kaplan dan David P.Norton (2000, p7) menyatakan, ”Balanced scorecard

melengkapi seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong

(drivers) kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran balanced scorecard diturunkan dari visi dan

strategi. Tujuan dan ukuran memandang kinerja perusahaan dari empat perspektif: finansial,

pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Empat perspektif ini

memberi kerangka kerja bagi balanced scorecard”.

Sedangkan Garrison dan Norren yang diterjemahkan oleh Budisantoso, A.T (2000,

p494) menulis,”Balanced scorecard terdiri dari kumpulan kinerja yang terintregasi yang

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

30

diturunkan dari strategi perusahaan yang mendukung strategi perusahaan secara

keseluruhan”.

Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton (2000, p9) balanced scorecard

menyatakan adanya keseimbangan antara berbagai ukuran eksternal para pemegang saham

dan pelanggan, dengan berbagai ukuran internal proses bisnis penting, inovasi, serta

pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan antara semua ukuran hasil

apa yang dicapai oleh perusahaan pada waktu yang lalu dengan semua ukuran faktor

pendorong kinerja masa depan perusahaan. Dan scorecard juga menyatakan keseimbangan

antara semua ukuran hasil yang obyektif dan mudah dikuantifikasi dengan faktor penggerak

kinerja berbagai ukuran hasil yang subyektif dan agak berdasarkan pertimbangan sendiri.

Pada dasarnya balanced scorecard menurut Gaspersz, Vincent (2005, p2)

merupakan sistem manajemen bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam jangka panjang

untuk pelanggan (customer), pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, termasuk

manajemen (learning and growth), proses bisnis internal (system) demi memperoleh hasil-

hasil finansial yang memungkinkan perkembangan organisasi bisnis daripada sekedar

mengelola bottom line untuk memacu hasil-hasil jangka pendek. Terdapat empat perspektif

balanced scorecard yang dikaitkan dengan visi dan strategi organisasi, yaitu perspektif

finansial (shareholders), perspektif pelanggan (customers), perspektif proses bisnis internal

(internal business process), perspektif pembelajaran dan pertumbuhan karyawan,

manajemen, dan organisasi (learning and growth).

Sedangkan menurut Tunggal, A.W. (2001, p2) balanced scorecard merupakan

sekelompok tolok ukur kinerja yang terintegrasi yang berasal dari strategi perusahaan dan

mendukung strategi perusahaan di seluruh organisasi. Suatu strategi pada dasarnya

merupakan suatu teori tentang bagaimana mencapai tujuan organisasi. Dalam pendekatan

balanced scorecard, manajemen puncak menjabarkan strateginya kedalam tolok ukur kinerja

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

31

sehingga karyawan memahaminya dan dapat melaksanakan sesuatu untuk mencapai strategi

tersebut.

Paul R. Niven (2000, p15), mengemukakan pendapatnya mengenai balanced

scorecard, bahwa : ”we can describe the balanced scorecard as a carefully selected of

measures derived from an organizations strategy. I see this tool as : measurement system,

strategic management system, and communication tools.”

Menurut Nurkolis (2001, p6), balanced scorecard adalah alat management yang

menerjemahkan visi, misi, dan strategi organisasi ke dalam satu set pengukuran kinerja

komprehensif untuk menghasilkan kerangka pengukuran kinerja organisasi melalui beberapa

perspektif : finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan

pertumbuhan.

2.1.7.2 Keunggulan Balanced Scorecard

Menurut Mulyadi (2001, p18) keunggulan pendekatan balanced scorecard dalam

sistem perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki

karakteristik sebagai berikut: komprehensif, koheren, seimbang, dan terukur.

Mengacu pada pendapat Mulyadi (2001, 65) yang dimaksud dengan:

1. Komprehensif

Tidak hanya berfokus ke perspektif keuangan tetapi juga mencakup perspektif

pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan

sasaran strategik ke perspektif non keuangan tersebut mengarahkan perhatian personel

dan mengarahkan seluruh usaha ke pemacu sesungguhnya (the real driver) kinerja

keuangan.

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

32

Sumber : Mulyadi (2001, p65)

Gambar 2.2

Empat Sasaran Strategik yang Perlu Diwujudkan untuk Melipatgandakan

Kinerja Keuangan Perusahaan

Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif non keuangan tersebut

menghasilkan manfaat berikut ini :

- Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang.

- Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.

2. Koheren

Adalah antara satu sasaran strategik dengan sasaran strategik yang lain memiliki

hubungan sebab akibat. Setiap sasaran strategik yang diterapkan dalam perspektif non

keuangan harus mempunyai hubungan klausal dengan sasaran keuangan, baik secara

langsung maupun tidak langsung, karena pada hakikatnya organisasi perusahaan adalah

institusi pencipta kekayaan, oleh karena itu, semua kegiatannya harus dapat

menghasilkan tambahan kekayaan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

PERSPEKTIF SASARAN STRATEGIS (SASARAN OBJECTIVES)

Keuangan Shareholder Value

Pelanggan Firm Equity

Proses Bisnis Internal

Organizational Capital

Pembelajaran & Pertumbuhan

Human Capital

Pemacu Sesungguhnya Kinerja Keuangan

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

33

3. Seimbang

Adalah diusahakan adanya keseimbangan di dalam menetapkan sasaran-sasaran

strategik di keempat perspektif untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka

panjang.

Sumber : Mulyadi (2001, p22)

Gambar 2.3

Keseimbangan Sasaran-Sasaran Strategik yang Ditetapkan Dalam

Perencanaan Strategik

Keterangan :

Sasaran strategik yang fokus pada perspektif proses bisnis internal dan perspektif

pembelajaran dan pertumbuhan disebut internal focus.

Sasaran strategik yang fokus pada perspektif keuangan dan perspektif pelanggan

disebut external focus.

Process - Centric

People - Centric

Internal Focus

ExternalFocus

Pembelajaran dan Pertumbuhan Pelanggan

Proses Bisnis Internal Keuangan

Proses yang produktif dan cost

effective

Financial Return yang berlipat ganda & berjangka panjang

Sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen

Produk dan jasa yang mampu

menghasilkan value terbaik bagi konsumen

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

34

Sasaran strategik yang fokus pada perspektif proses bisnis internal dan perspektif

keuangan disebut process centric.

Sasaran strategik yang fokus pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan

perspektif pelanggan disebut people centric.

Keseimbangan antara internal focus dengan external focus serta process centric dengan

people centric perlu dijaga supaya tidak menggangu kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka panjang.

4. Terukur

Adalah mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur. Setiap sasaran strategik

ditentukan ukurannya karena adanya keyakinan jika kita dapat mengukurnya maka kita

dapat mengusahakannya, jika kita dapat mengusahakannya maka kita dapat mencapainya.

2.1.7.3 Transformasi Strategi Menjadi Tindakan Melalui Balanced Scorecard

Menurut Widjaja, Amin (2003, p4) balanced scorecard merupakan suatu sistem

manajemen strategik atau lebih tepat dinamakan suatu: ”Strategic based responsibility

accounting system” yang menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan

operasional dan tolok ukur kinerja empat perspektif yang berbeda yaitu perspektif keuangan,

perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif proses pembelajaran

dan pertumbuhan. Balanced scorecard mempertahankan perspektif keuangan karena tolok

ukur keuangan berguna dalam mengikhtisari konsekuensi tindakan ekonomi terukur yang

telah diambil. Tolok ukur kinerja keuangan menunjukan apakah strategi, implementasi, dan

eksekusi perusahaan memberi kontribusi pada perbaikan laba.

Menurut Gaspersz, Vincent (2005, p9) balanced scorecard merupakan suatu konsep

manajemen yang membantu menerjemahkan strategi ke dalam tindakan. Balanced scorecard

adalah lebih dari sekedar suatu sistem pengukuran operasional atau taktis. Perusahaan-

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

35

perusahaan yang inovatif menggunakannya sebagai suatu sistem manajemen strategis yang

mengelola strategi perusahaan sepanjang waktu. Perusahaan-perusahaan yang inovatif itu

menggunakan fokus pengukuran balanced scorecard untuk melaksanakan proses-proses

manajemen kritis, sebagai berikut :

1. Mengklarifikasi dan menerjemahkan visi dan strategi perusahaan.

2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan-tujuan strategis dengan ukuran-ukuran

kinerja.

3. Merencanakan, menetapkan target, dan menyelaraskan inisiatif-inisiatif (program-

program) strategis.

4. Mengembangkan umpan balik dan pembelajaran strategis untuk peningkatan terus-

menerus di masa yang akan datang.

Juga menurut Gaspersz, Vincent (2005, p9) dari uraian singkat di atas tampak

bahwa balanced scorecard dimulai dari visi dan strategi perusahaan, dimana dari sini

berbagai faktor kesuksesan yang penting didefinisikan. Ukuran-ukuran kinerja dibangun

sebagai alat bantu untuk menetapkan target dan mengukur kinerja dalam area kritis tujuan-

tujuan strategis. Dengan demikian balanced scorecard merupakan suatu sistem pengukuran

kinerja manajemen atau sistem manajemen strategis, yang diturunkan dari visi dan strategi

dan merefleksikan aspek-aspek terpenting dalam suatu bisnis.

Pada umumnya, menurut Gaspersz, Vincent (2005, p9) sistem manajemen

tradisional berfokus pada anggaran, sehingga pelaksanaan strategi perusahaan sangat

tergantung pada anggaran yang tersedia. Hal ini berbeda dari sistem manajemen strategis

balanced scorecard yang berfokus pada proses-proses manajemen strategis, sehingga

strategi perusahaan melalui balanced scorecard diterjemahkan menjadi tindakan-tindakan

yang terarah. Sebagai konsekuensi dari perbedaan praktek sistem manajemen tradisional

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

36

dan sistem manajemen strategis balanced scorecard , pelaporan pada sistem manajemen

tradisional semata-mata digunakan sebagai alat pengendalian, sedangkan pelaporan pada

sistem manajemen strategis balanced scorecard digunakan sebagai alat strategis.

2.1.7.4 Empat Perspektif Dalam Balanced Scorecard

Pemahaman empat perspektif dalam balanced scorecard menjadi sangat penting

agar mampu menerapkan konsep balanced scorecard secara tepat dan berhasil. Empat

perspektif tersebut menurut Gaspersz, Vincent (2005) adalah sebagai berikut:

1. Perspektif finansial—bagaimana kita memuaskan pemegang saham?

2. Perspektif pelanggan—bagaimana kita memuaskan pelanggan?

3. Perspektif proses bisnis internal—apa proses-proses yang seyogianya diunggulkan untuk

mencapai kesuksesan perusahaan?

4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan—bagaimana kita akan mempertahankan

keberlangsungan kemampuan terhadap perubahan dan peningkatan?

Menurut Yuwono (2004, p5) balanced scorecard memandang perusahaan dari

kurang lebih empat perspektif yaitu : keuangan, pelanggan, pembelajaran dan

pertumbuhan, serta bisnis internal, yang menghubungkan pengendalian operasional jangka

pendek kedalam visi dan strategi bisnis jangka panjang. Keempat perspektif yang memberi

kerangka kerja bagi balanced scorecard ini dapat divisualisasikan dengan hubungan yang

saling mempengaruhi dalam gambar 2.1 dibawah ini:

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

37

Sumber: www.balancedscorecard.org/basics/bsc.html

Gambar 2.4

Empat Perspektif Balanced Scorecard

2.1.7.4.1 Perspektif Finansial

Menurut Widjaja, Amin (2003, p18), balanced scorecard menggunakan tolok ukur

kinerja keuangan, seperti laba bersih dan ROI (Return On Investment), karena tolok ukur

tersebut secara umum digunakan dalam organisasi mencari laba. Tolok ukur keuangan

memberikan bahasa umum untuk menganalisis dan membandingkan perusahaan. Tolok ukur

keuangan adalah penting, akan tetapi tidak cukup mengarahkan kinerja dalam menciptakan

nilai (value). Tolok ukur non keuangan juga tidak memadai untuk menyatakan angka paling

bawah (bottom line). Balanced scorecard mencari suatu keseimbangan dari tolok ukur

kinerja yang multiple, baik dari keuangan maupun non keuangan untuk mengarahkan kinerja

organisasional terhadap keberhasilan.

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

38

Menurut Gaspersz, Vincent (2005, p38) untuk membangun suatu balanced

scorecard, unit-unit bisnis harus dikaitkan dengan tujuan finansial yang berkaitan dengan

strategi perusahaan. Tujuan finansial berperan sebagai fokus bagi tujuan-tujuan strategis

dan ukuran-ukuran semua perspektif dalam balanced scorecard. Setiap ukuran yang dipilih

seyogianya menjadi bagian dari suatu keterkaitan hubungan sebab-akibat yang memuncak

pada peningkatan kinerja finansial. Pemahaman mengenai perspektif finansial dalam

manajemen balanced scorecard adalah sangat penting karena keberlangsungan suatu unit

bisnis strategis sangat tergantung pada posisi dan kekuatan finansial. Berkaitan dengan hal

ini, berbagai rasio finansial dapat diterapkan dalam pengukuran strategis untuk perspektif

finansial. Manajemen bisnis harus memperhatikan agar semua analisis rasio finansial

menunjukkan hasil yang baik, karena manajemen harus mampu membayar hutang kepada

kreditor jangka pendek maupun kreditor jangka panjang, termasuk kemampuan

menghasilkan keuntungan untuk pemegang saham.

Kaplan dan Norton dalam Yuwono (2003, p31) berpendapat bahwa pengukuran

kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dan siklus kehidupan bisnis, yaitu :

1. Growth (Bertumbuh)

Adalah : Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki produk

atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik dalam tahap

pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan

tingkat pengembangan modal yang rendah.

2. Substain (Bertahan)

Adalah : Tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi

dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan

mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya, jika

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

39

mungkin tolok ukur yang kerap digunakan pada tahap ini, misalnya : ROI, NPM, dan

ATO.

3. Harvest (Menuai)

Adalah : Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil

investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali

pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas.

2.1.7.4.2 Perspektif Pelanggan

Menurut Gaspersz, Vincent (2005, p52) dalam perspektif pelanggan, perusahaan

harus mengidentifikasikan pelanggan dan segmen pasar di mana mereka akan berkompetisi.

Sudah menjadi tugas para manajer mengidentifikasi segmen pelanggan dan segmen pasar

dimana perusahaan akan beroperasi. Karena elemen yang paling penting dalam suatu bisnis

adalah kebutuhan pelanggan, dan kemudian mengukur kinerja perusahaan berdasarkan

target segmen tersebut. Kebutuhan spesifik pelanggan dapat didaftarkan melalui

pemahaman yang tepat mengenai karakteristik pelanggan berdasarkan beberapa

pertimbangan. Diantaranya pertimbangan geografis, aktifitas umum pembeli, posisi atau

tanggung jawab pembeli, dan karakteristik pribadi pembeli.

Dalam perspektif pelanggan, menurut Tunggal (2002, p60) perusahaan

mengidentifikasikan segmen pasar dan pelanggan yang ingin dimasuki untuk mencapai

tujuan keuangan yang diinginkan. Perusahaan biasanya memiliki dua kelompok pengukuran

untuk perspektif pelanggan, yaitu :

a. Kelompok pengukuran inti atau kelompok pengukuran pelanggan utama (Core

Measurement Group), yang terdiri dari ukuran :

1. Pangsa pasar (Market Share), yaitu pengukuran mengenai berapa besar proporsi

segmen pasar tertentu yang telah dikuasai oleh perusahaan.

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

40

2. Pelanggan yang dipertahankan (Customer Retention), yaitu pengukuran mengenai

seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan lama.

3. Perolehan pelanggan (Customer Acquisition), yaitu pengukuran mengenai

seberapa banyak perusahaan berhasil dalam menarik pelanggan baru.

4. Kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction), yaitu pengukuran seberapa jauh

para pelanggan puas terhadap layanan perusahaan.

5. Profitabilitas pelanggan (Customer Profitability), yaitu pengukuran mengenai

seberapa besar keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penjualan produk

kepada para pelanggan.

b. Kelompok pengukuran nilai pelanggan

1. Atribut produk atau jasa (Product Service and Attributes), dimana meliputi fungsi

dari produk atau jasa, harga dan kualitasnya. Dalam hal ini preferensi konsumen

berbeda-beda, ada konsumen yang mengutamakan fungsi dari produk,

penyampaian yang tepat waktu, dan harga yang murah. Di lain pihak ada

konsumen yang mau membayar lebih mahal untuk ciri dan atribut produk atau

jasa yang dibelinya.

2. Hubungan pelanggan (Customer Relationship), berkaitan dengan pengiriman

produk atau jasa ke konsumen setelah membelinya dari perusahaan. Dimana

perusahaan mempunyai tanggung jawab dan komitmen terhadap pelanggan.

3. Citra dan reputasi (Image and Reputation), mencerminkan citra dan reputasi

perusahaan dimata pelanggannya. Citra dan reputasi menggambarkan faktor-

faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan

perusahaan.

Page 35: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

41

Sumber : Robert Simons dalam A.W. Tunggal, Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard, 2003, p87

Gambar 2.5

Customer Core Measurement dan Customer Value Proposition

2.1.7.4.3 Perspektif Proses Bisnis Internal

Dalam perspektif proses bisnis internal, menurut Gaspersz, Vincent (2005, p59)

perusahaan harus mengidentifikasi proses-proses yang paling kritis untuk mencapai tujuan

peningkatan nilai bagi pelanggan dan tujuan peningkatan nilai bagi pemegang saham.

Mengacu pada pendapat Yuwono (2002, p41), proses bisnis internal terdiri dari

inovasi, operasi, dan layanan purna jual.

unique Brand Equity

responsive

Customer Value Proposition

Pangsa Pasar

Retensi Pelanggan

Akuisisi Pelanggan

Kepuasan Pelanggan

Profitabilitas Pelanggan

Customer Core Measurement

Image RelationshipProduk/Service

Attributes Value

functionally quality trustedconvinient price time

= + +

Page 36: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

42

CiptakanProsukDanJasa

BangunProduk /

Jasa

LuncurkanProduk/

Jasa

KebutuhanPelangganTerpuaskan

LayaniPelanggan

KebutuhanPelanggan

Teridentifikasi

IdentifikasiPasar

ProsesInovasi

ProsesOperasi Proses Layanan

Purna Jual

Sumber: (Yuwono 2002, p41)

Gambar 2.6

Perspektif Proses Bisnis Internal: Model Rantai Nilai Generik

a. Proses Inovasi

Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari

pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi

dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian R & D sehingga setiap keputusan

pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat

dikomersilkan (berdasarkan kebutuhan pasar).

Aktivitas R & D ini merupakan aktivitas penting dalam menentukan kesuksesan

perusahaan, terutama untuk jangka panjang.

b. Proses Operasi

Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk atau jasa.

Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian :

Proses pembuatan produk.

Proses penyampaian produk kepada pelanggan.

Page 37: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

43

Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada waktu,

kualitas, dan biaya.

c. Proses Layanan Purna Jual

Proses ini merupakan jasa layanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa

tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini misalnya penanganan

garansi dan perbaikan penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan serta

pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya

dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan, dengan

menggunakan tolak ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan

dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran

waktu dari saat keluhan pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.

Menurut Kaplan dan Norton (2000, p100-102), proses bisnis internal pada suatu

perusahaan terdiri dari proses operasi yang mencangkup; waktu, mutu, dan biaya. Proporsi

nilai yang diberikan kepada pelanggan sasaran seringkali menyertakan waktu tanggap yang

singkat sebagai atribut kerja yang penting. Pilihan terhadap titik awal dan titik akhir produksi

ditentukan oleh lingkup proses operasi tempat dimana upaya pengurangan waktu siklus

produksi dilaksanakan. Definisi siklus yang berkaitan dengan siklus yang paling luas,

penyelesaian pesanan menyatakan bahwa siklus proses produksi dimulai ketika pesanan

pelanggan diterima dan akan berakhir saat pelanggan menerima apa yang dipesannya.

Definisi apapun yang dipakai, sebuah perusahaan harus senantiasa mengukur lama siklus

dan menetapkan sasaran bagi pekerja untuk mengurangi lama siklus proses produksi

keseluruhan. Sebuah alat ukur yang digunakan banyak perusahaan yang mencoba berpindah

ke proses arus produksi Just In Time disebut Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE) yang

didefinisikan sebagai:

Page 38: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

44

MCE = Waktu pengolahan Waktu penyelesaiaan

Rasio yang dihasilkan kurang dari 1 karena:

Waktu penyelesaiaan produk = waktu pengolahan + waktu pemeriksaaan + waktu

pemindahaan + waktu menunggu / penyimpanan.

Teori dibelakang MCE adalah bahwa waktu selain waktu pengolahan seperti waktu

untuk pemeriksaan, pengerjaan ulang barang yang rusak, pemindahaan bahan baku dari

satu proses ke proses lainnya dan waktu bahan baku menunggu untuk diolah pada tahap

berikutnya adalah pemborosan atau waktu yang tidak memiliki nilai tambah. Waktu tersebut

tebuang sia-sia karena bentuk fisik dari produk kepada pelanggan tertunda tanpa adanya

nilai tambah. Ketika rasio MCE mendekati 1, perusahaan mengetahui bahwa waktu yang

terbuang untuk memindahkan, memeriksa, mereparasi, dan menyimpan produk berkurang

dan kemampuan perusahaan menanggapi pesanan pelanggan dengan segera telah

meningkat.

2.1.7.4.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif terakhir menurut Gaspersz, Vincent (2005, p61) adalah mengembangkan

tujuan dan ukuran-ukuran yang mengendalikan pembelajaran dan pertumbuhan organisasi

dengan cara melihat tiga faktor utama, yaitu manusia, sistem, dan prosedur organisasi.

Tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam tiga perspektif sebelumnya dapat mengidentifikasikan

di mana organisasi harus unggul untuk mencapai terobosan kinerja. Dalam perspektif ini ada

tiga kategori yang sangat penting, yaitu:

a. Kemampuan Pegawai

Dalam pengukuran strategi perusahaan, salah satunya harus berkaitan secara spesifik

dengan kemampuan pegawai, yaitu apakah perusahaan telah mencanangkan

Page 39: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

45

peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki. Pengukuran atas pegawai

memiliki pengukuran inti, yaitu kepuasan pegawai, kesetiaan pegawai, dan produktifitas

pegawai. Kepuasan pegawai dianggap sebagai penentu dari kedua pengukuran

berikutnya. Pengukuran kepuasan pegawai dapat menggunakan angka indeks dengan

skala tertentu. Sedangkan untuk kesetiaan pegawai dapat menggunakan rasio

perputaran pegawai, dan untuk produktifitas pegawai dapat menggunakan rasio

pendapatan perusahaan per pegawai.

Pendapatan per pegawai = Total Pendapatan Jumlah pegawai

Produktifitas per pegawai = ________ _Jumlah produksi per tahun_________ Jumlah pegawai x Jumlah hari kerja dalam setahun

b. Kemampuan Sistem Informasi

Pegawai di bidang operasional memerlukan informasi yang cepat, tepat waktu, dan

akurat sebagi umpan balik. Pengukuran yang digunakan misalnya rasio liputan informasi

strategik, yang mengukur seberapa besar informasi yang tersedia dibandingkan dengan

kebutuhan yang diantisipasikan.

c. Motivasi, Kekuasaan, dan Keselarasan

Pegawai yang sempurna dengan informasi yang berlimpah tidak akan memberikan

kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak dimotivasi untuk bertindak

selaras dengan tujuan perusahaan atau apabila mereka tidak diberikan kebebasan untuk

mengambil keputusan atau bertindak. Sehingga diperlukan faktor ketiga yang

memfokuskan pada iklim organisasi untuk mendukung motivasi pegawai dan inisiatif

pegawai. Pengukuran yang dapat dilakukan adalah berkaitan dengan jumlah usulan yang

diberikan dan diimplementasikan, jumlah perbaikan, keselarasan antar individu dengan

organisasi, kinerja kelompok atau tim.

Page 40: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

46

Dan mengacu pada pendapat Yuwono (2002, p40), selain tiga kategori utama tolok

ukur untuk perspektif pertumbuhan dan pembelajaran tersebut, masih terdapat faktor

pendorong yang dapat disesuaikan dengan situasi tertentu. Tiga pengukuran tersebut

adalah:

1. Kepuasan Pekerja

Perusahaan mengakui bahwa moral dan kepuasan karyawan merupakan faktor utama

dalam memperbaiki produktivitas, mutu, kepuasan pelanggan, dan ketanggapan

terhadap situasi. Pengukuran dapat dilakukan dengan survey, wawancara karyawan,

evaluasi kegiatan dan kinerja karyawan.

2. Retensi Pekerja

Tujuan retensi karyawan adalah untuk mempertahankan selama mungkin para pekerja

yang diminati perusahaan. Karyawan yang mengembangkan model intelektual khusus

organisasi merupakan aktiva non keuangan yang bernilai bagi perusahaan. Perputaran

karyawan, diukur dengan presentase orang yang keluar setiap tahun.

3. Produktivitas Pekerja

Produktivitas karyawan adalah suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha

peningkatan moral, dan keahlian karyawan, inovasi, proses internal dan kepuasan

pelanggan. Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para

karyawan dengan jumlah karyawan yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran

tersebut.

Page 41: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

47

Sumber : Yuwono (2002, p40)

Gambar 2.7

Kerangka Kerja Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

2.1.8 Hubungan Sebab Akibat

Mengacu pada pendapat Kaplan (2000, p27) setiap ukuran yang dipilih untuk

disertakan dalam balanced scorecard harus merupakan unsur dalam sebuah rantai

hubungan sebab akibat yang mengkomunikasikan arti strategi unit bisnis kepada seluruh

perusahaan. Balanced scorecard harus bisa mengidentifikasi hubungan sebab akibat

diantara berbagai ukuran hasil dan faktor pendorongnya. Rantai sebab akibat harus meliputi

perspektif balanced scorecard. Gambar dibawah menjelaskan peningkatan ROI pada

perspektif keuangan merupakan dampak dari loyalitas pelanggan dari perspektif pelanggan.

Loyalitas pelanggan ada karena penyerahan produk yang tepat waktu. Untuk dapat

mencapai penyerahan tepat waktu diperlukan waktu siklus yang pendek dan proses operasi

yang bermutu tinggi (perspektif proses bisnis internal). Sedangkan cara untuk meningkatkan

Hasil

Retensi Pekerja

Kepuasan Pekerja

Produktivitas Pekerja

Core Measurement & Enables

Implementasi Staff

Infrastruktur Teknologi

Iklim untuk Bertidak

Page 42: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

48

mutu dan mengurangi waktu siklus proses internal perusahaan diperlukan keahlian dari para

pekerja operasional (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan). Untuk lebih jelasnya

gambar dibawah ini akan menjelaskan hubungan vertikal melalui empat perspektif balanced

scorecard.

Sumber : Kaplan & Norton (2000, p28)

Gambar 2.8

Hubungan Sebab Akibat Dari Keempat Perspektif BSC

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah rangkaian indikator-indikator dari variabel yang

berhubungan yang akan diteliti yang mendukung dalam penyusunan serta penyelidikan

penanganan perusahaan mengenai pengukuran kinerja di PT. PAMINDO tiga T. Dalam skripsi

ini menyelidiki pengukuran kinerja dengan pendekatan metode balanced scorecard.

Finansial

Pelanggan

Proses Bisnis Internal

Pembelajaran dan Pertumbuhan

ROI

Loyalitas Pelanggan

Penyerahan Tepat Waktu

Proses Mutu Waktu Siklus

Keahlian Pekerja

Page 43: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

49

Hubungan pengukuran kinerja dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard dapat

dilihat dari skema kerangka pemikiran seperti terlihat dalam gambar 2.3.

Sumber : Penulis

Gambar 2.9

Kerangka Pemikiran

NERACA

VISI DAN MISI PERUSAHAAN

STRATEGI

CSF PERUSAHAAN

PEMBUATAN BALANCED SCORECARD

EMPAT PERSPEKTIF BALANCED SCORECARD

KEUANGAN PELANGGAN PROSES BISNIS INTERNAL

PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN

LAPORAN KEUANGAN

KEPUASAN PELANGGAN

EFEKTIFITAS PROYEK

KEPUASAN KARYAWAN

LAPORAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE BALANCED SCORECARD

Analisis Porter

LAP. LABA / RUGI

KETEPATAN WAKTU

KUESIONER

KUESIONER

TURN OVER

Page 44: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu

50

2.3 Hipotesis

Berdasarkan jawaban sementara maka dapat dirumuskan hipotesa teoritis sebagai

berikut:

1. Pengukuran kinerja pada PT. PAMINDO Tiga T hanya menggunakan perspektif

tradisional sehingga belum mencakup seluruh aspek.

2. Pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard pada PT. PAMINDO Tiga

T akan dapat memberikan informasi sejauh mana kinerja perusahaan dalam empat

perspektif karena metode balanced scorecard merupakan metode yang terfokus

dalam pengukuran kinerja.