BAB 2 LANDASAN TEORI -...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI -...
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pendekatan Sistem Informasi
2.1.1 Pengertian Sistem
Menurut Satzinger, et al (2010, p.6) mengemukakan bahwa sistem
adalah sekumpulan komponen yang saling terkait yang berfungsi bersama
untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Stair dan Reynolds (2006, p.8), sistem adalah sekelompok
elemen atau komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan.
Sistem dinamis memiliki tiga komponen atau fungsi dasar yang berinteraksi.
yaitu:
1. Input, melibatkan penangkapan dan perakitan berbagai elemen untuk
diproses.
2. Proses, melibatkan proses transformasi yang mengubah input menjadi
output.
3. Output, melibatkan perpindahan elemen yang telah diproduksi
oleh proses transformasi ke tujuan akhirnya.
Menurut O’Brien dan Marakas (2006, p.24), sistem adalah
sekelompok komponen yang berkaitan, dengan batasan-batasan yang jelas,
bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input serta
menghasilkan output dalam proses transformasi yang teratur.
Menurut McLeod dan Schell (2007, p.9), sistem adalah mengubah
input yang datang dari lingkungan perusahaan, ditransformasikan, dan
mengembalikan output ke lingkungan yang sama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem adalah sekumpulan komponen
yang saling berinteraksi dengan menerima input serta menghasilkan output
dalam proses transformasi yang teratur.dalam mencapai satu tujuan
2.1.2 Pengertian Informasi
Menurut Rainer dan Cegielski (2011, p.201), informasi adalah data
yang sudah diolah sehingga memiliki arti dan bernilai bagi penerimanya.
10
Menurut O’Brien dan Marakas (2006, p.29), infomasi adalah data yang
telah diubah ke dalam bentuk yang memiliki arti dan berguna bagi end user
tertentu.
Menurut Mcleod dan Schell (2007, p.9), informasi adalah data yang
telah diproses dan memiliki makna, biasanya memberitahukan pengguna sesuatu
yang belum diketahuinya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data yang diolah dan
dibentuk menjadi lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya untuk
memberikan keterangan atau pengetahuan.
2.1.3 Pengertian Sistem Informasi
Menurut Satzinger, et al (2010, p.6) sistem informasi adalah
sekumpulan komponen yang terkait, yang mengumpulkan, memproses,
menyimpan, dan menyediakan hasil informasi yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan masalah bisnis.
Menurut Stair dan Reynolds (2010, p.10), sistem informasi adalah
seperangkat elemen yang saling terhubung atau komponen yang
mengumpulkan (input), memanipulasi (proses), menyimpan dan menyebarkan
(output) data dan informasi, menyediakan sebuah reaksi koreksi (mekanisme
umpan balik) untuk mencapai sebuah objektif.
Menurut O’Brien (2006, p.6), sistem informasi adalah gabungan yang
terorganisir dari orang-orang, perangkat keras (hardware), piranti lunak
(software), jaringan komunikasi, dan sumber-sumber daya; yang
mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah
organisasi.
Menurut McLeod dan Schell (2007, p.9), sistem informasi adalah
sistem virtual yang memampukan pihak manajemen untuk mengontrol
operasi fisik perusahaan. Sistem fisik perusahaan terdiri sumber daya
tangible seperti material, manusia, mesin, dan uang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah sebuah
rangkaian komponen yang saling terkait yang terdiri dari orang-orang,
perangkat keras (hardware), piranti lunak (software), jaringan komunikasi,
dan sumber-sumber daya yang telah dikumpulkan, diproses, disimpan dan
didistribusikan untuk mendukung pengambilan keputusan dalam sebuah
11
organisasi secara virtual.
2.2 Pendekatan Manajemen
2.2.1 Pengertian Manajemen
Menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2012, p.36)
manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan
kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan
melalui orang lain.
Menurut Griffin (2008, p.7) manajemen adalah suatu rangkaian
aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada
sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi)
dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah proses
pengkoordinasian sekelompok orang dengan arahan-arahan untuk mencapai
tujuan perusahaan, secara efektif dan efisien. Perusahaan yang memiliki
manajamen yang baik adalah perusahaan yang mejalankan fungsi efektif dan
efisien. Efisien berarti menggunakan berbagai sumber daya secara bijaksana
dan dengan cara yang hemat biaya, sehingga produk atau jasa yang dihasilkan
berkualitas tinggi namun dengan biaya yang relatif rendah, sedangkan efektif
berarti membuat keputusan yang tepat dan mengimplementasikannya dengan
sukses.
2.2.2 Proses Manajemen
Menurut Griffin (2008, p.9), terpadat empat aktivitas dasar dalam
manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian.
12
Gambar 2.1 Management Process
Sumber : Griffin (2008, p.9)
1. Perencanaan
Menentukan arah tindakan perencanaan berarti menetapkan tujuan
organisasi dan bagaimana cara terbaik untuk mencapainya. Pengambilan
keputusan (decision making), yang merupakan bagian dari proses
perencanaan adalah pemilihan suatu tindakan dari serangkaian alternatif.
2. Pengorganisasian
Mengkoordinasikan aktivitas dan sumber daya yang diperlukan untuk
melaksanakan rencana. Secara khusus, pengorganisasian mencakup
penentuan bagaimana cara mengelompokkan berbagai aktivitas dan
sumber daya.
3. Kepemimpinan
Beberapa orang menganggap kepemimpinan sebagai aktivitas yang paling
penting dan paling menantang dari semua aktivitas manajerial.
Kepemimpinan adalah serangkaian proses yang dilakukan agar anggora
dari suatu organisasi bekerja bersama demi kepentingan organisasi
tersebut.
4. Pengendalian
Tahap terakhir dari proses manajemen adalah pengendalian, atau
pemantauan kemauan organisasi dalam mencapai tujuannya. Ketika
organisasi bergerak menuju tujuannya, manajer harus memonitor
kemajuan untuk memastikan bahwa organisasi tersebut berkinerja
sedemikian rupa sehingga akan mencapai tujuanya pada waktu yang telah
ditentukan.
13
2.2.3 Pengertian Manajemen Operasional
Menurut Heizer dan Render (2009, p.6), manajemen operasional adalah
serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa
dengan mengubah input menjadi output.
Menurut Willian J. Stevenson (2009, p.4), manajemen operasional
adalah sistem manajemen atau serangkaian proses dalam pembuatan produk
atau penyediaan jasa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen operasional adalah
serangkaian proses yang mengubah input menjadi output yang menghasilkan
barang, dan jasa.
2.3 Pengertian Sistem Informasi Manajemen
Menurut Whitten et al (2004, p.10), sistem informasi manajemen adalah
sebuah sistem informasi yang menyediakan untuk pelaporan berorientasi
manajemen berdasarkan pemrosesan transaksi dan operasi organisasi.
Menurut Laudon dan Laudon (2004, p.16), sistem informasi manajemen
adalah sebuah bidang studi sistem informasi yang berfokus pada penggunaan
sistem informasi tersebut pada manajemen dan bisnis. Sistem informasi
manajemen mengkombinasikan konsep teoretis dari ilmu komputer, ilmu
manajemen, dan riset operasional dengan berorientasi pada praktek
pengembangan solusi sistem untuk menghadapi masalah-masalah yang terjadi
pada dunia nyata dan mengelola sumber daya teknologi informasi yang ada.
Mc Leod dan Schell (2007, p.10), sistem infromasi manajemen adalah
sebuah informasi yang mendukung manajer yang merepresentasikan sebuah unit
organisasi seperti level manajemen atau area bisnis.
Menurut O’brien (2006, p.238), sistem informasi manajemen adalah
salah satu tipe sistem informasi yang menghasilkan informasi untuk mendukung
kebutuhan pengambilan keputusan sehari-hari dari manajer dan para profesional
bisnis.
Jadi menurut beberapa definisi diatas, sistem informasi manajemen
ialah suatu sistem berbasis komputer yang berfokus pada bidang manajemen dan
bisnis, dimana sistem tersebut akan memberi laporan-laporan manajerial untuk
mendukung para praktisi bisnis dalam pengambilan keputusan.
14
2.4 Supply Chain Management
2.4.1 Pengertian Supply Chain Management
Konsep Supply Chain Management berdasarkan Satzinger (2010, p.9)
adalah sebuah sistem yang dengan halus mengintegrasikan suatu pengembangan
produk, akuisisi produk, manufaktur, dan manajemen persediaan.
Konsep Supply Chain Management berdasarkan Turban (2010, p.289)
adalah proses yang kompleks yang membutuhkan koordinasi dari berbagai
kegiatan agar pengiriman barang dan jasa dari supplier ke pelanggan dilakukan
secara efektif dan efisien bagi seluruh pihak yang berkaitan.
Supply Chain Management terdiri dari semua pihak yang terlibat
langsung maupun tidak langsung, dalam memenuhi permintaan pelanggan.
Supply Chain meliputi tidak hanya produsen dan pemasok, tetapi juga
pengangkut, gudang, pengecer, dan bahkan pelanggan sendiri. Dalam setiap
organisasi, seperti produsen, Supply Chain mencakup semua fungsi yang terlibat
dalam menerima dan mengisi permintaan pelanggan. Fungsi-fungsi ini meliputi
pada, pengembangan produk baru, pemasaran, operasi, distribusi, keuangan, dan
layanan pelanggan.
Supply Chain yang khas mungkin melibatkan berbagai tahapan,
termasuk yang berikut:
•Pelanggan
•Pengecer
•Grosir/Distributor
•Produsen
•Pemasok bahan baku
Setiap tahap dalam rantai pasokan dihubungkan melalui aliran produk, informasi
dan dana. Arus ini sering terjadi di kedua arah dan dapat dikelola oleh salah satu
tahapan atau perantara.
Tujuan dari Supply Chain adalah untuk memaksimalkan nilai
keseluruhan yang dihasilkan. Nilai (juga dikenal sebagai surplus dari Supply
Chain) Supply Chain menghasilkan perbedaan antara nilai produk akhir kepada
pelanggan dan biaya Supply Chain.
Supply Chain Surplus = Customer Value – Supply Chain Cost
Nilai produk akhir dapat bervariasi dari setiap pelanggan dan dapat
diperkirakan dengan jumlah maksimum pelanggan yang bersedia membayar
15
untuk itu. Selisih antara nilai produk dan harga tetap sesuai dengan pelanggan
sebagai surplus konsumen. Sisa surplus Supply Chain menjadi profitabilitas
rantai pasokan, perbedaan antara pendapatan yang dihasilkan dari pelanggan dan
biaya keseluruhan di seluruh rantai pasokan.
2.4.2 Komponen Utama Supply Chain Management
Konsep utama dalam supply chain management terbagi atas tiga
berdasarkan Turban (2013, p.288) yaitu :
1. Upstream Supply Chain
Kegiatan transaksi antara suatu organisasi atau perusahaan dengan
pemasok dan perantaranya. Procurement merupakan aktivitas utama
dalam kegiatan ini.
2. Internal Supply Chain
Seluruh kegiatan proses internal yang digunakan untuk mengubah input
dari supplier menjadi output pada perusahaan. Aktivitas supply chain
yang terdapat disini seperti manajemen produksi, memproduksi ,dan
mengendalikan stock. Seluruh aktivitas pada internal supply chain
membahas value chain perusahaan yang berisi tentang aktivitas utama
dan aktivitas pendukung perusahaan yang dijalankan perusahaan.
3. Downstream Supply Chain
Kegiatan transaksi antara suatu organisasi atau perusahaan dengan
pemasok dan perantaranya.
2.5 Procurement
2.5.1 Pengertian Procurement
Pengadaan barang, atau disebut juga procurement, merupakan salah
satu bagian dari supply chain management. Menurut Kalakota dan Robinson
(2001, p.314) procurement secara luas mencakup semua aktivitas perusahaan
yang melibatkan proses mendapatkan barang dari pemasok, termasuk
didalamnya terdapat proses permintaan, pembelian, pengiriman, penyimpanan,
dan penggunaannya didalam lingkup perusahaan.
16
Proses procurement
Gambar 2.2
Sumber : Turban, et al., (2010,
2.5.2 Manajemen Procurement
Menurut Turban (2010, p.253) manajemen
perencanaan, pengelolaan, dan pengkoordinasian seluruh aktivitas yang
berkaitan dengan pembelian barang dan jasa yang dibutuhkan untuk mencapai
misi organisasi.
Menurut Pujawan (2005, p.137) manajemen
satu komponen utama dari
dari manajemen pengadaan secara umum, yakni:
1. Menyediakan input, berupa barang dan jasa yang dibutuhkan dalam
kegiatan produksi maupun kegiatan lain dalam perusahaan.
2. Menyediakan jasa seperti jasa t
konsultasi, dan sebagainya.
3. Merancang hubungan yang tepat dengan
4. Memilih supplier.
5. Memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok.
6. Memelihara data item yang dibutuhkan dan data
7. Melakukan proses pembelian.
8. Mengevaluasi kinerja
procurement tradisional biasanya terdiri dari :
2 Proses Procurement Tradisional
Sumber : Turban, et al., (2010, p.253)
Procurement
Menurut Turban (2010, p.253) manajemen procurement adalah proses
perencanaan, pengelolaan, dan pengkoordinasian seluruh aktivitas yang
berkaitan dengan pembelian barang dan jasa yang dibutuhkan untuk mencapai
Menurut Pujawan (2005, p.137) manajemen procurement adalah salah
tama dari supply chain management. Terdapat beberapa tugas
dari manajemen pengadaan secara umum, yakni:
Menyediakan input, berupa barang dan jasa yang dibutuhkan dalam
kegiatan produksi maupun kegiatan lain dalam perusahaan.
Menyediakan jasa seperti jasa transportasi dan pegudangan, jasa
konsultasi, dan sebagainya.
Merancang hubungan yang tepat dengan supplier.
Memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok.
Memelihara data item yang dibutuhkan dan data supplier.
pembelian.
Mengevaluasi kinerja supplier.
adalah proses
perencanaan, pengelolaan, dan pengkoordinasian seluruh aktivitas yang
berkaitan dengan pembelian barang dan jasa yang dibutuhkan untuk mencapai
adalah salah
. Terdapat beberapa tugas
Menyediakan input, berupa barang dan jasa yang dibutuhkan dalam
ransportasi dan pegudangan, jasa
2.6 E-Procurement
2.6.1 Pengertian
Menurut Chaffey (2007, p.309)
integrasi aktivitas pengadaan secara elektronik, termasuk didalamnya proses
permintaan, otorisasi, pemesanan, pengiriman, dan pembayaran antara pembeli
dan supplier.
Menurut Turban (2010, p.253)
dan jasa secara elektronik untuk kebutuhan perusahaan.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
proses pengadaan barang, termasuk didalamnya adalah permintaan, otorisasi,
pemesanan, pengiriman, dan pembayaran antara perusahaan
dengan vendor, dengan bantuan internet atau jaringan lainnya.
Pengertian e-Procurement
Menurut Chaffey (2007, p.309) e-Procurement adalah pengelolaan dan
integrasi aktivitas pengadaan secara elektronik, termasuk didalamnya proses
permintaan, otorisasi, pemesanan, pengiriman, dan pembayaran antara pembeli
Menurut Turban (2010, p.253) e-Procurement adalah perolehan barang
dan jasa secara elektronik untuk kebutuhan perusahaan.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa e-Procurement
proses pengadaan barang, termasuk didalamnya adalah permintaan, otorisasi,
pemesanan, pengiriman, dan pembayaran antara perusahaan sebagai pembeli
, dengan bantuan internet atau jaringan lainnya.
Gambar 2.3 Manajemen e-Procurement
Sumber : Kalakota (2001, p.339)
17
adalah pengelolaan dan
integrasi aktivitas pengadaan secara elektronik, termasuk didalamnya proses
permintaan, otorisasi, pemesanan, pengiriman, dan pembayaran antara pembeli
adalah perolehan barang
Procurement adalah
proses pengadaan barang, termasuk didalamnya adalah permintaan, otorisasi,
sebagai pembeli
18
2.6.2 Proses dan Kegiatan dalam e-Procurement
Gambar 2.4 Proses e-Procurement
Sumber : Turban, et al., (2010, p.354)
Seperti yang telah dijelaskan pada gambar 2.3, proses e-Procurement
terdiri dari beberapa tahap, yakni:
1. Melakukan pencarian vendor dan produk dengan menggunakan katalog,
brosur, telepon, dan lainnya.
2. Melakukan kualifikasi vendor sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan. Dari list vendor yang ada, ditentukan mana yang sekiranya
dapat diajak bekerja sama.
3. Memilih mekanisme pasar, seperti private, umum, lelang, barter, dll.
4. Melakukan perbandingan serta negosiasi, baik mengenai kualitas
barang, harga barang, metode pengiriman, dll.
5. Membuat kesepakatan pembelian setelah negosiasi berhasil.
6. Membuat Purchase Order (PO).
7. Mengatur jadwal pengambilan atau pengiriman barang, sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibentuk sebelumnya.
8. Melakukan pembayaran terhadap
Menurut Kalakota (2001, p
skema rantai e-Procurement
2.6.3 Tujuan dan Manfaat
Menurut Turban (2010, p
dalam penggunaan
1. Meningkatkan
banyak waktu dan mengurangi tekanan pekerjaan)
2. Mengurangi harga pembelian melalui adanya standarisasi produk,
reverse auction
3. Meningkatkan arus dan pengelolaan informasi. Misal : informasi
supplier dan informasi harga.
4. Meminimalisasi pembelian dari
kerja sama dengan perusahaan (
5. Meningkatkan proses pembayaran dan penyimpanan un
mempercepat proses pembayaran (untuk penjual).
6. Menciptakan hubungan yang kolaboratif dan efisien dengan
7. Memastikan proses pengiriman tepat waktu setiap saat.
Melakukan pembayaran terhadap vendor.
Menurut Kalakota (2001, p.315), proses e-Procurement terangkum dalam
Procurement seperti gambar dibawah ini.
Gambar 2.5 Rantai e-Procurement
Sumber : Kalakota (2001, p.315)
Tujuan dan Manfaat e-Procurement
Menurut Turban (2010, p.254), terdapat beberapa tujuan dan manfaat
dalam penggunaan e-Procurement, antara lain:
Meningkatkan produktivitas dari bagian pembelian (menyediakan lebih
banyak waktu dan mengurangi tekanan pekerjaan)
Mengurangi harga pembelian melalui adanya standarisasi produk,
reverse auction, diskon, dan pembelian konsolidasi.
Meningkatkan arus dan pengelolaan informasi. Misal : informasi
dan informasi harga.
Meminimalisasi pembelian dari vendor yang tidak memiliki kontrak
kerja sama dengan perusahaan (maverick buying).
Meningkatkan proses pembayaran dan penyimpanan un
mempercepat proses pembayaran (untuk penjual).
Menciptakan hubungan yang kolaboratif dan efisien dengan
Memastikan proses pengiriman tepat waktu setiap saat.
19
terangkum dalam
254), terdapat beberapa tujuan dan manfaat
produktivitas dari bagian pembelian (menyediakan lebih
Mengurangi harga pembelian melalui adanya standarisasi produk,
Meningkatkan arus dan pengelolaan informasi. Misal : informasi
yang tidak memiliki kontrak
Meningkatkan proses pembayaran dan penyimpanan untuk
Menciptakan hubungan yang kolaboratif dan efisien dengan supplier.
20
8. Memangkas waktu pemrosesan dan pemenuhan pesanan dengan
leveraging automation.
9. Mengurangi kebutuhan akan keahlian dan kebutuhan pelatihan untuk
bagian pembelian.
10. Mengurangi jumlah supplier.
11. Mempersingkat proses pembelian dan membuatnya lebih cepat dan
mudah dimengerti (biasanya melibatkan adanya otorisasi peminta
dalam melakukan permintaan melalui desktop, tanpa melalui bagian
pengadaan).
12. Mempersingkat proses rekonsiliasi invoice dan adanya perselisihan
dalam pemecahan masalah.
13. Mengurangi biaya proses administrasi per pemesanan.
14. Dapat menemukan supplier dan vendor baru yang dapat menyediakan
barang dan jasa lebih cepat atau lebih murah.
15. Mengintegrasi pengawasan anggaran yang ada dalam proses pengadaan.
16. Meminimalisasi adanya human error dalam proses pembelian dan
pengiriman.
17. Mengawasi dan meregulasi perilaku pembelian.
2.7 Peramalan (Forecasting)
Menurut Heizer dan Render (2009, p.162), Peramalan (forecasting) adalah
seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian dimasa depan. Hal ini dapat dilakukan
dengan melibatkan pengambilan data masa lalu dan menempatkannya kemasa akan
datang dengan suatu bentuk model matematis. Bila juga merupakan prediksi intuasi
yang bersifat subjektif dengan menggunakan kombinasi model matematis yang
disesuaikan dengan pertimbangan yang baik dari seorang manajer. Oleh karena itu
peramalan dapat dikatakan sebagai suatu bentuk perkiraan untuk perusahaan untuk
dapat mengantisipasi permintaan dengan membuat suatu perencanaan operasi sampai
melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan.
21
2.7.1 Klasifikasi Peramalan Berdasarkan Waktu
Peramalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan horizon waktu masa
depan yang dilingkupinya. Heizer dan Render (2009, p.163) membagi horizon
waktu peramalan menjadi beberapa kategori:
1. Peramalan jangka pendek. Peramalan ini meliputi jangka waktu
hingga satu tahun, tetapi umumnya kurang dari 3 bulan. Peramalan ini
digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah
tenaga kerja, penugasan kerja, dan tingkat produksi.
2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah atau
intermediate, umumnya mencakup hitungan bulanan hingga 3 tahun.
Peramalan ini berguna untuk merencanakan penjualan, perencanaan
dan anggaran produksi, anggaran kas, serta menganalisis bermacam-
macam rencana operasi.
3. Peramalan jangka panjang. Umumnya untuk perencanaan masa 3
tahun atau lebih. Peramalan jangka panjang digunakan untuk
merencanakan produk baru, pembelanjaan, modal, lokasi atau
pembangunan fasilitas, serta penelitian dan pengembangan (litbang).
2.7.2 Jenis-Jenis Peramalan
Menurut Heizer dan Render (2009, p.164), organisasi pada umumnya
menggunakan tiga tipe peramalan yang utama dalam perencanaan operasi.
1. Peramalan ekonomi (economic forecast) menjelaskan siklus bisnis
dengan memprediksikan tingkat inflasi, ketersediaan uang, dana yang
dibutuhkan untuk membangun perumahan, dan indikator perencanaan
lainnya.
2. Peramalan teknologi (technological forecast) memperhatikan tingkat
kemajuan teknologi yang dapat meluncurkan produk baru yang
menarik, yang membutuhkan pabrik dan peralatan baru.
3. Peramalan permintaan (demand forecast) adalah proyeksi permintaan
untuk produk atau layanan suatu perusahaan. Peramalan ini disebut
peramalan penjualan yang mengendalikan produksi, kapasitas, serta
sistem penjadwalan dan menjadi input bagi perencanaan keuangan,
pemasaran, dan sumber daya manusia.
22
2.7.3 Peramalan Permintaan
Peramalan yang baik sangatlah penting dalam semua aspek bisnis.
Peramalan merupakan satu-satunya prediksi mengenai permintaan hingga
permintaan yang sebenarnya diketahui. Menurut Heizer dan Render (2009,
p.164), Peramalan ekonomi dan teknologi adalah teknik khusus yang mungkin
bukan termasuk bagian dari tugas manajer operasi.
Peramalan permintaan mengendalikan keputusan di banyak bidang.
Berikut ini akan dibahas dampak peramalan produk pada tiga aktivitas yaitu:
1. Sumber Daya Manusia
Mempekerjakan, melatih dan memberhentikan pekerja bergantung
pada permintaan. Jika departemen sumber daya manusia harus
mempekerjakan pekerja tambahan tanpa adanya persiapan, akibatnya
kualitas pelatihan menurun dan kualitas pekerja juga menurun.
2. Kapasitas
Saat kapasitas tidak mencukupi, kekurangan yang diakibatkannya bisa
berarti tidak terjaminnya pengiriman, kehilangan konsumen dan
kehilangan pangsa pasar.
3. Manajemen Rantai Pasokan
Hubungan yang baik dengan pemasok, serta harga barang dan
komponen yang bersaing bergantung pada peramalan yang akurat.
2.7.4 Langkah-Langkah Sistem Peramalan
Peramalan terdiri atas tujuh langkah dasar yang dikemukakan oleh
Heizer dan Render (2009, p.165). Tujuh langkah peramalan tersebut, yaitu:
1. Menetapkan tujuan peramalan
2. Memilih unsur yang akan diramalkan
3. Menentukan horizon waktu peramalan
4. Memilih jenis model peramalan
5. Mengumpulkan data yang diperlukan untuk melakukan peramalan
6. Membuat peramalan
7. Memvalidasi dan menerapkan hasil peramalan
23
2.7.5 Metode-Metode Peramalan
Metode peramalan digunakan agar peramalan jumlah permintaan suatu
barang maupun jasa dimasa yang akan datang dapat direncanakan dan hasil
yang diperoleh tidak jauh menyimpang dari actual yang terjadi.
Menurut Heizer dan Render (2009) terdapat dua metode peramalan
berdasarkan metode yang digunakan, yaitu metode kuantitatif dan metode
kualitatif.
2.7.5.1 Metode Kualitatif
Yaitu metode yang menggabungkan faktor seperti intuisi, emosi,
pengalaman pribadi, dan sistem nilai pengambil keputusan untuk meramal.
Terdapat empat teknik peramalan kualitatif, yaitu:
• Juri dari opini eksekutif
Dalam metode ini, pendapat sekumpulan kecil manajer atau pakar
tingkat tinggi umumnya digabungkan dengan model statistik,
dikumpulkan untuk mendapatkan prediksi permintaan kelompok.
• Metode Delphi
Ada tiga jenis partisipan dalam metode Delphi: pengambil keputusan,
karyawan, dan responden. Pengambil keputusan biasanya terdiri atas 5
hingga 10 orang pakar yang akan melakukan peramalan. Karyawan
membantu pengambilan keputusan dengan menyiapkan,
menyebarkan, mengumpulkan, serta meringkas sejumlah kuisioner
dan hasil survei. Responden adalah sekelompok orang yang biasanya
ditempatkan di tempat yang berbeda dimana penilaian dilakukan.
Kelompok ini memberikan input pada pengambil keputusan sebelum
peramalan dibuat.
• Komposit tenaga penjualan
Dalam pendekatan ini, setiap tenaga penjualan memperkirakan berapa
penjualan yang dapat ia capai dalam wilayahnya. Kemudian,
peramalan ini dikaji untuk memastikan apakah peramalan cukup
realistis. Kemudian, peramalan tersebut digabungkan pada tingkat
wilayah dan nasional untuk mendapatkan peramalan secara
keseluruhan.
24
• Survei pasar konsumen
Metode ini meminta input dari konsumen mengenai rencana
pembelian mereka di masa depan. Hal ini tidak hanya membantu
dalam menyiapkan peramalan, tetapi juga memperbaiki desain produk
dan perencanaan produk baru.
2.7.5.2 Metode Kuantitatif
Yaitu metode yang menggunakan model matematis yang beragam
dengan berdasarkan data masa lalu untuk meramalkan permintaan dimasa
yang akan datang. Ada tiga kondisi yang diterapkan pada metode ini, yaitu:
1. Informasi mengenai keadaan pada waktu yang tersedia.
2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data
numeric (angka).
3. Waktu yang akan datang (disebut asumsi kontinuitas).
Metode peramalan secara kuantitatif menurut Heizer dan Render
(2009, p.170), meliputi:
1. Rata-rata Bergerak (Moving Average)
Peramalan rata-rata bergerak menggunakan sejumlah data aktual
masa lalu untuk menghasilkan peramalan. Rata-rata bergerak
berguna jika kita dapat mengasumsikan bahwa permintaan pasar
akan stabil sepanjang masa yang kita ramalkan. Secara matematis,
rata-rata bergerak sederhana (merupakan prediksi permintaan
periode mendatang) dinyatakan sebagai berikut:
Ft=∑Permintaan pada periode n sebelumnya
n
Keterangan:
n = jumlah periode dalam rata-rata bergerak.
2. Rata-rata Bergerak Tertimbang (Weighted Moving Average)
Saat terdapat tren atau pola yang terdeteksi, bobot dapat digunakan
untuk menempatkan penekanan yang lebih pada nilai terkini. Praktik
ini membuat teknik peramalan lebih tanggap terhadap perubahan
karena periode yang lebih dekat mendapatkan bobot yang lebih berat.
Pemilihan bobot merupakan hal yang tidak pasti karena tidak ada
rumus untuk menetapkan mereka. Oleh karena itu, pemutusan bobot
25
yang digunakan membutuhkan pengalaman. Rata-rata bergerak
dengan pembobotan atau rata-rata bergerak tertimbang dapat
digambarkan secara matematis sebagai berikut:
Ft � ∑ (Bobot periode n)(Permintaan dalam periode n)
n
3. Penghalusan Eksponensial (Exponential Smoothing)
Penghalusan eksponensial merupakan metode peramalan rata-rata
bergerak dengan pembobotan yang canggih tetapi masih mudah
digunakan. Metode ini menggunakan pencatatan data masa lalu yang
sangat sedikit. Rumus penghalusan eksponensial dasar dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
Peramalan baru = peramalan periode lalu + α (permintaan sebenarnya
periode terakhir – peramalan periode terakhir).
Dimana α adalah sebuah bobot atau konstanta penghalusan yang
dipilih oleh peramal yang mempunyai nilai antara 0 dan 1. Persamaan
diatas dapat pula ditulis dengan:
Ft = Ft-1 + α (At-1 – Ft-1)
Keterangan:
Ft = peramalan baru
Ft-1 = peramalan sebelumnya
α = konstanta penghalusan (pembobotan) (0 ≤ α ≤ 1)
At-1 = permintaan aktual periode lalu
Konsep ini tidak rumit. Prediksi terakhir untuk permintaan sama
dengan prediksi lama, disesuaikan dengan sebagian diferensiasi
permintaan aktual periode lalu dengan prediksi lama.
Pendekatan penghalusan eksponensial mudah digunakan dan telah
berhasil diterapkan pada hampir setiap jenis bisnis. Walaupun
demikian, nilai yang tepat untuk konstanta penghalusan dapat
membuat diferensiasi antara peramalan yang akurat dan yang tidak
akurat. Nilai α yang tinggi dipilih pada saat rata-rata cenderung
berubah. Nilai α yang rendah digunakan saat rata-rata cukup stabil.
Tujuan pemilihannilai untuk konstanta penghalusan adalah
mendapatkan peramalan yang paling akurat. Nilai α yang paling
26
banyak digunakan adalah yang berada dalam jarak 0,05 sampai 0,50
untuk aplikasi bisnis.
4. Penghalusan Eksponensial dengan Tren (Exponential Smoothing with
Trend)
Penghalusan eksponensial yang sederhana gagal memberikan respon
terhadap tren yang terjadi. Inilah alasan penghalusan ekponnensial
harus diubah saat ada tren. Untuk memperbaiki peramalan, maka
digunakan model penghalusan eksponensial yang lebih rumit dan
dapat menyesuaikan diri pada tren yang ada. Idenya adalah
menghitung rata-rata data penghalusan eksponensial, kemudian
menyesuaikan untuk kelambatan (lag) positif atau negatif pada tren.
Dengan penghalusan eksponensial dengan penyesuaian tren, estimasi
rata-rata, dan tren dihaluskan. Prosedur ini membutuhkan dua
konstanta penghalusan, α untuk rata-rata dan β untuk tren. Kemudian,
dihitung rata-rata dan tren untuk setiap periode.
Ft = α (At-1) + (1 – α)(Ft-1 + Tt-1)
T t = β (Ft – Ft-1) + (1 – β) Tt-1
Keterangan:
Ft = peramalan dengan eksponensial yang dihaluskan dari data berseri
pada
periode t
Tt = tren dengan eksponensial yang dihaluskan pada periode t
At = permintaan aktual pada periode t
α = konstanta penghalusan untuk rata-rata (0 ≤ α ≤ 1)
β = konstanta penghalusan untuk tren (0 ≤ β ≤ 1)
Jadi, terdapat tiga langkah menghitung peramalan dengan yang
disesuaikan dengan trend adalah sebagai berikut:
1. Menghitung Ft, peramalan eksponensial yang dihaluskan untuk
periode t, menggunakan persamaan Ft.
2. Menghitung tren yang dihaluskan, Tt, menggunakan
persamaan Tt.
3. Menghitung peramalan dengan tren, FITt, dengan rumus FITt =
Ft + Tt.
27
5. Regresi Linear (Linear Regression)
Regresi merupakan suatu alat ukur yang juga dapat digunakan untuk
mengukur ada atau tidaknya korelasi antarvariabel. Jika kita memiliki
dua buah variabel atau lebih maka sudah selayaknya apabila kita ingin
mempelajari bagaimana variabel-variabel itu berhubungan atau dapat
diramalkan.
Analisis regresi mempelajari hubungan yang diperoleh dinyatakan
dalam persamaan matematika yang menyatakan hubungan fungsional
antara variabel-variabel. Hubungan fungsional antara satu variabel
prediktor dengan satu variabel kriterium disebut analisis regresi
sederhana (tunggal), sedangkan hubungan fungsional yang lebih dari
satu variabel disebut analisis regresi ganda.
Persamaan garisnya dapat dinyatakan sebagai:
ŷ = a + bX
a = ∑Y
n� b ∑X
n
b = n ∑XY – ∑X ∑Y
n ∑X2– ( ∑X)2
Keterangan:
ŷ = nilai terhitung dari variabel yang akan diprediksi (variabel terikat)
a = perpotongan sumbu Y
b = koefisien regresi/slop
Y = nilai variabel terikat yang diketahui
X = nilai variabel bebas yang diketahui
b = kemiringan garis regresi (tingkat perubahan y untuk perubahan x)
n = jumlah data atau pengamatan
6. Metode Naif (Naive Method)
Metode naif adalah teknik peramalan yang mengansumsikan
permintaan periode berikutnya sama dengan permintaan periode
terakhir, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ft = Ft-1
Keterangan:
Ft = peramalan baru
Ft-1= peramalan sebelumnya
28
Metode peramalan kuantitatif dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Model Deret Waktu(Time-Series)
Model deret waktu membuat prediksi dengan asumsi bahwa masa depan
merupakan fungsi dari masa lalu. Dengan kata lain, mereka melihat apa
yang terjadi selama kurun waktu tertentu dan menggunakan data masa
lalu tersebut untuk melakukan peramalan.
Menganalisis time series berarti membagi data masa lau menjadi
komponen-komponen, dan kemudian memproyeksikannya kemasa
depan.
Time Series mempunyai empat komponen:
1. Tren merupakan pergerakan data sedikit demi sedikit meningkat atau
menurun.
2. Musim adalah pola data yang berulang pada kurun waktu tertentu
seperti hari, minggu, bulan, kwartal.
3. Siklus adalah pola dalam data yang terjadi beberapa tahun. Siklus ini
biasanya terkait pada siklus bisnis dan merupakan satu hal penting
dalam analisis dan perencanaan bisnis jangka pendek.
4. Variasi acak merupakaan satu titik khusus dalam data yang
disebabkan oleh peluang dan situasi yanhg tidak biasa. Variasi acak
tidak mempunyai pola khusus jadi tidak dapat diprediksi.
Metode-metode yang dapat digunakan dalam hal ini dapat berupa
rata-rata bergerak, penghalusan eksponensial, model
matematika, dan metode box-jenkins.
b. Model Asosiatif (Hubungan Sebab Akibat)
Model asosiatif (atau hubungan sebab akibat), seperti regresi linear,
menggabungkan banyak variabel atau faktor yang mungkin
mempengaruhi kuantitas yang sedang diramalkan.
Dengan mengolah data yang sudah ada sebelumnya melalui deret waktu
dan metode sebab akibat, maka akan diperoleh hasil peramalan.
29
2.7.6 Mengukur Kesalahan Peramalan
Heizer dan Render (2009, p.177) mengemukakan bahwa, tiga dari
perhitungan yang paling terkenal adalah deviasi mutlak rerata (Mean Absolute
Deviation - MAD ) dan kesalahan kuadrat rerata (Mean Squared Error - MSE).
1. Deviasi Mutlak Rerata (Mean Absolute Deviation = MAD)
MAD merupakan ukuran pertama kesalahan peramalan keseluruhan
untuk sebuah model. Nilai ini dihitung dengan mengambil jumlah nilai
absolut dari tiap kesalahan peramalan dibagi dengan jumlah periode
data (n).
MAD= ∑ |Aktual – Peramalan|
n
2. Kesalahan Kuadrat Rerata (Mean Square Error = MSE)
MSE merupakan cara kedua untuk mengukur kesalahan peramalan
keseluruhan. MSE merupakan rata-rata selisih kuardrat antara nilai yang
diramalkan dan yang diamati. Kekurangan penggunaan MSE adalah
bahwa ia cenderung menonjolkan deviasi yang besar karena adanya
pengkuadratan.
MSE = ∑ (Kesalahan peramalan)
2
n
Vincent Gasperz (2004, p.80) mengatakan dalam buku Production
Planning and Inventory Control bahwa akurasi peramalan akan semakin
tinggi apabila nilai-nilai MAD dan MSE semakin kecil. Ketepatan dari
sebuah ramalan merupakan hal yang sangat penting. Namun, hal yang
perlu disadari bahwa suatu ramalan adalah tetap ramalan, yang selalu ada
unsur kesalahannya. Sehingga yang penting diperhatikan adalah usaha
untuk memperkecil kemungkinan kesalahannya tersebut. Akhirnya, baik
tidaknya suatu ramalan yang disusun sangat tergantung pada orang yang
melakukannya, langkah-langkah peramalan yang dilakukannya dan
metode yang dipergunakannya.
30
2.8 Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan adalah suatu sistem yang memonitor smua transaksi
yang terjadi pada inventory, terutama pada jumlah transaksi dan waktu transaksi.
Jacobs, Chase, dan Aquilano dalam buku Operations & Supply Management (2009,
p.548) menyebutkan beberapa tujuan inventory yaitu:
- Menjaga kelancaran operasi bisnis perusahaan
- Mengetahui variasi permintaan
- Fleksibilitas penjadwalan produksi
- Menjaga hal-hal yang tak terduga seperti keterlambatan pengiriman bahan
- Mengambil keuntungan dari ukuran pembelian bahan baku
Pada dasarnya metode pengendalian persediaan mencari jawaban optimal
dalam menentukan jumlah ukuran pemesanan yang ekonomis, titik pemesanan
kembali atau re-order point (ROP), dan jumlah stok cadangan yang diperlukan (SS).
Metode pengendalian persediaan yang bersifat statistic ini biasanya digunakan untuk
mengendalikan barang yang permintaannya bersifat bebas dan pengelolannya tidak
tergantung dengan ada tidaknya produksi barang lain, yang berpengaruh hanyalah
mekanisme pasar.
2.8.1 Economic Order Quantity (EOQ)
Menurut Heizer dan Render (2009, p.92), EOQ adalah sebuah teknik
kontrol persediaan yang meminimalkan biaya total dari pemesanan dan
penyimpanan serta berdasar pada beberapa asumsi:
1. Jumlah permintaan diketahui, konstan, dan independen.
2. Waktu tunggu yakni waktu antara pemesanan dan penerimaan
pesanan – diketahui dan konstan.
3. Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya.
4. Tidak tersedia diskon kuantitas.
5. Biaya variabel hanya biaya untuk menyiapkan atau melakukan
pemesanan (biaya penyetelan) dan biaya menyimpan persediaan
dalam waktu tertentu (biaya penyimpanan dan membawa).
6. Kehabisan atau kekurangan persediaan dapat sepenuhnya dihindari
jika jika pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat.
31
Dengan menggunakan metode ini dapat diasumsikan jumlah pemesanan
yang optimal untuk menghasilkan biaya yang minimum. Dimana rumus nya
sebagai berikut
Rata-rata persediaan = (Q/2)
Frekuensi pemesanan = (D/Q)
Annual set up cost = (D/Q)(S)
Annual holding cost = (Q/2)(H)
Biaya unit total = (harga produk)(D)
Biaya total = biaya unit total + biaya pemesanan + biaya
penyimpanan
d = (D/jumlah hari per tahun)
ROP = [SS + (L x d)]
Dimana
D : jumlah permintaan
S : biaya pemesanan
L : waktu tunggu
d : rata-rata permintaan
H : biaya penyimpanan
SS : safety stock
Q : jumlah unit yang dipesan
2.8.2 Economic Order Interval (EOI)
Fixed Order Interval System juga disebut sistem persediaan secara
periodik, yang lebih berdasar kepada periode daripada sistem persediaan
kontinu yang lebih kepada posisi stok persediaan. Sistem persediaan yang
berbasiskan waktu yang melakukan pesanan berdasarkan jangka waktu
tertentu. Jumlah pesanan bergantung kepada pemakaian demand selama
periode waktu tertentu.
Menggunakan tingkat persediaan maksimum (maximum inventory
level) selama waktu lead time dan interval pesanan. Setelah suatu periode tetap
(T) telah terlewati, jumlah persediaan dihitung. Sebuah pesanan dilakukan
untuk memulihkan persediaan, dan jumlah pesanannya tergantung berapa
EOQ = Q* = √√√√ 2 DS H
32
jumlah yang berkurang (maximum inventory level). Jadi, jumlah pesanan
didapat dari selisih maximum inventory level dan sisa persediaan pada waktu
waktu melakukan perhitungan. Sistemnya terdiri dari 2 parameter yang
digunakan yaitu periode tetap pemeriksaan (T) dan maximum inventory level
(E).
Masalah dasar pada metode ini adalah bagaimana menentukan interval
pesanan (T) dan maximum inventory level (E) yang diinginkan. Economic order
interval dapat diperoleh untuk meminimumkan total biaya tahunan.
Model persediaan EOI memiliki interval waktu yang konstan dalam
melakukan pemesanan kembali (reorder), tetapi kuantitas produk yang dipesan
dapat berubah-ubah (dinamis) hingga mencapai optimal. Berikut adalah data-data
yang diperlukan dalam melakukan perhitungan EOI :
1. Permintaan dalam 1 periode (D, dalam satuan unit)
2. Harga produk [P, dalam satuan materi (Rupiah)]
3. Biaya pemesanan (S, dalam satuan Rupiah per-sekali pesan)
4. Biaya penyimpanan (H, dalam satuan Rupiah per-periode)
5. Lead Time (L, dalam satuan waktu)
6. Service Level and Safety Stock
Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan kemudian dicari Fixed
Order Interval dengan cara sebagai berikut:
T = � ���
Setelah mendapatkan Standar deviasi dan juga interval periode (T �) waktu
pemesanan, baru dapat dilakukan perhitungan Safety Stock (SS) selama 1 periode
dengan tingkat kepuasan sebesar 95% (Z=1,65):
SS = Z s √� �
EOI sedikit berbeda dengan metode EOQ, dimana ia memiliki target level
(E) atau biasa dikenal dengan Maximum Inventory Level yaitu tingkat persediaan
yang cukup besar dalam memenuhi permintaan selama interval pesanan T � dan
waktu tenggang L, perhitunganya adalah sebagai berikut:
E = SS + d (T + L)
Sehingga apabila perusahaan ingin melakukan pemesanan kembali, maka
kuantitas pemesanan dapat dihitung dengan rumus :
Q* = Maximum Inventory Level (E) – sisa inventory akhir
33
Rata-rata tingkat persediaan (Average Inventory Level) (I) :
I = SS + (1/2 ��)
Order Quantity :
Q(T) = E – I
Turn Over Ratio (TOR) :
TOR = �
Total biaya persediaan (EOI) dalam 1 periode:
Tc (EOI) = �� + (SS +
�� dT) H
Total biaya (EOI) selama 1periode:
TC (EOI) = PD + �� + (SS +
�� dT) H
2.8.3 Minimum-Maximum Inventory (Min-Max)
Cara kerja sistem ini yaitu apabila persediaan telah melewati batas
minimum dan mendekati batas safety stock maka reorder harus dilakukan. Jadi
batas minimum (minimum stock) merupakan batas tingkat reorder. Batas
maksimum (maximum stock) adalah batas kesediaan perusahaan untuk
menginvestasikan uangnya dalam bentuk persediaan bahan baku. Jadi dalam
hal ini yang terpenting adalah batas minimum dan maksimum untuk dapat
menentukan order quantity. Pada metode ini, terdapat perbedaan cara dalam
menghitung safety stock yakni metode ini tidak memerlukan standar deviasi
dan tingkat pelayanan melainkan hanya membutuhkan rata-rata permintaan
per-bulan.
Min-Max system memiliki cara kerja dengan melihat batasan-batasan
yang telah ditentukan seperti batas titik minimum dan batas titik maksimum.
Dalam hal ini, batas minimum adalah batas safety stock dimana pada saat titik
mencapai safety stock, maka dilakukanlah re-order point, sedangkan batas
maksimum adalah kemampuan/kesediaan perusahaan dalam menginvestasikan
uangnya dalam bentuk stok persediaan yang ada di gudang. Jadi dalam metode
ini, batas minimum dan batas maksimum adalah yang terpenting dalam
melakukan perhitungan.
Berikut adalah data-data yang diperlukan dalam melakukan
perhitungan Min-Max system :
34
a. Permintaan dalam 1 periode, biasanya dalam 1 tahun = 12 bulan (D,
dalam satuan Unit)
b. Harga produk (P, dalam satuan materi, Rupiah)
c. Biaya pemesanan (S. dalam satuan Rupiah per-sekali pesan)
d. Biaya penyimpanan (H, dalam satuan Rupiah)
e. Lead Time (L , dalam satuan waktu)
f. Safety Stock (SS)
Pada metode Min-Max, terdapat perbedaan dalam menghitung safety
stock, yaitu di dalam metode ini tidak lagi memerlukan standart deviasi dan
tingkat pelayanan dalam melakukan perhitungannya, melainkan kebutuhan
rata-rata per periodenya (bulan), sehingga didapat perhitungan sebagai
berikut:
SS = ��
Kemudian dalam metode ini terdapat variabel-variabel baru yaitu
maximum stock dan minimum stock. Dimana maximum stock adalah titik
tingkat persediaan yang paling diizinkan, sedangkan minimum stock adalah
titik dimana pemesanan dilakukan kembali. Berikut adalah perhitungan min
stock dan max stock :
Min Stock = (DL) + SS
Max Stock = (2)(DL) + SS
Setelah mendapatkan min stock dan max stock, maka jumlah pesanan
dapat dihitung sebagai berikut :
Order (Min-Max) = Max Stock - Min Stock
Rata-rata tingkat persediaan (Average Inventory Level) (I) :
I = SS + (1/2 Q* )
Turn Over Ratio (TOR):
TOR = ��
Total biaya persedian (Min-Max) dalam 1 periode
TC (Min-Max) = �
�∗ S+ HD
Total Cost (Min-Max) selama 1 periode:
TC (Min-Max) = PD + �
�∗ S+ HD
35
2.9 Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Menurut Satzinger, et al (2010, p.60), Object-Oriented Analysis (OOA)
adalah menentukan semua jenis objek yang melakukan pekerjaan dalam sistem dan
menunjukkan apa usecase yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas.
Menurut Satzinger, et al (2010, p.60), Object-Oriented Design (OOD)
menentukan semua jenis objek yang diperlukan untuk berkomunikasi dengan orang-
orang dan perangkat dalam sistem, menunjukkan bagaimana objek berinteraksi untuk
menyelesaikan tugas, dan memperbaiki pengertian masing-masing jenis objek
sehingga dapat diimplementasikan dengan bahasa atau lingkungan tertentu.
Menurut Whitten, et al (2007, p.25) Object Oriented Analysis and Design
(OOAD) adalah sekumpulan alat dan teknologi untuk mengembangkan sistem yang
akan mengutilisasi objek untuk membangun sistem dan software-nya.
2.10 Unified Modeling Language (UML)
Unified Modeling Language (UML) menurut Satzinger, et al (2010, p.48)
adalah suatu standar konstruksi model dan notasi yang dikembangkan secara
khusus untuk pengembangan object-oriented.
2.10.1 Activity Diagram
Menurut Satzinger, et al (2010, p .141), activity diagram adalah
diagram alur kerja yang menggambarkan berbagai aktivitas pengguna atau
sistem, orang yang melakukan setiap kegiatan, dan aliran berurutan aktivitas
ini. Diagram aktivitas adalah salah satu diagram Unified Modeling Language
(UML) yang terkait dengan pendekatan berorientasi objek, tetapi dapat
digunakan dengan pendekatan pengembangan.
36
Gambar 2.6 `
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.143
Menurut Satzinger, et al (2010, p.141), dalam activity diagram terdapat
beberapa simbol yang digunakan, yaitu:
a. Synchronization bar
Merupakan simbol dalam activity diagram untuk mengontrol
pemisahan atau penyatuan jalur berurutan.
b. Swimlane
Merupakan area persegi pada activity diagram mewakili kegiatan dari
agen tunggal.
c. Starting activity (pseudo)
Merupakan notasi yang menandakan dan menjelaskan dimulainya
sebuah aktivitas.
d. Transition arrow
37
Merupakan garis penunjuk arah yang menggambarkan transisi dari
suatu aktivitas dan arah dari suatu aktivitas.
e. Activity
Merupakan notasi yang menggambarkan dan menjelaskan suatu
aktivitas.
f. Ending activity (pseudo)
Merupakan notasi yang menandakan dan menjelaskan berakhirnya
suatu aktivitas.
2.10.2 Event Table
Menurut Satzinger, et al. (2010, p.168) Event table merupakan sebuah
katalog dari usecase yang menyusun peristiwa pada barisnya dan kunci
informasi dari setiap kejadian pada kolomnya.
Gambar 2.7 Event Table Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.170
38
Komponen dari sebuah event table yaitu dalam proses yang dilakukan
menurut cara membuatnya yaitu:
a. Event: Suatu peristiwa yang menjadi penyebab bagi sistem untuk
melakukan sesuatu.
b. Trigger: Suatu pertanda atau sinyal yang mennginformasikan sistem
bahwa suatu peristiwa telah terjadi, baik suatu data yang memerlukan
pengolahan atau titik waktu.
c. Source: Agen eksternal yang menyediakan data untuk sistem.
d. Usecase: Kegiatan yang dilakukan sistem ketika peristiwa (event)
terjadi.
e. Response: Output yang diproduksi oleh system dan memiliki tujuan.
f. Destination: Agen eksternal atau aktor yang menerima data dari
sistem.
2.10.3 Usecase
Menurut Sazinger, et al (2010, p.69), usecase adalah aktivitas yang
dilakukan oleh sistem, biasanya dalam menanggapi permintaan oleh pengguna
sistem.
2.10.3.1 Usecase Diagram
Menurut Sazinger, et al (2010, p.242), usecase diagram adalah
diagram untuk menunjukkan berbagai peran pengguna dan bagaimana peran
mereka menggunakan sistem. Tujuan dari usecase diagram adalah untuk
mengidentifikasi penggunaan atau usecases dari sistem baru yang dimana
dengan kata lain untuk mengidentifikasi bagaimana sistem akan digunakan.
39
Gambar 2.8 Usecase Diagram Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.244
2.10.3.2 Usecase Description
Menurut Satzinger, et al (2010, p.171), usecase descriptions adalah
gambaran yang menjelaskan detail proses dari setiap usecase. Fully
Developed Description seperti pada Gambar 2.4 memberikan pemahaman
yang lebih dalam tentang proses bisnis dan bagaimana sistem berperan
dalam mendukung proses tersebut (Satzinger, et al., 2010, p.173).
Gambar 2.9 Usecase Description Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.175
40
2.10.4 Class Diagram
Class diagram adalah model grafis yang digunakan dalam pendekatan
berorientasi objek untuk menunjukkan kelas objek dalam sistem. Ada beberapa
tahapan dalam class diagram yaitu (Satzinger. et al., 2010, p.60):
2.10.4.1 Domain Model Class Diagram
Menurut Satzinger, et al (2010, p.187), salah satu jenis UML class
diagram ini menunjukkan users work domain atau disebut sebagai domain
model class diagram. Tipe lain dari notasi UML class diagram digunakan
untuk membuat design class diagrams ketika merancang software. Simbol
domain kelas adalah rectangle dengan dua bagian. Bagian atas berisi nama
kelas dan bagian bawah berisi daftar atribut kelas.
Gambar 2.10 Domain Model Class Diagram
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.187
2.10.4.2 First Cut Class Diagram
Menurut Satzinger, et al (2010, p.413), first cut class diagram
dikembangkan dengan memperpanjang model domain class diagram. Hal ini
membutuhkan dua langkah yaitu menguraikan tentang atribut dengan jenis dan
informasi nilai awalnya dan menambahkan panah navigation visibility
(Satzinger, et al., 2010, p.413).
Menurut Satzinger, et al (2010, p.415), terdapat beberapa panduan
dalam menentukan panah navigation visibility adalah:
41
• One-to-many relationships mengindikasikan pada sebuah hubungan
superior/subordinate yang biasanya dinavigasi dari superior ke
subordinate. Contohnya dari Order ke OrderItem.
• Mandatory relationships, dimana objek dalam suatu kelas tidak
mungkin ada tanpa objek dari kelas lain, biasanya dinavigasi dari
independent class ke dependent class. Contohnya dari Customer ke
Order.
• Ketika sebuah objek memerlukan informasi dari objek lain, panah
navigasi mungkin dibutuhkan untuk menunjukkan baik ke objek itu
sendiri atau perusahaan induknya dalam suatu hirarki.
• Panah navigasi mungkin juga dua arah
Gambar 2.11 First Cut Design Class Diagram
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.416
2.10.4.3 Updated Design Class Diagram
Menurut Satzinger, et al (2010, p.457), berdasarkan metode ini, pertama
kita harus menambahkan method signatures sebelum finalisasi tampilan. Ada
tiga jenis metode yang ditemukan di sebagian besar kelas: (1) constructor
methods, (2) data get and set methods, dan (3) usecase specific methods.
Constructor methods membuat instance baru dari objek. Data get and set
methods mengambil dan memperbarui nilai atribut. Oleh karena setiap kelas
harus mempunyai constructor, dan sebagian besar biasanya memiliki data get
42
and set methods, ini merupakan opsional untuk memasukkan method
signatures dalam design class diagram. Metode ketiga yaitu usecase specific
methods harus dimasukkan dalam design class diagram.
Gambar 2.12 Updated Design Class Diagram
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.457
2.10.5 Statechart Diagram
Satzinger, et al (2010, p.260) mengungkapkan bahwa state adalah kondisi
dari sebuah objek yang terjadi selama masa hidupnya memenuhi beberapa
standar, menjalankan kegiatan, atau menunggu suatu peristiwa.
Gambar 2.13 Statechart Diagram
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.261
43
2.10.6 Sequence Diagram
Sequence diagram digunakan untuk menjelaskan interaksi beberapa objek
pada waktu tertentu secara berurutan. Menurut pendapat Satzinger, et al (2010,
p.252) notasi di dalam sequence diagram adalah sebagai berikut:
1. Actor sebagai pengguna yang berinteraksi secara langsung dengan
sistem.
2. Input message sebagai pesan input dari pengguna ke dalam suatu
sistem.
3. Surat returned value sebagai pesan output dari suatu sistem ke
pengguna, hasil dari pemrosesan input.
4. Object sebagai objek-objek yang berinteraksi di dalam sequence
diagram.
5. Object lifeline sebagai urutan pesan dari atas ke bawah.
2.10.6.1 System Sequence Diagram (SSD)
Menurut Satzinger, et al (2010, p.242), System Sequence Diagram
(SSD) adalah diagram yang menunjukkan urutan pesan antara faktor
eksternal dan sistem selama kasus penggunaan atau skenario.
Gambar 2.14 System Sequence Diagram (SSD)
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.253
44
2.10.6.2 Three Layer Sequence Diagram
Menurutt Satzinger, et al (2010, p,436), three layer sequence
diagram merupakan gambaran lengkap dari sequence diagram dan juga
pengembangan dari first cust sequence diagram yang terdiri dari tambahan
layer sebagai berikut:
• View layer
View Layer melibatkan interaksi manusia-komputer dan
membutuhkan merancang user interface untuk setiap usecase. Desain
user interface adalah salah satu aktivitas utama dari disiplin desain UP.
• Data Access Layer
Prinsip pemisahan tanggung jawab juga berlaku untuk data access
layer. Desain Multilayer penting untuk mendukung jaringan multitier di
mana database pada satu server, logika bisnis pada server lain, dan user
interface pada beberapa klien desktop. Cara baru merancang sistem
yang tidak hanya menciptakan sistem yang lebih kuat, tetapi juga sistem
yang lebih fleksibel.
Gambar 2.15 Three Layer Sequence Diagram
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.454
45
2.10.7 Package Diagram
Menurut Satzinger, et al (2010, p.459), package diagram pada Unified
Modifying Language (UML) merupakan diagram level tinggi yang digunakan
oleh perancang untuk mengelompokkan kelas-kelas pada grup yang terkait.
Gambar 2.8 menunjukkan package diagram yang berguna untuk
mendokumentasikan persamaan atau perbedaan hubungan objek pada view layer,
domain layer, dan data access layer.
Gambar 2.16 Package Diagram
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.459
2.10.8 User Interface
Menurut Satzinger, et al (2010, p.531) user interface adalah bagian dari suatu
sistem informasi yang memerlukan interaksi pengguna untuk membuat input dan
output untuk masing-masing kejadian baik sebagai system interface atau user
interface. Dimana system interface merupakan bagian sistem informasi yang
mencakup input dan output yang membutuhkan campur tangan manusia yang
minimal. Input yang dimaksud dapat diperoleh secara otomatis melalui input device
seperti scanner, pesan elektronik dari sistem lain, atau transaksi batch processing
46
yang dijalankan oleh sistem lain, dan output terjadi ketika sistem mengirim pesan
ke sistem lain.
Sedangkan user interface merupakan bagian sistem informasi yang
membutuhkan interaksi user untuk menghasilkan input dan output. Input terjadi
ketika user mencatat transaksi dengan menggunakan sistem, dan output berupa
informasi yang dihasilkan setelah user melakukan query.
2.10.9 Navigation Diagram
Menurut Satzinger, et al (2010, p.504), navigation diagram adalah proses
mengakses objek dengan penggalian pengenalan suatu objek dari objek lain yang
saling berkaitan.
2.11 Deployment Environment dan Application Architecture
Menurut Satzinger, et al (2010, p.291), deployment environment adalah
konfigurasi perangkat keras komputer, perangkat lunak sistem, dan jaringan dimana
perangkat lunak aplikasi baru akan beroperasi.
Dalam bukunya, Satzinger, et al (2010, p.340) membagi beberapa application
architecture ke dalam jenisnya sebagai berikut :
a. Single Computer and Multitier Architecture
Single Computer Architecture adalah arsitektur yang menggunakan
komputer tunggal. Arsitektur ini digunakan untuk mengeksekusi semua
aplikasi yang berhubungan dengan sistem.
Gambar 2.17 Single-Computer Architecture Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.341
47
Multitier Architecture merupakan arsitektur untuk mendistribusikan aplikasi
yang berhubungan dengan software atau beban pemrosesan ke beberapa
sistem komputer. Dibagi menjadi 2 jenis :
o Clustered Architecture
Merupakan kumpulan dari komputer-komputer yang bertipe sama.
Serta berbagi proses dan tindakan sebagai sistem komputer tunggal
yang besar.
Gambar 2.18 Clustered Architecture
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.341
o Multicomputer Architecture
Merupakan kumpulan dari komputer yang memiliki tipe yang berbeda
serta berbagi proses berdasarkan fungsi-fungsinya.
Gambar 2.19 Multicomputer Architecture
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.341
48
b. Centralized and Distributed Architecture
Menurut Satzinger, et al (2010, p.342), Centralized Architecture adalah
arsitektur yangmenempatkansumber daya komputasisemuadi satu lokasi pusat.
Sedangkan Distributed Architecture adalah arsitektur yang menyebarkan sumber
daya komputasidi beberapa lokasi yang terhubungoleh sebuah jaringan komputer.
c. Client/Server Architecture
Client/Server Architecture membagi program menjadi dua jenis: client dan
server. Sebuah server mengelola satu atau lebih sistem sumber daya informasi atau
menyediakan layanan baik ditetapkan. Client berkomunikasi dengan server untuk
meminta sumber daya atau layanan, dan server merespon permintaan tersebut.
Server merupakan proses, modul, objek atau komputer yang menyediakan
layanan menggunakan jaringan.
Client merupakan proses, modul, objek atau komputer yang meminta
layanan dari satu atau lebih server.
Gambar 2.20 Client/Server Architecture
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.342
d. Three-Layer Client/Server Architecture
Client atau server membagi aplikasi menjadi beberapa bagian yaitu view
layer, business logic layer, dan data layer.
View layer, yang mengelola data yang tersimpan, biasanya dalam satu atau lebih
database.
Business logic layer, yang menerapkan aturan dan prosedur bisnis
pengolahan.
View layer, yang menerima masukan pengguna dengan format dan menampilkan
hasil pengolahan.
49
Gambar 2.21 Three-Layer Client/Server Architecture
Sumber : Satzinger, et al., 2010, p.345
2.12 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran menggambarkan dan menjelaskan mengenai penulisan
dari skripsi ini dalam menganalisis pengendalian persediaan maintenence spare part
dan meracang e-Procurement sebagai pengendalian persediaan sebagai berikut: