BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-1-00285-MN...

26
9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemasaran Menurut Kotler dan Armstrong (2012: 5) Pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang kuat untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalan. Pemasaran, menurut Daryanto (2011: 1) adalah “suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain”. Menurut Rangkuti (2006: 48) Pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sosial, budaya, politik, ekonomi dan manajerial. Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut adalah masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu kegiatan menciptakan hal yang bernilai agar dapat ditawarkan dan dipertukarkan dengan produk dan jasa dengan pihak lain. Keberhasilan sebuah perusahaan dalam mencapai tujuan yang mereka tetapkan sangat bergantung pada strategi pemasaran yang perusahaan miliki. Agar mendapatkan respon yang diinginkan dari konsumen, perusahaan akan menggunakan berbagai alat untuk mendapatkan respon tersebut. Salah satu alat yang di gunakan oleh perusahaan untuk menyusun strategi pemasaran mereka adalah dengan menggunakan bauran pemasaran atau marketing mix. Kotler dan Armstrong (2012: 5) mendefinisikan marketing mix sebagi

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-1-00285-MN...

9

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pemasaran

Menurut Kotler dan Armstrong (2012: 5) Pemasaran adalah proses dimana

perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan pelanggan

yang kuat untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalan.

Pemasaran, menurut Daryanto (2011: 1) adalah “suatu proses sosial dan

manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan

mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu

sama lain”.

Menurut Rangkuti (2006: 48) Pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sosial, budaya, politik, ekonomi dan

manajerial. Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut adalah masing-masing

individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan

menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu kegiatan

menciptakan hal yang bernilai agar dapat ditawarkan dan dipertukarkan dengan

produk dan jasa dengan pihak lain.

Keberhasilan sebuah perusahaan dalam mencapai tujuan yang mereka

tetapkan sangat bergantung pada strategi pemasaran yang perusahaan miliki. Agar

mendapatkan respon yang diinginkan dari konsumen, perusahaan akan menggunakan

berbagai alat untuk mendapatkan respon tersebut. Salah satu alat yang di gunakan

oleh perusahaan untuk menyusun strategi pemasaran mereka adalah dengan

menggunakan bauran pemasaran atau marketing mix.

Kotler dan Armstrong (2012: 5) mendefinisikan marketing mix sebagi

10

“A set of marketing tools that work together to satisfy customer needs and build

customer relationships”.

Sedangakan menurut Kumar (2010: 45) marketing mix adalah istilah yang di

gunakan untuk menggambarkan

“Combinations of tactics used by a business to achive its objectives by

marketing its products or services to a particular target group”.

Marketing mix terdiri dari 4 unsur (Kotler dan Armstrong, 2012: 48) yaitu:

1. Product:

Apa pun yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memenuhi keinginan atau

kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, peristiwa, orang, tempat,

properti, organisasi, informasi, dan ide-ide. (Kotler dan Keller, 2012: 325)

2. Price:

Jumlah uang yang dibebankan untuk produk atau layanan. Secara lebih luas,

harga adalah jumlah dari semua nilai-nilai yang pelanggan serahkan untuk

mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau

jasa. (Kotler dan Armstrong, 2012: 290)

3. Place (distribusi):

Satu set organisasi yang saling tergantung satu sama lainnya yang membantu

perusahaan membuat produk atau jasa mereka tersedia untuk digunakan atau

dikonsumsi oleh pengguna konsumen atau bisnis. (Kotler dan Armstrong,

2012: 341)

4. Promotion:

Sarana yang perusahaan gunakan untuk menginformasikan, membujuk, dan

mengingatkan konsumen- secara langsung atau tidak langsung-tentang produk

dan merek yang mereka jual (Kotler dan Keller, 2012: 476). Terdiri dari

campuran khusus periklanan, public relations, personal selling, sales

promotion, dan direct marketing tools yang perusahaan gunakanuntuk

mengkomunikasikan nilai merek secara persuasif dan membangun hubungan

dengan pelanggan.

11

2.1.2 Intergrated Marketing Communication (IMC)

The American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2012 : 495)

mendefinisikan Integrated Marketing Communcation sebagai

“a planning process designed to assure that all brand contacts received by a

customer or prospect for a product, service, or organization are relevant to that

person and consistent over time.”

Menurut Kotler dan Keller (2008 : 232) “Komunikasi pemasaran terpadu

(IMC-integrated marketing communication) adalah konsep perencanaan komunikasi

pemasaran yang mengakui nilai tambah suatu rencana yang komprehensif”.

Sedangkan menurut Baack and Clow (2012: 24) IMC dapat di definisikan

sebagai

“the coordination and integration of all marketing communication tools,

avenues, and sources in a company into a seamless program designed to maximize the

impact on customers and stake holders.”

yang berarti IMC adalah koordinasi dan integrasi dari semua alat komunikasi

pemasaran, jalan, dan sumber-sumber daya di sebuah perusahaan ke dalam program

yang dirancang untuk memaksimalkan dampak pada pelanggan dan pemegang saham.

Definisi Integrated Marketing Communcation menurut Duncan (2005 : 17)

adalah "Suatu proses untuk merencanaan, melaksanaan dan memantau pesan dari

sebuah merek yang akan menciptakan hubungan pelanggan"

Dari ke-empat definisi di atas dapat di simpulkan bahwa Integrated Marketing

Communication atau Komunikasi Pemasaran Terpadu adalah sebuah proses

komunikasi yang merencanakaan, melaksanaakan, mengkoordinasikan dan

mengintegrasikan sumber-sumber daya di perusahaan ke dalam sebuah program yang

akan menciptakan hubungan pelanggan.

12

Table 2.1 The Components of Promotion

Sumber: Baack and Clow (2012 : 24)

2.1.2.1 Social Media

2.1.2.1.1 Pengertian Social Media

Kata pertama dari Social Media adalah Social yang mengacu pada kebutuhan

yang bersifat insting yang manusia punya untuk berkomunikasi dengan manusia

lainnya. Manusia mempunyai kebutuhan untuk berada disekitar dan termasuk dalam

grup - grup yang mempunyai pemikiran yang sama dimana kita bisa merasa seperti

dirumah dan nyaman dalam berbagi pemikiran, ide and pengalaman. Kata kedua,

Media mengacu pada media yang kita gunakan untuk membuat sebuah koneksi atau

hubungan dengan manusia lainnya. (Safako, 2010: 4)

Menurut Safako social media adalah sebuah set alat – alat baru, teknologi

baru, yang memungkinkan kita untuk lebih terhubung secara efisien dan membangun

hubungan dengan konsumen kita dan prospek–prospek. Social media sendiri

melakukan apa yang dilakukan telepon, direct mail, iklan cetak, radio, televisi, dan

billboards sampai sekarang. Tetapi media sosial secara exponensial lebih efektif.

(Safako, 2010: 5)

Menurut (Strauss &Frost, 2011 : 328) “Social media is a term to describe the

type of media that is based on conversation and interaction between people online. It

can take many different forms, including internet forums, Web logs, social blogs,

13

microblogging, wikis, podcast, pictures, video, rating and social bookmarking.

Technologies include: e-mail, picture-sharing, vlogs, wall-posting and music-

sharing.”

Jika diartikan maka media sosial adalah istilah untuk menggambarkan jenis

media yang didasarkan pada percakapan dan interaksi antara orang secara online.

Media sosial juga muncul dalam banyak bentuk yang berbeda, termasuk forum

internet, blog sosial, microblogging, gambar, dan video. Termasuk juga teknologi

seperti, e-mail, picture-sharing, vlogs, wall-posting,danmusic-sharing.

Social media seperti media lainnya fokus pada memberikan informasi, foto,

video dan kontent lainnya kepada audienceyang inginbelajar dan ingin dihibur. Yang

membuat social media berbeda adalah karena kontent yang ada di social media tidak

dihasilkan sebagai monolog perusahaan seperti koran dan website perusahaan tetapi

sebagai percakapan dengan semua peserta mempunyai kemampuan untuk meng-

upload kontent dan berdiskusi, mengubah, atau menilai kontent peserta lainnya.

Perbedaan lainnya adalah pada social media para peserta dapat membentuk hubungan

sosial dan bisnis berdasarkan interaksi – interaksi di social media, dan terkadang

hubungan ini berlanjut secara offline. (Strauss &Frost, 2011 : 328)

2.1.2.1.2 Karakteristik Social Media

Mayfield (2008: 35), mendefinisikan social media sebagai satu kelompok media

online baru yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

• Participation: Social media medorong kontribusi dan umpan balik dari semua

orang yan tertarik. Tidak ada lagi yang membatasi antara media dan audience.

• Openness: kebanyakan jasa social media sangat terbuka dengan feedback dan

partisipasi. Social media sangang mendorong voting, memberikan komentar dan

berbagi informasi. Sangat jarang ada batasan dalam pengaksesan dan

memanfaatkan kontent yang ada pada social media.

• Conversation: Perbedaan yang mendasar antara media konvensional dengan

media sosial adalah media konvensional bersifat menginformasikan (satu arah),

sedangkan media sosial lebih pada percakapan dua arah atau lebih.

• Community: Social media sangat memungkinkan untuk komunitas terbentuk

secara cepat dan dapat berkomunikasi dengan efisien. Komunitas digunakan

14

untuk berbagi ketertarikan antar satu sama lain seperti kecintaan terhadap

fotografi, isue politik, atau acara TV favorit.

• Connnectedness: Sifat dari media sosial itu berjejaring. Antara satu dengan

yang lainnya akan saling terhubung. Keberhasilan media sosial terletak pada link-

link yang menghubungkan media sosial dengan situs-situs, antar media sosial,

juga orang per orang.

2.1.2.1.3 Kategori dan Tipe Social Media

Social media sebagi sebuah medium baru, pastinya terus berkembang dan

berinovasi. Semakin banyak orang yang tertarik dengan social media dan banyak juga

yang mencoba mengembangkan social media baru. Menurut Safako, berikut contoh

10 kategori social media yang ada di dunia maya:

1. Social Networking

2. Photo Sharing

3. Audio

4. Video

5. Microblogging

6. Livecasting

7. Virtual Worlds

8. Search

9. Mobile

10. Interpersonal

Menurut (Strauss & Frost, 2011 : 329), social media dibagi menjadi 6 tipe:

• Communication and Networking

Tipe social media dimana pengguna dapat membuat profile dan menulis cerita

atau pesan pada situs dan orang lain dapat membalas atau memberi comment

pada cerita dan pesan yang telah di post. Berikut tipe – tipe social media yang di

gunakan untuk berkomunikasi dan networking:

� Blogs: situs web di mana entri tercantum dalam urutan kronologis terbalik

adan pembaca dapat memberikan komentar pada entri apa saja. Contoh:

Wordpress dan Blogger.

� Microblogs: sebuah jenis blog, tetapi dengan kalimat yang singkat atau

hanya gambar atau hyperlink. Contoh: Twitter.

15

� Social Networks: struktur sosial yang terbuat dari nodes (yang umumnya

adalah individu atau organisasi) yang diikat dengan satu atau lebih jenis

saling ketergantungan yang spesifik, seperti nilai-nilai, visi, ide, exchnage

keuangan, teman, kekerabatan, ketidaksukaan, konflik, perdagangan atau

rute maskapai penerbangan. Social networks didasarkan pada pada

gagasan enam derajat pemisahan dimana setiap individu terhubung ke

individu lainnya didalam sebuah network.. Contoh: Facebook, LinkedIn,

MySpace, dan Google Groups.

� Social Network Aggregation: adalah proses pengumpulan konten dari

beberapa jaringan sosial atau menyediakan pengguna penggabungan dari

semua network profiles, dalam satu situs. Contoh: FriendFeed dan

ContextMine.

• Events

Tipe social media dimana pengguna dapat mem-postingevent – event, melakukan

RSVP dan juga memeberi komentar.

� Local event sites: situs yang memungkinkan warga untuk mem-posting ke

kalender yang dapat dicari oleh area lokal. Contoh: situs koran lokal.

� Personal event sites: memungkinkan individu untuk membuat event –

event, seperti pesta dan mengundang orang – orang melalui e-mail dan

orang – orang yang diundang dapat memberikan respon dengan “yes”

“no” atau “maybe” dan memberikan komentar. Contoh: Evite.

WedQuarters.

� Group member event sites: memungkinkan seorang individu untuk

membentuk sebuah kelompok masyarakat yang dapat diikuti oleh semua

orang yang mempunyai minat yang sama, lalu menggunakan kelompok

tersebut untuk mem-posting meetings. Contoh: Meetup.

• Collaboration

Tipe social media dimana orang – orang membuat tau men-tag informasi untuk

dibagi ke orang lain. Tagging sendiri adalah melampirkan kata kunci untuk video,

foto, atau teks untuk membantu pengguna menemukan konten yang diinginkan.

Berikut tipe – tipe social media yang di gunakan untuk collaboration:

� Wikis: sebuah perangkat lunak yang memungkinkan pengguna untuk

secara kolaboratif membuat, merubah, me-link dan menyusun kontent

16

dari sebuah situs web, biasanya digunakan untuk bahan referensi. Contoh:

Wikipedia, WikiHow, Wetpaint.

� Social Bookmarking: sebuah metode bagi pengguna internet untuk

berbagi, menyusun, mencari dan meengelola bookmarks dari Web

resources.

� Social News: situs dimana pengguna dapat submit links ke online news

stories dan pembaca dapat memilih dam meberikan komentar, mana yang

paling bagus. Contoh: Digg, Reddit, Mixx.

• Multimedia Sharing

Tipe social media dimana pengguna meng-upload video, audio, atau foto untuk

orang lain lihat, nilai, dan komentar. Berikut tipe – tipe social media yang

digunakan untuk tujuan ini.

� Photos and Arts: bentuk social media yang memungkinkan pengguna

untuk berbagi foto. Contoh: Flickr, Photobucket, deviantArt.

� Video: bentuk social media yang memungkinkan pengguna untuk berbagi

video. Contoh: Youtube, Vimeo, CNN iReport.

� Live Casting: tipe social media yang memungkinkan live audio atau video

streaming langsung dari ponsel atau PC ke Website untuk dilihat oleh

orang lain. Contoh: Skype, LiveCast, Justin.tv.

� Music: situs yang memungkinkan pengguna untuk berbagi dan memberi

komentar pada playlist musik atau musik original bukan file musik yang

dilindungi oleh hak cipta. Contoh: MySpace Music, Pandora, Share The

Music.

� Presentations: situs dimana pengguna dapat berbagi dokumen Power

Point, MS Word, atau PDF secara gratis dan dapat memberikan komentar.

Contoh: SlideShare, Scribd.

• Entertainment

Social media yang digunakan untuk bermain dengan orang lain di cyber space.

Berikut bentuk – bentuknya:

� Virtual Worlds: situs dimana pengguna dapat mengambil bentuk avatar

dan bersosialisasi di ruang online buatan mereka sendiri. Contoh: Secon

Life, Webkinz, The Sims Online.

� Game Sharing

17

• Review Opinions

Tipe social media dimana pengguna dapat memberikan ulasan tentang produk,

bisnis atau menjawab pertanyaan yang di post oleh pengguna lain. Tipe social

media seperti ini sangat penting bagi marketer karena mereka bisa melihat

komentar kostumer dan penilaian kostumer terhadap bransd secara online.

Berikut tipe social media yang digunakan untuk tujuan ini:

� Product Reviews: situs dimana pengguna dapat memberikan penilaian

terhadap produk. Contoh: Epinions, MouthShut.

� Business Reviews: situs yang menampung segala bentuk ulasan, mulai

dari rumah makan lokal dan retailers sampai brand nasional dan

professionl. Contoh: Rate My Professors, Yelp, RateMDs.

� Community questions and answers: situs ini sangat penting untuk

profesional yang ingin membangun sebuah niche kepemimpinan berpikir,

menunjukkan pengetahuan mereka dalam menjawab pertanyaan-

pertanyaan di area keahlian mereka. Contoh: Yahoo! Answers, Wiki

Answers.

2.1.3 Consumer Behavior

Menurut Schiffman dan Kanuk (2014), consumer behavior dapat di

definisikan sebagai “the behavior that customer display in searching for, purchasing,

using, evaluating, and disposing of products, services, and ideas they expect will

satisfy they needs” yang berarti perilaku yang konsumen perlihatkan dalam mencari,

membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang

diharapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka dengan mengkonsumsi produk atau

jasa yang ditawarkan.

America Marketing Association mendefinisikan consumer behavior sebagai

sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di

sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.

Consumer behavior menurut Lake (2009: 9) adalah “the study of individuals

and the activities that take place to satisfy their realized needs” yang berarti sebuah

studi dari individu - individu dan aktivitas – aktivitas yang berlangsung untuk

memenuhi kebutuhan mereka.

18

Sedangkan menurut Hawkins dan Mothersbaugh (2010: 6) consumer behavior

adalah studi tentang individu, kelompok, atau organisasi dan proses yang mereka

gunakan untuk memilih, mengamankan, penggunaan, dan membuang produk, jasa,

pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan dan dampak dari proses ini

terhadap konsumen dan masyarakat.

Jadi bisa di simpulkan bahwa consumer behavior adalah segala kegiatan mulai

dari memilih, menggunakan dan membuang sebuah produk atau jasa yang seorang

individu atau organisasi lakukan untuk memuaskan kebutuhan yang mereka miliki.

2.1.3.1 Customer Engagement

Engagement adalah “involves turning on a prospect to brand idea enhanced

by the surrounding context” yang jika diartikan berarti engagement adalah untuk

berhubungan dengan orang secara emosional dan kognitif. Saat pelanggan terhubung

secara emosional dan kognitif dengan kontent dari sebuah brand maka mereka

menjadi lebih perhatian dan lebih menyukai brand. (Strauss & Frost, 2011 : 39)

Sedangkan Customer Engagement sendiri adalah mengembangkan portofolio

pelanggan (satu set khusus untuk pelanggan berharga) dan memelihara hubungan

dengan para pelanggan ini. (Kumar, 2013: 2). Bowden (2009: 65) mendefinisikan

customer engagement sebagai

"Sebuah proses psikologis yang model mekanisme mendasari terbentuk loyalitas

pelanggan untuk pelanggan baru dari layanan merek, serta mekanisme dimana

loyalitas dapat dipertahankan untuk pelanggan pembelian ulang dari merek"

Vivek et al (2010: 127) mendefinisikan customer engagement sebagai:

"Intensitas dari partisipasi seorang individu dan hubungan individu dengan penawaran

organisasi dan / atau kegiatan organisasi, baik itu pelanggan atau organisasi yang

memulai"

Dengan Customer Engagement, brand fokus untuk memuaskan pelanggan

dengan memberikan mereka value yang lebih atau superior dari pesaing untuk

membangun kepercayaan dan komitment pada hubungan jangka panjang. (Sashi,

2012: 260)

19

Sehingga bisa di simpulkan bahwa customer engagement adalah sebuah proses

yang melibatkan kehadiran fisik, cognitif dan emotional dari pelanggan di sebuah

hubungan dengan brand, dimana hubungan ini dapat di mulai baik oleh pelanggan

atau brand.

Costumer engagement tidak akan terbentuk jika brand tidak mengajak

pelanggan untuk terlibat dalam kegiatan brand. Hal lainnya adalah jika brand tidak

menyajikan kontent social media yang menarik dan relevan bagi pelanggan, maka

pelanggan tidak akan melihat dan ikut berinterakasi dengan social media. Menurut

Time, Inc (dalam Strauss & Frost, 2011: 183), Customer Engagement memiliki 3

pilar, yaitu Content Engagement, Media Engagement dan Engagement Marketing

Activities.

Content Engagement adalah bagaimana brand dapat mengelola kontent social

media mereka agar pelanggan dapat tertarik dan mau ikut bergabung dan berinteraksi,

kontent bagi Customer Engagement dalam social media menjadi hal yang penting

karena kontent social media merupakan hal pertama yang akan pelanggan liat,

walaupun pelanggan merupakan pengguna brand tetapi jika kontent yang ada pada

social media tidak menarik dan relevan bagi merkea maka pelanggan tidak mungkin

akan bergabung dan mau berinteraksi dengan content, sehingga tidak ada hubungan

yang terbentuk antara brand dengan pelanggan. Semakin menarik, menghibur dan

emosional kontent yang brand punya di social medianya maka semakin tinggi juga

kemungkinan pelanggan untuk ikut terlibat.

Media Engagement berhubungan dengan konteks dari sebuah kontent,

maksudnya adalah media apa yang akan brand gunakan untuk mem-posting kontent

yang sudah ada, akan sia – sia jika kontent sudah menarik tetapi media yang

digunakan tidak menarik dan sesuai dengan kontent. Social media seperti Twitter dan

Facebook menawarkan lingkungan yang menarik untuk menarik perhatian pelanggan

dan mengajak mereka terlibat. Selain itu social media seperti Twitter dan Facebook

juga luar biasa karena mereka memungkinkan pelanggan untuk merekomendasikan

segala hal ke teman mereka secara mudah, hal ini adalah suatu bentuk brand

communities yang kuat.

Engagement Marketing Activities adalah hal – hal digunakan untuk menarik

penonton ke media melalui konten. Engagement marketing activities yang menarik

20

membantu pelanggan membangun asosiasi personal dengan brand, seperti saat

pelanggan dapat mengkostumasi produk mereka, memberikan komentar pada post

yang terdapat di social media, membagi post tersebut ke teman – temannya, dll.

Sifat interaktif dari social media tidak hanya memungkinkan marketer untuk

berbagi informasi dan bertukar informasi tetapi juga memungkinkan pelanggan untuk

berbagi dan bertukar informasi dengan pelanggan lainnya. Dengan menggunakan

social media, sebuah brand dapat membangun hubungan dengan pelanggan lama dan

pelanggan baru yang nantinya akan memungkinkan brand untuk membuat komunitas

online yang saling berkolaborasi untuk mengidentifikasi dan memahami masalah

yang ada, lalu memberikan solusi kepada pelanggan.

Agar brand bisa dapat mengajak pelanggan untuk terlibat dan berinteraksi di

social media, marketer harus mengetahui apa yang pelanggan inginkan dari brand.

Pelanggan zaman sekarang membawa ekspekastasi mereka selangkah lebih maju

dibandingkan ketika mereka terbatas dalam menaggapi bagaimana perusahaan

memasarkan produknya kepada mereka. Sekarang pelanggan mengharapkan brand

untuk:

• Mendengar mereka saat mereka memuji brand Anda: Pelanggan secara suka

rela mem-posting pernyataan positif dan negatif mengenai brand di jejarang

sosial favorit mereka. Marketer perlu mendengarkan hal – hal ini.

• Merespon dengan cepat: jika sesorang memberi komentar tentang brand anda

di social media maka mereka mengharapkan respon dan mungkin langsung di

tanggapi oleh teman – teman mereka, marketer harus bisa dengan cepat

menjadi bagian dari percakapan tersebut.

• Menyediakan forum bagi pelanggan: layanan gratis pelanggan bukan lagi cara

pelanggan umtuk mengajukan pertanyaan, keluhan dan pujian. Kehadiran

brand di social media memberikan pelanggan cara baru untuk berkomunikasi

dengan brand. Mungkin awalnya hal ini tampak menakutkan tapi sebenarnya

para pelanggan ingin dapat berkomunkasi denga brand secara terbuka.

• Menawarkan pilihan untuk berkomunikasi: pelanggan ingin mempunyai

banyak pilihan untuk berhubungan dengan brand. Tawarkan mereka berbagai

pilihan berdasarkan preferensi mereka. (Sherman & Smith, 2013: 11 – 12)

21

Secara singkat, orang – orang yang coba brand raih – target pasar mereka –

mengharapkan brand hadir di dalam jejaring sosial yang utama tetapi bukan hanya

untuk mengintai mereka tetapi brand juga harus siap untuk berinteraksi dengan

mereka.

Tidak cukup bagi brand untuk hanya sekedar hadir di social media tanpa

mengajak fans & followers untuk terlibat dan berinteraksi, karena untuk membangun

customer engagement sangat dibutuhkan keterlibatan fans & followers dengan brand

dan juga harus adanya interaksi antara brand dan fans & followers. Brand dapat

melakukan beberapa hal berikut agar fans & followers tertarik dan mau untuk terlibat:

• Tarik perhatian mereka (followers atau fans): News feed pada social media

bergerak dengan cepat, kebanyakan orang menyaring atau menyusun ulang

news feed mereka agar mereka hanya melihat apa yang ingin mereka lihat dari

orang – orang yang mereka krenal dan sukai. Gunakan kata – kata yang

strategis dan relevan, jangan lupa gunakan gambar untuk mendapatkan

perhatian mereka.

• Buat mereka datang kepada Anda (brand): Brand pastinya ingin agar

followers untuk mengklik pada link atau gambar sehingga mereka berpindah

dari news feed mereka ke sumber dari link atau gambar, yaitu situs dari brand,

Facebook Page Timeline atau tempat lainnya diamana brand dapat

menyediakan mereka informasi lebih lanjut.

• Buat mereka untuk mengambil sebuah tidakan: Setelah mereka

memperhatikan Anda (brand) dan mengklik ke tujuan yang sudah brandpilih,

berikan mereka sesuatu yang dapat bisa diukur seperti sign up pada e-

newsletter yang brand punya atau me-like Facebook Page dari brand.

• Berikan alasan kepada mereka untuk kembali: berdasarkan dimana brand telah

mengarahkan mereka, berikan insentif bagi mereka agar mereka datang

kembali kepada Anda. Jika mereka telah mendaftar ke e-newsletter maka buat

mereka tertarik dengan pesan – pesan atau mengundang mereka ke salah satu

jaringan sosial yang brand miliki untuk melanjutkan percakapan.

• Yakinkan mereka untuk melakukan bisnis dengan Anda: terus berikan nilai,

responsif dan interaktif dan buktikan bahwa mereka harus tetap menjaga

hubungan dengan brand. Tutup penjualan tetapi jangan melihat penjualan

22

sebagai ujung jalan. Merubah pengemar menjadi pelanggan hanya awal dari

hubungan jangka panjang. (Sherman & Smith, 2013: 11 – 12).

Membangun hubungan dengan pelanggan melalui social media membutuhkan

brand untuk membuat kesan yang menarik untuk menigkatkan awarness, meraih

kepercayaan dan menigkatkan loyalitas pelanggan. Melakukan engagement melalui

social media juga menyediakan pelanggan yang senang sarana untuk menyebarkan

berita tentang betapa bagusnya brand kepada teman – teman, fans dan pengikut

mereka – mereka bisa jadi pelanggan potensial bagi brand. Lebih dari itu, engagement

pada social media yang dieksekusi dengan baik membantu brand untuk menutup

penjualan lalu buat percakapan terus berjalan. (Sherman & Smith, 2013: 14).

Tetapi pelanggan tidak akan terlibat jika brand memberikan kesan bahwa

brand hanya peduli dengan penjualan. Pelanggan tertarik untuk mempunyai hubungan

dengan brand yang mereka cinta yang lebih dari sekedar penjualan. Agar keterlibatan

terus terjalin, temukan topik – topik menarik yang dapat di bicarakan dengan

pelanggan. (Sherman & Smith, 2013: 14).

Membangun hubungan dengan pelanggan di social media tidak cukup hanya

sampai mendapatkan perhatian dari fans & followers, brand harus dapatmenjaga

perhatian mereka dan membuat mereka mengambil tindakan. Ada beberapa alasan

yang menjelaskan mengapa orang tetap terhubung dengan social media sebuah brand,

dan alasan kenapa merek me-like dan berbagi kontent yang ada di akun social media

sebuah brand:

• The content resonates with them: social media berisikan konten yang membuat

mereka tersenyum atau tertawa atau menggerakkan mereka secara emosional.

• The content originates from a source the trust: kontent pada sosial media telah

di-share oleh brand, teman yang ada di jejaring sosial

• The content reflects someting about themselves:brand mungkin telah mem-

posting informasi, tetapi mereka setuju dan mengeluarkan reaksidan

membaginya untuk mengungkapkan bagian dari diri mereka sendiri.

• The content puts them in-the-know: Orang – orang ingin menjadi yang

"pertama tahu" atau memiliki informasi tentang special promotions, contests

23

dan tawaran lainnya. Kebanyakan orang juga suka menjadi yang pertama dari

teman – temannya untuk berbagi berita didalam lingkungannya sendiri.

• Other respond: Orang ingin memiliki kesamaan dengan orang lain dan ketika

orang lain menanggapi konten yang brand punya di social medianya, itu

mengundang lebih banyak tanggapan yang akan melanjutkan percakapan dan

membangun ikatan .

• You respond: Jika orang-orang tahu bahwa brand berada di sana untuk

menjawab mereka ketika mereka menyukai atau mengomentari konten, itu

akan membuat mereka untuk merespon lagi. Orang suka untuk diperhatikan

dan merasa bahwa mereka peduli .

• You give perks: Orang-orang ingin menjadi bagian dari "in the crowd", social

media tidak hanya digunakan untuk berbagi informasi, brand dapat

menawarkan diskon, kupon atau deal lainnya yang dapat fans & followers

terima karena mereka terkoneksi dengan brand. Selain itu, mereka bisa

menyebarkan penawaran kepada orang – orang disekitar mereka juga.

2.1.3.2 Customer Engagement Cycle

Interaktivitas pada social media sangat memfasilitasi proses pembentukan hubungan

yang intimate dengan kepercayaan dan komitment antara penjual (brand) dan pembeli

(pelanggan). Customer engagement dapat “mehghidupkan” pelanggan dengan

membangun ikatan yang emosional. Proses pembentukan customer engagement yang

terus berlanjut merupakan Customer Engagement Cycle. Berikut tahap – tahap

dari Customer Engagement Cycle:

1. Connection: Untuk dapat membangun pertukaran yang rasional dengan ikatan

emosional, dibutuhkan penjual (brand) dan pelanggan (fans & followers) yang

berhubungan satu sama lain. Hubungan ini dapat dibentuk menggunakan

metode offline yaitu dengan tenaga penjual atau dengan digital online baru,

seperti dengan jejaring sosial. Kehadiran sosial media sangat memudahkan

brand untuk membentuk hubungan dalam jumlah besar dan ke berbagai

individu dan perusahaan. Pelanggan dapat mengunakan hubungan yang sudah

ada antar penjual dan pelanggan lainnya untuk memuaskan kebutuhan atau

pelanggan juga dapat mencari koneksi baru dengan seller dan pelanggan

lainnya, diluar lingkungan yang sudah ada.

24

2. Interaction: Saat sudah terhubung, pelanggan dapat berinteraksi dengan

penjual (brand) dan juga dengan pelanggan lainnya. Sebelum ada internet,

hubungan ini sangat terbatas dikarenakan teknologi yang tersedia, seperti

surat, telefon, dan lingkungan keluarga, teman, dll. Hubungan juga terhambat

dikarenakan lokasi. Tetapi dengan Web 2.0, hambatan seperti ruang dan jarak

semakin hilang. Texting, instant messaging, email, blogging, virtual worlds

dan social networking adalah contoh alat yang memungkinkan interaksi yang

lebih sering dan cepat dalam kelompok yang lebih besar dari individu,

organisasi, dan komunitas yang terhubung. Interaksi antara penjual dan

pelanggan dapat menigkatkan pemahaman akan kebutuhan pelanggan,

terutama kebutuhan yang selalu berubah waktu ke waktu, dan memodifikasi

produk yang sudah adak atau mengembangkan produk baru untuk lebih

memenuhi kebutuhan pelanggan. Interaksi sosial di dunia maya, misalnya,

dimana penggunaan berkomunikasi dan berinteraksi secara real time, dapat

diguanakan untuk terhubung dengan pelanggan, memberikan informasi dan

pengalaman dan juga mendapatkan masukan dari pelanggan. (Tikkanen et al,

2009)

3. Satisfaction: Hanya jika interaksi antara penjual dan pelanggan menghasilkan

kepuasan, maka pelanggan akan tetap terhubung dan terus berinteraksi satu

sama lain agar terjadi kemajuan dalam engagement.

4. Retention: Customer retention dapat berasal dari kepuasan secara keseluruhan

dari waktu ke waktu atau emosi positif yang sangat tinggi. Kepuasan secara

keseluruhan muncul dari repurchases dan menyiratkan hubungan jangka

panjang antara pejual dan pelanggan tetapi hal yang sama belum tentu terjadi

pada emosi positif yang sangat tinggi. Pelanggan yang memiliki emosi positif

yang tinggi terhadap penjual belum tentu pelanggan akan memiliki hubungan

yang panjang dengan penjual. Jadi Customer Retention mungkin merupakan

hasil dari hubungan jangka panjang tanpa ikatan emosional atau ikatan

emosional tanpa hubungan jangka panjang.

5. Commitment: Komitment dalam hubungan mempunyai 2 tipe yaitu affective

commitment dan calculative commitment. Calculative commitment lebih

rasional dan berasal dari kurangnya pilihan, dengan calculative commitment

brand dapat menigkatkan loyalitas pelanggan ke tingkat yang lebih tinggi dan

adanya hubungan yang dekat dengan brand. Sedangkan affective commitment

25

lebih kepada emosional dan berasal dari kepercayaan dan adanya timbal balik

dalam sebuah hubungan, dimana affective commitment mengarah ke tingkat

kepercayaan yang lebih tinggi dan ikatan emosional dengan brand.

6. Advocacy: Pelanggan yang senang dapat menyimpan kegembiraan mereka

untuk diri mereka sendiri atau dengan adanya social media, mereka dapat

berinteraksi dengan orang lain dalam social media untuk menyebarkan berita

tentang pengalaman positif mereka dengan produk, brand atau perusahaan.

7. Engagement: Saat pelanggan yang senang berbagi kesenangan dan loyalitas

mereka dengan cara berinteraksi dengan orang lain di jejaring social dan

menjadi advocate bagi produk, brand, persusahaan. Pelanggan yang senang

sangat diperlukan untuk customer engagement karena customer engagement

membutuhkan affective commitment dan calculative commitment atau

kepercayaan dan juga komitment antara brand dan pelanggan. Customer

engagement terjadi saat pelanggan mempunyai ikatan emosional yang kuat

dalam pertukaran yang rasional dengan brand. (Sashi, 2012: 260 – 264)

2.1.3.3 Customer Engagement Matrix

Pelanggan yang berada pada tahap Customer Engagement Cycle yang berbeda

akan sangat bervariasi dalam hal pertukaran dan ikatan emosional yang akan menjadi

ciri bagi hubungan mereka dengan brand. Pada awalnya, pada tahap connection dan

interaction hanya ada sedikit bahkan tidak ada pertukaran atau ikatan emosional

Gambar 2.1 Customer Engagement Cycle

Sumber:Sashi, 2012:266

26

antara brand dengan pelanggan. Jika connection dan interaction mengarah ke

kepuasan, tergantung pada tingkat pertukaran dan ikatan emosional yang

mencirikan hubungan pelanggan dengan penjual, maka pelanggan dapat dibagi

dalam Customer Engagement Matrix sebagai berikut

1. Transactional Customers: Jika pertukaran dan ikatan emosional rendah, maka

mereka adalah pelanggan yang masuk dalam kategori Transactional,

pelanggan dalam kategori ini sangat sensitiv pada harga dan sangat menyukai

deals. Mereka melihat produk sebagai komoditi dan akan membeli dari

penjual lain yang menawarkan harga yang lebih murah. Tetapi pelangga

transactional adalah sumber bagi pelanggan lain yang ada di matrix, jika kita

dapat menjamin kepuasan mereka secara menyeluruh baru mereka dapat

diubah menjadi loyal, delighted customers dan pada akhirnya fans.

2. Delighted Customers: Jika pertukaran rendah tetapi ikatan emosionalnnya

tinggi maka brand memiliki delighted customers. Harapan pelanggan pada

kategori ini sudah terlampaui, sehingga dapat memunculkan emosi positif

yang sangat kuat dengan tingkat kepuasan yang tinggi tetapi pelanggan pada

kategori ini jarang melakukan interaksi dengan penjual. Delighted Customers

tidak bisa menjadi pelanggan yang mempunyai hubungan jangka panjang

dengan brand. Walaupun begitu, Delighted Customers dapat menghasilkan

affective communication kepada brand, dimana mereka cenderung untuk

berkomunikasi tentang rasa senang mereka dengan orang – orang yang

terkoneksi dengan mereka pada social media.

3. Loyal Customers: Pelanggan pada tahap ini memiliki pertukaran yang tinggi

dan ikatan emosi yang rendah. Loyal Customers menghasilkan calculative

commitmnet dimana switching cost dan kurangnya alternatif menyebabkan

mereka untuk setia kepada satu brand. Tetapi mereka menjadi loyal kepada

brand bukan karena mereka terikat secara emotional dengan brand tetapi

karena alasan rasional, contohnya harga. Sangat kecil kemungkina Loyal

Customer untuk merekomendasikan brand kepada teman – teman merka.

4. Fans: Jika ada pertukaran rasional yang tinggi dan ikatan emosional yang

tinggi maka pelanggan berada di kategori Fans. Customer Engagement sendiri

ada pada kategori ini. Pelanggan seperti ini memiliki hubungan jangka

panjang yang affective dan juga calculative, mereka juga senang dan loyal

27

terhadap brand. Pelanggan yang berada di kategor fans, percaya pada brand

dan mereka juga menjadi advocate bagi brand.Pada dasarnya, sebuah brand

mempunyai banyak pelanggan yang merupakan Fans tetapi brand tidak hanya

menginginkan Fans, mereka juga menginginkan Delighted Customers, Loyal

Customers dan Transactional Customers yang dapat diubah menjadi fans di

masa datang. Kepuasan dalam berhubungan dan interaksi dengan

Transactional Customers merupakan hal penting untuk mengubah mereka

menjadi Loyal Customers dengan cara menciptakan calculative commitment

atau mengubah mereka menjadi Delighted Customers dengan menciptakan

affective commitment. Loyal Customer akan diubah menjadi Fans dengan

menciptakan affective commitment yang membuat mereka bahagia sedangkan

Delighted Customer diubah menjadi Fans dengan menggunakan calculative

commitment yang membuat mereka loyal. Social media sendiri menigkatkan

kemampuan untuk tetap terhubung dengan pelanggan dan bukan pelanggan

dengan tingginya tingakt interaksi, yang pada akhirnya akan menigkatkan

kemungkinan untuk memuaskan Transactional Customers, yang nantinya

menciptakan Delighted Customers dan Loyal Customers yang dapat diubah

menjadi Fans. (Sashi, 2012: 264 – 266)

2.1.4 Merek (Brand)

2.1.4.1 Pengertian Merek (Brand)

Menurut Duriant, Sugiarto & Budiman (2004: 2).Merek adalah nama, istilah,

tanda,simbol, rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut untuk mengidentifikasi

Gambar 2.2 Customer Engagement Matrix

Sumber:Sashi, 2012:266

28

barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari

produk pesaing dan merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili

dalam sebua merek dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh

tersendiri dipasar bila dikelola dengan tepat.

Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan merek sebagai sebuah

nama, tanda, istilah, simbol, desain, atau kombinasi dari semuanya, dengan tujuan

untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari seorang penjual ataupun

sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk atau jasa kompetitor lainnya

(Kotler, 2011: 241)

Berdasarkan penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa brand adalah hal – hal

yang membedakan produk atau jasa sebuah perusahaan menjadi berbeda dengan

produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing. Yang membedakan adalah pada

nama, simbol, tanda, dan rancangan dari setiap merek.

2.1.4.2 Ekuitas Merek (Brand Equity)

2.1.4.2.1 Pengertian Ekuitas Merek(Brand Equity)

Menurut Durianto, et.al. (2004: 4), ”Ekuitas merek (brand equity) adalah

seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol,

yang mampu menambahkan atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk

atau jasa baik perusahaan maupun pada pelanggan.” Agar aset dan liabilitas

mendasari brand equity, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan

nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan

simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas

merek (brand equity) akan berubah pula.

2.1.4.2.2 Lima Kategori Ekuitas Merek (Brand Equity)

Menurut Aaker (dalam Durianto, et al, 2004: 3-4) ekuitas merek dapat

dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu:

1. Kesadaran merek (brand awareness)

Kesanggupan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa

merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

2. Asosiasi merek (brand association)

29

Segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi

ini merupakan atribut yang ada di dalam merek itu dan memiliki suatu tingkat

kekuatan.

3. Persepsi kualitas (perceived quality)

Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu

produk atau jasa layanan yang berkaitan dengan apa yang diharapkan

pelanggan.

4. Loyalitas merek (brand loyalty)

Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada

sebuah merek.

5. Aset-aset merek lainnya (other proprietary brand assets)

Ekuitas merek dapat memberikan nilai, baik bagi perusahaan maupun bagi

konsumen.

2.1.4.2.3 Brand Loyalty

Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan ”Brand loyalty sebagai

preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek

yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu.”

Menurut Durianto, et.al. (2004: 126) ”Brand loyalty adalah suatu ukuran

keterkaitan pelanggan kepada suatu merek.”

Rangkuti juga mendefinisikan brand loyalty sebagai ukuran dari kesetiaan

konsumen terhadap suatu merk. (2004)

Berdasarkan penjelasaan diatas, bisa disimpulkan bahwa brand loyalty adalah

seberapa jauh keterkaitan pelanggan dengan merek yang membuat pelanggan

memilih merek tertentu dibanding merek lain.

2.1.4.2.3.1 Tingkatan – Tingkatan Brand Loyalty

Menurut Durianto, et.al. (2004: 128), tingkatan-tingkatan yang terdapat

dalam loyalitas merek adalah sebagai berikut:

1. Berpindah – pindah (Switcher)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan

yang berada pada tingkat yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen

berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak

30

loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini, merek memegang peranan

kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang jelas dalam kategori ini adalah mereka

membeli suatu merek karena harganya murah.

2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (habitual buyer)

Pembeli pada tingkat ini dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek

produk yang dikonsumsinya. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli

merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan

usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini membeli

suatu merek karena kebiasaan.

3. Pembeli yang puas karena biaya peralihan (satisfied buyer)

Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk ke dalam kategori puas bila mereka

mengonsumsi merek tersebut.

4. Menyukai merek (liking the brand)

Pembeli dalam kategori ini adalah pembeli yang benar-benar menyukai merek

tersebut. Pada tingkat ini dijumpai perasaan emosional yang terkait dengan merek.

Rasa suka pembeli ini bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol,

rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi

maupun kerabatnya ataupun yang disebabkan oleh karena persepsi kualitas yang

tinggi.

5. Pembeli yang komit (comitted buyer)

Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu

kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat

penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi

mengenai siapa mereka sebenarnya. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas

pembeli ditujukan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek

tersebut kepada pihak lain.

2.1.4.2.3.1 Fungsi Brand Loyalty

Menurut Durianto, et.al. (2004: 127),dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang

benar, brand loyalty dapat menjadi asset strategis bagi perusahaan. Berikut adalah

beberapa potensi yang dapat diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan:

1. Reduced Marketing Cost (Mengurangi Biaya Marketing): Dengan adanya brand

loyalty berkaitan dengan biaya marketing, biaya marketing akan lebih murah

terutama dalam mempertahankan konsumen dibandingkan dengan upaya untuk

31

mendapatkan konsumen baru. Jadi biaya marketing akan menurun jika brand

loyalty meningkat.

2. Trade Leverage (Meningkatkan Perdagangan): Loyalitas yang kuat kepada merk,

akan meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara marketing.

Semakin biasa konsumen membeli suatu produk, maka semakin tinggi frekuensi

pembelian konsumen tersebut, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan.

3. Attracting New Customers (Menarik Minat Pelanggan Baru): Banyaknya jumalah

konsumen yang merasa puas dan suka pada merk tertentu, maka akan

menimbulkan perasaan yakin atau percaya pada calon konsumen lain untuk

mengkonsumsi merk tersebut. Disamping itu, konsumen yang puas umumnya

akan merekomendasikan merk yang pernah atau sedang dikonsumsi kepada teman

atau kerabat dekatnya, sehingga akan menarik konsumen baru.

4. Provide Time To Respond The Competitive Threats (Memberi Waktu Untuk

Merespon Ancaman Persaingan): Brand loyalty akan memberikan waktu pada

perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing

mengembangkan produk baru dan unggul, maka konsumen yang loyal akan

memberikan waktu pada perusahaan untuk memperbaharui produk yang

dihasilkan dengan cara menyesuaikan atau mengadakan inovasi untuk dapat

mengungguli produk baru pesaing.

2.2 Kerangka Pemikiran

Caring Colours Martha Tilaar

Tabel 2.1 Kerangka Pemikiran

32

Sumber: Penulis, 2014

2.3 Hubungan Antar Variabel Social Media Marketing, Variabel Customer

Engagement, dan Variabel Brand Loyalty

• Social Media Marketing dan Customer Engagement

Membangun Customer Engagement di pasar bisnis dan konsumen

memerlukan adaptasi marketing mix untuk mengambil keuntungan dari

teknologi dan alat – alat baru untuk memahami dan melayani pelanggan lebih

baik lagi. Social media memberikan kesempatan untuk dapat berhubungan

dengan pelanggan menggunakan media yang lebih besar karena sifat interaktif

social media tidak hanya memungkinkan brand untuk berbagi informasi

dengan pelanggan tetapi juga memungkinkan pelanggan untuk berbagi

informasi dengan pelanggan lainnya. Menggunakan social media brand dapat

membina hubungan dengan pelanggan lama dan juga pelanggan baru yang

akan membentuk sebuah komunitas, dimana komunitas tersebut akan

Social media

(X)

• Participatio

n

• Openess

• Conversatio

n

• Community

• Connectedn

ess

Customer

Engagement

(Y)

• Connection

• Satisfaction

• Retention

• Commitment

• Advocacy

• Engagement

Brand Loyalty (Z)

• Switcher

• Habitual Buyer

• Satisfied Buyer

• Liking the Brand

• Comitted Buyer

33

berkolaborasi secara interaktif untuk mengidentifikasi dan memahami masalah

serta mengembangkan solusi bagi mereka. (Sashi, 2012: 254 - 255)

Customer Engagement berfokus pada pelanggan dan kebutuhan mereka

sesuai dengan konsep pemasaran. Melalui customer engagement brand

bertujuan untuk memberikan nilai yang unggul dibandingkan dengan pesaing

dengan menghasilkan, menyebarkan, dan menanggapi secara intelijen

mengenai kebutuhan pelanggan sesuai dengan orientasi pasar, dan berusaha

untuk membangun kepercayaan dan komitmen dalam hubungan dengan

pelanggan seperti yang disarankan oleh hubungan. Dengan sifat social media

yang tidak hanya interaktif tetapi juga terbuka dimana siapa saja yang tertarik

untuk berinteraksi dapat dengan mudah memberikan kontribusi dan masukan

serta berbagi informasi, brand dapat menggunakan social media sebagai alat

untuk membangun customer engagement. Sehingga ada hubungan antara

pengelolaan social media dan customer engagement. (Sashi, 2012: 255)

• Social Media Marketing dan Brand Loyalty

Membangun dan memelihara loyalitas merek adalah salah satu tema

sentral penelitian bagi pemasar. Pemasar telah memanfaatkan berbagai cara

untuk mempertahankan loyalitas merek pelanggan mereka. Salah satu cara

yang sekarang marketer sering lakukan adalah dengan social media. (Cicek,

2012: 1354)

Sebagai penggunaan waktu dan sumber daya yang efektif, social media

memberikan perusahaan dasar komunikasi yang lebih baik dengan konsumen

untuk membangun loyalitas merek di luar metode tradisional. (Jackson, 2011;

Akhtar, 2011)

Hubungan antara pengelolaan social media dengan brand loyalty juga di

perkuat dengan penelitan yang di lakukan oleh Cicek pada jurnalnya yang

berjudul “The Impact of Social Media Marketing on Brand Loyalty” yang

megemukakan bahwa loyalitas pelanggan terhadap sebuah brand secara positif

terpengaruh ketika brand menawarkan kampanye yang menguntungkan dan

kontent yang relevan di media sosial. Selain itu brand loyalty juga akan secara

positif terpengaruh jika brand sering melakukan update kontent dan muncul

pada berbagai platform di social media. Sehingga bisa di katakan bahwa ada

hubungan antara pengelolaan social media dan brand loyalty.

34

• Customer Engagement dan Brand Loyalty

Berdasarkan teori Conceptual Framework of Customer Engagement

(Vivek, et al, 2012: 133) pada jurnalnya yang berjudul “Customer

Engagement: Exploring Customer Relationships Beyond Purchase” di jelaskan

bahwa seorang pelanggan yang terlibat akan cenderung untuk bertransisi lebih

cepat pada belief-attitude-behavior continuum. Selain itu, seorang individu

yang terlibat dapat mengembangkan sikap yang lebih baik terhadap brand

yang dia asosiasikan keterlibatannya itu dan akibatnya akan merasa lebih loyal

pada brand sehingga bisa di bilang customer engagement akan berhubungan

positif dengan loyalitas seorang individu pada sebuah brand yang dia

asosiasikan dengan keterlibatannya itu.

Hubungan antara customer engagement dan brand loyalty juga di jelaskan

oleh Bowden (2009) pada jurnalnya yang berjudul “The Process of Customer

Engagement: A Conceptual Framework”, Bowden menjelaskan bahwa dalam

sebuah proses customer engagement, seorang individu akan bergerak melalui

proses psikologis berurutan untuk menjadi loyal kepada sebuah brand. Hal ini

berarti ada hubungan antara customer engagement dan brand loyalty.

2.4 Hipotesis

1. Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel social media marketing

terhadap customer engagement pada Caring Colours Martha Tilaar.

2. Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel social media marketing

terhadap brand loyalty pada Caring Colours Martha Tilaar.

3. Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel customer engagement

terhadap brand loyalty pada Caring Colours Martha Tilaar.

4. Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel social media marketing dan

customer engagement secara simultan terhadap brand loyalty pada Caring

Colours Martha Tilaar.