bab 2 landaran teori air bersih.pdf
-
Upload
muhammad-agsti-buana-aditya -
Category
Documents
-
view
75 -
download
6
description
Transcript of bab 2 landaran teori air bersih.pdf
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Tinjauan Pustaka
II.1.1. Air
II.1.1.1. Deskripsi air
Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satupun
makhluk hidup di dunia ini yang tidak membutuhkan air. Sel hidup misalnya, baik
tumbuh-tumbuhan ataupun hewan, sebagian besar tersusun oleh air, yaitu lebih
75% isi sel tumbuh-tumbuhan atau lebih dari 67% isi sel hewan, tersusun oleh air
(Suriawiria, 2008).
Air dan kesehatan merupakan dua hal yang saling berhubungan. Kualitas
air yang dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat
tersebut (Chaturvedi dan Bassin, 2011).
Air merupakan sumberdaya alam yang mempunyai fungsi sangat penting
bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya serta sebagai modal dasar
dalam pembangunan. Dengan perannya yang sangat penting air akan
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi komponen lainnya. Pemanfaatan air
untuk menunjang seluruh kehidupan manusia jika tidak dibarengi dengan tindakan
bijaksana dalam pengelolaannya akan mengakibatkan kerusakan pada sumberdaya
air (Hendrawan, 2005).
Salah satu sumber daya alam yang paling penting bagi hidup manusia
adalah sumber daya air. Air merupakan kebutuhan pokok manusia sehari-hari,
sehingga hal ini membuat manusia tidak bisa hidup tanpa air. Oleh karena itu,
perlu dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan
manusia serta makhluk lainnya. Diperkirakan dari tahun ke tahun kebutuhan air
akan semakin meningkat, bukan hanya disebabkan oleh peningkatan jumlah
6
penduduk akan tetapi disebabkan oleh kebutuhan perkapita yang meningkat sesuai
dengan perkembangan pola hidup manusia (Naibaho, 2008).
Selain bermanfaat bagi manusia, tubuh manusia tersusun dari jutaan sel
dan hampir keseluruhan sel tersebut mengandung senyawa air. Menurut
penelitian, hamper 67% dari berat tubuh manusia terdiri dari air (Khomariyatika
dan Pawenang, 2011).
Manfaat air bagi tubuh manusia adalah membantu proses pencernaan,
proses metabolisme, mengangkut zat-zat makanan dan menjaga keseimbangan
suhu tubuh (Shaji et al., 2009).
Kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari, berbeda untuk tiap tempat dan
tiap tingkat kehidupan. Yang jelas semakin tinggi taraf kehidupan, semakin
meningkat pula jumlah kebutuhannya (Suriawiria, 2008).
Di Indonesia berdasarkan catatan dari Departemen Kesehatan, rata-rata
keperluan air adalah 60 liter per kapitan dengan rincian sebagai berikut ; 30 liter
digunakan untuk mandi, 15 liter untuk mencuci, 5 liter untuk masak, 5 liter untuk
minum dan 5 liter sisanya digunakan untuk keperluan lainnya (Suriawiria, 2008).
Sejalan dengan kemajuan dan peningkatan taraf kehidupan, tidak bisa
dihindari lagi adanya peningkatan jumlah kebutuhan air, khususnya untuk
keperluan rumah tangga, sehingga berbagai cara dan usaha telah banyak dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut, antara lain dengan ; mencari sumber-sumber
air baru seperti air tanah, air danau, air sungai dan sebagainya, mengolah dan
menawarkan air laut serta mengolah dan memurnikan kembali air kotor yang
berada disungai, danau, dan sebagainya yang umumnya telah tercemar
(Suriawiria, 2008).
Pada saat ini, air yang merupakan merupakan kebutuhan vital bagi
kelangsungan makhluk hidup banyak tercemar sehingga tidak layak pakai.
Semakin hari jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat sehingga
kebutuhan akan air juga semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya
pencemaran air, maka ketersediaan air bersih yang layak pakai kian menurun
(Harmayani, 2007).
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, makin meningkat pula
jumlah pemukiman penduduk yang kurang terencana yang dapat mengakibatkan
sistem pembuangan limbah rumah tangga tidak terkoordinasi dengan baik
sehingga limbah tersebut dapat mengakibatkan pencemaran air tanah (Harmayani,
2007).
Jadi saat ini masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi
permasalahan kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang
terus meningkat dan juga permasalahan kualitas air untuk keperluan domestik
yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Kegiatan industri, domestik, dan
kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, termasuk penurunan
kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya
bagi mahluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu,
diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama
(Effendi, 2003).
Perairan alami memang merupakan habitan atau tempat yang sangat
mudah terkena pencemaran. Sehingga rumus kimia air ; H2O, merupakan rumus
kimia air yang hanya berlaku untuk air bersih seperti akuades dan sebagainya.
Sedangkan untuk air alami yang berada didalam sungai, kolam, danau, laut dan
sumber-sumber lainnya akan menjadi ; H2O ditambah dengan faktor yang bersifat
biotik dan faktor yang bersifat abiotik (Suriawiria, 2008).
Faktor-faktor biotik yang terdapat dalam air terdiri dari ; bakteri, fungi,
mikroalga, protozoa, virus serta sekumpulan hewan atau tumbuhan air lainnya
yang tidak termasuk kelompok mikroba. Kehadiran mikroba di dalam air mungkin
akan mendatangkan keuntungan tetapi juga akan mendatangkan kerugian
(Widiyanti, 2004).
Air merupakan media sarang dan penularan penyakit berbahaya bagi
manusia. Air kotor merupakan tempat yang nyaman untuk berkembang biak
berbagai bakteri dan virus penyebab penyakit. Bibit penyakit menular yang
berkembangbiak melalui perantara air salah satunya adalah diare (Carrel et al,
2011).
Berbagai mikroba patogen seringkali ditularkan melalui air yang tercemar
sehingga dapat menimbulkan penyakit pada manusia maupun hewan. Mikroba ini
biasanya terdapat dalam saluran pencernaan dan mencemari air melalui tinja,
selain itu air yang tercemar dapat pula menyebabkan penyakit kulit dan mata.
Mikroba asal tinja yang sering menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui air
atau water-borne disease mencakup Salmonella typhi, Shigella spp., Salmonella
paratyphi, dan Vibrio cholera. Disentri yang disebabkan oleh Champylobacter
jejuni dan Escherichia coli dapat pula ditularkan melalui air (Lay, 2001).
Bakteri, virus dan protozoa dapat juga mencemari air melalui tinja
sehingga menimbulkan penyakit. Virus yang dapat mencemari air melalui tinja
adalah virus hepatitis A dan polio (Lay, 2001).
Penyebaran kotoran yang tidak terkontrol dalam lingkungan perairan dapat
menyebar pada lingkungan tanah, dan bahkan terbawa pada bahan makanan untuk
manusia. Lingkungan tercemar oleh bakteri koliform menentukan apakah kualitas
air, tanah, atau bahan makanan layak untuk dikonsumsi atau tidak. Untuk
mengujinya dapat menggunakan suatu test dengan metode jumlah perkiraan
terdekat atau Most Probable Number atau MPN (Novel dkk, 2010).
II.1.1.2. Sumber air
Secara garis besar menurut sumber atau letaknya, air dibagi menjadi dua,
yaitu air tanah dan air permukaan. Air tanah adalah semua jenis air yang terletak
dibawah tanah, dan biasanya membutuhkan cara tertentu untuk menaikkannya ke
permukaan, misalnya dengan membuat sumur atau dengan membuat pompa.
Sedangkan air permukaan meliputi semua sumber air yang terdapat di permukaan
tanah, seperti air sungai, kolam, danau, ataupun air hujan (Purnawijayanti, 2001).
Air tanah biasanya lebih bersih daripada air permukaan namun tidak dapat
dijamin bahwa semua jenis air tanah aman untuk dikonsumsi atau digunakan
dalam pengolahan makanan. Air permukaan karena letaknya relatif terbuka,
sehingga lebih mudah terkontaminasi atau tercemar, baik secara fisik, kimiawi,
mikrobiologis, maupun radiologis. Biasanya air permukaan memerlukan tindakan
sanitasi spesifik sebelum digunakan sebagai air minum ataupun air untuk
keperluan pengolahan makanan (Purnawijayanti, 2001).
Akibat pencemaran air yang terjadi, timbul berbagai jenis penyakit baik
secara endemik ataupun epidemik berjangkit dan merupakan masalah rutin
dimana-mana. Di Indonesia misalnya, setiap tahun lebih dari 3.500.000 anak-anak
di bawah umur 3 tahun diserang oleh berbagai jenis penyakit perut dengan jumlah
kematian sekitar 105.000 orang. Jumlah tersebut semakin meningkat pada daerah
dengan sanitasi lingkungan yang rendah (Suriawiria, 2008)
II.1.1.3. Syarat air
Air yang dapat digunakan dalam pengolahan makanan minimal harus
memenuhi syarat air yang dapat diminum, antara lain ; bebas dari bakteri
berbahaya serta bebas dari ketidakmurnian kimiawi, bersih dan jernih, tidak
berwarna dan berbau, tidak mengandung bahan tersuspensi atau pembuat keruh,
serta menarik dan menyenangkan untuk diminum (Purnawijayanti, 2001)
II.1.1.4. Kriteria air
Secara khusus air yang diminum harus memenuhi berbagai kriteria, antara
lain kriteria kimiawi dan fisik, kriteria bakteriologis, dan kriteria radiologis
(Purnawijayanti, 2001).
1) Kriteria kimiawi dan fisik
Analis kimiawi pada air yang digunakan dalam pengolahan pangan berguna
untuk mendeteksi kemungkinan terdapatnya bahan-bahan kimia yang bersifat
racun.
2) Kriteria bakteriologis
Kriteria bakteriologis diperlukan untuk mendeteksi kemungkinan terdapatnya
organisme yang merupakan petunjuk adanya pencemaran kotoran atau tinja
dalam air.
3) Kriteria radiologis
Buckle dkk, 1982, mensyaratkan bahwa radioaktivitas di dalam air minum
harus dijaga sekecil mungkin. Dengan demikian, sisa-sisa radioaktif tidak
boleh ada sama sekali dalam sumber-sumber yang digunakan untuk persediaan
air minum.
II.1.2. Air Sumur
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat berharga, tanpa
air tidak mungkin ada kehidupan di muka bumi ini. Salah satu sumber air yang
dapat dimanfaatkan adalah air tanah atau air sumur (Suparmin, 2000)
Air sumur adalah air tanah dangkal sampai kedalaman kurang dari 30
meter, umumnya terletak pada kedalaman 15 meter dan dinamakan juga sebagai
air tanah bebas karena lapisan air tanah tersebut tidak berada di dalam tekanan.
Untuk memenuhi kebutuhan air sumur yang bersih terdapat tiga parameter, yaitu
parameter fisik yang meliputi bau, rasa, warna dan kekeruhan. Parameter kedua
adalah parameter kimia yang meliputi kimia organik dan kimia anorganik yang
mengandung logam, seperti Fe, Cu, Ca dan lain-lain. Parameter ketiga adalah
parameter bakteriologi yang terdiri dari koliform fekal dan koliform total
(Waluyo, 2004).
Sumur gali merupakan salah satu sarana penyediaan air bersih yang perlu
mendapat perhatian, karena mudah sekali mendapatkan pencemaran dan
pengotoran yang berasal dari luar terutama jika konstruksi sumur gali tersebut
tidak memenuhi syarat. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas
air secara fisik dan mikrobiologi, sehingga memerlukan perbaikan konstruksi
maupun lokasi (Prajawati, 2008).
Kualitas bakteriologis sumur gali yang dianjurkan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No.20 tahun 1990 adalah golongan B atau sebagai air baku air minum
harus dijaga agar selalu memenuhi kriteria sebagai air baku air minum. Selain itu,
faktor dari konstruksi sumur dan jarak pencemar dengan sumur gali, serta curah
hujan juga berpengaruh terhadap kualitas bakteriologis air sumur gali. Kondisi
tersebut menggambarkan bahwa cakupan air bersih yang memiliki konstruksi
sumur gali sesuai persyaratan dalam format inspeksi sarana sumur gali juga relatif
rendah. Masyarakat mendapatkan air bersih sangat bergantung pada kondisi
sumur gali di daerah tersebut, misalnya bila musim kemarau tiba, debit air sumur
gali menyusut dan sulit diambil (Khomariyatika dan Pawenang, 2011).
Sumur telah lama digunakan sebagai sumber air bagi berbagai kebutuhan
rumah tangga dan industri kecil, menengah dan besar. Penggunaan sumur
merupakan suatu alternatif bagi daerah yang tidak mendapatkan pelayanan atau
tidak terjangkaunya pelayanan Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM).
Keterbatasan teknologi, dana dan modal akan membatasi kemungkinan distribusi
yang merata akan air bersih dan sehat bagi penduduk. Oleh karena itu, penduduk
tidak dapat menggantungkan diri pada sistem pengolahan air sehat, dan bersih
seperti PAM untuk memenuhi kebutuhannya (Naibaho, 2008).
Sementara itu, pencemaran sumur dapat terjadi, seperti kembalinya air
buangan kedalam sumur secara langsung atau melalui tempat bocor dari celah-
celah tanah, misalnya dari toilet ke dalam sumur yang letaknya terlalu dekat.
Pencemaran tersebut dapat mengakibatkan wabah, misalnya banyak penyakit
virus yang dapat tertular melalui air, seperti enteritis (Naibaho, 2008).
II.1.2.1. Macam-macam sumur gali
1. Sumur beton merupakan sumur kerekan dengan konstruksi dari batu bata dan
diplester memiliki bawah air tidak mudah masuk secara langsung kedalam
sumur, pencemaran yang terjadi berasal dari septik tank yaitu bila jarak antara
sumur dan septic tank atau bangunannya tidak memenuhi syarat
2. Sumur non beton yaitu hanya menggunakan konstruksi cadas, selain mudah
terkontaminasi oleh bahan bangunan dari segi keselamatan juga kurang baik.
Air yang membawa kotoran dengan leluasa dapat masuk ke dalam sumur,
karena cadas mempunyai kerapatan partikel tanah yang longgar
3. Sumur suntik hanya menggunakan pipa dengan ke dalaman tertentu
(Boekoesoe, 2010)
II.1.2.2. Syarat sumur yang sehat
Menurut Entjang (2000), sumur sehat minimal harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Syarat lokasi atau jarak. Agar sumur terhindar dari pencemaran maka harus
diperhatikan antara jarak sumur dengan jamban, lubang galian untuk air
limbah dan sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak tersebut tergantung pada
keadaan serta kemiringan tanah, lokasi sumur pada daerah yang bebas banjir,
jarak sumur minimal 15 meter dan lebih tinggi dari sumber pencemaran
seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah dan sebagainya
2. Syarat konstruksi ; dinding sumur, bibir sumur serta lantai sumur
3. Dinding sumur gali. Jarak kedalaman 3 meter dari permukaan tanah dan
dinding sumur gali harus terbuat dari tembok yang kedap air
4. Bibir sumur gali. Di atas tanah dibuat tembok yang kedap air, setinggi
minimal 70 cm, untuk mencegah pengotoran dari air permukaan serta untuk
aspek keselamatan (Boekoesoe, 2010)
II.1.3. Metode MPN
MPN adalah suatu metode untuk memperkirakan populasi mikrobial di
lahan, perairan, dan produk agrikultur. Metode ini untuk menaksir populasi
mikrobial berdasarkan pada ukuran kualitatif spesifik dari jasad renik yang sedang
terhitung. Menetapkan adanya bakteri Coliform dalam sampel air dan memperoleh
indeks berdasarkan tabel MPN untuk menyatakan perkiraan jumlah Coliform
dalam sampel (Novel dkk, 2010).
Untuk mengetahui jumlah Coliform di dalam sampel biasanya digunakan
metode MPN atau Most Probable Number dengan cara fermentasi tabung ganda.
Metode ini lebih baik bila dibandingkan dengan metode hitung cawan karena
lebih sensitif dan dapat mendeteksi Coliform dalam jumlah yang sangat rendah di
dalam sampel (Rahmawati dan Azizah, 2005).
Metode MPN merupakan uji deretan tabung yang menyuburkan
pertumbuhan coliform sehingga diperoleh nilai untuk menduga jumlah coliform
dalam sampel yang diuji. Jumlah Coliform ini bukan penghitungan yang tepat
namum merupakan angka yang mendekati jumlah sebenarnya (Lay, 2001).
Metode Nilai Duga Terdekat atau Most Probable Number sangat berguna
apabila mikroba yang akan dihitung tidak dapat tumbuh dalam media padat.
Metode ini juga mengidentifikasi bakteri yang secara selektif memfermentasi
laktosa dalam media cair, misalnya koliform (Radji, 2011).
Metode MPN (Most Probable Number) untuk uji kualitas mikrobiologi air
dalam praktikum digunakan kelompok Coliform sebagai indikator. Kelompok
Coliform mencakup bakteri yang bersifat aerobik dan anaeorobik fakultatif,
batang gram negatif dan tidak membentuk spora. Coliform memfermentasikan
laktosa dengan pembentukkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35°C
(Hadioetomo, 1993).
Prinsip pengerjaan metode MPN ini adalah dengan melakukan Uji
Penduga atau Presumtive Test dengan menggunakan set tabung 3-3-3 atau 5-5-5
kaldu laktosa, dilanjutkan Uji Penguat atau Confirmed Test, dan yang terkahir
dilakukan Uji Pelengkap atau Completed Test (Novel dkk, 2010).
Dalam metode MPN digunakan medium cair, berbeda dengan metode
cawan yang menggunakan medium padat atau Agar. Perhitungan dilakukan
berdasarkan jumlah tabung yang positif, yaitu yang ditumbuhi oleh mikroba
setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung positif dapat
dilihat dengan timbulnya kekeruhan atau terbentuk gas dalam tabung durham
(Sutedjo, 1991).
Nilai duga terdekat atau Most Probable Number merupakan angka yang
kemungkinan besar menunjukkan 95% jumlah populasi bakteri dan merupakan
angka yang paling mungkin untuk menyatakan jumlah populasi bakteri yang ada
di dalam suatu sediaan, seperti pada tabel 1 (Radji, 2011).
Untuk mengetahui jumlah bakteri koliform umumnya digunakan tabel
Hopkins atau tabel MPN yang dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah
bakteri di dalam 100 ml air sampel yang diteliti (Suriawiria, 2008)
Tabel 1. Tabel MPN
NUMBER OF TUBES GIVINGPOSITIVE REACTION OUT OF
MPN Indexper 100 ml
95 PERCENTCONFIDENCELIMIT
3 of10mleach
3 of 1mleach
3 of 0.1mleach
Lower Upper
0 0 1 3 90 1 0 3 131 0 0 4 201 0 1 7 1 211 1 0 7 1 231 1 1 11 3 361 2 0 11 3 362 0 0 9 1 362 0 1 14 3 372 1 0 15 3 442 1 1 20 7 892 2 0 21 4 472 2 1 28 10 1503 0 0 23 4 1203 0 1 39 7 1303 0 2 64 15 3803 1 0 43 7 2103 1 1 75 14 2303 1 2 120 30 3803 2 0 93 15 3803 2 1 150 30 4403 2 2 210 35 4703 3 0 240 36 13003 3 1 400 71 24003 3 2 1100 150 4800
Sumber : http://malishodikin.blogspot.com/2010/07/kontaminasi-bakteri-coliform-
pada-air.html
Dari tabung yang positif terbentuk asam dan gas terutama pada masa
inkubasi 1 x 24 jam, suspensi diinokulasikan pada media Eosin Methylen Blue
Agar (EMBA) secara aseptik dengan menggunakan jarum inokulasi. Koloni
bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna merah kehijauan dengan kilap metalik
atau koloni berwarna merah muda dengan lendir untuk kelompok Coliform
lainnya (Widiyanti, 2004).
Tabung yang memperlihatkan pembentukan gas diuji lebih lanjut dengan
uji peneguhan dan bila diperlukan dilakukan uji Coliform asal-tinja. Uji
peneguhan dilakukan untuk meneguhkan bahwa gas yang terbentuk disebabkan
oleh kuman coliform dan bukan disebabkan oleh kerja sama beberapa spesies
sehingga menghasilkan gas. Uji Coliform asal-tinja dilakukan bila ingin diketahui
bahwa kuman coliform yang diperoleh termasuk coliform asal-tinja. Untuk uji
peneguhan digunakan Brilliant Green Bile Lactose Broth (BGBL) yang
diinokulasi dengan satu mata ose media yang memperlihatkan hasil positif pada
uji duga. Kaldu BGLB diinkubasi pada suhu 35oC selama 48 jam (Lay, 2001).
Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji pelengkap untuk menentukan
bakteri Escherichia coli. Dari koloni yang berwarna pada uji penguat
diinokulasikan ke dalam medium Lactose Broth dan medium agar miring Nutrient
Agar (NA), dengan jarum inokulasi secara aseptic. Diinkubasi pada suhu 37oC
selama 1 x 24 jam. Bila hasilnya positif terbentuk asam dan gas pada Lactose
Broth, maka sampel positif mengandung bakteri Escherichia coli. Dari media agar
miring NA dibuat pewarnaan Gram dimana bakteri Escherichia coli merupakan
Gram negatif berbentuk batang pendek. Untuk membedakan bakteri golongan koli
dari bakteri golongan koli fekal (berasal dari tinja hewan berdarah panas),
pekerjaan dibuat duplo, dimana satu seri diinkubasi pada suhu 37oC (untuk
golongan koli) dan satu seri diinkubasi pada suhu 42oC (untuk golongan koli
fekal), bakteri golongan koli tidak dapat tumbuh baik pada suhu 42oC, sedangkan
golongan koli fekal dapat tumbuh dengan baik pada suhu 42oC (Widiyanti, 2004).
II.1.4. Bakteri Coliform
Coliform merupakan suatu kelompok bakteri yang digunakan sebagai
indicator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air. Coliform
dibedakan menjadi dua yaitu Coliform fecal dan Coliform total. Untuk
mengetahui jumlah coliform dalam pemeriksaan bakteriologi pada air sumur
digunakan metode perhitungan angka paling mungkin atau nilai Most Probable
Number (MPN) dengan metode tabung ganda terhadap Coliform fecal dan
Coliform total. Pengujian ini dilakukan secara bertahap sehingga metode ini
sesuai untuk dilakukan di laboratorium serta hasil lebih sensitif dan dapat
mendeteksi Coliform dalam jumlah yang sangat rendah dalam sampel air
(Anonim, 2003).
Kelompok Coliform mencakup bakteri yang bersifat aerobik dan anaerobik
fakultatif, batang Gram-negatif, dan tidak membentuk spora. Coliform
memfermentasikan laktosa dengan pembentukan asam dan gas dalam waktu 48
jam pada suhu 35oC, kelompok coliform dipilahkan menjadi coliform asal tinja
dan bukan-tinja (misalnya tanah). Coliform asal tinja mampu menghasilkan gas
dalam kaldu E. coli dalam waktu 24 jam pada suhu 44,5oC (Lay, 2001).
Golongan bakteri Coli, merupakan jasad indikator di dalam substrat air,
bahan makanan, dan sebagainya untuk kehadiran jasad berbahaya, yang
mempunyai persamaan sifat antara lain Gram negatif berbentuk batang, tidak
membentuk spora dan mampu memfermentasikan kaldu laktosa pada temperatur
37oC dengan membentuk asam dan gas di dalam waktu 48 jam (Suriawiria, 2008).
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam
saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan
bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya, bakteri coliform fecal adalah
bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fecal
menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi
positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh
lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain
(Dad,2000).
Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik
lain. Lebih tepatnya, sebenarnya, bakteri coliform fecal adalah bakteri indikator
adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fecal menjadi indikator
pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan
keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih murah,
cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh bakteri
coliform adalah, Esherichia coli dan Entereobacter aerogenes. Jadi, coliform
adalah indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya, kualitas
air semakin baik (Friedheim, 2001).
Jadi coliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai
indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air,
makanan, susu dan produk susu. Coliform sebagai suatu kelompok dicirikan
sebagai bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik
dan anaerobik fakultatif yang memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam
dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35oC. Adanya bakteri coliform di dalam
makanan atau minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat
enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Widiyanti,
2004).
Bakteri Coliform berdasarkan asal dan sifatnya dibagi menjadi dua
golongan yaitu Coliform fekal, seperti Escherichia coli yang betul-betul berasal
dari tinja manusia, dan Coliform non fekal, seperti aerobacter dan Klebsiella yang
bukan berasal dari tinja manusia tetapi biasanya berasal dari hewan atau tanaman
yang telah mati (Suriawiria, 2008).
Gambar 1. E.coli (Sumber : http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2008)
Sifat-sifat “Coliform Bacteria” yang penting adalah mampu tumbuh baik
pada beberapa jenis substrat dan dapat mempergunakan berbagai jenis karbohidrat
dan komponen organik lain sebagai sumber energi dan beberapa komponen
nitrogen sederhana sebagai sumber nitrogen, mempunyai sifat dapat mensintesis
vitamin, mempunyai interval suhu pertumbuhan antara 10 - 46,50C, mampu
menghasilkan asam dan gas gula, dan dapat menghilangkan rasa pada bahan
pangan.(Suriawiria, 2008).
Menurut Pelczar & Chan (2008) walaupun E. coli merupakan bagian dari
mikroba normal saluran pencernaan, tapi saat ini telah terbukti bahwa galur-galur
tertentu mampu menyebabkan gastroeritris taraf sedang hingga parah pada
manusia dan hewan. Jika dalam 100 ml air minum terdapat 500 bakteri Coli,
memungkinkan terjadinya penyakit gastroenteritis yang segera diikuti oleh
demam tifus E. coli pada keadaan dapat mengalahkan mekanisme pertahanan
tubuh sehingga dapat tinggal di dalam blader atau biasa disebut cystitis, pada
pelvis ginjal atau biasa disebut pyelitis dan hati, antara lain dapat menyebabkan
diare, septimia, peritonitis, meningitis dan infeksi lainnya (Suriawiria, 2008).
II. 2. Kerangka Teori
Bagan 1. Kerangka teori uji mikrobiologi bakteri koliform pada air sumur
Air Sumur
Uji Mikrobiologi Air
(Most Probable Number)
Uji Penduga
(Presumtive Test)
Uji Penguat
(Confirmed Test)
Uji Pelengkap
(Completed Test)
Terjadi perubahan warnamenjadi kuning dan
timbulnya gas
1. Temperatur2. Waktu inkubasi
Tabel MPN
Jumlah bakteri coliformdalam indeks MPN/100 ml
Lokasi atau jarak darisumber pencemaran
Dinding sumurBibir sumur
II. 3. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka konsep uji bakteri koliform pada air sumur RW 01 Desa
Panti Bakti Muara Gembong Bekasi
Air Sumur RT 01 dan RT 02 DesaPanti Bakti Muara Gembong Bekasi
Uji Kualitas Air dengan MetodeMPN (Most Probable Number)
Uji Penduga
(Presumtive Test)
Uji Penguat
(Confirmed Test)
Uji Pelengkap
(Completed Test)
Terjadi perubahan warnamenjadi kuning dan
timbulnya gas
Tabel MPN
Jumlah bakteri coliformdalam indeks MPN/100 ml