Bab 2 Fix (Autosaved)
description
Transcript of Bab 2 Fix (Autosaved)
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi kasus
1. Definisi Skoliosis
Pengertian skoliosis menurut hipocrates yaitu melengkungnya vertebrae
(tulang belakang) kea rah lateral, skoliosis biasanya disebabkan oleh idiopatik
(70% - 80% dari kasus) tidak di ketahui penyebabnya. Scoliosis adalah kelainan
tiga dimensi dari tulang belakang dan tulang rusuk. skoliosis dapat berkembang
yaitu, antara lain : kurva primer tunggal (menyerupai huruf C) atau dua kurva
(kurva primer dan kurva sekunder berkompensasi membentuk huruf S). Scoliosis
dapat terjadi di punggung atas (thorakal) atau punggung bawah (lumbar), tetapi
paling sering terjadi di daerah antara thorakal dan daerah lumbal (area
torakolumbalis). Skoliosis dapat juga didefinisikan dengan bentuk kurva, lokasi,
arah dan besarnya, dan jika mungkin, penyebabnya. Tingkat keparahan scoliosis
ditentukan oleh sejauh mana kelengkungan tulang belakang dan dengan sudut
rotasi trunk (Suken A. Shah, MD, 2009) .
2. Anatomi tulang belakang
Tulang belakang adalah bagian tubuh manusia yang bertugas menopang
hampir 2/3 beban dari berat badan, tulang belakang terbentuk dari serangkaian
collumna vertebralis. Collumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang
8
9
adalah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut dengan
vertebrae atau ruas tulang belakang.
Tulang vertebra tersusun atas 33 tulang, yaitu: 7 buah tulang cervikal, 12
buah tulang thoracal, 5 buah tulang lumbal, serta 5 buah tulang sakral. Tulang
servikal, torakal dan lumbal masih tetap berbeda sampai kapanpun, namun tulang
sakral dan koksigeus satu dengan yang lain akan menyatu dan membentuk dua
tulang yaitu tulang sakrum dan koksigeus (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono,
2007).
Gambar 2.1
Columna vertebralis, facies posterior et lateralis (Artner, 2002)
10
Vertebrae terdiri atas dua komponen utama, yaitu spongiosa pada bagian
ventral yang juga merupakan corpus dari vertebra, berbentuk silinder dan struktur
posterior tersusun oleh tulang pipih arcus vertebrae posterior.
Korpus vertebrae dihubungkan dengan arkus posterior oleh sepasang pilar
kokoh yang disebut pedikel, yaitu terdiri dari pedikel kiri dan pedikel kanan. Ke2
pedikel tersebut dihubungkan dengan spasang struktur yang pipih yang
melengkung pada bagian tengah yang disebut lamina, pertemuan antar lamina kiri
dan kanan terdapat suatu penonjolan tulang ke arah dorsum yang disebut
prosessus spinosus. Antara pedikel dan lamina di masing-masing sisi terdapat
tonjolan tulang le arah lateral dan membentuk sepasang prossessus transversus.
Kemudian, diantara prosessus transversus dan lamina terdapat prossessus
artikularis membentuk sendi facet antara satu vertebrae dengan vertebra di
proksimalnya. Hubungan kesinambungan antara pedikel dan lamina pada satu sisi
dengan sisi yang lainnya terbentuk tulang seperti cincin, yang mana masisng-
masing dari cincin tersebut membentuk kanal dari cervikal hingga sacral, yang
menjadi tempat dilaluinya medulla spinalis dalam selaput durameter.
11
Gambar 2. 2
Saluran ruas tulang belakang. Canalis vertebralis kelima tampak atas(Sabotta,
2003)
Gambar 2.3
Isi saluran ruas tulang belakang.Canalis vertebralis pinggul ketiga tampak atas
(sabotta, 2003)
12
a. Ligamen pada tulang belakang
Struktur pada vertebrae diperkuat oleh adanya beberapa ligamen, antaralain
yaitu, Ligamen Longitudinal Anterior, Ligamen Longitudinal Posterior,
Ligamen Kapsular, Ligamentum Flavum, Ligamentum Interspinosus,
Ligamentum Supraspinosus, Ligamentum Intertransversal, Ligamentum
Iliolumbar, Ligamentum Sacroiliaca, Ligamentum Vertebropelvic.
Gambar 2.4
ligamen pada vertebra (Netter, 2006)
13
b. Otot-otot pada tulang belakang
Pada tulang belakang untuk dapat melakukan suatu gerakan dilakukan oleh
otot yang bekerja pada tulang belakang tersebut diantaranya yaitu :
TABEL 1.1
Otot pada tulang belakang dan fungsinya
Kerja Otot Otot Yang Bekerja
Flexor anterior 1) Rectus abdominis2) Obliquus abdominis
eksternus3) Obliquus abdominis
internus 4) Psoas major5) Iliacus 6) Quadratus lumborum
Fleksor Lateral 1) Rectus abdominis 2) Obliquus abdominis
eksternus3) Obliquus abdominis
internus 4) Erector spinae 5) Quadratus lumborum6) Semispinalis (thoraks)7) Multifidus Lihat
Rotator 1) Obliquus abdominis eksternus2) Obliquus abdominis internus 3) Erector spinae 4) Semispinalis 5) Multifidus
14
Gambar 2.4
Otot-otot punggung (sabotta, 2009)
c. Persyarafan pada vertebra
Jaringan saraf terbungkus dalam kolumna lumbal vertebra yang memanjang
dari medula batang otak sampai kearea vertebra lumbal pertama disebut medula
spinalis. Medula spinalis merupakan sistem saraf pusat yang melewati vertebrae.
Sistemt saraf pusat, yaitu meliputi otak dan medulla spinalis
Saraf pada columna vertebra terbagi dari empat bagian, yaitu : Saraf spinal
serviks (C1-C2), Saraf spina toraks (T1-T12), Saraf spina lumbal (L1-L5), dan
Saraf spina sakral (S1-S5).
15
Saraf spinal terdapat tiga puluh satu pasang saraf spinal berawal dari korda
melalui radik dorsal ( posterior ) dan ventral ( anterior ). Pada bagian distal radiks
dorsal ganglion , dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal, semua saraf
tersebut adalah gabungan ( motorik dan sensorik ) membawa informasi kekorda
melalui neuron eferen dan meninggalkan korda melalui neoren eferen. Saraf
spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna vertebra tempat
munculnya saraf tersebut.
Gambar 2.5
Anatomi persyarafan pada tulang belakang (anatomy, 2011 )
16
TABEL 1.2
Persyarafan tulang belakang
Pleksus Terbentuk dari mensyarafi
Pleksus serviks C1,C2,C3,C4,C5 Sebagian otot leher, dan
kulit kepala,leher,serta
dada
Pleksus brakial C5, C6, C7, C8, dan T1,
dengan melibatkan C4
dan T2
Otot pada leher dan bahu.
Pleksus lumbal L1,L2,L3,dan L4 T12 kulit dan otot dinding
abdomen, paha dan
genitalia eksternal
Pleksus sacral S1,S2 Otot fleksor paha dan
kulit pada paha anterior,
regia panggul, dan
tungkai bawah.
Pleksus koksiks S5, S4 Regia koksiks
Gambar 2.6
Saraf-saraf ruas tulang belakang vertebra (Sabotta, 2003)
17
Medulla spinalis berbentuk selinder berongga agak pipih. Diameter
struktur ini biasanya sekitar ukuran jari kelingking, panjang rata-rata 42 cm. Tiga
puluh satu pasang saraf spina keluar dari area urutan korda melalui foramina
intervertebral. Saraf spina l bagian bawah yang keluar sebelum ujung korda
mengarah ke bawah disebut korda ekuina, muncul dari kolumna spinalis pada
foramina intervertebral lumbal dan sacral yang tepat. Filum terminal adalah
perpanjangan fibrosa pia meter yang melekat pada konus medularis sampai
kekolumna vertebra.
Gambar 2.7
Sumsum tulang belakang, Medulla spinalis dan saraf spinal (Sabotta, 2003)
18
b) Fisiologi Vertebrae
Fisiologi vertebra meliputi dua aspek, yaitu kinematika dan kinetika yang
berkaitan dengan struktur anatomi vertebrae.
a. Kinematika vertebra servikal
Dalam posisi tegak leher akan sedikit lordosis akibat dari tonus otot pada
daerah paravertebrae, fungsi kinematika dari servikal kebanyakan terjadi dalam
keadaan pasif. Rentang gerak antara oksiput (C0) dan C1 adalah 250 fleksi dan
ekstensi, 50 lateral bending pada setiap sisi, dan 4-70 rotasi pada tiap sisi. Antara
C1 dan C2 rentang geraknya meliputi 150 fleksi dan ekstensi, 70 lateral bending,
dan 470 axial rotasi. Kesimpulannya, hampir 40-50% total rentang gerak axial
pada orang dewasa normal terjadi di level C1-C2. Pada subaksial vertebra, serta
rentang gerak dari flexi ke ekstensi sebesar 12-230, sudutnya biasanya lebih besar
di segmen yang lebih rendah.
Kinematika dari vertebra servikal menunjukan adanya gerak coupled, yaitu
suatu gerakan yang berulang dan berhubungan dengan gerakan lain dengan arah
yang berbeda.
Ligamen dan discus intervertebralis berperan dalam kinetika vertebra
servikal. Ligamen dirancang sebagai struktur mekanis untuk menahan beban
dalam bentuk tension. Secara umum, strukturnya tidak dapat bertahan terhadap
bending, twisting dan compression.
Ligamen longitudinal anterior memiliki fungsi utama menahan ekstensi,
ligamen interspinosus dan supraspinosus menahan flexi, sedangkan ligamen
19
kapsular menstabilkan sendi facet. Ligamen posterior longitudinal dan flavum
selain berfungsi untuk menstabilkan pada saat lateral bending, juga melindungi
medulla spinalis. Berbeda dengan ligamen spinalis diskus intervertebralis dapat
menahan gaya dari arah yang berbeda-beda.
Diskus intervertebralis terdiri atas tiga bagian, yaitu nukleus pulposus, anulus
fibrosus, dan cartilaginus endplates. Nukleus pulposus merupakan daerah yang
menyerupai cairan ditengah diskus yang dikelilingi oleh anulus fibrosus. Anulus
terdiri dari beberapa lapisan serabut yang dianyam heliks, dengan arah serat
berlainan disetiap lapisnya. Konstruksi yang teranyam saling silang secara heliks
ini banyak ditemukan pada struktur biologis silindris lainnya. Kombinasi dari
cairan di tengah dan struktur fiber di luar memberikan diskus respon yang lembut
dan fleksibel pada level beban yang rendah.
b. Kinematika vertebrae thorakolumbal
Kinematika ini dibagi atas dua bagian. Bagian pertama merupakan lower
thorasic spine yang terdiri dari 12 vertebra toraks, sedangkan bagian ke2
merupakan lumbar spine yang terdiri 5 vertebra lumbal. Lower thoracid spine
adalah daerah transisional pada kolumna vertebra, yaitu peralihan dari sifat
kinematis vertebra servikal yang memiliki sifat kinematis seperti vertebrae
lumbal.
Kinematika vertebra lumbal dipengaruhi oleh sifat korpus vertebra, diskus
intervertebralis, dan kontribusi oleh otot-otot abdominal dan paravertebra.
Vertebra lumbal memiliki kemampuan utama untuk menahan beban (load
bearing)
20
3. Biomekanika
a. Biomekanika vertebra
Biomekanika adalah ilmu yang menyelidiki, menggambarkan, dan
menganalisis gerakan manusia. Biomekanika memandang tubuh sebagai suatu
sistem yang terdiri atas elemen-elemen yang saling berkaitan dan terhubung satu
sama lain melalui sendi dan jaringan otot.
Unit fungsional vertebra terdiri atas dua vertebra yang berdekatan dan diskus
intervertebralis, kecuali untuk C1 (atlas) dan C2 (sumbu). Vertebra C1 dan C2
memiliki geometri yang khusus dan memungkinkan jangkauan gerak kepala yang
luas.
Fungsi utama biomekanika vertebra adalah mendukung tekanan berat badan
dan kekuatan otot vertebra. Tulang trabekula mendukung sebagian besar beban
tekanan vertikal, sehingga sebagian trabekula berorientasi vertikal, searah dengan
pembebanan utama. Sedangkan trabekula horizontal berfungsi menstabilkan
trabekula vertikal.
Endplate vertebra membentuk batas struktural antara diskus intervertebralis
dan inti calcaneus tulang vertebra. Fungsi utamanya, yaitu mencegah ekstrusi dari
diskus ke dalam vertebra dan mendistribusikan beban secara merata ke arcus.
Selain itu endplate berfungsi sebagai membran semipermeabel yang
memungkinkan transfer air dan zat terlarut, sehingga mencegah hilangnya
molekul proteoglikan dari diskus.
21
Diskus intervertebra berperan untuk menstabilkan dan mempertahankan satu
pola garis lurus vertebra dengan cara menjangkarkan satu diskus dengan diskus
yang lain. Struktur diskus terdiri atas cincin luar (anulus vibrosus ) yang
mengelilingi substansi gelatin lunak, yang disebut nukleus pulposus.
Gambar 2. 8
Transfer beban pada diskus normal dan degeneratif (Catherine, 2015)
Prosessus transversus dan spinosus berperan untuk memulai gerakan
vertebra dan menjaga stabilitas. Saat hiperekstensi, sekitar 30% beban
ditransmisikan melalui sendi facet. Dalam posisi tegak, 10-20% beban dibawa
oleh sendi facet. Sendi facet menahan lebih dari 50% beban anterior pada posisi
menekuk ke depan hingga 2.000 N.
Ligamen berkontribusi menjaga stabilitas intrinsik vertebra dengan
membatasi gerak yang berlebihan. Fungsional sistem otot dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu :
1) Stabilisator lokal
22
Stabilisator lokal terdiri atas otot spinal dan paraspinal di sekitar vertebra,
yang berfungsi mengontrol posisi netral sendi intervertebralis dan mencegah
terjadinya pergerakan pada kondisi dengan beban rendah.
2) Stabilisator global
Stabilisator lokal terdiri atas otot obliqus, psoas, dan gluteus medius yang
berfungsi menahan gaya stres dan strain. Stabilisator ini berfungsi membantu
pergerakan, dan mengembalikan posisi tubuh dalam keadaan semula.
3) Mobilisator global
Mobilisator global terdiri dari otos Rectus obdominis, iliokostalis, dan
piriformis yang berfungsi untuk membantu pergerakan yang lebih besar dari
vertebra, menghasilkan gerakan yang cepat dan kuat, dan meningkatkan kerja otot
ketika terjadi pembebanan pada tubuh.
Gerakan intervertebral memiliki enam derajat kebebasan, yaitu rotasi dan
translasi sepanjang sumbu inferios-superior, medial-lateral, dan posterior-anterior.
Gambar 2.9 Karakteristik pergerakan Segmen Vertebra (Jean, 2011)
23
Kondisi vertebra akan berubah secara dinamis ketika fleksi dan ekstensi.
Gambar 3.0
Kondisi Vertebra ketika Fleksi dan Ekstensi
b. Biomekanik mengangkat beban :
1) Static Loading
Posisi tubuh mempengaruhi beban pada vertebra. Pada kondisi berdiri,
selain berat kolumna vertebra, otot-otot postural juga aktif mengkompresi
vertebra. Pusat garis grafitasi tubuh (COG) umumnya jatuh padadaerah depan
vertebra lumbal, yang menciptakan momen pembungkukan ke arah depan.
2) Loads During Lifting
Vertebra mendapat penekanan ketika mengangkat beban tertentu. Beban
yang diterima vertebra bisa menjadi sangat besar ketika proses pengangkatan
beban, yang berpotensi menyebabkan kerusakan pada vertebra. Kekuatan
24
mengangkat dipengaruhi oleh, berat benda yang diangkat, ukuran benda, posisi
vertebra, kecepatan mengangkat, dan teknis mengangkat.
Hal yang perlu dicermatii, cara mengangkat beban dengan membungkuk
atau jongkok tidak memiliki perbedaan efek kompresi gaya geser pada vertebra
yang signifikan.
Gambar 3.1
Pengaruh teknis mengangkat beban terhadap vertebra (OpenStax, 2013)
4. Patologi kasus
a. Patofisiologi
Onset kejadian dari skoliosis idiopatik dibagi atas 3 periode utama. Periode itu
adalah zona infantile, juvenile, dan adolescent.
1) Intantile ( anak - anak )
Terjadi pada anak sejak lahir hingga berumur 3 tahun. Pada umumnya, di
deteksi pada tahun pertama sejak kelahiran. Kasus ini lebih sering terjadi di
Inggris, biasanya pada laki- laki dan biasanya lokasi terjadinya adalah pada
25
lekukan thoracic sebelah kiri. Mayoritas sembuh secara spontan, walaupun tidak
diobati dan mungkin ini dikarenakan hasil dari pembentukan ketika di rahim;
beberapa kasus berkembang menjadi struktur lekukan yang cukup kaku, keras dan
prognosis yang jelek.
2) Juvenile ( remaja )
Terjadi pada umur 4 tahun hingga 10 tahun. Perbedaan antara kasus remaja
awal dengan fase anak anak akhir biasanya sulit di pisahkan kecuali didasarkan
atas pemeriksaan x-ray. Kebanyakan dari kasus ini dideteksi pada umur lebih dari
6 tahun dan berlokasi pada kurva thorax kanan. Pada kelompok umur ini,
prevalensi kasus diantara perempuan dan laki laki terjadi secara merata.
3) Adolescent ( dewasa )
Kasus pada zona ini didiagnosa ketika kurva dilihat pada umur 10 tahun dan
skeletal yang matang. Bentuk dari thorax kanan dan torakolumbal lebih dominan.
Perubahan bentuk kurva ini lebih banyak dideteksi pada kelompok umur ini
namun sudah terjadi sebelum umur 10 tahun, tapi tidak di deteksi hingga usia
menjelang dewasa. Delapan puluh persen dari skoliosis dewasa terjadi pada
perempuan, dan kurva yang terbentuk cenderung ke kanan.
b. Etiologi Skoliosis
Walaupun hampir 80% penyebab skoliosis idiopatik atau belum diketahui
pasti penyebabnya, namun ada beberapa teori yang menunjukkan penyebabnya
seperti faktor genetik, hormonal, abnormalitas pertumbuhan, gangguan
26
biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan jaringan fibrosa, beberapa
diantaranya yaitu :
1) Faktor genetik
Dilaporkan bahwa faktor genetik mempunyai komponen pada perkembangan
scoliosis, terjadi peningkatan insiden pada keluarga pasien dengan scoliosis
idiopatik dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit
scoliosis.
2) Faktor hormonal
Defisiensi melatonin diajukan sebgai penyebab scoliosis. Sekresi melatonin
pada malam hari menyebabkan penurunan progresivitas scoliosis dibandingkan
dengan pasien tanpa progresivitas. Hormon pertumbuhan juga diduga mempunyai
peranan pada perkembangan skoliosis. Kecepatan progresivitas skoliosis pada
umumnya dilaporkan pada pasien dengan growth hormone.
3) Perkembangan Spinal dan Teori Biomekanik
Abnormalitas dari mekanisme pertumbuhan spinal juga menunjukkan
penyebab dari perkembangan dan progresivitas skoliosis, dimana dihubungkan
dengan waktu kecepatan pertumbuhan pada remaja . ketidakseimbangan antara
tulang dan otot disekitar vertebra mengakibatkan distorsi spinal pada saat
pertumbuhan dan arkus kaki yang tinggi.
4) Abnormalitas Jaringan
Beberapa teori diajukan sebagai komponen struktural pada komponen tulang
belakang (otot, tulang, ligamentum dan atau discus) sebagai penyebab skoliosis.
Beberapa teori didasari atas observasi pada kondisi seperti syndrome Marfan
27
(gangguan fibrillin), duchenne muscular dystrophy (gangguan otot) dan displasia
fibrosa pada tulang.
5) Gangguan sistem saraf pusat
Gangguan pada otak, medulla spinalis dan otot dapat menimbulkan skoliosis
karena ketidakseimbangan fungsi vestibular.
6) Faktor biologi
Salah satu faktor biologi yang berpengaruh pada skoliosis, yaitu
a) Enzim matrix metalloproteinase yang kadarnya lebih tinggi, sehingga
menimbulkan degenerasi diskus.
b) Melantonin, yaitu suatu hormon yang diproduksi oleh kelenjar pineal,
yang menyebabkan kadar melatonin menurun, insidensi skoliosis
mengalami peningkatan.
c. Proses patologi
Struktur tulang belakang yang normal adalah lurus dalam bidang koronal
dengan dua kurva pada bidang sagital dan tidak ada pembengkokkan ke arah
lateral. Pada daerah thorak cembung ke arah posterior ( kifosis), dan daerah
lumbal cembung ke arah anterior (lordosis). Kelainan dini yang dapat timbul pada
skoliosis adalah karena bermula dari jaringan lunak, yaitu terjadinya pemendekan
otot dan ligamen pada sisi yang cekung, hingga dapat berlanjut masalah pada
tulang.
Skoliosis adalah kelainan yang bersifat kompleks yaitu dengan karakteristik
tulang belakang yang melengkung ke arak lateral dengan rotasi vertebra. Semakin
28
lama tulang belakang pada prosessus spinosus di daerah kurva major , berputar ke
arah kurva yang lebih cekung seiring progesifitas perjalanan penyakit. Gerakan
angulasi dan rotasi juga dapat menyebabkan deformitas pada daerah posterior
tulang belakang.
Gambar 3.2
Gambaran Deformitas pada skoliosis (Szabo, 2012)
Pedikel lamina dan prosessus spinosus akan memendek dan menebal pada sisi
cekung, sendi facet akan tertekan dan akan cepat mengalami deformitas yang
degeneratif. Prosessus spinosus akan semakin berputar kesisi cekung sehinga
rusuk akan mengikuti putaran dari tulang belakang tersebut. Posterior rusuk pada
sisi cembung akan terdorong ke posterior dan menyebabkan rib hump (punuk)
pada skoliosis thorakal. Rusuk bagian anterior pada ke sisi cekung akan terdorong
ke anterior. Rib hump bertambah brat apabila apex terletak diantara Th 7 sebab
scapula akan terdorong ke depan dan memperberat deformitas yang terjadi. Pada
29
lumbal sisi cembung dapat menonjol karena disebabkan oleh prossessus
transfersus yang lebih tegak karena rotasi corpus vertebra.
Gambar 3.3
Gambaran Rib Hump (radioligi book, 2015)
Diskus pada sisi cekung akan mengalami penyempitan dan sebaliknya pada
sisi cembung akan mengalami pelebaran. Kanalis spinali juga akan mengalami
penyempitan, yaitu pada sisi cekung.
d. Prognosis
Prognosis skoliosis dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran kurva saat
pertama kali ditemukan, tipe dan rotasi kurvatur dan usia saat onset skoliosis
(Pelealu dkk, 2014). Semakin besar sudut, semakin besar skoliosis kemungkinan
akan memburuk (Safitri,2010). Adapun kondisi yang dapat memperburuk
scoliosis adalah:
1) Kegemukan
30
Kelebihan berat badan dapat memperberat beban terhadap tulang belakang
disamping memengaruhi keberhasilan pemakaian brace dan latihan.
2) Usia
Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar kemungkinan
gangguan ini akan menjadi semakin parah jika tidak diperbaiki.
3) Sudut kurva
Semakin besar sudut, semakin besar kemungkinan akan mengalami
perburukan apabila tidak dilakukan tindakan.
4) Lokasi
Skoliosis di bagian tengah atau bawah tulang punggung lebih kecil
kemungkinan menjadi buruk ketimbang skoliosis di bagian atas karena beban
berat badan bagian bawah lebih besar.
e. Tanda dan gejala
Gejala yang paling umum dari skoliosis ialah adanya suatu lekukan yang
tidak normal dari tulang belakang yang dapat berakibat nyeri, penurunan kualitas
hidup dan disabilitas, deformitas yang mengganggu secara kosmetik, hambatan
fungsional, masalah paru, kemungkinan terjadinya progresifitas saat dewasa, dan
gangguan psikologis. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan fisik
ialah deviasi prosesus spinosus dari garis tengah, punggung yang tampak miring,
rib hump, asimetri dari skapula, pinggul, bagian atas dan bawah trunkus (bahu dan
pelvis), serta perbedaan panjang tungkai ( Pelealu dkk , 2014).
f. Komplikasi
31
Dampak skoliosis terhadap organ tubuh lainnya terutama adalah
komplikasi pada jantung dan paru, tergantung pada derajat kurva, yaitu antara
lain:
1) Mild Scoliosis (< 200)
Pada derajaat ini efek tidak terlalu serius, tidak perlu tindakan hanya perlu
dilakukan monitoring.
2) Moderate Scoliosis (antara 25-700)
Efek tidak terlalu jelas dan tidak tampak adanya gangguan. Keluhan hanya
muncul saat melakukan aktivitas.
3) Severe Scoliosis (> 700)
Dapat menimbulkan penekanan pada paru-paru, menekan pernafasan,
penurunan level oksigen, dan kapasitas paru dapat berkurang hingga 80%.
Sehingga keadaan ini dapat menimbulkan gangguan fungsi pada jantung.
4) Very Severe Scoliosis (> 1000)
Pada kondisi ini dapat menimbulkan trauma pada paru dan jantung, yaitu
osteopenia dan osteoporosis.
5) Spinal Fusion Disease
Pasien yang pernah mengalami terapi bedah dengan fusi akan kehilangan
flexibilitas pada vertebra dan dapat terjadi kelemahan otot.
6) Degenerasi Diskus
32
Pada pasien yang menjalani terapi menggunakan bracing atau pembedahan
dapat mengalami degenerasi diskus, antara lain : a) Gangguan pertumbuhan
panjang badan, b) Rotasi diskus, c) Rasa nyeri karena penekanan saraf
B. Problematik Fisioterapi
Problematika fisioterapi yang sering timbul pada kondisi skoliosis, antara
lain :
1. Impairment
Impairment adalah suatu gangguan setingkat jaringan atau bisa juga suatu
keluhan yang dirasakan oleh pasien yang berhubungan dengan penyakit penderita.
Pada kondisi skoliosis ditemukan adanya problematik level impairment yaitu,
a. Kapsul sendi intervertebralis memendek pada sisi cekung (konkaf), terjadi
komperesi pada sendi facet, sehingga akan mengalami penurunan elasisitas
otot, keterbatasan LGS.
b. Pemendekan ligamen-ligamen pada sisi cekung (konkaf), yaitu ligamen
longitudinal anterior, ligamen longitudinal posterior, dan ligamen
interspinosus, sehingga stabilitas menurun.
c. Spasme pada otot sisi konvek dan kontraktur (pemendekan) otot-otot sisi
konkaf sehingga terjadi penurunan kekuatan otot. Pada otot-otot dapat terjadi
suatu perubahan yaitu: otot erector spine, otot kuadratus lumborum, otot psoas
mayor dan minor, otot latisimus dorsi, otot perut obeliqus abdominis (kecuali
otot multifidus).
33
2. Functional limitation
Functional limitation merupakan suatu problem yang berupa penurunan
atau keterbatasan saat melakukan aktivitas-aktivitas fungsional sebagai akibat dari
adanya impairment. Dalam kondisi skoliosi dapat ditemui problematik Functional
limitation, yaitu gangguan kesulitan membungkukkan badan atau mengambil
sesuatu di lantai, saat duduk atau berdiri lama karena adanya nyeri spasme.
3. Participation Restriction
Participation Restriction berupa ketidakmampuan pasien untuk melakukan
aktifitas yang berhubungan dengan pekerjaan, hobi dan interaksi dengan
masyarakat sekitar sebagai akibat dari impairment dan functional limitation. Pada
pasien dengan kondisi skoliosis yaitu, a. kurang bisa mengikuti kegiatan sosial
dimasyarakat seperti gotong royong dan perkumpulan di desanya, b. Keterbatasan
mengikuti kegiatan dilingkungan tempat kerjanya.
C. Teknologi Interverensi
1. Infra red
Infra red adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang 7.700 - 4 juta A (Sujatno dkk, 2002). Dengan panjang
gelombang, yaitu : a. Gelombang panjang (non penetrating) Panjang gelombang
di atas 12.000 A hingga 150.000 A, penetrasi hanya sampai ke lapisan superficial
34
epidermis ( sekitar 0,5mm ). Gelombang pendek (penetrating) Panjang gelombang
dari 7.700 A hingga 12.000 A, daya penetrasi hingga jaringan subkutan,
karenanya dapat mempengaruhi pembuluh darah kapiler, pembuluh limfe, ujung-
ujung saraf dan jaringan lain di bawah kulit.
a. Efek fisiologi
Apabila sinar infra merah diabsorbsi oleh kulit, maka akan terjadi
peningkatan suhu secara local (di daerah yang mengabsorbsi sinar tersebut).
Dengan peningkatan suhu / temperatur, maka akan timbul pengaruh yaitu;
1) Meningkatnya proses metabolise.
Proses metabolism yang terjadi pada lapisan superficial kulit akan meningkat
sehinga suplay oksigen dan nutrisi ke jaringan akan meningkat. Demikian pula
pada pengeluaran sisa-sisa metabolisme.
2) Vasodilatasi pembuluh darah
Pembuluh darah kapiler akan segera melebar (dilatasi) setelah penyinaran
infra merah, sehingga kulit tampak kemerahan tapi tidak merata . hal tersebut
dinamakan eritema.Meningkatkan proses metabolisme
3) Pengaruh terhadap jaringan otot
Kenaikan temperatur, selain dapat membuat rileksasi juga dapat membuat
kemampuan otot meningkat untuk berkontraksi.
b. Efek teraputik
1) Mengurangi nyeri
35
Penyinaran infra merah merupakan salah satu cara efektif untuk mengurangi
nyeri. Hal ini karena :
a) Bila diberikan mild heating : pengurangan nyeri karena efek sedatif
superfisial sensory nerve ending (ujung saraf sensorik superfisial)
b) Bila diberi stronger heating : akan terjadi counter irritation yang pada
akhirnya menurunkan nyeri. Karena nyeri timbul akibat akumulasi sisa
metabolisme yang disebut substansi P maka dengan meningkatnya
metabolism dan sirkulasi darah, substansi p tersebut akan dibuang.
2) Relaksasi otot
Relaksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan otot dalam keadaan hangat
dan tidak merasa nyeri.
3) Meningkatkan suplay darah
Peningkatan temperature akan diikuti oleh vasodilatasi yang akan
menyebabkan peningkatan suplay darah ke area yang bersangkutan.
4) Menghilangkan sisa-sisa metabolisme
Penyinaran di daerah yang luas akan mengaktifkan glandula gudofera
(kelenjar keringat) di seluruh tubuh, dengan demikian akan meningkatkan
pembuangan sisa-sisa metabolism melalui keringat.
c. Indikasi
1) Kondisi peradangan setelah sub-akut : kontusio, muscle strain, muscle
sprain, trauma sinovitis.
36
2) Arthritis : rheumatoid arthritis, osteoarthritis, myalgia, lumbago,
neuralgia, neuritis
3) Gangguan sirkulasi darah : thrombo-angitis obliterans, tromboplebitis,
reynold’s desease
4) Penyakit kulit : folliculitis, furuncolosi, wound
5) Persiapan exercise dan massage
6) Kontra Indikasi
Kontra Indikasi penyinaran Infra merah, antara lain : Daerah dengan
insufisiensi darah, gangguan sensibilitas kulit, ada kecenderungan terjadi
perdarahan, luka bakar, electric shock, headache / pusing, pingsan tiba-tiba
sewaktu penyinaran, menggigil, mata.
7) Metode aplikasi
Terapi panas inframerah adalah cara yang inovatif dan efektif untuk
mengatasi nyeri yang disebabkan karena Skoliosis. Salah satu manfaat dari
inframerah adalah dirancang khusus menggunakan panas inframerah yang efektif
dalam mengurangi kekakuan dan nyeri yang disebabkan di daerah yang terkena
dampak skoliosis. Jarak yang dapat digunakan jika pada generator non luminous
adalah 45-60 cm dengan dosis waktu antara 10-15 menit, sedangkan pada
penggunaan generator luminous adalah 35-45 cm dengan dosis waktu antara 10-
30 menit (Sujatno dkk, 2002). Pada penerapan infra red pada suatu jaringan atau
daerah, haruslah bebas dari kain penutup dan diaplikasikan tegak lurus.
2. Terapi Latihan Streching
37
Menggeliat (stretching) adalah gerakan yang kita lakukan untuk meregangkan
otot atau tendon sehingga otot yang kaku menjadi fleksibel kembali dan rentang
gerak (range of motion) jadi lebih besar. Hasilnya adalah otot yang tadinya kaku
terasa menjadi nyaman dan lebih mudah untuk dipakai bergerak kembali.
a. Efek fisiologis
1) Meningkatkan produksi cairan sinovial yang berfungsi melumasi
sendi (penting untuk mencegah radang sendi).
2) Melemaskan dan melenturkan otot, dan meningkatkan rentang gerak. Jika
dilakukan dengan benar dan teratur, stretching menurunkan resiko cedera
akibat exercise.
b. Efek Terapeutik
1) Meningkatkan aliran darah (mencegah pengerasan pembuluh darah).
2) Otot yang lentur mengurangi resiko cedera saat melakukan kegiatan sehari-
hari.
3) Mengurangi sakit otot yang sering terjadi setelah olah raga dengan cara
mempercepat pembuangan asam laktat yang menumpuk saat working out.
4) Mempertahankan postur dan keseimbangan tubuh.
c. Indikasi
38
1) Keterbatasan ROM akibat kontraktur, adhesive, dan terbentuknya parut yang
memicu pemendekan conennective tissue dan kulit.
2) Keterbatasan yang memicu deformitas tulang atau sebaliknya.
3) Kontraktur yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
4) Kelemahan otot yang menimbulkan ketegangan otot.
d. Kontra indikasi
1) Tulang menghalangi gerakan (tulang sukar digerakkan).
2) Sedang mengalami patah tulang.
3) Terdapat gerajala peradangan akut pada daerah sekitar sendi.
4) Terdapat gejala osteoporosis.
5) Terjadi rasa sakit yang akut & menyulitkan pergerakan sendi & pemanjangan
otot. Mengalami cidera, dislokasi dan ketegangan otot yang akut.
6) Sedang menderita karena penyakit tertentu pada pembuluh darah maupun
penyakit kulit.
7) Terdapat pengurangan atau penurunan fungsi pada daerah pergerakan.
e. Metode Aplikasi
Ada banyak tehnik stretching, diantaranya yaitu : 1) Static Stretches, 2)
Passive (or Assisted) Stretching, 3) Active Stretching, 4) PNF Stretching, dan 5)
Isometric Stretching.
Untuk mendapatkan hasil maksimal dari sesi peregangan , perlu untuk
melakukan pemanasan dengan benar. Pada saat dilakukan stretching perlu
dilakukan saat tubuh rileks sehingga aliran gerakan tidak terganggu oleh
39
perubahan tingkat yang tidak perlu. Mengontrol stretch dengan distribusi berat
yang tepat, melibatkan tangan dan lengan, dan bentuk yang tepat adalah penting
untuk membantu mengukur intensitas peregangan.
Stretching dilakukan 30 detik, dengan total dua set, dan istirahat 10 detik
antar set. Dimulai dengan ambil napas panjang untuk menghilangkan asam laktat
dan membantu rileks sehingga meningkatkan aliran darah ke organ-organ, hal ini
juga sebagai tanda mengkomunikasikan strethcing dilakukan saat napas
dihembuskan atau pada saat tidak menahan napas.
3. Latihan core stability
Core Stability Exercises merupakan model latihan yang digunakan dengan
tujuan untuk meningkatkan kekuatan dan stabilitas pusat/batang tubuh. Core
Stability mengacu pada kemampuan tubuh untuk mempertahkan posisi dan
gerakan pada pusat tubuh.
Pusat tubuh, tersusun atas beberapa otot yakni, transversus abdominus,
multividus, diaphragm, pelvic floor muscle. Otot - otot tersebut bekerja bersama
untuk menghasilkan keseimbangan yang sempurna pada abdominal dan lumbar.
Core Stability Exercises bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dari
sekelompok otot tersebut. Latihan ini terdiri dari dua bentuk latihan, yakni latihan
kelentukan dan latihan kekuatan. Demi hasil yan maksimal, program laltihan
kelentukan harus dilakukan sebanyak 5 kali dalam satu minggu, sedangkan
program kekuatan dilakukan sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu.