Bab 1 Tugas Metodologi Fix
-
Upload
ayu-etika-s -
Category
Documents
-
view
15 -
download
4
description
Transcript of Bab 1 Tugas Metodologi Fix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi yang semakin pesat telah mempengaruhi dunia
usaha terutama dalam bidang jasa. Dalam hal ini perusahaan jasa semakin dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat, sehubungan dengan upaya peningkatan kualitas jasa,
seperti jasa pos, jasa telekomunikasi, jasa transportasi, dan sebagainya.
Dalam hal layanan jasa komunikasi, selain dalam bentuk telekomunikasi,
media cetak dan lainnya, bidang pelayanan dalam bentuk jasa pos sangat diperlukan
bagi kelancaran dalam berhubungan dengan berbagai pihak. Pelayanan jasa pos
semakin memegang peranan penting disetiap bidang kehidupan, baik bagi suatu
perusahaan, pemerintah, maupun mayarakat umum lainnya.
Karena pentingnya perusahaan tersebut, maka perusahaan harus
mengembangkan usaha sedemikian rupa agar mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat. Jika perusahaan semakin berkembang maka aktivitas yang dilakukan
perusahaan juga akan semakin meningkat. Dengan berkembangnya perusahaan
diharapkan dapat meningkatkan laba perusahaan. Perusahaan yang semakin
berkembang membuat perusahaan memerlukan orang-orang yang dapat
membantunya dalam melaksanakan aktivitas perusahaan.
Wewenang yang didelegasikan dari pemilik ke manajer menuntut manajer
untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan wewenang kepada pemilik. Untuk
dapat dimintai pertanggungjawaban, manajer harus mengetahui dengan jelas
wewenang apa yang didelegasikan kepadanya.
Pemilik atau manajer perusahaan pada perusahaan yang besar dan
berkembang tidak dapat mengendalikan pekerjaan bawahannya secara langsung.
Manajer perusahaan dinilai kinerjanya dalam melaksanakan peran mereka didalam
organisasi. Salah satu alat bantu bagi manajemen untuk dapat menilai kinerja
manajer perusahaan secara lebih baik adalah dengan adanya informasi akuntansi
pertanggungjawaban (fiesponsibility Accounting Information).
Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem akuntansi yang disusun
sedemikian rupa sehingga pengumpulan serta pelaporan biaya dan pendapatan
dilakukan sesuai dengan bidang pertanggungjawabannya didalam organisasi.
1
Dengan diterapkan akuntansi pertanggungjawaban maka dapat diketahui siapa saja
orang atau kelompok orang yang bertanggungjawab atas kinerja yang dihubungkan
dengan wewenang yang dimiliki tiap-tiap manajer. Tujuan pokok penilaian kinerja
adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam
mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya.
Laba perusahaan diperoleh melalui selisih antara pendapatan dengan biaya.
Pengendalian biaya melalui akuntansi pertanggungjawaban dapat dijalankan
dengan menyelenggarakan suatu sistem pencatatan atas biaya-biaya yang
terkendali. Dari sistem pencatatan ini dihasilkan laporan-laporan biaya yang
menunjukkan bagaimana manajer bertanggungjawab atas biaya-biaya yang terjadi
pada unit organisasi. Pendapatan dilain pihak dapat dikendalikan dengan melihat
anggaran pendapatan berdasarkan realisasi tahun sebelumnya. Dengan adanya
laporan biaya dan anggaran pendapatan ini, maka dapat diketahui besarnya
perbedaan antara laba sebenarnya yang diperoleh pada unit organisasi dengan laba
yang telah dianggarkan, sehingga kinerja dari manajer masing-masing departemen
dapat dinilai atau dievaluasi. Bagian yang mendapat paling banyak perhatian adalah
departemen pusat laba karena bagian inilah yang menghasilkan laba yang
diperlukan oleh kelangsungan usaha perusahaan dan bagi perusahaan yang
berorirentasi pada laba, keberhasilan diukur terutama dari laba yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai akuntansi pertanggungjawaban, dengan mengambil
judul skripsi “PERANAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN DALAM
MENINGKATKAN KINERJA MANAJER PUSAT LABA PADA PT POS
INDONESIA”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, berikut rumusan masalah yang
ditemukan oleh penulis :
1.2.1. Apakah akuntansi pertanggung jawaban yang diterapkan pada PT. Pos
Indonesia telah memadai
1.2.2. Bagaimana peranan akuntansi pertanggung jawaban dalam meningkatkan
kinerja manajer pusat laba pada PT. Pos Indonesia
2
1.3. Tujuan Penulisan
Sesuai rumusan yang telah dijelaskan di atas, maka berikut adalah tujuan penulisan
penelitian :
1.3.1. Untuk mengetahui memadainya akuntansi pertanggungjawaban dalam
meningkatkan kinerja manajer pusat laba PT. Pos Indonesia
1.3.2. Untuk mengetahui peranan akuntansi pertanggungjawaban dalam
meningkatkan kinerja manajer pusat laba PT. Pos Indonesia
1.4. Manfaat Penulisan
Berikut adalah manfaat yang didapat dari penulisan penelitian tersebut :
1.4.1. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini berguna dalam rangka pengetahuan dan pemahaman
penulis secara langsung yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu
mengenai teori akuntansi pertanggungjawaban yang di dapat selama kuliah.
Serta salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarja Ekonomi Program
Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
1.4.2. Bagi Perusahaan
Hasil ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan sebagai bahan
masukan dan sumbangan pemikiran.
1.4.3. Bagi Masyarakat dan Dunia Pendidikan
Penulis berharap agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran yang dapat berguna untuk menambah wawasan pengetahuan,
bahan kepustakaan dan sebagai kasus dilapangan untuk penelitian lebih
lanjut
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Akuntansi PertanggungjawabanPengertian akuntansi pertanggugjawaban menurut Anthony & Govindarajan
(2004) yaitu: “Akuntansi pertanggungjawaban bagian dari sistem pengontrolan
akunting yang merupakan salah-satu faktor yang mendukung implementasi strategi,
sedangkan strategi itu sendiri merupakan rencana pencapaian tujuan organisasi”.
Adapun pengertian akuntansi pertanggungjawaban yang dikemukakan oleh Hariadi
(2002) yaitu: “Suatu sistem yang mengukur prestasi dari masing-masing pusat
pertanggungjawaban berdasarkan informasi yang disampaikan dalam menjalankan
pusat-pusat pertanggungjawaban”
Sedangkan menurut Simamora (1999) pengertian akuntansi
pertanggungjawaban yaitu: “Bentuk akuntansi khusus yang dipakai untuk
mengevaluasi kinerja keuangan segmen bisnis”. Pada intinya, akuntansi
pertanggungjawaban mensyaratkan setiap manajer untuk berpartisipasi dalam
penyusunan rencana-rencana finansial segmennya dan menyediakan laporan kinerja
tepat waktu yang membandingkan hasil aktual dengan yang direncanakan.
Akuntansi pertanggungjawaban melibatkan suatu arus berkesinambungan informasi
yang berkaitan dengan arus berkelanjutan dari masukan-masukan kedalam, dan
keluaran-keluaran dari suatu pusat pertanggungjawaban perusahaan.
Akuntansi pertanggungjawaban merupakan salah satu konsep dari
akuntansi manajemen dan sistem akuntansi yang dikaitkan dan disesuaikan dengan
pusat-pusat pertanggungjawaban yang ada dalam organisasi. Istliah akuntansi
pertanggungjawaban ini akan mengarah pada proses akuntansi yang melaporkan
sampai bagaimana baiknya manajer pusat pertanggungjawaban dapat memanage
pekerjaan yang langsung dibawah pengawasannya dan yang merupakan
tanggungjawabnya atau suatu sistem yang mengukur rencana dan tindakan dari
setiap pusat pertanggungjawaban.
Menurut Hansen, Mowen (2005:116) definisi akuntansi
pertanggungjawaban adalah sebagai berikut ”Akuntansi pertanggungjawaban
adalah Sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai oleh setiap pusat
4
pertanggungjawaban menurut informasi yang dibutuhkan oleh para manajer untuk
mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka.”
Sedangkan akuntansi pertanggungjawaban menurut LM Samryn (2001:
258) adalah sebagai berikut : “Akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu
sistem akuntansi yang digunakan untuk mengukur kinerja setiap pusat
pertanggungjawaban sesuai dengan informasi yang dibutuhkan manajer untuk
mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka sebagai bagian dari sistem
pengendalian manajemen.
Dari berbagai definisi diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai
akuntansi pertanggungjawaban sebagai berikut :
a. Akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem akuntansi yang disusun
berdasarkan struktur organisasi yang secara tegas memisahkan tugas,
wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing tingkat manajemen.
b. Akuntansi pertanggungjawaban mendorong para individu, terutama para
manajer untuk berperan aktif dalam mencapai tujuan perusahaan secara efektif
dan efisien.
c. Penyusunan anggaran dalam akuntansi pertanggungjawaban adalah berdasarkan
pusat-pusat pertanggungjawaban. Dari laporan pertanggungjawaban dapat
diketahui perbandingan antara realisasi dengan anggarannya, sehingga
penyimpangan yang terjadi dapat dianalisa dan dicari penyelesaiannya dengan
manajer pusat pertanggungjawabannya.
d. Akuntansi pertanggungjawaban melaporkan hasil evaluasi dan penilaian kinerja
yang berguna bagi pimpinan dalam penyusunan rencana kerjaperiode
mendatang, baik untuk masing-masing pusatpertanggungjawaban maupun
untuk kepentingan perusahaan secara keseluruhan.
Sedangkan menurut Mulyadi (1983 : 379-380) dikemukakan :
“Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem yang disusun
sedemikian rupa sehingga pengumpulan dan pelaporan biaya dan penghasilan
dilakukan dengan bidang pertanggungjawaban dalam organisasi dengan tujuan agar
dapat ditunjuk orang atau kelompok yang bertanggungjawab terhadap
penyimpangan dari biaya dan penghasilan yang dianggarkan”.
5
Didalam pengertian di atas Mulyadi menyimpulkan bahwa syarat untuk dapat
menerapkan akuntansi pertanggungjawaban :
a. Struktur organisasi
Dalam akuntansi pertanggungjawaban struktur organisasi harus
menggambarkan aliran tanggungjawab, wewenang dan posisi yang jelas untuk
setiap unit kerja dari setiap tingkat manajemen selain itu harus menggambarkan
pembagian tugas dengan jelas pula.Dimana organisasi disusun sedemikian rupa
sehingga wewenang dan tanggungjawab tiap pimpinan jelas.Dengan demikian
wewenang mengalir dari tingkat manajemen atas ke bawah, sedangkan
tanggungjawab adalah sebaliknya.
b. Anggaran
Dalam akuntansi pertanggungjawaban setiap pusat pertanggungjawaban
harus ikut serta dalam penyusunan anggaran karena anggaran merupakan
gambaran rencana kerja para manajer yang akan dilaksanakan dan sebagai dasar
dalam penilaian kerjanya. Diikut sertakannya semua manajer dalam penyusunan.
c. Penggolongan biaya
Karena tidak semua biaya yang terjadi dalam suatu bagian dapat
dikendalikan oleh manajer, maka hanya biaya-biaya terkendalikan yang harus
dipertanggung jawabkan olehnya.Pemisahan biaya kedalam biaya terkendalikan
dan biaya tak terkendalikan perlu dilakukan dalam akuntansi
pertanggungjawaban.
d. Sistem akuntansi
Oleh karena biaya yang terjadi akan dikumpulkan untuk setiap tingkatan
manajer maka biaya harus digolongkan dan diberi kode sesuai dengan tingkatan
manajemen yang terdapat dalam struktur organisasi. Setiap tingkatan
manajemen merupakan pusat biaya dan akan dibebani dengan biaya yang terjadi
didalamnya yang dipisahkan antara biaya terkendalikan dan biaya tidak
6
terkendalikan. Kode perkiraan diperlukan untuk mengklasifikasikan perkiraan-
perkiraan baik dalam neraca maupun dalam laporan rugi laba.
e. Sistem pelaporan biaya
Bagian akuntansi biaya setiap bulannya membuat laporan
pertanggungjawaban untuk tiap-tiap pusat biaya. Setiap awal bulan dibuat
rekapitulasi biaya atas dasar total biaya bulan lalu, yang tercantum dalam kartu
biaya. Atas dasar rekapitulasi biaya disajikan laporan pertanggungjawaban
biaya. Isi dari laporan pertanggungjawaban disesuaikan dengan tingkatan
manajemen yang akan menerimanya. Untuk tingkatan manajemen yang
terrendah disajikan jenis biaya, sedangkan untuk tiap manajemen diatasnya
disajikan total biaya tiap pusat biaya yang dibawahnya ditambah dengan biaya-
biaya yang terkendalikan dan terjadi dipusat biayanya sendiri.
Di dalam pelaksanaan akuntansi pertanggungjawaban terdapat beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi adalah
sebagai berikut :
a. Struktur organisasi yang menetapkan secara jelas dan tegas menggambarkan
pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab untuk setiap unit dalam
struktur organisasi.
b. Penyusunan anggaran yang dilakukan oleh tiap tingkatan manajemen dalam
organisasi perusahaan.
c. Adanya pemisahan biaya sesuai dengan dapat dikendalikan tidaknya suatu
biaya oleh. seorang manajer pusat biaya tertentu dalam perusahaan.
d. Adanya klasifikasi dan kode rekening yang disesuaikan dengan tingkatan
manajemen dalam perusahaan.
e. Sistem pelaporan biaya pada setiap tingkatan perusahaan telah memenuhi
syarat dalam penerapan akuntansipertanggungjawaban.
2.2. Mnajemen KinerjaKata Manajemen Kinerja merupakan penggabungan dari kata manajemen
dan kinerja. Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur.
Menurut George R Terry dalam bukunya Principles of Management, Manajemen
7
merupakan suatu proses yang menggunakan metode ilmu dan seni untuk
menerapkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok manusia yang dilengkapi
dengan sumber daya/faktor produksi untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan
lebih dahulu, secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut John R Schermerhorn
Jr dalam bukunya Management, manajemen adalah proses yang mencakup
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian terhadap penggunaan
sumber daya yang dimiliki, baik manusiadan material untuk mencapai tujuan.
Secara mendasar, Manajemen kinerja merupakan rangkaian kegiatan yang
dimulai dari perencanaan kinerja, pemantauan / peninjauan kinerja, penilaian
kinerja dan tindak lanjut berupa pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian
kegiatan tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan.
Menurut Baird (1986) definisi Manajemen Kinerja adalah suatu proses kerja
dari kumpulan orang- orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana
proses kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus- menerus.
Menurut Direktorat Jenderal Anggaran (2008), manajemen kinerja
merupakan suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan
organisasi melalui pengembangan performansi aspek-aspek yang menunjang
keberadaan suatu organisasi. Pada implementasinya, manajemen kinerja tidak
hanya berorientasi pada salah satu aspek, melainkan aspek-aspek terintegrasi dalam
mendukung jalannya suatu organisasi.
Menurut Dessler (2003:322) definisi Manajemen Kinerja adalah: Proses
mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja ke
dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan
mendukung tujuan strategis perusahaan.
Menurut Udekusuma (2007) Manajemen kinerja adalah suatu proses
manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan
individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan
dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang
tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang
membuat dirinya termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar.
8
Tahapan Manajemen Kinerja:
Tahapan Manajemen Kinerja Menurut Williams (1998), terdapat empat
tahapan utama dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Tahapan ini menjadi suatu
siklus manajemen kinerja yang saling berhubungan dan menyokong satu dengan
yang lain.
a. Tahap pertama: directing/planning. Tahap pertama merupakan tahap identifikasi
perilaku kerja dan dasar/basis pengukuran kinerja. Kemudian, dilakukan
pengarahan konkret terhadap perilaku kerja dan perencanaan terhadap target
yang akan dicapai, kapan dicapai, dan bantuan yang akan dibutuhkan.
Indikator-indikator target juga didefinisikan di tahap ini. Menurut Khera (1998),
penentuan target/goal akan efektif bila mengadopsi SMART. SMART
merupakan singkatan dari Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan
Timebound (dalam Ilyas, 2006, p. 28). Sebuah target harus jelas apa yang akan
dicapai dan bagaimana mencapainya (spesific), terukur keberhasilannya
(measureable) dan orang lain dapat memahami/melihat keberhasilannya. Target
harus memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan
(achievable), masuk akal dan sesuai kondisi/realita (realistic), serta jelas sasaran
waktunya (timebound).
b. Tahap kedua: managing/supporting. Tahap kedua merupakan penerapan
monitoring pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada manage, dukungan,
dan pengendalian terhadap jalannya proses agar tetap berada pada jalurnya.
Jalur yang dimaksudkan disini adalah kriteria maupun proses kerja yang sesuai
dengan prosedur berlaku dalam suatu organisasi.
c. Tahap ketiga: review/appraising. Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah dilaksanakan.
Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap ini memerlukan
dokumentasi/record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi.
Evaluator harus bersifat obyektif dan netral agar didapat hasil evaluasi yang
valid.
d. Tahap keempat: developing/rewarding. Tahap keempat berfokus pada
pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi pedoman penentu
keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan dapat berupa
9
langkah perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu
kegiatan/prosedur yang telah ada, dan penetapan anggaran.
2.3. Laba PerusahaanLaba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi
sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha, dan dari
semua transaksi atau kejadian lain yang mempunyai badan usaha selama satu
periode, kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi pemilik
(Baridwan, 1992: 55).
Pengertian laba secara umum adalah selisih dari pendapatan di atas biaya-
biayanya dalam jangka waktu (perioda) tertentu. Laba sering digunakan sebagai
suatu dasar untuk pengenaan pajak, kebijakan deviden, pedoman investasi serta
pengambilan keputusan dan unsur prediksi (Harnanto, 2003: 444).
Dalam teori ekonomi juga dikenal adanya istilah laba, akan tetapi pengertian
laba di dalam teori ekonomi berbeda dengan pengertian laba menurut akuntansi.
Dalam teori ekonomi, para ekonom mengartikan laba sebagai suatu kenaikan dalam
kekayaan perusahaan, sedangkan dalam akuntansi, laba adalah perbedaan
pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi pada waktu dibandingkan
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tertentu (Harahap, 1997).
Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi
perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain, seperti laba per lembar
saham. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan
biaya. Dengan mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan dapat
diperoleh hasil pengukuran laba yang berbeda antara lain: laba kotor, laba
operasional, laba sebelum pajak, dan laba bersih.
Pengukuran laba bukan saja penting untuk menentukan prestasi perusahaan
tetapi penting juga penting sebagai informasi bagi pembagian laba dan penentuan
kebijakan investasi. Oleh karena itu, laba menjadi informasi yang dilihat oleh
banyak seperti profesi akuntansi, pengusaha, analis keuangan, pemegang saham,
ekonom, fiskus, dan sebagainya (Harahap, 2001: 259). Hal ini menyebabkan
adanya berbagai definisi untuk laba.
10
M. Yusuf, dkk (2002) menyebutkan bahwa informasi laba harus dilihat dalam
kaitannya dengan persepsi pengambilan keputusan. Karena kualitas informasi laba
ditentukan oleh kemampuannya memotivasi tindakan individu dan membantu
pengambilan keputusan yang efektif. Hal ini didukung oleh FASB yang menerbitkan
SFAC No. 1 yang menganggap bahwa laba akuntansi merupakan pengukuran yang baik
atas prestasi perusahaan dan oleh karena itu laba akuntansi hendaknya dapat digunakan
dalam prediksi arus kas dan laba di masa yang akan datang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Hendriksen dalam bukunya Accounting
Theory edisi kelima (1992:338) menetapkan tiga konsep dalam usaha mendefinisikan
dan mengukur laba menuju tingkatan bahasa. Adapun konsep-konsep tersebut meliputi:
a. Konsep Laba pada Tingkat Sintaksis (Struktural)
Pada tingkat sintaksis konsep income dihubungkan dengan konvensi (kebiasaan)
dan aturan logis serta konsisten dengan mendasarkan pada premis dan konsep
yang telah berkembang dari praktik akuntansi yang ada. Terdapat dua
pendekatan pengukuran laba (income measurement) pada tingkat sintaksis,
yaitu: Pendekatan Transaksi dan Pendekatan Aktiva.
b. Konsep Laba pada Tingkat Sematik (Interpretatif)
Pada konsep ini income ditelaah hubungannya dengan realita ekonomi. Dalam
usahanya memberikan makna interpretatif dari konsep laba akuntansi
(accounting income), para akuntan seringkali merujuk pada dua konsep
ekonomi. Kedua konsep ekonomi tersebut adalah Konsep Pemeliharaan Modal
dan Laba sebagai Alat Ukur Efisiensi.
c. Konsep Laba pada Tingkat Pragmatis (Perilaku)
Pada tingkat pragmatis (perilaku) konsep income dikaitkan dengan pengguna
laporan keuangan terhadap informasi yang tersirat dari laba perusahaan.
Beberapa reaksi usaha users dapat ditunjukkan dengan proses pengambilan
keputusan dari investor dan kreditor, reaksi harga surat terhadap pelaporan
11
income atau reaksi umpan balik (feedback) dari manajemen dan akuntan
terhadap income yang dilaporkan.
2.4. PT Pos IndonesiaPos Indonesia merupakan sebuah badan usaha milik negara (BUMN)
Indonesia yang bergerak di bidang layanan pos. Saat ini, bentuk badan usaha Pos
Indonesia merupakan perseroan terbatas dan sering disebut dengan PT. Pos
Indonesia. Bentuk usaha Pos Indonesia ini berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1995. Peraturan Pemerintah tersebut berisi
tentang pengalihan bentuk awal Pos Indonesia yang berupa perusahaan umum
(perum) menjadi sebuah perusahaan (persero). Pos Indonesia memiliki Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang dicatatkan di Akta Notaris Sutjipto, S. H.
Nomor 117 pada tanggal 20 Juni 1995 yang juga telah mengalami perubahan
sebagaimana yang dicatatkan di Akta Notaris Sutjipto, S. H. Nomor 89 pada
tanggal 21 September 1998 dan Nomor 111 pada tanggal 28 Oktober 1998.
Dunia perposan modern muncul di Indonesia sejak tahun 1602 pada saat
VOC menguasai bumi nusantara ini. Pada saat itu, perhubungan pos hanya
dilakukan di kota-kota tertentu yang berada di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.
Surat-surat atau paket-paket pos hanya diletakkan di Stadsherbrg atau Gedung
Penginapan Kota sehingga orang-orang harus selalu mengecek apakah ada surat
atau paket untuknya di dalam gedung itu. Untuk meningkatkan keamanan surat-
surat dan paket-paket pos tersebut, Gubernur Jenderal G. W. Baron Van Imhoff
mendirikan kantor pos pertama di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta). Pos
pertama ini didirikan pada tanggal 20 Agustus 1746.
Era kepemimpinan Gubernur Jenderal Daendels di VOC membuat sebuah
kemajuan yang cukup berarti di dalam pelayanan pos di nusantara. Kemajuan
tersebut berupa pembuatan jalan yang terbentang dari Anyer sampai Panarukan.
Jalan sepanjang 1.000 km ini sangat membantu dalam mempercepat pengantaran
surat-surat dan paket-paket antarkota di Pulau Jawa. Jalan yang dibuat dengan
metode rodi (kerja paksa) ini dikenal dengan nama Groote Postweg (Jalan Raya
Pos). Dengan adanya jalan ini, perjalanan antara Provinsi Jawa Barat sampai
Provinsi Jawa Timur, yang awalnya bisa memakan waktu puluhan hari, bisa
ditempuh dalam jangka waktu kurang dari seminggu.
12
Arus perkembangan teknologi telepon dan telegraf yang masuk ke Indonesia
pun mengubah sistem pelayanan pos di Indonesia. Pada tahun 1906, pos di
Indonesia pun akhirnya berubah menjadi Posts Telegraafend Telefoon Dienst atau
Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT). Layanan pos yang awalnya berpusat di
Welrevender (Gambir) juga berpindah ke Dinas Pekerjaan Umum atau Burgerlijke
Openbare Werker (BOW) di Bandung pada tahun 1923. Pada saat pendudukan
Jepang di Indonesia, Jawatan PTT dikuasai oleh militer Jepang. Angkatan Muda
PTT (AMPTT) mengambil alih kekuasaan Jawatan PTT tersebut dan kemudian
secara resmi berubah menjadi Jawatan PTT Republik Indonesia. Peristiwa tersebut
terjadi pada tanggal 27 September 1945. Hari itu pun diperingati sebagai Hari Bakti
PTT atau Hari Bakti Parpostel.
Cukup banyak perubahan dalam sistem Pos Indonesia sendiri. Perubahan
tersebut terlihat dari bentuk badan usaha yang dimiliki oleh Pos Indonesia secara
terus-menerus dari tahun ke tahun. Pada tahun 1961, Pos Indonesia resmi mejadi
perusahaan negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 240 Tahun 1961.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa Jawatan PTT itu kemudian berubah
menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Setelah menjadi
perusahaan negara, Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel)
mengalami pemecahan menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan
Giro) dan Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi). Hal ini
bertujuan untuk mencapai perkembangan yang lebih luas lagi dari masing-masing
badan usaha milik negara (BUMN) ini. Pemecahan PN Postel menjadi PN Pos dan
Giro dan PN Telekomunikasi ini memiliki legalitas hukum melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1965 dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1965.
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1978
dikeluarkan untuk mengubah lagi bentuk badan usaha dari pelayanan pos di
Indonesia ini (melalui PN Pos dan Giro). Dengan dikeluarkannya peraturan
tersebut, Perusahaan Negara Pos dan Giro berubah menjadi Perusahaan Umum Pos
dan Giro (Perum Pos dan Giro). Hal ini bertujuan untuk semakin mempermudah
keleluasaan pelayanan pos bagi masyarakat Indonesia. Perubahan bentuk usaha dari
13
sebuah perusahaan negara menjadi perusahaan umum ini pun disempurnakan lagi
supaya bisa mengikuti iklim usaha yang sedang berkembang melalui keluarnya
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1984 mengenai tata cara pembinaan dan
pengawasan. Setelah beberapa tahun memberikan pelayanan dengan statusnya
sebagai perusahaan umum, Pos Indonesia mengalami perubahan status atau bentuk
usaha lagi. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995,
Perum Pos dan Giro berubah menjadi PT. Pos Indonesia (Persero). Hal ini
bertujuan untuk memberikan fleksibilitas dan kedinamisan untuk PT. Pos Indonesia
(Persero) sehingga bisa lebih baik dalam melayani masyarakat dan menghadapi
perkembangan dunia bisnis yang semakin ketat persaingannya.
14