BAB 1 PENDAHULUAN -...
Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN -...
BAB 1 PENDAHULUAN
LAPORAN AKHIR 1Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam melaksanakan studi Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar,
Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian digunakan beberapa
dasar peraturan-peraturan yang dijadikan pedoman dalam penyusunan studi
ini, diantaranya:
1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, pasal
20,21, 22 dan pasal 27,28, 29
2) PP No. 56/2009 tentang Penyelenggaraan KA
3) PP No. 72/2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan KA
4) Peraturan Pemerintah No. 102 tahun 2000 Tentang Standardisasi
Nasional
Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki
peranan yang penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai
oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah serta
pengoperasian/ pengusahaan prasarana dan sarana kereta api dilakukan oleh
badan penyelenggara yang dibentuk khusus untuk itu. Pembinaan di bidang
lalu lintas dan angkutan kereta api yang meliputi aspek-aspek pengaturan,
pengendalian dan pengawasan lalu lintas dilaksanakan dengan
mengutamakan dan memperhatikan pelayanan kepentingan umum atau
masyarakat pengguna jasa kereta api, kelestarian lingkungan, tata ruang,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembinaan yang dilakukan
BAB 1 PENDAHULUAN
LAPORAN AKHIR 2Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
oleh pemerintah tersebut juga dimaksudkan untuk mewujudkan lalu lintas
angkutan kereta api yang selamat, aman, cepat, lancer, tertib, dan teratur
serta terpadu dengan moda transportasi lain. Dalam rangka memenuhi
kepentingan Pemerintah sebagai Pembina lalu lintas angkutan kereta api
serta memenuhi kepentingan masyarakat pengguna kereta api, maka
diwujudkan dalam berbagai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
antara lain mengenai jaringan pelayanan kereta api, struktur dan golongan
tarif, tanggung jawab pengangkut dan tata cara pengangkutan penumpang
dan barang serta pelayanan untuk orang cacat dan sakit.
Saat ini moda kereta api masih merupakan moda transportasi yang menjadi
pilihan dan banyak diminati masyarakat karena mempunyai jadwal yang
teratur dan tarifnya yang dianggap terjangkau oleh masyarakat menengah
ke bawah. Dalam melakukan perjalanan kereta api tidak dapat berhenti di
sembarang tempat. Disamping itu perjalanan kereta api juga sudah diatur
jadwal pemberangkatan dan tibanya pada stasiun-stasiun tertentu. Dengan
demikian pengoperasian kereta api merupakan suatu system yang kompleks
yang melibatkan banyak pihak sehingga membutuhkan sustu system yang
baik.
Pada saat ini masih terjadi kecelakaan kereta api, yang disebabkan oleh
beberapa hal antara lain: tabrakan kereta pai dengan kereta api, tabrakan
kereta api dengan lalu lintas angkutan jalan diperlintasan sebidang, kereta
api anjlog, terjadinya banjir dan longsor yang mengakibatkan terganggunya
perjalanan kereta api dan sebagainya.
Penelitian ini dilakukan untuk membantu meningkatkan pelayanan
perkeretaapian yang sesuai standar pelayanan yang ditetapkan sehingga
diharapkan memberikan layanan optimal kepada pengguna jasa/masyarakat.
Undang-undang No. 23 tahun 2007 dengan jelas member kesempatan
kepada pihak manapun untuk menjadi operator/penyelenggara kereta api
BAB 1 PENDAHULUAN
LAPORAN AKHIR 3Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
baik dari segi prasarana, sarana dan pelayanan yang selama ini hanya
diberikan kepada PT KA. Konsekuensinya semua pihak yang berminat baik
pemerintah daerah/BUMD maupun swasta dalam perkeretaapian
diperbolehkan. Oleh karena itu perlu disiapkan perangkat kelengkapan
pedoman untuk penyelenggaraan dan pengoperasian bidang perkeretaapian.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
a. Maksud Kegiatan
Maksud adalah melakukan studi penyusunan kebutuhan NSPK Bidang
Perkeretaapian
b. Tujuan Kegiatan
Tujuan adalah tersusunnya kebutuhan dan prioritas NSPK bidang
perkeretaapian
C. HASIL YANG DIHARAPKAN
a. Indikator Keluaran
Pemetaan Norma,Standar, Pedoman, dan Kriteria di bidang Perkeretaapian.
b. Keluaran
Keluaran (output) dari kegiatan ini adalah Empat laporan hasil studi terdiri
dari : Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Rancangan Laporan Akhir
dan Laporan Akhir yang memuat kebutuhan dari proses NSPK Bidang
Perkeretaapian.
D. RUANG LINGKUP
a. Uraian Kegiatan
BAB 1 PENDAHULUAN
LAPORAN AKHIR 4Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
1) Inventarisasi peraturan perundangan Bidang perkeretaapian yang ada
saat ini
2) Identifikasi NSPK Bidang Perkeretaapian yang ada saat ini.
3) Evaluasi kebijakan Bidang perkeretaapian terkait NSPK yang ada saat
ini
4) Pemetaan dan penyusunan kebutuhan NSPK bidang Perkeretaapian
5) Penentuan prioritas kebutuhan NSPK dalam penyelenggaraan
transportasi kereta api
6) Obyek penelitian dilakukan di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang,
Palembang, dan Medan
b. Batasan Kegiatan
Penyusunan pedoman bidang perkeretaapian secara komprehensif
BAB 2 METODOLOGI
LAPORAN AKHIR 5Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
BAB 2
METODOLOGI
A. ALUR PIKIR DAN POLA PIKIR
Alur pikir pada studi ini tertera pada Gambar 2.1 dimana internal input, external
input, peraturan/perundangan dan dokumen peraturan perundangan perkeretaapian
yang mempengaruhi proses yang terjadi. Terdapat beberapa permasalahan di
bidang perkeretaapian Indonesia akibat belum adanya standar-standar baku di
bidang perkeretaapian. Masalah-masalah yang dihadapi saat ini di bidang
perkeretaapian Indonesia cukup rumit dan kompleks. Mulai dari masih tingginya
tingkat kecelakaan yang terjadi, jadwal keberangkatan dan kedatangan yang tidak
tepat waktu, serta berbagai permasalahan lainnya.
Hal ini timbul antara lain akibat belum sempurnanya standar-standar dalam sistem
perkeretaapian di Indonesia, baik dalam bidang sarana, prasarana, dan
pengoperasian perkeretaapian. Selain itu penyempurnaan peraturan perundangan
perkeretaapian di Indonesia tampak seakan tidak memiliki pola yang jelas, antara
peraturan perundangan yang satu dengan yang lain ada yang saling bertentangan
dan menimbulkan kerancuan.
Pelaksanaan PP No.56 dan PP No.72 Tahun 2009 ternyata tidak berjalan mulus
karena ada hal-hal yang bertentangan dengan UU No.23 Tahun 2007. Misalnya
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian menyebutkan
penyelenggaraan prasarana kereta api, termasuk pengadaan barang, dilakukan oleh
badan usaha. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 56/2009 dan 72/2009
BAB 2 METODOLOGI
LAPORAN AKHIR 6Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
menyebutkan pengelolaan prasarana dilakukan oleh pemerintah (SATKER),
Apakah SATKER sendiri berupa badan usaha?. Padahal kedua peraturan itu
merupakan turunan Undang-Undang No. 23/2007
Yang terjadi saat ini adalah penggantian/ perubahan/ penambahan peraturan itu
sudah dan sedang berlangsung, di pemerintahan dan di tingkat perusahaan (PT
KA), masih ada yang tumpang tindih dan menjadi masalah hukum yang harus
dicari jalan keluarnya. suatu proses tugas/ pekerjaan/ kewenangan/ tanggung
jawab/kewajiban para pihak masih mengacu ke peraturan lama sehingga sering
menimbulkan perbedaan persepsi dan tindakan dalam pelaksanaan reformasi KA
selanjutnya. Sebenarnya sejak jaman Belanda, reglemen/peraturan dinas yang ada
dipandang dari segi pokok-pokok bahasan dalam tiap reglemen/peraturan dinas
sudah sesuai untuk mengelola sebuah perusahaan perkeretaapian secara baik dan
benar. Namun perkembangan teknologi perkeretaapian dan manajemen perusahaan
"memaksa" harus dilakukan penyesuaian.
Salah satu solusi terbaik adalah jika DITJENKA, Kementrian Perhubungan sebagai
"regulator" mengumpulkan, menata, menyusun dan menerbitkan kembali
reglemen-reglemen/peraturan-peraturan dinas tersebut setelah dilakukan
penyesuaian terhadap pasal-pasal tertentu yang disesuaikan dengan perkembangan
teknologi perkeretaapian saat ini. Setelah dianalisis dan dievaluasi, kemudian
ditetapkan oleh Pemerintah menjadi suatu standar peraturan teknis bagi badan-
badan usaha yang mengelola perkeretaapian, baik pengelola prasarana atau
pengelola sarana. Dengan demikian diharapkan Perkeretaapian Indonesia memiliki
satu standar Sistem Peraturan Teknis Perkeretaapian yang dapat dijadikan bahan
acuan bidang hukum dalam memutuskan suatu perkara yang dapat timbul di bidang
perkeretaapian.
Pola pikir seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.2 merupakan terjemahan alur
pikir untuk merekomendasi pemecahan masalah melalui kebijakan strategi dan
upaya (rencana aksi). Suatu sistem atau pemikiran harus didasarkan pada input dan
BAB 2 METODOLOGI
LAPORAN AKHIR 7Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
identifikasi masalah yang baik. Dari input dan identifikasi masalah tersebut
dilanjutkan dengan proses yang baik untuk menghasilkan keluaran yang
diinginkan. Pola pikir studi ini menterjemahkan proses studi perwujudan sistem
transportasi multimoda dalam subyek atau pelaku, obyek atau sistem yang akan
menjadi bahan bahasan dan metoda yang digunakan.
BAB 2 METODOLOGI
LAPORAN AKHIR 8Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
MANFAAT EKONOMI MANFAAT
LINGKUNGAN PENINGKATAN
KESELAMATANGambar 2.1 Alur Pikir Studi
INSTRUMENTAL INPUT:-UU No.23/2007 -PP No. 72/2009-PP No. 56/2009 -PP No. 72/2009 -PP No. 102/2000
ENVIROMENTAL INPUT
MAPPING KEBUTUHAN
PENYUSUNAN NSPK di BIDANG
KONSEPSI, KERANGKA
NSPK PERKERETAAPIAN
NASIONAL
Masih tingginya tingkat kecelakaan Kereta Api
Tidak ada tindakan yang tegas terhadap pelanggaran peraturan perkeretaapian yang ada.
Belum sempurnanya standar untuk prasarana, sarana dan pengoperasian KA
Tidak adanya pemetaan yang jelas terhadap peraturan perundangan perkeretaapian yang ada saat ini, dan yang belum ada serta yang akan disiapkan.
Belum Sempurnanya
NSPK di Bidang Perkeretaapian
Indonesia
TERCIPTANYA TRANSPORTASI KA YANG
HANDAL & EFISIEN
BAB 2 METODOLOGI
LAPORAN AKHIR 9Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
UU No.23/2007 Tentang Perkeretaapian PP No. 56/2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian PP No. 72/2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan
Perkeretaapian Peraturan Pemerintah No. 102/2000 Tentang
Standardisasi Nasional
GLOBAL REGIONAL NASIONAL
Sosialisasi Kerjasama Litbang Studi Survey
INSTRUMENTAL INPUT
Subyek MetodaObyekKONDISI NSPK PERKERETAAPIA
N NASIONAL SAAT INI
Standar Peraturan
Perundangan UU
Pengoperasian KA Sarana dan prasarana
KA Data Statistik
NSPK PERKERETAAPIAN
YANG SESUAI DENGAN KONDISI INDONESIA SAAT INI DAN MASA
MENDATANG
SISTEM TRANSPORTASI KA YANG HANDAL &
EFISIEN
Gambar 2.2 Pola Pikir Studi
PELUANG & KENDALA
BAB 2 METODOLOGI
LAPORAN AKHIR 10Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
B. TAHAPAN PELAKSANAAN STUDI
Selain masalah substansial yang harus terpenuhi, pelaksanaan studi juga harus memenuhi
kerangka waktu yang disediakan. Pada Gambar 2.3 disampaikan urutan proses
pelaksanaan studi ini. Secara umum studi ini terdiri dari 4 tahapan utama (persiapan,
pengumpulan data, analisis, dan penyempurnaan) dan setting waktu dan bahasannya
disesuaikan dengan kewajiban pengumpulan laporan (laporan pendahuluan, antara, draft
akhir, dan akhir). Jadual alokasi waktu dan sumber daya studi ini secara lengkap
disampaikan pada laporan pendahuluan. Setiap tahap studi di-set untuk menyelesaikan
kegiatan sebagai berikut:
(1) Tahap Persiapan, meliputi kegiatan:
a. Inisiasi studi berupa konsolidasi tim, studi literatur, dan pemantapan metodologi,
b. Persiapan survai berupa survai primer dan sekunder
c. Persiapan analisis, terutama identifikasi kebutuhan NSPK perkeretaapian,
penentuan indicator perkeretaapian agar dapat diciptakan angkutan Kereta Api
yang handal.
(2) Tahap Pengumpulan Data, meliputi kegiatan:
a. Pelaksanaan survei wawancara di Ditjen KA dan PT KA dan industri KA
b. Pengumpulan data-data dan peraturan-peraturan perundangan Perkeretaapian serta
kajian yang ada saat ini, dan yang sedang dikerjakan, serta yang akan disiapkan di
PT KA, LITBANG KA dan Ditjen KA
(3) Tahap Analisis, meliputi kegiatan:
a. Pemetaan NSPK yang sudah ada saat ini, pemetaan kebutuhan NSPK
b. Penentuan kebutuhan NSPK
c. Menyusun Rancangan NSPK di bidang Perkeretaapian
(4) Tahap Penyempurnaan, meliputi kegiatan:
a. Menyusun Kesimpulan dan Rekomendasi
b. Penyempurnaan substansial dan editorials sesuai masukan dari pemberi kerja,
c. Pembuatan ringkasan (executive summary) hasil studi,
BAB 2 METODOLOGI
LAPORAN AKHIR 11Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
INISIASI STUDI- Konsolidasi tim- Studi literature
PERSIAPAN SURVEY- Persiapan form survey primer & daftar data sekunder- Persiapan daftar studi perencanaan lainnya untuk update data - Penentuan NSPK apa saja yang diamanatkan oleh UU dan PP yang berlaku- Identifikasi NSPK yang telah ada dan juga yang belum ada. - Identifikasi kebutuhan NSPK "ideal" untuk dapat memenuhi fungsi pembinaan
(pengaturan, pengendalian, dan pengawasan) oleh pemerintah serta fungsi penyelenggaraan oleh badan usaha.
PENGUMPULAN DATA- Survey sekunder: Pengumpulan peraturan perundangan,
standar-standar perkeretaapian yang ada baik dan masih berlaku hingga saat ini, draft-draft peraturan perundangan, draft standar-standar perkeretaapian, serta daftar peraturan perundangan dan standar perkeretaapian yang akan disusun & Studi Literatur
- Survey Primer : Mewawancarai Ditjen KA, PT KA, dan BAPPENAS
KOMPILASI DATA- Hasil Survey Primer- Hasil Survey Sekunder
REVIEW- Review NSPK saat ini- Review NSPK yang dibutuhkan
A
BAB 2 METODOLOGI
LAPORAN AKHIR 12Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Gambar 2.3 Tahapan Pelaksanaan Studi
C. PENGUMPULAN DATA
Kebutuhan data terkait dengan kebutuhan analisis untuk mengidentifikasi potensi dan
kendala dalam mengembangkan Rencana Induk Sistem Transportasi Nasional di
Indonesia. Penjelasan mengenai metoda analisis disampaikan di beberapa sub bab setelah
ini. Daftar kebutuhan data untuk studi ini disampaikan pada Tabel 2.1.
Pada dasarnya data akan diperoleh dari 2 sumber utama, yakni:
a. Data sekunder: peraturan perundangan, standar-standar perkeretaapian yang ada
baik dan masih berlaku hingga saat ini, draft-draft peraturan perundangan, draft
standar-standar perkeretaapian, serta daftar peraturan perundangan dan standar
perkeretaapian yang akan disusun, serta contoh-contoh NSPK Perkeretaapian di luar
Negeri.
FINALISASI STUDI
- Kesimpulan - Rekomendasi- Pemetaan NSPK Perkeretaapian Indonesia- Ringkasan Eksekutif- Penyempurnaan editorial
ANALISIS- Kajian ke-update-an NSPK- Kajian kelengkapan- Kajian konflik/benturan vertikal &
horizontal antar peraturan- Lain-lain : KA Khusus
KA Cepat
A
BAB 2 METODOLOGI
LAPORAN AKHIR 13Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
b. Data Primer: berupa data yang diperoleh dari
c. kunjungan ke lapangan seperti hasil reconaissance (pengamatan lapangan),
wawancara PT KA, Ditjen KA, dan masyarakat pengguna KA berupa pengisian
kuisioner.
Tabel 2.1 Daftar Kebutuhan Data dan Sumber Potensial
1. Survei
Survei yang dilakukan terdiri dari 2 jenis survei, yaitu survei sekunder dan survei primer.
Data yang dibutuhkan untuk survei sekunder diperlihatkan pada Tabel 2.1. Data-data
sekunder yang dikumpulkan diharapkan dapat menjawab beberapa review dan kajian yang
akan dilakukan.
Survei primer ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data terkait pemetaan NSPK yang
telah ada dan kesesuaiannya dengan kondisi perkeretaapian saat ini dan daftar kebutuhan
NSPK yang diperlukan.
No Kelompok Data Jenis Data Sumber Potensial
1. Peraturan Perundangan
Perkeretaapian yang
berlaku
Perundangan sistem
Perkeretaapian
Internet, Ditjen KA, PT
KA
2.
Indikator Perkeretaapian Daftar Indikator
Perkeretaapian
Internet, Ditjen KA, PT
KA
3.
Data Peraturan
Perundangan
Perkeretaapian yang
sedang dan akan disusun
Daftar Perundangan sistem
Perkeretaapian yang sedang
dan akan disusun
Ditjen KA, PT KA,
Litbang KA
4. Daftar NSPK di luar
negeri dan sistem
pelaksanaannya.
Daftar Standard dan Norma
Perkeretaapian luar negeri
Website
5. Kebutuhan Indikasi Daftar kebutuhan Indikasi Wawancara :Ditjen KA,
PT KA, Litbang KA,
masyarakat
6. Kebutuhan NSPK Data Pemetaan kebutuhan
NSPK
Wawancara :Ditjen KA,
PT KA, Litbang KA.
BAB 2 METODOLOGI
LAPORAN AKHIR 14Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Survei Primer juga harus dapat mengidentifikasi sejauh mana NSPK yang ada telah
dilaksanakan dan prediksi kemungkinan pelaksanaan NSPK yang baru. Tabel 2.2
memperlihatkan usulan lokasi survei yang perlu dilakukan. Survei juga disesuaikan dengan
anggaran dan kebutuhan juga tingkat kedalaman yang ingin dicapai.
4.1.1 Tabel 2.2 Usulan Survei dan Lokasinya
No Tipologi Wilayah Lokasi
1. Wilayah perkotaan di Pulau
Jawa
Jakarta, Bandung, Surabaya dan
Semarang
2. Wilayah perkotaan di luar
Pulau Jawa
Medan dan Palembang
D. ANALISIS
1. Analisis NSPK
Penentuan Indikator dalam pelaksanaan studi kali ini meliputi berbagai hal sebagai berikut:
a. Kajian ke-update-an NSPK
Dari hasil survey yang diperoleh dapat diketahui NSPK terbaru yang ada, serta
NSPK yang digantikan atau diperkirakan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi
perkeretaapian saat ini.
b. Kajian Kelengkapan
Dari data-data dan hasil survey yang telah dikumpulkan kemudian dibuat sebuah
‘peta’ NSPK Perkeretaapian yang telah ada saat ini, serta NSPK yang belum ada
tetepi dibutuhkan dalam perkeretaapian saat ini.
c. Kajian Konflik/Benturan Vertikal & Horizontal antar Peraturan.
Setiap NSPK yang dibuat antara yang satu dengan yang lain, terkadang tampak
saling berbenturan/tidak sesuai dan tidak saling mendukung, oleh karena itu perlu
untuk dibuat kajian tentang konflik antar peraturan-peraturan tersebut dan sejauh
BAB 2 METODOLOGI
LAPORAN AKHIR 15Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
mana dampak yang ditimbulkan oleh konflik tersebut.
d. Lain-Lain (KA Khusus & KA Cepat)
Saat ini dengan semakin majunya teknologi di bidang perkeretaapian, telah banyak
negara-negara yang telah menggunakan kereta api cepat sebagai salah satu sarana
moda transportasi, Indonesia sendiri juga sudah mulai mempersiapkan diri dengan
hal tersebut, yaitu dengan dibangunnya MRT di Jakarta. Selain sarana dan
prasarana yang telah mulai dipersiapkan, akan lebih baik bila dipersiapkan juga
Peraturan-peraturan mengenai kereta api cepat tersebut, begitupula dengan kereta
api khusus yang sudah mulai berkembang saat ini.
2. Penentuan Kebutuhan NSPK di Bidang Perkeretaapian
Setelah melakukan analisis diatas, maka dapat dibuat daftar kebutuhan NSPK di bidang
perkeretaapian, dengan menyesuaikan dengan kondisi wilayah, cuaca, topografi dan
kelembagaan perkeretaapian di Indonesia.
3. Penyusunan Draft Pemetaan Kebutuhan NSPK Perkeretaapian
Setelah melakukan berbagai analisis di atas maka disusunlah draft kebutuhan NSPK
Perkeretaapian Indonesia yang memuat tentang daftar-daftar dan penjelasan detail tentang
kebutuhan NSPK Perkeretaapian saat ini, cara pengaplikasiannya, daftar NSPK
Perkeretaapian yang sudah kurang sesuai dengan kondisi perkeretaapian saat ini.
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 16Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
BAB III
KONDISI NORMA, STANDAR, PEDOMAN, DAN KRITERIA PERKERETAAPIAN DI INDONESIA
A. UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2007
Definisi mengenai perkeretaaapian disebutkan pada pasal 1 UU No. 23/2007
dimana “Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana,
sarana dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan dan prosedur
untuk penyelenggaraan transportasi kereta api”.
Maksud diselenggarakannya perkeretaapian adalah selain untuk memperlancar
perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman,
cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, juga menunjang pemerataan,
pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional. Azas
yang digunakan dalam penyelenggaraan perkeretaapian tersebut adalah asas
manfaat; asas keadilan; asas keseimbangan; asas kepentingan umum; asas
keterpaduan; asas kemandirian; asas transparansi; asas akuntabilitas; dan asas
berkelanjutan.
Pada Tabel 3.1 disampaikan definisi untuk masing-masing rencana induk tersebut
di atas.
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 17Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Tabel 3.1 Rencana Induk Perkeretaapian
NoRencana
IndukDasar Penyusunan Isi
1. Perkeretaapian
Nasional
1. RTRWN
2. Rencana induk
jaringan transportasi
moda lainnya
1. Arah kebijakan dan peranan
perkeretaapian nasional dalam
keseluruhan moda transportasi;
2. Prakiraan perpindahan orang
dan/atau barang menurut asal
tujuan perjalanan;2. Perkeretaapian
Provinsi
1. RTRWN
2. RTRW Prov.
3. Rencana induk
perkeretaapian
nasional
4. Rencana induk
1. Arah kebijakan dan peranan
perkeretaapian provinsi dalam
keseluruhan moda transportasi;
2. Prakiraan perpindahan orang
dan/atau barang menurut asal
tujuan perjalanan pada tataran 3. Perkeretaapian
Kabupaten/kota
1. RTRWN
2. RTRW Prov.
3. RTRW Kab
4. RTRW Kota
5. Rencana Induk
perkeretaapian
provinsi
6. Rencana induk
1. Arah kebijakan dan peranan
perkeretaapian kabupaten/kota
dalam keseluruhan moda
transportasi;
2. Prakiraan perpindahan orang dan/
atau barang menurut asal tujuan
perjalanan pada tataran
kabupaten/kota;Sumber: UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 8 s.d Pasal 10
B. HIRARKI PERATURAN DAN NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
1. Definisi
Sub bab ini menjelaskan mengenai definisi, ruang lingkup dan peran dari
masing-masing peraturan perundangan dan acuan teknis yang berlaku di
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 18Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Indonesia.
a. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-undang
sebagaimana mestinya. Didalam UU No.10 Tahun 2004 tentang
teknik pembuatan undang-undang, bahwa Peraturan Pemerintah
sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut hirarkinya
tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang.
Bentuk perundang-undangan yg dibuat atau ditetapkan oleh presiden
untuk melaksanakan undang-undang (Sumber :
www.KamusBahasaIndonesia.org)
b. Keputusan Menteri (Kepmen)
Keputusan Menteri adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibuat oleh Menteri. Materi muatan Keputusan Menteri (Kepmen)
adalah materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP)
sebagaimana mestinya.
c. Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI)
i. Standar
Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan termasuk tatacara dan metode yang disusun
berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan
memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta pengalaman, perkembangan
masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 19Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
manfaat yang sebesar-besarnya (Sumber : PP No. 102 tahun
2000).
[n] ukuran tertentu yg dipakai sbg patokan: petugas dr
instansi itu menguraikan -- gedung sekolah yg baik; (2) n
ukuran atau tingkat biaya hidup: -- hidup di kota Medan lebih
tinggi dp -- hidup di kota Bandung; (3) n Dag sesuatu yg
dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sbg ukuran
nilai (harga): negara-negara tertentu memakai -- emas; (4) a
baku: bahasa yg dipakai pd surat kabar tertentu dapat
dianggap telah – (Sumber :
www.KamusBahasaIndonesia.org)
ii. Standardisasi
Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan,
menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara
tertib dan berkerjasama dengan semua pihak. (Sumber : PP
No. 102 Tahun 2000).
[n] penyesuaian bentuk (ukuran, kualitas, dsb) dng pedoman
(standar) yg ditetapkan (sumber :
www.KamusBahasaIndonesia.org)
iii. Standar Nasional Indonesia (SNI)
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang
ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan Berlaku
secara Nasional ((Sumber : PP No. 102 Tahun 2000).
Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI)
Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) adalah
rancangan standar yang dirumuskan oleh panitia teknis
setelah tercapai konsensus dari semua pihak yang terkait
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 20Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
(Sumber : PP No. 102 Tahun 2000).
Peran Standardisasi Nasional
Peran Standardisasi Nasional dalam masyarakat
1) Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, perilaku
usaha, tenga kerja, dan
2) Masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan
keamanan, kesehatan maupun pelestarian
3) Fungsi lingkungan hidup;
4) Membantu kelancaran perdagangan;
5) Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam
perdagangan.
d. Norma Standar Pedoman Manual (NSPM)
i. Norma
Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat sebagai
panduan dan pengendali dalam melaksanakan kegiatan
(Sumber : PP No. 25 tahun 2000).
Di dalam tripologi norma, kita mengenal adanya tiga macam
norma, yaitu :
1) Norma Tingkah Laku (yang lingkupnya terbatas), yang
terdiri atas :
a. perintah;
b. larangan;
c. kebolehan; dan
d. pembebasan;
2) Norma Kewenangan/Kompetensi; dan
3) Norma yang Mengubah Norma.
[n] (1) aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dl
masyarakat, dipakai sbg panduan, tatanan, dan pengendali
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 21Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
tingkah laku yg sesuai dan berterima: setiap warga
masyarakat harus menaati -- yg berlaku; (2) aturan, ukuran,
atau kaidah yg dipakai sbg tolok ukur untuk menilai atau
memperbandingkan sesuatu (sumber :
www.KamusBahasaIndonesia.org)
ii. Standar
Standar adalah acuan yang dipakai sebagai patokan dalam
penyelenggaraan pemerintah (Sumber : PP No. 25 tahun
2000).
[n] ukuran tertentu yg dipakai sbg patokan: petugas dr
instansi itu menguraikan -- gedung sekolah yg baik; (2) n
ukuran atau tingkat biaya hidup: -- hidup di kota Medan lebih
tinggi dp -- hidup di kota Bandung; (3) n Dag sesuatu yg
dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sbg ukuran
nilai (harga): negara-negara tertentu memakai -- emas; (4) a
baku: bahasa yg dipakai pd surat kabar tertentu dapat
dianggap telah (sumber : www.KamusBahasaIndonesia.org)
iii. Pedoman
Pedoman adalah acuan yang bersifat umum yang harus
dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan
karakteristik dan kemampuan daerah setempat (Sumber : PP
No. 25 tahun 2000)
[n] (1) alat untuk menunjukkan arah atau mata angin
(biasanya spt jam yg berjarum besi berani); kompas: sebelum
ada -- , orang menggunakan bintang untuk menentukan arah
perjalanan perahu; (2) kumpulan ketentuan dasar yg memberi
arah bagaimana sesuatu harus dilakukan; (3) hal (pokok) yg
menjadi dasar (pegangan, petunjuk, dsb) untuk menentukan
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 22Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
atau melaksanakan sesuatu: di samping syarat-syarat yg lain,
para penyunting perlu menguasai -- ejaan; (4) pemimpin (yg
menerangkan cara menjalankan atau mengurus
perkumpulan): surat edaran dr – besar (sumber :
www.KamusBahasaIndonesia.org)
iv. Kriteria
Kriteria adalah ukuran yang dipergunakan menjadi dasar
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah (www.pu.go.id)
[n] ukuran yg menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu
(sumber : www.KamusBahasaIndonesia.org)
2. Hirarki Peraturan Perundanganan yang berlaku di Indonesia
Seiring berjalannya waktu, perbaikan dalam tatanan perundangan di
Indonesia terus dilakukan. Hingga tahun 70an, hirarki peraturan
perundangan di Indonesia terdiri dari 13 level dengan Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai peraturan tertinggi dan Kep. KDH Tingkat II sebagai
peraturan terendah. Banyaknya level yang dibentuk mengakibatkan tidak
efektifnya sistem perundangan yang berlaku. Permasalahan birokrasi
menjadi tokoh sentral pada masa tersebut. Kemudian, pada tahun 2000
melalui TAP MPR III/2000 ditetapkan sistem perundangan yang baru yang
terdiri dengan 7 level dengan UUD 1945 tetap sebagai peraturan tertinggi
dan PERDA sebagai peraturan terendah. Perubahan kembali dilakukan pada
Tahun 2004 dengan memperkecil level menjadi 5 level. Perubahan terjadi
dengan menjadikan memfleksibelkan TAP MPR dan menjadikan UU
beserta PERPU kedalam satu level (lihat Gambar 3.1).
Berkaitan dengan studi yang dilakukan, yang perlu ditekankan adalah
kedudukan dari PerMen dimana PerMen tersebut berada pada level di
bawah PP. Perlu digarisbawahi juga bahwa dalam hirarki peraturan
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 23Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
perundangan yang berlaku saat ini tidak disebutkan mengenai keberadaan
Keputusan Dirjen seperti yang telah disinggung sebelumnya. Pembahasan
mengenai hubungan antara PerMen dengan Keputusan Dirjen dalam hirarki
peraturan perundangan yang berlaku akan dibahas pada sub-sub bab
selanjutnya. Namun sebagai pengantar, Keputusan Dirjen merupakan
peraturan yang terlepas dari hirarki yang berlaku sehingga bersifat tidak
mengikat secara hukum melainkan bersifat acuan dalam bertindak sehingga
dalam praktiknya harus disesuaikan dengan kondisi dimana Keputusan
Dirjen tersebut diberlakukan.
Gambar 3.1 Perubahan hirarki peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia
Berdasarkan Gambar 3.2 dan juga pembahasan diatas, maka dapat
ditetapkan bahwa studi yang dilakukan berada pada level PerMen dan
TAP MPRS XX/1966 Jo. TAP MPR V/1973
Jo. TAP MPR No. IX/MPR/1978
TAP MPR III/2000
(Pasal 2) +(Pasal 3)UU. 10 Tahun 2004
(Pasal 7)
1. UUD 19452. TAP MPR3. UU/ PERPU4. PP5. KEPPRES6. KEPMEN7. Kep. KepalaLembaga
PemerintahandanDepartemen
8. Kep. Dirjen Departemen9. Kep. KepalaBadanNegara
Non Pemerintahyang dibentukdenganUU
10. PerdaTk. I11. Kep. KDH Tk. I12. PerdaTk. II13. Kep. KDH Tk. II
1. UUD 19452. TAP MPR3. UU4. PERPU5. PP6. KEPPRES / PerMen7. PERDA
1. UUD 19452. UU/ PERPU3. PP4. PerPres/ PerMen5. PERDA
1. UUD 19452. TAP MPR3. UU4. PERPU5. PP6. KEPPRES / PerMen7. PERDA
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 24Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
merupakan penjabaran lebih lanjut dari hal-hal yang disebutkan dalam PP.
Mengenai sejauh mana lingkup bahasan yang harus dilakukan akan dibahas
selanjutnya.
a. Undang-Undang (UU)
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden.
Materi muatan Undang-Undang adalah :
Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-hak asasi
manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan
kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah dan
pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan
negara.
Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-
Undang.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
b. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang (UU) sebagaimana
mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi
untuk menjalankan Undang-Undang (UU) sebagaimana mestinya.
c. Keputusan Menteri (KepMen)
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 25Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat
oleh Menteri. Materi muatan Keputusan Menteri (Kepmen) adalah materi
untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) sebagaimana mestinya.
Secara umum, KepMen memiliki karakteristik:
1) Merupakan rincian dari PP
2) Bersifat instruktif dan mengatur
3) Mengikat secara hukum (harus dipatuhi)
4) Item yang dimasukkan tergantung pada aspek yang diatur, bias berupa
salah satu atau kombinasi dari hal-hal berikut :
a. Administratif
b. Mekanisme
c. Organisasi
d. Teknis
Dalam praktisnya, peraturan perundangan sangat dipengaruhi oleh lingkup
berlakunya peraturan perundangan tersebut sehingga seringkali dibutuhkan
media peraturan yang berada diluar hirarki peraturan perundangan namun
juga diakui. Peraturan perundangan seperti ini tidak bersifat mengikat namun
lebih kepada acuan bertindak sehingga dapat sangat fleksibel digunakan
untuk kondisi-kondisi yang variatif. Peraturan-peraturan seperti ini umumnya
dikeluarkan dalam Keputusan Dirjen dan dapat berbentuk Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak) Pedoman Teknis, Standar Teknis, Manual, ataupun
Standard Code.
Gambar 3.2 menjelaskan mengenai kedudukan dari Keputusan Dirjen
dengan kaitannya dalam hirarki peraturan perundang-undangan yang berlaku
saat ini.
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 26Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Gambar 3.2 Kedudukan KepDirjen dalam hirarki peraturan perundangan yang
berlaku di Indonesia
Garis merah pada Gambar 3.2 menandakan bahwa KepDirjen pada dasarnya
merupakan peraturan pendukung yang tidak termasuk ke dalam hirarki
peraturan perundangan yang berlaku sehingga tidak kekuatan hukum yang
kuat. KepDirjen hanya memiliki kekuatan hukum ketika ditentukan secara
hukum bahwa KepDirjen yang bersangkutan wajib digunakan sebagai acuan.
Dengan kata lain, sangat kondisional. Namun, disamping hal tersebut,
KepDirjen tetap memberikan jaminan efektifitas dan efisiensi atas segala
sesuatu yang dikandungnya jika digunakan sesuai dengan persyaratan-
persyaratan kondisi yang disebutkan didalamnya. Oleh karena itu, secara
umum karakteristik dari KepDirjen adalah sebagai berikut:
1) Merupakan ketentuan yang dapat dijadikan sebagai acuan bertindak
2) Tidak mengikat secara hukum
UU 23/2007
PP 56/2009Penyelenggaraan
Sistem Perkeretaapian
PerMen PerMen PerMen
KepDirjen KepDirjen KepDirjen
KepDirjen KepDirjen KepDirjen
KepDirjen KepDirjen KepDirjen
Standard Teknis,ProsedurMetodologi
Peraturan & Perundangan2an
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 27Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
3) Dapat berbentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pedoman Teknis, Standard
Teknis, Manual ataupun Standard Code.
4) Bersifat sangat rinci menjelaskan metoda/tahapan analisis, tahapan prosedur
ataupun mekanisme administratif
5) Item yang dimasukan tergantung pada aspek yang dibahas, bisa hanya aspek
teknis, adminstratif, mekanisme ataupun campuran dari itu semua
Dalam bidang perkeretaapian, UU yang mengatur segala sesuatu mengenai
perkeretaapian adalah UU No 23 Tahun 2007 yang kemudian dijabarkan kembali
sedikitnya kedalam 3 buah PP, yaitu PP No 56 Tahun 2009, PP No 72 Tahun 2009,
dan satu lagi PP yang baru akan diresmikan. Setiap PP tersebut kemudian
dijabarkan kembali oleh beberapa PerMen seperti terlihat pada Gambar 3.3
Gambar 3.3 Struktur peraturan perundangan perkeretaapian di Indonesia
Mengenai penyelenggaraan perkeretaapian, penyusunan PerMen mengacu
kepada PP No 56 Tahun 2009 dan berdasarkan pasal 114 dan 321, yaitu
mengenai persyaratan teknis prasarana perkeretaapian dan juga persyaratan
teknis pembangunan prasarana perkeretaapian. Baris yang berwarna merah
UU 23/2007
PP 56/2009Penyelenggaraan
Sistem Perkeretaapian
PP 72/2009Lalu-lintas & Angkutan KA
PP xx/20xxPemeriksaan & Penelitian
Penyebab Kecelakaan
PerMenPerMen
PerMenPerMen
PerMenPerMen
PerMenPerMen
PerMen
PerMenPerMen
PerMenPerMen
PerMenPerMen
PerMenPerMen
PerMen
PerMenPerMen
PerMenPerMen
PerMenPerMen
PerMenPerMen
PerMen
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 28Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
menyatakan pasal pada PP No 56 Tahun 2009 yang dijadikan acuan dalam
hal persyaratan teknis prasarana perkeretaapian dan baris yang berwarna biru
merupakan pasal acuan dalam hal persyaratan teknis pembangunan prasarana
sedangkan baris yang berwarna oranye merupakan PerMen yang sedang
dalam proses penyusunan.
d. PERATURAN PERUNDANGAN PERKERETAAPIAN INDONESIA
Di Indonesia sendiri telah banyak peraturan-peraturan yang dibuat untuk mengatur
tentang perkeretaapian di Indonesia mulai dari Reglemen, PD 10, Undang-Undang,
Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, serta peraturan-peraturan lain. Peraturan-
peraturan ini mengatur tentang berbagai hal berkaitan dengan kereta api, mulai dari
Pondasi, Track, Jembatan, Sintelis, hingga lokomotif kereta api.
3. Standar dan Peraturan untuk Perkeretaapian Jepang
Di Jepang, telah diatur sistem peraturan dan standar untuk perkeretaapian Jepang
seperti tampak pada gambar di bawah ini
Sumber : East Railway Japan Company
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 29Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Gambar 3.4 Sistem Peraturan dan Standar Perkeretaapian Jepang
Pada level pemerintah, Pemerintah berkewajiban menyusun UU dan Standar teknis
untuk kemudian nantinya dikembangkan dan digunakan oleh perusahaan KA dalam
pelaksanaan atau pengoperasian KA seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.5 Sistem Pengaturan KA di level Pemerintah Jepang
Perusahaan KA sebagai pelaksana atau operator KA menyesuaikan peraturan-
peraturan Perkeretaapian yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam menyusun
criteria pelaksanaan KA mereka dengan tidak melakukan penyimpangan-
penyimpangan dan tetap berpegang teguh pada peraturan-peraturan yang telh
ditetapkan pemerintah seperti tampak pada Gambar 3.6 di bawah ini.
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 30Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Gambar 3.6 Sistem Pelaksanaan KA di tingkat Operator (Perusahaan)
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 31Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
C. DAFTAR SEBAGIAN PERATURAN PERUNDANGAN PERKERETAAPIAN INDONESIA
Tabel 3.4 Matrik Peraturan Perundang-undangan Perkeretaapian
NO.PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGANSUBSTANSI KETERANGAN
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2007 tentang Perkeretaapian
- Mengatur mengenai tatanan perkeretaapian
- Mengatur mengenai pembinaan perkeretaapian
- Mengatur mengenai penyelenggaraan perkeretaapian
- Mengatur mengenai prasarana perkeretaapian
- Mengatur mengenai perpotongan dan persinggungan jalur kereta api
dengan bangunan lain
- Mengatur mengenai sarana perkeretaapian
- Mengatur mengenai rancang bangun dan rekayasa perkeretaapian
- Mengatur mengenai lalu lintas kereta api
- Mengatur mengenai angkutan.
- Mengatur mengenai asuransi dan ganti kerugian
- Mengatur mengenai peran serta masyarakat
- Mengatur mengenai larangan
- Mengatur mengenai penyidikan.
- Mengatur mengenai ketentuan pidana
Ditetapkan pada
tanggal 25 April 2007
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 32Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO.PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGANSUBSTANSI KETERANGAN
2. Sebagai peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2007 tentang Perkeretaapian telah
ditetapkan:
Peraturan Pemerintah Nomor 56
Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan
Perkeretaapian.
- Mengatur mengenai Tatanan Perkeretaapian Umum (Rencana Induk
Perkeretaapian dan Rencana Pembangunan Perkeretaapian)
- Mengatur mengenai Penyelenggaraan prasarana dan sarana
perkeretaapian (jenis, persyaratan teknis, pengujian, pemeriksaan, dan
perawatan)
- Mengatur mengenai sumber daya manusia perkeretaapian (tenaga
penguji, inspektur, auditor, tenaga pemeriksa, tenaga perawatan,
petugas pengoperasian prasarana perkeretaapian, awak sarana
perkeretaapian)
- Mengatur mengenai perizinan penyelenggaraan prasarana
perkeretaapian umum, perizinan penyelenggaraan sarana
perkeretapian umum, dan perizinan penyelenggaraan perkeretaapian
khusus
- Mengatur mengenai rincian pembinaan perkeretaapian yang dilakukan
oleh Menteri Perhubungan, Gubernur, dan Bupati/Walikota
- Mengatur mengenai rincian peran serta masyarakat
- Mengatur mengenai sanksi administrasi
Ditetapkan pada
tanggal 8 September
2009
3. Sebagai peraturan pelaksanaan dari - Mengatur mengenai jaringan pelayanan Ditetapkan pada
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 33Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO.PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGANSUBSTANSI KETERANGAN
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2007 tentang Perkeretaapian telah
ditetapkan:
Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Kereta Api.
- Mengatur mengenai lalu lintas kereta api
- Mengatur mengenai angkutan kereta api (angkutan orang, angkutan
barang, standar pelayanan minimum, tarif angkutan)
- Mengatur mengenai pelaporan penyelenggaraan angkutan kereta api
- Mengatur mengenai tanggung jawab penyelenggara sarana
perkeretaapian
- Mengatur mengenai asuransi
tanggal 11 Desember
2009
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 34Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
1. Peraturan Pemerintah (PP)
Dalam menjalankan amanat UU Nomor 23 Tahun 2007, maka pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian dan Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalulintas dan Angkutan Kereta Api. Dalam hal
prasarana kereta api, Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 lebih banyak membahas tentang
penyelenggaraan prasarana perkeretaapian itu sendiri mulai jenis, persyaratan teknis, pengujian,
pemeriksaan, dan perawatan.
Pelaksanaan PP No.56 dan PP No.72 Tahun 2009 ternyata tidak berjalan mulus karena dianggap
bertentangan dengan UU No.23 Tahun 2007. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian menyebutkan penyelenggaraan prasarana kereta api, termasuk pengadaan barang,
dilakukan oleh badan usaha. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 dan 72 bertentangan
dengan Undang-undang Perkeretaapian diman peraturan itu menyebutkan pengelolaan prasarana
dilakukan oleh pemerintah. Padahal kedua peraturan itu merupakan turunan Undang-Undang.
Berikut ini adalah penyajian secara tabelaris mengenai PP No.56 dan PP No.72 Tahun 2009 beserta
turunannya yaitu Keputusan Menteri, Peraturan Menteri, serta Rancangan Peraturan Menteri.
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 35Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Tabel 3.5 Matrik Peraturan Pemerintah Tentang Perkeretaapian
NOPERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIASUBSTANSI KETERANGAN
1 NOMOR 72 TAHUN 2009 Mengatur mengenai jaringan pelayanan
Mengatur mengenai lalu lintas kereta api
Mengatur mengenai angkutan kereta api (angkutan
orang, angkutan barang, standar pelayanan minimum,
tarif angkutan)
Mengatur mengenai pelaporan penyelenggaraan
angkutan kereta api
Mengatur mengenai tanggung jawab penyelenggara
sarana perkeretaapian
Mengatur mengenai asuransi
Tentang Lalu lintas dan
angkutan kereta api
Ditetapkan pada tanggal 11
Desember 2009
2 NOMOR 56 TAHUN 2009 Mengatur mengenai Tatanan Perkeretaapian Umum
(Rencana Induk Perkeretaapian dan Rencana
Pembangunan Perkeretaapian)
Mengatur mengenai Penyelenggaraan prasarana dan
sarana perkeretaapian (jenis, persyaratan teknis,
pengujian, pemeriksaan, dan perawatan)
Mengatur mengenai sumber daya manusia
Tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian
Ditetapkan pada tanggal 08
September 2009
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 36Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NOPERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIASUBSTANSI KETERANGAN
perkeretaapian (tenaga penguji, inspektur, auditor,
tenaga pemeriksa, tenaga perawatan, petugas
pengoperasian prasarana perkeretaapian, awak sarana
perkeretaapian)
Mengatur mengenai perizinan penyelenggaraan
prasarana perkeretaapian umum, perizinan
penyelenggaraan sarana perkeretapian umum, dan
perizinan penyelenggaraan perkeretaapian khusus
Mengatur mengenai rincian pembinaan perkeretaapian
yang dilakukan oleh Menteri Perhubungan, Gubernur,
dan Bupati/Walikota
Mengatur mengenai rincian peran serta masyarakat
Mengatur mengenai sanksi administrasi
3 PASAL 15 BAB IV dari PP NOMOR
54 TAHUN 2008
tentang penataan ruang kawasan
jabodetabek, puncak, cianjur
Mengatur arahan pemanfaatan ruang kawasan Ditetapkan pada tanggal 12
Agustus 2008
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 37Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NOPERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIASUBSTANSI KETERANGAN
a. Penjelasan menteri pekerjaan
umum mengenai rencana tata
ruang kawasan jabodetabek-
punjur
Mengatur sistem infrastruktur transportasi darat
pelayanan lintas kabupaten/kota/ provinsi jabodetabek
Ditetapkan pada tanggal 9
Maret 2006
Tabel 3.6 Peraturan Pelaksanaan Dari Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian dan Peraturan Pemerintah
No. 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api yang Sedang Disiapkan Dirjen Perkeretaapian
NO.RANCANGAN PERATURAN
MENTERISUBSTANSI POSISI
1. Sebagai amanat Pasal 197 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Standar
Spesifikasi Teknis Lokomotif
Mengatur mengenai standar
spesifikasi teknis lokomotif
1. Telah disampaikan kepada Sekretaris Jenderal
Kementerian Perhubungan melalui surat Dirjen
Perkeretaapian Nomor HK.202/A.15/DJKA/01/10
tanggal 29 Januari 2010
2. Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Kementerian
Perhubungan yang dikoordinatori oleh Biro Hukum
dan KSLN
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 38Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO.RANCANGAN PERATURAN
MENTERISUBSTANSI POSISI
2. Sebagai amanat Pasal 197 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Standar
Spesifikasi Teknis Kereta Dengan
Penggerak Sendiri
Mengatur mengenai standar
spesifikasi teknis kereta dengan
penggerak sendiri
1. Telah disampaikan kepada Sekretaris Jenderal
Kementerian Perhubungan melalui surat Dirjen
Perkeretaapian Nomor HK.202/A.15/DJKA/01/10
tanggal 29 Januari 2010
2. Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Kementerian
Perhubungan yang dikoordinatori oleh Biro Hukum
dan KSLN
3. Sebagai amanat Pasal 197 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Standar
Spesifikasi Teknis Kereta Yang Ditarik
Lokomotif
Mengatur mengenai standar
spesifikasi teknis kereta yang ditarik
lokomotif
1. Telah disampaikan kepada Sekretaris Jenderal
Kementerian Perhubungan melalui surat Dirjen
Perkeretaapian Nomor HK.202/A.15/DJKA/01/10
tanggal 29 Januari 2010
2. Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Kementerian
Perhubungan yang dikoordinatori oleh Biro Hukum
dan KSLN
4. Sebagai amanat Pasal 197 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Standar
Mengatur mengenai standar
spesifikasi teknis gerbong
1. Telah disampaikan kepada Sekretaris Jenderal
Kementerian Perhubungan melalui surat Dirjen
Perkeretaapian Nomor HK.202/A.15/DJKA/01/10
tanggal 29 Januari 2010
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 39Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO.RANCANGAN PERATURAN
MENTERISUBSTANSI POSISI
Spesifikasi Teknis Gerbong 2. Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Kementerian
Perhubungan yang dikoordinatori oleh Biro Hukum
dan KSLN
5. Sebagai amanat Pasal 197 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Standar
Spesifikasi Teknis Peralatan Khusus
Mengatur mengenai standar
spesifikasi teknis peralatan khusus
1. Telah disampaikan kepada Sekretaris Jenderal
Kementerian Perhubungan melalui surat Dirjen
Perkeretaapian Nomor HK.202/A.15/DJKA/01/10
tanggal 29 Januari 2010
2. Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Kementerian
Perhubungan yang dikoordinatori oleh Biro Hukum
dan KSLN
6. Sebagai amanat Pasal 197 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Tanda
Pendaftaran dan Data Sarana
Perkeretaapian
Mengatur mengenai tata cara
penomoran sarana perkeretaapian
1. Telah disampaikan kepada Kepala Biro Hukum dan
KSLN surat Sekretaris Ditjen Perkeretaapian Nomor
HK.101/128/KI/DJKA/IV/10 tanggal 29 April 2010
2. Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Kementerian
Perhubungan yang dikoordinatori oleh Biro Hukum
dan KSLN
7. Sebagai amanat Pasal 152 Peraturan Mengatur mengenai tata cara Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Kementerian
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 40Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO.RANCANGAN PERATURAN
MENTERISUBSTANSI POSISI
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api telah
disiapkan RPM tentang Pedoman Tarif
Angkutan Orang Dengan Kereta Api
perhitungan dan penetapan tarif
angkutan orang dengan kereta api
Perhubungan yang dikoordinatori oleh Biro Hukum dan
KSLN
8. Sebagai amanat Pasal 135 Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api telah
disiapkan RPM tentang Standar
Pelayanan Minimum
Mengatur mengenai stándar
pelayanan minimum angkutan orang
Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Kementerian
Perhubungan yang dikoordinatori oleh Biro Hukum dan
KSLN
9. Sebagai amanat Pasal 363 dan Pasal 376
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun
2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian telah disiapkan RPM
tentang Perizinan Penyelenggaraan
Perkeretaapian Khusus
- Mengatur mengenai tata cara
pemberian persetujuan prinsip
pembangunan perkeretaapian
khusus
- Mengatur mengenai tata cara
pemberian izin pembangunan
perkeretaapian khusus
- Mengatur mengenai tata cara
1. Telah disampaikan kepada Sekretaris Jenderal
Kementerian Perhubungan melalui surat Dirjen
Perkeretaapian Nomor HK.202/A.98/DJKA/05/10
tanggal 24 Mei 2010
2. Menunggu untuk dilakukan pembahasan di tingkat
Kementerian Perhubungan yang akan dikoordinasikan
oleh Biro Hukum dan KSLN
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 41Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO.RANCANGAN PERATURAN
MENTERISUBSTANSI POSISI
pemberian izin operasi
perkeretaapian khusus
- Mengatur mengenai pengalihan
izin operasi perkeretaapian khusus
10. Sebagai amanat Pasal 319, 329, 337
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun
2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian telah disiapkan RPM
tentang Perizinan Penyelenggaraan
Prasarana Perkeretaapian Umum
- Mengatur mengenai izin usaha
penyelenggaraan prasarana
perkeretaapian
- Mengatur mengenai izin
pembangunan prasarana
perkeretaapian
- Mengatur mengenai izin operasi
prasarana perkeretaapian
- Mengatur mengenai kerjasama
penyelenggaraan sarana
perkeretaapian
Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Setditjen
11. Sebagai amanat Pasal 349 dan Pasal 345
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun
- Mengatur mengenai izin usaha
penyelenggaraan sarana
Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Setditjen
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 42Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO.RANCANGAN PERATURAN
MENTERISUBSTANSI POSISI
2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian telah disiapkan RPM
tentang Perizinan Penyelenggaraan
Sarana Perkeretaapian Umum
perkeretaapian
- Mengatur mengenai tata cara
penerbitan izin operasi sarana
perkeretaapian umum
- Mengatur mengenai kerjasama
penyelenggaraan sarana
perkeretaapian
12. Sebagai amanat Pasal 392 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Pembinaan
Perkeretaapian
Mengatur mengenai tata cara
pembinaan yang dilakukan oleh
Menteri Perhubungan, Gubernur,
dan Bupati/Walikota di bidang
perkeretaapian
Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Setditjen
13. Sebagai amanat Pasal 220 dan Pasal 228
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun
2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian telah disiapkan RPM
tentang Pengujian Sarana
Perkeretaapian
Mengatur mengenai tata cara
pengujian sarana perkeretaapian
Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Direktorat
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 43Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO.RANCANGAN PERATURAN
MENTERISUBSTANSI POSISI
14. Sebagai amanat Pasal 236 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Perawatan sarana
perkeretaapian
Mengatur mengenai tata cara
perawatan sarana perkeretaapian
Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Direktorat
15. Sebagai amanat Pasal 140 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Standar
spesifikasi teknis jalur kereta api
Mengatur mengenai standar
spesifikasi teknis jalur kereta api
Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Direktorat
16. Sebagai amanat Pasal 140 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Standar
Spesifikasi Teknis Stasiun Kereta Api
Mengatur mengenai standar
spesifikasi teknis stasiun kereta api
Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Direktorat
17. Sebagai amanat Pasal 140 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
Mengatur mengenai standar
spesifikasi teknis fasilitas operasi
Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Direktorat
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 44Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO.RANCANGAN PERATURAN
MENTERISUBSTANSI POSISI
disiapkan RPM tentang Standar
Spesifikasi Teknis Fasilitas Operasi
18. Sebagai amanat Pasal 155 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Pengujian
Prasarana Perkeretaapian
Mengatur mengenai tata cara
pengujian prasarana perkeretaapian
Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Direktorat
19. Sebagai amanat Pasal 171 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
disiapkan RPM tentang Perawatan
Prasarana Perkeretaapian
Mengatur mengenai tata cara
perawatan prasarana perkeretaapian
Sedang dilakukan pembahasan di tingkat Direktorat
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 45Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Tabel 3.7 Matrik Keputusan Mentri Perhubungan tentang Perkeretaapian
NOKEPUTUSAN MENTERI
PERHUBUNGANSUBSTANSI KETERANGAN
1 KM NO.45 TAHUN 2010 Mengatur mengenai identitas sarana perkeretaapian
yang terdiri atas lokomotif, kereta, gerbong dan
peralatan khusus
Identitas sarana kereta api terdiri atas huruf danangka
dengan penggambaran yang berbeda
Mengatur tata cara penulisan identitas sarana kereta
api
Tentang Standar Spesifikasi
Teknis Penomoran Sarana
Perkeretaapian
Ditetapkan pada tanggal 21
Juli 2010
2 KM NO.44 TAHUN 2010 Mengatur jenis peralatan khusus
Konstruksi, komponen peralatan khusus dan peralatan
penunjang
Mengatur persetujuan spesifikasi tekis peralatan
khusus
Tentang Standar Spesifikasi
Teknis Peralatan Khusus
Ditetapkan pada tanggal 21
Juli 2010
3 KM NO.43 TAHUN 2010 Mengatur jenis-jenis gerbong
Konstruksi, komponen gerbong dan perlengkapan
penunjang
Tentang Standar Spesifikasi
Teknis Gerbong
Ditetapkan pada tanggal 21
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 46Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NOKEPUTUSAN MENTERI
PERHUBUNGANSUBSTANSI KETERANGAN
Mengatur persetujuan spesifikasi teknis gerbong Juli 2010
4 KM NO.42 TAHUN 2010 Mengatur jenis kereta dengan penggerak sendiri
Konstruksi, komponen kereta dengan penggerak
sendiri dan peralatan, perlengkapan penunjang
Mengatur persetujuan spesifikasi teknis kereta dengan
penggerak sendiri
Tentang Standar Spesifikasi
Teknis Kereta Dengan
Penggerak Sendiri
Ditetapkan pada tanggal 21
Juli 2010
5 KM NO.41 TAHUN 2010 Mengatur jenis kereta yang ditarik lokomotif
Konstruksi, komponen kereta yang ditarik lokomotif
dan perlengkapan penunjang
Mengatur persetujuan spesifikasi teknis kereta yang
ditarik lokomotif
Tentang Standar Spesifikasi
Teknis Kereta Yang Ditarik
Lokomotif
Ditetapkan pada tanggal 21
Juli 2010
6 KM NO.40 TAHUN 2010 Mengatur jenis lokomotif
Konstruksi, komponen lokomotif dan peralatan
penunjang
Mengatur persetujuan spesifikasi teknis lokomotif
Tentang Standar Spesifikasi
Teknis Lokomotif
Ditetapkan pada tanggal 21
Juli 2010
7 KM NO.38 TAHUN 2010 Mengatur mekanisme penetapan tarif
Mengatur formula perhitungan tarif
Tentang Pedoman Penetapan
Tarif Angkutan Orang Dengan
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 47Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NOKEPUTUSAN MENTERI
PERHUBUNGANSUBSTANSI KETERANGAN
Mengatur pengawasan dan sanksi menganai penetapan
tarif
Kereta Api
Ditetapkan pada tanggal 08
Juli 2010
8 KM NO.29 TAHUN 2010 Mengatur Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan
Publik (PSO) Angkutan Orang Dengan Kereta Api
Kelas Ekonomi yang dilakukan oleh penyelenggaraan
sarana perkeretaapian umum
Mengatur pedoman tarif
Mengatur kontrak PSO
Mengatur kewajiban PSO
Tentang Penyelenggaraan
Kewajiban Pelayanan Publik
Angkutan Orang Dengan
Kereta Api Kelas Ekonomi
Ditetapkan pada tanggal 10
Mei 2010
9 KM NO.7 TAHUN 2009
Mengatur besar tarif angkkutan orang di berbagai
lintas kereta api dan jenis atau nama kereta api
Tentang tarif angkutan orang
dengan kereta api kelas
ekonomi
Ditetapkan pada tanggal 04
Pebruari 2009
10 INSTRUKSI MENTERI
PERHUBUNGAN NOMOR IM 2
Instruksi untuk melakukan audit keselamatan
menyeluruh kepada PT. Kereta api indonesia
Tentang Peningkatan
Keselamatan Pengoperasian
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 48Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NOKEPUTUSAN MENTERI
PERHUBUNGANSUBSTANSI KETERANGAN
TAHUN 2007 Instruksi untuk menyampaikan hasil penelitian
pemeriksaan terhadap kecelakaan yang terjadi
Kereta Api
Ditetapkan pada tanggal 03
Mei 2007
11 KM NO.66A TAHUN 2006 Mengatur perubahan ketentuan pasal 1 angka 4
peraturan menteri perhunbungan KM NO.24 Tahun
2006 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan
Umum Bidang Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi
Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri
Perhubungan KM NO.24
Tahun 2006 Tentang
Penyelenggaraan Kewajiban
Pelayanan Umum Bidang
Angkutan Kereta Api Kelas
Ekonomi Tahun Anggaran
2006
Ditetapkan pada tanggal 12
Desember 2006
12 KM NO. 52 TAHUN 2000 Mengatur rencana umum jaringan jalur
Mengatur daerah manfaat jalan, daerah millik jalan
dan daerah pengawasan jalan kereta api
Tentang Jalur Kereta Api
Ditetapkan pada tanggal 18
Juli 2000
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 49Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NOKEPUTUSAN MENTERI
PERHUBUNGANSUBSTANSI KETERANGAN
Mengatur fungsi dan konstruksi pembangunan jalan
rel
Mengatur jembatan dan terowongan kereta api
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 50Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
2.Reglemen, PD 10, dan SNI
Sebagian reglemen-reglemen ini sudah tidak "up-to-date", karena telah banyak
diganti/diubah/ditambah oleh peraturan-peraturan lain misalnya Peraturan Pemerintah, Peraturan
Dinas, Keputusan Direksi, Maklumat Direksi atau peraturan lainnya namun tidak dimasukkan
dalam pasal-pasal masing-masing reglemen terkait.
Yang terjadi saat ini adalah penggantian/perubahan/penambahan tersebut sudah terlalu banyak
sehingga untuk melaksanakan suatu proses (tugas/pekerjaan/kewenangan/tanggung
jawab/kewajiban dll) harus mengacu ke beberapa peraturan sehingga sering menimbulkan
perbedaan persepsi dan tindakan dalam pelaksanaannya. Sebenarnya reglemen/peraturan dinas yang
ada dipandang dari segi pokok-pokok bahasan dalam tiap reglemen/peraturan dinas sudah sesuai
untuk mengelola sebuah perusahaan perkeretaapian secara baik dan benar. Namun perkembangan
teknologi perkeretaapian dan manajemen perusahaan "memaksa" dilakukan penyesuaian.
Salah satu solusi terbaik adalah jika DITJENKA sebagai "regulator" mengumpulkan, menata,
menyusun dan menerbitkan kembali reglemen-reglemen/peraturan-peraturan dinas tersebut setelah
dilakukan penyesuaian terhadap pasal-pasal tertentu yang disesuaikan dengan perkembangan
teknologi perkeretaapian saat ini.
Setelah dianalisis dan dievaluasi, kemudian ditetapkan oleh Pemerintah menjadi suatu standar
peraturan teknis bagi badan-badan usaha yang mengelola perkeretaapian, baik pengelola prasarana
atau pengelola sarana. Dengan demikian diharapkan Perkeretaapian Indonesia memiliki satu standar
Sistem Peraturan Teknis Perkeretaapian yang dapat dijadikan bahan acuan bidang hukum dalam
memutuskan suatu perkara yang dapat timbul di bidang perkeretaapian (Hukum Profesional
Perkeretaapian).
Tabel 3.8 Reglemen/ Peraturan-Peraturan Dinas yang “Pernah” dan/atau “ Masih” Berlaku di
Perkeretaapian Indonesia
NO REGLEMEN SUBSTANSI
1 REGLEMEN 1 Tentang struktur dan tata laksana organisasi perusahaan
2 REGLEMEN 2 JILID 1 Tentang Anggaran rencana pekerjaan dan pembetulan
3 REGLEMEN 3 Mengatur peraturan umum
Mengatur jenis semboyan dalam sistem perkeretaapian
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 51Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO REGLEMEN SUBSTANSI
4 REGLEMEN 4 Tentang Buku inventaris
5 REGLEMEN 6 Tentang Peraturan pakaian dinas
6 REGLEMEN 8 Tentang Pemakaian bakal pelanting
Mengatur pembagian kereta untuk stasiun dalam
lingkungan eksploitasi
Mengatur pemakaian materil
Mengatur pengawasan pemakaian kereta
Mengatur pengiriman kereta
Mengatur pemeliharaan dan pengawasan kebersihan
kereta-kereta
Mengatur penyerahan materil yang keluar dari bengkel
Mengatur inventaris kereta bagasi dan kereta yang
memakai ruang bagasi
Mengatur pemerikasaan inventaris kereta begasi dan
kereta yang memakai ruang besar
Mengatur tromol pembalut
Mengatur mendesinfeksi kereta
Mengatur gerobak
Mengatur peraturan umum tentang angkutan jurusan
Mengatur berat naterial untuk menghitung berat kereta
api dan berbagai petunjuk umum material
Mengatur petunjuk mengenai kereta dan gerobak
Mengatur peraturan tentang menempatkan kereta dan
gerobak dalam berbagai lintas
Mengatur pembatasab perjalanan kereta dan gerobak
Mengatur peratuuran tentang pemakaian material
dalam kereta api
Mengatur jumlah gandar dan berat kereta api setingi-
tinggianya
Mengatur penyusunan rangkaian kereta api
Mengatur peraturan tentang pemakaian dan
pengangkutan lokomotif
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 52Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO REGLEMEN SUBSTANSI
Mengatur eraturan tentang pemakaian dan pengiriman
material istimewa
Mengatur pengiriman kereta api denganrim tangan dan
rim pakem
Mengatur material kepunyaan badan partikelir atau
yang dipakai badan parikelir
7 REGLEMEN 9 Tentang Persediaan dan logistik
8 REGLEMEN 10 Tentang Konstruksi jalan rel dan bangunan
9 REGLEMEN 11 JILID 1 Mengatur peraturan pemerintah untuk pegawai
Mengatur peraturan untuk kepala seksi sinyal
Mengatur peraturan untuk kepala distrik
Mengatur peraturan untuk kepala resort
telekomunikasi
Mengatur peraturan untuk kepala distrik
telekomunikasi
10 REGLEMEN 11 JILID II Tentang Mengenai komunikasi
11 REGLEMEN 12 Tentang Peraturan teknis persinyalan
12 REGLEMEN 13 JILID 1 Tentang Peraturan teknis jalan dan bangunan
Mengatur gambar ikhtisar emplasemen
Mengatur tanda-tanda kedudukan dan daftar wesel-
wesel
Mengatur gangguan pda perlengkapan pengaman
yang masih dipakai
Mengatur penghapusan perlegkapan pengaman
sementara
Mengatur mendinaskan perlengkapan pengaman
yang baru
Mengatur penghapusan perlegkapan pengaman
untuk waktu lama
Mengatur cara menampakkkan sinyal yang
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 53Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO REGLEMEN SUBSTANSI
dihapuskan dan yang belum didinaskan
Mengatur tindakan untuk menjaga keamanan pada
waktu mengubah emplasemen atau perlengkapan
Mengatur pemeliharaan perlengkapan pengaman dan
jalan lintas
Mengatur peraturan pemeliharaan sehari-hari
Mengatur pemutusan plombir
Mengatur pengawasan atas anak kunci pengaman
Mengatur syarat-syarat mengenai tampaknya sinyal,
penempatan sinyal utama dan sinyal muka
Mengatur arti titik yang harus dilindungi
Mengatur pelanggaran wesel
Mengatur penutupan cahaya hijau dibagian belakang
beberapa sinyal
Mengatur semboyan papan rambu no.8
Mengatur aturan umum pembuatan reglemen
pengaman
Mengatur gambar lampiran mreglemen pengaman
Mengatur apitan lidah wesel
13 REGLEMEN 13 JILID III Tentang Urusan tanah dan sepur simpang
14 REGLEMEN 1V Tentang Urusan sinyal
15 REGLEMEN V Tentang Urusan jalan silang
16 REGLEMEN 15 Tentang Dinas kereta, traksi dan materil
17 REGLEMEN 16 Tentang Dinas lokomotif, traksi dan materil
18 REGLEMEN 16A Tentang Dinas lokomotif diesel elektrik hidrolik
Mengatur peraturan umum dinas lokomotif
Mengatur persiapan dinas
Mengatur dinas kereta api
Mengatur dinas distasiun antara dan stasiun tujuan
Mengatur dinas langsir
Mengatur traksi tunggal dan ganda
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 54Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO REGLEMEN SUBSTANSI
Mengatur peraturan khusus
Mengatur muatan dan susunan rangkaian
Mengatur pengereman kereta api dengan rem tangan
Mengatur pengereman kereta api dengan rem
otomatis
Mengatur peraturan perjalanan kereta api dalam
dinas malam
19 REGLEMEN 17A Tentang Penggunaan abar udara
20 REGLEMEN 18 JILID 1 Tentang Peraturan pengangkutan penupang dan
bagasi
21 REGLEMEN 18 JILID II Tentang Peraturan pengangkutan baarang
22 REGLEMEN 19 JILID 1 Tentang Peraturan perjalanan kereta api waktu kerja
siang
23 REGLEMEN 19 JILID II Tentang Peraturan perjalanan kereta api waktu kerja
malam
24 REGLEMEN 19 JILID III Mengatur peraturan tentang gerobak kerja
Mengatur pemakaian dan penggerakkan gerobak
25 REGLEMEN 19 JILID IV Mengatur kereta api kerja siang
Mengatur peraturan tentang dresin dan tori
26 REGLEMEN 20 Tentang Dinas lalu lintas dan tata usaha telegram
27 REGLEMEN 21 Tentang Telegram dan peraturan tata usaha telegram
28 REGLEMEN 22 JILID 1 Tentang Penguasaan stasiun
29 REGLEMEN 22 JILID II Tentang Peraturan tentang pemegang kekuasaan
keuangan stasiun
30 REGLEMEN 22 JILID III Tentang Peraturan tentang pemegang keuangan
stasiun
31 REGLEMEN 23 Mengatur ketentuan arti gangguan dinas,
penghentian dinas dan peristiwa luar biasa
Mengatur jenis peristiwa luar biasa
Mengatur pemberitahuan peristiwa luar biasa
Mengatur tindakan yang harus dilakukan
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 55Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO REGLEMEN SUBSTANSI
Mengatur pemeriksaan peristiwa luar biasa
Mengatur berita pemeriksaan peristiwa luar biasa
32 REGLEMEN 24 JILID II Tentang Pembayaran uang premi
33 REGLEMEN 24 JILID III Tentang Peraturan rumah dinas
Tabel 3.9 PD 10
NO PD 10 SUBSTANSI
PD 10 Mengatur Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
Mengatur Kecepatan dan Beban Gandar
Mengatur Standar Jalan Rel.
Mengatur Ruang Bebas dan Ruang Bangun
Mengatur Perlintasan Sebidang
Mengatur geometri jalan rel
Mengatur Lengkung Horizontal
Mengatur Landai
Mengatur Lengkung Vertikal
Mengatur Penampang Melintang
Mengatur susunan jalan rel
Mengatur pematusan
Tabel 3.10 Matrik SNI Perkeretaapian di Indonesia
NO SNI SUBSTANSI
1 SNI 05-7115-2005Mengatur spesifikasi paku baja berulir untuk pengikat rel
kereta api
2 SNI 11-0197-1987Mengatur Bantalan kayu untuk kereta api, Peraturan
pengujian
3 SNI 11-1079-1989 Mengatur Kasut roda untuk kereta gerbong dan lokomotif
4 SNI 11-1080-1989Mengatur Roda pejal (solid) baja karbon untuk kereta
gerbong dan lokomotif
5 SNI 11-1648-1989 Mengatur Alat perangkai otomatis untuk gerbong
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 56Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO SNI SUBSTANSI
6 SNI 11-1649-1989 Mengatur Alat perangkai otomatis untuk kereta
7 SNI 11-1650-1989 Mengatur Bahu bantalan beton rel kereta api tipe II
8 SNI 11-1651-1989 Mengatur Kerangka samping tipe barber 5 x 9
9 SNI 11-1652-1989 Mengatur Nakel
10 SNI 11-1653-1989 Mengatur Sepatu rem besi tuang untuk kereta api
11 SNI 11-2756-1992 Mengatur Bahu bantalan beton rel kereta api tipe I
12 SNI 11-3388-1994Mengatur Bantalan beton blok tunggal dan sistem penambat
rel, Metode pengujian
13 SNI 11-3675-1995 Mengatur Pelat andas rel kereta api dari baja
14 SNI 11-3676-1995 Mengatur Pelat andas rel kereta api dari besi cor
15 SNI 11-3677-1995 Mengatur Penjepit elastis rel kereta api
16 SNI 11-4013-1996
Mengatur Mutu dan cara uji sambungan las termit rel kereta
api
17 SNI 11-4040-1996Mengatur Alas rel untuk penambat elastis rel kereta api dari
bahan polietilen
18 SNI 11-4041-1996Mengatur Insulator untuk penambat elastis rel kereta api
dari bahan logam
D. PERAN PEMERINTAH SEBAGAI REGULATOR PERKERETAAPIAN
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2007, Perkeretaapian dikuasai Negara dan pembinaannya dilakukan
oleh Pemerintah. Pemerintah berkewajiban menjamin keselamatan transportasi perkeretaapian.
1. Pemisahan Fungsi Regulator dan Operator
a. Fungsi Regulator oleh Pemerintah yaitu
Pembinaan Perkeretaapian yang meliputi: Pengaturan, Pengendalian dan Pengawasan.
b. Fungsi Operator oleh Badan Usaha Penyelenggara yang meliputi Pengadaan atau
Pembangunan, Pengoperasian, Perawatan dan Pengusahaan.
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 57Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Sumber : Ditjen Perkeretaapian
Gambar 3.7 Peran Stakeholder Perkeretaapian
a. Direktorat Jenderal Perkeretaapian
Direktorat Perkeretaapian memiliki tugas-tugas terkait terkait dengan berbagai peraturan teknis
yang diperlukan untuk mendukung sektor kereta api lebih kuat, dalam melaksanakan tugasnya,
Dirjen KA memiliki setidak nya tiga kapasitas dalam bidang :
• Infrastruktur dan standar peralatan
• Keselamatan
• Perizinan (licensing)
2. Infrastruktur dan Standar Peralatan
Direktorat Jenderal Perkeretaapianperlu untuk memodifikasi standar-standar yang ada, sebagian
besar standar-standar pengoperasian, untuk struktur industri yang baru dengan berbagai peserta.
Dalam beberapa hal, Indonesia akan mendapat keuntungan dengan pengaturan standar-standar
jaringan Perkereta Apian yang tidak terhubung secara langsung dengan system perkeretaapian yang
lainnya dan tidak berkewajiban untuk menyesuaikan standar-standar (lebih mendalam, system
perkeretaapian Indonesia tampaknya tidak mengembangkan jalur internasional dengan periode
waktu NRMP dan jika pernah, hanya akan dilakukan dengan periode langkah yang terbatas-
mungkinseperti Borneo atau melalui ferry-KA dengan daratan Malaysia. Lebih jauh, Direktorat
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 58Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Jenderal Perkeretaapian mungkin akan mendapat keuntungan luar biasa dengan mengubah dengan
AAR, UIC, UITP, APTA dan badan perkeretaapian lainnya. Direktorat Jenderal Perkeretaapian
harus secara aktif mempromosikan perubahan dan mendapatkan informasi relevan dari beragam
standar-standar yang mungkin dari berbagai sumber.
Direktorat Jenderal Perkeretaapian seharusnya mempertimbangkan standar-standar internasional
dan mempraktekkan secara hati-hati sesuai dengan kondisi transportasi Indonesia seperti standar-
standar Negara-negara lainnya yang
disesuaikan dengan kondisi perekonomian. Seperti disebutkan dalam bagian sebelumnya, struktur
direktorat saat ini dalam Direktorat Jenderal Perkeretaapian menawarkan kerangka kerja yang jelas
untuk menyusun standar. Direktorat Infrastruktur harus menjadi sumber standar infrastruktur, di
samping tanggung jawab pengembangan infrastruktur. (Direktorat Infrastruktur akan bertanggung
jawab untuk perhitungan persyaratan TAC dan IMO, mendapat persetujuan dari tingkat yang lebih
tinggi oleh Direktur Jenderal dan Menteri.) Direktorat Keselamatan akan mengeluarkan standar
untuk gerbong, meskipun Direktorat Jenderal Perkeretaapian boleh memisahkan fungsi rel dan
keselamatan jika beban gabungan terbukti berlebihan.
3. Keselamatan
Berdasarkan NRMP,Direktorat Jenderal Perkeretaapian akan memiliki tanggung jawab untuk
menjamin pengoperasian yang aman di sektor kereta api. Dengan adanya kebebasan komersial
dan operasional , dengan peningkatan prospek manajer infrastruktur tambahan dan operator PT KA
dan, bagaimanapun, peraturan keselamatan harus secara eksplisit ditentukan dan harus berbagi
tanggung jawab keamanan dengan manajer independen / operator. Dalam hal ini,Direktorat
Jenderal Perkeretaapiana perlu meninjau program audit keselamatan yang diberlakukan oleh
operator.
i. Program Keselamatan operator
Direktorat Jenderal Perkeretaapian ini akan mengharuskan setiap penyedia layanan kereta api untuk
memiliki program formal eksplisit sistem keselamatan di tempat. Sedangkan tinjauan Direktorat
Jenderal Perkeretaapian dari program ini adalah ukuran yang proaktif dan penting untuk
mempromosikan keselamatan, desain dan implementasi program. Keselamatan akan menjadi
tanggung jawab penyedia layanan kereta api. Direktorat Jenderal Perkeretaapian juga akan
memiliki kewenangan untuk mengaudit program keselamatan. Jika perusahaan audit yang sesuai
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 59Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
dapat ditemukan di Indonesia, Direktorat Jenderal Perkeretaapian dapat mempertimbangkan
outsourcing untuk hal ini. (dan juga biaya terkait dengan hal tersebut ).
Meskipun review Direktorat Jenderal Perkeretaapian pada setiap penyedia layanan kereta api akan
memiliki tanggung jawab utama untuk keselamatan operasi sendiri. Dengan demikian, selain
memiliki program sistem keselamatan sendiri di tempat, penyedia infrastruktur diharapkan untuk
menyiapkan operator kereta api yang menggunakan infrastruktur untuk memiliki program
keselamatan . Demikian pula, operator kereta api akan diharapkan untuk membutuhkan program-
program keselamatan untuk setiap penyedia layanan gerbong yang mereka gunakan.
ii. Prosedur Setting Standar Keselamatan
Sementara itu Direktorat Jenderal Perkeretaapian memiliki kekuasaan untuk menetapkan standar
keamanan yang diperlukan (termasuk standar teknis untuk peralatan dan perlengkapan) independen,
dengan tahap kedua dari NRMP,Direktorat Jenderal Perkeretaapian berencana untuk menerapkan
proses pembuatan peraturan transparan di mana pihak terkait diundang untuk berpartisipasi dalam
mengomentari, mengusulkan modifikasi aturan keamanan dan standar. Proses ini akan menarik
terutama pada pengetahuan dan pengalaman dari semua pihak yang terkena dampak dan harus
kooperatif, bukan konfrontatif.
iii. Modernisasi Standar
"Best practice" standar keamanan untuk industri kereta api adalah dengan menekankan pengukuran
kinerja-standar yang memungkinkan peserta yang berbeda dalam industry untuk mencapai tingkat
keselamatan tertentu dengan kebijaksanaan yang signifikan untuk menentukan cara paling efisien
dan biaya efektif. Sementara Direktorat Jenderal Perkeretaapian mungkin memerlukan spesifikasi
fisik atau desain minimal yang harus dipenuhi atau bahkan lebih, hanya kodifikasi standar PT KA
untuk industri yang berkembang akan berpotensi melumpuhkan inovasi dan membebankan biaya
yang tidak perlu di industri. Penyedia layanan kereta api baru akan diberikan fleksibilitas untuk
menetapkan standar keselamatan mereka sendiri dan aturan internal. Mereka cenderung lebih rinci
dan detail dibandingkan aturan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, yang dari berbagai praktek yang
aman disetujui oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian.
Direktorat Jenderal Perkeretaapian perlu memodifikasi standar keselamatan dan akan menyertakan
analisis biaya-manfaat dari standar modifikasi yang diusulkan. Analisis semacam ini tidak perlu
rumit dan dapat menggunakan dampak tindakan-tindakan non-keuangan yang sulit untuk diukur.
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 60Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Meskipun demikian, ia akan fokus kepada semua pihak yang terlibat dan menemukan cara
menghemat biaya untuk mencapai keselamatan.
Investigasi Kecelakaan.Direktorat Jenderal Perkeretaapian akan bertanggung
jawab untuk menjamin bahwa penyelidikan kecelakaan dilakukan dengan
tepat, tetapi tidak berarti langsung menyelidiki setiap insiden kecil.
Sebaliknya, sebagai bagian dari kekuasaan untuk menetapkan standar dan
mewajibkan pelaporan, Direktorat Jenderal Perkeretaapian harus menetapkan
standar untuk penyelidikan kecelakaan dan pelaporan dan mendelegasikan
tanggung jawab kepada penyedia infrastruktur dan / atau operator kereta api
untuk meninjau tipe tertentu insiden. Untuk kecelakaan yang sangat serius
(yang melibatkan cedera serius, hilangnya nyawa atau kerusakan properti
yang signifikan), Direktorat Jenderal Perkeretaapian akan, atas permintaan
para pihak yang terkena dampak atau atas inisiatif sendiri, mengadakan
langsung Dewan Penyelidikan. Dewan ini fungsi Inquirynya akan menjadi
terbatas untuk menentukan penyebab kecelakaan itu. Setiap masalah
kompensasi yang timbul dari kecelakaan harus ditentukan oleh hukum yang
berlaku dan kontrak, yang dilakukan melalui arbitrase atau pengadilan.
Keamanan Investigasi. Jika Direktorat Jenderal Perkeretaapian memiliki
alasan untuk percaya bahwa keselamatan sedang dikompromikan dan
penyedia layanan kereta api yang beroperasi melakukan pelanggaran
terhadap standar keselamatan, hal itu mungkin akan memerlukan
penyelidikan. Penyelidikan hanya harus dilakukan untuk mencari tahu
penyebabnya. Penyebab yang wajar untuk inisiasi penyelidikan yang akan
mencakup:
Tingkat kecelakaan;
Tingkat keluhan terhadap keselamatan, atau
Tingkat keparahan kecelakaan.
Jika penyelidikan mengungkapkan pelanggaran keamanan, Direktorat
Jenderal Perkeretaapian dapat mengambil tindakan perbaikan yang tepat,
sebagaimana diizinkan dalam menegakkan kekuasaan.
Keamanan Pelaporan. Untuk memantau kinerja keselamatan,Direktorat
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 61Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Jenderal Perkeretaapian dapat mendefinisikan laporan standar keselamatan
yang akan diberikan oleh seluruh peserta kereta api industri atau kelompok
peserta industri kereta api (misalnya, operator kereta) yang mungkin
memerlukan pelaporan ini dan menggunakan kekuatan untuk menegakkan
dan memastikan kepatuhan dengan tepat. Direktorat Jenderal Perkeretaapian
akan dapat menentukan persyaratan pelaporan pada kebijakannya sendiri dan
dapat memilih untuk mengadakan dengar pendapat publik atau meminta
komentar sebelum mengeluarkan keputusan mengenai persyaratan pelaporan.
Keamanan Pengaduan. Setiap pihak yang terkena dampak (misalnya,
karyawan, pelanggan, masyarakat) dapat mengajukan keluhan tentang
pelanggaran terhadap standar keselamatan untuk menjadi perhatian
Direktorat Jenderal Perkeretaapian tersebut. Para Direktorat Jenderal
Perkeretaapian kemudian dapat menilai validitas keluhan dan mengambil
tindakan yang sesuai, yang mungkin termasuk melakukan investigasi
keselamatan.
Pengenaan Denda atau Pencabutan Izin. Sebagai mekanisme penegakan
hukum, Direktorat Jenderal Perkeretaapian akan memiliki kekuatan untuk
menetapkan denda atau mencabut izin. Keadaan di mana kekuasaan ini dapat
dilaksanakan dan diterapkan di rulemakings, dan tidak ditentukan
berdasarkan kasus per kasus.
Konsistensi Yuridiksi, dalam menetapkan standar, Direktorat Jenderal
Perkeretaapian akan mengakui yuridiksi badan pemerintah lainnya, misalnya,
alam kompensasi pekerja, kesehatan keselamatan kerja, dan tunjangan kerja.
Keselamatan administrasi akan dikelola oleh Badan Keselamatan saat ini dan Bursa Direktorat
Gerbong, atau Direktorat Keselamatan terpisah, sebaiknya memilih Direktorat Jenderal
Perkeretaapian untuk memisahkan dua fungsi.
4. Perizinan (Licensing)Peraturan teknis tidak hanya memerlukan pembentukan infrastruktur, peralatan dan standar
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 62Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
keselamatan, tetapi juga lisensi penyedia infrastruktur (badan usaha prasarana), operator kereta api
dan penyedia layanan gerbong (badan usaha sarana). Peserta dalam industri kereta api di Indonesia
harus memiliki ijin untuk mereka mengoperasikan / menyediakan layanan. Pihak yang akan
mendapat lisensi meliputi (1) manajer infrastruktur rel untuk penggunaan internal maupun
eksternal, (2) operator kereta api, (3) operator fasilitas pemeliharaan gerbong dan pihak lain yang
menyewakan atau menyediakan gerbong untuk melatih operator dan yang melakukan kegiatan
yang akan dicakup dalam izin operator kereta. (Sebagai kelompok, badan usaha tersebut disebut
sebagai "penyedia layanan kereta api.")
Tinjauan lisensi dilakukan untuk menentukan kesesuaian penyedia layanan kereta api.
Tinjauan lisensi tidak boleh digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi atau kebijakan lain.
Namun, untuk proyek-proyek kereta api baru, penilaian akan mencakup tidak hanya
penilaian kemampuan pemohon untuk membiayai pembangunan infrastruktur atau
pembelian peralatan, tetapi juga review due diligence (uji tuntas) kesinambungan operasi
kereta api yang diusulkan. Perlu dipastikan kemampuan keuangan perusahaan kuat dan
memadai adalah penting bahwa agar keuangan dari penyedia menjadi kuat. Pengalaman
berpendapat bahwa penyebab utama kecelakaan dan masalah lainnya adalah akibat
penangguhan pemeliharaan. Pemeliharaan sering ditangguhkan pada saat kondisi keuangan
yang lemah, atau ketika diperkirakan keuntungan gagal terwujud.
o lisensi akan diminta untuk memberikan informasi rinci tentang operasi yang akan
berlisensi dan untuk menunjukkan kelancaran beroperasi, termasuk khususnya bukti
bahwa:
o lisensi memiliki Sistem Program Keselamatan yang sesuai. Program ini akan
meliputi pemeriksaan, pelatihan, kepatuhan terhadap standar teknis, dan penegakan
praktek operasi yang diperlukan agar berfungsi dengan cara yang aman.
Lisensi memiliki Program Lingkungan yang tepat. Program ini akan meliputi pemeriksaan,
pelatihan dan penegakan praktek operasi lingkungan yang aman, seperti yang didefinisikan
oleh pihak yang lingkungan nasional dan sub-nasional yang berwenang.
o Lisensi memiliki asuransi dari jumlah dan cakupan yang tepat untuk kegiatan
berlisensi.
Lisensi secara teknis cocok untuk menyediakan layanan yang akan berlisensi. Artinya,
karyawan kereta api Lisensi itu memiliki pengetahuan yang memadai, pelatihan dan
pengalaman dalam jasa-jasa tertentu untuk dilisensikan bahwa Lisensi dapat memastikan
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 63Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
mereka akan aman.
Lisensi secara finansial cocok untuk menyediakan layanan yang akan berlisensi. Melalui
penyediaan pernyataan bankir ', laporan keuangan yang diaudit atau cara lain, Lisensi akan
diminta untuk menunjukkan bahwa itu adalah finansial mampu mengoperasikan layanan
untuk dilisensikan di tempat yang aman dan berkelanjutan.
Lisensi akan diminta untuk mengungkapkan litigasi, penilaian dan perintah penegakan
hukum terhadap Pemegang Lisensi, direksi, pejabat perusahaan, atau pemegang saham
utama. Hal ini akan memungkinkanDirektorat Jenderal Perkeretaapian untuk menentukan
apakah litigasi, penilaian atau perintah penegakan menunjukkan bahwa Lisensi akan
cenderung untuk menyediakan layanan dalam mode yang tidak aman.
Lisensi rel lain di Indonesia di mana pemohon izin yang berpartisipasi harus diidentifikasi
bersama dengan operasi kereta api lainnya yang dilakukan oleh Lisensi atau afiliasinya di
yuridiksi selain Indonesia
o Operasi yang dilakukan harus dijelaskan secara rinci bersama-sama dengan deskripsi
dari setiap waktu, layanan atau pembatasan geografis pada lisensi.
Masalah-masalah akan ditimbang sama untuk menentukan apakah calonLisensi cocok untuk
beroperasi dengan aman di Indonesia. Sebagai contoh, jika pemohon berusaha untuk
mengoperasikan layanan penumpang, perhatian khusus akan diberikan dengan pengalaman
karyawan dalam layanan penumpang operasi. Jika pemohon berencana untuk menggunakan
subkontraktor, akan bertanggung jawab untuk memastikan kesesuaian subkontraktor tersebut.
Dalam membuat kasus keamanan, pemohon akan diminta untuk juga membuat kasus keselamatan
untuk subkontraktor tersebut. JikaLisensi kemudian membuat perubahan signifikan dalam
subkontraktor tersebut, seperti yang didefinisikan olehDirektorat Jenderal Perkeretaapiandalam
aturan lisensi, ia mungkin diperlukan untuk mengubah izin untuk memberikan kasus keselamatan
untuk subkontraktor baru.
Direktorat Jenderal Perkeretaapianakan menunjuk Direktorat yang akan bertanggung jawab untuk
mengeluarkan izin. Sementara infrastruktur, rel dan keselamatan unit semuanya memberikan
masukan penting untuk proses perizinan, perizinan operator tidak akan ditempatkan dengan salah
satu unit khusus. SetelahDirektorat Jenderal Perkeretaapiantinjauan menyeluruh akan memutuskan
apakah akan membuat Direktorat baru atau kantor staf sebagai bagian dari fungsiDirektorat Jenderal
Perkeretaapianpusat, atau untuk mencari fungsi di dalam perencanaan atau lalu lintas.
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 64Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
5. Ringkasan Tanggung jawab Peraturan Teknisperaturan teknis berisi aspek-aspek berbeda banyak seperti yang dijelaskan di atas dan dapat
mengakibatkan birokrasi berat yang menghambat perkembangan industri dan partisipasi sektor
swasta kecuali mereka tanggung jawab dibagi dengan komponen industri kereta api. Dalam banyak
kasus, manajer infrastruktur dan / atau operator kereta api akan mengambil tanggung jawab utama,
memungkinkanDirektorat Jenderal Perkeretaapianuntuk fokus pada monitoring, review dan
persetujuan. Selain itu, LPH dan kereta api penyedia layanan harus mendorong masukan dari buruh
kereta api pada hal-hal yang mempengaruhi kondisi kerja dan keselamatan.
Sebuah daftar indikatif utama komponen teknis pengaturan dan pembagian tanggung jawab
fungsional terdapat dalam tabel berikut :
Tabel 3.11 Daftar Indikasi Utama Teknis Pengaturan dan Pembagian Tanggung Jawab Fungsional
Fungsi Direktorat
Jenderal
Perkeretaapian
Badan Usaha Pegawai
Perkeretaapian
Menyiapkan Standar Multioperator Penanggung
Jawab Utama
Penasehat (Manager
Prasarana, Badan Usaha
Sarana Perkeretaapian)
Menyiapkan Standar Prasarana
Multioperator
Penanggung
Jawab Utama
Penasehat (Manager
Prasarana, Badan Usaha
Sarana Perkeretaapian)
Standar Pengoperasian Kereta Api Penanggung
Jawab Utama
Publikasi Standar Keselamatan Penanggung
Jawab Utama
Penasehat Penasehat
Program Keselamatan manajer
Prasarana rel
Review dan
persetujuan
Desain dan Laporan
(Manajer Prasarana)
Program keselamatan Badan Usaha
Sarana kereta api
Review dan
Persetujuan
Desain dan Laporan
(Fasilitas Badan Usaha
Sarana Kereta Api)
Program Keselamatan Badan Usaha
Sarana
Review dan
Persetujuan
Desain dan Pelaporan
(Badan Usaha Sarana
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 65Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Fungsi Direktorat
Jenderal
Perkeretaapian
Badan Usaha Pegawai
Perkeretaapian
Fasilitas)
Menetapkan standar kinerja untuk
keselamatan prasarana
Penanggung
Jawab Utama
Penasehat Penasehat
Menetapkan standar kinerja untuk
keamanan Prasarana
Penanggung
Jawab Utama
Penasehat Penasehat
Menetapkan kinerja standar untuk
praktek pengoperasian yang aman
Penanggung
Jawab Utama
Penasehat Penasehat
Menetapkan aturan operasi rinci;
menerbitkan laporan jaringan yang
menjelaskan persyaratan
Persetujuan Penanggung Jawab
Utama ( Manager
Prasarana)
Menetapkan Biaya Akses Persetujuan dan
Publikasi
Pengusul
Menetapkan Standar kinerja untuk
penanganan bahan berbahaya
Penanggung
Jawab Utama
Penasehat Penasehat
Menetapkan aturan operasi rinci untuk
penanganan bahan berbahaya
Review dan
Persetujuan
Penanggung Jawab
Utama (Manajer
Prasarana, Badan Usaha
Sarana Kereta Api)
Asuransikan investigasi kecelakaan
yang sesuai & pelaporan
Penanggung
Jawab Utama
Penasehat
Investigasi dan pelaporan kecelakaan Penanggung
Jawab Utama,
Kecelakaan
serius, KNKT
mungkin dapat
menemukan
penyebab dalam
kasus-kasus
serius
Penanggung Jawab
Utama, Seluruh
Kecelakaan
Melakukan investigasi keselamatan
untuk mencari tahu penyebabnya
Penanggung
Jawab Utama
Mendefinisikan & mewajibkan
pelaporan keselamatan rutin
Penanggung
Jawab Utama
Penasehat Penasehat
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 66Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Fungsi Direktorat
Jenderal
Perkeretaapian
Badan Usaha Pegawai
Perkeretaapian
Mendengar Keluhan Keselamatan Penanggung
Jawab Utama
6. Pembagian Otoritas untuk Pembangunan Kereta ApiKewenangan Pemerintah untuk mengembangkan kereta api meliputi:
a. Menentukan arah dan sasaran kebijakan nasional, provinsi dan kabupaten / kota
perkembangan kereta api, yang meliputi:
o Penentuan strategi untuk mencapai sasaran kebijakan untuk menengah dan jangka
panjang nasional, provinsi dan kabupaten perkembangan kota / kereta api;
o Menentukan tujuan kinerja tahunan perkeretaapian nasional tunduk pada
keterbatasan keuangan.
b. Menentukan pedoman, standar dan prosedur organisasi kereta api dan pembangunan
mereka, yang meliputi:
o Menentukan pedoman, standar dan prosedur organisasi kereta api umum;
o Menentukan pedoman, standar dan prosedur organisasi kereta api khusus
c. Menentukan kompetensi minimal dari pejabat yang melakukan fungsi di bidang kereta api,
yang meliputi:
o Pejabat menjalankan tugas pemerintahan yang berkaitan dengan kereta api;
o Pejabat melaksanakan tugas pemerintah terkait dengan organisasi kereta api.
d. Memberikan arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis bagi pemerintah daerah, dan
penyelenggara layanan kereta api dan pengguna, yang meliputi:
o Memberikan arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis bagi pemerintah
daerah, yang mungkin dalam bentuk pembiayaan dan aktivitas spesifik;
o Memberikan arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis untuk pengelola kereta
api, yang mungkin dalam bentuk pembiayaan dan aktivitas spesifik;
o Memberikan arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis untuk pengguna kereta
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 67Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
api, yang dapat berupa sosialisasi kebijakan kereta api.
e. Pengawasan pada kereta api menyelesaikan pengembangan sistem
o Pengawasan pada persiapan nasional, provinsi dan kabupaten / kota rencana induk
kereta api;
o Pengawasan terhadap organisasi kereta api nasional, termasuk konstruksi;
o Pengawasan atas pelaksanaan provinsi dan kabupaten / kota pembangunan rel kereta
api.
7. Kewenangan Pemerintah ProvinsiKewenangan pemerintah provinsi untuk pengembangan kereta api meliputi:
a. Menentukan arah dan sasaran kebijakan untuk kabupaten / kota pembangunan rel kereta
api, yang meliputi:
o Menentukan strategi untuk mencapai sasaran kebijakan pengembangan daerah
provinsi dan jangka menengah / kereta api kota;
o Menentukan kinerja tahunan dari kereta api provinsi.
b. Memberikan arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis bagi pemerintah kabupaten /
kota, penyelenggara layanan kereta api dan pengguna, yang meliputi:
o Memberikan arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis bagi pemerintah
kabupaten / kota, yang mungkin dalam bentuk pembiayaan dan aktivitas spesifik;
o Memberikan arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis untuk pengelola kereta
api, yang mungkin dalam bentuk pembiayaan dan aktivitas spesifik;
o Memberikan arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis bagi pengguna jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43b, yang dapat berupa sosialisasi kebijakan
kereta api.
c. Pengawasan atas pelaksanaan kereta api provinsi, yang meliputi:
o Pengawasan terhadap perencanaan dan pengembangan provinsi dan kabupaten / kota
kereta api;
o Pengawasan terhadap organisasi kereta api provinsi;
o Pengawasan atas pelaksanaan kabupaten / kota pembangunan rel kereta api
8. Pengembangan Kelembagaan Penyelenggaraan Perkeretaapian
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 68Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
a. Kebijakan
Dalam rangka menjamin terlaksannya sasaran pengembangan kelembagaan Penyelenggaraan
Perkeretaapian akan ditempuh berbagai kebijakan antara lain:
1. Meningkatkan peran pemerintah sebagai regulator perkeretaapian.
2. Mendorong terwujudnya penyelenggaraan perkeretaapian yang multioperator.
3. Peningkatan peran Pemda dalam penyelenggaraan perkeretaapian.
b. Program Utama
Program-program utama berikut disusun sebagai suatu upaya merealisasikan kebijkan
pengembangan Kelembagaan perkeretaapian nasional:
Untuk melakasanakan kebijakan-kebijakan tersebut di atas, akan dilaksanakan beberapa program
terkait strategi pengembangan kelembagaan perkeretaapian antara lain :
1. Penyusunan regulasi dan kebijakan yang memperkuat kedudukan Pemerintah sebagai
regulator perkeretaapian : Perkeretaapian dikuasai oleh negara, sehingga Pemerintah
sabgai regulator mempunyai kewenangan dalam pembinaan perkeretaapian yang meliputi
pengaturan, pengendalian dan pengawasan. Untuk melaksanakan peran pembinaan tersebut
secara maksimal maka Pemerintah harus didukung oleh peraturan (regulasi) yang dapat
dijasikan acuan dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan di bidang perkeretaapian.
2. Memfasilitasi dan mentransformasikan pemisahan penyelenggaraan sarana dan
prasarana oleh PT. KAI (Persero) yang masih monopoli menjadi multioperator;
Pemisahan penyelenggaraan prasaranan dan sarana perkeretaapian merupakan syarat mutlak
dalam mentransformasikan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) menjadi badan
penyelenggaraan perkeretaapian yang kuat dan mandiri. Untuk mewujudkan hal ini perlu
adanya perubahan penyelenggaraan perkeretaapian yang monopolistic menjadi
penyelenggaraan yang multioperator sehingga terjadi persaingan yang sehat antar operator.
Dalam proses transformasi tersebut Pemerintah mempunyai peran penting sebagai fasilitator
karena sebagian besar asset perkeretaapian yang ada saat ini merupakan asset Negara dalam
bentuk Penyertaan Modal Pemerintah.
3. Pembentukan Badan Pengatur Penyelenggara Perkeretaapian (BPPP); Penyelengaraan
perkeretaapian yang efisien, efektif dan adil mensyaratkan perlunya penerapan prinsip-
prinsip good governance. Penerapan prinsip ini dapat diwujudkan melalui suatu badan
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 69Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
khusus yang diharapkan mampu menjamin pola hubungan antar penyelenggara sarana dan
prasarana perkeretaapian.
4. Pembentukan badan usaha penyelenggara prasarana; Badan usaha ini akan difokuskan
pada pengelolaan prasarana perkeretaapian yang merupakan milik Pemerintah.
5. Program Akreditasi terhadap Lembaga Pendidikan SDM Perkeretaapian; Dalam
penyelengaraan perkeretaapian yang multioperator membutuhkan ketersediaan SDM yang
handal dan kompeten. Untuk itu, pemerintah perlu menyusun program akreditasi terhadap
Lembaga Pendidikan SDM agar seluruh lembaga pendidikan penyedia SDM perkeretaapian
mampu menghasilkan SDM yang memenuhi standar kompetensi.
6. Program Akreditasi terhadap Fasilitas Perawatan sarana dan prasarana
perkeretaapian; Perawatan sarana dan prasarana memiliki peran penting guna menjamin
keselamatan dan keamanan perkeretaapian. Kualitas pemeliharaan membutuhkan dukungan
fasilitas perawatan sarana dan prasarana dari lembaga yang telah terakreditasi, oleh karena
itu program akreditasi terhadap lembaga yang menyediakan fasilitas perawatan sarana dan
prasarana perkeretaapian sangat diperlukan.
7. Program Akreditasi terhadap Lembaga Pengujian sarana dan prasarana
perkeretaapian; Pengujian dan pemeriksaan kelaikan teknis dan operasional prasarana dan
sarana harus dilakukan oleh Lembaga Pengujian yang telah terakreditasi oleh Pemerintah.
Hal ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa lembaga pengujian tersebut dapat
melaksanakan pengujian sarana dan prasarana perkeretaapian sesuai standar pengujian.
8. Pembentukan Lembaga Pengujian dan Lembaga Pendidikan SDM Perkeretaapian;
Layanan perkeretaapian yang menjamin keselamatan dan keamanan membutuhkan
dukungan sarana dan prasarana yang laik operasi dan SDM yang kompeten. Untuk
menjamin bahwa sarana dan prasarana perkeretaapian laik operasi maka pemerintah sebagai
regulator berkewajiban untuk membentuk Lembaga Pengujian Sarana dan Prasarana
perkeretaapian. Demikian juga dengan pembentukan lembaga pendidikan SDM
perkeretaapian terutama SDM regulator.
9. Pembentukan lembaga yang menangani pelaksanaan PSO, IMO dan TAC. Pemerintah
perlu melakukan penataan kelembagaan Public Service Obligation (PSO), Infrastucture
Maintenance and Operation (IMO) dan Track Access Charge (TAC) untuk menjamin
transparansi dan akuntanbilitas penyelengaaraan perkeretaapian nasional. Pemisahan
penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian menyebabkan pemisahan skema IPO,
IMO dan TAC sehingga diperlukan lembaga khusus untuk menangani pendapatan operasi
BAB 3 KONDISI NSPK PERKERETAAPIAN INDONESIA
LAPORAN AKHIR 70Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
berdasar tariff yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan Biaya Pokok Produksi (BPP)
operator melalui skema PSO, Penyelenggara Prasarana bertanggung jawab atas pelaksanaan
IMO, sedangkan Penyelenggara Sarana membayar TAC atas penggunaan prasrana kepada
Penyelenggara Prasarana.
10. Kerjasama dengan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan perkeretaapiaan;
Pemerintah perlu mendorong Pemerintah Daerah ikut serta dalam penyelenggaraan
perkeretaapian dengan tetap memperhatikan keterpaduan jaringan pelayanan sesuai dengan
tatanan perkeretaapian umuj. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan kerjasama antara
Pemerintah denga PEmerintah Daerah dalam penyelenggraan perkeretaapian.
11. Pendelegasian wewenang kepada Pemda dalam pembinaan dan pemberian izin
penyelenggaraan perkeretaapian. Sesuai dengan semangat UU No.23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian, Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk memberikan izin
penyelenggaraan perkeretaapian baik pada tingkat pemerintah provinsi maupun pada tingkat
kabupaten/kota.
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR
71Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
BAB 4
KONDISI & PERMASALAHAN PERKERETAAPIAN DIWILAYAH STUDI
A. PERKEMBANGAN INFRASTRUKTUR KERETA API
a. Panjang rel
Sarana jalan rel merupakan infrastruktur vital bagi transportasi kereta api (KA),
yang mendukung kelancaran operasional KA. Investasi untuk pembangunan rel
sebenarmya tidak sebesar pembangunan jalan raya, karena pembangunan rel hanya
membutuhkan lahan yang sedikit dan tidak merusak ekosistim lingkungan di
daerah.
Dalam periode 2004-2008 total penjang rel KA di Indonesia mengalami
pertumbuhan rata-rata 1,6% yaitu menjadi 4,813,000 km dibandingkan 4.517.197
km pada 2004. Semakin meningkatkannya panjang rel selama periode waktu 5
tahun ini karena banyaknya peremajaan dan pembangunan rel.
Untuk meningkatkan sarana jalan rel KA, pemerintah giat melakukan rehabilitasi
dan membuka sejumlah rel yang tidak dioperasikan lagi, untuk mendorong
kegiatan perekonomian di daerah tersebut. Selain itu pemerintah juga menata
perlintasan KA yang banyak dipenuhi pemukiman kumuh agar perlintasan rel
menjadi aman.
Bahkan, menurut Dirjen Perkeretaapian Departemen Perhubungan anggaran
program revitalisasi berupa perbaikan dan pergantian bantalan rel kereta api (KA)
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 72Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
dari kayu ke beton pada 2008 mencapai Rp19 triliun. Pada 2009 Departemen
Perhubungan menyediakan anggaran perbaikan sarana jalur kereta api, mulai dari
Tanjung Priok sampai Stasiun Kota, di Jakarta sebesar Rp 20 miliar. Ini merupakan
program penataan perlintasan KA yang dipenuhi permukiman kumuh agar menjadi
aman.
Sepanjang 2009 sejumlah jalur rel yang baru bertambah diantaranya jalur ganda
Patuguran-Purwokerto (Jawa Tengah) sepanjang 34,9 km, serta jalur Petarukan –
Larangan (Jawa Tengah) sepanjang 30,5 km.
b. Perkembangan stasiun
Selain sebagai tempat pemberhentian kereta api, stasiun juga berfungsi bila terjadi
persimpangan antarkereta api sementara jalur lainnya digunakan untuk keperluan
cadangan dan langsir.
Di dalam stasiun dilengkapi dengan peron yaitu tempat naik-turun para penumpang
di stasiun, jadi peron adalah lantai pelataran tempat para penumpang naik-turun dan
jalur rel melintas di stasiun. Sekarang ada dua macam konstruksi lantai peron, yaitu
yang dibuat sebelum Perang Dunia II umumnya dengan lantai rendah; sedangkan
bentuk kedua adalah yang dibangun setelah Proklamasi umumnya dengan lantai
modifikasi yang ditinggikan.
Pada saat ini pada stasiun besar umumnya ada dua macam lantai peron, yang asli
berlantai rendah dan yang telah disesuaikan dengan lantai tinggi. Di stasiun Tanah
Abang, seperti halnya kebanykan stasiun kereta di Jepang, para penumpang tidak
dapat menyeberang jalur begitu saja, harus melalui jembatan penyeberangan
(dalam hal stasiun Tanah Abang stasiun berada di atas jalur rel).
Kereta produksi sebelum 1920 umumnya mempunyai tanngga untuk turun ke
bawah. Sedangkan kereta buatan sebelum tahun 1941 mempunyai tangga di dalam.
Karena pada umumnya stasiun didirikan sebelum Perang Dunia II, maka lantai
peron sama dengan lantai stasiun. Akibatnya para penumpang akan sulit turun-naik
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 73Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
dari peron lama yang rendah, sedangkan kereta yang beroperasi kini pada
umumnya dibuat setelah tahun 1965 yang berlantai dengan tangga yang tinggi.
Pada umumnya, stasiun kecil memiliki tiga jalur rel kereta api yang menyatu pada
ujung-ujungnya. Penyatuan jalur-jalur tersebut diatur dengan alat pemindah jalur
yang dikendalikan dari ruang PPKA. Selain sebagai tempat pemberhentian kereta
api, stasiun juga berfungsi bila terjadi persimpangan antarkereta api sementara jalur
lainnya digunakan untuk keperluan cadangan dan langsir.
Menurut data Dirjen Perkeretaapian, dalam periode lima tahun terakhir jumlah
stasiun tidak mengalami perkembangan berarti. Pada 2004 jumlah stasiun tercatat
sebanyak 571 unit, yang tersebar di daerah operasi Jawa 437 unit (76,5%) dan
divisi regional Sumatera 134 unit (23,5%). Sedangkan pada 2008, jumlah stasiun
berkurang 1 unit menjadi 570 unit yang terdiri dari 441 unit (77,4%) di Jawa dan
sisanya 129 unit (26,4%). Di Jawa terdapat penambahan stasiun dari 437 unit
menjadi 441 unit, sebaliknya di Sumatera terjadi penutupan stasiun dari 134 unit
menjadi 129 unit.
c. Perkembangan jumlah kereta api
- Pertumbuhan jumlah lokomotif
Dalam periode lima tahun terakhir 2004-2008 pertumbuhan rata-rata jumlah
lokomotif yang dioperasikan sangat minim yaitu - 0,9% per tahun. Pada 2004
jumlah lokomotif masih 354 unit, namun dalam tahun-tahun berikutnya terus
mengalami penurunan sehingga berkurang menjadi hanya 341 unit pada 2008.
Kondisi lokomotif yang dioperasikan saat ini bervariatif, dengan tingkat laik
operasi berkisar dari 30%-95%. Dari sejumlah 341 unit lokomotif yang ada pada
2008, hampir seluruhnya sudah tua yaitu sekitar 82% berumur antara 16 tahun-30
tahun. Sementara sisanya bahkan sudah mencapai umur di atas 30 tahun.
Penurunan jumlah lokomotif disebabkan karena sebagian besar sudah tua. Selain
itu juga kurang ketersediaan suku cadang dari luar negeri karena tidak diproduksi
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 74Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
lagi. Disamping itu PT. KAI sebagai operator kereta api belum mempunyai dana
yang cukup untuk membeli kereta api baru. Menurunnya kondisi sarana seperti
lokomotif dan kereta api merupakan problem berat yang dihadapi oleh PT KAI,
sebab berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Sampai dengan 2008 jumlah lokomotif yang siap dioperasikan sebanyak 341 unit
terdiri dari 303 unit (88,8%) merupakan jenis Lok besar. Pengoperasioan Lok
besar ini terbanyak di Jawa yaitu 172 unit, di Sumatera Selatan 90 unit, di
Sumatera Utara 30 unit dan Sumatera Barat 11 unit.
Jenis Lok sedang berjumlah 19 unit atau sekitar 5,6% dari total lokomotif. Hampir
seluruhnya dioperasikan di wilayah Jawa yaitu 18 unit. Sedangkan sisanya 1 unit
dioperasikan di Sumatera Barat.
B. KONDISI PELAYANAN DAN SARANA SERTA PRASARANA DI
WILAYAH STUDI
1. KONDISI PERKERETAAPIAN DI SUMATERA UTARA
a. Kualitas Layanan Perkeretaapian Sumatera Utara
Kualitas pelayanan kereta api di Sumatera Utara (Sumut) dinilai masyarakat sangat
mengecewakan. Selama puluhan tahun, pelayanannya dianggap tidak mengalami
kemajuan dalam semua hal. selama puluhan tahun tersebut, panjang rel kereta api
tidak mengalami pertambahan, bahkan berkurang. Pelayanan juga tidak makin
baik. Dari salah seorang narasumber dapat diketahui betapa sulitnya mendapatkan
tiket, Hari ini kita memesan tiket untuk lusa bisa tidak tersedia. Padahal, pada lusa
kita datang, tiket tersebut tetap bisa kita dapatkan. Selain itu, jadwal keberangkatan
kereta api juga seringkali tidak tepat waktu. Semestinya, rute Medan-Rantau Prapat
bisa ditempuh dalam waktu enam jam dengan kecepatan sedang. Kenyataannya,
rute tersebut harus ditempuh selama delapan jam.Bahkan, peninggalan penjajah,
seperti kereta api pun makin pendek dan mutunya tidak membaik. Padahal, jika
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 75Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
permintaan tinggi, yakni tiket terjual habis, maka tidak layak jika tidak ada
pengembangan atau kemajuan atas perkeretaapian tersebut. Selain itu PT Kereta
Api Indonesia (KAI) Divre I Sumut masih merugi setiap tahun. Seperti halnya
tahun 2010, PT KAI Divre I Sumut juga mengalami kerugian mencapai Rp 12
miliar. Bahkan menurut Vice President PT KAI Divre I Sumut, Yusren, pada
semester I-2011 pihaknya sudah merugi Rp 3 miliar.
Sumber : Hasil Analisis Konsultan
Keterangan : Buruknya pelayanan yang diberikan oleh PT KA Sumut kepada para penumpang, menyebabkan
beberapa rute menjadi sedikit penumpang dan terpaksa dihapuskan sehingga menurunkan penghasilan PT KA
yang mengakibatkan PT KA seolah makin tidak memperhatikan pelayanan kepada para penumpang yang terus
berlanjut membuat PT KA Sumut makin terpuruk.
Gambar 4.1 Kondisi Pelayanan Perkeretaapian Sumatra Utara
2. KONDISI PERKERETAAPIAN SUMATERA SELATAN
Lintasan kereta di Sumatera Selatan pertama kali dibangun sepanjang 12 kilometer
dari Panjang menuju Tanjung Karang, Lampung. Jalur rel ini mulai dilalui kereta
pada tanggal 3 Agustus 1914. Pada waktu yang bersamaan dilaksanakan juga
pemasangan dan pembangunan lintasan rel dari Kertapati, menuju Kota
Prabumulih, Sumatera Selatan. Sampai tahun 1914, jalur rel Kertapati -Prabumulih
sudah mencapai jarak 78 kilometer. Jalur rel kemudian dikembangkan untuk
pengangkutan batu bara dari tempat penambangan di Tanjung Enim. Kemudian
dikembangkan jalur ke Lahat., dimana terdapat sebuah bengkel besar kereta (Balai
Yasa Lahat) yang berfungsi untuk perbaikan dan perawatan kereta api. Jalur-jalur
yang terputus di Sumatera Selatan ini perlahan akhirnya bertemu. Saat ini, panjang
PT KA Sumut Mengalami kerugian
Pelayanan Makin Memburuk
Penghapusan beberapa rute perjalananan
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 76Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
seluruh jalur rel yang ada dikelola PT Kereta Api Indonesia Divisi Regional III
Sumsel mencapai lebih dari 600 kilometer dengan 224 jembatan. Data di PT KAI
Divre III, jalur antara Tanjung Enim dan Tarahan panjangnya 411 kilometer.
Sementara jalur Kertapati-Prabumulih mempunyai panjang 77,8 kilometer,
Muaraenim-Lahat sepanjang 38,3 kilometer, dan Lahat-Lubuk Linggau sepanjang
117 kilometer. Sebagian besar masih memakai rel kecil tipe R25 dan R33,
sedangkan sekitar 20 kilometer sudah menggunakan rel R42. Panjang rel dengan
tipe R25 sekitar 70 kilometer.
KA Batubara Sumsel relasi Tanjungenim-Tarahan lebih dikenal sebagai KA
BABARANJANG (KA Batu Bara Rangkaian Panjang). Dinamakan demikian
karena memang KA ini rangkaiannya termasuk yang terpanjang di Indonesia yaitu
hingga 46 gerbong yang ditarik 2 lokomotif CC202 (lokomotif dengan daya tarik
terbesar di Indonesia). Sedangkan KA Batubara Sumsel relasi Tanjungenim-
Kertapati jumlah rangkaiannya 15 hingga 35 gerbong setiap KA. Lokomotifnya
juga bukan CC202, tetapi berjenis CC201, BB203 atau BB202. Jika rangkaiannya
tidak lebih dari 20 gerbong, rangkaian hanya ditarik 1 lokomotif. Jika lebih dari 20
gerbong, maka rangkaian ditarik 2 lokomotif
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 77Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Gambar 4.2 Penggunaan Kereta Api di Sumatera Selatan untuk pengangkutan batu bara
3. KONDISI PERKERETAAPIAN DKI JAKARTA
Setiap hari jalur kereta api di Jabotabek dinaiki oleh 19 ribu penumpang gelap
(Sumber: Detik.com). Tidak terbayangkan berapa kerugian yang harus dialami oleh
PT KA setiap harinya.
Begitu sulitkah mengatur orang Jakarta sampai-sampai PT KA harus mengalami
kerugian yang begitu besar setiap harinya? Atau justru bukan penumpang gelap
yang seharusnya disalahkan tapi PT KA? Mulai dari kondisi kereta api yang jauh
dari kelayakan, jumlah petugas kereta yang tidak cukup serta tidak profesional,
jumlah gerbong yang tidak memadai, hingga jadwal keberangkatan yang tidak
pernah tepat waktu.
Selain itu, PT KA dikabarkan terus mengalami kerugian, seperti misalnya, jalur
KA Parahyangan jurusan Jakarta-Bandung yang terpaksa dihentikan karena
mengalami kerugian hingga 36 miliar per tahun, tetapi kemudian kereta api Argo
Gede dan Parahyangan yang kemudian digabungkan menjadi Argo-Parahyangan
untuk menekan tingkat kerugian yang dialami PT KA. Hal ini terutama diperparah
dengan melemahnya daya saing KA Parahyangan dengan travel, yang menembus
Jakarta-Bandung dalam tiga jam. Parahyangan makin ”terpukul” saat Kementerian
Perhubungan mengizinkan lebih banyak travel, tidak lagi hanya travel ”4848”.
Selain itu, banyak kebijakan pemerintah yang dinilai tidak memihak angkutan
umum massal, seperti misalnya mengapa lebih memilih travel? Tidakkah lebih baik
mengandalkan bus daripada travel untuk mengurangi macet dan emisi buang? Bila
travel boleh berangkat dari Jalan Sudirman, Jakarta, mengapa bus tidak? Di kota-
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 78Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
kota besar dunia, seperti Tokyo, Kuala Lumpur, dan Stockholm, bus juga berangkat
dari tengah kota.
Saat pemerintah membiarkan kompetisi terbuka antara kereta dan travel, itu sama
saja dengan menunjukkan ketidakadilan dan ketidakberpihakan. Atau memang
tidak ada arah dalam pembangunan transportasi massal?
Ketidakadilan yang tampak adalah membiarkan kereta menggunakan bahan bakar
minyak tarif industri, sedangkan angkutan darat (travel) memakai BBM bersubsidi.
Jika ingin tiket kereta lebih murah sehingga rakyat tertarik, mengapa solar kereta
tak disubsidi?
Jika direnungkan, keterpurukan KA Parahyangan mungkin juga disumbang oleh
buruknya sistem transfer antartransportasi massal di negara ini. Bila travel
memanjakan penumpang dengan perjalanan dari titik ke titik, sebaliknya
penumpang KA Parahyangan direpotkan saat harus berpindah moda.
Penempatan halte busway Gambir I yang jauh di sisi utara Stasiun Gambir saja
telah menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah terhadap masyarakat pengguna
transportasi massal.
Apa susahnya membangun halte busway sejajar sisi timur Stasiun Gambir?
Arahkan busway masuk ke areal Stasiun Gambir supaya penumpang kereta
langsung naik busway.
Mengapa di Stasiun Gambir, misalnya, lokasi parkir mobil paling dekat pintu
stasiun, sebaliknya Bus Damri diparkir jauh?
Begitu KA Parahyangan ditutup, pemerintah malah menawarkan kepada investor
swasta untuk menjalankan kereta itu. Undang-Undang Perkeretaapian Nomor 23
Tahun 2007 memang memperbolehkan investor swasta untuk menjadi operator.
Mungkinkah ada investor swasta yang mau menjalankan kereta api di tengah
kebijakan-kebijakan yang lebih ramah bagi kendaraan pribadi?
Belum lagi ada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 219 Tahun 2010, yang
intinya ”menyerahkan” prasarana (rel, stasiun, fasilitas operasi) kepada PT KA.
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 79Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Maka, jangan-jangan, bila menjalankan KA Parahyangan, investor swasta selalu
”dikalahkan” oleh perjalanan Argo Gede.
Sangat mungkin akan terjadi, jika Tol Cikampek-Palimanan selesai, KA Argo Jati
Jakarta-Cirebon akan ditutup. Demikian juga jika Tol Ciawi-Sukabumi selesai, KA
Bogor-Sukabumi pun mungkin ditutup.
4. KONDISI PERKERETAAPIAN JAWA BARAT
Kondisi Perkeretaapian Jawa Barat tidak berbeda jauh dengan kondisi
perkeretaapian di Sumatera Utara dan DKI Jakarta. PT KA selalu mengklaim
mengalami kerugian yang tidak sedikit setiap tahunnya, hingga penghentian
beberapa jalur angkutan KA. Hal ini diperparah dengan pelayanan terhadap
penumpang yang kurang baik, hingga kebijakan-kebijakan pemerintah, baik daerah
maupun pusat yang terkesan tidak berpihak kepada kereta api itu sendiri, hingga
membuat perkeretaapian menjadi semakin terpuruk.
5. KONDISI PERKERETAAPIAN SURABAYA
Rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta-Surabaya merupakan salah satu visi
Perkeretaapian Nasional. Selain visi tersebut didalam misinya adalah
meningkatkan peran kereta api sebagai angkutan public, tulang punggung angkutan
barang, dan pelopor terciptanya angkutan terpadu. Perbandingan waktu tempuh
dengan kereta api saat ini dengan kereta api cepat dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Perbandingan waktu tempuh KA cepat dengan KA saat ini
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 80Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Kondisi perkeretaapian di Surabaya saat ini juga masih jauh dari ideal, tingginya
tingkat kecelakaan yang terjadi, serta buruknya fasilitas yang ada makin membuat
pamor kereta api menurun.
Berkaitan dengan factor lingkungan pasal 179 bahwa “Setiap orang dilarang
melakukan kegiatan, baik langsung maupun tidak langsung yang dapat
mengakibatkan terjadinya pergerakan di jalur kereta api sehingga mengganggu atau
membahayakan perjalanan kereta api.
Merebaknya perlintasan sebidang tidak resmi pada berbagai jalur KA di Surabaya
yang sangat tinggi pengaruhnya terhadap perjalanan KA, sebab timbulnya
perlintasan tersebut, mengakibatkan terjadinya aktivitas masyarakat pada
perlintasan baik yang menggunakan kendaraan bermotor, atau berjalan kaki.
Selain pelanggaran yang banyak terjadi akibat perlintasan sebidang dan di pintu
perlintasan, pada umumnya di Kota-kota besar, banyak dijumpai masyarakat
membangun gubug-gubug liar sehingga sangat mengganggu perjalanan kereta api,
bahkan sering terjadi tindakan pencurian terhadap prasarana penunjang untuk
kegiatan operasional KA. Selain itu dari sisi prasarana KA sendiri tidak jarang
ditemui prasarana KA yang kurang memenuhi standar yang telah ditentukan,
mengakibatkan kecelakaan anjlogan KA.
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 81Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Dari sisi SDM sendiri, mulai dari komposisi tenaga perawatan, kualifikasi dan
keahlian, tanggung jawab dan perekrutan yang masih jauh dari harapan, juga
rendahnya tingkat disiplin.
6. KONDISI PERKERETAAPIAN JAWA TENGAH
Dari informasi dan data yang dikumpulkan, tercatat sebanyak 1.201 perlintasan
jalur KA di Jawa Tengah dalam kondisi tak dijaga oleh petugas. Kondisi tersebut
sangat rawan terjadinya kecelakaan lalu-lintas, terlebih dari sekian perlintasan yang
tak dijaga merupakan perlintasan liar yang dibuat masyarakat tanpa izin.
Menurut catatan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo)
Provinsi Jateng, dari total perlintasan yang tidak dijaga, sebanyak 209 perlintasan
atau 14,65 persen merupakan perlintasan liar, sedangkan sisanya 992 perlintasan
atau 66,36 persen merupakan perlintasan resmi dengan perlintasan yang dijaga
petugas itu sudah ada palang pintu yang ditutup sewaktu akan ada kereta api
melintas di jalur tersebut. Sementara pada perlintasan liar dan yang belum dijaga
tak dilengkapi dengan alat-alat atau rambu pengaman sehingga sangat rawan terjadi
kecelakan berupa tabrakan kereta api dengan transportasi lain.
Disebutkan , perlintasan kereta api yang liar ini muncul karena disesuaikan dengan
kepentingan warga. Misalnya ada jalur kereta api yang membelah dua desa, dan
warga membuat perlintasan sendiri tanpa izin, dengan alasan jarak yang ditempuh
untuk melewati perlintasan resmi sangat jauh.
B. KONDISI SARANA DAN PRASARANA PERKERETAAPIAN DI
WILAYAH STUDI
Dari data-data perkeretaapian yang telah dikumpulkan, dapat diketahui kondisi
perkeretaapian Indonesia, baik sarana maupn prasarana.
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 82Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
1. Daftar Material Rel
Rel di Indonesia terbuat dari berbagai macam material, baik beton, besi
maupun kayu, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 83Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Dari data yang diperoleh, dapat ilihat bahwa sebagian besar rel perkeretaapian di Indonesia menggunakan material
beton, kayu, dan besi, dengan material yang peling banyak digunakan adalah kayu dan beton, dan tipe rel R.54. Secara
lebih jelas, gambaran mengenai material rel operasi perkeretaapian di wilayah studi dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.2 Daftar Material Rel Lintas Operasi
DAOP PANJANG (m'sp)
BANTALANPANJANG (m'sp) JENIS PANJANG
(m'sp) JENIS PANJANG (m'sp) JUMLAH
WESELJENIS PANJANG
(m'sp) JENIS PANJANG (m'sp) JENIS PANJANG
(m'sp)
DAOP 1 JAKARTA
417.382
BETON KAYU BESI
414,801 44,256
156,108
R.54 R.41/42
R.33
381,077 173,361 60,746
ELASTIS KAKU
553,488 61,696
- 903
DAOP 2 BANDUNG
330.942
BETON KAYU BESI 294,003
34,772 54,825
R.54 R.41/42
R.33
191,827 104,010 87,763
ELASTIS KAKU
302,104 81,496
- 411
DAOP 3 SEMARANG
413.035
BETON KAYU BESI
316,088 56,660 49,772
R.54/50 R.41/42
R.33
227,920 170,562 24,038
ELASTIS KAKU
416,858 - - 298
DAOP 4 YOGYAKARTA
239.397
BETON KAYU BESI
323,056 37,202
R.54 R.41/42
R.33
257,921 51,925 50,412
ELASTIS KAKU
323,056 37,202
407
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 84Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
DAOP PANJANG (m'sp)
BANTALANPANJANG (m'sp) JENIS PANJANG
(m'sp) JENIS PANJANG (m'sp) JUMLAH
WESELJENIS PANJANG
(m'sp) JENIS PANJANG (m'sp) JENIS PANJANG
(m'sp)
DAOP 5 SURABAYA
344.347
BETON KAYU BESI
246,478 104,660 11,410
R.54 R.41/42
R.33
145,573 170,640 46,335
ELASTIS KAKU
257,888 104,660
575
DIVRE I SUMATRA
UTARA382.003
BETON KAYU BESI
255,006 121,797
5,200
R.54 R.41/42
R.33238,957 143,046
ELASTIS KAKU
254,206 127,797
431
DIVRE I SUMATRA
BARAT193.003
BETON KAYU BESI
21,904 29,617
142,455
R.54 R.41/42
R.33
907 42,323
150,837
ELASTIS KAKU
124,045 69,881
234
DIVRE I SUMATRA SELATAN
650.510
BETON KAYU BESI
650,510 - -
R.54 R.41/42
R.33
445,364 204,748
398
ELASTIS KAKU
650.510
899
Sumber : PT KA, 2010
2. Daftar Lengkung Jalur KA
Data kelengkungan perkeretaapian di tiap wilayah DAOP wilayah studi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 85Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Tabel 4.3 Kelengkungan KA Wilayah Studi
DAOPR ≤ 200 M 200 M < R ≤ 500 M R > 500 M JUMLAH
JUMLAH PANJANG (M) JUMLAH PANJANG
(M) JUMLAH PANJANG (M) JUMLAH PANJANG
(M)
DAOP 1 JAKARTA
89 14.260 156 33.210,62 4 1.907,64 249 49.378,23
DAOP 2 BANDUNG
30568.344,83
19034.407,44 75 12.709,00 570
115.461,27
DAOP 3 SEMARANG
71.213.00
7711.099,00 221 53.491,00 305
65.803.00
DAOP 4 YOGYAKARTA
4 418,35 19 6.874,14 70 9.942,82 93 17.217,37
DAOP 5 SURABAYA
16 2.122,52 67 12.664,00 90 17.792,05 173 32.578,57
DIVRE I SUMATERA
UTARA9 1.377,03 57 14.760,34 206 63.409,59 272 79.546,96
DIVRE II SUMATERA
BARAT181 22.520,80 11 19.577,45 71 13.644,61 263 55.742,86
DIVRE III SUMATERA
7 2.021,00 502 117.524,00 293 96.287,00 802 215.832,00
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 86Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
DAOPR ≤ 200 M 200 M < R ≤ 500 M R > 500 M JUMLAH
JUMLAH PANJANG (M)
JUMLAH PANJANG (M)
JUMLAH PANJANG (M)
JUMLAH PANJANG (M)SELATAN
TOTAL 618 111064,5 1079 250116,99 1030 269183,71 2727 565757,26Sumber : PT KA, 2010
3. Daftar Perlintasan KA di Wilayah Studi
Perlintasan KA, baik perlintasan sebidang maupun tidak sebidang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.4 Daftar Perlintasan
DAOP
PERLINTASAN SEBIDANGPERLINTASAN
TIDAK SEBIDANG
JUMLAHDI JAGA TIDAK DI JAGA
JJ OP PIHAK LUAR RESMI LIAR
DAOP 1 JAKARTA 89 76 25 160 190 50 590
DAOP 2 BANDUNG 43 48 16 419 81 5 612
DAOP 3 SEMARANG 38 41 11 430 114 21 655
DAOP 4 YOGYAKARTA 72 33 8 367 0 29 509
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 87Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
DAOP
PERLINTASAN SEBIDANGPERLINTASAN
TIDAK SEBIDANG
JUMLAHDI JAGA TIDAK DI JAGA
JJ OP PIHAK LUAR RESMI LIAR
DAOP 5 SURABAYA 87 63 32 447 22 14 665
DIVRE I SUMATERA
UTARA59 33 3 114 114 3 356
DIVRE II SUMATERA
BARAT32 12 1 166 138 14 363
DIVRE III SUMATERA
SELATAN19 32 13 83 86 25 258
TOTAL 439 338 109 2186 745 161 4008Sumber : PT KA, 2010
Dari tabel diatas, tampak bahwa mayoritas di wilayah studi, jauh lebih banyak perlintasan yang tidak dijaga,
dibandingkan dengan perlintasan yang dijaga. Hal ini tentu saja dapat membahayakan keselamatan, baik keselamatan
penumpang kereta api, maupun keselamatan pengguna kendaraan lainnya, serta masyarakat sekitar.
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 88Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
4. Daftar Wesel
Jumlah Wesel KA, seperti emplasemen, sepur, pada wilayah sudi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5 Daftar wesel KA di Wilayah Studi
DAOP JUMLAH EMPLASEMEN
WESELSEPUR RAYA (UNIT)
SEPUR KA (UNIT)
SEPUR LAIN 2 (UNIT) JUMLAH
DAOP 1 JAKARTA 77 315 324 264 903
DAOP 2 BANDUNG 53 157 137 117 411
DAOP 3 SEMARANG 45 159 151 106 416
DAOP 4 YOGYAKARTA 33 115 96 196 407
DAOP 8 SURABAYA 57 193 177 205 575
DIVRE I SUMATERA
UTARA73 155 224 52 431
DIVRE II 26 73 134 27 234
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 89Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
DAOP JUMLAH EMPLASEMEN
WESELSEPUR RAYA
SEPUR KA (UNIT)
SEPUR LAIN 2 (UNIT)
JUMLAHSUMATERA
BARAT
DIVRE III SUMATERA
SELATAN125 301 492 106 899
TOTAL 489 1468 1735 1073 4276Sumber : PT KA, 2010
5. Jumlah Jembatan
Jembatan merupakan salah satu infrastruktur penunjang kegiatan operasional KA yang cukup penting. Jembatan di
Pulau Jawa dan Sumatra, khususnya di wilayah studi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.6 Jumlah Jembatan di Pulau Sumatra
DIVRE
JEMBATAN BAJA JEMBATAN BETON BANGUNAN BAWAH BOX CULVERT/ BH KECILRM.1921
RM. 75% 1921
RM.1911 RM.DSMRM.
SUMBAR JML BATA BETON JML PA PI JML.BH
DIVRE I SUMATERA 181 21 10 13 225 31 80 111 538 67 269 49
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 90Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
DIVRE JEMBATAN BAJA JEMBATAN BETON BANGUNAN BAWAH BOX CULVERT/ BH KECILRM.1921 RM.
75% RM.1911 RM.DSM RM.
SUMBARJML BATA BETON JML PA PI JML.BH
UTARA
DIVRE II SUMATERA
BARAT13 8 5 2 205 233 0 4 4 368 53 184 4
DIVRE II SUMATERA
SELATAN164 0 0 0 0 164 0 61 61 276 87 138 1466
TOTAL 358 29 15 15 205 622 31 145 176 1182 207 591 1519Sumber : PT KA, 2010
Tabel 4.7 Jumlah Jembatan di Pulau Jawa
DAOPJEMBATAN BAJA JEMBATAN BETON
BANGUNAN BAWAH
JUMLAH BH
BOX CULVERT/ BH KECILRM.1921
RM. 75% 1921
RM.1917 RM.1911 RM.DSM RM.SCSRM.
NIS.SvJML BATA BETON JML PA PI
DAOP 1 JAKARTA 204 192 396 207 207 732 237 366 1046
DAOP 2 BANDUNG 414 414 180 180 510 339 255 966
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 91Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
DAOP JEMBATAN BAJA JEMBATAN BETONBANGUNAN
BAWAH JUMLAH BH
BOX CULVERT/ BH KECILRM.1921 RM.
75% RM.1917 RM.1911 RM.DSM RM.SCS RM.
NIS.SvJML BATA BETON JML PA PI
DAOP 3 SEMARANG 285 175 3 2 48 513 27 27 82 99 441 1004
DAOP 4 YOGYAKARTA 126 1 15 2 109 253 96 96 476 111 238 667
DAOP 5 SURABAYA 274 61 6 341 215 215 838 137 419 687
TOTAL 1303 429 18 8 0 2 157 1917 0 725 725 2638 923 1719 4370Sumber : PT KA, 2010
6. Rekapitulasi Peralatan Sinyal
Peralatan Sinyal di Pulau Sumatra dan Jawa dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8 Ringkasan Peralatan Sinyal di Wilayah Studi
NO KORIDOR
SINYAL DI STASIUN SINYAL DI PETAK JALAN PINTU PERLINTASANCTC/ CTS
MEKANIK ELEKTRIK BLOK ELEKTROMEKANIK
BLOK ELEKTRIK
KABEL DATA MEKANIK ELEKTRIK
(UNIT) (UNIT) (KM) (KM) (KM) (UNIT) (UNIT) (SELECTION)
1 DAOP 1 JAKARTA 11 59 9 158 69 19 135 32 DAOP 2 BANDUNG 27 29 16 28 25 13 82 2
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 92Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO KORIDOR
SINYAL DI STASIUN SINYAL DI PETAK JALAN PINTU PERLINTASANCTC/ CTS
MEKANIK ELEKTRIK BLOK ELEKTROMEKANIK
BLOK ELEKTRIK
KABEL DATA MEKANIK ELEKTRIK
(UNIT) (UNIT) (KM) (KM) (KM) (UNIT) (UNIT) (SELECTION)3 DAOP 3 SEMARANG 25 21 24 28 18 7 81 1
4DAOP 4 YOGYAKARTA 23 9 28 9 9 3 107 1
5 DAOP 5 SURABAYA 37 8 44 8 48 21 134 -6 DIVRE 6 MEDAN 43 1 43 - - 19 78 -
JUMLAH 166 127 164 231 169 82 617 7Sumber : PT KA, 2010
7. Rekapitulasi Peralatan Telekomunikasi
Ringkasan peralatan telekomunikasi perkeretaapian di wilayah studi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9 Ringkasan Peralatan Telekomunikasi Perkeretaapian di Wilayah Studi
NO KORIDOR JARINGAN RADIO (UNIT)
TRAINDISPATCHING (UNIT)
RADIO LOK (UNIT)
PERANGKAT TELKOM (UNIT)
TOWER (UNIT)
1 DAOP 1 JAKARTA 188 66 52 1,846 142 DAOP 2 BANDUNG 124 58 39 1,242 9
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 93Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO KORIDOR JARINGAN RADIO (UNIT)
TRAINDISPATCHING (UNIT)
RADIO LOK (UNIT)
PERANGKAT TELKOM (UNIT)
TOWER (UNIT)3 DAOP 3 SEMARANG 14 87 24 913 13
4DAOP 4 YOGYAKARTA 93 34 25 912 8
5 DAOP 5 SURABAYA 50 70 39 1,091 106 DIVRE 6 MEDAN 80 91 36 730 9
JUMLAH 549 406 215 2559,179 63Sumber : PT KA, 2010
8. Rekapitulasi Peralatan Listrik
Peralatan listrik, sangat penting bagi perkeretaapian yang digerakkan oleh tenaga listrik. Ringkasan jumlah peralatan
listrik perkeretaapian pada tiap DAOP wilayah studi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Dari tabel di bawah, tampak bahwa peralatan listrik KA hanya berada di wilayah studi DKI Jakarta, hal ini diakibatkan
karena sampai dengan saat ini, hanya wilayah DKI Jakarta saja yang memiliki KRL.
Tabel 4.10 Ringkasan Peralatan Listrik di Wilayah Studi
NO KORIDOR JARINGAN CATANERY (KM)
GARDU LISTRIK (BUAH)
SUPLY DAYA (UNIT)
1 DAOP 1 JAKARTA 511,224 39 35
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 94Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO KORIDOR JARINGAN CATANERY (KM)
GARDU LISTRIK (BUAH)
SUPLY DAYA (UNIT)2 DAOP 2 BANDUNG - - -
3 DAOP 3 SEMARANG - - -4 DAOP 4 YOGYAKARTA - - -5 DAOP 5 SURABAYA - - -6 DIVRE 6 MEDAN - - -
JUMLAH 511,224 39 35Sumber : PT KA, 2010
9. Peralatan Bangunan STLAA
Ringkasan jumlah peralatan bangunan STLAA dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.11 Ringkasan Peralatan Bangunan STLAA pada Wilayah Studi
NO KORIDOR EQUIPMENT ROOM (m²)
RUANG GENSET (m²)
RUMAH SINYAL (m²)
GARDU PINTU
PERLINTASAN (m²)
RUANG RADIO, UPT & G.TEL
(m²)
RUANG BATERAI & UPS (m²)
1 DAOP 1 JAKARTA 3,917 524 160 792 912 4802 DAOP 2 BANDUNG 1,317 759 822 146 782 4863 DAOP 3 SEMARANG 905 544 720 542 1,006 874 DAOP 4 406 263 428 606 970 193
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 95Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
NO KORIDOR EQUIPMENT ROOM (m²)
RUANG GENSET (m²)
RUMAH SINYAL (m²)
GARDU PINTU
RUANG RADIO, UPT & G.TEL
RUANG BATERAI & YOGYAKARTA
5 DAOP 5 SURABAYA 267 177 1,587 1,694 1,018 1626 DIVRE 6 MEDAN - - 788 658 207 123
JUMLAH 1583,234 2267 2919,587 2745,694 2873,024 1531Sumber : PT KA, 2010
10. Daftar Stasiun Berdasarkan Kelas Stasiun
Stasiun berdasarkan kelasnya dapat dikelompokkan menjadi stasiun besar, sedang dan kecil. Ringkasan jumlah stasiun
berdasarkan kelas stasiun dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.12 Daftar Jumlah Stasiun berdasarkan Kelas
DAOP /DIVRE KELAS BESAR KELAS SEDANGKELAS KECIL
A B C 1 2 3DAOP 1 JAKARTA 5 2 3 3 18 31DAOP 2 BANDUNG 1 0 2 6 7 36DAOP 3 SEMARANG 2 1 4 3 17 21DAOP 4 YOGYAKARTA 2 1 0 5 3 25DAOP 5 SURABAYA 2 2 2 10 4 31DIVRE I SUMUT & 0 1 3 1 8 31
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 96Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
DAOP /DIVRE KELAS BESAR KELAS SEDANGKELAS KECIL
A B C 1 2 3NAD
JUMLAH 12 7 14 28 57 175Sumber : PT KA, 2010
Tabel 4.13 Data Armada dan Lokasi Lokomotif Besar di Pulau Jawa
DIPO INDUK JENIS LOKO NOMOR LOKO
SITUASIA AFKIR SG
THB TANAH
ABANG,JAKARTA
BB 303 18 (15-45) 3 2 1
BB 304 06-07-10-11-12-13-15-16-18-19-20-22-23-24-25 15 16 9
JNG JATI NEGARA,
JAKARTA
CC 201 73-74-75-76-77-78-79-80-81-82-103-104-106-107-108-109-110-126-127 20 0 20CC 203 12-13-15-17-18-19-20-21-22-23-24-25-26-27-36 15 0 15CC204 01,02 2 0 2
BD BANDUNG
CC 201 93-94-95-96-97-99-100-101 8 0 8CC 203 04-05-06-07-08-09-10-11-41 9 0 9CC 204 08-09-10-11-12-13-14-15-16-17 10 0 10BB 301 17-24-31-41-43 5 1 4
CN CIREBON
CC 201 25-26-27-28-29 5 0 5CC 203 35 1 0 1BB 303 49 1 0 1
SMC SEMARANG
CC 201 128-138-139-140-141-142-143-144 8 0 8CC 203 28-29-30 3 0 3
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 97Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
DIPO INDUK JENIS LOKO NOMOR LOKO
SITUASIA AFKIR SG
CU CEPU
BB 304 02-09 2 1 1BB 303 31-32 2 1 1
PWT PURWAKERTO
BB 201 03-10-(01-02-06-07) 6 4 2CC 201 49-50-51-52-53-54-55-56-57-58-59-60-61-62-63-64-65-66-67-68-69-70-71 23 0 23
YK YOGYAKARTA
CC 201 30-31-34-36-38-39-40-41-42-43-44-45-46-47-48 15 0 15CC 203 01-02-03-14-16 5 0 5CC 204 03-04-05-06 4 0 4
MN MADIUN BB 301 25-26-(22-27-29) 5 3 2
SDT SIDOTOPO SURABAYA
BB 301 08-09-11-13-18-23-34-(04-05-07-15-16-19-20-21-30-32-36-37-42-45-52-54) 23 17 6CC 201 01-02-04-05-07-08-09-10-13-14-15-17-18-19-20-21-22-23-24-72-91-92 22 0 22CC 203 37-38-39-40 4 0 4CC 204 07- 1 0 1
JR JEMBER
BB 301 03-12-28-35-(01-02-04) 7 4 3BB 304 03-05-08- 3 1 2BB 303 01-05-38-(41-02-03-04-07-09-11-12-38-29-42) 15 12 3
JUMLAH 242 52 190LOKOMOTIF GE = 155 0 155LOKOMOTIF GM = 6 4 2LOKOMOTIF DH = 81 48 33JUMLAH = 242 52 198
Sumber : PT KA, 2010
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 98Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Tabel 4.14 Data Armada dan Lokasi Lokomotif Besar di Pulau Sumatra
DIPO INDUK
JENIS LOKO NOMOR LOKO
SITUASIA AFKIR SG
TNK
BB 200 14-30 2 0 2CC 201 98-102-120-129-130-132-135-136 8 0 8CC 202 01-02-03-04-05-06-07-08-09-10-11-12-13-14-15 15 0 15
16-17-18-19-20-21-22-23-24-25-26-27-28-29-30 15 0 1531-32-33 3 0 334-35-36-37 4 0 438-39 2 0 241-42-43-44-45-46-47-48 9 0 9
CC 203 31-32-33-34 4 0 4
KPT
BB 200 07-22-25- 3 1 2BB 202 01-02-03-04-05-06-07-08` 8 0 8BB 203 02-03-05-06-08-10 6 1 5CC 201 83-84-86-87-88-89-90-111-112-114-115-116-117-118-119-121 17 1 16
122-123-124-125-131-133-134-137 8 0 8JUMLAH LOKOMOTIF DIVRE III SUMATRA SELATAN 104 3 101
PDBB 204 02-03-05-06-07-08-09-11-12-13-14-15-16-17- 14 7 5BB 306 12-13-14 3 0 3
SOLOK BB 303 25-30-40-46-48-50-52-53-54 9 3 6JUMLAH ASET LOKOMOTIF II SUMATARA BARAT 26 10 14
BAB 4 KONDISI PERKERETAAPIAN DI WILAYAH STUDI
LAPORAN AKHIR 99Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
DIPO INDUK
JENIS LOKO NOMOR LOKO
SITUASIA AFKIR SG
MEDAN
BB 301 14-39 2 0 2BB 302 01-02-03-04-05-06 6 0 6
BB 30308-09-19-20-21-22-23-24-26-27-33-34-35-36-43-44-47-51-55-56-57 21 2 19
BB 306 01-02-03-04-05-06-07-20-21-22 10 1 9JUMLAH ASET LOKOMOTIF DIVRE I SUMATARA UTARA 39 3 36JUMLAH TOTAL ASET LOKOMOTIF DI SUMATRA 169 16 151
Sumber : PT KA, 2010
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 100Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
BAB 5
KEBUTUHAN NORMA, STANDAR, PEDOMAN, DANKRITERIA DI BIDANG PERKERETAAPIAN
Dari hasil kajian yang telah dilakukan diketahui hal sebagai berikut:
A. HASIL PEMETAAN NSPK PERKERETAAPIAN
1. ASPEK PERENCANAAN PERKERETAAPIAN
Norma : UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 7, 8
Untuk mewujudkan tatanan perkeretaapian, ditetapkan rencana induk
perkeretaapian, yang terdiri atas: Rencana Induk Perkeretaapian Nasional, Rencana
Induk Perkeretaapian Provinsi, dan Rencana Induk Perkeretaapian Kabupaten/Kota.
Rencana induk perkeretaapian nasional disusun dengan memperhatikan: rencana
tata ruang wilayah nasional, dan rencana induk jaringan moda transportasi lainnya.
Rencana induk perkeretaapian nasional disusun dengan mempertimbangkan
kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi nasional.
Rencana Induk Transportasi Nasional sekurang-kurangnya memuat:
- Arah kebijakan dan peranan perkeretaapian nasional dalam keseluruhan
moda transportasi
- Prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan
perjalanan.
- Rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian nasional
- Rencana kebutuhan SDM
2. Pedoman: RPP Penyelenggaraan Perkeretaapian Pasal 7 s.d 31
Untuk mewujudkan perkeretaapian nasional perlu ditetapkan rencana induk yang
merupakan rencana pembangunan jaringan prasarana perkeretaapian perkotaan dan
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 101Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
jaringan prasarana perkeretaapian antarkota. Rencana induk perkeretaapian terdiri
atas rencana jagka panjang, menengah dan pendek.
3. Kebutuhan
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 7 maka aspek perencanaan
perkeretaapian merupakan suatuhal yang mutlak untuk mewujudkan tatanan
perkeretaapian yang baik. Oleh karena itu mewujudkan rencana induk
perkeretaapian membutuhkan NSPK. Untuk Kriteria, pada UU No 23 Tahun 2007
Pasal 8 ayat 1 telah memberikan dua criteria yang harus dipenuhi yaitu rencana tata
ruang wilayah nasional, dan integrasi dengan moda transportasi serta kebutuhan
angkutan pada tatanan transportasi lain. Selain itu, pasal 8 ayat 3 juga telah
memberikan syarat yang bisa dijadikan standar dalam rencana induk transportasi
nasional bahwa rencana induk perkeretaapian harus berisi:
- Arah kebijakan dan peranan perkeretaapian nasional dalam keseluruhan
moda transportasi
- Prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan
perjalanan.
- Rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian nasional
- Rencana kebutuhan sarana perkeretaapian nasional
- Rencana kebutuhan SDM
Sehingga secara eksplisit maupun implicit tertera dalam UU No. 23/2007 maupu
RPP Penyelenggaraan Perkeretaapian perlu diinventarisasi dan dijabarkan dalam
bentuk standar, dan criteria.
1) Standar
Standar arah kebijakan dan peranan perkerertaapian nasional dalam
keseluruhan moda transportasi.
Standar prakiraan perpindahan barang dan penumpang menurut asal tujuan
perjalanan pada tataran nasional
Standar rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian nasional
Standar rencana kebutuhan sarana perkeretaapian nasional
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 102Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Standar rencana kebutuhan SDM perkeretaapian nasional
2) Kriteria
Kriteria penetapan rencana induk perkeretaapian berdasarkan kesesuaian
dengan rencana tata ruang wilayah nasional
Kriteria penyusunan RIPNAS berdasarakan kesesuain dengan Rencana
jaringan moda transportasi lainnya pada tataran nasional
Kriteria pertimbangan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran
transportasi nasional
2. ASPEK PRASARANA PERKERETAAPIAN
a. Norma:
UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 35 sd 64; Prasarana perkeretaapian umum dan
perkeretaapian khusus meliputi:
Jalur KA
Stasiun KA
Fasilitas operasi KA
Jalur KA diperuntukkan bagi pengoperasian KA
Stasiun KA berfungsi sebagai tempat KA berangkat atau berhenti untuk melayani:
- Naik turun penumpang
- Bongkar muat barang dan/atau
- Keperluan operasi KA
Fasilitas operasi KA merupakan peralatan untuk pengoperasian perjalanan KA
Jalur KA meliputi : ruang manfaat jalur KA, ruang milik jalur KA, dan ruang
pengawasan jalur KA.
Stasiun menurut jenisnya terdiri dari Stasiun Penumpang, Stasiun Barang, dan
Stasiun Operasi. Stasiun KA berfungsi sebagai tempat KA berangkat atau berhenti
untuk melayani: naik dan turun penumpang, bongkar muat barang, dan keperluan
operasi KA.
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 103Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Fasilitas operasi KA meliputi persinyalan, peralatan telekomunikasi dan instalasi
listrik. Peralatan persinyalan terdiri atas sinyal, tanda dan marka. Peralatan
telekomunikasi dapat berupa komunikasi untuk pengendalian perjalanan KA,
hubungan antar stasiun, kegiatan langsiran dan pengamanan perpotongan sebidang.
Instalasi listrik terdiri dari catu daya listrik, dan peralatan transmisi tenaga listrik
yang digunakan untuk menggerakkan KA beretenaga listrik, memfungsikan
peralatan persinyalan, telekomunikasi dan fasilitas penunjang lainnya yang
bertenaga listrik.
Kebutuhan
Pada pasal 35 UU No. 23/2007 menyebutkan bahwa prasarana perkeretaapian
umum dan khusus meliputi: jalur KA, stasiun dan fasilitas KA. Oleh karena itu
diperlukan standard an criteria untuk pembangunan/pengadaan aspek prasarana
perkeretaapian yang bertujuan agar aspek-aspek prasarana perkeretaapian dapat
berfungsi secara handal khususnya demi terjaminnya keselamatan pengguna jasa
perkeretaapian.
1) Standar
Standar penetapan trase jalur kereta api
Standar ruang manfaat jalur KA
Standar ruang milik jalur KA
Standar ruang pengawasan jalur KA
Standar kelas jalur KA, jaringan jalur Ka umum dan jalur KA khusus
Standar perpotongan dan persambungan dan persinggungan dengan jalur
kereta api
Standar stasiun KA
Standar penyelenggaraan kegiatan di stasiun
Standar ukuran, letak, pemasangan dan spesifikasi teknis peralatan
persinyalan.
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 104Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Standar ukuran, letak, pemasangan dan spesifikasi teknis peralatan
telekomunikasi
Standar ukuran, letak, pemasangan dan spesifikasi teknis peralatan teknis
instalasi listrik.
Standar persyaratan system jalan rel
Standar persyaratan system jembatan
Standar persyaratan system terowongan
Standar persyaratan system peralatan persinyalan
Standar persyaratan system peralatan telekomunikasi
Standar persyaratan system instalasi listrik
Standar persyaratan komponen jalan rel
Bantalan
Penambat
Ballast
Standar persyaratan komponen jembatan
Standar persyaratan komponen terowongan
Standar persyaratan komponen stasiun
Standar persyaratan komponen peralatan persinyalan
Standar persyaratan komponen peralatan tlekomunikasi
Standar persyaratan komponen instalasi listrik
Standar persyaratan kemempuan jalan rel
Standar persyaratan kemampuan jembatan
Standar persyaratan kemampuan terowongan
Standar persyaratan kemampuan stasiun
Standar persyaratan kemampuan peralatan persinyalan
Standar persyaratan kemampuan peralatan telekomunikasi
Standar persyaratan kemampuan instalasi listrik
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 105Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
2) Kriteria
Kriteria pengelompokan kelas jalur KA
Kriteria perpotongan jalur KA dengan jalan yang dibuat tidak sebidang
Kriteria pembangunan terusan, saluran air dan prasarana lain yang
memerlukan perpotongan dan/atau persinggungan dengan jalur kereta umum
Kriteria pengelompokan stasiun
Kriteria stasiun barang
Kriteria stasiun operasi
Kriteria penyelenggaraan kegiatan di stasiun
3. ASPEK SARANA PERKERETAAPIAN
a. Norma:
UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 96 sarana perkeretaapian menurut jenisnya terdiri
atas lokomotif, kereta, gerbong, dan peralatan khusus.
b. Pedoman
RPP Penyelenggaraan Perkeretaapian Pasal 225 s.d 246 dimana setiap pengadaan
sarana perkeretaapian harus didasarkan pada:
- Persyaratan teknis dan standar spesifikasi teknis yang telah ditentukan
- Kebutuhan operasional
- Kelestarian lingkungan
- Mengutamakan produksi dalam negri
Spesifikasi teknis dibuat dengan memperhatikan:
Ruang batas sarana perkeretaapian
Lebar jalan rel
Beban dan jumlah gandar
Jenis sarana perkeretaapian
Kecepatan
Perkembangan teknologi sarana perkeretaapian
c. Kebutuhan
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 106Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
1) Standar
Standar kelaikan lokomotif
Standar kelaikan kereta
Standar kelaikan gerbong
Standar kelaikan peralatan khusus
4. ASPEK PENGOPERASIAN PERKERETAAPIAN
a. Norma:
UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 120 s.d 155
Pengoperasian KA menggunakan prinsip berlalu lintas satu arah pada jalur tunggal
dan jalur ganda atau lebih dengan ketentuan:
- Setiap jalur pada satu petak blok hanya diizinkan dilewati oleh satu kereta
api, dan
- Jalur kanan digunakan oleh kereta api untuk jalur ganda atau lebih
Pengoperasian kereta api yang dimulai dari stasiun keberangkatan, bersilang,
bersusulan dan berhenti di stasiun tujuan diatur berdasarkan grafik perjalanan
kereta api. Grafik perjalanan kereta api dibuat oleh pemilik prasarana sekurang-
kurangnya bedasarkan jumlah kereta api, kecepatan yang diizinkan, relasi asal
tujuan, dan rencana persilangan dan penyusulan. Grafik perjalanan kereta api dapat
diubah apabila terjadi perubahan pada:
Prasarana Perkeretaapian
Jumlah sarana perkeretaapian
Kecepatan Kereta Api
Kebutuhan angkutan, dan
Keadaan memaksa
Pengaturan perjalanan KA dilakukan oleh petugas pengatur perjalanan KA yang
memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh Menteri.
b. Pedoman:
RPP Lalulintas dan Angkutan KA Pasal 55,64,78,98, 129
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 107Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Persiapan perjalanan kereta api meliputi kegiatan penyiapan sarana dan
rangkaiannya, penyiapan awak sarana , pemeriksaan rangkaian, penyediaan waktu
KA di stasiun awal, pemasangan tanda dan penyiapan dokumen perjalanan KA.
Penyiapan dan pelaksanaan keberangkatan kereta api dilakukan dengan kegiatan:
penyiapan pegawai stasiun, penyiapan rute kereta api berangkat, kesiapan kereta api
berangkat, pemberian tanda berangkat, mengawasi pemberangkatan KA,
menormalkan kedudukan persinyalan dan memberikan warta berangkat.
Keberangkatan KA dapat dibatalkan apabila:
Terjadi keterlambatan KA yang melebihi selang waktu antara 2(dua) kereta
api dan/atau melebihi waktu tempuh KA.
Terdapat rintangan jalan pada lintas yang akan dilalui yang diperkirakan
lebih dari 6(enam) jam.
Kerusakan sarana KA yang mengakibatkan KA tidak berjalan sesuai dengan
tingkat pelayanan yang dijanjikan.
c. Kebutuhan
Pengoperasian KA yang dimulai dari stasiun keberangkatan, bersilang, bersusulan
dan berhenti di stasiun tujuan harus mampu menjamin keselamatan penumpang.
Oleh karena itu diperlukan criteria dan system agar kereta api dapat berjalan dengan
baik dan memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi penumpang.
1) Standar
Jalur pelayanan kereta api
Tata cara berlalulintas
Frekuensi dan kecepatan KA
Grafik perjalanan KA
Persiapan perjalanan Ka
Persiapan keberangkatan KA
Perjalanan KA
Kedatangan KA di Stasiun
Pemberhentian KA di Stasiun
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 108Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Pemberhentian KA dalam perjalanan
Pembatalan keberangkatan
Muatan dan susunan rangkaian
Pengereman
Perjalanan Dinas Malam
Kereta api kerja siang, dresin dan lori
Penumpang (jarak, perjalanan, karcis, tariff)
Bagasi/barang (jenis, surat-surat, pemeriksaan, biaya, binatang)
Tambangan Merak-Panjang (karcis, bagasi, perjalanan dinas)
Peraturan Lain-lain (KA luar biasa, angkutan dinas, PNS, ABRI, anak piatu)
Angkutan Pos
Pengamanan Lintas (sinyal, Hal luar biasa, tindakan, peralatan komunikasi,
tindakan lainnya yang perlu)
Standar angkutan orang
Standar angkutan barang
Standar angkutan campuran
Standar karcis penumpang
Standar barang bawaan penumpang
Standar fasilitas kereta angkutan penumpang
Standar Pelayanan minimum di stasiun
Stanadar peleyanan minimum dalam perjalanan
Standar pemuatan dan pembongkaran barang di stasiun
Standar angkutan barang berbahaya
Standar penentuan tariff penumpang dan barang
Standar penanganan korban kecelakaan KA
Standar penanganan lalulintas
Standar pemeriksaan dan penelitian penyebab kecelakaan KA
Standar pelaporan pemeriksaan dan penelitian penyebab kecelakaan KA
d. Kriteria
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 109Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Pemberhentian KA dalam perjalanan
Pembatalan keberangkatan
Kriteria angkutan barang berbahaya
Kriteria penentuan tariff
5. ASPEK PENGUJIAN DAN PERAWATAN KERETA API
a. Norma:
UU No. 23/2007 Pasal 65 s.d Pasal 74, 98 s.d 104
Penyelenggara prasarana perkeretaapian wajib merawat prasarana perkeretaapian
agar tetap laik operasi. Perawatan Prasarana perkeretaapian meliputi: perawatan
berkala dan perbaikan untuk mengembalikan fungsinya.Perawatan prasarana
perkeretaapian wajib memenuhi standard dan tata cara perawatan yang ditetapkan
oleh Menteri. Perawatan prasaran perkeretaapian wajib dilakukan oleh tenagayang
memenuhi syarat dan kualifikasi yang yang ditetapkan oleh menteri.
Pemeriksaan sarana perkeretaapian wajib dilakukan oleh penyelenggara sarana
perkeretaapian. Pengujian sarana perkeretaapain terdiri atas: uji pertama dan uji
berkala, uji pertama wajib dilakukan terhadap setiap sarana perkeretaapian baru dan
yang telah mengalami perubahan spesifikasi teknis. Uji pertama meliputi:
Uji rancang bangun dan rekayasa
Uji statis
Uni dinamis
Uji pertama dilakukan oleh pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan
hokum atau lembaga yang mendapat akreditasi dari pemerintah.
Sarana perkeretaapian yang mengalami perubahan spesifikasi teknis harus
mendapat izin dari Menteri
b. Pedoman
RPP Penyelenggaraan Perkeretaapian Pasal 182 s.d 217, 249 s.d 287
Untuk menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian wajib dilakukan pengujian dan
pemeriksaan. Pengujian terdiri dari uji pertama dan uji berkala.
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 110Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Pemeriksaan dilakukan untuk menjamin kelaikan operasi prasarana perkeretaapian.
Pemeriksaan prasarana perkeretaapian meliputi pemeriksaan berkala dan tidak
teradwal.
Pelaksanaan perawatan harus memperhatikan:
Keselamatan perjalanan KA
Operasional KA
Keselamatan dan kesehatan kerja
Kelas jalur
Kondisi Lingkungan
Pemeriksaan sarana perkeretaapian merupakan kegiatan pemeriksaan teknis yang
dilakukan untuk mengetahui kondisi dan fungsi sarana perkeretaapian. Pemeriksaan
sarana perkeretaapian dilakukan terhadap tiap jenis sarana perkeretaapian yang
dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan. Jadwal pemeriksaan terdiri dari
pemeriksaan harian, bulanan, enam bulanan, dan tahunan yang dilakukan di Depo.
Selain di depo, pemeriksaan dilakukan di Balai Yasa.
c. Kebutuhan
Pasal 68 ayat 1 No. 23/2007 Tentang perkeretaapian mengatakan bahwa untuk
menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian wajib dilakukan pengujian dan
[pemeriksaan. Ketika prasarana dan sarana difungsikan maka harus dipastikan
dapat berfungsi dengan baik oleh karena dilakukan perawatan secara baik. Oleh
karena itu diperlukan standar, criteria dalam pengujian serta perawatan prasarana
dan sarana perkeretaapian.
1) Standar
Standar uji pertama prasarana
Standar uji berkala prasarana
Standar perawatan berkala prasarana
Standar perbaikan prasarana
Standar peralatan perawatan prasarana perkeretaapian
Standar uji pertama sarana
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 111Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Standar uji berkala sarana
Standar perawatan harian
Standar perawatan bulanan, 6 bulanan, tahunan, 2 tahunan dan 4 tahunan
sarana
Standar rehabilitasi dan modifikasi sarana
Standar peralatan perawatan perkeretaapian
Standar Balai Yasa dan Depo
Standar kalibrasi peralatan perawatan sarana
2) Kriteria
Kriteria jadwal uji berkala prasarana perkeretaapian
Kriteria pelaksanaan perawatan prasarana perkeretaapian
Kriteria perbaikan prasarana
Kriteria pelimpahan pengujian kepada badan hokum/lembaga pengujian
prasarana
Kriteria lokasi Balai Yasa dan Depo
Kriteria rehabilitasi dan modifikasi sarana
Kriteria kalibrasi peralatan perawatan sarana
6. ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA
a. Norma :
UU No. 23/2007 Pasal 74,79,80, 104
Pemerintah, badan hokum, atau lembaga yang melaksanakan uji pertama dan uji
berkala prasarana perkeretaapian wajib memiliki tenaga penguji yang harus
memiliki kualifikasi keahlian yang dibuktikan dengan sertifikat keahlian yang
diperoleh setelah lulus mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan
pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan atau lembaga yang mendapat
akreditasi dari pemerintah. Tenaga penguji prasarana perkeretaapian yang
melanggar ketentuan dikenai sanksi administrative berupa teguran tertulis,
pembekuan sertifikat keahlian, atau pencabutan sertifikat keahlian.
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 112Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Pengoperasian prasarana perkeretaapian wajib dilakukan oleh petugas yang telah
memanuhi kualifikasi kecakapan ang dibuktikan dengan sertifikat kecakapan.
Sertifikat kecakapan pengoperasian prasarana perkeretaapian diberikan setelah
lulus mengikuti pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan sebagaimana diselenggarakan oleh pemerintah dan dapat
dilimpahkan kepada badan usaha atau lembaga lain yang mendapat akreditasi dari
pemerintah. Sertifikat kecakapan dikelaurkan oleh:
Pemerintah
Badan hokum yang mendapat akreditasi dari pemerintah
Lembaga yang mendapat akreditasi dari pemerintah.
Pemerintah badan hokum, atau lembaga yang melaksanakan uji pertama dan uji
berkala sarana perkeretaapian wajib memiliki tenaga penguji yang harus memiliki
kualifikasi keahlian yang dibuktikan dengan sertifikat keahlian yang diperoleh
setelah lulus mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan pemerintah
dan dapat dilimpahkan kepada badan atau lembaga yang mendapat akreditasi dari
pemerintah.
b. Pedoman
RPP Penyelenggaraan Perkeretaapian Bab IV
Sumber Daya Manusia Perkeretaapian dari Tenaga Penguji, pemeriksa, perawatan
dan pengoperasian prasarana dan sarana perkeretaapian. Tenaga penguji prasarana
perkeretaapian dikelompokkan menjadi tenaga penguji:
- Jalan rel, badan jalan, jembatan, terowongan dan stasiun
- Persinyalan, telekomunikasi, dan instalasi listrik.
Tenaga Pemeriksaan dan perawatan sesuai dengan kualifikasi keahliannya
dikelompokkan menjadi tenaga pemeriksaan dan perawatan:
- Jalan Rel, badan jalan, jembatan, terowongan dan stasiun
- Persinyalan, telekomunikasi, dan instalasi listrik.
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 113Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Petugas pengoperasian prasarana perkeretaapian terdiri dari petugas pengatur
perjalanan kereta api, penjaga perlintasan KA dan pengendali distribusi listrik.
Tenaga penguji sarana perkeretaapian dikelompokkan menjadi:
- Tenaga penguji lokomotif
- Tenaga penguji kereta
- Tenaga penguji gerbong
- Tenaga penguji peralatan khusus.
Kualifikasi tenaga perawatan dan pemeriksaan sarana perkeretaapian
dikelompokkan sesuai jenis sarana perkeretaapian.
Pengoperasian sarana perkeretaapian dilakukan oleh awak sarana perkeretaapian
yang terdiri dari masinis, dan asisten masinis.
Awak sarana perkeretaapian dikelompokkan dalam awak sarana perkeretaapian
penggerak listrik dan awak sarana perkeretaapian penggerak non listrik.
c. Kebutuhan
Aspek SDM perkeretaapian adalah terkait dengan awak sarana perkeretaapian,
tenaga penguji, dan perawatan prasarana dan sarana serta lembaga pendidikan yang
mengeluarkan sertifikat keahlian tenaga perkeretaapian. Pengembangan SDM
diketiga aspek ini sangat menentukan dalam penciptaan perkeretaapian yang
handal.
1) Standar
Standar tenaga penguji prasarana perkeretaapian
Standar tenaga pengawas prasarana perkeretaapian
Standar tenaga pengoperasinan prasarana KA
Standar tenaga pengatur perjalanan KA
Standar penjaga perlintasan KA
Standar tenaga pengendali distribusi listrik
Standar sertifikasi/kelulusan tenaga pengoperasian prasarana Kereta Api
Standar akreditasi badan hokum/lembaga yang mengeluarkan sertifikasi
tenaga pengoperasian Kereta Api
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 114Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Standar keahlian tenaga pemeriksa penguji sarana perkeretaapian
Standar awak kereta
Masinis, juru api, juru motor, pegawai lokomotif
2) Kriteria
Kriteria pengelompokan awak sarana
Kriteria pengangkatan sebagai awak sarana
Kriteria pemberhentian awak sarana
Kriteria sertifikasi tenaga perawatan dan penguji
Masinis, juru api, juru motor, pegawai likomotif.
7. ASPEK KEPENGUSAHAAN KA
Pemerintah juga ingin menciptakan iklim bisnis perkeretaapian yang kompotetitif,
sehingga menghilangkan monopoli dengan menerapkan prinsip open access dan
multi operator. Selain itu, pemerintah ingin memisahkan kepemilikan antara
prasarana dan sarana, di mana prasarana milik pemerintah dan sarana milik badan
penyelenggara.
Memang isu ini bukan baru lagi. Misalnya, dalam hal menarik peran swasta,
Dephub sudah membuka kesempatan kepada investor domestik dan asing untuk
menggarap proyek pembangunan jaringan KA high speed rail 200 jurusan Jakarta-
Surabaya.
1) Standar
Standar persyaratan akses
Standar batasan lalu lintas sarana
Standar ketersediaan fasilitas prasarana
Standar karakteristik kapasitas lintas
Standar proses alokasi kapasitas
Standar prinsip-prinsip prosedur koordinasi
Standar Pelayanan Minimal
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 115Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Standar pelayanan akses jalan rel menuju fasilitas yang dibutuhkan badan
usaha penyelenggara prasarana
Standar pelayanan tambahan
Standar pelayanan pendukung
Sistem biaya
Tarif
Skema Performansi
Perubahan Biaya & Tata cara pembayaran
B. HASIL PEMETAAN NSPK PERKERETAAPIAN DALAM BENTUK
MATRIKS POHON
Dari hasil kajian yang telah dilakukan diketahui hal sebagai berikut:
Dari pemetaan yang telah dilakukan (Terdapat pada bagian lampiran laporan ini),
terdapat 2 bagian besar pemetaan yang telah dilakukan, yaitu:
1. Prasarana Kereta Api
2. Sarana Kereta Api
Masing-masing pemetaan tersebut memuat hasil pemetaan tentang:
- Desain/Perencanaan
- Pengujian
- Operasi
- Perawatan
- Pemeriksaan
- Kepengusahaan
Prasarana Kereta Api sendiri memiliki bagian-bagian kelengkapan yang sangat
kompleks, mulai dari stasiun, terowongan, peralatan fasilitas pengoperasian (Sinyal,
Telekomunikasi, dan Listrik) serta berbagai bagian hal lainnya.
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 116Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Sarana Kereta Api juga memiliki bagian-bagian yang sangat banyak dan kompleks,
seperti Lokomotif, gerbong, kereta dan bagian lainnya.
Dalam memberikan pelayanan yang baik dan menjamin keselamtan para
penumpang, maka pemerintah baik melalui operator, regulator dan badan mentri
perhubungan membuat berbagai NSPK yang berbentuk peraturan-peraturan dan
standar terkait perkeretaapian Indonesia. Secara bertahap NSPK tersebut disusun
dan diresmikan satu persatu.
Dari sejumlah peraturan perkeretaapian yang pernah ada, konsultan mencoba
mengumpulkan dan meringkasnya yang ditampilkan pada lampiran laporan ini.
Serta dari NSPK Perkeretaapian yang ada, maka konsultan mencoba menyusun
pemetaan terhadap NSPK tersebut yang terdapat pada bagian lampiran laporan ini.
Dimana secara garis besar, matriks pohon tersebut dapat digambarkan seperti pada
tabel berikut:
Tabel 5.2 Gambaran Matriks Pohon NSPK Perkeretaapian
KETERANGAN Norma Standar Pedoman Kriteria
SA
RA
NA
LOKOMOTIF
Bagian-Bagian
Lokomotif
Desain/Perencanaan
Pengujian
Pengoperasian
Perawatan
Pemeriksaan
Kepengusahaan
KeretaBagian-Bagian Kereta
Desain/Perencanaan
Pengujian
Pengoperasian
Perawatan
Pemeriksaan
Kepengusahaan
GerbongBagian-Bagian
Gerbong
Desain/Perencanaan
Pengujian
Pengoperasian
Perawatan
Pemeriksaan
KepengusahaanPeralata Bagian- Desain/Perencanaan
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 117Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
KETERANGAN Norma Standar Pedoman Kriteria
n Khusus
Bagian Peralatan khusus
Pengujian
Pengoperasian
Perawatan
Pemeriksaan
Kepengusahaan
PR
AS
AR
AN
A
Jalur KABagian-Bagian
Jalur KA
Desain/Perencanaan
Pengujian
Pengoperasian
Perawatan
Pemeriksaan
Kepengusahaan
Jalan Rel
Bagian-Bagian
Jalan Rel
Desain/Perencanaan
Pengujian
Pengoperasian
Perawatan
Pemeriksaan
Kepengusahaan
Jembatan
Bagian-Bagian
Jembatan
Desain/Perencanaan
Pengujian
Pengoperasian
Perawatan
Pemeriksaan
Kepengusahaan
Terowongan
Bagian-Bagian
Terowongan
Desain/Perencanaan
Pengujian
Pengoperasian
Perawatan
Pemeriksaan
Kepengusahaan
StasiunBagian-Bagian Stasiun
Desain/Perencanaan
Pengujian
Pengoperasian
Perawatan
Pemeriksaan
KepengusahaanFasilitas Pengope
rasian
Bagian-Bagian
Fasilitas
Desain/Perencanaan
Pengujian
BAB 5 PEMETAAN NSPK DI BIDANG PERKERETAAPIAN
LAPORAN AKHIR 118Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
KETERANGAN Norma Standar Pedoman KriteriaPengoperasian (Sinyal, Telekomun
ikasi, Listrik)
Pengoperasian
Perawatan
Pemeriksaan
Kepengusahaan
LAPORAN AKHIR 119Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil Studi dan pemetaan terhadap kondisi NSPK Perkeretaapian yang telah
dilakukan, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil studi dan pengamatan yang telah dilakukan, tidak
berkembangnya perkeretaapian di Indonesia diakibatkan oleh berbagai hal,
seperti tampak kurangnya perhatian pemerintah terhadap perkembangan
transportasi massal, dengan lebih giatnya pemerintah membangun dan
meresmikan jalan-jalan baru dibandingkan jalur-jalur KA. Penggunaan
Bahan bakar bertarif industry untuk operasional KA, dan bahan bakar
bersubsidi untuk kendaraan pribadi, serta berbagai hal lainnya.
2. Dari hasil pemetaan NSPK Perkeretaapian yang telah dibuat, tampak bahwa
masih banyak system NSPK yang belum dilengkapi dan dibuat.
Hasil pemetaan NSPK yang telah dilakukan, yang di lampirkan pada bagian
Lampiran 2 laporan ini, dapat digambarkan sebagai berikut:
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
LAPORAN AKHIR 120Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Tabel 6.1 Persentase Jumlah NSPK Prasarana yang telah berhasil
dipetakan.
Sumber : Hasil Analisis Konsultan
Tabel 6.2 Persentase Jumlah NSPK Sarana yang telah berhasil dipetakan.
Sumber : Hasil Analisis Konsultan
Dari hasil pemetaan, dapat dilihat bahwa NSPK yang telah dibuat/telah ada,
hanya sekitar 22,2 % untuk sarana dan 29,4 % untuk prasarana, suatu angka
yang masih sangat kecil, bila dibandingkan dengan NSPK yang diperlukan.
3. Dengan memperkecil jumlah NSPK yang diperlukan, yaitu hanya
mengambil kebutuhan NSPK hanya sampai tingkat “ranting” bukan “daun”
maka dapat dihitung jumlah kebutuhan NSPK yang diperlukan sebagai
berikut:
Desain Operasi Perawatan Pemeriksaan Pengujian Total Keseluruhan
Jumlah Komponen NSPK 918 204 1971 1383 2167 6643Jumlah Komponen NSPKyang telah ada 401 128 296 367 760 1952Jumlah Komponen NSPkyang belum ada 517 76 1675 1016 1407 4691Persentase NSPK yang telah ada 43,68 62,75 15,02 26,54 35,07 29,38
keteranganPRASARANA
Desain Operasi Perawatan Pemeriksaan Pengujian Total Keseluruhan
Jumlah Komponen NSPK 693 3000 3002 3002 3002 12699Jumlah Komponen NSPKyang telah ada 340 300 299 302 1577 2818Jumlah Komponen NSPkyang belum ada 353 2700 2703 2700 1425 9881Persentase NSPK yang telah ada 49,06 10,00 9,96 10,06 52,53 22,19
keteranganSARANA
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
LAPORAN AKHIR 121Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
Tabel 6.3 Penggambaran Jumlah NSPK Prasarana yang telah Dipetakan
dalam Matriks Pohon
Sumber : Hasil Analisis Konsultan
Tabel 6.4 Penggambaran Jumlah NSPK Prasarana yang telah Dipetakan
dalam Matriks Pohon
Sumber : Hasil Analisis Konsultan
Dari tabel diatas, dapat terlihat susunan kebutuhan NSPK dengan “bentuk
pohon”.
B. SARAN
1. Pemerintah sebaiknya membuat lebih banyak kebijakan-kebijakan yang
lebih memihak dan memperhatikan angkutan massal.
2. Akan jauh lebih baik bila pemerintah (baik regulator maupun operator KA)
melengkapi NSPK Perkeretaapian yang masih kurang, agar terdapat batasan
yang jelas dalam pengelolaan Kereta Api di Indonesia, sehingga
Desain Operasi Perawatan Pemeriksaan Pengujian Total Keseluruhan
Daun 918 204 1.971 1.383 2.167 6.643 Sub-Ranting II 183 183 183 183 183 915 Sub-Ranting I 108 108 108 108 108 540 Ranting 26 26 26 26 26 130 Ranting Utama 6 6 6 6 6 30 Batang Utama 1 1 1 1 1 5
keteranganPRASARANA
Desain Operasi Perawatan Pemeriksaan Pengujian Total Keseluruhan
Daun 693 3.000 3.002 3.002 3.002 12.699 Sub-Ranting II 300 300 300 300 300 1.500 Sub-Ranting I 51 51 51 51 51 255 Ranting 24 24 24 24 24 120 Ranting Utama 4 4 4 4 4 20 Batang Utama 1 1 1 1 1 5
keteranganSARANA
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
LAPORAN AKHIR 122Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) Bidang Perkeretaapian
pelanggaran dapat diminimalkan seminimal mungkin dan keselamatan
Perkeretaapian Indonesia dapat ditingkatkan.