BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang berisi peraturan dan undang-undang yang lengkap.
Dia mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya. Peraturan perundangan itu
termaktub secara tersurat dan tersirat di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Keduanya
memberikan petunjuk tentang berbagai hal, mulai dari urusan ibadah mahdlah sampai
ibadah goir mahdlah. Mulai dari hukum terhadap sesuatu yang jelas nashnya sampai
kepada hukum yang belum jelas nashnya.
Salah satu segi hukum Islam yang berkaitan dengan manusia dalam
hubungannya dengan sesama adalah menyangkut perkawinan (pernikahan), yang di
dalamnya terdapat suatu bentuk upacara yang disebut walimah al-urs. Al-Qur'an
tidak menyinggung mengenai pelaksanaan walimah al-urs, tetapi hanya
menganjurkan untuk melangsungkan pernikahan. Namun, penyelenggaraan walimah
al-urs ini ada dalam hadis Nabi s.a.w. sebagaimana riwayat hadis bahwa Rasullulah
saw mengadakan walimah untuk sebagian istrinya dengan dua mud gandum.
(HR.Bukhari)1
1 Imam Bukhari, Al-Jami as-Shahih (Beirut, Dar Ihya At-Turas Al-Arabi, t.th) juz 3 h. 380
2
Berdasarkan hadis di atas jelaslah bahwa mengadakan walimah al-urs
sangatlah dianjurkan dalam agama Islam. Selanjutnya bila kita memperhatikan
pelaksanaan walimah al-urs dalam masyarakat muslim dimana saja, maka kita akan
menemukan bahwa walimah tersebut biasanya dilaksanakan berdasar adat istiadat dan
kebiasaan masyarakat setempat. Dalam masyarakat kita dewasa ini juga berkembang
suatu tradisi memeriahkan pesta perkawinan dengan hiburan seperti nyanyian dan
musik.
Perayaan pesta perkawinan yang dimeriahkan dengan bermacam-macam
hiburan itu sebenarnya telah dijalankan sejak masa Rasulullah saw. Hal ini
dibolehkan dalam Islam, selama tidak mengarahkan kepada perbuatan dosa, bahkan
disunatkan dalam situasi gembira guna melahirkan perasaan senang, sebagaimana
maksud hadis yang diriwayatkan Aisyah bahwa ia mengantar seorang wanita sebagai
pengantin kepada seorang laki-laki Ansar, maka Nabi saw bersabda: Hai Aisyah
permainan apa yang kau punyai? Sesungguhnya orang Ansar menyukai permainan
(hiburan). (HR.Bukhari)2
Berdasarkan hadis diatas jelaslah bahwa memeriahkan suatu pesta perkawinan
dengan hiburan sudah dilaksanakan sejak masa Rasullullah saw. Namun pada masa
itu hiburan hanya dimeriahkan dengan nyanyian dan memukul rebana. Sebagaimana
2 Ibid, h.117
3
sabda Nabi yang bermaksud umumkanlah pernikahan itu, dan tabuhlah rebana pada
waktu itu. (HR.Ibnu Majah)3
Namun yang menjadi permasalah, banyak hiburan yang diadakan pada pesta
perkawinan sekarang ini kurang atau tidak sesuai dengan ajaran Islam, dimana
cenderung mengarah pada perbuatan dossa seperti nyanyian-nyanyian dan musik
yang membangkitkan nafsu berahi disertai tarian dan goyangan tubuh yang bersifat
erotis dan berbaur antara laki-laki dan perempuan serta perbuatan-perbuatan lain yang
merusak moral seperti perkawinan adat daerah Karawang yaitu seni tari jaipong. Di
daerah ini kebanyakkan pesta dimeriahkan dengan hiburan seperti tarian, nyanyian
dan musik yang melalaikan.
Sebenarnya acara hiburan yang terdapat dalam Walimah Al-Urs tersebut
diadakan tidak hanya sebagai hiburan semata tetapi lebih kepada kebanggaan bagi
orang yang mengadakan walimah. Kebanggaan disini lebih bersifat kepada gengsi
atau prestise dari yang mengadakan pesta.
Menurut mereka tidak sempurna suatu pesta tanpa adanya hiburan tersebut.
Semakin meriah suatu pesta maka statusnya dalam masyarakat menjadi lebih diakui.
Ada sebagian lagi yang membebaskan syahwat sebebas-bebasnya, menjadikan hidup
ini ajang berbuat sia-sia dan bermain-main secara total, menghilangkan dinding
pembatas antara perbuatan yang disyariatkan dan yang dilarang, antara perbuatan
yang diwajibkan dan tindakan yang terlarang, antara halal dan haram.
3 Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Quzwani, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar al-Fikr,
t.th) jilid 1, h.595
4
Asal seni tari jaipong ini, para ahli belum ada yang memberikan pendapat
yang jelas. Namun asal-usul seni tari jaipong adalah berawal dari seni tari yang
berkembang pada zaman kerajaan hindu dan budha di Jawa.
Seni tari jaipong adalah kesenian khas Daerah Karawang, walaupun terkadang
ada juga di daerah luar Karawang, tapi biasanya ia berada di Tatar Sunda
(Priangan).Dan tampilan jaipong di luar karawang agak beda dengan yang ada di
daerah Karawang. Dokumentasi sejarah untuk tari-tari Indonesia terutama adalah
berkaitan dengan Jawa.
Dokumentasi itu terdiri dari perwujudan-perwujudan adegan tari pada relief-
relief batu dari candi dan bangunan-bangunan suci lainnya; dari prasasti-prasasti
kerajaan yang tergores pada batu dan lempengan tembaga yang menyebut tari dan
tontonan-tontonan yang berhubungan dengan perayaan-perayaan ritual; dan berawal
dari abad ke-11.4
Aspek hukum yang penulis sampaikan ini, hanyalah dibatasi pada hukum
musik dan nyanyian karena esensi dari permasalahan hukum dalam jaipongan adalah
masalah musik dan nyanyian.
Selanjutnya terdapat perbedaan pendapat sebagian ulama, ada yang
mengatakan dibolehkan dan sebagiannya lagi mengharamkan langsung. Alasan inilah
yang mendorong penulis untuk mengkaji lebih mendalam tentang masalah
kontemporer yang berlaku dalam masyarakat kini, karena ianya berkaitan dengan
4 Claire Holt, (alih bahasa; RM.Soedarsono, Persatuan Budaya Daerah), Melacak Jejak
Perkembangan Seni di Indonesia, diterbitkan; Persatuan Budaya Daerah, TT, hlm.97
5
hukum Islam yang tidak boleh diringankan. Adapun judul yang diangkat adalah
“TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI SENI TARI JAIPONG
DALAM WALIMAH AL-URS DI DAERAH KARAWANG, JAWA BARAT”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pesta perkawinan (Walimah Al-Urs) adalah suatu kegiatan yang tidak pernah
lepas dari adat kebiasaan masing-masing suku atau daerahnya, baik upacara
perkawinan maupun hiburan yang ada dalam pesta perkawinan tersebut.
Dalam skripsi ini penulis membatasi pada pelaksanaan seni tari jaipong dalam
walimah al-urs yang telah ada dalam masyarakat daerah Karawang, yang merupakan
tradisi atau ciri khas dari resepsi perkawinan yang ada dalam masyarakat, ditinjau
dari hukum Islam.
2. Perumusan Masalah
Agar penelitian dan pembahasan lebih terarah dan jelas pokok
permasalahannya, maka penulis merumuskan permasalahan, sebagai berikut:
1. Apa dampak mengikut dari segi negatif seni tari jaipongan?
2. Bagaimana dampak seni tari jaipong bagi masyarakat karawang, terutama dari
dimensi sosial, dimensi ekonomi dan dimensi moral?
3. Bagaimana menurut hukum Islam terhadap seni tari jaipong pada walimah al-urs
di kabupaten Karawang?
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Diantara tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana Walimah al-‘Urs menurut ulama.
2. Untuk mengetahui dampak seni tari jaipong menurut hukum Islam.
3. Untuk mengetahui cara pelaksanaan Walimah al-‘Urs di daerah Karawang.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Untuk penulis: memberikan wawasan penulis agar lebih memahami tentang adat
istiadat yang ada dalam masyarakat daerah Karawang ditinjau dari hukum Islam
dan dalam rangka meningkatkan ilmu yang akan dikembangkan menjadi profesi
penulis sebagai sarjana hukum Islam.
2. Untuk kalangan Akademisi (Fakultas): sebagai penambah literature perpustakaan,
baik perpustakaan Utama maupun perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum.
3. Untuk masyarakat: memberi sumbangan pada masyarakat bagaimana cara
pelaksanaan Walimah Al-Urs yang dibenarkan, khusus berkenaan tari jaipong
menurut hukum Islam di daerah Karawang.
7
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
Dalam penelitian dan pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode
deskriptif analitis yang diperoleh penulis melalui:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu dengan membaca, mempelajari,
menelaah, dan membahas literature yang ada diperpustakaan yang berhubungan
erat dengan pembahasan skripsi ini.
2. Sumber primer, penulis meneliti dan mengumpulkan sumber tertulis dari buku-
buku untuk mendapatkan data-data yang terhubung dengan hiburan dalam
walimah ini. Melalui pengumpulan data yang diambil dari tulisan tokoh-tokoh
yang diangkat, makalah-makalah, seminar, jurnal dan majalah yang menjadi
sumber sekunder sebagai penunjang penulis.
Sedangkan dalam penulisannya berpedoman kepada ketentuan yang telah diatur
dalam buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab yang setiap bab mempunyai beberapa
sub bab. Untuk memudahkan para pembaca maka berikut ini akan diuraikan
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.
Bab Kedua, berisi pembahasan mengenai pengertian hukum Islam, mengenai
ketentuan hukum Islam tentang hiburan dalam Walimah Al-Urs yang meliputi
pengertian, tujuan, dasar hukum, pelaksanaan dan hikmah pelaksanaan Walimah Al-
Urs.
Bab Ketiga, menggambarkan secara umum kondisi masyarakat daerah
Karawang mengenai letak geografis, kondisi sosial masyarakat, kondisi sosial
keagamaan, kondisi sosial ekonomi daerah Karawang.
Bab Keempat, berisi tinjauan hukum Islam terhadap hiburan dalam walimah
di daerah Karawang yang pembahasannya meliputi pelaksanaan walimah di daerah
Karawang, pendapat ulama tentang pelaksanaan walimah dan hiburan dalam walimah
serta analisa hiburan dalam Walimah Al-Urs.
9
Bab Kelima, merupakan bab penutup yang berisikan beberapa kesimpulan dan
juga memuat saranan.
10
BAB II
“WALIMAH AL-‘URS”
A. Pengertian “Walimah al-‘Urs” dan Hiburan
1. Pengertian “Walimah al-‘Urs”
Walimah ialah makanan dalam perkawinan, berasal (pecahan) dari kata
walam, yaitu mengumpulkan, karena suami istri berkumpul. Menurut imam al-Syafi’I
berkata : walimah itu adalah meliputi suatu jamuan makan sebagai tanda gembira,
seperti perayaan pernikahan, perayaan, khitan dan lain-lain sebagainya.5
Kata walimah berasal dari kata و���� yang arti kenduri, karena banyaknya
manusia yang berkumpul untuk menghadiri suatu jamuan makan.6 Sedangkan
menurut Sayyid Sabiq walimah itu berarti jamuan khusus yang diadakan dalam
perayaan pesta perkawinan atau setiap jamuan untuk pesta lainnya. Tetapi biasanya
kalau menyebut walimah al-‘urs artinya perayaan pernikahan.7 Dapat pula berarti
melaksanakan suatu jamuan makan sebagai tanda gembira. Menurut Ibrahim
Muhammad al- Jamal mengemukakan bahwa pesta perkawinan atau walimah adalah
pecahan dari kata “walama” yang artinya mengumpulkan. Pesta tersebut
dimaksudkan untuk memberi doa restu kepada kedua mempelai agar dapat berkumpul
dengan rukun.
5 Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifayah al-Akhyar (Beirut: Dar al-Kutub, 1995) h.144
6 Muhamad Idris Abdul Rauf al-Marbawi, kamus al-Marbawi (Mesir: Musthofa al-Bani al-
Halabi wa Auladihi, t.th) jilid 1 h.398
7 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah (Beirut: Dar al-Bayan, 1968) jilid 7 h.210
11
Walimah juga diartikan al-Jam’u yaitu kumpul, sebab antara suami istri
berkumpul. Maksud walimah berasal dari perkataan arab yaitu ا���� yang artinya
makanan pengantin. Ini bermakna makanan yang disediakan khusus dalam acara
pesta perkawinan. Biasa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau
lainnya.8
Walimah al-‘urs diserap dalam bahasa Indonesia menjadi walimah. Dalam
Fikih Islam mengandung makna yang umum dan makna yang khusus. Makna
umumnya adalah seluruh bentuk perayaan yang melibatkan orang banyak. Sedangkan
walimah dalam pengertian khusus disebut walimah al-‘urs mengandung pengertian
peresmian perkawinan, yang bertujuannya untuk memberitahukan khalayak ramai
bahwa kedua pengantin telah resmi menjadi suami istri, sekaligus sebagai rasa syukur
keluarga kedua belah pihak atas telah berlangsungnya perkawinan tersebut.
Sebagaimana Rasullullah s.a.w bersabda :
��� اذا د�� : �� &�%$ ان� ا"� ��! آ�ن ی��ل �� ا������ ���� ا� ���� و
9)روا* م3��(أ1�دآ� أ0�* %��/. �! � آ�ن أو &+�*
Artinya:
Dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar R.a pernah menuturkan, Rasullullah Saw
bersabda, “apabila salah seorang dari kamu mengundang saudaranya,
maka penuhilah undangan itu, baik undangan pernikahan maupun
sejenisnya” (Hr. Muslim)
8 Samet Abidin, H. Aminudin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999)
cet.Pertama, h.149
9 Abu al-Husain Muslim ibni Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim (Riyad: Dar al-
Salam, 1998) h.605
12
Menurut Ibnu Atsir, walimah hanya khusus bagi perjamuan yang dilakukan
berkenaan dengan nikah saja. Dan dapat dikatakan, bahawasanya walimah menurut
bahasa, hanyalah walimatul ‘urs saja. Menurut syara, segala jamuan disyariatkan. Di
dalam al-Qamus diterangkan, bahawasanya walimah, ialah jamuan yang diadakan
karena perkawinan atau acara yang diadakan dengan mengundang orang untuk
menghadirinya.10
2. Pengertian Hiburan
Dalam kehidupan yang normal, manusia mesti membutuhkan hiburan.
Hiburan juga sebagai tanda gembira seseorang dalam sesuatu majlis. Hiburan ada
banyak seperti nyanyian, tarian, olahraga, berpuisi, dan lain-lain lagi.
Hiburan nyanyian menurut kamus as-Sihah adalah sebagian dari seni
berkaitan pendengaran. Manakala menurut kamus an-Nihayah pula disebut
menyaringkan suara dan mengalunkannya. Ini bermakna setiap orang yang
menyaringkan suaranya dengan menyebut sesuatu dan mengalunkannya. Suatu
nyanyian yang menghibur karena ia disertai dengan tarian, pukulan gendang, rebana
atau alunan irama dan melodi tertentu.11
10 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, (Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2001) cet.Ketiga, h.158
11 Yusuf al-Qardawi, Nyanyian dan Musik Menurut Perspektif al-Quran dan al-Sunnah, (tej)
Munawwar Mohammad dan Wan rosli Wan Ismail (Kuala Lumpur: Pustaka Salam dan Rangkaian
Berkat, 2006) cet. Pertama, h.33
13
B. Dasar Hukum “Walimah al-‘Urs”
Pelaksanaan walimah al-‘urs memiliki kedudukan tersendiri dalam
munakahat. Rasulullah Saw sendiri melaksanakan walimah untuk dirinya dan
memerintahkan kepada para sahabat untuk mengadakan walimah walaupun hanya
dengan makan kurma dengan roti atau dengan seekor kambing, sebagaimana sabda
Rasullullah Saw kepada Abdurrahman bin Auf :
�� ا&; "� م��: ان� ر �ل ا� ���� ا� ���� و ��� رأى ��� 8�� ا�!�1�� "� ��ف
"�رك : &�� EFو�جC ام!أة ��� وزن &�اة م� ذه. %��لا: أA! �@!ة %��ل م� ه=ا؟ %��ل
12)روا* ا�K!م=ي(أو �� و�� "I�ة , ا� �:
Artinya :
Dari Anas bin Malik, “bahwa Rasullullah Saw tela melihat bekas kekuning-
kuningan pada Abdurrahman bin Auf, maka Rasullullah Saw bertanya, apa
ini? Abdurrahman menjawab, sesungguhnya saya telah menikah dengan
seorang perempuan dengan mas kawain seberat satu biji emas. Kemudian
Rasullullah Saw bersabda, semoga Allah memberkatimu, adakanlah walimah
sekalipun dengan seekor kambing.” (Hr. Tirmizi)
Dalam sabda Rasullullah Saw adakanlah walimah meski hanya dengan seekor
kambing. Terdapat dalil yang menunjukkan keharusan mengadakan walimah.
Demikian pendapat yang dikemukakan Dzahiriyah. Imam Syafi’I dalam kitabnya al-
Um mengemukakan bahwa mengadakan walimah itu wajib, karena Rasullullah
sendiri selalu mengadakan walimah terhadap istri-istrinya baik ketika baginda
menetap maupun ketika baginda sedang kepergian.
12 Abu I’sa Muammad ibn I’sa ibn Saurah, Sunan al-Tirmizi (Beirut: Dar al-Fikri, t.th) jilid 2,h.3
14
Selanjutnya Hadis yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dari Hadis Buraidah,
yaitu ketika Ali bin Abi Thalib melamar Fatimah, Rasullullah Saw bersabda:
���� % O��� .P0�L ��N�ل ر �ل ا� ���� ا� ���� و ��� ا&�� M "8� : �� "!ی8ة L�ل
)روا* اR��)8�1!س م� و����
Artinya :
Dari Buraidah ia berkata, ketika Ali melamar Fatimah, Rasullullah Saw
bersabda, “ sesungguhnya untuk pesta pernikahan harus ada walimahnya”
(Hr. Ahmad)13
Dalam Hadis tersebut di atas Nabi Muhammad Saw mengharuskan kepada Ali
bin Abi Thalib untuk mengadakan walimah ketika mengawini Fatimah. Dalam Hadis
tersebut anjuran untuk mengadakan walimah mengandung unsur keharusan atau
kewajiban karena adanya kata 8" M yang berarti sesuatu yang dengan cara
bagaimanapun harus diadakan, demikian pendapat yang dikemukakan oleh golongan
Dzahiri.
Menurut Syaikh Abu Syujak walimah (selamatan) dalam perkawinan adalah
sunnat, sedangkan mengabulkannya adalah wajib kecuali karena uzur.14
Jumhur
ulama berpendapat bahwa mengadakan walimah hukumnya sunnah muakkad dan
bukan wajib.
13 Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal, Musnad Imam Ahmad (Beirut: Dar al-Fikri, 1978),
h.359
14 Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifayah al-Akhyar (Beirut: Dar al-Kutub, 1995) h.144
15
Karena mengadakan walimah merupakan suatu kegembiraan atas telah
berlangsungnya akad nikah.15
Imam Nawawi menyatakan bahwa pendapat yang kuat di kalangan sahabat
adalah sunnah, dengan menetapkan bahwa amar yang terdapat dalam hadis di atas
menunjukkan kepada sunnah. Ini sesuai dengan pendapat imam Malik, karena sabda
Rasullullah ة�I" او �� و��menunjukkan bahwa walimah al-‘urs adalah sunnah. Bagi
yang mampu agar tidak mengurangi dari seekor kambing.
C. Hukum Menghadiri “Walimah al-‘Urs”
Hukum menghadiri pesta pernikahan adalah fardu kifayah. Sebagian ulama
mengatakan fardu ain, artinya wajib bagi tiap-tiap orang yang mendapat undangan
untuk menghadirinya.
Dalam salah satu hadis Rasullullah Saw disebutkan:
��S�� ���ا� �Tل �� ا"� ��! ر�L ��� 0�* إذا د�� أ81آ� أ: �� ا������ ���� ا���� ���� و
16)روا* م3��(%��/. �! � آ�ن أو &+�*
Artinya :
"Dari Ibnu Umar r.a dari Nabi Saw beliau bersabda; "Apabila seseorang
mengundang saudaranya, hendaklah saudaranya itu memperkenankannya,
baik undangan itu untuk pesta mempelai atau yang lain." (H.r Muslim)
15 Slamet Abidin, H. Aminudin, Fiqih Munakahat 1, Loc.Cit
16 Abu al-Husain Muslim ibni Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim (Riyad: Dar
al-Salam, 1998) h.605
16
Sebagian mereka berpendapat bahwa menghadiri undangan walimah
merupakan suatu yang sunnah. Sedangkan yang lain mewajibkan sampai pada batas
jika seseorang tidak menghadiri tanpa alasan yang dibenarkan. Hal ini berdasarkan
Hadis dari Abu Hurairah Ra, bahwasanya Rasullullah Saw bersabda :
ش!O ا�P�R�م RN�م ا������ یS� ��8� اWX���ء ویK!ك ا�@�!ء وم� �� : �� ا"� ه!ی!ة L�ل
��� 17)روا* ا"� م�ج�(ی/. %�8 �]� ا� ور
Artinya :
Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Nabi Saw bersabda, “sejelek-jelek makanan
adalah makanan walimah, karena orang-orang yang layak diundang tidak
diundang (orang miskin) dan orang-orang yang seharusnya tidak diundang
malah diundang (orang kaya). Barang siapa yang tidak memenuhi undangan
(tanpa uzur), maka ia telah durhaka kepada Allah dan Rasulnya.
(Hr. Ibnu Majah)
Adapun uzur yang menjadi penghalang untuk menghadiri walimah menurut
jumhur ulama adalah apabila di arena walimah itu terdapat hal-hal yang mungkar,
seperti ada minuman keras dan tari-tarian yang berbau seks. Apabila orang yang
diundang ini mampu melarang disediakannya minuman keras dan tarian yang berbau
seks itu, maka ia wajib hadir dan bertindak untuk mengeluarkan hal-hal yang
mungkar itu. Akan tetapi apabila ia merasa dirinya tidak mampu mencegah
kemungkaran tersebut, maka ia tidak perlu hadir.
Dalam buku kitab Fiqh Mazhab al-Syafi’I menyebutkan, yang wajib dan
ditekankan dalam pemenuhan undangan ini adalah menghadiri undangan, sedangkan
17 Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Quzqaini, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar al-Fikr,
t.th) jilid 1, h.600
17
memakan hidangan yang disediakan bukan merupakan suatu yang di wajibkantetapi
hanya sebatas disunahkanjika sedang tidak berpuasa.18
Jumhur ulama mengatakan menghadiri undangan pernikahan adalah sunnah
muakad. Sebagian golongan Syafi’I berpendapat hukumnya adalah wajib. Pendapat
ini disokong oleh Ibnu Hazm yang mengatakan inilah pendapat kebanyakkan sahabat
dan tabi’in.19
Selain itu dalam kitab Fiqh Mazhab Syafi’I menerangkan bahwa menghadiri
majlis walimah menjadi fardhu ain kepada mereka yang dijemput.20
Dalilnya adalah
sebagaimana sabda Rasullullah Saw seperti Hadis dibawah :
إذا د�� ا81آ� ا�� و���� �!س : �� ا"� ��! أن� ر �ل ا� ���� ا� ���� و ��� L�ل
21)روا* ا"� م�ج�(%��/.
Artinya :
Dari Ibnu Umar, ia berkata, telah bersabda Rasullullah Saw,”apabila
diundang seseorang dari kamu kepada walimah, hendaklah ia datang
kepadanya”. (Hr. Ibnu Majah)
18 Mustofa al-Khin, dkk, Kitab Fiqh Mazhab Syafi’I Op, Cit, jilid 4, h.838
19 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (tej) Nor Hasanuddin (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006)
jilid 3, h. 129 20 Ibid
21 Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah, Loc.Cit
18
D. Tujuan Pelaksanaan Walimah
Tujuan pelaksanaan walimah al-‘urs dalam perkawinan sangat besar dilihat
dari satu segi yaitu upacara walimah al-‘urs adalah bertujuan untuk memberitahukan
atau mengumumkan kepada masyarakat bahwa telah dilangsungkan pernikahan
secara resmi salah seorang anggota masyarakat dalam keluaga tertentu. Jadi antara
lelaki dan perempuan yang telah menikah tersebut tidak membawa fitnah dalam
masyarakat setempat. Apa yang diharapkan masyarakat dapat menerima orang baru
sebagai warga baru dalam masyarakat tersebut.
Selain itu, pelaksanaan walimah juga sebagai rasa syukur dari keluarga
perempuan karena anak perempuannya telah menikah dengan seorang lelaki yang
direstui keluarga. Di samping itu, pelaksanaan walimah al-‘urs juga adalah untuk
mengeratkan lagi hubungan silaturrahim antara kedua belah keluarga dari pihak
suami dan pihak istri, kerabat dan masyarakat setempat khususnya. Dengan adanya
saling mengundang antara pihak keluarga suami dan pihak keluarga istri dapat
mengeratkan lagi tali hubungan persaudaraan dan dapat mengenal lebih jauh saudara-
saudara dekat dan saudara-saudara dekat dan saudara-saudara jauh masing-masing
keluarga.
Walimah al-‘urs juga dapat memupuk dan mengembangkan rasa kerja sama
yang harmoni, membina rasa gotong royong dan persaudaraan sesama anggota
masyarakat. Yang lebih utama dalam pelaksanaan walimah al-‘urs adalah pernyataan
rasa syukur kepada Allah atas berlangsungnya pernikahan.
19
BAB III
GAMBARAN UMUM DAERAH KARAWANG, JAWA BARAT
A. Letak Geografi Daerah Karawang
Secara geografis wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 070-02-1070-
40 Bujur Timur dan 50-56-60-34 Lintang Selatan, termasuk daerah dataran yang
relatif rendah, mempunyai variasi ketinggian wilayah antara 0 - 1.279 meter di atas
permukaan laut dengan kemiringan wilayah 0 - 2 %, 2 - 15 %, 15 - 40 %.22
Kabupaten Karawang terletak di bagian utara Propinsi Jawa Barat yang secara
administratif mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan batas alam yaitu Laut Jawa.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Subang.
- Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Cianjur.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi.
Kabupaten Karawang mempunyai 4 wilayah pembantu bupati (kawedanan),
18 kecamatan, 4 kantor perwakilan kecamatan (kapermat) serta 295 desa dan 10
kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 Km2 atau 175.327 Ha, 3,73
% dari luas Propinsi Jawa Barat dan memiliki luas seluas 4 Mil x 73 Km, dengan
komposisi penggunaan lahan tahun 2006 sebagai berikut :
22
Atlas Wilayah Pesisir Jawa Barat Bagian Utara
20
1) Padi Sawah 94,075 Ha
2) Pertanian Pekarangan dan Bangunan 22,609 Ha
3) Tegal/Kebun 12,300 Ha
4) Ladang/Huma 7,705 Ha
5) Penggembalaan Padang Rumput 10,460 Ha
6) Hutan Rakyat
7) Rawa
8) Tambak 10,570 Ha
9) Kolam/Empang 1,935 Ha
10) Hutan Negara 10,650 Ha
11) Perkebunan 0,793 Ha
12) Kawasan Industri dan Zona Industri 2,459 Ha
13) Lain-lain 1,239 Ha Karawang merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan
subur di Jawa Barat sehingga sebagian besar lahannya dipergunakan untuk
pertanian.
i. Hidrografi
Kabupaten Karawang dialiri oleh dua sungai besar yaitu sungai Citarum dan
Sungai Cilamaya yang merupakan sumber air utama. Aliran sungai yang melandai ke
utara arah Sungai Citarum merupakan pemisah antara Kabupaten Karawang dengan
Kabupaten Bekasi sedangkan Sungai Cilamaya merupakan batas wilayah dengan
21
Kabupaten Subang23
, selain itu terdapat pula tiga buah saluran irigasi yang besar
yaitu Saluran Induk Tarum Utara, Saluran Induk Tarum Tengah dan Saluran Induk
Tarum Barat yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak, industri,
Pembangkit Tenaga Listrik dan kebutuhan penduduk baik langsung maupun melalui
PDAM.
ii. Topografi
Bentuk tanah di Kabupaten Karawang sebagian besar berbentuk daratan yang
relatif rata dengan variasi antara 0 - 5 meter diatas permukaan laut. Hanya sebagian
kecil wilayah yang bergelombang dan berbukit-bukit dengan ketinggian antara 0 -
1.200 meter permukaan laut.24
iii. Geologi
Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar tertutup dataran pantai yang luas,
yang terhampar di bagian pantai utara dan merupakan batuan sediment yang dibentuk
oleh bahan-bahan lepas terutama endapan laut dan alluvium vulkanik.
Dibagian tengah ditempati oleh perbukitan terutama dibentuk oleh batuan
sediment, sedang di bagian selatan terletak gunung Sanggabuana dengan ketinggian
1.291m diatas permukaan laut.25
23 Ibid 24 Ibid 25 http://www, Karawang, go, id, tanggal 8 Mei 2008
22
Keadaan permukaan air tanah di bagian utara pada lapisan alluvial sebagian
besar dangkal dan asin sehingga kurang baik untuk air minum.
Pada bagian selatan Kabupaten Karawang terdapat sumber-sumber bahan galian
pertambangan yaitu pasir, batu, tanah merah, batu kapur dan sirtu yang telah
diusahakan dalam skala besar maupun kecil (penambangan) yang berpotensi
penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD).
B. Kondisi Masyarakat Daerah Karawang
Jumlah Penduduk Kabupaten Karawang mencapai 2.017.367 jiwa pada tahun
2006, dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 2,26% dengan
komposisi penduduk sebagai berikut :
1. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin.
Komposisi penduduk Kabupaten Karawang menurut jenis kelamin pada tahun
2006 dapat digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk laki-laki sebanyak
1.007.124 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 1.010.243 jiwa. Dengan
demikian berdasarkan gender26
dapat dikatakan seimbang dengan rasio sebesar 49,9%
: 50,1%.
26 Istilah gender dalam mata kuliah Sosiologi Hukum adalah hubungan antar laki-laki dan
wanita. Secara biologis difahami (sex)
23
2. Komposisi penduduk berdasarkan struktur Usia.
Komposisi penduduk Kabupaten Karawang berdasarkan usia pada tahun 2006
sangat bervariasi dimana mayoritas penduduknya berusia 5-9 tahun sebesar 213.684
jiwa atau sekitar 10,59% dan 10-14 tahun sebesar 203.800 jiwa atau sekitar 10.10%.
Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada
pada usia sekolah dasar. Sedangkan jumlah penduduk usia produktif atau usia 15-64
tahun sebesar 1.395.633 jiwa atau sekitar 69,18%.Berdasarkan komposisi piramida
penduduk juga dapat dilihat angka beban ketergantungan (dependency ratio) sebagai
perbandingan penduduk usia produktif 15-64 tahun (diukur dari penduduk usia kerja)
dengan penduduk usia tidak produktif (usia< 15 tahun - >64 Tahun).
Pada tahun 2006 nilai dependency ratio menunjukkan angka 45% yang berarti
bahwa dari seratus orang usia produktif menanggung beban sekitar 45 orang yang
tidak produktif. Jika dibandingkan dengan angka dependency ratio pada tahun 2005
sebesar 50% (100 orang menanggung beban sekitar 50 orang) sehingga
memperlihatkan perubahan tingkat beban ketergantungan yang semakin baik.
3. Komposisi penduduk berdasarkan lapangan usaha.
Pada tahun 2006 jumlah penduduk bekerja berdasarkan lapangan usaha
sebanyak 728.775 orang. Dari Jumlah tersebut sebesar 258.047 orang atau sekitar
35,41% bekerja pada lapangan usaha pertanian dan perikanan. Pada lapangan usaha
24
perdagangan memberikan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 174.872
orang atau sekitar 24,00%. Sedangkan pada lapangan usaha industri menyerap tenaga
kerja sebesar 125.539 orang atau sekitar 17,23%.
4. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan.
Sektor pendidikan merupakan salah satu program prioritas pembangunan. Hal
ini tidak terlepas dari kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang masih relatif
rendah, padahal kualitas SDM masyarakat merupakan faktor determinan dalam
keberhasilan pembangunan. Jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang
berpendidikan kurang atau setara SD berjumlah 1.160.736 orang atau 69% dari total
jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas. Hal ini juga mengindikasikan bahwa rata-rata
lama sekolah (RLS) di Kabupaten Karawang masih dalam tingkat sekolah dasar.
C. Kondisi Sosial Keagamaan dan Pendidikan
Pembangunan bidang keagamaan dan sosial masyarakat di Kabupaten
Karawang menjadi salah satu fokus utama program kerja Bupati Karawang, Drs. H.
Dadang S. Muchtar, selain pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur. Bupati
Karawang berupaya untuk membantu memberikan yang terbaik bagi kemajuan
bidang keagamaan di Karawang.
25
Salah satunya adalah dengan berupaya untuk memberikan bantuan untuk
renovasi masjid dan mushola di Karawang sehingga tidak ada lagi masjid atau
mushola yang meminta bantuan melalui kencleng-kencleng di jalan-jalan. Sementara
kriteria untuk masjid yang bisa dianggap sebagai masjid besar adalah masjid yang
merupakan tempat dilakukan kegiatan-kegiatan keagamaan tingkat kecamatan.
Tabel I
Banyaknya Sarana Peribadatan di Kecamatan Pesisir Kabupaten Karawang
Tahun 1998
Kecamatan Masjid Langgar Mushola Katolik Protestan Klenteng Vihar
Cilamaya 43 212 16 1 _ _ _
Tempuran 62 197 5 _ _ _ _
Pedes 52 198 2 _ _ _ _
Cibuaya 26 156 5 _ 1 _ 1
Batujaya
30
77 11 _ _ _ _
Tirtajaya 29
104
2 _ _ _ _
Pakisjaya 28 59 _ _ _ _ _
Total Pesisir
270 1003 41 1 1 _ 1
Jumlah
1.240
3.051 1.193 10 12 1 6
Sumber : Kabupaten Karawang Dalam Angka Tahun 1998
26
Islamisasi di tatar Sunda selain dibentuk oleh 'penyesuaian' juga dibentuk
melalui media seni yang digemari masyarakat. Ketika ulama masih sangat jarang,
kitab suci masih barang langka, dan kehidupan masih diwarnai unsur mistis,
penyampaian ajaran Islam yang lebih tepat adalah melalui media seni dalam upacara-
upacara tradisi.
Salah satu upacara sekaligus sebagai media dakwah Islam dalam komunitas
Sunda yang seringkali digelar adalah pembacaan wawacan dalam upacara-upacara
tertentu seperti tujuh bulanan, marhabaan, kelahiran, dan cukuran. Seringnya dakwah
Islam disampaikan melalui wawacan ini melahirkan banyak naskah yang berisi
tentang kisah-kisah kenabian, seperti Wawacan Carios Para Nabi, Wawacan Sajarah
Ambiya, Wawacan Babar Nabi, dan Wawacan Nabi Paras yang ditulis dengan huruf
Arab, berbahasa Sunda dalam bentuk langgam pupuh, seperti Pupuh Asmarandana,
Sinom, Kinanti, Dangdanggula, dan Pangkur.
Sejak agama Islam berkembang di Tatar Sunda, pesantren, paguron, dan
padepokan yang merupakan tempat pendidikan orang-orang Hindu, diadopsi menjadi
lembaga pendidikan Islam dengan tetap menggunakan nama pasantren (pasantrian)
tempat para santri menimba ilmu agama. Pesantren ini biasanya dipimpin seorang
ulama yang diberi gelar "kiai". Gelar kiai ini semula digunakan untuk benda-benda
keramat dan bertuah, tetapi dalam adaptasi Islam dan budaya Sunda, gelar ini melekat
dalam diri para ulama sampai sekarang. Di pesantren ini jugalah huruf dan bahasa
Arab mendapat tempat penyebaran yang semakin luas di kalangan masyarakat Sunda
27
dan menggantikan posisi huruf Jawa dan Sunda yang telah lama digunakan sebelum
abad ke-17 Masehi.
Dalam sejumlah doktrin dan ritus tertentu, di Tatar Sunda pun berkembang
ajaran Islam yang mengadopsi unsur tapa dalam agama Hindu dan diwarnai aspek-
aspek mistis dan mitologis. Perjumpaan Islam dengan budaya Sunda telah melahirkan
beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, pertumbuhan kehidupan masyarakat Islam dengan adat, tradisi,
budaya yang mengadaptasi unsur tradisi lama dengan ajaran Islam melalui pola
budaya yang kompleks dan beragam telah melahirkan pemikiran, adat-istiadat, dan
upacara ritual yang harmoni antara Islam dan budaya Sunda.
Kedua, berkembangnya arsitektur baik sakral maupun profan, misalnya
masjid (bale nyungcung), keraton, dan alun-alun telah mengadaptasi rancang bangun
dan ornamen lokal termasuk pra Islam ke dalam rancang bangun arsitektur Islam.
Ketiga, berkembangnya seni lukis kaca dan seni pahat yang menghasilkan
karya-karya kaligrafi Islam yang khas, kesenian genjring dan rebana yang berasal dari
budaya Arab, dan berbagai pertunjukkan tradisional bernapaskan Islam dengan
mudah merasuki kesenian orang Sunda yang seringkali muncul dalam pentas seni dan
pesta-pesta perkawinan.
Keempat, pertumbuhan penulisan naskah-naskah keagamaan dan pemikiran
keislaman di pesantren-pesantren telah melahirkan karya-karya sastra dalam bentuk
28
wawacan, serat suluk, dan barzanji yang sebagian naskahnya tersimpan di keraton-
keraton Cirebon, museum, dan di kalangan masyarakat Sunda, dan
Kelima, berbagai upacara ritual dan tradisi daur hidup seperti upacara tujuh
bulanan, upacara kelahiran, kematian, hingga perkawinan yang semula berasal dari
tradisi lama diwarnai budaya Islam dengan pembacaan barzanji, marhabaan, salawat,
dan tahlil
D. Kondisi Sosial Perekonomian
1. PERTANIAN
Penggunaan Lahan Lahan di Kabupaten Karawang dibedakan menjadi:
a. Lahan Sawah : lahan berpengairan teknis, setengah teknis dan berpengairan
sederhana.
b. Lahan Kering terdiri dari lahan untuk bangunan dan halaman sekitar,
tegal/kebun/ladang/huma, padang rumput, tambak, kolam/tebet/empang, lahan
yang sementara tidak diusahakan, lahan untuk tanaman kayu-kayuan dan
perkebunan negara/swasta. Luas seluruh lahan di Kabupaten Karawang adalah
175.327 Ha dengan perincian sebagai berikut : Lahan Sawah seluas 91.090 Ha
dan Lahan Kering seluas 76.909 Ha. Dari jumlah tersebut sebesar 36,68 persen
digunakan untuk bangunan dan halaman sekitarnya. Adapun komposisi
penggunaan lahan tahun 2006 sebagai berikut :
29
Tabel II
Komposisi Penggunaan Lahan Tahun 2006
1 Pertanian Padi Sawah 89,614 Ha
2 Pekarangan dan Bangunan 18,351 Ha
3 Tegal/Kebun 15,782 Ha
4 Pertambakan 12.831 Ha
5 Hutan Negara 12.831 Ha
6 Ladang/Huma
3,172 Ha
7 Kawasan/Zona Industri 11.920,1 Ha
8 Penggembalaan 2,152 Ha
9 Perkebunan 793 Ha
10 Hutan Rakyat 598 Ha
11 Lahan Yang Diusahakan 411 Ha
12 Kolam/Empang 150 Ha
13 Rawa-rawa 40 Ha
14 Lain-lain 4,189,9 Ha
Sumber : Kabupaten Karawang Dalam Angka Tahun 2006
2. KEHUTANAN
Kabupaten Karawang mempunyai kawasan hutan produksi, hutan bakau dan
hutan lindung. Kawasan hutan produksi dan hutan lindung sebagian besar terletak di
30
Kecamatan Pangkalan sedangkan hutan bakau terdapat di daerah pantai utara yaitu
Kecamatan Batujaya, Cibuaya dan Pakisjaya.
Berdasarkan kondisi yang ada, sampai dengan tahun 2006 luas kawasan hutan
di wilayah Kabupaten Karawang adalah sebagai berikut:
Tabel III
Luas Kawasan Hutan Tahun 2006
Sumber: Kabupaten Karawang Dalam Angka Tahun 2006
3. PERKEBUNAN
Besarnya produksi perkebunan rakyat tahun 2006 mengalami kenaikan
dibandingkan tahun sebelumnya. Ini bisa dilihat dengan naiknya produktivitas pada
komoditi kelapa dan kapuk yaitu masing-masing sebesar 20,91% dan 17,35%.
4. PERIKANAN
Kabuapaten Karawang memiliki panjang pantai kurang lebih 73 Km dan
muara sungai yang dapat di lalui oleh perahu nelayan.
1 Hutan Lindung 6.210 Ha
2 Hutan Produksi 255 Ha
3 Hutan Bakau 8.869 Ha
4 Hutan Penyangga 4.615 Ha
31
Adapun sub sektor perikanan yaitu perairan laut,perairan umum maupun
perairan budidaya. Sarana dan Prasarana pengembangan budidaya perikanan yang
ada, sebagai berikut :
1. Budidaya air payau (tambak) seluas 13.830 Ha
2. Budidaya Kolam (darat) seluas 980 Ha
3. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 11 unit
4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2 unit
5. Tempat pelelangan hasil tambak (TPHT) 14 unit.
Pada sub sektor perikanan yaitu perairan laut, perairan umum maupun
perairan budidaya secara umum toal produksinya pada tahun 2006 mengalami
kenaikan dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu dari 45.170,0 menjadi 45.630,99
(10.224,30 ton produksi perairan laut, 629,79 ton produksi perairan umum dan
34.687,90tonperairanbudidaya).
Dengan kata lain poduksi perikanan mengalami kenaikan sekitar 1,07 persen
Kenaikan produksi tersebut terjadi pada hampir seluruh sub sektor perikanan yaitu
masing-masing sebesar 3,16 persen untuk perairan umum dan 1,29 persen untuk
perairan budidaya tapi turun 0,85 persen untuk perairan laut.
32
5. KELAUTAN
Sejalan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, salah satu
kewenangan yang dilimpahkan kepada kabupaten adalah pengelolaan 4 mil laut.
Kabupaten Karawang mempunyai kewenangan di wilayah laut sejauh 4 mil
laut dengan panjang pantai Kabupaten Karawang 73 km. Kegiatan budidaya yang
berada di kawasan laut.
6. PETERNAKAN
Populasi ternak besar yang terdiri dari sapi, kerbau dan kuda pada tahun 2006
masing-masing sebanyak 9.081 ekor, 1.278 ekor dan 56 untuk kuda. Populasi ternak
tersebut sebagian besar berada di Kecamatan Tegalwaru, Pangkalan, Klari, Majalaya
dan Teluk Jambe. Populasi sapi dan kerbau mengalami kenaikan jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, masing-masing sebesar 0,41 % dan 5,62 %.
33
BAB IV
PELAKSANAAN HIBURAN DALAM “WALIMAH AL-‘URS” DI DAERAH
KARAWANG, JAWA BARAT
A. Pelaksanaan Walimah Di Daerah Karawang
Pelaksanaan walimah al-'urs dilaksanakan selang beberapa hari sampai beberapa
bulan selepas pelaksanaan akad nikah. Akan tetapi kebiasaannya pula yang
melaksanakan walimah al-'urs adalah pada hari pelaksanaan akad nikah. Hal ini
bergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Pelaksanaan akad nikah
dilaksanakan baik dimasjid, Kantor Urusan Agama atau di rumah.
Adapun sebelum pelaksanaan akad nikah terlebih dahulu pihak pria melaksanakan
acara merisik dan peminangan, adapun rangkaian acaranya dapat dilihat berikut ini:
1. Nendeun Omong27
, yaitu pembicaraan orang tua atau utusan pihak pria yang
berminat mempersunting seorang gadis.
2. Lamaran, dilaksanakan orang tua calon pengantin beserta keluarga dekat.
Disertai seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara. Bawa lamareun atau
sirih pinang komplit, uang, seperangkat pakaian wanita sebagai pameungkeut
(pengikat). Cincin tidak mutlak harus dibawa. Jika dibawa, bisanya berupa
cincing meneng, melambangkan kemantapan dan keabadian.
27 Nendeun omong adalah utusan yang di hantar pihak pria untuk mempersunting gadis yang
diminati
34
3. Tunangan, dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu penyerahan ikat pinggang
warna pelangi atau polos kepada si gadis.
4. Seserahan (3 - 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang,
pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.
5. Ngeuyeuk seureuh (opsional, jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan, maka
seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah.)
Setelah hari dan tanggal pernikahan ditetapkan, maka diadakan acara akad nikah.
Akad nikah biasanya dilangsungkan di masjid atau Kantor Urusan Agama atau di
rumah calon perempuan. Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak
wanita. Selanjutnya ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan
bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua
calon pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.
Kemudian akad nikah dimulai petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah
berada di tempat nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar,
lalu didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang,
yang berarti penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat
kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.
Selain itu juga, acara Sungkeman dan Wejangan dilakukan oleh ayah pengantin
wanita atau keluarganya. Dilanjutkan dengan Saweran, kedua pengantin didudukkan
di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan
35
orang tua pengantin wanita. Kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi
taburan beras kuning atau kunyit ke atas payung.
Meuleum harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat
disiram pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin
pria. Kemudian Nincak endog28
, pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai
pecah. Lantas kakinya dicuci dengan air bunga dan dilap pengantin wanita.
i. Pelaksanaan Hiburan Dalam “Walimah al-‘Urs”
Dalam pelaksanaan walimah, selain melaksanakan upacara perkawinan
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, biasanya juga diselenggarakan hiburan.
Hiburan ini bermacam-macam, misalnya nyanyian, tarian, silat, wayang golek
ataupun hiburan lainnya, sesuai dengan kebiasaan di daerah tersebut.
Adapun jenis-jenis hiburan yang dilaksanakan di Daerah Karawang pada
pelaksanaan walimah berdasarkan penelitian penulis adalah sebagai berikut:
a. Tari Jaipong
Tanah Sunda (Priangan) dikenal memiliki aneka budaya yang unik dan menarik,
Jaipongan adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. Jaipongan atau
Tari Jaipong sebetulnya merupakan tarian yang sudah moderen karena merupakan
modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu. Tari
Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang khas pula, yaitu Degung. Musik ini
28 Nincak endog diterjemah kedalam bahasa Indonesia bermaksud injak telur
36
merupakan kumpulan beragam alat musik seperti Kendang, Go'ong, Saron, Kacapi,
dan sebagainya. Degung bisa diibaratkan 'Orkestra' dalam musik Eropa/Amerika. Ciri
khas dari Tari Jaipong ini adalah musiknya yang menghentak, dimana alat musik
kendang terdengar paling menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya
dibawakan oleh seorang, berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang
menarik, Jaipong sering dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta
pernikahan.
b. Ketuk Tilu
Ketuk Tilu29
adalah suatu tarian pergaulan dan sekaligus hiburan yang biasanya
diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan penutup kegiatan atau
diselenggarakan secara khusus di suatu tempat yang cukup luas. Pemunculan tari ini
di masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat tertentu atau upacara sakral tertentu
tapi murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan. Oleh karena itu tari ketuk tilu
ini banyak disukai masyarakat terutama di pedesaan yang jarang kegiatan hiburan.
Istilah ketuk tilu adalah berasal dari salah satu alat pengiringnya yaitu boning
yang dipukul tigakali sebagai isyarat bagi alat instrument lainnya seperti rebab,
kendang besar dan kecil, goong untuk memulai memainkan sebuah lagu atau hanya
sekedar instrumentalia saja. Dilihat dari aspek pertunjukannya tari ketuk tilu terbagi
ke dalam tiga bagian.
29 http://www.google.com
37
Bagian pertama, sepengiring melantunkan irama gamelan, rebab dan kendang
untuk menarik perhatian masyarakat. Pada bagian kedua yaitu takala orang-orang
telah berkumpul memadati tanah lapang barulah muncul para penari memperkenalkan
diri kepada para penonton sambil berlenggak-lenggok mencuri perhatian penonton.
Pada bagian ketiga adalah pertunjukannya itu sendiri yang dipandu oleh seseorang
semacam moderator dalam rapat atau juru penerang.
Pada bagian pertunjukan ini penari mengajak penonton untuk menari bersama dan
menari secara khusus berpasangan dengan penari. Adakalanya apabila ingin menari
secara khusus dengan sipenari ia harus membayar sejumlah uang. Di desa-desa
tertentu di Jawa Barat, pertunjukan seni tari ketuk tilu ini sering kali dilakukan hingga
semalam suntuk.
Tari Ketuk Tilu dan tari-tari lainnya memiliki perbedaan, baik dilihat dari gerak-
gerak tarinya yang khas, Karawitannya, serta memiliki ketentuan-ketentuan yang
khas dalam penyajiannya. Dalam Tari ketuk Tilu terdapat gerakan-gerakan yang
berpola Kendang, gerakan-gerakan yang merupakan gambaran keseharian, serta ada
pula gerakan-gerakan yang berupa improvisasi yang disesuaikan dengan irama lagu
pengiringnya. Di samping itu, Tari Ketuk Tilu juga memiliki warna tertentu yaitu:
gembira, romantis, merangsang, horitis, cerah, Iincah, akrab, dan penuh penjiwaan.
38
c. Seni Musik dan Suara
Selain seni tari, tanah Sunda juga terkenal dengan seni suaranya. Dalam
memainkan Degung biasanya ada seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu
Sunda dengan nada dan alunan yang khas. Penyanyi ini biasanya seorang wanita yang
dinamakan Sinden. Tidak sembarangan orang dapat menyanyikan lagu yang
dibawakan Sinden karena nada dan ritme-nya cukup sulit untuk ditiru dan dipelajari.
Dibawah ini salah salah satu musik/lagu daerah Sunda antaranya; bubuy bulan, es
lilin, manuk dadali, tokecang, dan warung pojok.
d. Wayang Golek
Tanah Sunda terkenal dengan kesenian Wayang Golek-nya. Wayang Golek
adalah pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh
seorang sutradara merangkap pengisi suara yang disebut Dalang. Seorang Dalang
memiliki keahlian dalam menirukan berbagai suara manusia. Seperti halnya Jaipong,
pementasan Wayang Golek diiringi musik Degung lengkap dengan Sindennya.
Wayang Golek biasanya dipentaskan pada acara hiburan, pesta pernikahan atau
acara lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu pada malam hari (biasanya
semalam suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 - 21.00 hingga pukul 04.00 pagi. Cerita
yang dibawakan berkisar pada pergulatan antara kebaikan dan kejahatan (tokoh baik
melawan tokoh jahat). Ceritanya banyak diilhami oleh budaya Hindu dari India,
seperti Ramayana atau Perang Baratayudha. Tokoh-tokoh dalam cerita mengambil
39
nama-nama dari tanah India. Dalam Wayang Golek, ada 'tokoh' yang sangat
dinantikan pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan, seperti
Dawala dan Cepot. Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan tokoh yang
selalu memerankan peran lucu (seperti pelawak) dan sering memancing gelak tawa
penonton. Seorang Dalang yang pintar akan memainkan tokoh tersebut dengan variasi
yang sangat menarik.
B. Pendapat Ulama Tentang Pelaksanaan “Walimah al-‘urs” dan Hiburan
Dalam “Walimah al-‘Urs”
1. Pendapat Ulama tentang Pelaksanaan “Walimah al-‘Urs”
Mengenai walimah al-‘urs ini sendiri ada beberapa pendapat ulama antaranya
Imam Syafi'I, Imam al-Nawawi, Imam Malik dan jumhur ulama lainnya yang bisa
dijadikan acuan. Baik itu tentang hukum walimah al-‘urs maupun mengenai
pelaksanaan walimah al-‘urs.
a. Hukum “Walimah al-‘Urs”
Jumhur ulama berpendapat bahwa mengadakan walimah hukumnya sunat
muakkad, bukan wajib.30
Karena mengadakan walimah itu merupakan suatu
kegembiraan atas berlangsungnya akad nikah. Dalil yang menunjukkan keharusan
mengadakan walimah iaitu sabda Rasullullah Saw:
30 Mustapa Haji Jaafar, Kursus Perkawinan Lengkap Etika Perkawinan Dalam Islam, (Perak:
Percetakan Pustaka Muda, 2002) cet.pertama, h.23
40
���� % O��� .P0�L ��N�ل ر �ل ا���� ���� ا���� ���� و ��� إ&�� M "8� : �� "!ی8ة L�ل
31)روا* اR��)8�1!س م� و����
Artinya :
Dari Buraidah ia berkata, ketika Ali melamar Fatimah, Rasullullah Saw
bersabda, “sesungguhnya untuk pesta perkawinan harus ada walimahnya”
(Hr. Ahmad)
Dalam Hadis tersebut Rasullullah Saw mengharuskan Ali untuk mengadakan
walimah ketika mengawini Fatimah. Hadis tersebut anjuran untuk mengadakan
walimah mengandung unsur keharusan atau kewajiban, karena ada kata 8"M yang
berarti sesuatu yang dengan cara bagaimanapun harus diadakan, demikian pendapat
yang dikemukakan oleh golongan Dzahiri.
Imam Syafi’I dalam kitabnya al-Umm mengemukakan bahwa mengadakan
walimah adalah wajib, karena Rasullullah itu sendiri selalu mengadakan walimah
kepada isteri-isterinya baik ketika beliau menetap maupun ketika beliau sedang
bepergian.
Imam al-Nawawi menyatakan bahwa pendapat yang kuat dikalangan sahabat
adalah sunnah, dengan menetapkan bahwa amar yang terdapat dalam hadis diatas
adalah sunnah. Ini sesuai dengan pendapat imam Malik, karena sabda Rasullullah
Saw ة�I" او �� و�� menunjukkan bahwa walimah al-‘urs adalah sunnah. Bagi yang
mampu agar tidak mengurangi dari seekor kambing.
31 Ahmad ibn Hanbal, Musnad Imam Ahmad (Beirut: Dar al-Fikri, 1978) h.359
41
b. Pelaksanaan “Walimah al-‘Urs”
M. Abdul Ghaffar dalam buku terjemahan Fiqh Keluarga menuliskan menurut
kitab Fathul Bari, para ulama berbeda pendapat mengenai waktu pelaksanaan
walimah, apakah diadakan pada saat diselenggarakannya akad nikah atau
setelahnya.32
Imam al-Nawawi menyebutkan bahwa menurut pendapat mazhab
Maliki, walimah sunnah diadakan setelah pertemuan pengantin lelaki dengan
perempuan di rumah. Dalam Kitab Fiqah Mazhab Syafi’I, walimah diadakan pada
saat akad nikah sehingga selepas persetubuhan atau dukhul (bercampur).33
Sedangkan Sayyid Sabiq berpendapat bahwa walimah dapat diadakan setelah
akad nikah atau sesudahnya, atau ketika hari perkawinan atau sesudahnya. Hal ini
leluasa bergantung kepada adat istiadat yang berlaku. Rasullullah Saw mengundang
orang-orang untuk walimah sesudah beliau bercampur dengan Zainab.34
Walaupun mengadakan walimah itu sesuatu yang dianjurkan agama, namum
mengenai bentuk walimah itu tidak dijelaskan secara terperinci. Hal ini dapat
diartikan bahwa mengadakan walimah itu bentuknya bebas, asal pelaksanaannya
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Yang penting dalam melaksanakan walimah
itu disesuaikan dengan kemampuan dan tidak sampai terjadi pembaziran, serta tidak
ada maksud-maksud lain yang dilarang agama seperti membanggakan diri,
mempamerkan kekayaan dan hal-hal lain yang bertentangan dengan agama.
32 M. Abdul Ghaffar, Fiqh Keluarga (terj) (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001) h.99
33 Mustofa al-Khin, Mustofa al-Buqho, Ali Asy-Syarbaji, Kitab Fiqah Mazhab Syafi’I (Kuala
Lumpur : Pustaka Salam Sdn.Bhd, 2005) jilid 4, h.385
34 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah (Beirut : Dar al-Bayan, 1968) juz 7, h.210
42
2. Pendapat Ulama tentang Hiburan pada acara “Walimah al-‘Urs”
Pernikahan itu hendaknya diberitahukan, jangan disembunyikan dan secepat
mungkin diramaikan atau digembirakan dengan apa saja, misalnya dengan musik,
nyanyi-nyanyian dan lainnya.
a. Hukum mengadakan Hiburan
Memperindahkan pelaksanaan walimah dengan hiburan, baik dalam bentuk
nyanyian maupun musik adalah suatu yang diperbolehkan dalam Islam. Selama
tidak disertai dengan hal-hal yang mengarah kepada perbuatan yang
diharamkan.35
Bahkan disunatkan dalam situasi gembira, untuk melahirkan
perasaan senang dan menghibur hati seperti hari raya, aqiqah dan kedatangan
orang yang sudah lama ditunggu.
Dalam kitab Nyanyian dan Musik menurut perspektif al-Quran dan as-
Sunnah, ramai ulama yang membolehkan nyanyian dan musik. Segolongan ulama
sufi berhujah dengan mengharuskan menyanyi atau mendengarkannya samada
dengan musik atau tidak selagi tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.36
Banyak ulama yang membolehkan hiburan pada acara walimah al-‘urs seperti
nyanyian dan sebagainya selagi mana tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
35 H.M Toha Yahya Omar, Haramkah Muzik, Menyanyi dan Menari Suatu Analisis Hukum
Seni Muzik, Suara Seni dan Seni Tari Menurut Islam, (Selangor : Synergymate Sdn Bhd, 2002) cet
pertama, h.27
36 Yusuf al-Qardawi, Nyanyi dan Musik Menurut Perspektif al-Quran dan al-Sunnah, (tej)
Munawwar Mohammad dan Wan Rosli Wan Ismail (Kuala Lumpur : Pustaka Salam dan Rangkaian
Berkat, 2006) cet.pertama, h.33
43
Ulama yang membolehkan musik dan nyanyian beralasan dengan dalil dari al-
Quran dan al-Hadis. Dalil dari al-Quran, Allah berfirman;
�������� �� � ������������ ���������� ��� !"�#
$%&'���$(���� �)*+�,�� -.��0� -.12�345�6
*��!"�478���� 9:;���� <��=>⌧@ ��� !"�# B CD�>�F�� G H�I0�J��� K�L�M !�O�PQ��� !��RS�=�� H�I1�TP���� ��I�0��� VQ�>�F�� �W�Q=XY Z[L$1�J \ $T&'� �]�XY .12
C^I� �"�Z�☺���� `a�bc ) رة� : ا�X!اف 157(
Artinya :
…dan ia menghalalkan bagi mereka Segala benda Yang baik, dan
mengharamkan kepada mereka Segala benda Yang buruk; dan ia juga
menghapuskan dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu Yang ada
pada pada mereka. maka orang-orang Yang beriman kepadaNya, dan
memuliakannya, juga menolongnya, serta mengikut Nur (cahaya) Yang
diturunkan kepadanya (Al-Quran), mereka itulah orang-orang Yang berjaya.
Pada dasarnya nyanyian dibolehkan.Yang diharamkan adalah kegiatannya
dan bukan pada nyanyian musik. Tarian, nyanyian yang membawa kebaikan dan
tidak dilarang maka hukumnya boleh dilakukan. Contohnya nyanyian yang memberi
semangat dalam berjuang, berkasih sayang antara manusia, mengingati mati dan
sebagainya.
Antara ulama yang membolehkan ketika pesta pernikahan dan hari-hari
perayaan adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu al-Nawawi dalam kitabnya
44
al-Umdah mengatakan para sahabat Nabi yang membolehkan yaitu Saidina Umar,
Ustman, Abdul Rahman bin A’us, Saad bin Abu Waqqas. Manakala dikalangan
tabi’in yaitu Sa’ad bin al-Musayyad, Salim bin Umar, Ibnu Hibban.37
Rasullullah Saw sendiri pernah memerintahkan Aisyah, ketika Aisyah
menghantar seorang pengantin perempuan agar iringan pengantin tersebut diiringi
dengan nyanyian. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :
L س��ل �� ا"� ���: ��� ����ل ا�� أ&� C+a�I� ذات L!ا"� S�� م� اX&]�ر %/�ء ر
��ل % ��� : أر �K� مSR� م� ی���c ؟ L�L : C��ل . &R� : أه8یK� ا�@K�ة ؟ L���ا : ا��O� ���� و
M .ل� ��ل ر% ��� ان� اX&]�ر L�م %E� �S�ل %�� "KdR� مSR� م� : ا���� ���� ا���� ���� و
38)روا* ا"� م�ج�(أF���آ� أF���آ� %+���&� و�1��آ� : ی��ل
Artinya :
Dari Ibnu Abbas berkata, “Aisyah pernah mengahwinkan salah seorang
kerabatnya dengan orang Ansar, Kemudian Rasullullah Saw datang dan
bertanya, apakah kamu telah memberikan gadis itu kepada suaminya?Para
sahabat menjawab, betul. Rasullullah Saw bertanya lagi apakah kamu kirim
bersama gadis itu orang yang akan bernyanyi? Aisyah menjawab, tidak.
Kemudian Rasullulah Saw bersabda, sesungguhnya orang Ansar adalah
kaum yang suka kepada nyanyian. Alangkah baiknya kamu mengirimkan
seorang yang mengatakan, kami telah datang kepadamu, kami telah datang
kepadamu, maka dia memberi hormat kepada kami dan kami memberi hormat
pula kepada kamu.”(Hr. Ibnu Majah)
37 H.M Toha Yahya Omar, Haramkah Muzik, Menyanyi dan Menari Suatu Analisis Hukum
Seni Muzik, Loc.Cit.
38 Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Quzwaini, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar Al-
Fikr,t.th) jilid 1, h.597
45
Dalam Hadis riwayat al-Tirmizi, Rasullullah Saw membenarkan hiburan
dalam walimah sebagai tanda rasa bersyukur, gembira dan senang pada hari
tersebut sebagaimana Hadis dari Aisyah Ra di bawah :
C��L �I�� �� : ��� أ����ا ه=ا ا���a�ح واجL : �% *��R�ل ر �ل ا���� ���� ا���� ���� و
39)روا* ا�K!م=ى(ا3���ج8 واT!"�ا ���� "��O8%�ف
Artinya :
Daripada Aisyah Ra, ia berkata bahwa Rasullullah Saw bersabda,
“umumkanlah olehmu perkawinan, dan adakanlah di masjid dan pukullah
olehmu rebana itu”. (Hr. Tirmizi)
Memeriahkan suatu pesta perkawinan dengan musik dan nyanyian
dibolehkan, misalnya nyanyian wanita yang suaranya mengundang nafsu birahi. Pesta
perkawinan wajib dijauhkan dari acara yang tidak sopan, bercampur lelaki dengan
perempuan, begitu pula perkataan yang keji dan tidak pantas didengarkan.
b. Pelaksanaan Hiburan
Dalam buku, Prof H.M Toha Yahya Omar M.A, Haramkah Muzik, Menyanyi
dan Menari Suatu Analisis Hukum Seni Muzik, Suara Seni dan Seni Tari Menurut
Islam, mengutip dari kitab Nailul Autar dikatakan, bahwa dalam pernikahan
dibolehkan penabuhan rebana, menyaringkan suara untuk menyampaikan hal-hal
yang berkaitan dengan pernikahan dan lain-lainnya. Namun tidak dengan
39 Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah, Sunan al-Tirmizi (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) jilid 2,
h.347
46
mendendangkan lagu-lagu yang dapat menimbulkan nafsu birahi disertai dengan
minuman keras dan kejahatan.40
Berkenaan dengan alat musik Rasullullah Saw
bersabda:
L�ل ر �ل ا���� ���� ا���� ���� و ��� %]g م� "�� : �� م+��1 �" 8�N. ا�/�+�� L�ل
41)روا* ا�K!م=ى(ا�+!ام وا�+hل ا�O8فO وا�]��ت
Artinya :
Dari Muhammad bin Hathib, Rasullullah Saw telah bersabda, “perbedaan
antara pesta halal dengan haram yaitu menyanyi dan pukul rebana (dalam
perkawinan).” (Hr. al-Tirmizi)
Sebagian ulama yang mengharamkan musik dan nyanyian berargumen karena
musik adalah perbuatan sia-sia yang dapat merusakkan akal dan pemikiran dan
dapat melampaui batas. Mereka berargumen dengan dalil-dalil sebagai berikut:
de�J�� P�P0��� e�J Q�3�g<h�, �I<� � �%,�i$ ���� P�j+��� e�
c����$k lF�� �3-���M mG"�# �$2⌧��(no�,�� ��OQ12 B $T&'� �]�XY -.qLr +s�⌧��
tuV��vJ `�c ) ��� �رة � :6(
Artinya :
dan ada di antara manusia: orang Yang memilih serta membelanjakan
hartanya kepada cerita-cerita dan perkara-perkara hiburan Yang melalaikan;
Yang berakibat menyesatkan (dirinya dan orang ramai) dari ugama Allah
Dengan tidak berdasarkan sebarang pengetahuan; dan ada pula orang Yang
menjadikan ugama Allah itu sebagai ejek-ejekan; merekalah orang-orang
Yang akan beroleh azab Yang menghinakan.
40 H.M Toha Yahya Omar, Haramkah Muzik, Menyanyi dan Menari Suatu Analisis Hukum
Seni Muzik, Op.Cit, h.32
41 Abu 'Isa Muhammad ibn 'Isa ibn Saurah, Sunan al-Tirmizi Op.Cit h.346
47
Ulama yang mengharamkan lagu ini berargumen bahwa makna lahwal hadits
yang terdapat pada surat ini adalah lagu.
Ulama yang mengharamkan lagu berdalil bahwa lagu termasuk hal yang sia-
sia dan wajib berpaling darinya. Dan menghindari lagu termasuk dari sifat-sifat
"Ibadurrahman". Firman Allah yang berbunyi:
� w�6�� H�I1�☺$k �I�'"��� H�Ixa��<�Y L0� H�I��� >��
F��0 � �yz1"��{G�Y -.�} ��� -M�}1"��{G�Y ~.�!"$k -.�}��!"�#
*� 9c-�7-r�= �uV�"��������� `��c )[� �رة ا� j :55(
Artinya :
dan apabila mereka mendengar perkataan Yang sia-sia, mereka berpaling
daripadanya sambil berkata: "Bagi Kami amal Kami dan bagi kamu pula
amal kamu; Selamat Tinggalah kamu; Kami tidak ingin berdamping Dengan
orang-orang Yang jahil".
Al-Rauyani meriwayatkan dari al-Qaffal bahwa mazhab Malik bin Anas
membolehkan nyanyian dengan alatan musik. Namun demikian ada beberapa
ketentuan yang harus diperhatikan yaitu:
1. Nyanyian harus diperuntukkan buat sesuatu yang tidak bertentangan dengan
etika dan ajaran Islam. Oleh karena itu apabila nyanyian tersebut penuh
dengan puji-pujian terhadap arak dan menganjurkan orang supaya minum arak
misalnya, maka nyanyian lagu tersebut hukumnya haram dan
48
mendengarkannya pun haram juga. Begitulah nyanyian-nyanyian lain yang
dipersamakan dengan itu.
2. Subjek nyanyian itu sendiri tidak menghilangkan pengarahan Islam tetapi cara
menyanyikan yang dilakukan oleh penyanyi itu beralih dari lingkungan halal
kepada lingkungan haram, misalnya lenggang gaya dengan suatu kesengajaan
yang dapat membangkitkan nafsu birahi dan menimbulkan fitnah dan
perbuatan cabul. Maka hal ini juga diharamkan.
3. Sebagaimana agama selalu melarang sikap berlebih-lebihan dan kesombongan
dalam segala hal termasuk dalam beribadah, maka begitu juga halnya
berlebih-lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk hiburan.
Padahal waktu itu sendiri adalah sangat berarti. Tidak dapat diragukan lagi
dengan lebih-lebihan dalam masalah mubah dapat menghabiskan waktu untuk
melaksanakan kwajiban-kewajiban seperti yang dikatakan oleh ahli hikmah
“tidak pernah saya melihat suatu perbuatan yang berlebihan melainkan dibalik
itu ada suatu kewajiban yang terbuang.”
4. Apabila nyanyian atau satu macam nyanyian itu dapat membangkitkan nafsu
birahi dan menimbulkan fitnah kebinatangan yang dapat mengalahkan dari
segi rohaninya maka orang muslim harus menjauhi nyanyian tersebut dan
harus menutup pintu yang dari situlah angin fitnah akan berhembus demi
melindungi hatinya, agamanya dan budi luhur sehingga dengan demikian dia
dapat tenang dan gembira.
49
5. Di antara yang sudah disepakati ialah bahawa haramnya nyanyian yang
disertai dengan perbuatan-perbuatan yang haram lainnya seperti dihidangkan
arak dicampur dengan perbuatan cabul dan maksiat. Dalam hal ini Rasullulah
Saw menjelaskan bahwa pelaku dan pendengarnya diancam dengan siksaan
yang sangat pedih.
Demikian beberapa hal yang harus dipehatikan dalam masalah nyanyian dan
musik dalam Islam yang dikemukakan oleh Syeikh Dr. Yusuf Qardhawi dalam
kitabnya Halal dan Haram dalam Islam. Banyak orang berselisih tentang hal itu.42
Orang yang mengharamkan musik dan nyanyian secara ekstrim telah banyak
melemparkan tuduhan dengan kertas kepada pihak lain sebaliknya orang yang
menggampangkan pun sering terjebak dalam nyanyian-nyanyian dan musik-
musik yang berbau maksiat, percampuran laki-laki dan perempuan dengan
pakaian yang seksi disertai minuman keras yang menyebabkan mereka tenggelam
dalam kemaksiatan.
C. Analisis Terhadap Pelaksanaan Hiburan dalam “Walimah al-‘Urs” di
Daerah Karawang
Setelah melakukan observasi terhadap penyelenggaraan pesta hiburan pada
walimah al-'urs di Daerah Karawang, maka berikut ini merupakan analisis dan
tinjauan hukum Islam terhadap bentuk-bentuk hiburan pada walimah yang
berlangsung di Daerah Karawang.
42 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Op.Cit, h.343
50
1. Tari Jaipong
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tari-tarian yang diadakan
pada acara walimah al-'urs di Daerah Karawang pada umumnya merupakan
tarian. yang bertentangan dengan ajaran Islam, karena baik dari segi gerakan
maupun pakaian yang dikenakan para sinden tidak menepati tuntutan syariat.
Walaupun begitu pada zaman Rasullullah Saw tari-tarian pernah dilakukan. Imam
al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa mendengar
nyanyian dan musik sambil menari hukumnya adalah mubah.
Dalam kesempatan lain Aisyah diizinkan Rasullullah Saw untuk menyaksikan
penari-penari Habsyah.Berdasarkan hal tersebut , imam al-Ghazali menyimpulkan
bahwa menari hukumnya boleh pada saat-saat bahagia, seperti hariraya,
pernikahan, walimah, aqiqah atau pada waktu khitan dan setelah seseorang hafal
al-Quran. Yang tujuannya untuk menampakkan rasa gembira.
Berdasarkan Hadis Nabi Saw dan pendapat ulama, maka menurut penulis
bahwa tari-tarian dibolehkan asal tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
2. Ketuk Tilu
Tarian ketuk tilu ini sama halnya dengan tarian jaipong, bedanya ketuk tilu ini
sudah diamalkan oleh masyarakat sunda sejak zaman hindu lagi.
Istilah ketuk tilu adalah berasal dari salah satu alat pengiringnya yaitu boning
yang dipukul tiga kali sebagai isyarat bagi alat instrument lainnya seperti rebab,
51
kendang besar dan kecil, goong untuk memulai memainkan sebuah lagu atau
hanya sekedar instrumentalia saja.
Jadi menurut hukum Islam ketuk tilu ini tidak memenuhi tuntutan yang
ditetapkan karena boleh merosakkan akidah dan sosial masyarakat
3. Seni Musik dan Suara
Mengenai hukum musik dan nyanyian dalam Islam sebahagian besar ulama
seperti imam Malik, imam Ja'far dan sebagian besar ulama membolehkannnya
dan berpedoman kepada Hadis Rasullullah dari Rubayyi bahwa Rasullullah Saw
bersabda:
L�C� ا�!"�$ "C� م��Rذ"� : 81�A�� م83�د 81��A� I"! "� م@k�81 g�A�� 0�8�ی� ذآ�ان L�ل
��� %/�; ��� %!اش� , یg08 1�� "�� ����: �@!اء ج�ء ا�O��� ���� ا���� ���� و
إذ , 3: م�� %/C�R ج�ی! ی�ت ��� ی" �"!k��O8ف� وی8�"� م� gKL م� أ"��� ی�م "8رآ�/�
��ل : L�C� اه8اه�� % 8W �% �م ��Rی O��& ���%و : �����F C�ى آ=��" ���Lروا(د�� ه=* و *
43)ا��l�رى
Artinya :
Diceritakan oleh Musadad, juga diceritakan oleh Basyir bin Mufadhal, dari
Khalid bin Zakhwan berkata Rubaiya' binti Mu'awiz bin Afra, "ketika
perkawinan Rasullullah Saw datang, Lalu Nabi Saw duduk diatas tempat
tidurku. Kemudian beberapa orang dari budak wanitanya segera memukul
rebana sambil memuji-muji (dengan menyanyi) untuk orang tuanya yang
syahid di perang badar.Tiba-tiba salah seorang dari merekaitu berkata,
diantara kita ini adalah Nabi Saw yang dapat mengetahui apa yang akan
terjadi pada esok hari. Tetapi Rasullullah Saw segera bersabda,
43 Al-Bukhari, al-Jami' al-Shahih (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-Arabi, t.th) juz 3, h.374
52
tinggalkanlah ucapan itu, teruskan apa yang (nyanyikan) tadi." (Hr. Al-
Bukhari)
Begitu pula halnya mendengar nyanyian dan musik, maka pada dasarnya
mendengar sesuatu itu hukumnya mubah bila orang tersebut hanya sekadar
mendengarkannya. Dan akan menjadi haram apabila mendengar nyanyian dengan
niat untuk mendorong berbuat maksiat kepada Allah Swt. Adapun orang yang
mendengarnya dengan niat menghibur hatinya akan berghairah dalam mentaati
Allah dan menjadikan dirinya rajin melaksanakan kebaikan maka dia adalah
orang yang taat dan baik. Akan tetapi orang yang melakukan tanpa niat apa-apa
pun, maka mendengarkan nyanyian itu termasuk laghwu (perbuatan yang tidak
bermanfaat) yang dimaafkan.
Sama halnya mendengar nyanyian yang dinyanyikan oleh wanita karena
Rasullullah Saw mengijinkan dua wanita budak menyanyi di rumahnya. Bahkan
beliau pernah mendengar nyanyian seorang wanita yang bernazar untuk memukul
rebana dan bernyanyi dihadapan Rasullullah Saw. Selain itu syara' telah
memberikan hak dan wewenang kepada kaum wanita untuk melakukan aktiviti
jual beli, berdagang, mengajar dan lain-lain.
Jika suara wanita dianggap aurat atau haram, maka tentu syara' akan
mencegah mereka melakukan semua aktiviti tersebut. Islam hanya melarang
wanita menampilkan perhiasannya dihadapan kaum lelaki yang bukan
muhrimnya, bermanja dalam berbicara. Sebagaimana firman Allah Swt :
53
�1>�� ����0�J �☺G"��� de<+x+��, <e�J �e�2���RS-M�Y
de<x⌧Z�� ��� �e��$���1G *��� CD�i-T, �e���7��,�� ���6 ��J
��$� � �$�z�J H �u��3<������� �e�2���☺1,�� B�!� �e�mI �
H *��� CD�i-T, �e���7��,�� ���6 \����7 �I1T�� ��Y \����F��M��� ��Y ��F��M��� \����o �I1M ��Y
\����F�yz-M�Y ��Y ��F�yz-M�Y \����o �I1M ��Y
�e���=�Id�6 ��Y u9��M \����=�Id�6 ��Y u9��M
�e����I$d�Y ��Y �e���F�R��� ��Y ��J <� }!"�J �e��0�$☺,�Y ��Y CDV�1�T�n7��� �3-�⌧� ��]�XY
���M-����� de�J :W>$e������ ��Y c��Z������ CD�>�F�� � H���$�<x�, B�!�
�.��-I� ��F�R���z��� H *��� �u��3<�y� �e���"�-��]�M d.!"1��� ��J �uV�Z�,�� e�J
�e���7��,�� B H��IMI1�� �!��6 lF�� �1 �{ 2 �Lv,�Y
C^I0�J �☺���� M�}�"$1 � C^I� �"�Z1 `�ac ) رة ا���ر� :31(
Artinya :
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah
54
mereka menutupkan kain tudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah
suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau
saudara-saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau
putra-putra saudara perempuan mereka,atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan, dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah.Hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung". (QS: An-Nur :31)
Selanjutnya para fuqaha sepakat mengenai haramnya nyanyian yang
mengandungi kekejian, kefasiqan dan membawa seseorang kepada maksiat,
karena pada hakikatnya nyanyian itu baik jika memang mengandungi ucapan-
ucapan yang baik dan jelek apabila berisi ucapan yang jelek.
4. Wayang Golek
Wayang Golek adalah pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu
dan dimainkan oleh seorang sutradara merangkap pengisi suara yang disebut
Dalang. Seorang Dalang memiliki keahlian dalam menirukan berbagai suara
manusia.
Wayang golek pada asal hukumnya dibolehkan karena setiap hiburan pada
asalnya dibolehkan selagi tidak ada nash yang mengharamkan. Ulama muktabar
telah merumuskan satu kaidah bahwa hukum asal bagi setiap sesuatu adalah
harus. Kaidah usul fiqh ini seperti dibawah:
55
�1�"nء ا�ش�Xا �% g�X44ا
Maka dalam hal ini, hiburan wayang golek dibenarkan selagi tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Akan tetapi dalam penelitian penulis, dalam
wayang golek ada unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam karena
senikata yang digunakan berbentuk khurafat dan diiringi musik Degung lengkap
dengan Sindennya.
Dari keselurahan hasil penelitian, sebagaimana yang telah penulis paparkan di
atas, jelaslah bahwa pelaksanaan hiburan dalam walimah al-urs di Daerah
Karawang lebih cenderung menampilkan hiburan-hiburan yang bertentangan
dengan ajaran Islam.
Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah masyarakat
kurang memahami makna walimah al-'urs itu sendiri serta kurang pemahaman
tentang hiburan mana yang dibenarkan dan dilarang dalam ajaran Islam.
Meskipun keberadaan kiay cukup banyak, namun mereka tidak mahu tradisi
mereka yang telah diamalkan sejak dulu ditinggalkan dan dilupakan begitu saja.
44 H. Aladdin Koto, Ilmu Fiqih dan Usul Fiqih (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004)
h.160
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam bab ini, penulis akan memberikan beberapa kesimpulan yang berkaitan
dengan hasil penelitian ataupun teori-teori yang telah dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya yaitu mengenai hukumnya melaksanakan walimah, para ulama berbeda
pendapat. Ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunnah.
Namun jumhur ulama berpendapat bahawa mengadakan walimah hukumnya adalah
sunnah muakkad.
Pelaksanaan walimah al-‘urs di daerah Karawang dilihat banyak
mendatangkan kesan negatifnya, dari sosial masyarakatnya boleh memecahkan
57
kesatuan dan harmoni masyarakat karena berebutan sang sinden yang disukai. Di
dalam pesta itu juga ada disediakan minuman keras yang sangat dilarang oleh agama
karena memabukkan dan merusakkan akal.
Dari dimensi ekonomi dilihat terlalu banyak pembaziran, untuk membuat
pesta pernikahan itu membelanjakan sampai jutaan rupiah atau lebih karena dicampur
dengan bayaran tinggi kepada sinden dan modal keseluruhan bagi menjayakan pesta
pernikahan itu. Moral serta iman juga boleh rusak gara-gara tidak menjaga kesopanan
serta kesucian agama Islam itu sendiri.
Disamping itu, pelaksanaan hiburan dalam walimah al-‘urs di Daerah
Karawang ditinjau dari hukum Islam ada yang tidak bertentangan dan ada yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Akan tetapi lebih cenderung menampilkan
hiburan-hiburan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini disebabkan oleh
banyak faktor dan salah satunya adalah masyarakat kurang memahami makna
walimah al-‘urs sendiri serta kurang pemahaman tentang hiburan mana yang
dibenarkan dan tidak dalam ajaran Islam.
B. Saran-saran
1. Hendaknya pemerintahan daerah dapat mengadakan sosialisasi tentang
syariah Islam kepada masyarakat agar masyarakat mempunyai pemahaman
yang benar tentang praktek-praktek yang sesuai atau yang bertentangan
dengan ajaran Islam khususnya dalam masalah hiburan.
58
2. Peran ulama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk memberikan bimbingan
terhadap ajaran agama Islam khususnya tentang hiburan dalam walimah al-
‘urs terutama kalangan intelektual kampus dalam merangka pengabdian
kepada masyarakat.
3. Hendaknya para pendidik atau guru memberi penerangan kepada mahasiswa
tentang hiburan mana yang dibenarkan oleh ajaran Islam supaya nilai-nilai
ibadah dalam walimah tidak berkurangan.
4. Pada warga yang mahu membuat pesta pernikahan haruslah tidak berlebih-
lebihan dan merujuk terlebih dahulu kepada ulama atau sesiapa yang pintar
dan tinggi ilmu agamanya.
5. Hendaknya mengikut ajaran Nabi saw agar bersederhana dalam apa juga
keadaan dan tidak membazir.
59
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an al-Karim
Husaini, Taqiyuddin, Abu Bakar, Kifayah Al-Akhyar, Beirut, Dar Al-Kutub, 1995
Omar, Toha Yahya, Prof. H.M. M.A, Haramkah Muzik, Menyanyi dan Menari Suatu
Analisis Hukum Seni Muzik, Suara Seni dan Seni Tari Menurut Islam,
Selangor, Synergymate Sdn Bhd, 2002
Abidin, Slamet, Drs, Aminudin, H, Fiqih Munakahat 1, Bandung, CV Pustaka Setia,
1999
Sabiq, al, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, Beirut, Dar al-Bayan, 1968
Sabiq, al, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, (ter) Nor Hasanuddin, Jakarta, Pena Pundi Aksara,
2006
Qardhawi, Yusuf, Dr, Nyanyian dan Musik Menurut Perspektif Al-Quran dan As-
Sunnah, terjemahan, Kuala Lumpur, Pustaka Salam dan Rangkaian Berkat,
2006
Claire Holt, (alih bahasa; Prof. Dr. RM. Soedarsono) Melacak Jejak Perkembangan
Seni Di Indonesia, Persatuan Budaya Daerah.
Departemen Agama RI, Himpunan Fatwa MUI, Jakarta, Dirjen Bimbaga Islam, 2003
60
Qardhawi, Yusuf, Dr, (pen; Irwan Raihan), Lagu dan Musik dalam Timbangan Al-
Quran dan Sunnah, Solo, Media Insan Press, 2005
Ibnu Mas’ud, Zainal Abidin, Fiqh Mazhab Syafi’I Edisi Lengkap Muamalat,
Munakahat, Jinayat, (Kuala Lumpur: CV Pustaka Setia, Cetakan Pertama,
Tahun 2000)
Imam Abdullah Ibnu Muhammad al-Bukhari, Sohih Abi Abdullah al-Bukhari, Beirut:
(Dar al-Fikr, t.th)
Ahmad Al-Hafizd, Ibnu Hajar, Fathul Bari, Kairo, 1407 H
Asy Syaukani, Nailul Author, Beirut, Dar Al Jil
Isa, Abu Muhammad bin Isa bin Saurat At-Turmuzi, Sunan At-Turmuzi 2000
Ibn, Muhammad, Ahmad, ibn, Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Beirut, Dar al-Fikri,
1978
Muhammad, Abdillah, Abu, Hafiz, Yazid, al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah, Beirut,
Dar al-Fikri, t.th
Muhammad, Abdillah, Abu, ibn, Ismail, ibn, Ibrahim, ibn, al-Mughirah, ibn,
Bardizbah, al-Shahih al-Bukhari, Beirut, Dar al-Fikr, t.th
Muslim, al-Husain, Abu, ibni, Hajjaj, ibn, Muslim, al-Qusyairi, al-Naisaburi, Shahih
Muslim, Riyad, Dar al-Salam, 1998
Website :
http://ms.wikipedia.org/wiki/Adat_resam_kahwin_Melayu
http://www.brunet.bn/gov/mufti/irsyad/pelita/2001/ic74_2001.htrr
www.westjavatourism.com
http://www, karawang, go, id
Wawancara:
61
K.H. Saeful Uyun, L.c, Pimpinan Dewan Kyai, Pesantren Miftahul huda Al-Musri
Nandang, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi