Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

13
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dalam sektor industri sangat bervariasi. Umumnya, perusahaan atau organisasi akan cenderung melakukan beberapa cara untuk mencapai visi dan misi organisasi. Karenanya dibentuk beberapa divisi untuk membantu tercapainya tujuan tersebut. Hal yang lebih sering diamati dan dijadikan tolak ukur organisasi adalah produktivitas. Tuntutan produksi dari organisasi yang diberikan pada karyawan memberikan kewajiban pada karyawan untuk bekerja dan berusaha mencapai target yang telah ditentukan. Guna mengetahui pencapaian kerja karyawan ini ditunjuklah seorang pemimpin di dalamnya. Diperlukan kepemimpinan untuk mengatur proses kegiatan produksi atau distribusi yang dilakukan dalam organisasi tersebut. Kreiner (dalam Thoyib, 2005) menjelaskan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya baik secara suka rela maupun terpaksa untuk berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi. Sebuah kepemimpinan memiliki ciri yang membedakan antara kepemimpian yang satu dengan yang lainnya, atau bisa disebut dengan gaya kepemimpinan. Thoha (2001) mendifinisikan gaya kepemimpinan sebagai suatu cara yang digunakan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain, merupakan norma perilaku yang

description

STRES PIMPINAN

Transcript of Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

Page 1: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan dalam sektor industri sangat bervariasi. Umumnya,

perusahaan atau organisasi akan cenderung melakukan beberapa cara untuk

mencapai visi dan misi organisasi. Karenanya dibentuk beberapa divisi untuk

membantu tercapainya tujuan tersebut. Hal yang lebih sering diamati dan

dijadikan tolak ukur organisasi adalah produktivitas. Tuntutan produksi dari

organisasi yang diberikan pada karyawan memberikan kewajiban pada

karyawan untuk bekerja dan berusaha mencapai target yang telah ditentukan.

Guna mengetahui pencapaian kerja karyawan ini ditunjuklah seorang

pemimpin di dalamnya. Diperlukan kepemimpinan untuk mengatur proses

kegiatan produksi atau distribusi yang dilakukan dalam organisasi tersebut.

Kreiner (dalam Thoyib, 2005) menjelaskan kepemimpinan sebagai

proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak

anak buahnya baik secara suka rela maupun terpaksa untuk berpartisipasi

guna mencapai tujuan organisasi. Sebuah kepemimpinan memiliki ciri yang

membedakan antara kepemimpian yang satu dengan yang lainnya, atau bisa

disebut dengan gaya kepemimpinan. Thoha (2001) mendifinisikan gaya

kepemimpinan sebagai suatu cara yang digunakan seorang pemimpin dalam

mempengaruhi perilaku orang lain, merupakan norma perilaku yang

Page 2: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

 

dipergunakan oleh seorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi

bawahan.

Hamdani dan Handoyo (2010) menjelaskan lebih lanjut bahwa

perilaku atasan yang digunakan untuk mempengaruhi bawahannya

memberikan pengaruh besar pada kesehatan karyawan. Misalnya, atasan yang

otoriter diduga dapat membuat karyawannya beresiko sakit jantung selain

mengalami stres kerja. Stres kerja ditafsirkan oleh Jex (2002) sebagai segala

proses yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang memberikan dampak

negatif pada karyawan. Karyawan suatu perusahaan yang mengedapankan

produksi barang atau jasa akan dituntut untuk menyelesaikan sejumlah kuota

dalam kesehariannya. Begitu pula hal yang terjadi dilokasi penelitian.

Studi awal menunjukkan adanya sejumlah quota yang harus terpenuhi

dalam satu bulan dan jumlah itu dipersempit lagi dengan pembagiannya untuk

setiap harinya. Pengamatan yang dilakukan dalam jumlah quota pelayanan

jasa yang diberikan memperlihatkan adanya pengurangan dalam jumlah

pelayanan jasa. Tidak jarang direktur operasional turun langsung untuk

meninjau kondisi lapangan yang menyebabkan hal ini terjadi.

Hasil yang telah diperoleh pada lingkungan kerja perusahaan jasa

bongkar muat petikemas menunjukkan beberapa hal pada peneliti. Tiga orang

karyawan dari grup kerja di lapangan mengeluhkan adanya beban kerja yang

telah diberikan kepadanya tanpa disertai dengan adanya arahan yang jelas.

Karyawan tersebut menceritakan bahwa pimpinannya senantiasa marah

kepada mereka tentang hasil kerja mereka namun tidak dapat memberikan

Page 3: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

 

contoh yang cukup kepada karyawan tersebut. Di lain grup, hampir seluruh

anggota senang dan kagum dengan adanya pimpinan yang diperoleh.

Karyawan tersebut mengakui mampu melaksanakan tugas – tugas yang

diembannya dan dapat meminimalkan kekeliruan yang ada dalam

pelaksanaan tugas tersebut. Hal ini dikarenakan pimpinan yang mampu

menyampaikan tugas kerja karyawannya dengan baik.

Beberapa hal yang diperoleh peneliti berdasarkan hasil pengamatan

seperti yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa karyawan mampu

mempersepsikan gaya kepemimpinan atasan. Persepsi menurut Thoha

(2004) pada hakikatnya merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap

orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat

penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Berangkat

dari pengertian ini, diketahui bahwa karyawan merasakan dari penglihatan

dan pendengaran karyawan bahwa atasan karyawan bersikap seperti yang

telah diceritakan di atas.

Berdasarkan persepsi seperti yang telah dijelaskan pada alinea

sebelumnya, diperoleh ciri – ciri dari dua gaya kepemimpinan. Ketiadaan

instruksi yang jelas dari pimpinan merupakan suatu contoh dari karakteristik

kerja laizzes faire yang dimiliki oleh gaya kepemimpinan transaksional.

Senantiasa marah atas hasil kerja bawahan juga merupakan salah satu

transaksi dalam gaya kepemimpinan transaksional. Transaksi tersebut

termasuk salah satu contoh dari ciri contingent reward. Kemampuan yang

ditunjukkan oleh pimpinan dalam menyampaikan rincian tugas merupakan

Page 4: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

 

contoh ciri gaya kepemimpinan transformasional, yaitu inspirational

motivation. Ciri lain yang diperoleh peneliti dari persepsi karyawan terhadap

pimpinan adalah kekaguman karyawan terhadap kemampuan atasan.

Kemampuan yang dapat membuat bawahan kagum menghormati dan

mempercayai pimpinan tersebut merupakan ciri idealized influence yang

dimiliki oleh gaya kepemimpinan transformasional.

Berdasarkan pada pengamatan peneliti terhadap persepsi karyawan

terhadap kecenderungan gaya kepemimpinan atasan tersebut, peneliti

mengetahui bahwa terdapat dua macam gaya kepemimpinan yang cenderung

digunakan oleh atasan karyawan. Menurut hasil pengamatan terhadap

persepsi kecenderungan gaya kepemimpinan yang menunjukkan ciri-ciri gaya

kepemimpinan seperti dalam ulasan paragraph sebelumnya, diketahui kedua

gaya kepemimpinan yang dipersepsikan karyawan tersebut adalah gaya

kepemimpinan transaksional dan transformasional. Menurut Burn (1978)

gaya kepemimpinan transaksional merupakan hubungan antara pimpinan

dengan karyawan yang didasarkan pada serangkaian aktivitas tawar menawar

antara keduanya, sementara gaya kepemimpinan transformasional

didefinisikan sebagai hubungan yang menekankan pada keperluan

memotivasi bawahan untuk melakukan tanggung jawab yang lebih.

Seperti yang dijelaskan oleh Kreiner (dalam Thoyib, 2005) bahwa

pimpinan mempengaruhi bawahannya, mengajak untuk berpartisipasi guna

mencapai tujuan organisasi baik secara suka rela maupun terpaksa,

menciptakan suatu kondisi yang dapat memicu stres kerja. Pengamatan yang

Page 5: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

 

dilakukan oleh peneliti terhadap subyek penelitian, subyek yang

mempersepsikan atasan yang memiliki kecenderungan gaya kepemimpinan

transaksional lebih sering menghisap rokok ketika bekerja, melakukan

beberapa kesalahan dalam entry nomor petikemas dan trailer yang hendak

melewati gate. Selain itu, tubuh karyawan terlihat kelelahan setelah satu jam

secara bergantian melakukan entry nomor petikemas dan trailer yang hendak

masuk melalui gate. Pengamatan yang dilakukan pada grup lain, yang mana

mempersepsikan atasan subyek dengan kecenderungan gaya kepemimpinan

transformasional mampu memasukkan nomor petikemas dan trailer dengan

sedikit kelelahan, tidak banyak menghabiskan puntung rokok ketika sedang

memegang alat kerja dan juga ketika sedang beristirahat.

Bertambahnya intensitas konsumsi rokok merupakan salah satu contoh

stres kerja yang dialami oleh karyawan. Semakin banyaknya puntung rokok

yang dihisap karyawan baik sewaktu melakukan pekerjaan maupun ketika

sedang beristirahat, mengindikasikan bahwa secara tidak langsung persepsi

karyawan terhadap kecenderungan gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh

atasan memiliki pengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan. Dalam

pengamatan di atas, karyawan yang mempersepsikan atasan dengan

kecenderungan gaya kepemipinan transaksional lebih banyak menunjukkan

gejala stres kerja jika dibandingkan dengan karyawan yang mempersepsikan

atasan dengan kecenderungan gaya kepemimpinan transformasional.

Pengamatan ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Susiwati (2005) bahwa sebanyak 33.06% karakteristik gaya kepemimpinan

Page 6: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

 

transaksional dapat memicu stres kerja pada karyawan. Hasil penelitian ini

jika dibandingkan dengan penelitian yang mengkaji gaya kepemimpinan

transformasional akan memiliki hasil yang berbandingn terbalik. Korelasi

antara gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja pada

penelitian Hamdani dan Handoyo (2010) menunjukkan bahwa semakin tinggi

seorang pimpinan menunjukkan karakteristik gaya kepemimpinan

transformasional maka semakin rendah stres kerja yang dialami oleh

karyawan. Hal ini dikarenakan nilai korelasi antara gaya kepemimpinan

transformasional dengan stres kerja memiliki nilai sebesar -0.450.

Seperti yang dilansir dalam sebuah media elektronik, secara tidak

langsung semua kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan karyawan

menimbun kelelahan yang berujung pada stres kerja. Kelelahan yang

tertimbun dalam diri karyawan tentu juga dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu

faktor lingkungan, organisasi, maupun faktor individu (Collection, 2010).

Faktor yang memicu stres kerja menurut Cooper (dalam Aprilita, 2012) ada

enam macam, yaitu kondisi kerja, ambiguitas peran, faktor intepersonal,

perkembangan karir, struktur organisasi, serta hubungan antara pekerjaan dan

rumah. Beberapa faktor tersebut diperjelas oleh Mc Shane (2005) mengenai

faktor intepersonal dengan istilah yang sedikit berbeda, yakni hubungan

inepersonal. Menurut Mc Shane (2005) hubungan intepersonal, yakni

hubungan antara pimpinan yang memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda

terhadap karyawan serta kerja sama antar anggota tim dapat menimbulkan

stres kerja.

Page 7: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

 

Karyawan yang mengalami stres kerja akan sulit merasakan kepuasan

dalam bekerja. Menurut Munandar (2001), stres kerja yang dialami karyawan

saat ini menjadi masalah besar jika dilihat dari akibat yang ditimbulkan.

Sebut saja sebagai contoh turnover yang tinggi pada sebuah organisasi

merupakan satu dampak dari stres kerja karyawan. Jika hal ini tidak segera

diatasi maka akan menimbulkan kerugian finansial pada organisasi. Pengaruh

lainnya adalah ketidakhadiran karyawan di tempat kerja. Ketidakhadiran

karyawan di tempat kerja akan mengakibatkan menurunnya produktivitas

kerja yang akan berimbas pula pada produktivitas organisasi (Hamdani dan

Handoyo, 2010). Dampak yang cukup besar pada organisasi adalah tidak

tercapainya visi dan misi baik dari divisi maupun organisasi secara

keseluruhan.

Dikarenakan perbedaan yang ditunjukkan oleh hasil pengamatan

peneliti terhadap dampak persepsi kecenderungan gaya kepemimpinan atasan

pada stres kerja karyawan di lapangan, peneliti tertarik untuk meneliti

“Perbedaan Tingkat Stres Kerja pada Karyawan Ditinjau dari Persepsi

Kecenderungan Gaya Kepemimpinan Atasan”.

B. Rumusan Masalah

Guna membatasi permasalahan yang akan diteliti, maka disusunlah

rumusan masalah, yaitu apakah terdapat perbedaan tingkat stres kerja pada

karyawan ditinjau dari persepsi kecenderungan gaya kepemimpinan atasan?

Page 8: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

 

C. Keaslian Penelitian

Guna mengetahui kemungkinan untuk mengkaji topik ini diambillah

beberapa jurnal oleh peneliti. Berikut adalah beberapa kajian yang dilakukan

oleh peneliti sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayati, Reni et all. 2008.

Kecerdasan Emosi, Stress Kerja dan Kinerja Karyawan. Jurnal Psikologi.

Volume 2 No.1: 91-96. Penelitian ini mengkaji hubungan antara kecerdasan

emosi dan stress kerja terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian yang

diperoleh dari analisa data dengan menggunakan correlation product moment

menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kecerdasan emosi dan

stress kerja. Pengujian terpisah yang dilakukan memperlihatkan adanya

korelasi positif yang signifikan antara emosi dengan stress kerja karyawan

(r=0.527, p<.01) dan korelasi negative antara stress kerja dengan kinerja

karyawan (r=-0.391, p<.01).

Tunjungsari, Peni. 2011. Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kepuasan

Kerja Karyawan Pada Kantor Pusat PT POS INDONESIA (PERSERO)

Bandung. Jurnal Universitas Komputer Indonesia. Volume 1 No. 1: 1-14.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh stress kerja pada kepuasan kerja

karyawan sebesar 34.3% sedangkan faktor lain yang mempengaruhi kepuasan

kerja memperoleh persentase sebesar 65.7%.

Wijono, Sutarto. 2006. Pengaruh Kepribadian Tipe A dan Peran

Terhadap Stress Kerja Manajer Madya. INSAN. Volume 8 no.3: 188-197.

Page 9: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

 

Penelitian ini menggunakan kuisioner yang diadaptasikan dari beberapa

instrument sebelumnya untuk mengukur variabel – variabel yang terkait

dengan topic penelitian. Uji regresi ganda yang dilakukan terhadap data yang

diperoleh menujukkan adanya pengaruh yang signifikan dari tipe kepribadian

A dan peran terhadap stress kerja pada manager madya dalam perusahaan.

Beheshtifar, Malikeh. 2013. Role of Occupational Stress in

Organizations. Iran: IJCRB. Penelitian ini mengkaji dampak stres kerja pada

individu dan organisasi. Dampak stres kerja bagi individu dapat dilihat dari

adanya perilaku ataupun perasaan yang tidak diinginkan, gangguan psikis

serta gangguan kesehatan sementara bagi organisasi dampaknya dapat dilihat

dalam gejala organisasi dan pemasukan organisasi (Beheshtifar, 2013).

Chovwen, Catherine. 2013. Occupational Stress among Bank

Employees in South East, Nigeria. Nigeria: GARJ. Penelitian ini berkaitan

mengenai pengaruh dari keputusan bersama dan pribadi, kecerdasan emosi,

serta gaya kepemimpinan terhadap stress kerja. Penelitian tersebut menguji

lima hipotesis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan

emosi, gaya kepemimpinan, serta karakteristik pekerjaan dapat

mempengaruhi stress kerja (Chovwen, 2013).

Cauldfield, Natasha et all. 2004. A Review of Occupational Stress

Interventions in Australia. Australia: Educational Publishing Foundations.

Penelitian ini merupakan investigasi terhadap penanganan stress dalam kurun

waktu sepuluh rahun terakhir di Australia. Hasil penelitian ini menyebutkan

bahwa hanya terdapat satu penanganan yang diberikan pada masyarakat yang

Page 10: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

10 

 

memenuhi persyaratan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kurangnya

informasi yang diberikan oleh pemerintah seputar penanganan stress kerja di

Australia serta kebutuhan yang mendesak untuk penelitian selanjutnya, yang

berfokus pada individual, pekerja, dan evaluasi ilmiah (Caulfield, 2004).

Hamdani, W dan Handoyo, S. 2012. Jurnal Psikologi Industri dan

Organisasi: Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Transformasional

dengan Stres Kerja Karyawan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya. Vol 1,

No. 02. Surabaya. Research yang dilakukan pada 278 karyawan PDAM Surya

Sembada Surabaya terkait hubungan antara gaya kepemimpinan

transformasional dengan stres kerja karyawan PDAM Surya Sembada

Surabaya menyebutkan bahwa terdapat korelasi negatif pada hubungan antara

gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja karyawan. Nilai

korelasi tersebut sebesar -0.450.

Fachri, Achmad. 2010. Hubungan Antara Stres Kerja dan Gaya

Kepemimpinan Transaksional dengan Kinerja Karyawan PT XL Axiata Tbk

Divisi IT (Information Technology). Skripsi. Jakarta: UIN Syarif

Hidayatullah. Riser ini berkaitan dengan topik penelitian hubungan antara

stres kerja dengan gaya kepemimpinan transaksional dengan kineja karyawan

PT XL Axiata Tbk divisi IT (Information Technology) pada 50 orang subyek

menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transaksional memberikan

sumbangsih sebesar 23.1% dalam memicu stres kerja.

Susiawati, Erna. 2005. Hubungan Antara Kepemimpinan

Transaksional dengan Stres Kerja Karyawan. Penelitian ini dilakukan pada

Page 11: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

11 

 

PT Indomarine LTD seputar hubungan antara kepemimpinan transaksional

dengan stres kerja karyawan pada 30 orang subyek menunjukkan bahwa 33.

06% aspek-aspek gaya kepemimpinan transaksional memicu stres kerja

karyawan.

Berdasarkan hasil riset tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian ini

masih belum dilakukan oleh peneliti – peneliti sebelumnya.

D. Tujuan Penelitian

Menilik kembali pada rumusan masalah yang telah disusun di atas,

maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya

perbedaan tingkat stres kerja pada karyawan ditinjau dari persepsi

kecendetungan gaya kepemimpinan atasan.

E. Manfaat Penelitian

Riset yang dilakukan kali ini diharapkan dapat memberikan manfaat

pada beberapa pihak baik secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis memberikan manfaat berupa

pembuktian teori pada kajian ilmu Psikologi khususnya Psikologi Industri

dan Organisasi yang membahas tentang kepemimpinan dan stres kerja.

2. Manfaat Praktis

Manfaat yang didapat dari penelitian ini secara praktiknya akan

diperoleh oleh:

Page 12: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

12 

 

a. Peneliti

Sebagai seorang peneliti, hal yang diperoleh dari riset ini adalah

mengetahui dengan jelas praktik dari teori yang telah dijelaskan dalam

literatur serta diharapkan dapat mempraktikkan manfaat lain yang

diperoleh dalam dunia kerja.

b. Subyek Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memunculkan kesadaran pada

subyek penelitian mengenai keadaan di lokasi penelitian serta dapat

me-manage gejala stres yang muncul.

c. Instansi Terkait Lokasi Penelitian

Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan perubahan kecil dari sektor yang diteliti sehingga

menciptakan tempat kerja yang minim akan hal – hal yang memicu

munculnya stres kerja pada karyawan.

F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Skripsi ini disusun dengan berdasarkan pada urutan sebagai berikut:

bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian, rumusan

masalah penelitian, keaslian penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat

penelitian, serta sistematika pembahasan.

Bab II berisi teori – teori yang digunakan sebagai rujukan peneliti

untuk menguji hipotesa yang telah disebutkan dalam bab I sebelumnya.

Page 13: Bab 1 (Gaya Kepemimpinan Dan Stres

13 

 

Penjelasan teori tersebut antara lain teori tentang stress kerja dan gaya

kepemimpinan. Selain itu, pada bab ini juga dijelaskan mengenai hubungan

antara variabel stress kerja dengan gaya kepemimpinan, kerangka teoritik

serta hipotesa yang diujikan.

Bab III penelitian ini menjelaskan seputar metodologi penelitian yang

digunakan. Hal – hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian tersebut

adalah metode penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional,

populasi; sampel; dan teknik sampling, tahapan pelaksanaan penelitian,

teknik pengumpulan data, instrument penelitian, pengujian alat ukur serta

teknik analisa data.

Bab IV dalah hasil dan pembahasan. Pada bab ini hanya berisi dua

poin penting yakni penjabaran hasil penelitian serta intepretasi data yaitu

pemaparan hasil output dari uji statistik yang dilakukan.

Bab V merupakan penutup yang berisi simpulan serta saran yang

diberikan berdasarkan dari hasil penelitian yang ada.