BAB 1 dan 2
-
Upload
erwin-sugiartoe -
Category
Documents
-
view
148 -
download
2
Transcript of BAB 1 dan 2
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak, merupakan komoditas
perkebunan yang cukup penting di Indonesia dan memiliki prospek
pengembangan yang cerah, hal tersebut dikarenakan minyak sawit mentah CPO
(Crude Palm Oil) merupakan komoditas andalan penghasil devisa bagi Indonesia
dari sektor industri perkebunan.
Menurut Indonesian Commercial Newsletter (2009), minyak kelapa sawit
Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan, hal ini terlihat dari total luas
areal perkebunan kelapa sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7,3 juta hektar
pada 2009 dari 7,0 juta hektar pada 2008. Sedangkan produksi minyak sawit
(Crude Palm Oil/CPO) terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dari 19,2
juta ton pada 2008 meningkat menjadi 19,4 juta ton pada 2009. Sementara total
ekspornya juga meningkat, pada 2008 tercatat sebesar 18,1 juta ton kemudian
menjadi 14,9 juta ton sampai dengan September 2009. Perkembangan industri
kelapa sawit yang sangat pesat otomatis membawa dampak tersendiri bagi
lingkungan. Dampak positif dari pembangunan industri yaitu membuka
kesempatan luas bagi calon tenaga kerja dan meningkatkan hasil pendapatan para
pengusaha dan tenaga kerja. Sedangkan dampak negatifnya yaitu limbah industri
akan menimbulkan pencemaran air, tanah dan udara.
PT. Cisadane Sawit Raya Sumatra Utara, merupakan perusahaan yang
bergerak dalam bidang perkebunan dan pengolahan minyak kelapa sawit yang
menghasilkan dua jenis produk yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil) dan Inti
2
Sawit (Palm Kernel). Proses produksi minyak kelapa sawit menghasilkan limbah
berupa limbah cair, padat dan gas. Limbah yang berasal dari hasil sampingan
produksi harus diolah sebelum dibuang. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari terjadinya pencemaran air, tanah dan udara yang dapat mengganggu
keseimbangan lingkungan apabila langsung dibuang disekitar perusahaan. Salah
satu cara mengolah limbah cair yaitu dengan lumpur aktif adalah proses
pertumbuhan mikroba tersuspensi dengan tujuan dapat menghilangkan limbah
organik sederhana yang mudah diurai.
Jenis dan karakter limbah baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang mempunyai tingkat bahaya pencemaran yang berbeda. Dalam jangka
waktu yang relatif singkat kemungkinan limbah tidak memberikan pengaruh yang
berarti, namun dalam jangka panjang dapat memberikan pengaruh yang cukup
fatal terutama bagi lingkungan. Agar limbah tidak berdampak negatif bagi
lingkungan maka diperlukan adanya penanganan dan pengolahan yang baik
terhadap limbah tersebut. Oleh karena itu tugas khusus dari Praktek Kerja Lapang
ini yaitu mempelajari manajemen pengolahan limbah yang diterapkan oleh PT.
Cisadane Sawit Raya, Sumatra Utara.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini adalah
mengetahui kondisi umum kondisi pabrik PT. Cisadane Sawit Raya seperti
sejarah pabrik, lokasi pabrik, struktur organisasi, mesin dan peralatan, tata letak
fasilitas produksi, ketenagakerjaan, proses produksi, pengendalian mutu,
pemasaran, dan sanitasi.
3
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pelaksanaan kerja lapang ini adalah mempelajari
manajemen pengolahan limbah di PT. Cisadane Sawit Raya, Sumatra Utara.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30
bulan setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah
segar (TBS) atau disebut Fresh Fruit Bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa
sawit meningkat mulai umur 3 – 14 tahun dan akan menurun kembali setelah
umur 15 – 25 tahun. Setiap pohon sawit dapat menghasilkan 10 – 15 TBS per
tahun dengan berat 3 – 40 kg per tandan, tergantung umur tanaman. Dalam satu
tandan terdapat 1.000 – 3.000 brondolan dengan berat brondolan berkisar 10 – 20
gr (Pahan, 2008).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) yaitu tanaman jenis palem-paleman
(palmae), buahnya menghasilkan minyak kelapa sawit yang dapat digunakan
untuk berbagai keperluan industri dan rumah tangga. Kelapa sawit diketahui
bersal dari Guenea di Afrika dan diperkenalkan ke Indonesia sejak zaman Belanda
(1848). Sekarang kelapa sawit sudah berkembang sangat pesat, khususnya di
Malaysia dan Indonesia, dan sedikit di Thailand. Dikatakan bahwa secara bersama
Indonesia dan Malaysia menguasai lebih dari 95% produksi kelapa sawit di dunia
saat ini (Bakar, 2003).
Menurut Sri Hartati (2006), perkembangan perkebunan kelapa sawit yang
pada tahun 1979/1980 seluas 289.526 Ha dan hanya diusahakan dalam bentuk
usaha perkebunan besar, kemudian berkembang sampai 5.972 Ribu Ha pada tahun
2006. Berikut adalah tabulasi mengenai perkembangan luas areal perkebunan
kelapa sawit di indonesia berdasarkan pengusahaannya:
5
Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tahun Luas Areal (Ha)
Perkebunan Rakyat
Perkebunan Besar Negara
Perkebunan Swasta
Total Nasional
1980 6.370 199.194 83.963 289.5261990 360.537 236.602 529.538 1.126.6771998 890.506 556.640 2.113.050 3.560.1961999 1.041.046 576.999 2.283.757 3.901.8022000 1.166.758 588.125 2.403.194 4.158.0772001 1.561.031 609.943 2.542.457 4.713.4312002 1.808.424 631.566 2.627.368 5.067.3582003 1.854.394 662.803 2.766.360 5.283.5572004 1.904.943 674.865 2.821.705 5.401.5132005 1.917.038 676.408 2.914.773 5.508.2192006 2.120.338 696.699 3.141.802 5.958.839
Sumber : BPS,Q-data, diolah (2006)
Berdasarkan tabulasi data tersebut menginformasikan bahwa perkebunan
kelapa sawit saat ini menempati wilayah yang sangat luas, yaitu telah berkembang
di 21 provinsi. Wilayah terluas terdapat di Sumatera, diikuti Kalimantan, Sulawesi
dan Irian Jaya. Lima propinsi terluas berturut-turut adalah Riau (1,3 juta Ha),
Sumatera Utara (964,3 ribu Ha), Sumatera Selatan (532,4 ribu Ha), Kalimantan
Barat (466,9 ribu Ha) dan Jambi (466,7 ribu Ha). Kelima propinsi tersebut
memiliki 3,770 juta Ha atau 67,4% dari 5,597 juta Ha di seluruh Indonesia (Sri
Hartati, 2006).
2.2 Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil)
Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari kelapa sawit yang dinamakan
inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping adalah bungkil inti
kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti
kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan
pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan
diameter kurang lebih 8 mm (Corley, 2007).
6
Menurut Jakarta Futures Exchange (2006), minyak sawit dapat
dipergunakan untuk bahan makanan dan industri melalui proses penyulingan,
penjernihan, dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined, Bleached and
Deodorized Palm Oil). Disamping itu CPO dapat diuraikan untuk produksi
minyak sawit padat (RBD Stearin) dan untuk produksi minyak sawit cair (RBD
Olein). RBD Olein terutama dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng.
Sedangkan RBD Stearin terutama dipergunakan untuk margarin dan shortening,
disamping untuk bahan baku industri sabun dan deterjen. Pemisahan CPO dan PK
dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri dari asam lemak dan gliserol.
Secara keseluruhan proses penyulingan minyak sawit tersebut dapat menghasilkan
73% olein, 21% stearin, 5% PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) dan 0,5%
buangan.
2.3 Manajemen Industri Secara Umum
2.3.1 Lokasi Perusahaan
Menurut Purnomo (2004), lokasi perusahaan terbaik adalah jika lokasi
tersebut mampu memberikan total biaya produksi yang rendah dan mendatangkan
keuntungan yang maksimal. Dengan kata lain lokasi perusahaan mempunyai
tujuan umtuk meminimalkan seluruh biaya produksi dan memaksimalkan laba
dari pemilihan lokasi tersebut. Hal ini memang tidak semudah yang diperkirakan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain faktor-faktor yang
mempengaruhi lokasi perusahaan, cara-cara pemilihan lokasi perusahaan serta
teknik-teknik yang digunakan dalam pemilihan lokasi perusahaan.
Menurut Sayuti (2008), peranan lokasi bagi kegiatan industri sangatlah
penting. Secara makro, pengaturan lokasi penting dilakukan untuk mencapai
7
keseimbangan aktivitas tanpa melupakan prinsip ekonomi. Tujuan dari lokasi
pabrik adalah meminimasi jumlah biaya yang disebabkan oleh pemilihan tempat
lokasi. Faktor-faktor yang berperan penting dan perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan lokasi industri dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu aspek faktor
produksi, aspek produk, dan aspek lingkungan. Dasar-dasar dalam pemilihan
lokasi ada dua langkah, yaitu pemilihan daerah atau teritorial secara umum dalam
pemilihan berdasarkan size dari jumlah penduduk serta lahan secara khusus.
Pemilihan teritorial secara umum untuk mendapatkan informasi secara umum,
komunitas, dan lahan secara khusus untuk penentuan lokasi yang dapat
diklasifikasikan ke dalam daerah di kota besar, di pinggir kota atau di luar kota
(Wignjosoebroto, 2003).
2.3.2 Struktur Organisasi Perusahaan
Organisasi adalah lembaga sosial yang terdiri dari sekumpulan orang
dengan berbagai pola interaksi yang diterapkan. Organisasi dikembangkan untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Oleh karena itu organisasi merupakan kreasi
sosial yang memerlukan aturan dan kooperasi. Sedangkan perusahaan adalah
suatu bentuk organisasi produksi yang meliputi berbagai fungsi yang dikoordinasi
untuk memproduksi sebagian barang dan jasa tertentu dan tujuan ekonomisnya
tergantung pada perbandingan kekuasaan dalam organisasi tersebut
(Reksohadiprojo, 2000).
Menurut Amirullah (2001), struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai
suatu sistem jaringan kerja terhadap tugas-tugas, sistem laporan, dan komunikasi
yang menghubungkan secara bersama pekerjaan individu dan kelompok.
Hubungan fungsional dan non fungsional yang terdapat pada suatu organisasi
8
dapat dilihat dari adanya hubungan kerja yang terbentuk dengan hubungan lalu
lintas wewenang, hak dan tanggung jawab. Dalam hal ini hubungan kerja tersebut
dapat diamati dari struktur organisasi yang bentuknya sebagai berikut:
a. Struktur organisasi garis
Bentuk struktur organisasi semacam ini biasanya digunakan pada lembaga
atau perusahaan yang sederhana dan kecil. Hal ini dibutuhkan untuk
mengambil tindakan dan keputusan yang tepat.
b. Struktur organisasi fungsional
Struktur organisasi fungsional adalah suatu bentuk susunan organisasi yang
memberikan gambaran bahwa pembagian tugas dan kewenangan disusun
menurut fungsi-fungsi pekerjaan tertentu yang dibutuhkan.
c. Struktur organisasi garis dan staf
Struktur ini hampir sama dengan struktur garis. Hanya di dalamnya terdapat
staf ahli, yang berfungsi sebagai penasihat yang memberikan konsultasi
mengenai kebijakan dan langkah tertentu.
d. Struktur organisasi fungsional dan staf
Yaitu struktur organisasi fungsional sebagaimana disebutkan di atas,
ditambahkan adanya staf ahli yang membantu pimpinan dalam usaha
mengambil kebijaksanaan manajemen perusahaan.
e. Struktur organisasi proyek
Struktur organisasi proyek disusun atas dasar pembentukan tim-tim khusus,
biasanya masing-masing adalah spesialis yang diperlukan untuk
menyelesaikan dan mencapai tujuan khusus pula. Jika proyek telah selesai,
maka tim-tim tersebut dibubarkan.
9
2.3.3 Tata Letak Fasilitas Produksi
Sedangkan menurut Purnomo (2004), tata letak fasilitas merupakan
perancangan pembangunan dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti
sistem pencahayaan, kelistrikan, sistem komunikasi, suasana kerja, sanitasi,
pembuangan limbah dan sebagainya. Tata letak pabrik berhubungan erat dengan
segala proses perancangan dan pengaturan tata letak dari mesin, peralatan, aliran
bahan, dan orang-orang yang bekerja di masing-masing.
Salah satu keputusan yang perlu dibuat adalah keputusan-keputusan
perancangan proses yang dipilih berdasarkan pada tipe-tipe tata letak. Tipe tata
letak yang sesuai akan menjadikan efisiensi proses manufacturing untuk jangka
waktu yang cukup panjang. Tipe-tipe tata letak secara umum antara lain:
a. Tata letak berdasarkan aliran produksi (product lay out atau production line
layout)
b. Product layout dapat didefinisikan sebagai metode atau cara pengaturan dan
penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan kedalam suatu
departemen tertentu atau khusus. Production line layout digunakan bila
volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat
sesuai untuk produksi yang kontinyu (Purnomo, 2004).
2.3.4 Ketenagakerjaan
Menurut Sondang dan Siagan (2003), tenaga kerja pada suatu pabrik
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :
1. Tenaga kerja langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang langsung terlibat dalam
proses produksi. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membayar
10
tenaga kerja jenis ini dikaitkan terhadap harga pokok barang yang dihasilkan
dan bersifat proporsional (sebanding) dengan tingkat kegiatan yang
dilakukan.
2. Tenaga kerja tidak langsung
Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang secara tidak langsung
terlibat dalam proses produksi. Biaya yang dikeluarkan untuk membayar
tenaga kerja jenis ini dikategorikan sebagai salah satu elemen bisnis pabrik
yang besarnya tidak berubah secara proporsional dengan tingkat kegiatan
yang dilakukan.
Menurut Render dan Heizer (2001), tenaga kerja dibedakan menjadi dua
macam yaitu tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga
kerja langsung akan terlibat langsung dalam proses produksi. Sedangkan tenaga
kerja tidak langsung merupakan tenaga kerja yang terlibat langsung dalam
proses produksi. Sedangkan menurut Gibson (2000), tenaga kerja adalah orang-
orang yang bekerja pada suatu organisasi, baik pada instansi pemerintah maupun
pada perusahaan-perusahaan atau pada usaha-usaha swasta pabrik. Pada
dasarnya manajemen tenaga kerja adalah fungsi administrasi yang minimal
meliputi kegiatan-kegiatan penerimaan, pembinaan tenaga kerja dan organisasi,
menganalisis dan menilai pretasi kerja, peningkatan produktifitas dan
pemeliharaan hubungan industri yang serasi.
2.3.5 Mesin dan Peralatan
Menurut Assauri (2004), mesin sangat membantu manusia dalam
melakukan proses produksi suatu barang, sehingga barang dapat dihasilkan dalam
waktu yang lebih pendek, jumlah lebih banyak dan kualitas lebih baik.
11
Ditambahkan oleh Render (2001), keuntungan lain dalam pemilihan mesin dan
peralatan adalah dapat memberikan keuntungan kompetitif yang mampu
menghasilkan fleksibilitas tambahan dalam memenuhi keinginan konsumen, biaya
yang lebih murah, atau mutu yang lebih baik. Sedangkan menurut Ahyari (2003),
mesin dan peralatan produksi yang akan digunakan oleh perusahaan juga akan
sangat berpengaruh terhadap produk, efisiensi produk serta pelaksanaan produksi
di dalam perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Wignjosoebroto (2003), mesin adalah suatu peralatan yang
digerakkan untuk sesuatu kekuatan atau tenaga yang dipergunakan untuk
membantu manusia dalam mengerjakan produk atau bagian-bagian tertentu.
Peralatan proses mencakup semua mesin perkakas, perangkat dan peralatan
pembantu perangkat manufaktur lain yang langsung tersangkut dalam pekerjaan,
pengolahan, pemeriksaan, pengepakan dari benda-benda kerja atau produk
Peralatan menurut Nanda (2009), ini disamping mesin juga dikenal "tools"
adalah setiap instrumen atau peralatan yang kecil sekali biasanya dipergunakan
untuk melakukan pekerjaan dalam mengerjakan produk atau bagian-bagian
produk
Menurut Ahyari (2003), mesin dan peralatan dari segi operasi produksinya
dapat dipisahkan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Manual
Adalah mesin atau peralatan produk yang dipergunakan untuk
melaksanakan proses produksi dengan tangan. Pelaksanaan produksi
semacam itu lebih banyak dipengaruhi oleh para karyawan dari perusahaan
yang bersangkutan.
12
2. Mekanis
Merupakan mesin dan peralatan yang digunakan untuk keperluan tertentu
(baik bersifat umu atau khusus).
3. Automatis
Mesin atau peralatan yang dipergunakan dalam perusahaan secara full
automation. Kegiatan produksi dikendalikan dalam unit produksi dengan
sistem pengendalian otomatis tertentu, serta kegiatan sistem produksi
terkendali dengan ruang pengendalian khusus merupakan contoh dari mesin
dan perlatan produksi otomatis itu.
2.3.6 Proses Produksi
Menurut Handoko (2000), proses produksi umumnya dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu :
a. Proses produksi terus-menerus (Continous Process)
Proses produksi berlangsung secara terus-menerus dan peralatan produksi
yang digunakan disusun dan diatur rapi dengan memperhatikan urutan-urutan
atau routing dalam menghasilkan produk tersebut, juga arus barang, serta arus
bahan dalam proses yang telah distandarisasi.
b. Proses produksi terputus-putus (Batch Process)
Kegiatan proses produksi dilakukan secara tidak standar atau putus-putus,
tetapi didasarkan pada produk yang dikerjakan, sehingga peralatan produksi
yang digunakan disusun dan diatur dapat bersifat fleksibel untuk dapat
dipergunakan dalam menghasilkan berbagai produk dengan berbagai ukuran.
13
c. Proses produksi yang bersifat proyek
Kegiatan proses produksi dilakukan pada tempat tertentu dan waktu yang
berbeda-beda, sehingga peralatan produksi yang digunakan ditempatkan pada
lokasi dimana proyek tersebut dilaksanakan pada saat yang direncanakan.
Proses produksi merupakan cara, metode dan teknik untuk menciptakan
atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber –
sumber (tenaga kerja, mesin, bahan – bahan, dan dana) yang ada ( Assauri, 2004).
Menurut Assauri ( 2004 ) menyebutkan dua macam proses produksi sebagai
berikut :
1. Proseas produksi yang terus - menerus ( continuous process )
Ciri – ciri dari proses ini antara lain :
a) Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah besar dengan variasi
yang sangat kecil dan sudah di standarisasi.
b) Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan
alat berdasarkan pengerjaan.
c) Mesin – mesin yang digunakan bersifat khusus untuk menghasilkan
produk tersebut.
d) Apabila pada salah satu mesin terjadi kerusakan maka seluruh proses
akan berhenti.
2. Proses produksi yang terputus – putus
Proses produksi ini memiliki ciri – ciri, antara lain:
a) Produk yang dihasilkan dalam jumlah yang relatif kecil, namun
variasinya sangat besar dan berdasarkan pesanan.
14
b) Proses ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan
berdasar atas fungsi atau peralatan yang sama di kelompokkan pada
tempat yang sama pula.
c) Mesin yang digunakan adalah mesin yang bersifat umum, yang dapat
digunakan untuk menghasilkan bermacam – macam produk dengan
variasi yang hampir sama.
d) Proses produksi tidak mudah terhenti bila terjadi kerusakan pada salah
satu mesin.
e) Persediaan bahan mentah biasanya dalam jumlah yang besar.
2.3.7 Pengendalian Mutu
Menurut Assauri (2004), secara garis besar, pengendalian mutu dapat
dikelompokkan ke dalam dua tingkatan, yaitu :
a. Pengendalian Selama Pengolahan (Proses)
Banyak cara-cara pengendalian mutu yang berkaitan dengan proses yang
teratur. Contoh-contoh atau sample dari hasil diambil dalam jarak waktu yang
sama dan dilanjutkan dengan pengecekan statistik untuk melihat apakah proses
dimulai dengan baik atau tidak. Apabila mulainya salah, maka keterangan
kesalahan ini dapat diteruskan kepada pelaksana semula untuk penyesuaian
kembali. Pengawasan dari proses harus berurutan dan teratur. Menurut Muhandri
(2006), apabila input dan proses baik (terkendali) maka output akan baik juga
(terkendali). Sebaliknya apabila output tidak baik, salah satu input atau proses
tidak baik (tidak terkendali). Beberapa cara dilakukan untuk mengendalikan
proses yaitu melakukan pengendalian otomatis, menyusun dan melatihkan
prosedur-prosedur kerja yang digunakan karyawan untuk melakukan tugasnya,
15
memeriksa dan mengukur kinerja proses, melakukan analisis dan memberi umpan
balik kepada perbaikan input dan kondisi proses.
b. Pengendalian atas Barang/Hasil yang Telah Diselesaikan
Walaupun telah diadakan pengendalian mutu dalam tingkat-tingkat proses,
tapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang rusak atau kurang
baik. Untuk menjaga agar barang yang rusak tidak lolos dari pabrik sampai ke
konsumen, maka diperlukan adanya pengendalian atas produk akhir.
2.3.8 Pemasaran
Menurut Djatmiko (2005), pemasaran adalah proses sosial manajerial yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh apa yang konsumen butuhkan dan
inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk yang bernilai.
Pemasaran bisa diartikan sebagai bagian dari aktivitas pengelolaan perusahaan
yang memegang peranan penting dalam bisnis, terutama karena persaingan yang
begitu ketat sejak diberlakukannya perdagangan global.
Pemasaran merupakan aliran produk dari produsen ke konsumen disertai
dengan peningkatan nilai guna. Peningkatan nilai guna ini terwujud hanya apabila
terdapat lembaga pemasaran yang melaksanakan fungsi pemasaran atas komoditas
tersebut. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga pemasaran
bermacam-macam yang pada prinsipnya terdapat 3 (tiga) fungsi yaitu fungsi
pertukaran, fungsi fisik dan fungsi penyediaan fasilitas (Sudiyono, 2002).
2.3.9 Sanitasi
Sanitasi merupakan serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga
kebersihan. Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit/ kecelakaan dari
konsumsi pangan yang diproduksi dengan cara menghilangkan atau
16
mengendalikan faktor-faktor di dalam pengolahan pangan yang berperan dalam
pemindahan bahaya sejak penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan
penggudangan produk sampai produk akhir didistribusikan (Giyatmi dan Irianto,
2000).
Menurut Thaheer (2005), proses sanitasi dari suatu industri yang diterapkan
pada setiap komponen industri adalah :
a. Sanitasi pada bahan baku, merupakan tindakan penjagaan kebersihan pada
bahan baku yang sangat besar pengaruhnya terhadap mutu produksi.
b. Sanitasi mesin dan peralatan pengolahan yaitu tindakan penjagaan kebersihan
terhadap mesin dan perlatan pengolahan.
c. Sanitasi ruang pengolahan dan lingkungan yaitu tindakan penjagaan
kebersihan ruangan di sekitar tempat pengolahan dan lingkungan.
d. Sanitasi pekerja yaitu penjagaan kebersihan terutama pada para pekerja yang
bersentuhan langsung dengan bahan karena pekerja merupakan salah satu
faktor pembawa kontaminasi terhadap produk.
e. Sanitasi air proses, air merupakan salah satu komponen dasar dalam industri
pengolahan yang perlu dijaga kebersihannya karena air sering bercampur
dengan bahan pada saat proses produksi.
2.4 Limbah
Limbah Industri bersumber dari kegiatan industri baik karena proses
secara langsung maupun tidak langsung. Limbah yang bersumber langsung dari
kegiatan yaitu limbah yang terproduksi bersamaan dengan proses produksi sedang
berlangsung dimana produk dan limbah hadir pada saat yang sama sedangkan
17
limbah tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun sesudah proses
(Ginting, 2007).
Menurut Giyatmi (2000), limbah pada dasarnya merupakan suatu bahan
yang terbuang atau dibuang dari suatu aktivitas manusia atau proses alam yang
tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis bahkan dapat merugikan manusia.
Sesuai dengan sifatnya, limbah digolongkan menjadi 3 bagian , yaitu limbah
padat, limbah cair dan limbah gas. Dalam setiap proses produksi suatu industri
akan menghasilkan beberapa jenis limbah, dimana satu sama lain jenis dan
karakteristik limbah dari masing – masing industri berbeda satu sama lain. Hal
ini sangat tergantung pada input, proses serta output yang dihasilkan dalam suatu
industri (Nurika dkk, 2006).
2.4.1 Limbah Cair
Menurut Bishop (2000), limbah cair merupakan material sisa dari suatu
proses produksi yang mengandung bahan-bahan organik maupun anorganik yang
mempunyai karekteristik tertentu. Limbah cair industri berbeda satu sama lain dari
segi komponen penyusun, konsentrasi, dan jumlah dari industri ke industri dan
dari fasilitas ke fasilitas dalam industri. Limbah cair dapat bersifat asam atau
alkali yang mengandung bahan-bahan organik, nutrien yang disebabkan adanya
partikel atau padatan tersuspensi. Pada umumnya, limbah cair dapat
dikelompokkan berdasarkan karakteristik fisik, kimia dan biologi (Nurika dkk,
2006).
Limbah cair atau air limbah adalah air yang tidak terpakai lagi, yang
merupakan hasil dari berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Dengan semakin
bertambah dan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala kegiatanya, maka
18
jumlah air limbah juga mengalami peningkatan. Pada umumnya limbah cair
dibuang ke dalam tanah, sungai danau dan laut. Jika jumlah air limbah yang
dibuang melebihi kemampuan alam untuk menerima atau menampungnya, maka
akan terjadi kerusakan lingkungan (Siregar, 2005).
A. Karakteristik Limbah Cair
Menurut Siregar (2005), karakteristik limbah cair bisa dilihat dari sifat
racunnya atau sifat-sifat yang dimiliki. Seperti sifat fisika, kimia dan biologis
dengan melihat parameter yang diukur :
a. Berdasar sifat racunnya (sangat beracun, moderat, kurang beracun dan tidak
beracun).
b. Berdasar sifat yang dimiliki dengan melihat parameter yang diukur yaitu :
1. Fisika (padatan total, kekeruhan, daya hantar listrik (DHL), bau, suhu,
warna.
2. Kimia (organik, anorganik dan gas).
3. Biologis dengan melihat golongan mikroorganisme yang terdapat dalam
limbah cair tersebut maupun organisme pathogen yang ada
Limbah cair kelapa sawit mengandung konsentrasi bahan organik yang
relatif tinggi dan secara alamiah dapat mengalami penguraian oleh
mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Limbah cair
kelapa sawit umumnya berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan
tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan BOD tinggi
(Tobing,2000).
19
Tabel 2. Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit No Parameter Hasil pengujian1 2 3 4 5 6
BOD (mg/l) COD (mg/l) Minyak dan lemak (mg/l) pH TSS Temperatur
25.000 mg/l 40.000 mg/l 8.370 5 21.270 mg/l 50 C
Sumber : Tobing (2000).
B. Proses Pengolahan Limbah Cair
Menurut Tobing (2000), limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) dihasilkan
dari 3 tahap yaitu:
a. Proses sterilisasi (pengukusan) untuk memudahkan perontokan buah dari
tandanya, mengurangi kadar air untuk inaktifasi enzim lipase dan oksidase
b. Proses exstraksi minyak untuk
c. Proses pemurnian (klarifikasi) untuk membersihkan minyak dari kotoran
lain.
Sedangkan menurut Tobing (2000), teknik pengolahan limbah cair yang
biasanya diterapkan di PKS adalah :
1. Kolam penampung (fatfit)
Kolam ini berguna untuk menampung cairan-cairan yang masih mengandung
minyak yang berasal dari air kondensat dan stasiun klarifikasi
2. Unit Deoling Ponds
Limbah kemudian dimasukkan kedalam unit deoling ponds untuk dikutip
minyaknya dan diturunkan suhunya dari 70-800C menjadi 40-450C menara
atau bak pendingin.
20
C. Kolam pengasaman
Pada proses ini digunkan mikroba untuk menetralisir keasaman cairan
limbah. Pengasamaan bertujuaan agar limbah yang mengandung bahan
organik lebih mudah mengalami biodegradasi dalam suasana anaerobik.
Limbah cair dalam kolam mini mengalami asidifikasi yaitu terjadinya
kenaikan konsentarasi asam-asam yang mudah menguap. Waktu penahanan
hidrolis (WHP) limbah cair dalam kolam pengasaman ini selama 5 hari.
Kemudian sebelum diolah kedalam unit pengolahan limbah kolam anaerobik,
limbah dinetralkan terlebih dahulu denga menambahkan kapur tohor hingga
mencapai ph antara 7,0-7,5.
3. Kolam Anaerobic Primer
Pada proses ini memanfaatkan mikroba dalam suasana anaerobik atau
aerobik untuk merombak BOD dan biodegradasi bahan organik menjadi
senyawa asam dan gas. WPH dalam kolam mini mencapai 40 hari.
4. Kolam Anaerobic Sekunder
Adapun WHP limbah dalam kolam ini mencapai 20 hari. Kebutuhan lahan
untuk kolam anaerobik primer dan skunder mencapai 7 hektar untuk PKS
dengan kapasitas 30 ton TBS/Jam.
5. Kolam Pengendapan.
Kolam pengendapan ini bertujuan untuk mengendapkan lumpur-lumpur yang
terdapat dalam limbah cair. WHP limbah dlam kolam ini berkisar 2 hari.
Biasanya ini merupakan pengolahan terkhir sebelum limbah dialirkan
kebadan air dan diharapkan pada kolam mini limbah sudah memenuhi
standar baku mutu air sungai
21
D. Pengukuran Kualitas Limbah Cair
Limbah cair yang akan dibuang harus memiliki parameter lingkungan.
Parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas dari limbah cair tersebut,
yaitu :
Biological Oxygent Demand (BOD)
BOD (Biological Oxygent Demand) merupakan suatu analisa empiris yang
mencoba mendekatkan secara global proses mikrobiologis yang benar-benar
terjadi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan
secara biologis (Rachmawati dan Azizah, 2002).
Chemical Oxygent Demand (COD)
Jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Rachmawati dan
Azizah, 2002).
Total Suspended Solid (TSS)
Air mengandung padatan tersuspensi atau bisa juga padatan terlarut. Padatan
tersuspensi dapat berasal dari erosi dan dari plankton (Besselievre and
Schwartz, 1976). Padatan tersuspensi dapat menyebabkan kekeruhan dan
berkurangnya penetrasi sinar. Selain itu juga dapat menurunkan variasi dari
tanaman air yang membutuhkan cahaya untuk fotosintesis, menurunnya
populasi hewan air serta dapat juga menyebabkan penurunan kelarutan
oksigen dalam air (Barnes et,all, 1981).
22
Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung dalam satuan
milligram per liter. Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda
derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka
menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil (Sugiharto, 1987).
pH
Konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun dari air
limbah. Adapun kadar yang baik adalah kadar dimana masih memungkinkan
kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Air limbah dengan
konsentrasi air limbah yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis,
sehingga menggangu proses penjernihannya. pH yang baik bagi air minum
dan air limbah adalah netral (7). Semakin kecil nilai pH, maka akan
menyebabkan air tersebut berupa asam (Sugiharto, 1987).
Tabel 3. Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit
ParameterKadar Maksimum
(mg/l)Beban Pencemaran
(Kg/ton)BODCODTSSMinyak dan LemakNitrogen Total
1003502502550
0,250,880,630,0630,125
Ph 6,0 – 9,0Debit Limbah Maksimum sebesar 2,5 m3 per ton produk
Sumber: Bapedal (2004)
2.4.1 Limbah Padat
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur
atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari
kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya berbentuk
limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran,
23
peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat:
kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri,
kulit telur, dll (Pranowo, 2008).
Sumber-sumber dari limbah padat sendiri meliputi seperti pabrik gula,
pulp, kertas, rayon, plywood, limbah nuklir, pengawetan buah, ikan, atau daging.
Secara garis besar limbah padat terdiri dari (Pranowo, 2008) :
1) Limbah padat yang mudah terbakar.
2) Limbah padat yang sukar terbakar.
3) Limbah padat yang mudah membusuk.
4) Limbah yang dapat di daur ulang.
5) Limbah radioaktif.
6) Bongkaran bangunan.
7) Lumpur
Menurut Pranowo (2008), faktor – faktor yang perlu kita perhatikan
sebelum mengolah limbah padat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jumlah Limbah
Sedikit dapat dengan mudah kita tangani sendiri. Banyak dapat membutuhkan
penanganan khusus tempat dan sarana pembuangan.
2. Sifat Fisik dan Kimia Limbah
Sifat fisik mempengaruhi pilihan tempat pembuangan, sarana pengankutan
dan pilihan pengolahannya. Sifat kimia dari limbah padat akan merusak dan
mencemari lingkungan dengan cara membentuk senyawa-senyawa baru.
24
3. Kemungkinan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.
Karena lingkungan ada yang peka atau tidak peka terhadap pencemaran,
maka perlu kita perhatikan tempat pembuangan akhir (TPA), unsur yang akan
terkena, dan tingkat pencemaran yang akan timbul.
4. Tujuan akhir dari pengolahan
Terdapat tujuan akhir dari pengolahan yaitu bersifat ekonomis dan bersifat
non-ekonomis. Tujuan pengolahan yang bersifat ekonomis adalah dengan
meningkatkan efisiensi pabrik secara menyeluruh dan mengambil kembali
bahan yang masih berguna untuk di daur ulang. Sedangkan tujuan pengolahan
yang bersifat non-ekonomis adalah untuk mencegah pencemaran dan
kerusakan lingkungan.
Limbah padat adalah hasil buangan industri berupa padatan, lumpur, bubur
yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi
dua bagian, yaitu limbah padat yaitu dapat didaur ulang, seperti plastik, tekstil,
potongan logam dan kedua limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis. Bagi
limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis dapat ditangani dengan berbagai
cara antara lain ditimbun pada suatu tempat, diolah kembali kemudian dibuang
dan dibakar (Rahayu 2009).
Menurut Rahayu (2009), perlakuan limbah padat yang tidak punya nilai
ekonomis sebagian besar dilakukan sebagai berikut:
1. Ditumpuk pada Areal Tertentu
Penimbunan limbah padat pada areal tertentu membutuhkan areal yang luas
dan merusakkan pemandangan di sekeliling penimbunan. Penimbunan. Ini
mengakibatkan pembusukan yang menimbulkan bau di sekitarnya, karena
25
adanya reaksi kimia yang rnenghasilkan gas tertentu. Dengan penimbunan,
permukaan tanah menjadi rusak dan air yang meresap ke dalam tanah
mengalami kontaminasi dengan bakteri tertentu yang mengakibatkan
turunnya kualitas air tanah. Pada musim kemarau timbunan mengalami
kekeringan dan ini mengundang bahaya kebakaran.
2. Pembakaran
Limbah padat yang dibakar menimbulkan asap, bau dan debu. Pembakaran
ini menjadi sumber pencemaran melalui udara dengan timbulnya bahan
pencemar baru seperti NOR, hidrokarbon, karbon monoksida, bau, partikel
dan sulfur dioksida.
3. Pembuangan
Pembuangan tanpa rencana sangat membahayakan lingkungan. Diantara
beberapa pabrik membuang limbah padatnya ke sungai karena diperkirakan
larut ataupun membusuk dalam air. Ini adalah perkiraan yang salah, sebab
setiap pembuangan bahan padatan apakah namanya lumpur atau buburan,
akan menambah total solid dalam air sungai.
Menurut Rahayu (2009), secara garis besar limbah padat dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Limbah padat yang mudah terbakar
2. Limbah padat yang sukar terbakar
3. Limbah padat yang mudah membusuk
4. Limbah berupa debu
5. Lumpur
6. Limbah yang dapat didaur ulang
26
7. Limbah radio aktif
8. Limbah yang menimbulkan penyakit
9. Bongkaran bangunan
Menurut Rahayu (2009), berdasarkan klasifikasi limbah padat serta akibat-
akibat yang ditimbulkannya sistem pengelolaan dilakukan menurut:
1. Limbah padat yang dapat ditimbun tanpa membahayakan.
2. Limbah padat yang dapat ditimbun tetapi berbahaya.
3. Limbah padat yang tidak dapat ditimbun.
Di dalam pengolahannya dilakukan melalui tiga cara yaitu pemisahan,
penyusutan ukuran dan pengomposan. Dimaksud dengan pemisahan adalah
pengambilan bahan tertentu kemudian diolah kembali sehingga mempunyai nilai
ekonomis. Penyusutan ukuran bertujuan untuk memudahkan pengolahan limbah
selanjutnya, misalnya pembakaran. Dengan ukuran lebih kecil akan lebih mudah
membawa atau membakar pada tungku pembakaran. Jadi tujuannya adalah
pengurangan volume maupun berat. Pengomposan adalah proses melalui biokimia
yaitu zat organik dalam limbah dipecah sehingga menghasilkan humus yang
berguna untuk memperbaiki struktur tanah. Banyak jenis limbah padat dari pabrik
yang upaya pengelolaannya dilakukan menurut kriteria yang telah ditetapkan
(Pranowo, 2008).
A. Pemanfaatan Limbah Padat Industri Kelapa Sawit
Menurut Andayani (2009), berbagai penelitian telah dilakukan
menunjukkan bahwa limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kebutuhan. Berikut akan dijelaskan manfaat limbah kelapa sawit yaitu :
27
1. TKKS untuk pupuk organik
Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk
organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan
tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah
pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik
juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Ada beberapa
alternatif pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan sebagai berikut.
a. Pupuk Kompos
Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses
fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh micro-organisme. Pada
prinsipnya pengomposan TKSS untuk menurunkan nisbah C / N yang
terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C / N tanah. Nisbah C / N
yang mendekati nibah C / N tanah akan mudah diserap oleh tanaman.
b. Pupuk Kalium
Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan
menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki kandungan
30-40%, K2O, 7% P2O5, 9% CaO, dan 3% MgO. Selain itu juga
mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200 ppm Fe, 1.00 ppm Mn, 400 ppm
Zn, dan 100 ppm Cu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang mengolah
kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan menghasilkan abu
tandan sebesar 10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton KCL; 2,2 ton kiersit; dan
0,7 ton TSP. dengan penambahan polimer tertentu pada abu tandan dapat
dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-38% dengan pH 8 – 9.
28
c. Bahan Serat
Tandan kosong kelapa sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat
digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret sebagai bahan
pengisi jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil dan
bahan pengepak industri.
2. Tempurung buah sawit untuk arang aktif
Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak
kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak.
Arang aktif juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri. Antara lain
industri minyak, karet, gula, dan farmasi.
3. Batang dan tandan sawit untuk pulp kertas
Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari
impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup
besar. Salah satu alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan
tandan kosong kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan
serat.
4. Batang kelapa sawit untuk perabot dan papan artikel
Batang kelapa sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan
menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat
dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture, atau
sebagai papan partikel. Dari setiap batang kelapa sawit dapat diperoleh kayu
sebanyak 0.34 m3.
29
5. Batang dan pelepah sawit untuk pakan ternak
Batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada
prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan
pakan ternak, yaitu pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan
perlakuan NaOH dan yang ketiga adalah pengolahan dengan menggunakan
uap.
2.4.3 Limbah Gas
Selain limbah padat dan cair, industri pengolahan kelapa sawit juga
menghasilkan limbah bahan gas. Limbah gas ini antara lain gas cerobong dan uap
air buangan pabrik kelapa sawit (Yan Fauzi, 2002).
Kualitas udara dapat menurun karena adanya limbah gas. Gas-gas dan
partikulat-partikulat udara yang melayang ke udara akibat dari pembakaran
incinerator dan boiler merupakan sumber dari pencemaran udara tersebut. Limbah
gas ini mengandung berbagai jenis polutan seperti partikel debu, CO2 dan bahan
lain. Penanganan yang dilakukan saat ini membuat cerobong asap incinerator
tinggi dari permukaan tanah, sehingga udara yang terkena polusi tidak akan
terhirup oleh orang yang berada di sekitar pabrik. Perusahaan kelapa sawit
mengolah sendiri limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan ( Pahan, 2008).