BAB 1 dan 2

44
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak, merupakan komoditas perkebunan yang cukup penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cerah, hal tersebut dikarenakan minyak sawit mentah CPO (Crude Palm Oil) merupakan komoditas andalan penghasil devisa bagi Indonesia dari sektor industri perkebunan. Menurut Indonesian Commercial Newsletter (2009), minyak kelapa sawit Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan, hal ini terlihat dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7,3 juta hektar pada 2009 dari 7,0 juta hektar pada 2008. Sedangkan produksi minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dari 19,2 juta ton pada 2008 meningkat menjadi 19,4 juta ton pada 2009. Sementara total ekspornya juga meningkat, pada 2008 tercatat sebesar 18,1 juta ton kemudian menjadi 14,9 juta ton sampai dengan September 2009. Perkembangan industri kelapa sawit yang sangat

Transcript of BAB 1 dan 2

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak, merupakan komoditas

perkebunan yang cukup penting di Indonesia dan memiliki prospek

pengembangan yang cerah, hal tersebut dikarenakan minyak sawit mentah CPO

(Crude Palm Oil) merupakan komoditas andalan penghasil devisa bagi Indonesia

dari sektor industri perkebunan.

Menurut Indonesian Commercial Newsletter (2009), minyak kelapa sawit

Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan, hal ini terlihat dari total luas

areal perkebunan kelapa sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7,3 juta hektar

pada 2009 dari 7,0 juta hektar pada 2008. Sedangkan produksi minyak sawit

(Crude Palm Oil/CPO) terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dari 19,2

juta ton pada 2008 meningkat menjadi 19,4 juta ton pada 2009. Sementara total

ekspornya juga meningkat, pada 2008 tercatat  sebesar 18,1 juta ton kemudian

menjadi 14,9 juta ton sampai dengan September 2009. Perkembangan industri

kelapa sawit yang sangat pesat otomatis membawa dampak tersendiri bagi

lingkungan. Dampak positif dari pembangunan industri yaitu membuka

kesempatan luas bagi calon tenaga kerja dan meningkatkan hasil pendapatan para

pengusaha dan tenaga kerja. Sedangkan dampak negatifnya yaitu limbah industri

akan menimbulkan pencemaran air, tanah dan udara.

PT. Cisadane Sawit Raya Sumatra Utara, merupakan perusahaan yang

bergerak dalam bidang perkebunan dan pengolahan minyak kelapa sawit yang

menghasilkan dua jenis produk yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil) dan Inti

2

Sawit (Palm Kernel). Proses produksi minyak kelapa sawit menghasilkan limbah

berupa limbah cair, padat dan gas. Limbah yang berasal dari hasil sampingan

produksi harus diolah sebelum dibuang. Hal tersebut dilakukan untuk

menghindari terjadinya pencemaran air, tanah dan udara yang dapat mengganggu

keseimbangan lingkungan apabila langsung dibuang disekitar perusahaan. Salah

satu cara mengolah limbah cair yaitu dengan lumpur aktif adalah proses

pertumbuhan mikroba tersuspensi dengan tujuan dapat menghilangkan limbah

organik sederhana yang mudah diurai.

Jenis dan karakter limbah baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang mempunyai tingkat bahaya pencemaran yang berbeda. Dalam jangka

waktu yang relatif singkat kemungkinan limbah tidak memberikan pengaruh yang

berarti, namun dalam jangka panjang dapat memberikan pengaruh yang cukup

fatal terutama bagi lingkungan. Agar limbah tidak berdampak negatif bagi

lingkungan maka diperlukan adanya penanganan dan pengolahan yang baik

terhadap limbah tersebut. Oleh karena itu tugas khusus dari Praktek Kerja Lapang

ini yaitu mempelajari manajemen pengolahan limbah yang diterapkan oleh PT.

Cisadane Sawit Raya, Sumatra Utara.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini adalah

mengetahui kondisi umum kondisi pabrik PT. Cisadane Sawit Raya seperti

sejarah pabrik, lokasi pabrik, struktur organisasi, mesin dan peralatan, tata letak

fasilitas produksi, ketenagakerjaan, proses produksi, pengendalian mutu,

pemasaran, dan sanitasi.

3

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari pelaksanaan kerja lapang ini adalah mempelajari

manajemen pengolahan limbah di PT. Cisadane Sawit Raya, Sumatra Utara.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30

bulan setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah

segar (TBS) atau disebut Fresh Fruit Bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa

sawit meningkat mulai umur 3 – 14 tahun dan akan menurun kembali setelah

umur 15 – 25 tahun. Setiap pohon sawit dapat menghasilkan 10 – 15 TBS per

tahun dengan berat 3 – 40 kg per tandan, tergantung umur tanaman. Dalam satu

tandan terdapat 1.000 – 3.000 brondolan dengan berat brondolan berkisar 10 – 20

gr (Pahan, 2008).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) yaitu tanaman jenis palem-paleman

(palmae), buahnya menghasilkan minyak kelapa sawit yang dapat digunakan

untuk berbagai keperluan industri dan rumah tangga. Kelapa sawit diketahui

bersal dari Guenea di Afrika dan diperkenalkan ke Indonesia sejak zaman Belanda

(1848). Sekarang kelapa sawit sudah berkembang sangat pesat, khususnya di

Malaysia dan Indonesia, dan sedikit di Thailand. Dikatakan bahwa secara bersama

Indonesia dan Malaysia menguasai lebih dari 95% produksi kelapa sawit di dunia

saat ini (Bakar, 2003).

Menurut Sri Hartati (2006), perkembangan perkebunan kelapa sawit yang

pada tahun 1979/1980 seluas 289.526 Ha dan hanya diusahakan dalam bentuk

usaha perkebunan besar, kemudian berkembang sampai 5.972 Ribu Ha pada tahun

2006. Berikut adalah tabulasi mengenai perkembangan luas areal perkebunan

kelapa sawit di indonesia berdasarkan pengusahaannya:

5

Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tahun Luas Areal (Ha)

Perkebunan Rakyat

Perkebunan Besar Negara

Perkebunan Swasta

Total Nasional

1980 6.370 199.194 83.963 289.5261990 360.537 236.602 529.538 1.126.6771998 890.506 556.640 2.113.050 3.560.1961999 1.041.046 576.999 2.283.757 3.901.8022000 1.166.758 588.125 2.403.194 4.158.0772001 1.561.031 609.943 2.542.457 4.713.4312002 1.808.424 631.566 2.627.368 5.067.3582003 1.854.394 662.803 2.766.360 5.283.5572004 1.904.943 674.865 2.821.705 5.401.5132005 1.917.038 676.408 2.914.773 5.508.2192006 2.120.338 696.699 3.141.802 5.958.839

Sumber : BPS,Q-data, diolah (2006)

Berdasarkan tabulasi data tersebut menginformasikan bahwa perkebunan

kelapa sawit saat ini menempati wilayah yang sangat luas, yaitu telah berkembang

di 21 provinsi. Wilayah terluas terdapat di Sumatera, diikuti Kalimantan, Sulawesi

dan Irian Jaya. Lima propinsi terluas berturut-turut adalah Riau (1,3 juta Ha),

Sumatera Utara (964,3 ribu Ha), Sumatera Selatan (532,4 ribu Ha), Kalimantan

Barat (466,9 ribu Ha) dan Jambi (466,7 ribu Ha). Kelima propinsi tersebut

memiliki 3,770 juta Ha atau 67,4% dari 5,597 juta Ha di seluruh Indonesia (Sri

Hartati, 2006).

2.2 Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil)

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari kelapa sawit yang dinamakan

inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping adalah bungkil inti

kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti

kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan

pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan

diameter kurang lebih 8 mm (Corley, 2007).

6

Menurut Jakarta Futures Exchange (2006), minyak sawit dapat

dipergunakan untuk bahan makanan dan industri melalui proses penyulingan,

penjernihan, dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined, Bleached and

Deodorized Palm Oil). Disamping itu CPO dapat diuraikan untuk produksi

minyak sawit padat (RBD Stearin) dan untuk produksi minyak sawit cair (RBD

Olein). RBD Olein terutama dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng.

Sedangkan RBD Stearin terutama dipergunakan untuk margarin dan shortening,

disamping untuk bahan baku industri sabun dan deterjen. Pemisahan CPO dan PK

dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri dari asam lemak dan gliserol.

Secara keseluruhan proses penyulingan minyak sawit tersebut dapat menghasilkan

73% olein, 21% stearin, 5% PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) dan 0,5%

buangan.

2.3 Manajemen Industri Secara Umum

2.3.1 Lokasi Perusahaan

Menurut Purnomo (2004), lokasi perusahaan terbaik adalah jika lokasi

tersebut mampu memberikan total biaya produksi yang rendah dan mendatangkan

keuntungan yang maksimal. Dengan kata lain lokasi perusahaan mempunyai

tujuan umtuk meminimalkan seluruh biaya produksi dan memaksimalkan laba

dari pemilihan lokasi tersebut. Hal ini memang tidak semudah yang diperkirakan.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain faktor-faktor yang

mempengaruhi lokasi perusahaan, cara-cara pemilihan lokasi perusahaan serta

teknik-teknik yang digunakan dalam pemilihan lokasi perusahaan.

Menurut Sayuti (2008), peranan lokasi bagi kegiatan industri sangatlah

penting. Secara makro, pengaturan lokasi penting dilakukan untuk mencapai

7

keseimbangan aktivitas tanpa melupakan prinsip ekonomi. Tujuan dari lokasi

pabrik adalah meminimasi jumlah biaya yang disebabkan oleh pemilihan tempat

lokasi. Faktor-faktor yang berperan penting dan perlu dipertimbangkan dalam

pemilihan lokasi industri dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu aspek faktor

produksi, aspek produk, dan aspek lingkungan. Dasar-dasar dalam pemilihan

lokasi ada dua langkah, yaitu pemilihan daerah atau teritorial secara umum dalam

pemilihan berdasarkan size dari jumlah penduduk serta lahan secara khusus.

Pemilihan teritorial secara umum untuk mendapatkan informasi secara umum,

komunitas, dan lahan secara khusus untuk penentuan lokasi yang dapat

diklasifikasikan ke dalam daerah di kota besar, di pinggir kota atau di luar kota

(Wignjosoebroto, 2003).

2.3.2 Struktur Organisasi Perusahaan

Organisasi adalah lembaga sosial yang terdiri dari sekumpulan orang

dengan berbagai pola interaksi yang diterapkan. Organisasi dikembangkan untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu. Oleh karena itu organisasi merupakan kreasi

sosial yang memerlukan aturan dan kooperasi. Sedangkan perusahaan adalah

suatu bentuk organisasi produksi yang meliputi berbagai fungsi yang dikoordinasi

untuk memproduksi sebagian barang dan jasa tertentu dan tujuan ekonomisnya

tergantung pada perbandingan kekuasaan dalam organisasi tersebut

(Reksohadiprojo, 2000).

Menurut Amirullah (2001), struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai

suatu sistem jaringan kerja terhadap tugas-tugas, sistem laporan, dan komunikasi

yang menghubungkan secara bersama pekerjaan individu dan kelompok.

Hubungan fungsional dan non fungsional yang terdapat pada suatu organisasi

8

dapat dilihat dari adanya hubungan kerja yang terbentuk dengan hubungan lalu

lintas wewenang, hak dan tanggung jawab. Dalam hal ini hubungan kerja tersebut

dapat diamati dari struktur organisasi yang bentuknya sebagai berikut:

a. Struktur organisasi garis

Bentuk struktur organisasi semacam ini biasanya digunakan pada lembaga

atau perusahaan yang sederhana dan kecil. Hal ini dibutuhkan untuk

mengambil tindakan dan keputusan yang tepat.

b. Struktur organisasi fungsional

Struktur organisasi fungsional adalah suatu bentuk susunan organisasi yang

memberikan gambaran bahwa pembagian tugas dan kewenangan disusun

menurut fungsi-fungsi pekerjaan tertentu yang dibutuhkan.

c. Struktur organisasi garis dan staf

Struktur ini hampir sama dengan struktur garis. Hanya di dalamnya terdapat

staf ahli, yang berfungsi sebagai penasihat yang memberikan konsultasi

mengenai kebijakan dan langkah tertentu.

d. Struktur organisasi fungsional dan staf

Yaitu struktur organisasi fungsional sebagaimana disebutkan di atas,

ditambahkan adanya staf ahli yang membantu pimpinan dalam usaha

mengambil kebijaksanaan manajemen perusahaan.

e. Struktur organisasi proyek

Struktur organisasi proyek disusun atas dasar pembentukan tim-tim khusus,

biasanya masing-masing adalah spesialis yang diperlukan untuk

menyelesaikan dan mencapai tujuan khusus pula. Jika proyek telah selesai,

maka tim-tim tersebut dibubarkan.

9

2.3.3 Tata Letak Fasilitas Produksi

Sedangkan menurut Purnomo (2004), tata letak fasilitas merupakan

perancangan pembangunan dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti

sistem pencahayaan, kelistrikan, sistem komunikasi, suasana kerja, sanitasi,

pembuangan limbah dan sebagainya. Tata letak pabrik berhubungan erat dengan

segala proses perancangan dan pengaturan tata letak dari mesin, peralatan, aliran

bahan, dan orang-orang yang bekerja di masing-masing.

Salah satu keputusan yang perlu dibuat adalah keputusan-keputusan

perancangan proses yang dipilih berdasarkan pada tipe-tipe tata letak. Tipe tata

letak yang sesuai akan menjadikan efisiensi proses manufacturing untuk jangka

waktu yang cukup panjang. Tipe-tipe tata letak secara umum antara lain:

a. Tata letak berdasarkan aliran produksi (product lay out atau production line

layout)

b. Product layout dapat didefinisikan sebagai metode atau cara pengaturan dan

penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan kedalam suatu

departemen tertentu atau khusus. Production line layout digunakan bila

volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat

sesuai untuk produksi yang kontinyu (Purnomo, 2004).

2.3.4 Ketenagakerjaan

Menurut Sondang dan Siagan (2003), tenaga kerja pada suatu pabrik

dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :

1. Tenaga kerja langsung

Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang langsung terlibat dalam

proses produksi. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membayar

10

tenaga kerja jenis ini dikaitkan terhadap harga pokok barang yang dihasilkan

dan bersifat proporsional (sebanding) dengan tingkat kegiatan yang

dilakukan.

2. Tenaga kerja tidak langsung

Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang secara tidak langsung

terlibat dalam proses produksi. Biaya yang dikeluarkan untuk membayar

tenaga kerja jenis ini dikategorikan sebagai salah satu elemen bisnis pabrik

yang besarnya tidak berubah secara proporsional dengan tingkat kegiatan

yang dilakukan.

Menurut Render dan Heizer (2001), tenaga kerja dibedakan menjadi dua

macam yaitu tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga

kerja langsung akan terlibat langsung dalam proses produksi. Sedangkan tenaga

kerja tidak langsung merupakan tenaga kerja yang terlibat langsung dalam

proses produksi. Sedangkan menurut Gibson (2000), tenaga kerja adalah orang-

orang yang bekerja pada suatu organisasi, baik pada instansi pemerintah maupun

pada perusahaan-perusahaan atau pada usaha-usaha swasta pabrik. Pada

dasarnya manajemen tenaga kerja adalah fungsi administrasi yang minimal

meliputi kegiatan-kegiatan penerimaan, pembinaan tenaga kerja dan organisasi,

menganalisis dan menilai pretasi kerja, peningkatan produktifitas dan

pemeliharaan hubungan industri yang serasi.

2.3.5 Mesin dan Peralatan

Menurut Assauri (2004), mesin sangat membantu manusia dalam

melakukan proses produksi suatu barang, sehingga barang dapat dihasilkan dalam

waktu yang lebih pendek, jumlah lebih banyak dan kualitas lebih baik.

11

Ditambahkan oleh Render (2001), keuntungan lain dalam pemilihan mesin dan

peralatan adalah dapat memberikan keuntungan kompetitif yang mampu

menghasilkan fleksibilitas tambahan dalam memenuhi keinginan konsumen, biaya

yang lebih murah, atau mutu yang lebih baik. Sedangkan menurut Ahyari (2003),

mesin dan peralatan produksi yang akan digunakan oleh perusahaan juga akan

sangat berpengaruh terhadap produk, efisiensi produk serta pelaksanaan produksi

di dalam perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Wignjosoebroto (2003), mesin adalah suatu peralatan yang

digerakkan untuk sesuatu kekuatan atau tenaga yang dipergunakan untuk

membantu manusia dalam mengerjakan produk atau bagian-bagian tertentu.

Peralatan proses mencakup semua mesin perkakas, perangkat dan peralatan

pembantu perangkat manufaktur lain yang langsung tersangkut dalam pekerjaan,

pengolahan, pemeriksaan, pengepakan dari benda-benda kerja atau produk

Peralatan menurut Nanda (2009), ini disamping mesin juga dikenal "tools"

adalah setiap instrumen atau peralatan yang kecil sekali biasanya dipergunakan

untuk melakukan pekerjaan dalam mengerjakan produk atau bagian-bagian

produk

Menurut Ahyari (2003), mesin dan peralatan dari segi operasi produksinya

dapat dipisahkan menjadi tiga jenis yaitu :

1. Manual

Adalah mesin atau peralatan produk yang dipergunakan untuk

melaksanakan proses produksi dengan tangan. Pelaksanaan produksi

semacam itu lebih banyak dipengaruhi oleh para karyawan dari perusahaan

yang bersangkutan.

12

2. Mekanis

Merupakan mesin dan peralatan yang digunakan untuk keperluan tertentu

(baik bersifat umu atau khusus).

3. Automatis

Mesin atau peralatan yang dipergunakan dalam perusahaan secara full

automation. Kegiatan produksi dikendalikan dalam unit produksi dengan

sistem pengendalian otomatis tertentu, serta kegiatan sistem produksi

terkendali dengan ruang pengendalian khusus merupakan contoh dari mesin

dan perlatan produksi otomatis itu.

2.3.6 Proses Produksi

Menurut Handoko (2000), proses produksi umumnya dapat dibedakan

menjadi tiga, yaitu :

a. Proses produksi terus-menerus (Continous Process)

Proses produksi berlangsung secara terus-menerus dan peralatan produksi

yang digunakan disusun dan diatur rapi dengan memperhatikan urutan-urutan

atau routing dalam menghasilkan produk tersebut, juga arus barang, serta arus

bahan dalam proses yang telah distandarisasi.

b. Proses produksi terputus-putus (Batch Process)

Kegiatan proses produksi dilakukan secara tidak standar atau putus-putus,

tetapi didasarkan pada produk yang dikerjakan, sehingga peralatan produksi

yang digunakan disusun dan diatur dapat bersifat fleksibel untuk dapat

dipergunakan dalam menghasilkan berbagai produk dengan berbagai ukuran.

13

c. Proses produksi yang bersifat proyek

Kegiatan proses produksi dilakukan pada tempat tertentu dan waktu yang

berbeda-beda, sehingga peralatan produksi yang digunakan ditempatkan pada

lokasi dimana proyek tersebut dilaksanakan pada saat yang direncanakan.

Proses produksi merupakan cara, metode dan teknik untuk menciptakan

atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber –

sumber (tenaga kerja, mesin, bahan – bahan, dan dana) yang ada ( Assauri, 2004).

Menurut Assauri ( 2004 ) menyebutkan dua macam proses produksi sebagai

berikut :

1. Proseas produksi yang terus - menerus ( continuous process )

Ciri – ciri dari proses ini antara lain :

a) Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah besar dengan variasi

yang sangat kecil dan sudah di standarisasi.

b) Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan

alat berdasarkan pengerjaan.

c) Mesin – mesin yang digunakan bersifat khusus untuk menghasilkan

produk tersebut.

d) Apabila pada salah satu mesin terjadi kerusakan maka seluruh proses

akan berhenti.

2. Proses produksi yang terputus – putus

Proses produksi ini memiliki ciri – ciri, antara lain:

a) Produk yang dihasilkan dalam jumlah yang relatif kecil, namun

variasinya sangat besar dan berdasarkan pesanan.

14

b) Proses ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan

berdasar atas fungsi atau peralatan yang sama di kelompokkan pada

tempat yang sama pula.

c) Mesin yang digunakan adalah mesin yang bersifat umum, yang dapat

digunakan untuk menghasilkan bermacam – macam produk dengan

variasi yang hampir sama.

d) Proses produksi tidak mudah terhenti bila terjadi kerusakan pada salah

satu mesin.

e) Persediaan bahan mentah biasanya dalam jumlah yang besar.

2.3.7 Pengendalian Mutu

Menurut Assauri (2004), secara garis besar, pengendalian mutu dapat

dikelompokkan ke dalam dua tingkatan, yaitu :

a. Pengendalian Selama Pengolahan (Proses)

Banyak cara-cara pengendalian mutu yang berkaitan dengan proses yang

teratur. Contoh-contoh atau sample dari hasil diambil dalam jarak waktu yang

sama dan dilanjutkan dengan pengecekan statistik untuk melihat apakah proses

dimulai dengan baik atau tidak. Apabila mulainya salah, maka keterangan

kesalahan ini dapat diteruskan kepada pelaksana semula untuk penyesuaian

kembali. Pengawasan dari proses harus berurutan dan teratur. Menurut Muhandri

(2006), apabila input dan proses baik (terkendali) maka output akan baik juga

(terkendali). Sebaliknya apabila output tidak baik, salah satu input atau proses

tidak baik (tidak terkendali). Beberapa cara dilakukan untuk mengendalikan

proses yaitu melakukan pengendalian otomatis, menyusun dan melatihkan

prosedur-prosedur kerja yang digunakan karyawan untuk melakukan tugasnya,

15

memeriksa dan mengukur kinerja proses, melakukan analisis dan memberi umpan

balik kepada perbaikan input dan kondisi proses.

b. Pengendalian atas Barang/Hasil yang Telah Diselesaikan

Walaupun telah diadakan pengendalian mutu dalam tingkat-tingkat proses,

tapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang rusak atau kurang

baik. Untuk menjaga agar barang yang rusak tidak lolos dari pabrik sampai ke

konsumen, maka diperlukan adanya pengendalian atas produk akhir.

2.3.8 Pemasaran

Menurut Djatmiko (2005), pemasaran adalah proses sosial manajerial yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh apa yang konsumen butuhkan dan

inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk yang bernilai.

Pemasaran bisa diartikan sebagai bagian dari aktivitas pengelolaan perusahaan

yang memegang peranan penting dalam bisnis, terutama karena persaingan yang

begitu ketat sejak diberlakukannya perdagangan global.

Pemasaran merupakan aliran produk dari produsen ke konsumen disertai

dengan peningkatan nilai guna. Peningkatan nilai guna ini terwujud hanya apabila

terdapat lembaga pemasaran yang melaksanakan fungsi pemasaran atas komoditas

tersebut. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga pemasaran

bermacam-macam yang pada prinsipnya terdapat 3 (tiga) fungsi yaitu fungsi

pertukaran, fungsi fisik dan fungsi penyediaan fasilitas (Sudiyono, 2002).

2.3.9 Sanitasi

Sanitasi merupakan serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga

kebersihan. Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit/ kecelakaan dari

konsumsi pangan yang diproduksi dengan cara menghilangkan atau

16

mengendalikan faktor-faktor di dalam pengolahan pangan yang berperan dalam

pemindahan bahaya sejak penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan

penggudangan produk sampai produk akhir didistribusikan (Giyatmi dan Irianto,

2000).

Menurut Thaheer (2005), proses sanitasi dari suatu industri yang diterapkan

pada setiap komponen industri adalah :

a. Sanitasi pada bahan baku, merupakan tindakan penjagaan kebersihan pada

bahan baku yang sangat besar pengaruhnya terhadap mutu produksi.

b. Sanitasi mesin dan peralatan pengolahan yaitu tindakan penjagaan kebersihan

terhadap mesin dan perlatan pengolahan.

c. Sanitasi ruang pengolahan dan lingkungan yaitu tindakan penjagaan

kebersihan ruangan di sekitar tempat pengolahan dan lingkungan.

d. Sanitasi pekerja yaitu penjagaan kebersihan terutama pada para pekerja yang

bersentuhan langsung dengan bahan karena pekerja merupakan salah satu

faktor pembawa kontaminasi terhadap produk.

e. Sanitasi air proses, air merupakan salah satu komponen dasar dalam industri

pengolahan yang perlu dijaga kebersihannya karena air sering bercampur

dengan bahan pada saat proses produksi.

2.4 Limbah

Limbah Industri bersumber dari kegiatan industri baik karena proses

secara langsung maupun tidak langsung. Limbah yang bersumber langsung dari

kegiatan yaitu limbah yang terproduksi bersamaan dengan proses produksi sedang

berlangsung dimana produk dan limbah hadir pada saat yang sama sedangkan

17

limbah tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun sesudah proses

(Ginting, 2007).

Menurut Giyatmi (2000), limbah pada dasarnya merupakan suatu bahan

yang terbuang atau dibuang dari suatu aktivitas manusia atau proses alam yang

tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis bahkan dapat merugikan manusia.

Sesuai dengan sifatnya, limbah digolongkan menjadi 3 bagian , yaitu limbah

padat, limbah cair dan limbah gas. Dalam setiap proses produksi suatu industri

akan menghasilkan beberapa jenis limbah, dimana satu sama lain jenis dan

karakteristik limbah dari masing – masing industri berbeda satu sama lain. Hal

ini sangat tergantung pada input, proses serta output yang dihasilkan dalam suatu

industri (Nurika dkk, 2006).

2.4.1 Limbah Cair

Menurut Bishop (2000), limbah cair merupakan material sisa dari suatu

proses produksi yang mengandung bahan-bahan organik maupun anorganik yang

mempunyai karekteristik tertentu. Limbah cair industri berbeda satu sama lain dari

segi komponen penyusun, konsentrasi, dan jumlah dari industri ke industri dan

dari fasilitas ke fasilitas dalam industri. Limbah cair dapat bersifat asam atau

alkali yang mengandung bahan-bahan organik, nutrien yang disebabkan adanya

partikel atau padatan tersuspensi. Pada umumnya, limbah cair dapat

dikelompokkan berdasarkan karakteristik fisik, kimia dan biologi (Nurika dkk,

2006).

Limbah cair atau air limbah adalah air yang tidak terpakai lagi, yang

merupakan hasil dari berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Dengan semakin

bertambah dan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala kegiatanya, maka

18

jumlah air limbah juga mengalami peningkatan. Pada umumnya limbah cair

dibuang ke dalam tanah, sungai danau dan laut. Jika jumlah air limbah yang

dibuang melebihi kemampuan alam untuk menerima atau menampungnya, maka

akan terjadi kerusakan lingkungan (Siregar, 2005).

A. Karakteristik Limbah Cair

Menurut Siregar (2005), karakteristik limbah cair bisa dilihat dari sifat

racunnya atau sifat-sifat yang dimiliki. Seperti sifat fisika, kimia dan biologis

dengan melihat parameter yang diukur :

a. Berdasar sifat racunnya (sangat beracun, moderat, kurang beracun dan tidak

beracun).

b. Berdasar sifat yang dimiliki dengan melihat parameter yang diukur yaitu :

1. Fisika (padatan total, kekeruhan, daya hantar listrik (DHL), bau, suhu,

warna.

2. Kimia (organik, anorganik dan gas).

3. Biologis dengan melihat golongan mikroorganisme yang terdapat dalam

limbah cair tersebut maupun organisme pathogen yang ada

Limbah cair kelapa sawit mengandung konsentrasi bahan organik yang

relatif tinggi dan secara alamiah dapat mengalami penguraian oleh

mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Limbah cair

kelapa sawit umumnya berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan

tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan BOD tinggi

(Tobing,2000).

19

Tabel 2. Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit No Parameter Hasil pengujian1 2 3 4 5 6

BOD (mg/l) COD (mg/l) Minyak dan lemak (mg/l) pH TSS Temperatur

25.000 mg/l 40.000 mg/l 8.370 5 21.270 mg/l 50 C

Sumber : Tobing (2000).

B. Proses Pengolahan Limbah Cair

Menurut Tobing (2000), limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) dihasilkan

dari 3 tahap yaitu:

a. Proses sterilisasi (pengukusan) untuk memudahkan perontokan buah dari

tandanya, mengurangi kadar air untuk inaktifasi enzim lipase dan oksidase

b. Proses exstraksi minyak untuk

c. Proses pemurnian (klarifikasi) untuk membersihkan minyak dari kotoran

lain.

Sedangkan menurut Tobing (2000), teknik pengolahan limbah cair yang

biasanya diterapkan di PKS adalah :

1. Kolam penampung (fatfit)

Kolam ini berguna untuk menampung cairan-cairan yang masih mengandung

minyak yang berasal dari air kondensat dan stasiun klarifikasi

2. Unit Deoling Ponds

Limbah kemudian dimasukkan kedalam unit deoling ponds untuk dikutip

minyaknya dan diturunkan suhunya dari 70-800C menjadi 40-450C menara

atau bak pendingin.

20

C. Kolam pengasaman

Pada proses ini digunkan mikroba untuk menetralisir keasaman cairan

limbah. Pengasamaan bertujuaan agar limbah yang mengandung bahan

organik lebih mudah mengalami biodegradasi dalam suasana anaerobik.

Limbah cair dalam kolam mini mengalami asidifikasi yaitu terjadinya

kenaikan konsentarasi asam-asam yang mudah menguap. Waktu penahanan

hidrolis (WHP) limbah cair dalam kolam pengasaman ini selama 5 hari.

Kemudian sebelum diolah kedalam unit pengolahan limbah kolam anaerobik,

limbah dinetralkan terlebih dahulu denga menambahkan kapur tohor hingga

mencapai ph antara 7,0-7,5.

3. Kolam Anaerobic Primer

Pada proses ini memanfaatkan mikroba dalam suasana anaerobik atau

aerobik untuk merombak BOD dan biodegradasi bahan organik menjadi

senyawa asam dan gas. WPH dalam kolam mini mencapai 40 hari.

4. Kolam Anaerobic Sekunder

Adapun WHP limbah dalam kolam ini mencapai 20 hari. Kebutuhan lahan

untuk kolam anaerobik primer dan skunder mencapai 7 hektar untuk PKS

dengan kapasitas 30 ton TBS/Jam.

5. Kolam Pengendapan.

Kolam pengendapan ini bertujuan untuk mengendapkan lumpur-lumpur yang

terdapat dalam limbah cair. WHP limbah dlam kolam ini berkisar 2 hari.

Biasanya ini merupakan pengolahan terkhir sebelum limbah dialirkan

kebadan air dan diharapkan pada kolam mini limbah sudah memenuhi

standar baku mutu air sungai

21

D. Pengukuran Kualitas Limbah Cair

Limbah cair yang akan dibuang harus memiliki parameter lingkungan.

Parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas dari limbah cair tersebut,

yaitu :

Biological Oxygent Demand (BOD)

BOD (Biological Oxygent Demand) merupakan suatu analisa empiris yang

mencoba mendekatkan secara global proses mikrobiologis yang benar-benar

terjadi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban

pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan

secara biologis (Rachmawati dan Azizah, 2002).

Chemical Oxygent Demand (COD)

Jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7

digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Rachmawati dan

Azizah, 2002).

Total Suspended Solid (TSS)

Air mengandung padatan tersuspensi atau bisa juga padatan terlarut. Padatan

tersuspensi dapat berasal dari erosi dan dari plankton (Besselievre and

Schwartz, 1976). Padatan tersuspensi dapat menyebabkan kekeruhan dan

berkurangnya penetrasi sinar. Selain itu juga dapat menurunkan variasi dari

tanaman air yang membutuhkan cahaya untuk fotosintesis, menurunnya

populasi hewan air serta dapat juga menyebabkan penurunan kelarutan

oksigen dalam air (Barnes et,all, 1981).

22

Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung dalam satuan

milligram per liter. Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda

derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka

menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil (Sugiharto, 1987).

pH

Konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun dari air

limbah. Adapun kadar yang baik adalah kadar dimana masih memungkinkan

kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Air limbah dengan

konsentrasi air limbah yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis,

sehingga menggangu proses penjernihannya. pH yang baik bagi air minum

dan air limbah adalah netral (7). Semakin kecil nilai pH, maka akan

menyebabkan air tersebut berupa asam (Sugiharto, 1987).

Tabel 3. Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit

ParameterKadar Maksimum

(mg/l)Beban Pencemaran

(Kg/ton)BODCODTSSMinyak dan LemakNitrogen Total

1003502502550

0,250,880,630,0630,125

Ph 6,0 – 9,0Debit Limbah Maksimum sebesar 2,5 m3 per ton produk

Sumber: Bapedal (2004)

2.4.1 Limbah Padat

Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur

atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari

kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya berbentuk

limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran,

23

peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat:

kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri,

kulit telur, dll (Pranowo, 2008).

Sumber-sumber dari limbah padat sendiri meliputi seperti pabrik gula,

pulp, kertas, rayon, plywood, limbah nuklir, pengawetan buah, ikan, atau daging.

Secara garis besar limbah padat terdiri dari (Pranowo, 2008) :

1) Limbah padat yang mudah terbakar.

2) Limbah padat yang sukar terbakar.

3) Limbah padat yang mudah membusuk.

4) Limbah yang dapat di daur ulang.

5) Limbah radioaktif.

6) Bongkaran bangunan.

7) Lumpur

Menurut Pranowo (2008), faktor – faktor yang perlu kita perhatikan

sebelum mengolah limbah padat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jumlah Limbah

Sedikit dapat dengan mudah kita tangani sendiri. Banyak dapat membutuhkan

penanganan khusus tempat dan sarana pembuangan.

2. Sifat Fisik dan Kimia Limbah

Sifat fisik mempengaruhi pilihan tempat pembuangan, sarana pengankutan

dan pilihan pengolahannya. Sifat kimia dari limbah padat akan merusak dan

mencemari lingkungan dengan cara membentuk senyawa-senyawa baru.

24

3. Kemungkinan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.

Karena lingkungan ada yang peka atau tidak peka terhadap pencemaran,

maka perlu kita perhatikan tempat pembuangan akhir (TPA), unsur yang akan

terkena, dan tingkat pencemaran yang akan timbul.

4. Tujuan akhir dari pengolahan

Terdapat tujuan akhir dari pengolahan yaitu bersifat ekonomis dan bersifat

non-ekonomis. Tujuan pengolahan yang bersifat ekonomis adalah dengan

meningkatkan efisiensi pabrik secara menyeluruh dan mengambil kembali

bahan yang masih berguna untuk di daur ulang. Sedangkan tujuan pengolahan

yang bersifat non-ekonomis adalah untuk mencegah pencemaran dan

kerusakan lingkungan.

Limbah padat adalah hasil buangan industri berupa padatan, lumpur, bubur

yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi

dua bagian, yaitu limbah padat yaitu dapat didaur ulang, seperti plastik, tekstil,

potongan logam dan kedua limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis. Bagi

limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis dapat ditangani dengan berbagai

cara antara lain ditimbun pada suatu tempat, diolah kembali kemudian dibuang

dan dibakar (Rahayu 2009).

Menurut Rahayu (2009), perlakuan limbah padat yang tidak punya nilai

ekonomis sebagian besar dilakukan sebagai berikut:

1. Ditumpuk pada Areal Tertentu

Penimbunan limbah padat pada areal tertentu membutuhkan areal yang luas

dan merusakkan pemandangan di sekeliling penimbunan. Penimbunan. Ini

mengakibatkan pembusukan yang menimbulkan bau di sekitarnya, karena

25

adanya reaksi kimia yang rnenghasilkan gas tertentu. Dengan penimbunan,

permukaan tanah menjadi rusak dan air yang meresap ke dalam tanah

mengalami kontaminasi dengan bakteri tertentu yang mengakibatkan

turunnya kualitas air tanah. Pada musim kemarau timbunan mengalami

kekeringan dan ini mengundang bahaya kebakaran.

2. Pembakaran

Limbah padat yang dibakar menimbulkan asap, bau dan debu. Pembakaran

ini menjadi sumber pencemaran melalui udara dengan timbulnya bahan

pencemar baru seperti NOR, hidrokarbon, karbon monoksida, bau, partikel

dan sulfur dioksida.

3. Pembuangan

Pembuangan tanpa rencana sangat membahayakan lingkungan. Diantara

beberapa pabrik membuang limbah padatnya ke sungai karena diperkirakan

larut ataupun membusuk dalam air. Ini adalah perkiraan yang salah, sebab

setiap pembuangan bahan padatan apakah namanya lumpur atau buburan,

akan menambah total solid dalam air sungai.

Menurut Rahayu (2009), secara garis besar limbah padat dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Limbah padat yang mudah terbakar

2. Limbah padat yang sukar terbakar

3. Limbah padat yang mudah membusuk

4. Limbah berupa debu

5. Lumpur

6. Limbah yang dapat didaur ulang

26

7. Limbah radio aktif

8. Limbah yang menimbulkan penyakit

9. Bongkaran bangunan

Menurut Rahayu (2009), berdasarkan klasifikasi limbah padat serta akibat-

akibat yang ditimbulkannya sistem pengelolaan dilakukan menurut:

1. Limbah padat yang dapat ditimbun tanpa membahayakan.

2. Limbah padat yang dapat ditimbun tetapi berbahaya.

3. Limbah padat yang tidak dapat ditimbun.

Di dalam pengolahannya dilakukan melalui tiga cara yaitu pemisahan,

penyusutan ukuran dan pengomposan. Dimaksud dengan pemisahan adalah

pengambilan bahan tertentu kemudian diolah kembali sehingga mempunyai nilai

ekonomis. Penyusutan ukuran bertujuan untuk memudahkan pengolahan limbah

selanjutnya, misalnya pembakaran. Dengan ukuran lebih kecil akan lebih mudah

membawa atau membakar pada tungku pembakaran. Jadi tujuannya adalah

pengurangan volume maupun berat. Pengomposan adalah proses melalui biokimia

yaitu zat organik dalam limbah dipecah sehingga menghasilkan humus yang

berguna untuk memperbaiki struktur tanah. Banyak jenis limbah padat dari pabrik

yang upaya pengelolaannya dilakukan menurut kriteria yang telah ditetapkan

(Pranowo, 2008).

A. Pemanfaatan Limbah Padat Industri Kelapa Sawit

Menurut Andayani (2009), berbagai penelitian telah dilakukan

menunjukkan bahwa limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai

kebutuhan. Berikut akan dijelaskan manfaat limbah kelapa sawit yaitu :

27

1. TKKS untuk pupuk organik

Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk

organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan

tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah

pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik

juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Ada beberapa

alternatif pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan sebagai berikut.

a. Pupuk Kompos

Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses

fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh micro-organisme. Pada

prinsipnya pengomposan TKSS untuk menurunkan nisbah C / N yang

terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C / N tanah. Nisbah C / N

yang mendekati nibah C / N tanah akan mudah diserap oleh tanaman.

b. Pupuk Kalium

Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan

menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki kandungan

30-40%, K2O, 7% P2O5, 9% CaO, dan 3% MgO. Selain itu juga

mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200 ppm Fe, 1.00 ppm Mn, 400 ppm

Zn, dan 100 ppm Cu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang mengolah

kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan menghasilkan abu

tandan sebesar 10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton KCL; 2,2 ton kiersit; dan

0,7 ton TSP. dengan penambahan polimer tertentu pada abu tandan dapat

dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-38% dengan pH 8 – 9.

28

c. Bahan Serat

Tandan kosong kelapa sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat

digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret sebagai bahan

pengisi jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil dan

bahan pengepak industri.

2. Tempurung buah sawit untuk arang aktif

Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak

kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak.

Arang aktif juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri. Antara lain

industri minyak, karet, gula, dan farmasi.

3. Batang dan tandan sawit untuk pulp kertas

Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari

impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup

besar. Salah satu alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan

tandan kosong kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan

serat.

4. Batang kelapa sawit untuk perabot dan papan artikel

Batang kelapa sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan

menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat

dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture, atau

sebagai papan partikel. Dari setiap batang kelapa sawit dapat diperoleh kayu

sebanyak 0.34 m3.

29

5. Batang dan pelepah sawit untuk pakan ternak

Batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada

prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan

pakan ternak, yaitu pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan

perlakuan NaOH dan yang ketiga adalah pengolahan dengan menggunakan

uap.

2.4.3 Limbah Gas

Selain limbah padat dan cair, industri pengolahan kelapa sawit juga

menghasilkan limbah bahan gas. Limbah gas ini antara lain gas cerobong dan uap

air buangan pabrik kelapa sawit (Yan Fauzi, 2002).

Kualitas udara dapat menurun karena adanya limbah gas. Gas-gas dan

partikulat-partikulat udara yang melayang ke udara akibat dari pembakaran

incinerator dan boiler merupakan sumber dari pencemaran udara tersebut. Limbah

gas ini mengandung berbagai jenis polutan seperti partikel debu, CO2 dan bahan

lain. Penanganan yang dilakukan saat ini membuat cerobong asap incinerator

tinggi dari permukaan tanah, sehingga udara yang terkena polusi tidak akan

terhirup oleh orang yang berada di sekitar pabrik. Perusahaan kelapa sawit

mengolah sendiri limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan ( Pahan, 2008).