BAB 1 A. Latar Belakang

14
1 BAB 1 A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan informasi sejak munculnya internet menjadi suatu perkembangan dalam pera dapan manusia. Dunia online yang banyak digunakan masyarakat dalam segala aspek kehidupan menjadikan internet suatu kebutuhan hidup. Internet tidak hanya digunakan sebagai sarana komunikasi tetapi juga sebagai sarana bisni shingga kepentingan politik. Kemudahan yang didapat dari internet sering kali membuat orang atau pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab dengan merugikan orang lain. Khususnya dalam bidang perekonomian, internet membawa sisi positif maupun negatif, sisi positif karena internet memberikan kemudahan transaksi jual-beli yang dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun sehingga lebih efektif dan efisien waktu bagi penjual maupun pembeli tanpa harus saling bertatap muka atau bertemu. Hal inilah yang menjadi tren sejak 2 tahun terakhir, bahwa transaksi jual-beli banyak dilakukan secara online menggunakan media internet. Transaksi jual-beli yang merupakan kegiatan bisnis perdagangan melalui internet dikenal dengan istilah Electronic Commerce (e-Commerce). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE), menjelaskan transaksi jual-beli melalui internet termasuk dalam transaksi yang menggunakan sistem elektronik internet, sehingga dalam bahasa undang-undang disebut transaksi elektronik. Pengertian transaksi elektronik dalam Pasal 1 angka 2 UU ITE,

Transcript of BAB 1 A. Latar Belakang

Page 1: BAB 1 A. Latar Belakang

1

BAB 1

A. Latar Belakang

Kemajuan teknologi dan informasi sejak munculnya internet menjadi

suatu perkembangan dalam pera dapan manusia. Dunia online yang banyak

digunakan masyarakat dalam segala aspek kehidupan menjadikan internet

suatu kebutuhan hidup. Internet tidak hanya digunakan sebagai sarana

komunikasi tetapi juga sebagai sarana bisni shingga kepentingan politik.

Kemudahan yang didapat dari internet sering kali membuat orang atau

pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab dengan merugikan orang

lain. Khususnya dalam bidang perekonomian, internet membawa sisi positif

maupun negatif, sisi positif karena internet memberikan kemudahan transaksi

jual-beli yang dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun sehingga lebih

efektif dan efisien waktu bagi penjual maupun pembeli tanpa harus saling

bertatap muka atau bertemu. Hal inilah yang menjadi tren sejak 2 tahun

terakhir, bahwa transaksi jual-beli banyak dilakukan secara online

menggunakan media internet.

Transaksi jual-beli yang merupakan kegiatan bisnis perdagangan

melalui internet dikenal dengan istilah Electronic Commerce (e-Commerce).

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE), menjelaskan transaksi jual-beli

melalui internet termasuk dalam transaksi yang menggunakan sistem

elektronik internet, sehingga dalam bahasa undang-undang disebut transaksi

elektronik. Pengertian transaksi elektronik dalam Pasal 1 angka 2 UU ITE,

Page 2: BAB 1 A. Latar Belakang

2

memberikan difinisi bahwa transaksi elektronik adalah “perbuatan hukum

yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan Komputer, dan/atau

media elektronik lainnnya.”1

Pengertian transaksi elektronik dalam UU ITE memberikan gambaran

bahwa pemerintah mendukung kegiatan transaksi elektronik tersebut,

berdasarkan pertimbangan bahwa pemanfaatan internet untuk perdagangan

dan pertumbuhan perekonomian nasional dapat mewujudkan kesejahteraan

masyarakat.2 Disisi lain, pemanfaatan internet juga mempunyai dampak

negatifnya, salah satunya adalah timbulnya kejahatan online (cyber crime).

Dampak negatif dapat timbul apabila terjadi kesalahan baik disengaja atau

tidak disengaja dengan menggunakan komputer dan akses internet yang akan

mengakibatkan kerugian bagi pemakaiatau pihak-pihak yang berkepentingan.

Kesalahan yang di sengaja mengarah kepada penyalahgunaan komputer dan

teknologi internet.3 Potensi kejahatan menjadi lebih besar karena dapat

dilakukan lebih mudah karena dapat menggunakan identitas fiktif dan tanpa

adanya tatap muka antara pihak-pihak yang terlibat.

Salah satu kejahatan yang sering terjadi dalam media internet adalah

penipuan dengan mengatasnamakan bisnis online menggunakan media

internet. Tingginya kegiatan bisnis online di Indonesia membuka celah bagi

1 Lihat, Pasal 1 Butir 2 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, pasal 1 butir 2. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

58. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843. 2Lihat, Pertimbangan Butir e Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elekronik. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58. Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843. 3Andi Hamzah. 1990. Aspek – Aspek Pidana di Bidang Komputer. Jakarta. Sinar Grafika.

halaman 23 – 24.

Page 3: BAB 1 A. Latar Belakang

3

pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan suatu tindak kejahatan

yang menyebabkan kerugian bagi orang lain.4 Demi mendapatkan keuntungan

dan memperkaya diri sendiri, para pelaku melanggar aturan dan norma-norma

hukum yang berlaku. Bisnis secara online mempermudah para pelaku

penipuan dalam melakukan aksinya.5

Proses jual beli online/bisnis online disebut e-commerce atau electroni

commerce pada dasarnya bagian dari electronic business.6 Transaksi

Elektronik merupakan suatu kontak transaksi perdagangan antara penjual dan

pembeli dengan media internet, dimana untuk pemesanan, pengiriman sampai

bagaimana system pembayaran dikomunikasikan melalui internet.7

Keberadaan e-commerce merupakan alternatif yang menjanjikan untuk

diterapkan pada saat ini, karena e-commerce memberikan banyak kemudahan

bagi kedua belah pihak yaitu pihak penjual dan pihak pembeli didalam

melakukan perdagangan sekalipun para pihak berada di dua dunia yang

berbeda.

Bisnis secara online memang mempermudah para pelaku penipuan

dalam melakukan aksinya. Penipuan dengan modus penjualan melalui media

internet akhir-akhir ini, dengan menggunkan promosi harga murah atau harga

yang jauh dibawah dari harga standart di pasaran pada umumnya. Sehingga

membuat banyak orang tertarik untuk membelinya, meski penipuan bisnis

4Abdul Wahididan M. Labib. 2005. Kejahatan Mayantara (cybercrime). Bandung. Refika

Aditama. Halaman 25. 5Ibid. halaman 27. 6Niniek Suparni. 2009. Cyberspace Problematika & Antisipasi Pengaturannya. Jakarta.

Sinar Grafika. halaman 28. 7Ibid. halaman 29.

Page 4: BAB 1 A. Latar Belakang

4

online sudah beberapa terkuak, namun penindakan oknum terhadap tindakan

tersebut banyak yang belum sampai keranah hukum. Ini disebabkan para

korban penipuan online enggan untuk melaporkan kepada penegak hukum

dikarenakan nilai nominal kerugian tidak sampai Rp. 1.000.000,-. Sedangkan

tindak pidana penipuan dikatagorikan sebagai delik biasa.

Tindak pidana penipuan melalui bisnis online dapat dikaji dengan

menggunakan dua undang-undang yaitu UU ITE dan Pasal 378 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan rumusan pasal sebagai

berikut:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri

atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama

palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat,

ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk

menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi

utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan,

dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”8

Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak

pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam

transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang

menyatakan:

“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita

bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen

dalam Transaksi Elektronik.”

Kedua rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP

tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal

8Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, Bab XXV, pasal 378.

Page 5: BAB 1 A. Latar Belakang

5

378 KUHP mengatur penipuan, sementara Pasal 28 ayat (1) UU

ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian

konsumen dalam transaksi elektronik. Walaupun begitu, kedua tindak pidana

tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi

orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan

adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana

diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.Tindakanpenipuan pada

bisnis online belum diatur jelas pada UU ITE padahal penipuan tersebut

menggunakan media internet sebagai alat penipuan. Sehingga terdapat

ambiguitas kapan pihak penyidik di kepolisian menentukan kapan harus

menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-

ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE.

Saat ini kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen dari

transaksi elektronik jumlahnya banyak. Selain itu seringkali kasus penipuan

dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai

transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Sehingga hal tersebut dapat

diketahui bahwa penegakan hukum yang kurang tegas dan jelas terhadap

pelaku tindak pidana penipuan bisnis online, seringkali mejadi pemicu tindak

pidana penipuan ini.9

Beberapa contoh kasus tindak penipuan online terjadi di salah satu online

shop shopee, pada tanggal 3 Januari 2017 pukul 16:54 korban memesan

Playstation di Shopee seharga Rp 2.400.000, korban membayar melalui

9Sutan Remy Sjahdeini. E-Commerce (Tinjauan Dari Aspek Hukum dan Perspektif

Hukum), merupakan makalah yang disajikamn pada Sosialisasi Transaksi E-Commerce, yang

diselenggarakan di Gedung Bank BNI pada tanggal 7 Juni 2000. halaman 2

Page 6: BAB 1 A. Latar Belakang

6

transfer Bank (virtual account). Penipuan dilakukan Pada tanggal 4 Januari

2017, pukul 19:53 dimana pelaku menelpon korban mengatasnamakan

Shopee mengatakan ada pembaharuan aplikasi Shopee sehingga meminta

verifikasi akun yang akan dikirimkan ke nomor hp korban. Korban tertipu

sehingga akun tersebut berpindah tangan kepada pelaku. Korban menelpon

pihak Shopee untuk mengurus kejadian ini, meminta untuk melaporkan kasus

sehingga uang korban dapat kembali. Tetapi pihak Shopee menolak dan tidak

mau mengurus. Pihak Shopee ingin lepas tangan dan saat korban telepon dia

agak membentak.10

Kasus lain terjadi online shop shopee, penipuan terjadi pada tanggal 9

Juli 2017 pukul 20:54 dengan modus yang sama pada kasus pertama dimana

Korban mendapatkan telpon dan sms dengan mengatasnamakan Shopee

untuk menanyakan akun, alamat dan meminta kode dari Shopee. akhirnya

akun tersebut berpindah menjadi milik penipu. selanjutnya korbanpun

menghubungi pihak Shopee untuk mengajukan masalah ini. Dan sampai saat

ini belum ada kejelasannya.11

Kasus selanjutnya terjadi juga pada online shop Shopee, pada tanggal

18 Desember 2016 korban melakukan pemesanan dua item kosmetik dengan

seller Youni Shop. Tanggal 23 Januari 2017, pesanan datang dan hanya ada

satu item. Otomatis korban langsung kompalin dengan mengajukan email ke

pihak shopee. Email korban segera di balas dan diberikan nomor tiket

pengajuan. Namun setelah berminggu-minggu menunggu follow up case

10Penipuan pembelian PS3 di shopee. https://www.kaskus.co.id. Diakses tanggal 27 Juli

2017 11Penipuan melalui akun Shopee. https://www.kaskus.co.id.Diakses tanggal 27 Juli 2017

Page 7: BAB 1 A. Latar Belakang

7

refund, pihak Shopee mengirimkan email dengan klaim bahwa pihak mereka

sudah melakukan refund ke rekening korban dengan mengirimkan bukti

refund palsu. Namun, korban sudah kroscek mutasi rekening dari awal

Januari hingga kini belum ada transaksi yang masuk dari pihak Shopee.12

Ketiga kasus tersebut membuktikan bahwa tindak pidana penipuan dengan

menggunakan internet sangat mudah dilakukan dengan modus yang bermacam-

macam. Ketiga kasus tersebut menunjukkan bahwa korban pelaku bertindak

sebagai konsumen atau pembeli. Sebelum adanya Undang-Undang tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik, penanganan mengenai kejahatan dunia maya e-

Commerce sulit untuk diselidiki karena kurangnya unsur-unsur pengaturan

kejahatan ini dipasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pihak kepolisian sulit mencari alat bukti dalam menangkap pelaku penipuan

bisnis online karena tidak adanya saksi didalam transaksi jual-beli, tidak adanya

perjanjian jual-beli hanya berdasarkan kepercayaan satu sama lain dengan

perjanjian jual-beli lisan.Sehingga walaupun polisi sudah menangkap pelaku

dengan bukti sebuah buku rekening dengan sejumlah uang yang ditransfer korban,

tetap saja belum bisa membuktikan tersangka sebagai pelaku tindak pidana.

Sedangkan didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 5

ayat (1) bagian A angka 2, dalam pemeriksaan polisi berkewajiban mencari bukti-

bukti yang nyata tersangka melakukan tindak pidana. Untuk bisa membawa perkara

lebih lanjut ketahap penuntutan, setidaknya penyidik menemukan minimal 2 alat

bukti yang sah. Sehingga apabila penyidik tidak bisa menemukan minimal 2 alat

12Ibid.

Page 8: BAB 1 A. Latar Belakang

8

bukti maka menurut pasal 7 ayat 1 butir I KUHAP, penyidik dapat melakukan

penghentian penyidikan dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian

Penyidikan (SP3). Kenyataan seperti ini merupakan hal-hal yang harus mendapat

perhatian dan pemikiran untuk dicarikan solusinya, karena transaksi jual beli yang

dilakukan melalui internet tidak mungkin terhenti, bahkan setiap hari selalu

ditemukan teknologi terbaru dalam dunia internet, walaupun sekarang ini sudah

adanya UU ITE tetapi perlindungan dan kepastian hukum bagi para pengguna

internet yang mau membeli dan menjual barang di Internet masih belum

mencukupi.

Dari latar belakang diatas, membuat penulis ingin meneliti lebih jauh

mengenai tindak pidana yang sekarang ini banyak terjadi tetapi perkaranya

sebagian besar masih belum sampai tahap persidangan. Oleh karenanya perlu

diketahui lebih jauh mengenai tindak pidana penipuan bisnis online ini, peraturan

apa saja yang digunakan untuk upaya penanggulangannya oleh aparat penegak

hukum serta perlindungan bagi konsumen. Berdasarkan hal tersebut penulis

mengajukan skripsi yang berjudul “ANALISA YURIDIS

PENYALAHGUNAAN INTERNET UNTUK TINDAK PIDANA

PENIPUAN BISNIS ONLINE DI INDONESIA (Berdasarkan Pasal 378

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik).”

Page 9: BAB 1 A. Latar Belakang

9

B. RumusanMasalah

1. Bagaimana pengaturan tindak pidana penipuan bisnis online dalam

KUHP Pasal 378 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik?

2. Bagaimana kaitan tindak pidana penipuan dalam KUHP Pasal 378 dan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik ?

C. Tujuan

Untuk mencapai hasil yang tepat maka setiap penulisan ini

memerlukan adanya penentuan suatu tujuan. Secara umum yang menjadi

tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan tindak pidana penipuan bisnis online

dalam KUHP Pasal 378 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. Untuk mengetahui kaitan tindak pidana penipuan dalam KUHP Pasal

378 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

Page 10: BAB 1 A. Latar Belakang

10

D. Manfaat

Atas dasar latar belakang, maksud dan tujuan sebagaimana penulis uraikan

diatas maka penulis berharap karya tulis ini dapat mempunyai manfaat

sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat sumbangan

pemikiran dalam hukum pidana di Indonesia. Serta, karya tulis ini

diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan studi,

teori-teori serta menambahkan pengetahuan ilmu hukum pidana di

Indonesia.

2. Secara Praktis

Penulisan hokum ini diharapkan dapat memberikan manfaat sumbangan

pemikiran dalam hokum pidana di Indonesia. Khususnya dalam kajian

terkait penipuan menggunakan media internet.

E. Kegunaan

1. Bagi Penulis

Karya tulis ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dan

mengembangkan cakrawala berpikir penulis, khususnya menyangkut

hukum pidana.

2. Bagi Pemerintah

Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi masukkan, sumbangan

pemikiran, serta kontribusi bagi pemerintah untuk terus berbenah dalam

Page 11: BAB 1 A. Latar Belakang

11

peraturan perundang-undangan dan terkait penegakan tindak pidana

penipuan melalui bisnis online di Indonesia.

3. Bagi masyarakat

Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

sumbangan pemikiran pada masyarkat luas tentang penipuan melalui

bisnis online.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian

masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai

tujuan penelitian atau penulisan.13 Sebuah penelitian tidak akan lepas

dari metode yang akan digunakan, dalam kaitannya dengan

permasalahan yang dikemukakan maka metode yang digunakan adalah

metode yuridis normatif.14 Menggunakan pendekatan yuridis normatif,

yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti undang-

undang dan didukung dengan literatur yang ada mengenai pokok

masalah, melihat hukum sebagai norma yang ada di masyarakat.

Peneliti perlu menggunakan pendekatan dalam setiap analisisnya.

Pendekatan ini bahkan akan dapat menentukan nilai dari hasil penelitian

13Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya

Bakti. Halaman 112. 14Soejono Soekamto dan Sri Mamudji. 2011. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat). Jakarta: Rajawali Press. Halaman 13-14.

Page 12: BAB 1 A. Latar Belakang

12

tersebut.15 Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan,

yakni dengan mempelajari jurnal-jurnal, buku-buku, peraturan

perundang-undangandan dokumen lain yang berhubungan dengan

penelitian ini.16

2. Jenis Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer: Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

b. Bahan Hukum Sekunder: Data sekunder adalah data yang diperoleh

dari studi pustaka berupa buku-buku, jurnal-jurnal, makalah atau

sumber-sumber yang lain yang berhubungan dengan penulisan

skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan hukum yang

memberikan petunjuk atau penjelasan bahan-bahan hukum primer

dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus

hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum : Studi Dokumen, Studi Pustaka

Teknik Analisa Bahan Hukum : Analisa terhadap bahan hukum yang

dalam penulisan hukum normatif17 adalah analisis (content analysis),

15Dr. Mukti fajar ND dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif

dan Emiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 184 16Op.cit. Halaman 52 17Menurut Hans Kelsen, dalam kenyataan, hukum, moral dan politik saling terjalin secara

erat. Karena itu orang harus mendekati hukum pada struktur formalnya. Padanya keberlakuan

normatif cocok. Positivitas dan keberlakuan kaidah hukum tidak diidentikan. Positivitas, di

Page 13: BAB 1 A. Latar Belakang

13

analisa perbandingan (comparative anlysis), analisa kesesuaian dan atau

analisa keselarasan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis membagi dalam 4

bab dan masing-masing bab terdiri atas sub yang bertujuan agar

mempermudah pemahamannya. Adapun sistematika penulisannya sebagai

berikut18

BAB 1 PENDAHULUAN

Merupakan bab yang memuat pendahuluan yang meliputi latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang kajian-kajian teoritik yang berkaitan dengan

permasalahan yang diangkat, antara lain Penyalagunaan, Internet, Tindak

Pidana Penipuan, Bisnis Online/ Transaksi Elektronik (E-Commerce) dan

Perlindungan Konsumen.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi mengenai uraian pembahasan yang diangkat oleh penulis

serta dianalisis secara content, comparative, dan dianalisa kesesuaian atau

samping efektivitas, adalah syarat mutlak (noodzakelijke voorwaarde) untuk keberlakuan normatif

suatu tatanan hukum. Lihat J.J.H. Bruggink. 1999. Refleksi tentang Hukum. Bandung: PT. Cipta

Aditya Bakti. Halaman 151-152. 182012. Pedoman Penulisan Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Muhammadiyah

Malang. Halaman 22-24.

Page 14: BAB 1 A. Latar Belakang

14

keselarasan berdasarkan kenyataan yang ada (yang terjadi) didukung dengan

teori-teori yang relevan dengan permasalahan dalam penulisan ini.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini dimana berisi

kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya serta berisi saran penulis dalam

menanggapi permasalahan yang menjadi fokus kajian.