Bab 1 - 6

52
HANDOUT MEKANIKA TEKNIK SEMESTER III Buku Rujukan : Beer P, Ferdinand, 1987. Mechanics for Engineers Statics. Mc Graw-Hill Book Company Dwi Basuki Wibowo. 1997. Mekanika Teknik Statika. Course Note Fakultas Teknik. Undip. Meriem, J. L., 1987. Engineeering Mechanics Volume I Statics. Second Edition. John Willey and Sons Inc. Pengampu : Satyawantjana A, ST Ir. Slamet Priyoatmodjo 1

description

mekanika fluida

Transcript of Bab 1 - 6

Page 1: Bab 1 - 6

HANDOUT

MEKANIKA TEKNIK SEMESTER III

Buku Rujukan :Beer P, Ferdinand, 1987. Mechanics for Engineers Statics.

Mc Graw-Hill Book Company Dwi Basuki Wibowo. 1997. Mekanika Teknik Statika.

Course Note Fakultas Teknik. Undip.Meriem, J. L., 1987. Engineeering Mechanics Volume I Statics.

Second Edition. John Willey and Sons Inc.

Pengampu :

Satyawantjana A, STIr. Slamet Priyoatmodjo

PROGRAM STUDI TEKNIK ENERGI

JURUSAN TEKNIK MESIN

POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

2009

1i

Page 2: Bab 1 - 6

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I SISTEM GAYA ......................................................................... 1

1.1. Pendahuluan ......................................................................... 1

1.2. Prinsip Dasar Mekanika Teknik .............................................1

1.3. Penjumlahan Gaya .................................................................2

1.4. Penguraian Gaya ....................................................................5

BAB II MOMEN .......................................................................................8

2.1. Moinen Gaya Terhadap Sumhu..............................................8

2.2. Momen Suatu Kopel ..............................................................8

2.3. Momen Kopel Ekivalen .........................................................9

BAB III KESEIMBANGAN .....................................................................12

3.1. Diagram Benda Bebas ..........................................................12

BAB IV STRUKTUR ................................................................................15

4.1. Konsep Rangka Batang ........................................................15

4.2. Konsep Kerangka dan Mesin ...............................................24

4.3. Konsep Balok .......................................................................27

BAB V TITIK BERAT ............................................................................31

5.1. Titik Berat Bidang ................................................................31

5.2. Titik Berat Garis ...................................................................32

5.3. Titik Berat Volume ..............................................................33

BAB VI GESEKAN ..................................................................................36

6.1. Teori Dasar Gesekan ............................................................36

6.2. Sudut Gesekan ......................................................................36

6.3. Gesekan Baji ........................................................................37

6.4. Gesekan Ulir .........................................................................38

6.5. Gesekan Bantalan Luncur ....................................................39

6.6. Gesekan Bantalan Dorong ....................................................40

6.7. Gesekan Roda .......................................................................41

6.8. Gesekan Sabuk .....................................................................41

2

Page 3: Bab 1 - 6

3

Page 4: Bab 1 - 6

BAB 1

SISTEM GAYA

1.1. Pendahuluan

Gaya tarik yang bekerja pada kabel terhadap bracket diperlihatkan pada gambar yaitu

dengan vektor gaya F, sudut Ө, dan lokasi titik tangkap A. Perubahan salah satu dari 3

spesifikasi diatas akan berubah pengaruhnya pada bracket tersebut. Jadi untuk

mempresentasikan gaya diperlukan 3 spesifikasi yaitu : besar, arah, dan titik tangkap.

Gambar 1.1. Konsep Gaya

1.2. Prinsip Dasar Mekanika Benda Kaku

Dalam mekanika benda kaku terdapat 6 prinsip dasar yang melandasi pada proses

pemecahan masalah, yaitu :

1. Hukum Paralellogram atau jajaran genjang

Yaitu resultan gaya-gaya luar yang bekerja pada benda merupakan jumlah vektor yang

mengikuti jajaran genjang.

2. Prinsip Transmisibilitas

Yaitu gaya-gaya yang bekerja pada benda kaku dapat dipindahkan titik tangkapnya dengan

besar dan arah yang sama sepanjang garis kerjanya tanpa terpengaruh pada keadaan

benda semula.

Gb.1.2. Hukum Paralellogram G b. 1.3. Prinsip Transimibilitas

3. Hukum Newton

4

Page 5: Bab 1 - 6

Jika resultan gaya yang bekerja para partikel = 0 (dalam bentuk matematis F = 0), partikel

akan diam (jika awalnya diam) atau akan bergerak lurus dengan kecepatan konstan (jika

awalnya bergerak). Hukum ini yang melandasi mekanika statika.

4. Hukum Newton II

Jika resultan gaya yang bekerja pada partikel F≠0 (dalam bentuk matematis F = ma),

maka partikel akan mengalami percepatan yang searah dan sebanding dengan resultan

gayanya. Hukum ini yang melandasi persamaan mekanika dinamika.

5. Hukum Newton III

Gaya-gaya aksi dan reaksi antara benda-benda yang berkontak akan sama besar, segaris

kerja dan berlawanan arah.

6. Hukum Gravitasi Newton

Bila 2 buah partikel masing-masing bermassa M dan m, keduanya terpisah jauh r, maka

akan timbul gaya tarik-menarik yang arahnya saling berlawanan, segaris kerja dan sama

besar, dimana besarnya berbanding lurus dengan perkalian antar massa serta berbanding

terbalik dengan kuadrat jaraknya.

F =

dimana, F = gaya tarik-menarik

G = konstanta gravitasi

1.3. Penjumlahan Gaya

Bila ada 2 buah gaya F1 dan F2 yang sebidang maka penjumlahannya mengikuti hukum

jajaran genjang, dimana garis kerja hasil penjumlahan 2 gaya tersebut harus melalui titik sekuti

garis kerja gaya F1 dan F2. Apabila gaya F1 dan F2 garis kerjanya sejajar maka agar diperoleh

titik sekuti dari 2 vektor tersebut, masing-masing vektor (F1 dan F2) harus ditambahkan gaya

semu yang sama besar, segaris kerja dan berlawanan arah (lihat gambar).

Gb. 1.4. Penjumlah gaya dalam bidang

5

Page 6: Bab 1 - 6

Gb. 1.5. Penjumlah gaya yang sejajar

a. Dengan Analitis

1. Rumus segitiga siku-siku

· Langkah pertama, uraikan semua gaya pada sumbu x dan y

· Langkah kedua, jumlahkan pada sumbu x dan y

· Langkah ketiga jumlahkan Fx dan Fy

R =

Arah Resultante gaya (R) terhadap sumbu x adalah :

1 = arc tan

2. Rumus Sub Resultante

Gb. 1.6 Penjumlahan Gaya Sub Resultante

b. Dengan Grafis

6

Page 7: Bab 1 - 6

Penjumlahan gaya dengan grafis membutuhkan kecermatan dalam penggambaran,

baik tebal garis maupun sudut (arah) gaya, serta besar gaya yang digambarkan oleh

sebuah garis. Penjumlahan gaya-gaya .tersebut mengikuti aturan Poligon Gaya, yaitu

dengan menggambarkan besar dan arah salah satu gaya sesuai skala, kemudian berturut-

turut gaya berikutnya sampai gaya yang terakhir. Garis yang menghubungkan antara

pangkal gaya pertama dengan ujung panah gaya yang terakhir adalah merupakan besar

resultante gaya-gaya yang bekerja (R).

Gambar 1.7. Poligon Gaya

Paralellogram Gaya, yaitu menggambarkan dua buah gaya menjadi empat persegi

panjang atau jajaran genjang. Kemudian dari resultants kedua gaya tersebut dibuat lagi

jajaran genjang dengan gaya berikutnya, demikian seterusnya sampai resultante terakhir

dengan gaya yang terakhir. Resultante gaya terakhir adalah merupakan resultante semua

gaya-gaya yang bekerja, lihat gambar di bawah.

Gambar 1.8. Paralelogram Gaya

Gaya Pada Beberapa Titik Tangkap

7

Page 8: Bab 1 - 6

Penjumlahan gaya pada beberapa titik tangkap dengan cara grafis, salah satunya adalah

menggunakan Poligon Gaya, sedangkan untuk mengetahui letak resultante gaya yaitu dengan

bantuan lukisan kutup.

Contoh soal

Tentukan resultante dari gaya-gaya yang bekerja, serta letak resultante terhadap titik A

Gambar 1.9 Penjumlahan Gaya Di beberapa Titik Tangkap

1.4. Penguraian Gaya

Dua kasus yang perlu diperhatikan dalam penguraian gaya :

1. Salah satu dari komponen P diketahui. Komponen Q diperoleh dengan menggunakan

hukum segitiga dan dengan menghubungkan ujung P ke ujung F (lihat gambar), besar dan

arah Q ditentukan secara grafis atau ilmu ukur segitiga.

Sekali Q ditentukan, kedua komponen P dan Q bereaksi pada titik A.

2. Garis aksi dari setiap komponen diketahui. Besar dan arah komponen diperoleh dengan

menggunakan hukum jajaran genjang dan dengan menggambarkan garis melalui ujung F,

sejajar dengan garis gaya yang diketahui (lihat gambar). Cara ini akan memberikan dua

komponen P dan Q, yang dapat ditentukan secara grafis atau secara ilmu segitiga dengan

rumus sinus.

8

Page 9: Bab 1 - 6

Gambar 1.10. Penguraian Gaya

Contoh soal

Hitung gaya yang diderita batang I (F1) dan batang II (F2), akibat beban yang bekerja sebesar F

= 600 N

Gb.1.11. Contoh Penguraian Gaya

Jawab :

Karena konstruksi harus dalam keadaan seimbang, maka ketiga gaya yang bekerja

padanya haruslah membentuk suatu segitiga tertutup, yaitu segitiga gay a. Harga batang I (F1)

dan batang II (F2) yang merupakan gaya batang dapat diperoleh secara grafis bila segitiga ini

digambarkan dengan skala atau dapat pula harganya diperoleh dengan cara trigonometri.

Diagram Benda Bebas

9

Page 10: Bab 1 - 6

Segitiga Gya

Gb.1.12. Solusi Penguraian Gaya

Dari Rumus Sinus :

10

Page 11: Bab 1 - 6

BAB 2

MOMEN

Suatu konsep penting yang berhubungan dengan efek sebuah gaya terhadap benda tegar

adalah momen dari gaya tersebut terhadap sebuah sumbu yang lain sebuah momen kopel yaitu

kombinasi dua gaya yang mempunyai besaran sama, garis kerja / aksi sejajar dan berlawanan

arah.

2.1. Momen Gaya Terhadap Sumbu

Kecenderungan sebuah gaya untuk memutar sebuah benda tegar disekitar sebuah sumbu

diukur oleh momen gaya terhadap sumbu itu. Momen MA dari sebuah gaya F terhadap suatu

sumbu melalui A, atau dengan singkat momen F terhadap A, didefinisikan sebagai perkalian

besar gaya F dengan jarak tegak lurus dari A ke garis aksi F

Gb. 2.1 Momen Gaya

2.2. Momen Suatu Kopel

Pengertian kopel adalah dua gaya yang besarnya sama, garis aksinya sejajar, dan

arahnya berlawanan, dengan demikian membentuk suatu kopel

Gb. 2.2. Momen Kopel

11

Page 12: Bab 1 - 6

Akibat kopel bekerja pada suatu benda, timbul momen yang disebut dengan momen kopel.

Besarnya.momen kopel adalah :

Gaya dikalikan jarak antara kedua gaya tersebut

M =F . [Nm]

Apabila sebuah kopel bekerja pada suatu bidang maka momen kopel disembarang titik pada

bidang itu sama besar, yaitu :

Gaya kali jarak antara kedua gaya yang bekerja

Gb. 2.3. Momen Kopel Pada Bidang

Momen disembarang titik

MA = F[c + b + a] – F . a = Fc + Fb + Fa - Fa

= Fc + Fb = F (c + b)

MB = F[c + b] – F . 0 = F(c + b)

Mc = F . c + F . b = F (c + b)

MD = F [b + e] + F . f = Fb + Fe + Ff = Fb + F(e + f)

= Fc + Fb = F(c + b)

ME = F . (c + b)

MF = F(b + c + d) – Fd = Fc + Fb + Fd - Fd

= F + Fb = F(c + b)

2.3. Momen Kopel Ekivalen

Momen kopel ekivalen adalah : besar suatu momen pada sembarang titik pada suatu

bidang sama besar meskipun kondisi pembebanan berbeda.

Besar momen yang dimaksud yaitu gaya kali jarak antara kedua gaya yang bekerja

12

Page 13: Bab 1 - 6

Gb.2.4. Momen Kopel Ekivalen

Dua kopel dapat diganti oleh kopel tunggal yang momennya mempunyai besar yang

sama dengan jumlah aljabar dari kedua momen semula, arah kopel berlawanan maka tanda

berlawanan.

Gb 2.5. Prinsip Penggantian Dua Momen Kopel

Gb. 2.6. Prinsip Pemindahan Momen Kopel

Kopel ekivalen mempunyai efek yang sama pada setiap kasus, hasil kali F.1 diperoleh sebesar

30000 Nmm

Contoh Soal 1

Gantikan momen kopel Ma = 4000 Nmm dengan sebuah kopel dan beberapa gaya kopel

tersebut.

Gb.2.7. Soal Momen Kopel I

13

Page 14: Bab 1 - 6

Contoh soal 2

Gb.2.8. Soal Momen Kopel Ekivalen

Gantilah kopel dan gaya yang tergambar disebelah ini dengan gaya tunggal ekivalen yang

diterapkan pada lengan.

Jawaban :

Ml = 200. 120

= 24000 Nmm =24Nm

M2 = 400. 150

= 60000 Nmm = 60 Nm

Gb. 2.9. Solusi Momen Kopel Ekivalen

14

Page 15: Bab 1 - 6

Jadi kopel ekivalen pada lengan :

Ml + m2 = 24 Nm + 60 Nm = 84 Nm

15

Page 16: Bab 1 - 6

BAB 3

KESEIMBANGAN

Suatu benda tegar dalam keadaan seimbang jika gaya luar yang bereaksi padanya

membentuk suatu sistem gaya yang ekivalen dengan nol.

Syarat perlu dan cukup untuk kesimbangan suatu benda tegar dapat dinyatakan secara analitis

dengan menuliskan

Fx = 0 Fy = 0 M = 0

Pada perhitungan kasus kesimbangan sangat diperlukan diagram benda bebas (DBB)

atau free body diagram (FBD).

3.1. Diagram benda bebas

Diagram benda bebas adalah gambar suatu benda yang telah dipisahkan atau diisolir dari

lingkungannya, tetapi pengaruh lingkungan tetap digambarkan pada benda tersebut.

Penggambaran gaya reaksi pada bidang kontak perlu dibagi menjadi tiga kelompok sesuai

dengan tumpuan, atau sambungan :

1. Reaksi yang ekivelen dengan sebuah gaya yang diketahui garis aksinya yaitu gelinding

(roller) goyangan (rocker) permukaan tidak bergesekan, penghubung (link) dan kabel

pendek kerah pada batang tidak bergesekan dan pin (jarum) tak bergesekan pada celah.

2. Reaksi yang ekivalen dengan gaya yang arahnya tidak diketahui, yaitu pin tidak

bergesekan pas pada lubang, engsel dan permukaan kasar.

3. Reaksi yang ekivalen dengan suatu gaya dan suatu kopel, yaitu dukungan tetap/ dukungan

jepit.

Diagram benda bebas juga harus termasuk dimensi, karena hal ini dapat dibutuhkan dalam

perhitungan momen-momen gaya. Bila arah gaya yang tak diketahui atau kopel tidak begitu

jelas, kita tidak perlu berusaha menentukannya. Kita boleh mengambil arah gaya atau kopel

sekehendak kita tanda dari jawaban yang didapat menunjukkan betul atau berlawanan.

16

Page 17: Bab 1 - 6

Gb. 3.1. Reaksi pada dukungan dan sambungan

Langkah menggambar diagram benda bebas

1. Pilih bagian benda yang akan dipisahkan dari sistem (lingkungan) benda tersebut dan

gambarkan bagian benda yang telah dipilih.

2. Gambarkan semua gaya yang bekeija pada benda tersebut sesuai dengan besar dan arah

3. Gambarkan pengaruh gaya benda lain yang menjadi satu sistem dengan benada yang

dipisahkan (pengaruh gaya lain / gaya reaksi) baik besar dan arahnya belum diketahui

sehingga dalam pemilihan penggambaran arah gaya, dapat ditentukan dengan

17

Page 18: Bab 1 - 6

pertimbangan yang paling tepat. Kesalah dalam penggambaran arah akan telihat pada

basil perhitungan yaitu bertanda negatif (-).

Contoh Soal :

18

Page 19: Bab 1 - 6

BAB IV

STRUKTUR

Dalam hukum ketiga Newton menyatakan, bahwa gaya aksi dan reaksi antara benda

dalam keadaan kontak mempunyai besar yang sama, garis aksi yang sama, dan berlawanan

arah. Hukum ini merupakan salah satu dari enam prinsip dasar dari mekanika elementer dan

dilandasi oleh kenyataan eksperimental. Pemakaiannya sangat penting dalam memecahkan

persoalan yang menyangkut keseimbangan struktur dari beberapa bagian batang yang

bersambungan.

Ada tiga bagian besar struktur teknik :

1. Truss (Rangka batang)

2. Bean (Balok)

3. Frame/Portal (Kerangka dan Mesin)

4.1. Konsep Rangka Batang

Rangka batang (truss) terdri dari batang-batang (member) lurus yang berhubungan

pada titik-titik kumpul yang terletak di ujung-ujungnya setiap batang, oleh karena itu batang-

batang pada struktur jenis ini merupakan batang dengan dua gaya sama besar dan berlawanan

yang searah dengan sumbu batang. Analisis gaya-gaya pada struktur ini menggunakan prinsip

keseimbangan yang memerlukar, asumsi-asumsi guna mendukung konstruksi rangka batang

menjadi konstruksi statis tertentu.

Asumsi-asumsi Dalam Analisa Gaya-gaya Batang

1. Perubahan bentuk (deformasi) Batang diabaikan

2. Semua batang adalah two force members (batang dua gaya yang bekerja sama, sama

besar, berlawanan arah, dan kolinier pada sumbu batang)

3. Berat batang diabaikan

4. Semua jenis sambungan (las, keling, mur-baut) dianggap sebagai sambungan engsel/

pena, asalkan sumbu-sumbu batang yang terbentuk berpotongan pada satu titik tangkap.

5. Semua gaya luar yang bekerja pada titik sambungan (pena) dengan perjanjian.

n Gaya yang menuju pena adalah gaya tekan

n Gaya yang meninggalkan pena adalah gaya tarik

n Rangka batang merupakan benda kaku

19

Page 20: Bab 1 - 6

Gb. 4.1. Perjanjian Arab

Penyelesaian Metode Grafis

1. Metode Culman

Penyelesaian dengan metode Culman adalah cara grafts dengan membuat Poligon gaya

tertutup pada masing-masing titik sambungan, dengan dasar bahwa pada titik sambungan

hanya terdapat dua buah gaya/gaya batang yang belum diketahui. Gaya yang

meninggalkan titik tersebut gaya tarik, sedangkan gaya yang menuju titik disebut gaya

tekan.

2. Metode Cremona

Pertama kali yang mengenalkan cara penyelesaian grafis untuk mencari besar

gaya gaya batang pada struktur adalah Cremona. Dengan dasar penggambaran

poligon di setiap titik sambungan, dan dua gaya batang yang belum diketahui

pada satu titik sambungan tersebut. Perjanjian tanda sama dengan metode

Culman, demikian pula penggambarannya, hanya pada Culman pertitik

kumpul, sedangkan Cremona penggabungan secara berurutan dari seluruh titik

kumpul, sehingga didapat satu gambar poligon yang tertutup.

Penyelesaian Metode Analitis

1. Metode Sambungan

Penyelesaian metode ini dengan prinsip keseimbangan gaya, baik arah x maupun arah y di

setiap titik kumpul. Arah gaya yang telah didapat pada satu titik awal analisa, maka pada

titik yang lain arah gaya menjadi berkebalikan. Keseimbangan setiap studi memberikan info

rmasi yang memadai untuk menentukan satu atau dua besaran yang tidak diketahui,

20

Page 21: Bab 1 - 6

pemeriksaan analisis bisa dilakukan di titik kumpul. Gambarkan segitiga gaya, dan tentukan

arah dan besar gaya reaksi. Perhatikan tabel berikut ini :

Gb. 4.2. Segitiga Gaya

21

Page 22: Bab 1 - 6

Contoh berikut ini dapat memperjelas keterangan di atas.

Gb. 4.3. Soal Metode Sambungan

Jawab :

EMA = 0

F1 (4) + F2 . (8) – By . 4 = 0

By =

By = 1600 N

EFy = 0

Ay + By – F1 – F2 = 0

Ay = Fl + F2 – By

= 400 + 600 – 1600 = -600 N ()

EMB = 0

Ax(4) + Ay . (4) + F2 . (4) = 0

Ax =

Ax = 0

22

Page 23: Bab 1 - 6

]Titik A :

EFy = 0

S2 – Ay = 0

S2 = Ay = -600N

Fx = 0

S1 + Ax = 0

S1 = -Ax = -0 = 0

Fy = 0

-S2 – S3 sin 45° = 0

S3 sin 45° = -S2

S3 = – = = 848,66N

Fx = 0

S6 + S3 cos 45° = 0

S6 = -S3 cos 45° = - 848,66 (0,707)

S6 = -600 N

Fy = 0

F + S4 + S3 . cos 45° + S5 cos 45° = 0

400 + S4 + 848,66 (0,707) + S5 . (0,707) = 0

S4 = -400 – 600 – S5 (0,707)

S4 = -1000 – S5 (0,707)

Fy = 0

S1 - S3 . sin 45° + S5 . sin 45° = 0

0 - 848,66 (0,707) + S5 . (0,707) = 0

S5 = – 848,66 N

Jadi, S4 = -1000 – 848,66 (0,707) = -1600 N

23

Page 24: Bab 1 - 6

Fy = 0

S4 – By = 0

S4 = -By = - 1600 N

Fx = 0

S7 + S6 = 0

S7 = S6 = - 600 N

Titik C (sebagai kontrol kebenaran perhitungan di atas)

S5 sin 45° - F2 = 0

S5 (0,707) – 600 = 0

S5 = 848,66 N cocok

Fx = 0

S7 + S5 . cos 45° = 0

S7 = -S5 (0,707) = - 600 -3 cocok

2. Metode Pembagian / Pemotongan

Metode pembagian (metode Ritter) dimaksudkan untuk mencari besar dan jenis batang

tertentu dari konstruksi kerangka yang hendak dianalisa, yaitu dengan cara pemotongan

langsung pada batang yang hendak dihitung. Analisa gaya batang tersebut menggunakan

prinsip keseimbangan momen disuatu titik dengan penggambaran arah gaya batang pada

potongan arah keluar.

Contoh :

Gb. 4.4. Soal Metode Pembagian

24

Page 25: Bab 1 - 6

Jawab :

MA = 0

F1 . (4) + F2 (8) – By . 4 = 0

By =

By = 1600 N

Fy = 0

Ay + By – F1 – F2 = 0

Ay = F1 + F2 – By

Ay = 400 + 600 – 1600

Ay = -600 N ()

Fy = 0

Ay + By – F1 – F2 = 0

Ay = F1 - F2 – By

= 400 + 600 – 1600 = -600 N ().

MB = 0

Ax (4) + Ay . (4) + F2 . (4) = 0

Ax =

Ax = 0

25

Page 26: Bab 1 - 6

Potongan I

MD = 0

Ay . 4 – S7 . 4 = 0

S7 = = Ay

S7 = -600 N

MB = 0

Ay . 4 + Ax . 4 S5 . 4 cos 450 = 0

S5 =

S5 = 848,66 N

Potongan II

MD = 0

-S6 . 4 – S3 . 4 cos 450 = 0

26

Page 27: Bab 1 - 6

S6 =

S6 = -600 N

MA = 0

F1 . 4 + S4 . 4 S6 . 4 + S5 . 4 cos 450 = 0

S4 =

S4 = -1600 N

Potongan III :

MA = 0

-S6 . 4 – S3 . 4 cos 450 = 0

S6 =

S6 = 848,66 N

MB = 0

Ax . 4 + Ay . 4 + S1 . 4 + S3 . 4 cos 450 = 0

S1 =

S1 =

S1 = 0

27

Page 28: Bab 1 - 6

Potongan IV :

MB = 0

S2 . 4 + S3 . 4 cos 450 = 0

S2 = = - 600 N

4.2. Konsep Kerangka dan Mesin

Suatu struktur disebut sebuah kerangka atau mesin jika paling sedikit satu dari batang-

batang individualnya merupakan batang multiguna. Sebuah batang multiguna adalah “suatu

batang yang memiliki tiga atau lebih gaya hidup yang beraksi padanya”. Karena pada kerangka

dan mesin merupakan kumpulan batang-batang dua gaya, maka analisa gaya batang tetap

memanfaatkan diagram benda bebas dan prinsip keseimbangan.

Contoh membuat diagram benda bebas pada kerangka.

Gb. 4.5. Analisis Gaya Aksi dan Reaksi

28

Page 29: Bab 1 - 6

Contoh membuat diagram benda bebas pada mesin

MA = 0

Q b = Pa

Gbr.6.4. Mesin Potong

Contoh soal

1. Sebuah kerangka tampak seperti gambar, menahan beban 400 kg dengan cara seperti

pada gambar. Abaikan berat batang dibandingkan dengan gaya yang ditimbulkan oleh

beban dan hitung komponen horizontal dan vertikal dari semua gaya yang beraksi pada tiap

batang.

Gb.4.7. Kerangka Tiga Batang

Jawab :

Langkah pertama adalah : kerangka yang terdiri dari tiga batang tersebut membentuk

konstruksi yang tegas, sehingga dianalisis menjadi satu unit tunggal. Tumpuan luarnya juga

memenuhi syarat tumpuan keseimbangan, dengan demikian diagram benda bebasnya adalah

seperti pada gambar di bawah ini.

29

Page 30: Bab 1 - 6

Dengan prinsip keseimbangan

EMA = 0

W. 5,5–Dx.5=0

3,92 (5,5) – 5 Dx = 0

Dx = 4,32 kN

Efx = 0

Ax – Dx = 0

Ax = 4,32 kN

Gb.4.8. Diagram Benda Bebas Kerangka

W = 400 (9,81) E,Fy = 0

W = 3920N W–Ay = 0

= 3,92 kN Ay = 3,92 kN

Setelah didapat reaksi tumpuan, kemudian dianalisa dengan DBB pada masing-masing. Buat

persamaan momen pada titik B untuk batang BF, sehingga terdapat dua persamaan gaya.

∑M = 0

3,92 ( 5 ) - 0,5 Ex ( 3 )= 0

Ex = 13,08 kN

Gb.4.9. Analisa Gaya Aksi dan Reaksi

. ∑Fy = 0

By + 3,92 - 13,08 ( 0,5 ) = 0, maka By = 2,62 kN

∑Fx = 0

30

Page 31: Bab 1 - 6

Bx + 3,92 - 13, 08 = 0 , maka Bx = 9,15 kN

Pada batang CE terdapat persamaan, bahwa Ex = Cx =13,08 Kn

Batang AD terdapat beberapa persamaan keseimbangan sebagai control apakah besaran-

besaran yang dihitung tersebut sudah benar, yaitu :

∑Mc = 0

4,32 ( 3,5 )+ 4,32 ( 1,5 ) - 3,92 ( 2 )- 9,15 ( 1,5 ) = 0

∑Fx = 0

4,32 - 13,08 + 9,15 + 3,92 - 4,32 = 0

4.3. Konsep Balok

Pengertian balok adalah suatu batang yang dibebani gaya atau momen pada bidang yang

dibentuk oleh sumbu batang. Analisa balok yang dapat diselesaikan dengan prinsip

keseimbangan disebut konstruksi statis tertentu.

Suatu balok dapat dibedakan menjadi :

a. Beban Titik

Gb. 4.10. Balok Beban Titik

b. Beban Terdistribusi

Gb. 4.11. Balok Beban Terdistribusi

31

Page 32: Bab 1 - 6

Balok diklasifikasikan menurut cara bagaimana mereka ditumpu, yaitu :

Konstruksi statis tertentu

1. Simple beam (balok tertumpu sederhana), yaitu batang didukung oleh engsel dan rol

Gb. 4.12. Balok Tertumpu Sederhana

2. Balok kantilever, yaitu suatu batang yang satu ujungnya bebas dan yang satu dijepit.

Gb. 4.13. Balok Kantilever

3. Balok menjulur (kombinasi), yaitu suatu batang yang dukungannya tidak terletak pada

kedua ujung batang, kemungkinan satu dukungan pada salah satu ujung batang tetapi

dukungan yang lain berada tidak pada ujung batang.

Gb. 4.14. Balok Menjulur

Contoh soal :

Gb.4.16. Soal Balok Beban Titika. Gambar Diagram Benda Bebas

32

Page 33: Bab 1 - 6

b. Reaksi Tumpuan

M=0

F.L1 – By . (L1 + L2) = 0, jika F = 100 N, L1 = 6M

Maka, By =

By = 60N

M = 0

Ay + B0 – F = 0

Ay = F – By = 100 – 60

Ay = 40 N

c. Gaya lintang, gaya normal, dan momen tiap potongan

Potongan kanan dengan tanda positif (berlawanan dengan perjanjian terdahulu)

Potongan dari B (potongan 0 < x1 < 4)

Mx = 0

Mx – By . x1 = 0

Mx = By . x1 = 60 . x1

untuk, xi = 0 Mx = 60 . 0 = 0

xi = 4 3 Mx = 60 . 4 = 240 Nm

Fy = 0

Vy + By = - 60 N

Untuk, xi = 0 dan xi = 4 konstan

Vy = - 60 N

Efx = 0

Vx = N

Potongan dari 4 < x2 < 10

33

Page 34: Bab 1 - 6

Mx = 0

Mx + F . (x2 – 4) – By . x2 = 0

Mx = By . x1 – F(x2-4)

untuk, x2 = 4 Mx = 60 . 4 -100 (4-4)

= 240 N

x2 =10 Mx = 0 Nm

Fy = 0

Vy + By – F0

Vy = F – By = 100 – 60

Vy = 40 N

Untuk, x = 40 sampai x = 100, gaya lintangnya

konstan

EFx = 0

Vx = 0 gaya normal adalah nol

d. Gaya Bidang Gaya Lintang dan Bidang Momen

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas maka bidang gaya lintang dan bidang

moinen yang dapat digambaran, sedangkan bidang gaya normal untuk senaniana batana

adalah nol.

Bidang Momen (M) Bidang Gaya Lintang (V)

Gb. 4.29. Bidang V dan M

34

Page 35: Bab 1 - 6

BAB V

TITIK BERAT

Marilah kita tinjaun pelat horisontal yang rata. Kita Lisa membagi pelat ini menjadi n elemen

kecil. Koordinat elemen pertama diberi tanda x1 dan y1 elemen kedua oleh x2 dan y2, dan

seterusnya. Gaya yang ditimbulkan oleh bumi pvda masing-masing elemen tadi diberi tanda,

berurutan W1, W1, Wn. Gaya-gaya ini atau berat ini berarah menuju pusat bumi, namun

untuk pemakaian praktis gaya-gaya. ini dianggap sejajar. Jadi resultannya merupakan gaya

tunggal dengan tanda W, jadi :

F = W = W1 + W2 + … + Wa

Gr. 5.1. Titik Berat

My : = x1 W1 + x2 W2 +................+ xn AWn

My : = y1 W1 + y2 W2 +................+ yn AWn

5.1. Titik Berat Bidang

Dalam kasus pelat homogen yang tebalnya seragam, besar ΔW dari suatu elemen pelat

dapat dinyatakan sebagai :

W = t A, dimana, y = berat spesifik (berat per satuan volume)

t = tebal plat

A = luas elemen

Dengan cara yang sama, kita dapat menyatakan berat W dari seluruh pelat dalam

bentuk:

35

Page 36: Bab 1 - 6

W = tA , dimana, A = luas total

Dengan mensubstitusikan W dan W ke persamaan di atas dan membagi dengan t, kita dapat

:

My : A = x1 A1 + x2 A2 + … + x1 An

My : w = y1 A1 + y2 A2 + … + yn An

atau :

My : A = xA

My : A = yA

Gb.5.2. Titik Berat Bidang

Bersamaan ini mendefinisikan koordinat x dan y juga dari pusat gravitasi pelat. Titik koordinat x

dan y juga dikenal sebagai titik berat.

5.2. Titik Berat Garis

Gb.5.3 Titik Berat Garis

Pusat gravitasi kawat akan berimpit dengan titik berat C dari garis L yang mendefinisikan

bentuk kawat itu koordinat x dan y dari titik berat garis L diperoleh dari persamaan :

36

Page 37: Bab 1 - 6

Dengan cara yang sama seperti pada titik berat bidang, maka kita dapatkan :

L : x1L1 + x2L2 + … + xnLn

L : y1L1 + y2L2 + … + ynLn

atau :

5.3. Titik Berat Volume

Menentukan titik berat volume caranya tidak jauh berbeda dengan cara menentukan titik

berat bidang maupun titik berat garis/kawat, perbedaannya hanya terletak pada dimensi. Pada

bidang dan kawat titik berat diukur melalui sumbu acuan x, y, sedangkan pada volume diukur

melalui sumbu acuan x, y, dan z.

Dengan cara yang sama pula, maka didapat :

V = x1V1 + x2V2 + … + xnVn

V = y1V1 + y2V2 + … + ynVn

V = z1V1 + z2V2 + … + znVn

Atau :

37

Page 38: Bab 1 - 6

Contoh soal :

Untuk bidang datar yang diperlihatkan, tentukan kedudukan titik

beratnya.

Jawaban :

Komponen A (mm2) (mm) (mm)

1. Persegi empat 120 x 80 = 9600 60 40

2. Segitiga 0,5 x 120 x 60 = 3600 40 -20

3. Setengah lingkaran 0,5 x x 602 = 5655 60 105,46

4. Lingkaran - x 402 = -5027 60 80

38

Page 39: Bab 1 - 6

39

Page 40: Bab 1 - 6

40