Bab 1, 2, 3, 4
-
Upload
citra-hafilah-shabrina -
Category
Documents
-
view
141 -
download
4
Transcript of Bab 1, 2, 3, 4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Konsep diri secara fisiologis, emosional dan sosial dibentuk berdasarkan
reaksi orang lain terhadap klien dan kemudian oleh interpretasi individu
tentang reaksi ini pada diri sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh peran kesehatan,
pengalaman keluarga, sosial dan okupasi, dan aktivitas intelektual dan
kesenangan. Ada empat komponen dalam konsep diri, yaitu identitas, citra
tubuh, harga diri dan peran. Setiap tahap perkembangan melibatkan faktor
yang penting untuk perkembangan kesehatan dan konsep diri kearah yang
positif.
Konsep diri perawat dan tindakan keperawatan untuk gangguan konsep
diri melibatkan perluasan kesadaran diri klien, mendorong eksplorasi diri,
membantu dalam evaluasi diri, merumuskan tujuan berkaitan dengan
adaptasi, dan mencapai keberhasilan tujuan tersebut. Proses asuhan
keperawatan dalam gangguan konsep diri, yaitu pengkajian, diagnosis,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Perencanaan dan implementasi
melibatkan peningkatan kesadaran diri klien, mendorong eksplorasi diri klien
membantu kliendalam evaluasi diri, dan membantu klien dalam mencapai
tujuan kembali ke kondisi normal sebelumnya.
1.2Tujuan Penulisan
a. Menjelaskan mengenai konsep diri serta komponennya
b. Menjelaskan perkembangan konsep diri
c. Menjelaskan pola normal konsep diri
d. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
e. Menjelaskan rentang respons konsep diri
f. Menjelaskan konsep berduka dan hubungannya dengan
konsep diri
1
g. Menjelaskan asuhan keperawatan pada kasus HDR
situasional
1.3Sistematika Penulisan
Pada bab 1 makalah ini, penulis memaparkan tentang
latar belakang, tujuan, sistematika, dan metode penulisan.
Pada bab 2, penulis menjelaskan mengenai tinjauan pustaka
konsep diri. Bab 3, penulis menjelaskan mengenai asuhan
keperawatan pada kasus. Bab 4 berisi kesimpulan dan saran
penulis.
1.4Metode Penulisan
Penulis menggunakan teknik kolaborasi dalam pembuatan
makalah ini. Setiap anggota kelompok memberikan resume
mereka berdasarkan materi yang diberikan dalam diskusi
kelompok kemudian disatukan sehingga menjadi resume
yang utuh dan baik.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Diri
Konsep diri menggambarkan pandangan diri yang meliputi citra tubuh,
harga diri, permainan peran, dan identitas personal. Konsep diri berkembang
sepanjang proses kehidupan dan sulit untuk berubah. Konsep diri dipengaruhi
oleh interaksi individu dengan lingkungan dan orang lain, dan oleh
persepsinya tentang bagaimana orang lain memandang dirinya.
Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri, citra subjektif dari
diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah
sadar maupun sadar. Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang
mempengaruhi tindakan yang kita kelola terhadap situasi-situasi dan
hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk konsep diri saat usia
muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara terus
menerus mempengaruhi konsep diri. Jika seorang anak mempunyai masa
kanak-kanak yang nyaman dan stabil, maka konsep diri masa remaja anak
tersebut secara mengejutkan akan sangat stabil (Marsh, 1990 dalam Potter,
Perry 2005). Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan
konsep diri dapat menjadi sumber stres atau konflik.
Sedangkan konsep diri didefinisikan oleh Stuart dan Laraia dalam
Principles and Practice of Psychiatric Nursing sebagai “Semua ide,
kepercayaan, dan keyakinan yang merupakan pengetahuan tentang diri
seseorang dan mempengaruhi hubungan seseorang dengan orang lain”.
Konsep diri meliputi persepsi seseorang terhadap karakter dan
kemampuannya, serta interaksi dengan orang banyak dan lingkungannya,
serta nilai yang berhubungan dengan pengalaman, tujuan, dan ide.
Konsep diri adalah hal yang penting dalam memahami prinsip-prinsip
dan perilaku yang dimiliki seseorang. Kita tidak akan menemukan dua orang
dengan konsep diri yang sama. Konsep diri munculdan dipelajari melalui
pengalaman pribadi seseorang, hubungannya dengan orang banyak, dan
interaksinya dengan dunia luar.
3
Konsep diri adalah representasi seorang individu, pusat inti dari "Aku" di
mana semua persepsi dan pengalaman terorganisasi. Konsep diri adalah
kombinasi dinamis yang dibentuk selama bertahun-tahun dan didasarkan pada
hal berikut:
1. reaksi orang lain terhadap tubuh seseorang
2. persepsi berkelanjutan tentang reaksi orang lain terhadap diri
3. hubungan dengan diri dan orang lain
4. struktur kepribadian
5. persepsi terhadap stimulus yang mempunyai dampak pada diri
6. pengalaman baru atau sebelumnya
7. perasaan saat ini tentang fisik, emosional, dan sosial diri.
8. harapan tentang diri.
Jadi, konsep diri dapat diartikan sebagai pandangan atau pengetahuan
individu terhadap dirinya sendiri, yang dipengaruhi oleh interaksi seseorang
dengan orang lain dan lingkungannya, dan dibentuk sepanjang proses
kehidupan. Jika seseorang memiliki konsep diri yang sehat, maka ia memiliki
tingkat kestabilan yang tinggi dan membangkitkan perasaan negatif atau
positif yang ditunjukkan pada diri.
Sebagai perawat, memiliki konsep diri yang baik adalah penting karena
akan berpengaruh terhadap perawatan yang kita berikan, baik terhadap diri
kita sendiri maupun terhadap orang lain. Seseorang yang memiliki konsep
diri yang buruk misalnya, ia akan mengabaikan masalah kesehatannya,
misalnya dengan tidak memperhatikan pola makan maupun tidak menjaga
kebersihan tubuhnya.
2.2 Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri tidak ada saat lahir tetapi berkembang perlahan sebagai hasil
pengalaman unik dengan diri sendiri dengan orang yang berarti dan dengan
4
sesuatu yang nyata di lingkungan. Perkembangan konsep diri merupakan
suatu proses sepanjang hidup. Pada setiap tahapan memiliki aktivitas
tersendiri (spesifik) yang membantu klien dalam mengembangkan konsep
dirinya. Tugas perkembangan (Potter & Perry, 2005):
Usia 0 sampai 1 tahun Mulai untuk mempercayai
Membedakan diri dari lingkungan
Usia 1 sampai 3 tahun
Mempunyai kontrol terhadap beberapa bahasa
Baru memulai menjadi otonom dalam berpikir
dan bertindak
Menyukai tubuhnya dan dirinya
Usia 3 sampai 6 tahun
Mengambil inisiatif
Mengidentifikasi gender
Meningkatkan kewaspadaan diri
Keterampilan berbahasa meningkat
Usia 6 sampai 12
tahun
Dapat mengatur diri sendiri (industri)
Berinteraksi dengan teman sebaya
Harga diri meningkat dengan menguasai
keterampilan baru
Menyadari kekuatan dan keterbatasan
Usia 12 sampai 20
tahun
Menerima perubahan tubuh
Mengenali tujuan untuk masa depan
Merasa positif tentang dirinya sendiri
Berinteraksi dengan lawan jenis
Pertengahan 20
sampai pertengahan
40 tahun
Memiliki kedekatan dengan keluarga dan teman
dekat
Memiliki perasaan yang stabil dan positif
mengenai diri sendiri
Pertengahan 40
sampai pertengahan
60 tahun
Dapat menerima perubahan dalam penampilan
dan ketahanan
Mengkaji kembali tujuan hidup
Menunjukan perhatian tentang penuaan
Akhir usia 60 tahunan Merasa positif tentang kehidupan dan maknanya
5
Tertarik dalam memberikan legalitas pada
generasi muda
2.2.1 Berikut ini perkembangan konsep diri sesuai tahapannya (Potter
&pPerry, 2005):
a. Bayi (Usia 0 – 1 tahun) Kepercayaan vs Ketidakpercayaan
Pemberi perawatan primer dan hubungan dengan pemberi
tersebut merupakan hal pertama yang dibutuhkan seorang bayi,
orang-orang tersebut bisa ibu, ayah, atau orang yang bertanggung
jawab dalam pemberi perawatan. Bayi akan mudah mengingat dan
menginternalisasikan kedalam pikirannya hal-hal yang
menyenangkan, namun jika terjadi hal butuk makan akan
mengakibatkan frustasi dan tersimpan dalam memori bawah
sadarnya. Artinya penting bahwa kebutuhan fisik dan emosional
bayi harus terpenuhi. Hal ini akan membentuk suatu hubungan
saling percaya.
b. Toddler (usia 1 sampai 3 tahun) Otonomi vs Rasa malu dan ragu
Pada usia ini anak lebih aktif dan mampu berkomunikasi dengan
baik. Tugas utama pada masa ini adalah membangun otonomi atau
kemandirian, dimana anak beralih dari ketergantungan total
terhadap orangtua menjadi mandiri dan menyadari bahwa dirinya
terpisah dari oranglain. Anak usia bermain belajar untuk
mengoordinasikan gerakan dan mengimitasi orang lain, mereka
belajar mengontrol tubuh mereka melalui keterampilan (seperti toilet
training). Ada sebagian dari anak-anak menganggap bahwa sebagian
dari diri mereka merupakan permanen, sehingga hal-hal seperti
memotong rambut dan menyiram limbah ke toilet dapat
menyebabkan stress. Hal ini adalah tugas orang tua dan masyarakat
untuk dengan lembut memberikan batasan pada perilaku yang
diterima.
6
c. Usia Prasekolah (usia 3 sampai 6 tahun) Inisiatif vs Rasa bersalah
Pada usia ini biasanya anak memiliki rasa penasaran yang
tinggi dan mudah mengimitasi tindakan orang terdekat disekitarnya.
Anak mulai belajar tentang berkomunikasi, cara mempengaruhi
orang lain dan memperhatikan respon orang lain terhadapnya serta
belajar mengontrol perasaan dan perilaku. Pada masa ini anak-anak
menerima saran (pandangan) dari ucapan orang lain (orang terdekat
seperti orang tua) mengenai dirinya, jika hal ini terus terulang maka
akan membuat konsep dan membentuk pola yang diinginkan.
d. Anak Usia Sekolah (usia 6 sampai 12 tahun) Rajin vs Rendah diri
Pada masa ini konsep diri dan citra tubuh anak sangat
dipengaruhi oleh orangtuanya, sekolah hanya sebagai penunjang
pembentukan tersebut, namun keduanya dapat memberikan efek
selaras atau menjadi negatif. Memasuki sekolah maka pertumbuhan
anak menjadi pesat, mereka mendapat banyak keterampilan baik
motorik sosial ataupun intelektual. Melalui permainan anak
mempelajari cara berinteraksi dengan teman sebaya, serta
keterampilan motorik dan intelektual mereka menjadi berkembang.
Anak-anak suka mengekspresikan perasaan mereka melalui
permainan, literatur gambar dan musik. Melalui media tersebut
perawat dapat mengetahui konsep diri pada anak. Konsep diri dan
citra tubuh anak terus berkembang selaras dengan perkembangan
fisik, emosional dan sosial yang dialami anak.
e. Masa Remaja (usia 12 sampai 20 tahun) Identitas vs Kebingungan
identitas
Pada masa ini remaja akan mengalami pergolakan fisik,
emosional dan sosial. Remaja dipaksa mengubah pola pandang
mental tentang dirinya yang mengalami perubahan fisik (ukuran dan
penampilan) sehingga terjadi perubahan dalam peresepsi diri dan
penggunaan tubuh. Ketika ketidaksempurnaan tubuh dirasa maka
akan menimbulkan distres yang besar. Perkembangan konsep diri
7
dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas
(Erikson, 1963 dalam Potter & Perry, 2005). Maka penting sekali
pengamanan dini. Pada remaja lebih mementingkan penampilan diri
mereka dan berupaya melakukan apapun untuk berpenampilan
menarik yang diterima dalam masyarakat. Pada masa ini juga terjadi
ketertarikan terhadap lawan jenis.
f. Masa Dewasa Muda (Pertangahan 20 sampai pertengahan 40 tahun)
Keintiman vs Isolasi
Pertumbuhan kognitif, sosial, dan perilaku terus terjadi
sepanjang hidup meskipun pada masa ini pertumbuhan fisik berhenti.
Pada masa ini merupakan periode dalam memilih,
bertanggungjawab, serta mencapai kestabilan dalam karier dan mulai
menjalin kedekatan dengan orang lain. Konsep diri dan citra tubuh
menjadi relatif stabil.
g. Masa Dewasa Tengah (pertengahan usia 40 sampai pertengahan 60
tahun) Generativitas vs Stagnasi
Tahap perkembangan (perubahan fisik seperti kebotakan dan
penumpukan lemak) terjadi karena perubahan dalam produksi
hormon dan penurunan aktivitas mempengatuhi citra tubuh yang
selanjutnya mempengaruhi konsep diri. Individu dewasa tengah
merasa minder terhadap yang lebih muda karena perubahan fisik
tubuhnya yang tidak sama dengan dulu dan mulai menyadari adanya
penuaan. Dewasa tengah sering mengalami krisis usia baya, dimana
mereka mengevaluasi setiap pengalamannya dan mengartikan
kembali tentang peran dan nulai pada dirinya. Sebagian orang secara
bertahap mulai menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi
dan menerimanya sebagai suatu proses dari kematangan. Mereka
menyadari tidak dapat kembali menjadi muda dan menganggap
pengalamannya sangat bermakna. Mereka yang menerima usianya
dan tidak ingin kembali menjadi muda menunjukan konsep diri
yang sehat.
8
h. Lansia (akhir usia 60) Integritas vs Keputusasaan
Perubahan fisik/gangguan fisik pada lansia tampak sebagai
penurunan bertahap struktur dan fungsi. Terjadi penurunan kekuatan
otot dan tonus otot lalu penurunan kepadatan tulang, serta penurunan
ketajaman pandangan adalah faktor yang memepngaruhi lansia
dalam berinteraksi dengan lingkungan. Kehilangan pendengaran
menyebabkan perubahan kepribadian, lalu kecurigaan mudah
tersinggung , tidak sabar dan menarik diri juga dapat terjadi. Lansia
menganggap alat bantu yang tidak populer disemua kalang menjadi
ancama terhadap citra tubuh seperti alat bantu dengar, namun
berbeda cerita dengan kaca mata. Harga diri lansia dapat dipengaruhi
oleh adanya keriput karena mereka menganggap dirinya jelek dalam
masyarakat yang menghargai kemudaan dan kecantikan. Aktivitas
seksual akan menghilang sejalan dengan perubahan usia meski
masih memiliki kemampuan, biasanya hal ini terjadi karena mereka
kehilangan pasangannya. Konsep diri lansia dipengaruhi oleh
pengalaman hidupnya, mereka suka bercermin kepada masa lalunya
dan membantu generasi muda dalam membangun motivasi yang
positif. Selain itu konsep diri dipengaruhi juga oleh faktor
kesehatannya.
2.2.2 Menurut Stuart dan Sundeen, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri. Faktor–faktor tersebut terdiri dari:
a. Teori perkembangan
Konsep diri belum ada sewaktu lahir, namun berkembang secara
bertahap seperti mulai mengenal serta membedakan dirinya dengan
orang lain. Dalam melakukan kegiatan individu memiliki batasan
diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan
eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan
tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan
interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri
sendiri atau masyarakat serta menyamakan dengan faktanya.
9
b. Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat)
Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan
orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu
dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan
orang lain terhadap diri. Anak sangat dipengaruhi orang terdekat,
remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya,
pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup.
c. Self Perception (persepsi diri sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannnya,
serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu.
Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman
yang positif. Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal
dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang
positif dapat berfungsi lebih efektif, yang dapat dilihat dari
kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan
lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari
hubungan individu dan sosial yang terganggu.
Keluarga memiliki efek yang sangat besar terhadap
perkembangan konsep diri. Dalam keluarga, anak bisa memiliki
konsep diri yang negatif meskipun orangtua bermaksud baik. Karena
efek keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan konsep
diri, maka perawat pertama-tama harus mengkaji gaya hubungan
klien dengan keluarganya.
2.3 Pola Konsep Diri yang Normal
Konsep diri adalah pengetahuan tentang diri sendiri dan percampuran
kompleks antara pikiran, persepsi dan perasaan. Konsep diri memberikan
kerangka acuan yang akan mempengaruhi manajemen terhadap situasi dan
hubungan dengan orang lain. Tanpa disadari, konsep diri ini akan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan fisik maupun mental setiap individu.
Individu yang mempunyai konsep diri yang baik akan memiliki hubungan
10
interpersonal yang baik sehingga dapat menjalin komunikasi seiring
perkembangan zaman. Sebaliknya, individu yang tidak memiliki konsep diri
yang baik tidak mampu untuk menjalin komunikasi dan beradaptasi dengan
segala perubahan zaman. Pada aspek ini perawat ikut andil dalam
pengembangannya. Perawat tidak hanya bertanggung jawab dalam
mengidentifikasi klien yang memiliki konsep diri yang negatif, tetapi juga
bertanggung jawab terhadap kemungkinan-kemungkinan yang yang dapat
membantu klien. Potter dan Perry (2005) dalam buku Fundamental Of
Nursing 7th Edition memaparkan empat komponen diri yang akan
membentuk pola konsep diri yang normal dan yang sering dipertimbangkan
oleh perawat yaitu identitas diri, citra tubuh, harga diri dan role performance.
Identitas diri mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan
dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi.
Indentitas diri merupakan karakter individu yang membedakan dirinya
dengan orang lain. Identitas diri bersifat nyata dan fakta, diantaranya nama,
umur, jenis kelamin, ras, nilai dan keyakinan, dan karakter. Untuk
membentuk sebuah identitas, setiap individu harus menjadikan tingkah laku
dan harapan sebagai suatu kesatuan yang utuh (Erikson, 1963). Pencapaian
konsep diri yang normal ditandai dengan kejelasan dari identitas yang
dimiliki seseorang.
Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara
internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaaan dan sikap yang
ditujukan pada tubuh. Pemikiran tentang citra tubuh berkaitan dengan
kesehatan, kekuatan, seksualitas, serta feminine dan maskulin yang
dipengaruhi oleh aspek kognitif dan afektif. Citra tubuh bergantung hanya
pada sebagian realitas tubuh. Seseorang umumnya tidak mengadaptasi dengan
cepat terhadap perubahan fisik. Perubahan fisik mungkin tidak dimasukkan
ke dalam citra tubuh ideal seseorang. Individu yang memiliki pola konsep
diri yang normal tidak akan dengan mudah terpengaruh oleh informasi
di media. Ia akan senantiasa mendasari gambaran diri dengan
melakukan pengamatan dan memberi perhatian khusus pada
keseimbangan antara kesehatan dan penampilan dirinya.
11
Harga diri merupakan penilaian individu akan keberhargaan dirinya yang
didapatkan dengan menganalisis seberapa banyak kemiripan diri dengan
standar yang berlaku. Harga diri diyakini sebagai hal yang sangat
fundamental dalam evaluasi diri karena ia mewakili keseluruhan penilaian
nilai individu (Judge dan Bono, 2011). Harga diri dapat dipahami dengan
memikirkan hubungan antara konsep diri seseorang dan diri ideal. Cara
terbaik untuk memperkenalkan harga diri terdiri dari empat langkah. Di
antaranya, menyediakan kesempatan, menanamkan gagasan,
membangkitkan aspirasi, dan membantu mereka untuk membangun
pertahanan terhadap serangan persepsi diri. Keempat langkah ini
diharapkan dapat membimbing individu untuk mencapai pola konsep diri
yang normal. Pola konsep diri yang normal ditandai dengan adanya
penghargaan tertinggi pada harga diri dimana setiap individu meyakini
bahwa dirinya berharga sehingga ia akan senantiasa menjalani
kehidupannya dengan semangat.
Role performance adalah suatu cara dimana individu merasakan
kemampuannya untuk memainkan sebuah peran. Peran yang diikuti oleh
individu ini berkaitan dengan harapan dan standar tingkah laku yang diyakini.
Pada umumnya, pola ini bersifat stabil dan hanya berubah ketika individu
berada dalam usia dewasa. Perlu diketahui, individu dewasa yang sukses
menjalani perannya adalah individu yang mampu membedakan harapan peran
ideal dan kemungkinan yang realistis. Pola konsep diri yang normal dalam
hal ini ditandai dengan adanya kepuasan individu pada peran yang ia
miliki. Ia mampu menjalin hubungan dengan orang lain secara dekat,
merasakan kegembiraan dari perannya dalam diri dan kelompok,
mempercayai orang lain, dan memasuki hubungan saling ketergantunga
dengan orang lain.
Secara keseluruhan pola konsep diri yang normal akan terwujud
apabila individu berusaha menciptakan konsep diri yang positif dan
yang sejalan dengan pemikiran yang realistis. Dengan kata lain, persepsi
individu harus berfokus pada bagaimana seharusnya berperilaku yang tidak
bertentangan atau melebihi batas pencapaian yang dapat diwujudkan. Dalam
12
hal ini perawat memiliki kewajiban untuk memulai menunjukkan rasa
penerimaan terhadap diri klien. Pada akhirnya, setiap individu dapat
menerima semua aspek negatif yang ada dalam diri mereka sendiri
sebagai satu kesatuan utuh.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
2.4.1 Harga diri
Harga diri adalah pemahaman individu mengenai nilai dirinya
(Potter & Perry, 2005). Harga diri positif ketika seseorang merasa
mampu, berguna, dan kompeten. Harga diri anak berhubungan dengan
penilaian anak tentang keefektifannya di sekolah, dalam keluarga dan
lingkungan sosial. Kemampuan seseorang untuk kontribusi secara
bermakna di dalam masyarakat mempengaruhi konsep diri dan harga
diri. Konsep diri dan ideal diri dapat juga mempengaruhi harga diri.
Harga diri seseorang dipengaruhi beberapa faktor (Stuart & Laraia,
2005), antara lain:
a. Penolakan orang tua
Penolakan orang tua menyebabkan anak menjadi tidak
yakin pada diri sendiri dan hubungan dengan orang lain. Ketika
anak merasa gagal untuk dicintai, maka anak akan gagal untuk
mencintai diri sendiri dan memberi cinta kepada orang lain. Hal
tersebut dapat menyebabkan harga diri rendah.
b. Harapan orang tua yang tidak realistis
Permintaan orang tua dengan standar yang tidak masuk akal
sering menuntut anak sebelum anak memiliki kemampuan untuk
itu. Ketika anak gagal dalam memenuhi harapan orang tua tersebut,
anak dapat merasa rendah diri. Hal ini dapat juga menyebabkan
harga diri rendah.
c. Kegagalan yang berulang kali
13
Persaingan atau imitasi yang gagal terhadap saudara yang
cemerlang atau orang tua yang terkemuka sering menyebabkan
rasa putus asa dan rendah diri. Kekalahan atau kegagalan yang
berulang dapat menghancurkan harga diri.
d. Kurang mempunyai tanggung jawab personal
Anak belajar mandiri dan bertanggung jawab seiring
pertumbuhan dan perkembangan. Namun, kontrol berlebihan dari
orang tua dapat menyebabkan anak merasa seperti tidak memiliki
tanggung jawab dan kemandirian. Ketika anak diberi suatu
tanggung jawab, anak merasa rendah dan kurang percaya diri untuk
melakukan tanggung jawab tersebut.
e. Ideal diri yang tidak realistik
Ideal diri yang tidak realistis dapat menurunkan harga diri
ketika seseorang gagal mencapai ideal diri tersebut. Seseorang
yang memiliki standar yang tidak masuk akal dan tidak dapat
diubah, dapat mengalami harga diri rendah ketika tidak dapat
mencapai ideal dirinya. Selain itu, seseorang yang terlalu
menekankan aturan dan ideal dirinya, dapat merasakan depresi dan
putus asa juga ketika gagal.
2.4.2 Penampilan peran
Penampilan peran adalah cara individu merasakan
kemampuannya untuk membawa keluar peran yang signifikan (Potter
& Perry, 2005). Persepsi individu terhadap kompetensinya dalam
peran mungkin tidak sesuai dengan penilaian orang lain. Individu
yang memiliki banyak peran dapat mengalami konflik peran, tetapi
agar efektif untuk menjalani semua peran, individu harus mengetahui
kelakuan dan nilai yang diharapkan. Setiap peran menemui harapan-
harapan. Penampilan peran juga dipengaruhi beberapa faktor (Stuart
& Laraia, 2005), antara lain:
a. Streotipik peran seks
14
Steriotip atau pandangan umum mengenai jenis kelamin
dapat mempengaruhi penampilan peran seseorang. Sebagai contoh,
steriotip tentang feminim (yang berhubungan dengan wanita) dan
maskulin (kejantanan). Standar masyarakat mengenai kebiasaan
jenis kelamin dapat membuat wanita dan pria mengalami konflik
peran. Jika wanita memakai kebiasaan pria, dia berisiko mendapat
kecaman terhadap kegagalannya menjadi feminim; jika dia
memakai kebiasaan feminim, dia kehilangan nilai maskulin. Begitu
juga jika pria memakai kebiasaan wanita, kemaskulinan dan
seksualitasnya dipertanyakan dan kontribusinya dapat diabaikan;
jika dia memakai kebiasaan maskulin, dia berisiko tidak dapat
mengekspresikan kehangatan, kelembutan, dan responsif dari
kebiasaan feminim.
b. Tuntutan peran kerja
Wanita masih menjadi minoritas di pekerjaan berstatus
tinggi. Namun, wanita juga sudah mencoba idealnya seperti
menikah, mengurus anak, mendapat pendidikan yang lebih tinggi,
dan bekerja di luar rumah. Situasi ini memiliki efek negatif. Hal
tersebut dapat menggantikan peran tradisional wanita. Ketika peran
baru yang dihargai, maka peran tradisional sebagai isteri menjadi
tidak dihargai. Selain itu, wanita yang mencoba peran luas, akan
dihadapi dengan konflik bekerja, menikah, rumah tangga, dan
sebagai orang tua.
c. Harapan peran budaya
Harapan peran juga mempengaruhi penampilan peran
seseorang. Harapan yang ada yaitu wanita membuat penyesuaian di
rumah dan di karier. Selain itu terdapat harapan tradisional bahwa
isteri akan menjadi pengurus utama anak dan melakukan aktivitas
lain yang masih lazim. Harapan-harapan peran tersebut
mempengaruhi penampilan peran wanita.
2.4.3 Identitas personal
15
Identitas personal mencakup pemahaman internal tentang
kepribadian, keseluruhan, dan konsistensi seseorang di berbagai
keadaan sekitar (Potter & Perry, 2005). Identitas menyatakan jelas dan
membedakan dengan yang lain. Identitas membangun keunikan diri.
Identitas diperoleh dari observasi diri dan apa yang dikatakan individu
mengenai dirinya. Seksualitas, ras, atau budaya adalah bagian dari
identitas diri. Identitas personal juga dipengaruhi beberapa faktor
(Stuart & Laraia, 2005), antara lain:
a. Ketidakpercayaan orang tua
Ketidakpercayaan orang tua menyebabkan anak merasa
hebat jika pilihannya benar dan merasa salah jika melawan ide
orang tua. Ketidakpercayaan orang tua dapat tidak menghargai
opini anak dan menyebabkan anak ragu-ragu, menuruti kata hati,
dan bertindak agar mencapai beberapa identitas. Ketika orang tua
tidak mempercayai anak, anak akan menghilangkan rasa hormat
terhadap orang tua. Hal ini dapat menyebabkan konflik antara
orang tua dan anak.
b. Tekanan dari kelompok sebaya
Teman sebaya juga dapat menyebabkan masalah yang
mengganggu pengembangan identitas. Sering kali, remaja
mengikuti kelompok teman sebaya yang dapat menyebabkan
hancurnya harga diri dan mempengaruhi konsep diri yang stabil.
Hal ini akan berpengaruh terhadap identitas personalnya.
2.4.4 Citra tubuh
Citra tubuh mencakup sikap yang berhubungan dengan tubuh,
meliputi penampilan fisik, struktur, atau fungsi (Potter & Perry, 2005).
Perasaaan mengenai citra tubuh meliputi seksualitas, feminim dan
maskulin, kemudaan, kesehatan, dan kekuatan. Gambaran mental ini
tidak selalu konsisten dengan penampilan atau struktur fisik. Citra
tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor (Potter & Perry, 2005), antara
lain:
16
a. Pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik
Perkembangan normal seperti pubertas dan penuaan dapat
mempengaruhi citra remaja atau lanjut usia terhadap tubuh sendiri.
b. Nilai dan budaya
Budaya serta nilai dan sikap masyarakat juga mempengaruhi citra
tubuh seseorang. Nilai seperti berat dan bentuk tubuh ideal serta
budaya lukis tubuh mempengaruhi citra terhadap tubuh.
2.4.5 Pengaruh konsep diri terhadap kesehatan psikososial
Konsep diri dapat mempengaruhi kesehatan psikososial klien.
Fisik, psikologis, dan sosial dapat dipengaruhi oleh sikap, kebiasaan,
kepercayaan, dan ide seseorang (Baby, 2012). Berhubungan dengan
penampilan peran, ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi peran
atau tidak adanya peran yang diinginkan, sering kali menjadi pusat
perhatian dalam fungsi psikososial klien (Videbeck, 2008). Perubahan
peran juga menjadi kesulitan klien. Hubungan dengan orang lain
penting untuk kesehatan emosional dan sosial individu.
Ketidakmampuan mempertahankan hubungan yang memuaskan dapat
terjadi akibat kesehatan jiwa.
Harga diri yang positif adalah dasar dari ciri kesehatan mental dan
juga sebagai faktor yang berkontribusi untuk kesehatan yang lebih
baik dan tingkah laku sosial yang positif melalui perannya sebagai
penahan yang menolak pengaruh negatif (Baby, 2012). Itu terlihat
secara aktif meningkatkan kesehatan, berfungsi sebagai cerminan dari
aspek-aspek kehidupan seperti pencapaian, kesuksesan, kepuasan, dan
kemampuan untuk mengatasi sakit. Konsep diri yang tidak stabil dan
harga diri yang rendah dapat berperan dalam perkembangan gangguan
mental dan masalah sosial seperti depresi, anoreksia nervosa, bulimia,
ansietas, kekerasan, penyalahgunaan zat, dan kelakuan berisiko tinggi.
Pandangan mengenai diri mempengaruhi kemampuan untuk
berfungsi (Baby, 2012). Individu dengan konsep diri yang positif
17
akan mendekati pengalaman baru dan mengambilnya dengan
kepercayaan; dia berharap diterima oleh orang lain dan sukses.
Di sisi lain, orang dengan konsep diri negatif cenderung malu dari
orang lain dan menghindari persaingan. Konsep diri sangat
mempengaruhi kesehatan. Sebagai contoh, seseorang dengan konsep
diri yang positif lebih suka merawat kesehatan fisik, emosional, dan
spiritual dirinya. Konsep diri berhubungan dengan kesehatan mental,
penyesuaian, kebahagiaan, kesuksesan, dan kepuasan.
2.5 Rentang Respon Konsep Diri
Konsep diri individu dengan individu lainnya berbeda-beda. Konsep diri
seseorang dapat terlihat ketika individu tersebut mendapatkan sebuah
stressor. Stressor dapat berupa kejadian, situasi, seseorang atau suatu obyek
yang menimbulkan stress sehingga akan menimbulkan sebuah respon.
Stressor ini dapat membuat individu kebingungan dalam melihat citra tubuh,
penampilan peran atau identitas personal. Stressor akan membuat gangguan
pada keseimbangan individu tersebut. Akibatnya, individu akan memberikan
respon. Respon inilah disebut respon konsep diri.
Respon konsep diri individu memiliki sebuah rentang. Rentang respon
konsep diri membantu individu untuk melihat dimana letak respon konsep
diri mereka ketika terdapat stressor. Rentang respon konsep diri terdiri dari
dua sisi yang mengarah saling berlawanan. Respon pertama ialah yang
mengarah ke kanan, yaitu respon maladaptif. Respon maladaptif ialah
keadaan dimana respon konsep diri individu belum baik dalam merespon
stressor. Sedangkan sisi yang lainnya adalah respon adaptif, yang menuju ke
arah kiri, konsep diri individu telah dengan baik dalam merespon stressor
dengan respon yang positif. Rentang respon konsep diri dimulai dari
aktualisasi diri yang merupakan respon paling adaptif, kemudian konsep diri
positif, harga diri rendah, kerancuan identitas, dan depersonalisasi.
18
2.5.1 Aktualisasi diri
Ketika dihadapkan pada sebuah stressor, ada individu yang akan
merespon dengan respon paling adaptif, yaitu aktualisasi diri. Individu
yang mengaktualisasikan dirinya adalah individu yang dapat
menimplementasikan atau menunjukkan potensial besar yang ada
dirinya. Individu yang mengaktualisasikan dirinya dapat melihat
realitas yang tersembunyi secara lebih cermat dan tepat. Selain itu,
individu tersebut juga memiliki sifat fleksibilitas, spontanitas,
keberanian, terbuka dan rendah hati sehingga individu dapat merespon
stressor dengan baik.
2.5.2 Konsep diri positif
Individu dengan konsep diri positif akan lebih mudah terbuka
dan secara terang-terangan dalam mengeksplor dunianya, terutama
ketika dihadapkan pada sebuah masalah. Hal ini disebabkan individu
mempunyai latar belakang sebuah rasa penerimaan sebelumnya yang
akan mendukung kesuksesan individu tersebut. Individu dengan
konsep diri positif juga tidak mudah cemas, ketakutan, atau merasa
terancam.
2.5.3 Harga diri rendah
Harga diri merupakan sebuah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai
dengan ideal diri individu tersebut. Penilaian ini akan menghasilkan
19
gambar. Rentang respon konsep diri
sebuah perasaan berharga dalam diri mereka. Ideal diri merupakan
persepi individu dalam berperilaku. Individu dengan harga diri rendah
disebabkan karena banyaknya perbedaan antara konsep diri dan ideal
diri mereka. Ketika individu merasa terganggu dan respon konsep
dirinya ialah harga diri rendah maka individu akan merasa tidak
berharga dan berarti. Harga diri rendah dapat bersifat situasional dan
kronik. Harga diri rendah situasional terjadi pada suatu situasi saja dan
harga diri rendah kronik berlangsung lama. Individu dengan harga diri
rendah biasanya terlihat tidak percaya diri, pesimis, dan ingin dilihat
orang lain.
2.5.4 Kerancuan Identitas
Identitas adalah sebuah prinsip seseorang yang bersifat
sistematis. Identitas merupakan sebuah kesadaran untuk menjadi suatu
individu itu sendiri sebagai kesimpulan atas semua representasi
dirinya. Ketika individu gagal mengintegrasikan berbagai identifikasi
masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa, maka ia
mengalami kerancuan identitas. Tanda dan gejala yang dapat dilihat
ialah sifat kepribadian yang bertentangan, perasaan hampa, hubungan
interpersonal eksploitatif, tingkat kecemasan yang tinggi, serta
ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain.
2.5.5 Depersonalisasi
Depersonalisasi merupakan perasaan tidak realistis. Individu
tersebut akan merasa asing dengan dirinya sendiri. Individu juga
mengalami kesulitan untuk membedakan diri sendiri dari orang lain.
Depersonalisasi dipengaruhi oleh tingkat kecemasan yang dialami dan
20
Self-concept
Self-ideal
Low self-esteem
Self-concept
Self-ideal
High self-esteem
BA
kegagalan dalam penilaian secara realistis. Depersonalisasi terjadi
dalam berbagai penyakit klinik seperti depresi dan schizophrenia.
Tabel. Tanda dan gejala depersonalisasi
Afektif Perseptual Kognitif Perilaku
Kehilangan
identitas diri
Perasaan tidak
aman, takut,
malu
Rasa terisolasi
yang kuat
Ketidakmampuan
mencari
kesenangan atau
perasaan untuk
mencapai sesuatu
Halusinasi
pendengaran
dan
penglihatan
Kebingungan
tentang
seksualitas diri
sendiri
Kesulitan
membedakan
diri sendiri dari
orang lain
Gangguan citra
tubuh
Bingung
Disorientasi
waktu
Gangguan
berpikir
Gangguan
daya ingat
Gangguan
penilaian
Emosi pasif
dan tidak
berespons
Kurang
spontanitas
Kehilangan
kemampuan
untuk
memulai
dan
membuat
keputusan
Menarik diri
secara sosial
2.6 Konsep Berduka Kehilangan dan Kaitannya dengan Konsep Diri
Konsep diri merupakan cerminan dari persepsi seseorang terhadap
dirinya sendiri. Konsep diri memiliki 4 komponen, yaitu, citra tubuh, identitas
diri, harga diri, dan peran. Keempat komponen ini yang membangun konsep
diri seseorang. Usia dan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi
konsep diri seseorang. Konsep diri selalu berkembang dan mempunyai tugas
sendiri dalam setiap tahapannya. Konsep diri dapat berubah melalui
perkembangan alami karena pertambahan usia dan melalui stressor terhadap
keempat komponen konsep diri itu sendiri. Dalam Potter, Perry 2005, Selye
(1956) mengatakan bahwa stres adalah kehilangan dan kerusakan normal dari
21
kehidupan, bukan hasil spesifik tindakan seseorang atau respons khas
terhadap sesuatu.
2.6.1 Kehilangan
Kehilangan merupakan peristiwa dan pengalaman yang unik terjadi
pada seseorang dimana hal yang dimilikinya sudah tidak ada lagi.
Menurut Kozier, 2004 “kehilangan adalah situasi aktual dimana
sesuatu hal yang bernilai sudah tidak dapat dimiliki lagi”. Persepsi
terhadap kehilangan dapat berupa positif dan negatif sesuai dengan
nilai seseorang dalam mengartikan kehilangan. kehilangan bukan saja
dinilai dari barang atau benda, suasana yang berubah dapat
menimbulkan rasa kehilangan. Karena itu, Kehilangan dikelompokkan
menjadi empat kategori (kozier, 2004), yaitu:
a. Kehilangan aspek diri
Kehilangan bagian tubuh, fungsi tubuh, dan psikologis
merupakan bagian dari kehilangan aspek diri. kehilangan ini dapat
terjadi karena kecelakaan, penyakit, atau kehilangan kepercayaan
diri. kehilangan aspek diri erat kaitannya dengan konsep ini.
Kehilangan aspek diri dapat menyebabkan perubahan konsep diri.
b. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda atau hewan merupakan bagian dari
kehilangan objek eksternal. Tingkat berduka karena kehilangan
berdasarkan nilai benda tersebut bagi seseorang.
c. Kehilangan lingkungan yang sudah dikenal
Berpisah dengan lingkungan yang sudah dekat dan kita kenal
dapat menimbulkan rasa kehilangan, seperti merasa kehilangan
setelah 4 tahun tinggal di kota tempat kuliah kemudian harus balik
lagi kerumah.
d. Kehilangan orang yang dicintai
Orang dicintai ini mencakup orang tua, suami, anak, saudara,
dll. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan, kematian, ataupun
pindah.
22
Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa klien mungkin
mengalami kehilangan maturasional (kehilangan yang diakibatkan oleh
transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya), kehilangan
situasional (kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespons
kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak dari orang yang
dicintai). Kozier (2004) menyatakan bahwa ada dua tipe kehilangan,
yaitu, aktual dan rasa. Kehilangan aktual dapat diketahui orang lain,
sedangkan kehilangan hanya dirasakan diri sendiri. Contoh kehilangan
rasa adalah ketika seorang wanita karir harus meninggalkan
pekerjaannya drmi mejaga anaknya.
Kehilangan dapat dilihat secara situasional dan bertahap.
Kehilangan anak, pekerjaan, dan kecelakaan termasuk kedalam
kehilangan situasional. Yang dimaksud dengan kehilangan bertahap
adalah ketika seorang ibu memutuskan untuk operasi mastektomi.
Kehilangan bertahap, dalam banyak kasus dapat diantisipasi
sebelumnya.
2.6.2 Duka cita, kehilangan karena kematian, dan berkabung
Duka cita adalah respon emosional yang dialami ketika merasa
kehilangan. Duka cita adalah proses mmengalami reaksi psikologis,
emosional,, dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan (Rando,
1991 dalam Potter & Perry 1997). Kehilangan karena kematian adalah
respon subjektif dari kehilangan orang yang dicintai. Berkabung
adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup
berupaya untuk melewati duka cita.
Worden (1982) menggarisbawahi empat tugas duka cita yang
memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan, dan Harper
(1987) merancang tugas dalam akronim “TEAR” (dalam Potter, Perry,
1997) :
T > untuk menerima realitas kehilangan
E > mengalami kepedihan akibat kehilangan
A > menyesuaikan lingkungan
23
R > memberdayakan kembali energi emosional ke dalam hubungan
baru
Tugas ini tidak terjadi secara urutan khusus, tetapi rasionalnya
setiap orang akan mengalami tugas tersebut secara bersamaan, atau
hanya satu atau dua yang menjadi prioritas. Proses berkabung dan
duka cita ini mempengaruhi konsentrasi, nafsu makan, komunikasi,
gangguan tidur. Gejala duka cita antara lain cemas, depresi, sulit
bernapas, penurunan berat badan dan sakit kepala.
a. Tipe Respon Duka Cita
Reaksi normal mungkin terjadi singkat atau mencegah.
Duka cita singkat terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan
dan dengan cepat kembali ke keadaaan normal dengan rasa hilang
tersebut tidak kembali muncul. Biasanya ini terjadi pada
kehilangan sesuatu yang tidak terlalu bernilai bagi dirinya atau
sudah digantikan dengan hal lain. seperti ketika seseorang
kehilangan kunci kamar, kemudian sudah diganti dengan kunci
yang baru. duka cita antisipasi tejadi ketika seorang istri yang
sudah mempersiapkan diri untuk kehilangan suaminya, ketika
suaminya dalam keadaan kritis. Respon ini ketika seseorang
mengalami kehilangan bertahap, ketika seseorang sudah tahu dan
menyadari akan mengalami kehilangan.
Dalam Potter & Perry (1997) duka cita dibagi menjadi duka
cita adaptif dan terselubung. Duka cita adaptif terjadi pada mereka
yang menerima diagnosis yang memiliki efek jangka panjang
terhadap fungsi tubuh. Dalam situasi seperti ini, duka cita adaptif
dapat mendalam lama dan dapat terbuka. Respon ini juga berkaitan
dengan kehilangan bertahap. Duka cita terselubung terjadi ketika
seseorang mengalami kehilangan yang tidak atau tidak dapat
dikenali, rasa berkabung yang luas, atau didukung secara sosial.
Respon ini terjadi pada kehilangan yang bersifat situasional.
b. Tahapan Duka Cita
1. Kubler-Ross (1969)
24
a) Denial, menolak untuk menerima kehilangan yang terjadi,
belum siap untuk menghadapi masalah selanjutnya
b) Anger, seseorang akan mengarahkan kemarahannyakepada
orang terdekat
c) Bargaining, individu mungkin berupaya untuk membuat
perjanjian dengan cara halus dan jelas untuk mencegah
kehilangan
d) Depression, kehilangan disadari dan timbul dampak nyata
dari makna kehilangan tersebut
e) Acceptance, sudah menerima, bisa jadi menyerah atau
membuat rencana baru.
2. Engel (1964) dalam Potter & Perry (1997)
a) Shock and disbelief, menolak untuk menerima kenyataan
b) Developing awarenesss, marah diarahkan ke orang terdekat
c) Restitution, ritual berkabung
d) Resolving of loss, mulai menerima support
e) Idealization, mulai menerima objek atau orang baru
f) Outcome
3. Rando (1993)
a) Penghindaran, menyangkal dan tidak percaya, shok
b) Konfrontasi, luapan emosi yang sangat tinggi ketika
seseorang melawan kehilangan
c) Akomodasi, penurunan kedukaan akut dan mulai belajar
menjalani hidup
Teori dan konsep berduka hanya cara yang dapat digunakan
klien untuk mengatasi rasa kehilangannya dalam mengantisipasi
kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan merencanakan
intervensiuntuk membantu mereka memahami duka cita dan
menghadapinya. Tahapan ini tidak terjadi dengan urutan yang
kaku. Tujuannya bukan untuk mengklasifikasi duka cita klien,
dengan demikian perawat tidak harus mengidentifikasi klien
mengalami tahapan khusus duka cita.
25
c. Faktor yang mempengaruhi respon duka cita
Usia, setiap proses perkembangan manusia memiliki respon
tersendiri terhadap kehilangan. respon balita dan dewasa tidak bisa
disamakan ketika kehilangan hal yang sama dalam dirinya.
Budaya, beberapa budaya mempunyai kebiasaan untuk
merayakan kehilangan dengan diam dan mengingat kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Dibudaya lain merayakan kehilangan dengan
dipenuhi kemeriahan dan kemewahan.
Keyakinan Spiritual, bagi orang yang menmpunyai
spiritual yang tinggi, ketika mengahadapi kehilangan, ia akan
merasakan bahwa ia akan mengalami hal yang sama dan mulai
merenungi nasibnya. Beberapa yang lain menganggap kehilangan
merupakan siksaan atau azab dari tuhan.
Jenis kelamin, lelaki lebih tegar dan lebih pendiam ketika
mengalami kehilangan. sedangkan wanita lebih mengekspresikan
rasa kehilangannya.
Status sosioekonomik, berdasarkan oleh sistem pendukung
yang ada ketika mengalami kehilangan.
Sistem pendukung, sistem pendukung yang baik akan
membuat seserang yang merasa kehilangan dapat cepat menerima
kehilangannya.
Penyebab, penyebab kehilangan benda kesayangan oleh
orang yang disayang lebih minim dari pada disebabkan oleh
seseorang yang tidak dikenal.
Kehilangan dapat menjadi stressor terhadap konsep diri.
Setiap stressor dapat menyebabkan perubahan konsep diri. stressor
dapat berupa positif ataupun negatif, stressor negatif belum tentu
menyebabkan konsep diri negatif pula, begitu pula dengan
kehilangan. konsep diri yang positif jika mengalami kehilangan
dan perubahan dalam dirinya belum tentu mengalami perubahan
konsep diri yang positif. Dalam setiap kehilangan, seseorang akan
mengalami fase-fase dan tahapan duka cita. Konsep diri yang kuat
26
dan positif menyebabkan seseorang dapat melewati fase berkabung
dengan baik dan tidak terlalu berlebihan. Konsep diri yang
menjadikan seseorang mampu menerima kehilangan dengan baik
dan dapat mengatur dirinya dengan baik pula. Konsep diri juga
mempengaruhi seseorang terhadap respon kehilangan yang
dialaminya.
Kehilangan dapat menyebabkan perubahan konsep diri
yang baik dan sebaliknya. Perubahan konsep diri bergantung pada
bagaimana kehilangan itu terjadi. Respon pada kehilangan dapat
mengidentifikasi perubahan konsep diri ke positif atau negatif.
Setiap kehilangan akan menyebabkan perubahan konsep diri.
kehilangan dapat menjadi stressor terhadap komponen konsep diri
dan dapat menjadi bagian dari perkembangan konsep diri yang
pasti terjadi. Kehilangan erat kaitannya dengan konsep diri.
2.7 Proses Keperawatan
Pada dasarnya, proses keperawatan terkait konsep diri memiliki proses
yang sama dengan proses keperawatan lain, yaitu pengkajian, diagnosis,
intervensi, implementasi dan evaluasi. Dalam mengkaji data klien dengan
gangguan konsep diri, perawat dapat mengkaji dari berbagai sumber. Perawat
tidak hanya mengkaji melalui pertanyaan langsung saja, tetapi perawat dapat
mengkaji dengan cara mengamati perilaku nonverbal klien dan
memperhatikan isi pembicaraan klien. Dengan mengkaji hal tersebut, perawat
dapat mendapatkan petunjuk bagaimana asumsi klien, persepsi klien, dan
pandangan klien tentang hidup.
Adapun beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam mengkaji
konsep diri klien, yaitu perilaku koping, orang-orang terdekat, dan harapan
klien. Perilaku koping merupakan faktor penting dalam pengkajian karena
kita dapat mengetahui bagaimana klien menghadapi masalah. Apakah koping
tersebut sudah tepat atau belum dan apakah koping tersebut termasuk koping
yang baik dalam memecahkan masalah atau justru menambah masalah lain.
27
Faktor penting berikutnya adalah orang-orang terdekat klien. Orang-orang
terdekat klien dapat memberikan informasi untuk data pengkajian perawat.
Melalui orang-orang terdekat klien, perawat dapat mengetahui bagaimana
cara klien menghadapi masalah, pengetahuan apa yang penting untuk konsep
diri klien, dan informasi-informasi penting lainnya. Faktor terakhir yang
penting dalam pengkajian adalah harapan klien.
Selain itu, pengkajian pada proses keperawatan terkait konsep diri juga
meliputi tanda dan gejala, faktor predisposisi, stressor pencetus atau disebut
juga faktor presipitasi, sumber-sumber koping, dan mekanisme koping. Tanda
dan gejala klien dapat dilihat dan diamati melalui pertanyaan langsung dari
perawat maupun isi pembicaraan klien itu sendiri. Sebagai contoh, klien
dengan harga diri rendah akan memiliki tanda dan gejala seperti rasa bersalah
terhadap diri sendiri, mengkritik diri sendiri/orang lain, menarik diri dari
realitas, pandangan hidup yang pesimis, perasaan tidak mampu, perasaan
negatif pada tubuhnya sendiri, percaya diri kurang, mudah tersinggung atau
marah berlebihan.
Tanda dan gejala yang dikaji dapat dibagi berdasarkan gangguan konsep
diri, yaitu:
1. Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai
dan tidak realistis. Tanda dan gejala yang dapat dikaji:
a. Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya
b. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
2. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan. Tanda dan gejala yang dapat dikaji:
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakti dan akibat
tindakan terhadap penyakit
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. Merendahkan martabat
d. Gangguan hubungan sosial
e. Percaya diri kurang
28
f. Mencederai diri
3. Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhenti fungsi
peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah,
putus hubungan kerja. Tanda dan gejala yang dapat di kaji:
a. Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran
b. Ketidakpuasan peran
c. Kegagalan menjalankan peran yang baru
d. Ketegangan menjalankan peran yang baru
e. Kurang tanggung jawab
f. Apatis/bosan/jenuh dan putus asa
4. Gangguan identitas adalah kekaburan/ketidakpastian memandang diri
sendiri. Penuh dengan keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan. Tanda dan gejala yang dapat
di kaji:
a. Tidak ada percaya diri
b. Sukar mengambil keputusan
c. Ketergantungan
d. Masalah dalam hubungan interpersonal
e. Ragu/ tidak yakin terhadap keinginan
f. Projeksi (menyalahkan orang lain).
Faktor predisposisi itu sendiri terbagi menjadi 3, yaitu faktor yang
mempengaruhi harga diri, penampilan peran, dan identitas sosial. Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada faktor yang mempengaruhi harga diri adalah
penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistik. Kemudian hal-hal yang
perlu diperhatikan pada faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah
streotipik peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya. Serta
hal-hal yang perlu diperhatikan pada faktor yang mempengaruhi identitas
personal adalah, ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya,
dan perubahan dalam struktur sosial.
29
Stressor pencetus atau yang disebut juga dengan faktor presipitasi dapat
dibagi menjadi 2 sumber, yaitu sumber internal dan sumber eksternal. Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada faktor presipitasi ini adalah trauma dan
ketegangan peran yang meliputi transisi peran perkembangan, transisi peran
situasi, dan transisi peran sehat-sakit. Sedangkan sumber koping dan
mekanisme koping sama halnya dengan faktor penting perilaku koping
sebelumnya, perawat perlu memperhatikan sumber atau koping seperti apa
yang baik untuk klien. Adapun beberapa sumber koping klien adalah
kelebihan personal yang meliputi aktivitas, hobi, seni, kesehatan, pekerjaan,
bakat, kecerdasan, kreativitas dan imaginasi, serta hubungan interpersonal.
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah penggunaan fantasi,
disosiasi, isolasi, proyeksi, displacement, marah pada diri sendiri, dan
mengamuk. Mekanisme koping dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Jangka Pendek
a. Aktivitas yang memberi pelarian sementara
b. Aktivitas yang memberi kehidupan
c. Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti identitas sementara
d. Aktivitas yang memberikan kekuatan/dukungan sementara
terhadap konsep diri
2. Jangka Panjang
Merupakan penutupan identitas premature yang diinginkan oleh
orang yang penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan
aspirasi dan potensi dari individu tersebut dan identitas negative
dengan mengasumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima
oleh nilai dan harapan masyarakat.
Setelah mengkaji data-data klien, hal selanjutnya yang perlu perawat
lakukan adalah menentukan diagnosis keperawatan. Dalam konsep diri,
sering terjadi data yang terisolasi merupakan karakteristik definisi untuk lebih
dari satu diagnosis keperawatan, sehingga perawat harus mengumpulkan data
yang spesifik untuk dapat memvalidasi dan membedakannya. Adapun
30
masalah keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan konsep diri
adalah:
1. Gangguan citra tubuh
2. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
3. Ideal diri yang tidak realistik
4. Gangguan identitas diri
5. Gangguan peran
6. Isolasi sosial
Selesai menentukan diagnosis, langkah selanjutnya yang harus dilakukan
perawat adalah menentukan tujuan, tindakan keperawatan, dan kriteria hasil,
atau di sebut juga dengan melakukan perencanaan. Perawat harus
menentukan tujuan umum dan khusus. Tujuan umum untuk meningkatkan
aktualisasi diri klien dengan membantu menumbuhkan, mengembangkan,
menyadari potensi sambil mencari kompensasi ketidakmampuan. Tujuan
Khusus agar klien dapat mengenal dukungan yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konsep diri daan
membantu klien agar lebih mengerti akan dirinya secara tepat.
Perawat harus harus meyakinkan bahwa tujuan yang dibuatnya bersifat
individual, nyata, dan dengan hasil yang dapat diukur. Perawat dalam
mencapai tujuan dengan kriteria tersebut memerlukan konsultasi dengan
klien, keluarganya, dan tim kesehatan lain. Selain itu perawat juga perlu
menentukan prioritas yang meliputi penggunaan komunikasi terapeutik untuk
menyelesaikan masalah konsep diri yang menjamin bahwa klien mampu
memenuhi kebutuhan fisiknya secara maksimal. Perawat juga perlu
berkolaborasi dengan orang-orang terdekat klien yang sebelumnya sudah
mendukung klien pada saat mengalami penurunan konsep diri.
Perawat mengembangkan tujuan dan kriteria hasil, kemudian
mempertimbangkan intervensi keperawatan untuk meningkatkan konsep diri
31
yang sehat dan membantu klien mencapai tujuan dalam melakukan
implementasi keperawatan. Perawat juga perlu melakukan promosi kesehatan
dengan cara bekerjasama dengan klien untuk membantu mereka
mengembangkan perilaku gaya hidup sehat yang mendukung konsep diri
positif. Selain itu perawat pada tatanan perawatan akut menghadapi klien
yang memerlukan adaptasi terhadap perubahan citra tubuh sebagai akibat
tindakan operasi atau perubahan fisik lainnya. Karena memenuhi semua
kebutuhan ini merupakan hal yang sulit untuk dilakukan pada waktu berada di
tatanan perawatan akut, maka rujukan dan tindakan lebih lanjut di rumah,
menjadi hal yang penting. Perawatan pemulihan dan berkelanjutan yang
dilakukan dirumah, harus sangat dimanfaatkan oleh perawat karena dalam hal
ini perawat memiliki lebih banyak kesempatan untuk bekerjasama dengan
klien agar dapat mencapai tujuan konsep diri yang lebih positif. Intervensi
keperawatan yang utama dalam tahap ini adalah menggunakan keterampilan
komunikasi untuk menjelaskan keinginan klien dan keluarga. Perawat perlu
berkolaborasi dengan klien untuk mengidentifikasi pilihan penyelesaian dan
pengembangan tujuan yang realistis guna memfasilitasi perubahan nyata dan
mendorong perilaku untuk menentukan tujuan selanjutnya.
Setelah melakukan rencana, maka perawat melakukan tindakan
berdasarkan rancangan tersebut. Hubungan terapeutik antara klien dan
perawat merupakan pusat dari fase implementasi. Pendekatan dalam
penyelesaian masalah ini meliputi beberapa tahap yaitu:
1. Memperluas kesadaran diri
2. Membantu klien menyelidiki diri
3. Membantu klien mengevaluasi diri
4. Membatu klien membuat rencana yang realistis
5. Membantu klien untuk bertanggung jawab dalam bertindak
Langkah terakhir yang perlu dilakukan perawat dalam proses ini adalah
evaluasi. Yang dapat dievaluasi perawat dalam proses keperawatan ini
adalah:
1. Klien mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit yang diderita
32
2. Klien menyebutkan aspek positif dan kemampuan dirinya
3. Klien berperan serta dalam perawatan dirinya
4. Percaya diri klien dengan menetapkan keinginan atau tujuan yang
realistis
5. Klien menerima perubahan tubuh yang terjadi
6. Klien memilih beberapa cara mengatasi perubahan yang terjadi
7. Klien adaptasi dengan cara – cara yang dipilih dan digunakan
Perawat perlu menggunakan pemikiran kritis untuk mengevaluasi
keberhasilan klien dalam mencapai setiap tujuan dan hasil yang diharapkan.
Hasil yang diharapkan klien dengan gangguan konsep diri meliputi perilaku
nonverbal yang mengindikasikan konsep diri yang positif, pernyataan tentang
penerimaan diri, dan penerimaan terhadap perubahan penampilan atau fungsi.
33
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Seorang wanita, 25 tahun, dirawat di ruang bedah untuk rencana operasi
pengangkatan rahim satu minggu yang akan datang. Saat bertemu perawat,
klien mengatakan tidak bisa tidur dan sudah dua hari mengalami diare.
Klien tampak bicara cepat dan sering meremas tangan. Hasil pemeriksaan
tanda vital menunjukkan tekanan darah 150/100 mmHg. Nadi 110x/menit,
pernafasan 25x/menit. Suami klien mengatakan sudah menikah selama 6
tahun, namun belum dikarunia anak. Mertua klien sangat mengharapkan
cucu karena suami klien merupakan anak tunggal
3.2 Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Saat melakukan asuhan keperawatan, hal pertama yang dilakukan perawat
adalah melakukan pengkajian. Dalam mengkaji klien pada kasus di atas,
perawat harus mengumpulkan data objektif dan yang berfokus pada stressor
konsep diri baik yang aktual maupun potensial dan pada perilaku yang
berkaitan dengan perubahan konsep diri. Data objektif merupakan perilaku
yang ditunjukkan oleh klien, preokupasi mengenai citra tubuh, keengganan
untuk mencoba hal yang baru, dan interaksi verbal dan nonverbal antara klien
dan orang lain. Data subyektif dikumpulkan untuk menentukan pandangan
klien tentang diri dan lingkungannya. Persepsi orang terdekat adalah sumber
data yang penting. itu, pengkajian pada proses keperawatan terkait konsep diri
juga meliputi tanda dan gejala, faktor predisposisi, stressor pencetus atau
disebut juga faktor presipitasi, sumber-sumber koping, dan mekanisme koping.
Kegiatan Pengkajian Batasan Karakteristik
Mengkaji Identitas Klien Nama : Ny. X, Umur : 25 tahun, Alamat,
Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Suku
Riwayat penyakit
34
Mengobservasi tanda dan gejala.
Dapat dilihat dan diamati melalui
pertanyaan langsung dari perawat
maupun isi pembicaraan klien itu
sendiri dan perilaku klien.
DS: klien mengatakan tidak bisa tidur dan
mengalami diare.
DO: klien tampak berbicara cepat dan sering
meremas tangan, tekanan darah 150/100
mmHg, nadi 110x/menit, pernafasan
25x/menit.
Mengkaji Faktor Predisposisi
- Mertua klien sangat mengharapkan cucu,
terlebih lagi suami klien merupakan anak
tunggal.
- Klien belum memiliki anak walaupun sudah
menikah 6 tahun.
- Wanita seusia klien yang sudah menikah
selama 6 tahun seharusnya sudah memiliki
anak
Mengkaji Stressor pencetus (Presipitasi) - Klien mengalami transisi peran situasi yaitu
seharusnya sebagai wanita klien bisa
melahirkan anak namun karena histerektomi
dia tidak bisa melahirkan anak lagi.
Mengkaji sumber-sumber koping Pada kasus di atas, klien bisa menggunakan
sumber koping seperti melakukan hobinya,
aktivitas, seni atau hal-hal lain yang bisa
membuat dia merasa bisa menerima keadaannya
saat itu.
Mengkaji mekanisme koping Mekanisme pertahanan diri yang mungkin
dilakukan oleh klien tersebut adalah penggunaan
fantasi, disolasi, isolasi, proyeksi, displacement,
marah pada diri sendiri, dan amuk.
2. Diagnosis, Intervensi, dan Evaluasi Keperawatan
a. Ansietas
Alasan diagnosa
35
DO : tekanan darah 150/100 mmHg, adi 110x/menit, pernafasan
25x/menit, klien tampak berbicara cepat dan sering meremas tangan.
DS: Klien mengatakan tidak bisa tidur dan mengalami diare.
Tujuan
Ansietas berkurang, dibuktikan dengan tingkat ansietas hanya
ringan-sedang.
Intervensi
- Mempersiapkan klien menghadapi kemungkinan krisis
perkembangan dan/ situasional.
- Membantu Klien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor, atau
perubahan yang mengambat pemenuhan tuntutan dan peran
hidup.
- Memberikan penenangan, penerimaan, dan bantuan atau
dukungan selama masa stress.
Aktivitas Keperawatan
Independen:
- Beri penyuluhan untuk klien atau keluarga yang
menginformasikan tentang gejala ansietas
- Pada ansietas berat, dampingi klien, bicara dengan tenang, dan
berikan ketenangan dan rasa nyaman.
- Beri dorongan kepada klien untuk mengungkapkan secara verbal
pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas.
- Bantu klien untuk memfokuskan pada situasi saat ini, sebagai cara
untuk mengidentifikasi mekanisme koping untuk mengurangi
ansietas.
Kolaborasi:
Berikan obat untuk menurunkan ansietas kalau diperlukan.
36
Kriteria Evaluasi
- Klien memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal
- Klien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif
secara tepat.
- Klien dapat merencanakan strategi koping untuk situasi tersebut.
b. Risiko Harga Diri Rendah Situasional Berhubungan dengan
Hambatan Fungsi Akibat Histerektomi
Alasan Diagnosa
DS: Gangguan citra tubuh, harapan diri tidak realistis
DO: Ketakutan akan penolakan dan pengabaian dari suami dan
mertua klien
Tujuan
- Menunjukkan harga diri
- Menunjukkan penyesuaian Psikososial: perubahan hidup
Intervensi
- Meningkatkan sikap dan persepsi sadar dan tidak sadar klien
terhadap tubuhnya
- Meningkatkan motivasi klien
Tindakan Keperawatan
Independen:
- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih
dimiliki klien
- Menilai kemampuan yang dapat digunakan
- Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
- Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
Kriteria Hasil
37
- Mengungkapkan penerimaan diri.
- Mengatakan optimisme tentang masa depan
- Menggunakan strategi koping efektif
38
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Kasus
Seorang wanita, 25 tahun, dirawat di ruang bedah untuk rencana operasi
pengangkatan rahim satu minggu yang akan datang. Saat bertemu perawat,
klien mengatakan tidak bisa tidur dan sudah dua hari mengalami diare. Klien
tampak bicara cepat dan sering meremas tangan. Hasil pemeriksaan tanda vital
menunjukkan tekanan darah 150/100 mmHg. Nadi 110x/menit, pernafasan
25x/menit. Suami klien mengatakan sudah menikah selama 6 tahun, namun
belum dikarunia anak. Mertua klien sangat mengharapkan cucu karena suami
klien merupakan anak tunggal
4.2 Pembahasan
Dalam kasus dapat dilihat bahwa klien tampak cemas. Jika dikaji
berdasarkan masalah klien yang dikatakan sudah 6 tahun menikah namun
belum dikaruniai anak sedangkan mertua sangat mengharapkan cucu, maka
dapat dilihat bahwa klien mengalami gangguan konsep diri. Sesuai dengan
definisi konsep diri yang berbunyi “Semua ide, kepercayaan, dan keyakinan
yang merupakan pengetahuan tentang diri seseorang dan mempengaruhi
hubungan seseorang dengan orang lain”, maka klien disini berpendapat bahwa
dirinya tidak bisa mempunyai anak dan mempengaruhi hubungannya dengan
mertuanya. Klien tertekan karena dirinya tidak juga mempunyai seorang anak
sehingga dia khawatir akan pendapat mertua dan suaminya. Klien tertekan
hingga mempengaruhi fisiknya dan menyebabkan dirinya jatuh sakit.
Jika dilihat dari berbagai macam masalah konsep diri, klien dapat
mengalami gangguan dalam penampilan peran. Penampilan peran dipengaruhi
oleh beberapa faktor meliputi streotipik peran seks, peran kerja, dan harapan
budaya. Wanita mempunyai peran untuk melahirkan anak dan meneruskan
keturunan, ketika hal tersebut tidak dapat dicapai, maka wanita mengalami
gangguan dalam penampilan peran. Hal tersebut terjadi pada klien. Klien juga
39
dapat mengalami gangguan citra tubuh. Citra tubuh dipengaruhi beberapa
faktor meliputi pertumbuhan kognitif, perkembangan fisik, dan nilai budaya.
wanita dewasa yang sudah memiliki kelurga, secara perkembangan fisik,
seharusnya tubuh telah mengalami perkembangan matang, terutama untuk
melahirkan anak. Ketika seseorang merasa terganggu pada tubuhnya, maka
dapat mempunyai citra tubuh yang negatif. Hal tersebut terjadi pada Klien.
Selain itu, harga diri klien juga dapat mejadi rendah akibat ideal diri yang tidak
tercapai. Ideal diri seorang wanita dapat berupa melahirkan anak. Identitas
personal klien juga mengalami gangguan yaitu terhadap identitas sebagai
seorang wanita.
Gangguan pada komponen konsep diri dapat mengganggu kesehatan
psikososial seseorang. Pada kasus terlihat klien mengalami gangguan
psikososial. Klien tampak berbicara cepat dan meremas tangan. Hal tersebut
mungkin terjadi karena konsep dirinya yang terganggu. Klien mungkin merasa
gagal dalam menampilkan peran sebagai wanita. Selain itu, Klien dapat merasa
tidak mampu meneruskan keturunan sehingga menurunkan harga dirinya.
kejadian pada klien juga dapat menjadi stresor bagi dirinya. Stres jika tidak
dapat ditangani diri sendiri, dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan,
seperti yang terjadi pada klien. Keadaan psikososial yang terganggu dapat
diakibatkan oleh konsep diri yang tidak stabil dan berubah negatif.
40
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang dirinya yang meliputi
citra tubuh, harga diri, permainan peran, dan identitas personal. Konsep diri
berkembang sepanjang proses kehidupan dan sulit untuk berubah. Konsep diri
dipengaruhi oleh interaksi individu dengan lingkungan dan orang lain, dan
oleh persepsinya tentang bagaimana orang lain memandang dirinya. Konsep
diri yang dimiliki seseorang berkaitan erat dengan bagaimana ia bersikap jika
dihadapkan pada situasi-situasi tertentu, dan dalam berinteraksi dengan orang
lain. Konsep diri berkembang selama proses kehidupan dan berbeda pada
setiap tahapan perkembangan seseorang. Sejak seseorang dilahirkan sampai
lanjut usia, terdapat perbedaan pada konsep dirinya.
Pola konsep diri yang normal adalah penting dalam berinteraksi di setiap
tahapan perkembangan tersebut. Terdapat empat komponen yang akan
membentuk pola konsep diri yang normal, diantaranya identitas diri, citra
tubuh, harga diri dan role performance. Pola konsep diri yang normal akan
terwujud apabila individu berusaha menciptakan konsep diri yang positif dan
yang sejalan dengan pemikiran yang realistis.
Konsep diri individu dengan individu lainnya berbeda-beda. Konsep diri
seseorang dapat terlihat ketika individu tersebut mendapatkan sebuah
stressor. Respon konsep diri individu memiliki sebuah rentang. Rentang
respon konsep diri membantu individu untuk melihat dimana letak respon
konsep diri mereka ketika terdapat stressor. Rentang respon konsep diri
dimulai dari aktualisasi diri yang merupakan respon paling adaptif, kemudian
konsep diri positif, harga diri rendah, kerancuan identitas, dan
depersonalisasi.
41
5.2 Saran
Bagi seorang perawat, memiliki konsep diri yang baik adalah penting,
karena akan berpengaruh terhadap perawatan yang diberikan kepada klien.
Selain itu, perawat juga harus mengetahui perbedaan konsep diri yang
dimiliki klien dalam setiap tugas perkembangan yang berbeda, karena
manusia memiliki perbedaan konsep diri di setiap tahapan perkembangannya
yang akan memengaruhi interaksinya dengan orang lain. Pemahaman
mengenai tingkat rentang konsep diri klien terhadap stressor juga harus
dimiliki, untuk membantu klien beradaptasi terhadap stressor dengan asuhan
keperawatan yang tepat.
42
DAFTAR PUSTAKA
Baby, S. (2012). Development of self-concept and health. Social Science
International, 28, 253-263. Diperoleh dari
http://search.proquest.com/science/docview/1095604458/fulltextPDF/
13C368B66031962F0DA/8?accountid=17242
Carpenito, Juall Lynda. (2002). Diagnosis Keperawatan, Aplikasi pada Praktik
Klinis Ed. 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Goble, Frank. (2010). Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Hamid, Achir Yani S & Putri, Yossie S.E. Konsep Diri Pada Klien Dewasa.
Kozier, B., Erb, Berman, A.J & Snyder (2004). Fundamental
Nursing : Concepts, Process, and Practice. Seventh edition.
New Jersey: Person Education, Inc
Kozier, B., et al. (2001). Fundamental Of Nursing: Concepts, Process, and
Practice. 5th Ed. New Jersey: Addison-Wesley Nursing.
McLeod, Saul. (2008). Self Concept. from http://www.simplypsychology.org/self-
concept.html.
Perry & Potter.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 1, Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Potter, P.A & Perry, A.G. (1997). Fundamental nursing: Concepts,
Process, and Practice, sixth edition. St. Louis: Mosby Year Book
Potter, P.A & Perry, A.G. (2005). Fundamental nursing: Concepts,
Process, and Practice, sixth edition. St. Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing, Ed. 9th. Philadelphia: Mosby.
Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice Psychiatric
Nursing. 8th Ed. Philadelphia: Mosby.
43
Stuart, Gail Wiscarz. (1998). Buku Saku Keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.
Videbeck, S. L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. dkk. (2009). Wong buku ajar keperawatan pediatric edisi 6 vol
1. Jakarta: EGC
44
Lampiran
STRATEGI PELAKSANAAN KASUS HARGA DIRI RENDAH
Kondisi klien : Pesimis, sering menunduk
Diagnosa keperawatn : Harga Diri Rendah
Tujuan khusus : Mengidentifikasi aspek positif klien
Tujuan keperawatan : Membantu klien untuk menilai kemampuan yang
masih dapat digunakan
1. Fase Orientasi
Salam : “Assalamu’alaikum, Perkenalkan nama saya Sharra, saya
senangnya dipanggil suster Sharra. Saya adalah Mahasiswa
yang sedang praktek disini. Nama mbak siapa, ya?
Senangnya dipanggil apa? Oh, jadi anda senangnya dipanggil
Riri saja.
Evaluasi : “Saya lihat dari tadi Riri melamun, ada yang sedang
dipikirkan. Bagimana kalau kita ngobrol-ngobrol dulu Riri?
Kontrak : “Bagaimana kalau kita bercakap-cakap dulu, Riri? Mau
berapa lama kira-kira kita ngobrolnya? Oke, jadi Riri maunya
kita ngobrol-ngobrolnya 30 menit. Baiklah, mau dimana kita
ngobrolnya Riri? Oh, jadi kita ngobrolnya diruang ini saja.
2. Fase kerja
“ Bagaimana perasaan Riri saat ini? Oh jadi Riri merasa hidup Riri sudah
tidak berguna lagi dan pengen mengakhiri hidup Riri.”
“ Mengapa Riri berkata demikian? Biasanya kalau dirumah Riris ngapain
saja? Riri punya hobi apa saja? Oh, jadi Riri senangnya masak,
menggambar desain dan membuat cerita komik. Menurut Riri dari hobi
yang sudah Riri sebutkan tadi mana saja yang mungkin dan dapat kita
lakuakan sekarang?”
45
“ Bagaimana jika menggambar desain? Jadi, Riri bersedia mau
menggambar desain, kira-kira mau menggambar apa ya? Oh, Jadi Riri mau
menggambar model-model baju terbaru.”
“ Sebentar saya sediakan peralatannya ya Riri. Kira-kira Riri
menggambarnya mau ditemenin suster atau tidak. Wah bagus sekali
gambarnya Riri. Kira-kira Riri mau menggambarnya berapa banyak ni,
bagus lo gambarnya.”
“ Oh, Jadi Riri mau 5 kali sehari menggambarnya. Bagaimana kalau
kegiatan menggambarnya suster buatain jadwal buat Riri?. Apakah Riri
mau?
“ Oke, Jadi Riri bersedia ya Suter Sharra buatin jadwalnya.”
3. Fase Terminasi
Evaluasi subjektif : “Bagaimana perasaan Riri setelah kita bercakap-
cakap dan latiahan menggambar desain?
Ternyata Riri punya banyak kelebihan ya,
salah satunya tadi menggambar dan hasil
gambarnya bagus sekali. Suster senang dengan
gambar buatan Riri.”
Kontrak : “Baik besok kita akan bertemu kembali untuk
ngobrol-ngobrol kembali mengenai
kemampuan Riri yang lain yaitu membuat
cerita komik. Kira-kira besok Riri maunya kita
ketemu jam berapa? Baik! Jadi Riri maunya
kita ketemu jam 10.00 WIB dan tempatnya
diruang ini saja.”
Salam : “Baiklah, sampai jumpa Riri.”
46