Ayat ke 169

18
1. A. Teks dan Terjemah QS an-Nahl, 16: 125, َ ن يِ دَ تْ هُ مْ ل اِ بُ مَ لْ عَ َ وُ هَ وِ هِ ل تِ بَ س نَ عَ ّ لَ & ض نَ مِ بُ مَ لْ عَ َ وُ هَ * كَ ّ بَ رَ ّ نِ 1 ُ نَ سْ حَ َ يِ ه يِ تَ ّ ل اِ م بُ هْ لِ ادَ جَ وِ ةَ & نَ سَ حْ ل ِ ةَ A ظِ عْ وَ مْ ل َ وِ هَ مْ كِ حْ ل اِ بَ * كِ ّ بَ رِ ل تِ بَ س ىِ لِ 1 ُ عْ د “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah [perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Berkaitan dengan tafsir ayat al-Quran pada QS an-Nah l, 16: 125, para mufasir berbeda pendapat seputarsabab an-nuzûl (latar belakang turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah saw. menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah. Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah s.a.w. untuk melakukan gencatan senjata (muhâdanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, as-Suyuthi tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sabab an-nuzûl ayat tersebut. Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab an-nuzûl -nya (andaikata ada sabab an-nuzûl-nya). Sebab, ungkapan yang ada memberikan pengertian umum — setelah kata ud‘u (serulah) — tidak disebutkan siapa obyek (maf‘ûl bih)-nya. Ini adalah uslûb (gaya pengungkapan) bahasa Arab yang memberikan pengertian umum (li at- ta’mîm). Dari segi siapa yang berdakwah, ayat ini juga berlaku umum. Meskipun ayat ini adalah perintah Allah kepada Rasulullah s.a.w., makna perintah ini juga berlaku untuk umat Islam. B. Makna Global Ayat Ayat di atas menerangkan tiga metode (tharîqah) dakwah, yakni cara pengemban dakwah menyerukan Islam kepada manusia. Ada cara yang berbeda untuk sasaran dakwah yang berbeda. Pertama, denganhikmah, maksudnya dengan dalil (burhân) atau h ujjah yang jelas (qath‘i ataupun zhanni) sehingga menampakkan kebenaran dan menghilangkan kesamaran. Cara ini tertuju kepada mereka yang ingin mengetahui hakikat kebenaran yang sesungguhnya, yakni mereka yang memiliki kemampuan berpikir yang tinggi atau sempurna; seperti para ulama, pemikir, dan cendekiawan. Kedua, dengan mau’izhah hasanah, yaitu peringatan atau nasihat yang baik yang dapat menyentuh akal dan hati (perasaan). Misalnya, dengan menyampaikan aspek targhîb (memberi dorongan/pujian) dan tarhîb(memberi peringatan/celaan/ancaman) ketika menyampaikan hujjah. Cara ini tertuju kepada masyarakat secara umum. Mereka adalah orang-orang yang taraf berpikirnya di bawah golongan yang diseru dengan hikmah, namun masih dapat berpikir dengan baik dan mempunyai fitrah dan kecenderungan yang lurus.

description

sdf

Transcript of Ayat ke 169

Page 1: Ayat ke 169

1. A.      Teks dan Terjemah QS an-Nahl, 16: 125,

 

�ِد�يَن� �ُمْه�َت �اْل ِب �ُم �ْع�َل َأ َو�ُهَو� �ِه� �يَل ِب َس� ْع�َن َض�َّل� �ُم�َن ِب �ُم �ْع�َل َأ ُهَو� �َك� ِب َر� �َّن� ِإ َن �ْح�َس� َأ ُه�َي� �َي �َت �اْل ِب �ْهُم َو�َج�اِد�ْل �ِة� َن �َح�َس� اْل �ُم�َو�ْع�َظ�ِة� َو�اْل �ُم�ِة� �َح�ْك �اْل ِب +َك� ِب َر� �يَّل� ِب َس� �ْل�ى ِإ اِد�ُع

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah [perkataan yang tegas dan benar yang dapat

membedakan antara yang hak dengan yang bathil] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang

baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah

yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

 

Berkaitan dengan tafsir ayat al-Quran pada QS an-Nahl, 16: 125, para mufasir berbeda pendapat seputarsabab an-

nuzûl (latar belakang turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah saw.

menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah. Al-

Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah s.a.w. untuk

melakukan gencatan senjata (muhâdanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, as-Suyuthi tidak menjelaskan adanya

riwayat yang menjadi sabab an-nuzûl ayat tersebut.

 

Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak

hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab an-nuzûl -nya (andaikata ada sabab an-nuzûl-nya). Sebab, ungkapan

yang ada memberikan pengertian umum — setelah kata ud‘u (serulah) — tidak disebutkan siapa obyek (maf‘ûl bih)-

nya. Ini adalah uslûb (gaya pengungkapan) bahasa Arab yang memberikan pengertian umum (li at-ta’mîm). Dari segi

siapa yang berdakwah, ayat ini juga berlaku umum. Meskipun ayat ini adalah perintah Allah kepada Rasulullah

s.a.w., makna perintah ini juga berlaku untuk umat Islam.

B. Makna Global Ayat

 

Ayat di atas menerangkan tiga metode (tharîqah) dakwah, yakni cara pengemban dakwah menyerukan Islam kepada

manusia. Ada cara yang berbeda untuk sasaran dakwah yang berbeda. Pertama, denganhikmah, maksudnya

dengan dalil (burhân) atau hujjah yang jelas (qath‘i ataupun zhanni) sehingga menampakkan kebenaran dan

menghilangkan kesamaran. Cara ini tertuju kepada mereka yang ingin mengetahui hakikat kebenaran yang

sesungguhnya, yakni mereka yang memiliki kemampuan berpikir yang tinggi atau sempurna; seperti para ulama,

pemikir, dan cendekiawan.

 

Kedua, dengan mau’izhah hasanah, yaitu peringatan atau nasihat yang baik yang dapat menyentuh akal dan hati

(perasaan). Misalnya, dengan menyampaikan aspek targhîb (memberi dorongan/pujian) dan tarhîb(memberi

peringatan/celaan/ancaman) ketika menyampaikan hujjah. Cara ini tertuju kepada masyarakat secara umum. Mereka

adalah orang-orang yang taraf berpikirnya di bawah golongan yang diseru dengan hikmah, namun masih dapat

berpikir dengan baik dan mempunyai fitrah dan kecenderungan yang lurus.

 

Ketiga, dengan jadal (jidâl/mujâdalah) billatî hiya ahsan, yaitu debat yang paling baik. Dari segi cara penyampaian,

perdebatan itu disampaikan dengan cara yang lunak dan lembut, bukan cara yang keras dan kasar. Dari segi topik,

semata-mta terfokus pada usaha mengungkap kebenaran, bukan untuk mengalahkan lawan debat semata-mata atau

menyerang pribadinya. Dari segi argumentasi, dijalankan dengan cara menghancurkan kebatilan dan membangun

Page 2: Ayat ke 169

kebenaran. Cara ini tertuju kepada orang yang cenderung suka berdebat dan membantah, yang sudah tidak dapat

lagi diseru dengan jalan hikmah danmau‘izhah hasanah.

 

Bagian akhir ayat memberikan arti, bahwa jika kita telah menyeru manusia dengan tiga jalan tersebut, maka urusan

selanjutnya terserah Allah. Memberikan hidayah bukan kuasa manusia, melainkan kuasa Allah semata. Kita hanya

berkewajiban menyampaikan (balâgh); Allahlah yang akan memberikan petunjuk serta memberikan balasan, baik

kepada yang mendapat hidayah maupun yang tersesat.

 

Sebagian ulama seperti al-Qurthubi dan al-Baghawi berpendapat, ayat ini telah di-nasakh (dihapus) oleh ayat

perang, jika yang menjadi sasaran dakwah adalah orang kafir. Namun, yang lebih tepat adalah pendapat jumhur

ulama, yang mengatakan ayat ini muhkam (tidak di-nasakh), dan tetap dapat diberlakukan kepada sasaran dakwah

yang muslim ataupun kafir. Jika sasaran dakwahnya kaum kafir, ayat ini dipahami sebagai langkah pertama untuk

mereka, yakni mengajak mereka masuk Islam. Langkah itu wajib ditempuh sebelum langkah kedua, yakni ajakan

membayar jizyah dan menjadi ahl adz-dzimmah, dan langkah ketiga, yakni perang (al-qitâl) di jalan Allah.

Isi kandungan Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 159 sebagai berikut :

Surah Ali Imran Ayat 159 menyebutkan tiga hal secara berurutan untuk dilakukan sebelum bermusyawarah, yaitu sebagai berikut :

1) Bersikap lemah lembut. Orang yang melakukan musyawarah harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala. Jika tidak,maka mitra musyawarah akan pergi menghindar.

2) Memberi maaf dan bersedia membuka diri. Kecerahan pikiran hanya dapat hadir bersamaan dengan sirnanya kekerasan hati serta kedengkian dan dendam.

3) Memohon ampunan Allah sebagai pengiring dalam bertekad, kemudian bertawakal kepada-Nya atas keputusan yang dicapai

Yang diharapkan dari musyawarah adalah mufakat untuk kebenaran karena Nabi Muhammad saw.

Di dalam bermusyawarah, kadang terjadi perselisihan pendapat atau perbedaan.

2. Terjemahan Q.S. Ali Imran Ayat 159.“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu (*).

Page 3: Ayat ke 169

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.(*) Maksudnya : urusan yang berkaitan dengan hal-hal duniawi, seperti urusan dakwah, peperangan, politik, kemasyarakatan dan lain-lainya

4. Isi/Kandungan Q.S. Ali Imran Ayat 159.Pada ayat diatas disebutkan petunjuk sikap yang diperintahkan untuk dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi umatnya, khususnya ketika bermusyawarah. Walaupun secara redaksional perintah tersebut disematkan kepada Nabi SAW, namun pesan yang terdapat pada ayat tersebut bisa berlaku umum bagi tiap muslim yang melakukan musyawarah. diisyaratkan pada ayat tersebut mengenai sikap yang harus dilakukan untuk mensukseskan musyawarah, sifat atau sikap tersebut yaitu sebagai berikut.

a. Lemah LembutSeseorang yang melakukan musyawarah, apalagi sebagai pemimpin, harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka orang yang diajak musyawarah tidak akan menyukainya dan akan lebih suka pergi menghindar.b. PemaafMaaf, secara harfiah, berarti “menghapus”. Memaafkan adalah menghapus bekas luka di hati akibat perlakuan pihak lain yang pernah melukai fisik atau perasaan. Sifat pemaaf dan sikap memaafkan dalam musyawarah sangat diperlukan karena tiada musyawarah tanpa pihak lain, sedangkan kejernikahan pikiran bisa hadir bersamaan dengan hilangnya kekeruhan hati.Di sisi lain, orang yang bermusyawarah harus menyiapkan mental untuk selalu bersedia memberi maaf. Karena mungkin saja ketika bermusyawarah terjadi perbedaan pendapat, atau keluar kalimat-kalimat yang menyinggung pihak lain. Dan bila hal itu masuk ke dalam hati, maka akan mengeruhkan pikiran, bahkan boleh jadi akan mengubah musyawarah menjadi pertengkaran.c. Meminta Ampunan AllahOrang yang melakukan musyawarah harus menyadari kecerahan atau ketajaman pemikiran, serta analisis akal saja tidaklah cukup. Artinya, hasil pemikiran akal tidak boleh menghasilkan keputusan yang bisa melanggar aturan Allah SWT.Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang terbaik ketika musyawarah, hubungan dengan Allah pun harus dijaga. Itulah sebabnya, hal ketiga yang harus mengiringi musyawarah adalah permohonan maghfirah dan ampunan Allah bagi peserta musyawarah.d. Membulatkan Tekad untuk melaksanakan hasil musyawarah dan bertawakalPesan terakhir ayat tersebut di dalam konteks musyawarah adalah setelah musyawarah usai dan telah terwujud hasil kesepakatan bersama, maka hendaknya setiap peserta musyawarah bertekad bulat untuk melaksanakan hasil musyawarah

Page 4: Ayat ke 169

kemudian bertawakal atau berserah diri kepada Allah.Bertawakal artinya menyandarkan diri sepenuhnya hanya kepada ketentuan Allah SWT. Hal ini dilakukan setelah mengerahkan semua daya dan upaya semaksimal mungkn, misalnya dengan mengerahkan segenap kemampuan, harta dan usaha. Setelah semua dilakukan, maka kita harus bertawakal dan berdoa menunggu datangnya pertolongan Allah dengan sabar dan penuh pengharapan.Dengan bertawakal, maka seseorang akan bersyukur apabila apa yang diusahakan membuahkan hasil sesuai dengan harapannya. Namun apabila tidak sesuai harapan, maka dia bersabar dan tidak akan putus harapan sehingga akan berusaha kembali. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berserah diri. Tafsir Surat Ali-Imron: 159-160

� ُم �َس� �ِه� ِب ْح�ُم�َن� اْلَل � اْلَّر� ْح�يُم اْلَّر�

MAJLIS KAJIAN INTERAKTIF TAFSIR AL-QUR`AN(M-KITA) SURAKARTA

Oleh: Al-Ustadz Dr. Hasan el-Qudsy, M.A., M.Ed.

Allah berkalam:

�ُم�ا ْح�ُم�ِة1 َف�ِب �ِه� ِم�َن� َر� �َت� اْلَل �َن �ْهُم� ْل �َو� ْل �َت� َو�ْل َن �َق�َل�ِب� َغ�َل�يَظ� َف�َظ5ا ُك �َف�ُّض:َوا اْل ْن �ْهُم� َف�اْع�ُف ْح�َو�ْل�َك� ِم�َن� اَل� �ْغ�َف�َّر� ْع�َن َت َو�اَس�

�ْهُم� ُهُم� ْل اَو�َر� �ِم�َّر� َف�َي َو�َش� �َذ�ا اَأْل� ِم�َت� َف�ِإ �َّل� ْع�َز� �َو�ُك �ِه� ْع�َل�ى َف�َت �َّن� اْلَل �ِه� ِإ َح�ِب: اْلَل �يَن� ي +َل �َو�ُك �ُمَت �َّن�( 159 )اْل ُم ِإ ُك �ُصَّر� �َن ي

�ِه ُم� َغ�اْل�ِب� َف�اَل� اْلَل �ْك �َّن� ْل ُم� َو�ِإ �ْك ُذْل �ْخ� �ُذ�ي َذ�ا َف�ُم�َن� ي ُم� اْل ُك �ُصَّر �َن �ْع�ِد�ِه� ِم�َن� ي �ِه� َو�ْع�َل�ى ِب �َّل� اْلَل �َو�ُك �َت �ي َوَّن� َف�َل �ُمْؤ�ِم�َن )اْل160)

Artinya:159:Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

160:Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mu'min bertawakkal.

Makna Umum:

Page 5: Ayat ke 169

Ayat ini berhubungan dengan pasca perang Uhud. Di mana dalam kondisi evaluasi kerja, tidak jarang seorang pemimpin terjebak dalam sebuah emosi bahkan berbuat semena-mena terhadap anggota yang dianggap sebagai penyebab sebuah kegagalan. Namun, apa yang dilakukan Rasulullah –dengan bimbingan dari Allah- terhadap sahabat beliau telah menjadi contoh yang sungguh mulia bagi seorang pemimpin. Sikap beliau terhadap mereka –walaupun sebagian mereka telah lari dari medan perang- tetap santun, tidak kasar, tidak keras hati, mudah memaafkan dan memintakan ampun atas dosa mereka kepada Allah. Bahkan untuk mengembalikan kepercayaan antara pemimin dengan umat, beliau tidak segan-segan mengajak mereka kembali untuk memperbaiki kondisi dengan mengajak musyawarah. Sikap mulia semacam itu ditegaskan sebagai rahmat Allah yang diberikan kepada Rasulullah, untuk bisa menjadi contoh bagi seluruh umat beliau. Allah berkalam, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” (at-Taubah:128)

Selain itu, Allah Ta’ala juga mengajari hamba-Nya lewat Rasulullah saw. bahwa apabila dalam diri sudah ada tekad yang kuat, dibarengi dengan usaha maksimal dan tidak melenceng dari syari’at Allah, maka hal yang harus dilakukan setelah semua itu adalah bertawakkal kepada Allah. Mengapa demikian? Karena Allah Ta’ala itu mencintai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. Kalau sudah dicintai Allah, maka pertolongan dari-Nya pasti akan datang. Segala kesulitan akan dimudahkan. Oleh karena itu pada ayat ke 160, Allah menjelaskan bahwa salah satu kunci kemenangan adalah dengan melakukan tawakkal secara benar. Karena pada hakekatnya kemenangan dan kekalahan adalah dari Allah. Maka orang mukmin harus menyandarkan segalanya hanya kepada Allah. Sebagaimana pada ayat lain, “Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS. 65: 3).

Penjelasan:�ُم�ا .1 ْح�ُم�ِة1 َف�ِب �ِه� ِم�َن� َر� اْلَل , ba` di situ adalah ba` lit ta’qib. Maksudnya adalah hanya dengan rahmat Allah sajalah kamu, wahai Muhammad saw. , bisa berlemah lembut kepada umatmu.

�َت� .2 �َن Kata ‘linta’ di sini artinya kamu berlemah lembut. Al-layyin itu artinya lemah lembut ْلdan bersikap mudah (tidak suka menyakiti) kepada orang yang berbeda pendapat.

�يَظ� .Artinya adalah suka bersikap kasar, cepat marah dan emosional َف�َظ5ا .3 �َق�َل�ِب� َغ�َل اْل Artinya adalah keras hati, tidak mau memaklumi orang lain. Sikap ini lebih buruk dari fazhzhan.

4. Ayat ini merupakan hasungan kepada umat Rasulullah saw. bila menjadi seorang pemimpin (dalam segala hal), misalnya menjadi suami, ayah, ustadz, guru, dan berbagai bentuk kepemimpinan yang lain, maka hendaknya umat Rasulullah ini meniru akhlak-akhlak mulia beliau tersebut. Apabila seorang pemimpin bersikap kasar, keras hati, tidak mau memahami orang yang dipimpin, maka otomatis orang yang dipimpin akan lari dari pemimpinnya. Tidak mau mentaati meski apa yang dikatakan oleh pemimpin adalah benar.

Page 6: Ayat ke 169

5. Da`i itu ibarat penjual dagangan. Semakin pandai dia menawarkan dagangannya pada orang lain, maka dagangannya akan semakin laku. Begitu pula seorang da`i, semakin ia pandai mengambil simpati masyarakat, maka semakin besar kesempatan dakwah itu akan mereka terima. Oleh karena itu, Islam selalu mengendepankan cara dakwah yang penuh dengan kasih sayang dan menolak cara-cara pemaksaan dan kekerasan. Kewajiban seorang da’i harus bisa membaca kepribadian mad’unya (yang diajak) sehingga dia bisa berinteraksi terhadap mad’unya dengan baik. Dia harus berpikir, apa akibatnya bila dia bersikap sangat tegas dan bahkan memberi hukuman yang berat kepada mad’u tadi. Apakah mad’u itu bertipe orang yang akan mengikuti da’i hanya dengan sekali peringatan saja. Bila cukup sekali kenapa harus diulang? Bila bisa diselesaikan dengan halus kenapa dengan kasar? Ini dilakukan untuk menghindari madhorot yang lebih besar. Jadi, seorang da`i harus mempunyai ilmu yang luas dan hikmah yang tinggi. Tidak hanya sekedar ingin berdakwah. Oleh karena itu, dalam berdakwah dibutuhkan adanya hamasatusy syabab wa hikmatusy syuyukh. Yaitu: semangat menggelora seorang pemuda dan kebijaksanaan seseorang yang sudah tua. Dua hal ini harus digabungkan. Bila salah satu tidak ada, maka akan pincang akibatnya dan tidak akan terjadi kebaikan.

6. Tidak semua masalah akan selesai dengan kekerasan. Adakalanya bila kita bersikap keras, maka masalah lain justru akan muncul karena kekerasan tersebut. Sehingga masalah tidak akan selesai, tapi malah justru bertambah. Hendaknya kita bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya dan pada porsi yang tepat, supaya tidak menyesal di akhir perkara.

7. Sesungguhnya dalam lemah lembut itu terdapat berbagai kelebihan. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Maha Lemah-lembut dan mencintai sikap lemah-lembut. Allah memberikan sesuatu dengan jalan lemah-lembut, yang tidak dapat diberikan jika dicari dengan cara kekerasan, juga sesuatu yang tidak dapat diberikan selain dengan jalan lemah- lembut itu." (HR. Muslim).

8. Alkisah, ada seorang tabi’in bernama Sa’id bin Jubair. Beliau tinggal di rumah susun. Rumah di atas beliau adalah rumah seorang majusi (penyembah api). Setiap hari, selama bertahun-tahun, Rumah Sa’id bin Jubair selalu dibasahi oleh air dari kamar mandi orang majusi tadi. Tetapi Sa’id diam dan tidak mengingatkannya. Beliau tetap bersabar dan setiap kali tempat yang dipakai untuk menadahi tetesan air itu penuh, beliau membuangnya tanpa banyak bicara. Hingga suatu ketika, Sa’id hendak meninggal, beliau memanggil orang majusi tadi. Beliau meminta maaf karena telah memanggilnya dan menyuruhnya untuk memperbaiki kamar mandinya, karena khawatir bila anak turunnya tidak sekuat beliau dalam bersabar, sehingga melakukan sesuatu yang tidak pantas. Akhirnya, karena merasa sangat takjub dan terkesima atas sikap Sa’id, orang majusi tadi langsung masuk Islam. Inilah contoh manfaat sikap santun kepada orang lain. Bisa saja orang yang belum beriman menjadi beriman karena sikap baik kita pada mereka.

Page 7: Ayat ke 169

9. Dalam sikap berdakwah, para ulama membedakan antara sikap mudarah dan mudahanah. Mudarah artinya sikap simpatik santun kepada orang lain, tetapi tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip agama. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku diperintahakan untuk bersikap lembut (berlaku santun) kepada manusia, sebagaimana aku diperintahkan untuk menjakankan kewajiban. (HR. Ad-Dailami, Hadits ini lemah).

Seorang da’i harus punya rasa simpatik yang besar. Ini seperti sikap Rasulullah kepada Abdullah bin Ubay bin Salul yang merupakan pioner orang munafik. Beliau masih berlemah lembut kepadanya, kepada orang-orang yahudi dll. Bila dalam soal social interaksi dan tidak menyangkut keyakinan, maka Rasulullah saw. tetap berlemah lembut kepada mereka. Tetapi dalam soal prinsip agama, Rasulullah saw. tidak pernah mengajarkan kompromi. Kalau melihat ada yang salah, tetap diluruskan. Hal ini terlihat diantaranya sikap Rasulullah yang menolak dengan tegas tawaran orang kafir Quraisy untuk sekedar mengusap patung berhala mereka. (Al-Suyuthi, Lubabun Nuqul: 138). Bagi Rasulullah saw. hal itu adalah bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid, walupun kelihatannya sangat remeh. Karena sesungguhnya tidak ada yang remeh dalam prinsip agama.

Adapun “mudahanah” artinya bersikap lunak atau lembek. Di dalam (Qs.68:9) َو� َو�ِد:َوا� ِد�ُه�َن ْل ُتَوَّن ِد�ُه�َن Mereka (orang kafir) ingin seandainya kamu bersikap lunak kepada mereka lalu“ َف�يmereka pun akan bersikap lunak padamu”. Mudahanah cenderung kepada toleransi dan kompromi yang berlebihan sampai mengorbankan prinsip-prinsip agama. Maka hukum mudahanah adalah HARAM. Hanya orang yang berilmu dan bertakwalah yang mempu menghindarkan dirinya dari sikap mudahanah. Karena tidak sedikit ulama yang terjebak dalam mudahanah dengan alasan melaksanakan mudarah. Semoga Allah swt. selalu menjaga kita semua.

10. Sikap lemah lembut tidak musti tanpa ketegasan sama sekali. Lembut pada tempatnya dan tegas juga pada tempatnya. Kita harus mampu bersikap secara proporsional dan bijak. Termasuk sikap yang harus tegas (bukan keras) adalah terhadap semua aliran sesat, seperti Ahmadiyyah. Perlu diingat, bahwa perbedaan kita dengan Ahmadiyyah itu bukanlah perbedaan pemahaman agama, seperti antara Muhammadiyyah dan NU. Akan tetapi, sudah merupakan perbedaan prinsip dan keyakinan. Mereka menyakini ada nabi setelah nabi Muhammad SAW. Sehingga, haram hukumnya kita membenarkan Ahmadiyyah. Kewajiban bagi umat Islam, secara tegas untuk menolak Ahmadiyah dan meminta pemerintah untuk membubarkannya. Adapun perbedaan pendapat dengan sesama muslim, hendaknya tidak membuat kita lantas merasa paling benar sendiri dan tidak mau saling menasehati, bertegur sapa atau berjabat tangan. Orang yang berbeda pendapat dengan kita tentang masalah furu’ (ijtihad fikih), tetaplah saudara kita yang kehormatannya dijaga oleh Allah. Maka jangan sampai kita mudah diprovokasi dan diadudomba dengan sesama muslim. Sudah cukup kita dalam perpecahan selama ini.

11. Musyawarah merupakan salah satu pilar dan prinsip agama. Rasulullah adalah orang yang paling banyak bermusyawah dengan para sahabatnya (di luar masalah agama). Dalam

Page 8: Ayat ke 169

bermusyawah tentunya melibatkan pendapat ahli ilmu untuk mencapai perkara yang lebih mendekati kepada kebenaran, dan hal yang dimusyawarahkan adalah perkara yang tidak terdapat keterangan Al-Qur’an dan Hadits. Bila ada orang yang mengajak kita musyawarah, hendaknya kita menjadi orang yang bisa dipercaya. Rasulullah bersabda, “Penasehat (orang yang dimintai pendapat) adalah orang yang amanah (dipercaya)” (HR. Tirmidzi, no. 2823).

Maksudnya, orang tersebut adalah ahli dalam bidangnya, memberi masukan yang benar, tidak menyebarkan rahasia orang lain. Adapun ketika kita meminta nasehat, maka jangan salah pilih. Tidak semua orang pantas kita ajak bicara. Apalagi jika menyangkut kemaslahatan umat dan masalah strategi. Rasulullah bersabda, “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi, dan tiadalah Allah menjadikan seorang khalifah (penguasa) melainkan ia memiliki dua pembantu, yang pertama pembantu yang memerintahkan dan menganjurkan berbuat kebaikan, dan yang lain pembantu yang memerintahkan dan menganjurkan berbuat kejahatan, maka yang terjaga adalah orang-orang yang dijaga Allah Ta’ala” [HR. Bukhari , 71981].

12. Diantara tujuan Rasulullah saw. mengajak para sahabat bermusyawarah adalah untuk membangun kembali kepercayaan kepada mereka. Supaya mereka merasa masih dianggap oleh Rasulullah sehingga tidak ada yang merasa kecil hati atau putus asa. Akhlak semacam ini perlu kita contoh. Bila kita menjadi seorang pemimpin, dan ada anggota yang mengecewakan, hendaknya jangan dijauhi. Tetapi bangunlah kembali kepercayaan kepada mereka, rangkullah kembali dan selalu berhusnuzhzhan pada Allah dan hamba-hamba-Nya. Memang, hal ini tidaklah mudah. Maka, hanya kepada Allah-lah kita meminta pertolongan dan bimbingan dalam bersikap.

13. Sebagai seorang muslim, kita harus selalu menyerahkan segala urusan kepada Allah. Keinginan, cita-cita, harapan, semuanya kita kembalikan kepada Allah. Tentu saja setelah usaha maksimal (tentu yang dibenarkan syara`), bermusyawah, berkonsultasi kepada para ahli, dan berdoa dengan sungguh-sungguh. Ketawakkalan seseorang kepada Allah, adalah bukti kebenaran keimanan seorang hamba. Karena hanya kepada Allah kita bersandar.TAFSIR QS. AN-NAHL: 125-128

MATERI HAFALAN KEDUA

WARGA KHILAFATUL MUSLIMIN KEMAS’ULAN YOGYAKARTA

PERINTAH BERDAKWAH DAN PERINTAH SABAR DALAM MENGHADAPI MASALAH

( QS. AN-NAHL : 125 – 128 )

(Khot)

Page 9: Ayat ke 169

125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[َأ ] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

126. Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu[ب ]. akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.

127. Bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.

128. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.

Allah memerintahkan RasulNya Muhammad untuk menyeru manusia ke jalan Allah dengan hikmah.

Berkata Ibnu Jarir, “berdakwah dengan hikmah artinya berdakwah dengan bersandar pada apa yang diturunkan Allah yaitu Al-Qur’an dan Sunnah”.

Untuk menyeru kepada kebenaran Islam, kepada jalan Allah mestilah dengan cara yang benar seperti yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah ketika melaksanakan perintah ini. Jika kita berharap bahwa dakwah kita bernilai ibadah, maka mestilah dakwah itu tidak menyimpang dari contoh pelaksanaan Nabi dan para sahabat. Begitu pula dalam menghadapi bantahan atau sanggahan dari ahlul kitab, mestilah dengan yang lebih baik kecuali orang yang dholim di antara mereka.

Allah memerintahkan Rasulnya untuk berlemah lembut dalam berdakwah sebagaimana Allah memerintah Musa dan Harun AS. dalam mendakwahi Fir’aun. Musa yang lari dari fir’aun, setelah melalui masa pelariannya selama 10 tahun hingga menikah dengan salah seorang anak gembala domba, Allah perintahkan datang kembali menemui Fir’aun di istananya, tempat ia pernah tumbuh dan dibesarkan. Meski demikian, dalam sebuah riwayat dikatakan, Musa as perlu waktu

Page 10: Ayat ke 169

bersabar selama dua tahun bolak balik didepan pintu istana, barulah dapat menemui Fir’aun dan menyampaikan misi yang di emban dari Allah.

Allah berfirman Fa quulaa lahuu qowlan layyinan ….( maka katakanlah kepadanya (Fir’aun) kata-kata yang lemah lembut, semoga dia menjadi ingat atau menjadi takut kepada Allah.

Berdakwah, menyambaikan kebenaran dengan lemah lembut, tidaklah mudah. Apalagi orang yang didakwahi lantas menunjukkan sikap penentangan dan kesombongan. Apalagi yang yang sudah jelas jelas apriori terahadap dakwah yang kita sampaikan, yang meletakkan jemarinya di telinganya atau menutup kepala dengan selimutnya, atau langsung memalingkan muka ketika mendengar dakwah. Terhadap mereka yang masih mau mendengar dakwah saja, adakalanya kita kurang dapat mengendalikan emosi.

Seorang sahabat datang menemui Muawiyah di istana kehkalifahannya lalu berkata dengan suara lantang: “Wahai Mua’awiyah, dengarlah baik-baik, aku akan mengatakan kepadamuy perkataan yang keras dan tajam”.

Kholifah mu’awiyah menyela: Silahkan duduk wahai saudaraku, ketahuilah bahwa Allah mengutus Musa kepada Fir’aun seraya berfirman ‘maka katakanlah kepadanya perkataan yang lemah lembut…’ wahai saudaraku, sesungguhnya aku ini tidaklah lebih buruk dari Fir’aun dan engkau tidaklah lebih baik dari Musa….”.

Adapun firman Allah ….. “Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Maksudnya : Tugas da’i adalah sekedar menyampaikan sebagai pelepas tanggung jawab dalam rangka ibadah melaksanakan taat kepada Allah. Urusan hidayah adalah hak preoregatif Allah.

Page 11: Ayat ke 169

Dalam perjalanan da’wah kaum Muslimin pasti akan menghadapi aral rintangan yang menyakitkan, yang secara langsung maupun tidak langsung akan menyimpan dendam dan keinginan membalas sakit hati terhadap musuh-musuh mereka. Agar mereka terjaga dari perilaku yang biadab dan tindakan yang tidak manusiawi, maka Allah SWT menurunkan ayat berikutnya yaitu firman Allah.

“Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu, akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”. 126.

Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Atho’ bin Yasar berkata: semua surat An-Nahal turun di Mekkah kecuali 3 ayat ini yang turun di Madinah setelah perang Uhud, ketika terbunuhnya Hamzah RA, sementara musuh telah melakukan mutilasi terhadap jasad beliau rodhiallau anhu. Maka Rasulullah bersabda “sekiranya Allah memberiku kemenangan, maka aku akan melakukan yang seperti ini terhadap 30 orang dari mereka”, ketika kaum Muslimin mendengarkan hal ini merekapun berkata: “demi Allah kami pun akan melakukan yang lebih dari ini terhadap musuh ”. Maka Allah turunkan ayat ini sebagai teguran terhadap Rasul dan para sahabat. Bahkan lebih dari itu apabila mereka bersabar maka itu adalah lebih baik bagi mereka.

Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW berdiri di hadapan jasad Hamzah bin Abdul Muthalib RA ketika hari syahidnya, beliau melihat pemandangan yang tidak pernah terlintas sebelumnya, yang begitu menyayat hati, beliau melihatnya dalam keadaan tercincang-cincang, maka beliau bersabda: “semoga Allah merahmatimu wahai pamanku, sepanjang yang aku ketahui engkau senantiasa menjalin kasih sayang terhadap sesama, senantiasa bersegera berbuat kebaikan. Demi Allah, sekiranya aku tidak khawatir akan membuat sedih orang-orang yang ada di belakangmu, maka pastilah aku akan meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini hingga Allah membangkitkanmu dari perut-perut binatang buas. Demi Allah aku akan membalaskan bagimu dengan mencincang 70 orang dari pihak musuh seperti yang mereka lakukan padamu”. Ketika itu turunlah jibril dengan membawa tiga ayat ini,

126. Dan jika kamu membalas, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.

127. Bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap tindakan (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.

Page 12: Ayat ke 169

128. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.

Setelah itu beliaupun membatalkan sumpahnya dengan berpuasa 3 hari sebagai kafaratnya.Ayat ini juga memberi pelajaran kepada kaum muslimin secara umum agar dapat menahan diri dan tidak mengikuti nafsu hedonisme, agar bersabar dengan berharap pertolongan Allah. Biarlah orang kafir saja yang melakukan tindakan yang biadab itu, adapun orang yang beriman, cukuplah Allah yang memberi balasan dan ganjarannya. Jangan bersempit dada, karena Allah bersama orang yang bertaqwa dan berbuat kebaikan. Lupakanlah keburukan sebisa mungkin, karena hal itu akan dapat meringankan beban.

Dalam sebuah kisah disebutkan, ada seorang yang sedang berjalan di padang pasir, tiba-tiba seseorang memukulnya, dia lantas menuliskan peristiwa itu di atas pasir. Pada saat yang lain setelah berlalu sekian lama, dia hampir saja tenggelam, ternyata yang menyelamatkannya adalah orang yang memukulnya itu, lantas ia menuliskan peristiwa itu di atas batu. Ketika ditanya, dia menjawab: “peristiwa pertama tadi merupakan suatu keburukan, maka aku menulisnya di atas pasir agar segera hilang bersama tiupan angin. Adapun yang kedua adalah suatu kebaikan, maka aku menuliskannya di atas batu agar kukenang abadi selamanya”.

Allah berfirman:

(Khot)

Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah[ت ], karena Dia (Allah) akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan.

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, Maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, Maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan. QS. Al-Jatsiyah :14-15

Lihat Rasulullah Sang Panglima Halaman 288

Lihat QS. 2: 272, 28 : 56,85 16 :37, 42 : 15,QS. 29: 46, Qs. 22: 68, 3: 159

Page 13: Ayat ke 169

Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak [ َأ]dengan yang bathil. Maksudnya pembalasan yang dijatuhkan atas mereka janganlah melebihi dari siksaan yang [ ب]ditimpakan atas kita. Yang dimaksud hari-hari Allah ialah hari-hari di waktu Allah menimpakan siksaan-siksaan [ ت]kepada mereka.