Atrofi Papil Non Glaukoma

23
BAB I PENDAHULUAN Atrofi papil nervus optikus adalah degenerasi nervus optik yang tampak sebagai papil berwarna pucat akibat hilangnya pembuluh darah kapiler serta akson dan selubung myelin nervus optikus dan digantikan oleh jaringan glia. Atrofi papil bukan merupakan penyakit akan tetapi merupakan tanda akan kondisi yang berpotensi serius, keadaan ini merupakan proses akhir dari suatu proses yang terjadi di retina, kerusakan yang sangat luas dari nervus optikus akan menimbulkan atrofi papil dan dapat menimbulkan mata menjadi buta, untuk itu diperlukan penegakan diagnosis yang cermat dan tepat sehingga dapat segera tertangani. Gejala awal berupa keluhan mata kabur disertai pandangan gelap yang disertai dengan sakit kepala, lemas dan mual. Penegakan diagnosis atrofi papil memerlukan pemeriksaan mata yang lengkap seperti ; pemeriksaan visus, tes lapang pandang, penglihatan warna, reflex pupil, pemeriksaan retina dan diskus optikus dengan menggunakan oftalmoskop. Pemeriksaan penunjang lainnya berdasarkan penyakit yang menyebabkannya. Cupping patologis saraf optik paling sering dikaitkan dengan neuropati optik glaukoma tetapi jenis lain neuropati optik juga telah dilaporkan menyebabkan cupping dari disk optik; kondisi seperti neuropati iskemik optik, tumor intrakranial, dan optik neuritis. Secara klinis ditemukan petunjuk seperti optik kepala saraf pucat dapat berguna dalam 1

description

atrofi papil non glaukoma

Transcript of Atrofi Papil Non Glaukoma

BAB I

PENDAHULUAN

Atrofi papil nervus optikus adalah degenerasi nervus optik yang tampak sebagai

papil berwarna pucat akibat hilangnya pembuluh darah kapiler serta akson dan selubung

myelin nervus optikus dan digantikan oleh jaringan glia. Atrofi papil bukan merupakan

penyakit akan tetapi merupakan tanda akan kondisi yang berpotensi serius, keadaan ini

merupakan proses akhir dari suatu proses yang terjadi di retina, kerusakan yang sangat

luas dari nervus optikus akan menimbulkan atrofi papil dan dapat menimbulkan mata

menjadi buta, untuk itu diperlukan penegakan diagnosis yang cermat dan tepat

sehingga dapat segera tertangani. Gejala awal berupa keluhan mata kabur disertai

pandangan gelap yang disertai dengan sakit kepala, lemas dan mual. Penegakan diagnosis

atrofi papil memerlukan pemeriksaan mata yang lengkap seperti ; pemeriksaan visus, tes

lapang pandang, penglihatan warna, reflex pupil, pemeriksaan retina dan diskus optikus

dengan menggunakan oftalmoskop. Pemeriksaan penunjang lainnya berdasarkan penyakit

yang menyebabkannya.

Cupping patologis saraf optik paling sering dikaitkan dengan neuropati optik

glaukoma tetapi jenis lain neuropati optik juga telah dilaporkan menyebabkan cupping dari

disk optik; kondisi seperti neuropati iskemik optik, tumor intrakranial, dan optik neuritis.

Secara klinis ditemukan petunjuk seperti optik kepala saraf pucat dapat berguna dalam

membedakan glaukoma dari nonglaucomatous atrofi papil nervus optikus .

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Atropi papil merupakan kerusakan pada saraf optik yang mengakibatkan degenerasi

saraf optik yang terjadi sebagai hasil akhir suatu proses patologik yang merusak akson

pada sistem penglihatan anterior.Atropi papil dapat bersifat primer atau sekunder. Atropi

papil merupakan suatu tanda yang penting dari suatu penyakit saraf optik lanjut. Atropi

papil tidak terjadi dengan segera tetapi umumnya terjadi 4-6 minggu setelah terjadinya

kerusakan akson.

II.2 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika menurut penelitian Tielsch dkk,prevalensi kebutaan akibat atropi

papil adalah 0,8%. Menurut penelitian Munoz dkk prevalensi gangguan penglihatan

dan kebutaan akibat atropi papil adalah 0,04% dan 0,12%.Atropi papil bukanlah suatu

penyakit,tetapi merupakan suatu tanda dari berbagai proses penyakit,sehingga morbiditas

dan mortalitasnya sangat tergantung pada penyebabnya. Atropi papil lebih banyak

dijumpai pada orang Afrika Amerika (0,3%) dibanding pada kulit putih (0,05%). Atropi

papil dapat terjadi pada wanita dan laki-laki, dan dapat terjadi pada semua umur.

II.3 ANATOMI

Optik nerve terdiri dari lebih dari 1 juta akson yang dimulai dari lapisan sel ganglion

retina dan memanjang ke arah cortex occipital. Saraf optik bervariasi panjangnya dari 35-55

mm dan rata-rata 40 mm.

Gambar optic disc normal pada mata kanan.

2

Optik nerve dibagi ke dalam daerah topografik berikut :

- bagian intraocular

- bagian intraorbital

- bagian intracanalicular

- bagian intracranial

Intraocular

Permukaan anterior optik nerve dapat dilihat secara oftalmoskopik sebagai optic nerve

head atau optic disc. Optic nerve head berbentuk oval dan berukuran kira-kira 1,5 mm secara

horisontal dan 1,75 secara vertikal dengan terdapat bagian depresi berbentuk cup, dimana cup

fisiologik secara umum berlokasi sedikit ke arah temporal terhadap titik pusat geometriknya.

Optic nerve head terbagi menjadi :

- superficial nerve fiber layer

- prelaminar

- laminar

- retrolaminar

Gambar Optic nerve head

Bagian dari optic nerve head yang termasuk ke dalam bagian intra ocular adalah

superficial nerve fiber layer; prelaminar; dan laminar (ketiga bagian inilah yang secara

anatomis sebagai anterior optic nerve) serta diperdarahi oleh arteri siliaris posterior dan

arteriol retinal.

3

A = arachnoid; C = choroid; CRA = central retinal artery; Col. Br.  = Collateral branches; CRV = central retinal vein; D = dura; LC = lamina cribrosa; NFL = surface nerve fiber layer of the disc; OD = optic disc; ON = optic nerve; P = pia; PCA = posterior ciliary artery; PR and PLR = prelaminar region; R = retina; RA = retinal arteriole; S = sclera; SAS = subarachnoid space.

Salah satu penyebab utama terjadinya kelainan optic nerve head pada penderita

anterior iskemik optik neuropathy adalah gangguan vaskularisasi pada arteri siliaris posterior

sehingga menimbulkan iskemia pada optic nerve head yang berakibat menimbulkan

gangguan pada penglihatan.

II.4 PATOFISIOLOGI

Degenerasi saraf optik berhubungan dengan kegagalan regenerasi, di mana terjadi

proliferasi astrosit dan jaringan glial. Akson saraf optik ditutupi oleh oligodendrosit, jika

sekali akson ini rusak maka tidak akan dapat beregenerasi (Skuta,2010 ; Gandhi

Rashmin, 2012).

Terdapat 3 teori patogenesis:( Skuta,2010; Kanski,2007)

1. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis

berlebihan.Perubahan ini merupakan tanda patologis dari consecutive optic

atrophy dan postneuritic optic atrophy.

2. Degenerasi serabut saraf dan gliosis dalam keadaan normal,di mana astrosit

berproliferasi dengan sendirinya dan tersusun pada kolum longitudinal

mengganti serabut saraf (columnar gliosis).Keadaan ini terjadi pada atropi papil

primer.

3. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis yang tidak

berfungsi. Hal ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah.Perubahan patologi

ini disebut sebagai cavernous optic atrophy dan merupakan ciri dari

glaukoma dan ischaemic optic atrophy.

4

Gambar funduskopi pada atrofi papil

II.5 KLASIFIKASI

Terdapat dua macam atrofi nervus optikus yaitu atrofi optik akuisita dan atrofi

optik heredodegeneratif (kongenital)

II.5.1. ATROFI OPTIK AKUISITA

A. Definisi

Atrofi optik adalah hilangnya akson nervus optikus dan digantikan oleh

jaringan glia.

B. Etiologi

1. oklusi vaskular

2. proses degenerasi

3. pasca papil edema

4. pasca neuritis optik

5. pada adanya tekanan nervus optikus oleh apapun

6. glaukoma

7. gangguan metabolisme misalnya diabetes melitus

8. intoksikasi

9. kelainan kongenital

10. trauma

11. degenerasi retina

5

C. Klasifikasi

1. Papil atrofi primer

• terjadi akibat proses degenerasi di retina atau proses retrobulber

• klinis tampak papil berbatas jelas, ekskavasio yang lebar, tampak lamina

kribosa pada dasar ekskavasio

2. Papil atrofi sekunder

• terjadi akibat peradangan akut saraf optik yang berakhir dengan

prosesdegenerasi.

• Tampak tepi papil agak kabur, warna pucat sedangkan lamina kribrosa tidak

tampak.

Diagnosa banding atrofi primer dan sekunder

6

Atrofi Papil Nervus Optikus Primer Atrofi Papil Nervus Optikus Sekunder

D. Patofisiologi

E. Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda atrofi papil tentunya juga tergantung dari penyakit yang

mendasari. Gejala dan tanda umum adalah sebagai berikut:

1. Penurunan visus

2. Gangguan persepsi warna

3. Gangguan lapangan pandang yang beraneka ragam tergantung penyebabnya.

7

Bentuk kelainan pada lapangan pandang dapat berupa membesarnya bintik

buta fisiologik dapat menyebabkan:

- Skotoma Busur (arkuata) : dapat terlihat pada glaucoma, iskemia papil saraf

optik, dan oklusi arteri retina sentral

- Skotoma Sentral : pada retinitis sentral

- Hemianopsia bitemporal : hilangnya setengah lapang pandang temporal

kedua mata, khas pada kelainan kiasma optik, meningitis basal, kelainan

sphenoid dan trauma kiasma.

- Hemianopsia binasal : defek lapang pandang setengah nasal akibat tekanan

bagian temporal kiasma optik kedua mata atau atrofi papil saraf optik

sekunder akibat TIK meninggi.

- Hemianopsia heteronym : bersilang, dapat binasal atau bitemporal

- Hemianopsia homonym : hilang lapang pandang pada sisi yang sama pada kedua

mata, pada lesi temporal

- Hemianopsia altitudinal : hilang lapang pandang sebagian atas atau bawah, dapat

terjadi pada iskemik optik neuropati, kerusakan saraf optik, kiasma dan kelainan

korteks .

F. Diagnosis

Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk menentukan ada tidaknya riwayat kondisi

yang sama dalam keluarga. Selain itu pada anamnesis juga ditanyakan riwayat

penggunaan obat-obatan tertentu dan riwayat keracunan.

Pemeriksaan lintas visual

1. Pemeriksaan visus, baik visus sentral jauh maupun sentral dekat dengan

usaha koreksi sebaik mungkin (Snellen Chart)

2. Pemeriksaan lapangan pandang baik dengan cara yang paling sederhana

atau dengan alat yang canggih misalnya :

a. Uji konfrontasi

• Uji lapang pandang yang paling sederhana

• Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang

pemeriksa

8

• Pasien dan pemeriksa berdiri berdiri berhadapan dan bertatap muka

dengan jarak 60 cm

• Mata kanan pemeriksan dan mata kiri pasien ditutup, mata kiri

pemeriksa menatap mata kanan pasien

• Pemeriksa menggerakkan jari dari arah temporalnya dengan jarak yang

sama dengan mata pasien kearah sentral

• Bila pemeriksa telah melihat benda atau jari di dalam lapang

pandangannya, maka bila lapang padang pasien juga normal akan

dapat melihat benda tersebut.

• Bila lapang pandang pasien menciut maka ia akan melihat benda atau jari

itu setelah berada lebih ke tengah dalam lapang pandang pemeriksa

• Dengan cara ini dapat dibandingkan lapang pandang pemeriksa dan

pasien pada semua arah

b. Pengujian dengan perimeter Goldmann

• Dengan memakai bidang parabola yang terletak 30 cm di depan

pasien

• Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan kemudian

benda digerakkan dari perifer ke sentral.

• Bila ia melihat benda atau sumber cahaya tersebut, maka dapat

ditentukan setiap batas luar lapang pandangannya

• Dapat pula ditentukan letak bintik buta pada lapang pandang pasien

c. Pemeriksaan persepsi warna, bisa dilakukan dengan uji ishikara

d. Pemeriksaan refleks pupil

e. Penemuan oftalmoskopis juga tergantung dari penyebabnya (papil

pucat bisa

dengan batas tegas atau batas kabur, demikian juga bisa bersifat datar,

cekung, atau menonjol)

II.5.2. ATROFI OPTIK HEREDODEGENERATIF

A. Definisi

Atrofi optik ini merupakan sebagian penyebab dari gangguan visus

sentral bilateral simetris yang berlangsung pelan-pelan.

9

B. Klasifikasi

1. Atrofi Optik Dominan

Atrofi optik dominan mula-mula dilaporkan oleh Kjer, Pewarisannya dominan

autosom

a. Gejala :

• Penurunan penglihatan tidak kentara pada masa kanak-kanak, pada

skrining hanya ditemukan penurunan ketajaman mata yang ringan.

• Mula timbulnya lambat antara umur 4 sampai 8 tahun

• Khasnya terdapat skotoma sentrosekalis dengan gangguan penglihatan

warna.

• Pasien mungin mengalami nistagmus atau tidak

b. Pemeriksaan fisik :

• Pemeriksaan visus : gangguan visusnya sedang antara 20/30 sampai

20/70. Jarang sampai 20/200. (penyakit dominan memang biasanya lebih

ringan daripada penyakit resesif).

• Pemeriksaan lapangan pandang : skotoma sekosentral, lapang pandang

perifernya biasanya normal.

• Pemeriksaan slit lamp akan didapatkan Kepucatan temporal diskus

optikus, ekskavasio sektoral temporal dan penipisan berkas serabut saraf,

sesekali terlihat cupping diskus yang ringan

• Pemeriksaan isikhara : diskromatopsia (buta warna)

c. Diagnosis :

• Mengidentifikasi adanya anggota keluarga yang lain yang terkena.

• Defek genetik pada lengan panjang kromosom 3 • Kelainan ini dapat

berhubungan dengan tuli progresif atau kongenital atau dengan ataksia, tetapi

jarang terjadi.

2. Atrofi Optik Resesif

Atrofi optik resesif kadang-kadang terjadi pada neonatus sehingga disebut

atrofi optik kongenital. Mula timbulnya kebanyakan umur 3-4 tahun. Gangguan

visusnya biasanya berat, kadang-kadang dengan nistagmus. Diskus optikusnya pucat

dan terjadi pengecilan pembuluh darah. Atrofi optik juga bisa merupakan bagian

dari sindroma yang lebih luas. Dapat disertai penurunan pendengaran progresif,

kuadriplegia spastik dan demensia. Sindrom Wolfram (insipidus juvenilis, diabetes

10

melitus, atrofi optik, dan tuli) bisa juga menyertai. Diabetes juvenilis disertai

atrofi optik yang kepucatan diskus optikusnya sebanding dengan beratnya atrofi

optik.

3. Penyakit Leber

Penyakit ini mula-mula ditemukan oleh Leber tahun 1871.Neuropati optik

herediter Leber adalah suatu penyakit yang jarang dan ditandai oleh serentetan

neuropati optik subakut

a. Epidemiologi :

Biasanya terjadi pada pria berusia 11-30 tahun.

b. Etiologi :

Penyakit ini disebabkan kelainan genetik, mutasi yang mengenai suatu titik

(point mutation) pada DNA mitokondria (mtDNA) dengan lebih 90%

keluarga yang terkena mengalami mutasi titik pada posisi 1178, 14484, atau

3460. mtDNA secara ekslusif diturunkan dari ibu dan akibatnya sesuai

dari pola umum pewarisan mitokondria (maternal) mutasinya diteruskan

melalui garis wanita, hal ini disebabkan karena spermatozoa tidak

mengandung mitokondria dan kalaupun ada mitokondria maka

mitokondria ini akan mati saat pembuahan, penyakit ini jarang

bermanifestasi pada wanita karier, diprediksikan akan bermanifestasi pada

keponakan laki-laki sesuai garis ibu.

b. Gejala :

• Penglihatan kabur

• Skotoma sentral tampak pada satu mata, kemudian pada mata

sebelahnya

• Timbul sakit kepala dan tanda meningeal karena terjadi peradangan

arakhnoid

d. Patofisiologi :

• Pada fase akut akan terjadi edema diskus optikus dan retina

peripapilar disertai pelebaran pembuluh-pembuluh darah kecil yang

teleangiektasis di permukaannya; tetapi khasnya tidak ada kebocoran diskus

optikus pada pemeriksaan angiografi fluoresein.

• Kedua nervus optikus akhirnya menjadi atrofi dan penglihatan biasanya

antara 20/200 dan hitung jari.

11

• Hilangnya penglihatan biasanya tidak total dan tidaka da kekambuhan.

• Penyakit ini mungkin disertai dengan penyakit mirip skeloris multipel, defek

konduksi jantung, dan distonia

e. Diagnosis :

• Ditegakkan dengan pemeriksaan titik mutasi mtDNA, berdasarkan

penemuan satu dari tiga titik mutasi DNA

f. Diagnosis Banding :

• Myoclonic epilepsy and ragged red fibers (MERRF)

• Miopati mitokondrial, Asisdosis laktat, Serangan serupa stroke

(mitochondrial myopathy, lactic acidosis, and stroke like episodes –

MELAS)

• Neuropati optik sekunder seperti degenerasi retina (sindrom Kearns-Sayre),

Sindrom Wolfram

4. Penyakit Neurodegeneratif Herediter

Beberapa penyakit neurodegeneratif dengan awitan antara masa kanak-kanan

sampai dewasa muda bermanifestasi sebagai gangguan neurologik progresif

dan atrofi optik dengan keparahan bervariasi, di antaranya:

• Ataksia spinoserebelar herediter ( ataksia Friedreich)

• Neuropati sensorik dan motorik herediter ( penyakit Charchot Marrie-Tooth)

• Lysosomal storage disease

• Sfiongolipiodosis , mengalami atrofi pada akhir perjalanan penyakitnya

• Leukodistropi pada tahap yang lebih dini

• Degenerasi spongiform Canavan

• Distrofi glioneural (penyakit Alper)

• Penyakit Resfum, atrofi optik terjadi sekunder akibat retinopati pigmentasi

• Hidrosefalus dari mukopolisakarida di meningens atau di sel glia nervus

optikus

II.6. SINDROMA FOSTER KENNEDY

Dengan nama lain sindroma Basal-Frontal atau sindroma Gowers-Paton

Kennedy adalah suatu sindroma yang ditimbulkan adanya lesi di intrakranial baik

berupa tumor maupun non tumor, serta ditandai dengan gambaran papil atrofi

pada sisi yang sesuai dengan lesi dan papil edema pada sisi kontralateral lesi. Lesi

12

tersebut umumnya berada di daerah frontal basal atau disekitar sayap sfenoid

dan menyebabkan penekanan pada saraf optik.

Gambaran lain yang bisa dijumpai adalah pada pemeriksaan lapang

pandangan bisa didapatkan adanya skotoma sentral di sisi papil yang mengalami

atrofi serta adanya pelebaran bintik buta dan konstriksi perifer di sisi yang

mengalami papiledema.

Terdapat 2 bentuk sindroma Foster Kennedy yaitu: bentuk lengkap

(complete form), bentuk tidak di lengkapi (incomplete form).

1. Bentuk lengkap (complete form) terdiri dari gambaran papil atrofi pada mata

yang sesisi dengan tumor (yang disebabkan oleh penekanan langsung saraf optik

bagian intrakranial) dan papiledema pada mata jirannya karena peningkatan

tekanan intra kranial.

2. Bentuk tidak lengkap (incomplete form ) dari sindroma ini yaitu

papilledema bilateral dengan gambaran funduskopi yang asimetris dimana

terdapat perbedaan yang sangat nyata antara kedua sisinya. Papil atrofi primer

dengan skotoma sentral atau gambaran papil saraf optik normal namun

terdapat skotoma sentral pada pemeriksaan lapang pandangan pada satu mata

dan gambaran papilledema pada mata yang lain. Atrophic papiledema pada

satu mata dan papiledema pada mata yang lain.

Papil Edema

Papil Edema adalah pembengkakan papil saraf optik akibat dari peningkatan

tekanan intrakranial. Rongga subarakhnoid otak berhubungan dengan selaput saraf

optik. Oleh sebab itu bila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka peningkatan

tersebut akan diteruskan ke saraf optik dimana reaksi selaput saraf optik sebagai

torniquet mengganggu transport aksoplasmik.

Papiledema dapat dikelompokan dalam 4 tipe berdasarkan klasifikasi Walsh

& Hoyt's adalah

A. papiledema awal yaitu hiperemi papil, pembengkakan papil, papil saraf

optik batas kabur, lapisan serabut saraf retina peripapiler kabur, hilangnya

pulsasi vena spontan.

B. perkembangan lengkap dimana elevasi tinggi permukaan papil saraf optik,

tepi papil makin kabur, vena tampak lebih besar dan lebih hitam, perdarahan

pada dan di sekitar papil (peripapillary splinter hemorrhage) dan kadang

13

terdapat lipatan koroid, bercak (cotton wool spot) akibat infark lokal retina,

lipatan retina yang melingkar (Paton's line).

C. papiledema kronik yaitu terjadinya perdarahan lebih jelas, papil saraf optik

terobliterasi sempurna, hiperemi papil saraf optik berkurang, terjadi

eksudat keras pada permukaan papil, shunt vena retina koroidal (“Shunt

optociliar“) mulai terlihat.

D. papiledema atrofi dimana warna papil berubah pucat atau abu-abu kotor dan

kabur, edema pada papil menurun, pembuluh-pembuluh darah retina

menyempit, perubahan pigmentasi dan lipatan-lipatan koroid yang menetap,

shunt vena retina koroidal (“Shunt optociliar”).

Edema papil

Oklusi vena menyebabkan tekanan kapiler dan vena meningkat sehingga

aliran darah menjadi terhambat. Akibatnya terjadi hipoksia pada retina yang

disuplai yang selanjutnya menyebabkan kerusakan sel-sel endothel kapiler dan

ekstravasasi dari darah dan komponennya. Gambaran fundusnya antara lain

pembuluh darah vena yang melebar dan berbelok-belok, perdarahan retina (dot

dan flame shaped), cotton wool spots, edema dan perdarahan makula serta

edema dan perdarahan papil.

14

II.7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan neuritis optikus dengan kortikosteroid hingga saat ini masih

kontroversial. Sedangkan penatalaksanaan atrofi papil saraf optikus karena penyebab

yang lain tergantung pada penyakit yang mendasari.

II.8. PENCEGAHAN

Atrofi papil saraf optikus dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata

teratur, terutama bagi mereka yang mengalami penurunan penglihatan. Deteksi awal adanya

inflamasi atau masalah lain akan memperkecil kemungkinan terjadinya atrofi karena

intervensi yang dapat segera diambil. Sedangkan pada mereka yang secara genetik

berisiko menderita Leber’s hereditary aptic neuropathy, disarankan untuk mengkonsumsi

vitamin C, vitamin E, coenzyme Q 10 , atau anti oksidan lainnya; serta menghindari

konsumsi tembakau dan alkohol. Menghindari paparan terhadap zat beracun dan

mencegah malnutrisi juga dapat menjauhkan kemungkinan terjadinya neuritis optikus

toksik atau nutrisional.

II.9. PROGNOSIS

Banyak pasien dengan neuritis optikus pada akhirnya akan mengalami multipel

sklerosis. Sebagian besar pasien akan pulih penglihatannya secara bertahap setelah satu

episode neuritis optikus, bahkan tanpa pengobatan. Sedangkan kemungkinan perbaikan

penglihatan pada Leber’s hereditary aptic neuropathy sangat kecil. Pada neuropati optikus

toksik atau nutrisional, jika penyebabnya dapat diketahui dan ditangani secara dini,

penglihatan dapat kembali normal setelah beberapa bulan.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G. 2000 Oftalmologi Umum. Edisi ketiga. Widya Medika: Jakarta.

2. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta.

3. Yogiantoro, et al. 2006. Papil Atrofi. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit

Mata Edisi III. Surabaya: RSU Dokter Soetomo. Hal: 54-55.

4. Atrofi Papil Nervus Optikus Primer.

http://www.acponline.org/mobile/ophthalmologywaxman2011/oda.html

5. “Optic Atrophy” Lecture by Prof. V. Rajaram at Regional Institute of Ophthalmology,

Chennai. September 16, 2006.

16