Asuransi Dalam Hukum Positif

14
ASURANSl DALAM HUKUM POSITIP INDONESIA DAN PANDANGAN HUKWM ISLAM Oleh Marvanto Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang Abstract. Conventional inrurance is the same as syaria' insurance. In its implementation, however, there is an essential difference in syaria' insurance of mudharabah (profit share), something that is not found in conventional insurance. Besides there is another reason to consider by especially a group of people (ulama) who prohibit conventional insurance under three grounds; Gharar (uncertainty), Maisir (gambling), riba (interest). Kata kunci : Asurami, Hukum, Positif, Islam. I. Pendahuluan Dalam ensiklopedia Indonesia di sebutkan bahwa assuransi ialah jaminan atau perdagangan yang di berikan oleh penanggung (misalanya kantor asuransi) kepada tertanggung untuk resiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam swat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya ataupun mengenai kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, deugan yang tertanggung ~ncmbeyar pre~ni sebanyak yang di tentukan kepada penanggung tiap-tiap bvlan. A. Abbas Salim memberi pengertian, bahwa asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Pasal 246 KUHD (Kitab UndanpUndang Hukuin Dagang) memberikan pengertian sebagai berikut: "Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu, Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa ha1 itu sama dengan orang yang bersedia membayar kerugian yang sedikit pada masa sekarang agar dapat menghadapi kerugianFkerugian besar yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Misalnya, dalam asuransi kebakaran seseorang mengasuransikan rumahnya, pabriknya atau tokonya kepada Jurnal Hukum, Vol. XIV, No. .I, April 2004 77

Transcript of Asuransi Dalam Hukum Positif

Page 1: Asuransi Dalam Hukum Positif

ASURANSl DALAM HUKUM POSITIP INDONESIA DAN PANDANGAN HUKWM ISLAM

Oleh Marvanto Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang

Abstract.

Conventional inrurance is the same as syaria' insurance. In its implementation, however, there is an essential difference in syaria' insurance of mudharabah (profit share), something that is not found in conventional insurance. Besides there is another reason to consider by especially a group of people (ulama) who prohibit conventional insurance under three grounds; Gharar (uncertainty), Maisir (gambling), riba (interest).

Kata kunci : Asurami, Hukum, Positif, Islam.

I. Pendahuluan Dalam ensiklopedia Indonesia di sebutkan bahwa assuransi ialah

jaminan atau perdagangan yang di berikan oleh penanggung (misalanya kantor asuransi) kepada tertanggung untuk resiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam swat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya ataupun mengenai kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, deugan yang tertanggung ~ncmbeyar pre~ni sebanyak yang di tentukan kepada penanggung tiap-tiap bvlan.

A. Abbas Salim memberi pengertian, bahwa asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.

Pasal 246 KUHD (Kitab UndanpUndang Hukuin Dagang) memberikan pengertian sebagai berikut: "Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu,

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa ha1 itu sama dengan orang yang bersedia membayar kerugian yang sedikit pada masa sekarang agar dapat menghadapi kerugianFkerugian besar yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Misalnya, dalam asuransi kebakaran seseorang mengasuransikan rumahnya, pabriknya atau tokonya kepada

Jurnal Hukum, Vol. XIV, No. . I , April 2004 77

Page 2: Asuransi Dalam Hukum Positif

perusahaan asuransi. Orang tersebut harus metnbayar premi kepada perusahaan asuransi. Bila tejadi kebakaran, maka perusahaan akan mengganti kerugian.kerugian yang disebabkan oleh kebakaran itu.

Indoncsia scbagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, bagi sebagian masyarakat yang taat pada hukum agamanya akan mempertanyakan keabsahan asuransi dalam ari apakah hukumnya haram atau halal apabila dilihat dari segi hukun~ agama.

11. Permasalahan Berdasarkan gambaran tersebut di atas, terdapat perrnasalahan

sebagni berikut: a. Bngaimana asuransi menurut hukum yang berlaku (hukum positip) di

Indoncsia? b. Bagaimana pandangan Islam rnengenai asuransi?

1II.Pembahasan A. Asuransi Menurrut Hukum yang Berlaku ( H I I ~ I ~ Positip) di

Indoncsia)

Dalam KUHD yang berlaku di Indonesia, termuat peraturan- peraturan mengenai asuransi dalam Buki I Bab ke-9 dan 10 dan Buku I1 Bab ke-9 dan 10 dengan perincian sebagai berikut: Buku I Bab kc-9 : Mengatuir asuransi kerugian pada umunmya (Pasal

246-286) Buku I Bab ke 10 : Bagian pertama mengatur asuransi bahaya kebakaran

(pasal 287-298), bagian kedua mengatur asuransi bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah (pasal 299.301) dan bagian ketiga mengatur asuransi jiwa (pasal 302-308)

Buku I1 Bab ke-9 : Bagian pertama mengatur bentuk dan isi asuransi (pasal 592-618), bagian kedua mengatur perkiraan barang- barang yang diasuransikan (pasal 619-623), bagian ketiga mengatur awal dan akhir bahaya (pasal624-634), bagian keempat mengatur hak dan kewajiban masing- masing pihak dalam asuransi ( p a d 635-662), bagian kelima mengatur tentang Abandon (melepaskan hak milik atas barang yang diasuransikan) (pasal 663-680), dan bagian keenam mengatur kewajiban-kewajiban dan hak-hak makelar didalam asuransi laut (pasal 681-685).

Asuransi Islam - Maryanto

Page 3: Asuransi Dalam Hukum Positif

Buku I1 Bab ke.10 : Tentang. asuransi bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai-sungai (pasal 686-690).

Masih juga terdapat jenis-jenis asurasni di dalam praktik uang yang tidak diatur di dalam KUHD iru, misalnya asuransi pencurian dan pembongkaran, asuransi kerugian perusahaan, asuransi kecelakaan, asuransi atas pertanggungan jawab seseorang atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum sendiri atau orang bawahannya, asuransi kredit (maksudnya menanggung kerugian yang timbul atau diderita berhubung debitur tidak mengembalikan kredit yang diambilnya dari bank), asuransi wajib kecelakaan penumpang (UU No. 33/1964), asuransi atas kecelakaan lalulintas jalan (UU No. 34/1964), Taspen, dan laiwlain.

Bentuhbentuk Asuransi Dalam mengikuti pengaturan asuransi di atas, sekaligus tergambar

pula adanya berbagai bentuk dari asuransi itu, namun pada garis besarnya dapat dikembalikan kepada tiga bencuk pokok 1) Dalam urusan definisi asuransi diperoleh pengertian bahwa suatu

perjanjian asuransi menaggung tujuan bahwa kerugian yang diderita oleh pihak tertanggung akan diganti oleh pihak penaggung. Oleh karenanya ia disebut asuransi kerugian atau asuransi ganti kerugian (schude- verzekering). Di samping itu ada kalanya penggantian kerugian yang diberikan oleh penangguug sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai satu ganti rugi yang sesungguhnya. Yang ditcrimanya . itu sebenarnyaadalah hasil penentuan sejumlah i m g ccrtentii yang telok disepakati kedua belah pihak. Asuransi yang demikian itu disebut asuransi sejumlah uang (sommen-verzeltering) atau asuransi orang (personen-verzekering). Asuransi dalam pengertian belakangan ini merupakan lawan (muqabil) dari asuransi ganti kerugian yang dianggap sebagai asuransi yang sesungguhnya. Yang tennasuk golongan asuransi ganti kerugian ialah asuransi kcbakamn, asuwnsi h u t , asuransi pengangkutan di darat dan sebagainya. Dan yang temasuk golongan asuransi sejumlahm uang ialah asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan.

2) Bentuk pokok yang lain dari asuransi ialah asuransi premi (premie- uerzekering) yang diperlawankan dengan asuransi saling menanggung (onderlinge+verzekering). Di dalam asuransi firemi kita melihat bentuk asuransi yang biasa, yaitu ada suatu perusahaan asuransi di satu pihak yang nlengadakan persetujuan asuransi deugan unasing-n~asing pihak tertanggung secara sendiri-sendiri tidak ada hubungan hukum satu sama lain.

Jurnal Hukum, Vol. XIV, No. I , April 2004

Page 4: Asuransi Dalam Hukum Positif

Kebalikannya di dalam asuransi saling menanggung ada suatu persetujuan perkumpulan yang terdiri dari semua para pihak tertanggung selaku anggota. Merek tidak membayar premi, melainkan membayar semacam iuran kepada penguirus dari perkumpulan. Dan juga selaku anggota perkumpulan, mereka akan menerima pembayaran apabila dipenuhi syarat yang tergantung dari satu peristiwa apabila dipenuhi syarat yang yang tergantung dari satu peristiwa yang semula belum dapat ditentukan terjadinya. Perkumpulan tersebut merupakan merupakan perkumpulan zedelijke lichamen yang diatur dalam KUHS pasal 1653 dan bukan sebagai perserikatan atau persekuruan perdagangan.

Asuransi Wajib Dikatakan wajib karena ada salah satu pihak mewajibkan kepada pihak

lain dalam mengadakan perjanjian. Pihak yang mewajibkan ini biasanya ialah pihak pemerintah, tetapi tidak selalu dimonopoli pemerintah. Pihak pemerintah dalam perjanjian pertanggungan ini adalah sebagai penanggung. Pemerintah dalam mengambil tindakan mewajibkan ha1 tersebut biasanya didasarkan atas pertimbangan melindungi golongan lemah dari bahaya yang aka11 mcnimpanye. Akan tctapi tidak juga dapat kita pungkiri bahwa di samping tujuan melindungi, tcrcapai juga tujuan lainnya, yaitu mcngumpulkan scjumlah uang (prcmi) yang dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk keperluan yang lebih penting.

Sifat Asuransi Asuransi sesuai dengan definisi, pengaturan, dan bentuk-bentuknya

mempunyai beberapa sifat: 1) Sifat persetujuan. Semua asuransi berupa satu persetujuan tertentu

(byzondere overeenkomst), yaitu suatu permufakatan antara dua pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai suatu persetujuan dan dalam mana seorang atau lebih becjanji terhadap seorang lain atau lebih.

2 ) Sifat timbal balik. Persetujuan asuransi merupakan suatu persetujuan timbal-balik (weder-kerige-overeenkomt) yang berarti bahwa masing. masing pihak berjanji akan melakukan sesutau bagi pihak lain. Pihak tertanggung berjanji akan membayar uang premi, dabn pihak penanggung berjanji akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada pihak tertanggung apabila suatu peristiwa tertentu akan terjadi.

3) Sifat konsensuil. Persetujuan asuransi merupakan suatu persetujuan yang bersifat konsensuil, yakni sudah dianggap terbantuk dengan adanya kata sepakat belaka antara kedua b l a h pihak.

80 Asuransi Islam - Maryanto

Page 5: Asuransi Dalam Hukum Positif

Sifat perusahaan. AQuransi premi yang diadakan anatara pihak penanggung dan pihak tertanggung, tanpa ikatan hukum antara tertanggung ini dengan orang-orang lain yang juga menjdai pihak tertanggung terhadap si penanggung tadi. Dalam ha1 ini pihak penenggung biasanya bukan seorang individu melainkan suatu badan yang bersifat perusahaan, artinya mementingkan ha1 untung-rugi dalam tindakan-tindakannya. Badan itu akan beruntung, apabila dalam satu tahun tidak perlu n~embayar uang-uang asuransi kepada para tertanggung oleh karena tidak adanya peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan pembayaran uang asuransi. Maka kebanyakan badan penanggung dalam asuransi itu dibentuk secara Perseroan Terbatas ( P T . Sifat perkumpulan. Dalam pembicaraan tentang bentuk asuransi, asuransi premi diperlawankan dengan asuransi saliug niensnggung dan yang tersebut terakhir ini bersifat perkumpulan yang terbentuk di antara para tertanggung selaku anggota. Sifat untungantungan. Persetujuan asuransi dilukiskan oleh pasal 1774 KUHS sebagai persetujuan untung-untungan di mana untung ruginya bagi semua pihak bergantung pada suat~i kejadian yang belum tentu. Sifat berat sebelah. Persetujuan asuransi yang mengikat dua pihak, '

pads galibnya memberikan pihak tertanggung, karena yang menetapkan segala syarat (termaktub dalam polis) adalah pihak penanggung (perusahaan asuransi) yang kedudukannya jauh lebih kuat disebabkan modal yang dindikinya, sehingga dengall mudah ia menetapkan segala persyaratan yang menjamin pihaknya (kepeuyingan pihaknya) .

Tujuan Asuransi Seorang nunusia senantiasa mnenghadapi kemungkinan menderita

kerugian yang diakibatkan oleh suatu peristiwa. Orang yang terbakar r~mahnya, dicuri barang-barangnya, mendapat kecelakaan dalam peialanan, tanamannya kebanjiran air bah dan lain-lain akan menderita atau jatuh miskin. Risiko penderitaan ini nlenimbulkan pikiran untuk memperkecil risiko tersebut melalui asuransi, sehingga kqugianya dapat diperingan atau dikurangi, bahkan ditanggung oleh orang lain. Untuk itu dipejanjikan sebelumnya antara orang yang khawatir akan menderita kerugian dengan yang mau menanggung kerugian itu. .

Dengan demikian asuransi itu menlpunyai tujuan utaina mengalihkan risiko yang ditimbulkau oleh peristiwa- peristiwa yang tidak

Jurnal Hukun~, Vol. XI( No. I , April 2004 81

Page 6: Asuransi Dalam Hukum Positif

diharapkan kepada orang: lain yang mengambil risiko dengan mengganti kerugian. Yang nienerima 'risiko itu disebut penanggung (menurut Mr. DR.A.F.A. Volmar) bukanlah semata-mata melakukannya demi perikemanusiaan saja dan bukanlah pula bahwa dengan tindakan itu kepentingan - kepentingannya menjadi korban dengan membayar sejumlah

I uang yang besaruntuk mengganti kerugian yang ditimbulkan peristiwa- peristiwa itu. Penanggung lebih dapat menilai risiko itu dari perusahaanya ketin~bang seorang tertanggung yang berdiri sendiri.

Jadi, 'berdasarkan besar-kecilnya risiko yangdihadapi penanggung dari pengalaman perusahaanya dan berapa besar prosentase tentang kemungkinan Latu klaim tertentu akan terjadi, dan berdasarkan statistik ini pula maka penanggung dapat menghitung berapakah besarnya penggantian kerugian itu, dan junilah inilah yang dimintakannya sebagai premi dari tertanggung. Akan tetapi di dala~n jutillah keseluruhannya ia masih ada bahwa perhitungan yang teliti itu meleset dalam praktiknyadalam arti bahwa masih ada bahaya besar bagi para pihak lain dan inilah yang dina~nakan re- asuransi.

Dengan mengikuti uraian di atas dapat diperoleh gambaran mengenai asuransi yang ada di Indonesia menurut hukum yang berlaku. Untuk lebih lengkapnya, ada baiknya dinukilkan keterangan prof. Dr. Wirjono Projodikoro dalam bukunya Hukum asuransi dl Indonesia, " Dapat dikatakan bahwa selaku gejala hukum asuransi atau pertanggungan dl Indonesia dalam pengertian dan bentuknya yang terlihat pada waktu sekarang, adalah berasal dari Hukum Barat. Penguasa Negeri Belandalah

, yang nlengimpor asuransi selaku bentuk hukum (rechts-fipur) di Indonesia secaia mengundangkan Burgelijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel dengan satu pengun!utnan (publicatie) pada tanggal 30 April 1847, termasuk dalamstaats blad 1847 No. 23.

Di Indinesia kita kenal ada bermacam-niacani asuransi dan sebagai contoh di kemukakan dibawah ini, di antaranya: 1) Asuransi Beasiswa

Asuransi beasiswa mempunyai dasar dwiguna. Pertama jangka pertanggungan dapar 5-20 tahun, disesuaikan dengan usia dan rencana sekolah anak, kedua, jika ayah (tetanggung) meninggal dunia sebelum habis kontrak, pertanggungan menjadi bebas pretni samnpai habis kontrak polisnya. Tetapi jika anak yang di tunjuk meninggal, maka alternatifnya ialah mengganti dengan anak yang lainnya, mengubah kontrak kepada bentuk lainnya, nlenerima uangnya secara tunai, bila polisnya telah berjalan tiga tahun lebih, atau membatalkan perjanjian

Page 7: Asuransi Dalam Hukum Positif

(sebelum tiga tahun belum ada harga tunai). Pemba~aran beasiswa dimulai, bila kontrak sudah habis.

2) Asuransi Dwiguna Asuransi dwiguna dapat diambil dalam jangka 10-15-25-30 tahun dan mempunyai dua guna: a) Perlindungan bagi keluarga, bilamana tertanggung meninggal

dunia dalam jangka waktu tertanggungan. b) Tabungan bagi tertanggung, bilamana tertanggung tetap hidup

pada akhir jangka pertanggungan. 3) Asuransi Jiwa

Asuransi jiwa adalah asuransi yang bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial yang tidak terduga yang disebabkan orang meninggal terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama. Jadi ada dua ha1 yang menjadi tujuan asuransi jiwa ini, yaitu menjamin hidup anak atau keluarga yang ditinggalkan, bila pemegang polis meninggal dunia atau untuk memenuhi keperluan hidupnya atau keluarganya, bila ditakdir akan usianya lanjut sesudah masa kontrak berakhir.

4) Asuransi Kehakaran Asuransi kebakaran bertujuan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh kebakaran. Dalam hal ini pihak perusahaan menjamin risiko yang terjadi karena kebakaran. Oleh karena itu perlu dibuat suatu kontrak (perjanjian) antara pemcgang polis (pcnibcli asuransi) dcngan perusahaan asuransi.

Perjanjian dibuat scdcmikian rupa, a p r kc~lua I)cloli i l k t i ~ l a k merasa dirugikan.

Demikianlah diantara lnacam asuransi yang kita kenal di Indonesia ini. Kalau kita perhatikan tujuan dari semua macam asuransi itu maka pada prinsipnya pihak perusahaan asuransi memperhatikan tentang masa depan kehidupan kduarga, pendidikannya termasuk jaminan hari tua. Demikian juga perusahain asuransi turut memikirkan dan berusaha memperkecil kerugian yang mungkin timbul akibat terjadi resiko dalam melaksankan kegiatan usaha baik terhadap kepentingan pribadi atau perusahaan.

B. Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam Mengingat masalah asuransi sudah memasyarakat di Indonesia ini

dan di perkirakan ummat Islam banyak terlibat didalamnya, maka perlu juga dilihat dari sudut pandang agama Islam.

Di kalangan ummat Islam ada auggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan assuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rakhmat Allah. Allah-lah yang menentukasn segala-segalanya

JurnnlHukm, Vol. XIV, No. I , April 2004 83

Page 8: Asuransi Dalam Hukum Positif

dan memberikan iezeki kepada maliluk-Nya, sebagainmna firman Allah SWT, yang aitinya:

"Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi melainkan Allah- la11 yang me~nberi rczekinya." (Q.S. Hud: 6) ". . . . . . . . ... dan siapa (pula) yang nmnberikan rezeki kepadamu dari jangit 'dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? ....." (Q.S. An-Naml: 64) "Dan kahi tclali mcnjadikan untukniu dibumi keperluan-keperluan

hidup, da (kami menciptakan pula) makhlu-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya." (Q.S. Al-Hijr: 20) Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahatni bahwa Allah sebenarnya

tclali mcnyiapkan scgala,galanya untuk keperluan semua mahluk-Nya, tcrmasuk manusia.scbagai khalifah dimuka b u n t Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukati bahati matang. Manusia ~nasih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.

Orang yang melibatkan diri dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk menghadapi lnasa depan dan masa tua. Namun karena niasalah asuransi ini tidak ada dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang scbagai masalah ijtihadi, yaitu masalah perbedaan pendapat dan sukar dihindari dan perbedaan pendapat tersebut juga mesti dihargai.

, Perbedaan pendapat itu terlihat pada uraian sebagai berikut: 1. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, fermasuk

asuransi jiwa. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yususf Qardhawi dan Muha~n~nad Bakhil al-Muth'i (mufti Mesir). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah: a) Asuransi sama dengan judi b) Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti. c) Asuranvi mengandung unsurribalrenten. d) Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis,

apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.

e) Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.

9 Asuransi terniasuk jual beli atau tukar tilenukar mata uang tidak tunai.

g) Hidup dan mati ~nanusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.

Aswnnsi Islain - Maryanto

Page 9: Asuransi Dalam Hukum Positif

2. Asuransi di perbolehkan'dalam praktek masa sekarang Pendapat kedua ini dike~nukakan ileh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari'ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah waAhkamuha). Mereka beralasan: a) Tidak ada nash (al-Qur'an dan Sunnah) yangmelarang asuransi. b) Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak. c) Saling menguntungkan kedua belah pihak. d) Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sabab premi-

premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyekqxoyek yang produktif dan pembangunan.

e) Asuransi termasuk akad mudharabah (bagi had ) t) Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta'awuniyah). g) Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti

taspen. 3. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat

' komersial diharamkan Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kcdua, dalam asuransi yaug bersifat sosial (boleh). Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas hararn atau tidak haramnya asuransi itu.

Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembann dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang - . - mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menetukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar.

Perbedaan pendapat diantara para ulama tersebut, menurut Al- Ustadz Bahjat Ahmad Hilmy, dikarenakan para ahli hukum Islam Sekarang mengenai masalah asuransi tidak n~empunyai gambaran yang utuhhas - . -

tentang asuransi itu sendiri (apa dan bagaimana sesungguhnya) menurut yang dimaksud oleh para ahli hukum atau perundang-undangan. - -

Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang panras dilalui. Jalan aklternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam.

Jurnal Hukum, Vol. XIV; No. I , April 2004

Page 10: Asuransi Dalam Hukum Positif

Dalam keahan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi M u h a n ~ ~ n a d SAW: "Tinggalkan hal-ha1 yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-ha1 yang tidak meragukan kamu." (HR. Ahmad).

Asuransi menurut ajaran agama Islam yang sudah mulai digalakkan dalam masyarakat kita di Indonesia ini, sama seperti asuransi yang sudah ada selama ini pada PT. Asuransi Buni Putera, Asuransi Jiwasraya, dan asuransi lainnya. Macamnya sama tetapi sistem kerjanya berbeda yaitu dengan sitem mudharabah (bagi hasil) .

Kita lihat dalaln asuransi Takaful berdasarkan Syariah, ada beberapa macam, diantaranya: 1. Takaful Kebakaran

Asuransi takaful kebakaran memberikan perlindungan terhadap harta benda seperti toko, industri, kantor dan lain-lainnya dari kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran, kejatuhan pesawat terbang, ledakan gas dan sambaran petir.

2. Takaful Pengangkutan Barang ' Asuransi hentuk ini meniberikan perlindungan terhadap kerugian tas harta bcncln yang scclang dalam pcngiriman akibat terjadi resiko yang disebabkan alat pengangkutannya mengalami musibah atau kecelakaan.

3. Takaful Keluarga Asuransi takaful keluarga ini tercakup didalamnya, takaful berencana, pembiayaan, berjangka, pendidikan, kesehatan, wisata dan umroh dan takaful perjalanan haji.

Dana yang terkumpul dari peserta, diinvestasikan sesuai prinsip syariah. Kemudian hasil yang diperoleh dengan cara mudharabah, dibagi untuk seluruh peserta (pemegang polis) dan untuk perusahaan. Umpamanya 40% untuk peserta dan 60% untuk perusahaan. .

Sebagaiman telah disinggung diatas, bahwa macam asuransi konvensional sama saja dengan asuransi yang berlandaskan syariah. Namun dalam pelak~anaann~a ada perbedaan mendasar yaitu bagi hasil (mudharabah) pada asuranti yang berlandaskan syariah dan tidak demilcian pada asuransi konvensional.

Disamping itu ada lasan lain lagi yang perlu jadi bahan pertimbangan, terutama oleh golongan (ulama) yamg mengharamkan asuransi konvensioanl, disebabkan oleh tiga ha1 yaitu: 1. Gharar (ketidakpastian)

Dalam asuransi konvensioanla ada gharar (ketidakpastian), karena tidak jelas akad melandasinya. Apakah akad Tabaduli (jual beli) atau akad Taka'fuli (tolong menolong). Umpamanya saja sekiranyan te jadi klaim, seperti asuransi yang diambil sepuluh tahun dan pembayaran

86 Amransi Zslanz - Maryanto

Page 11: Asuransi Dalam Hukum Positif

premi (Rp. 1.500.000/tahun). Kemudian pada tahun ke-5 dia meninggal dunia, niaka pertanggungan yang diberikan sebesar Rp. 15.000.000,.. Hal ini berarti, bahwa uang yang Rp. 7.500.00 (pembayaran p~erni Rp. 7.500.000 selam lima tahun) itu adalah ghara, dan tidak jelas dari mana asalnya. Berbeda dengan asuransi takaful, bahwa sejak awal polis dibuka, sudah diniatkan 95% premi untuk tabungan dan 5% diniatkan untuk tabarru (derma/sumbangan). Jika terjadi klaim pada tahun kelima, maka dan yang Rp. 7.500.000 itu tidak gharar, tetapi jelas sumbemya, yaitu dari dana kumpulan terbarulderma.

2. Maisir (judi atau gambling) Mengenai judi jelas hukurnnya yaitu haram sebagairnana di firmankan Allah dalam surat &Maidah: 90. Dalam asuransi konvensional, judi timbul karena dua hal: a) Sekiranp seseorang memasuki satu premi, ada saja kemungkinan

dia berhenti karena alasan tertentu. Ayabila berhenri dijalan sebelum masa refreshing pheriod, dia bisa n~eneriina uangnya kembali (biasanya 2-3 tahun) dan juinlahnya kira+kira 20% dan uang itu akan hangus. Dalam keadaan seperti inilah ada unsur judinya.

b) Sekiranya perhitungan kenlatian itu tepat, dan menetukan jumlah polis itu juga tepat, maka perusahaan akan untung. Tetapi jika salah dalam perhitunmgan, maka perusahaan akan rugi. Jadi jelas disini unsur judi (untung-untungan).

Dalam asuransi takaful berbeda, karena sipenerima polis belum mencapai refreshing pheriod sekalipun, bila dia mengambil dananya (karena sesuatu hal), maka hal itu dibolehkan. Perusahaan Asuransi ialah sebagai pemegang amanah. Malahan kalau ada kelebihanl untung, maka pemegang polispun ada menerimanya.

3. Riba (rente) Dalanl asuransi konvensional juga terjadi riba, karena dananya diinvestasikan (diputa). Sedangkan inasalah riba (rente) dipersoalkan oleh para alim ulama. Ada ulama mengharamkannya, ada yang membolehkannya dan adapula yang inengatakan syubhat. Jalan yang ditempuh oleh asuransi takaful adalah cara mudiarabali (bagi hasil). Dengan demikian, tidak ada riba (rente) dalam asuransi takaful.

Agar asuransi takaful yang berlandaskan qariah Islamiah dapat beqalan dan berkembang dalam masyarakat kita di Indonesia ini, maka asuransi takaful itu perlu dimasyarakatkan dan manajemennya hendaknya

Jurnal Hukunz, Vol. XIY; No. I, April 2004 87

Page 12: Asuransi Dalam Hukum Positif

dilaksnakan dengan baik dan rapi, sehingga mendapat kepercayaan dari ~nasyarakat lux . Masyarakat sebenarnya ingin bukti nyata mengenai suatu gagasan, ingin mendapat jaminan, ketenangan selama masih hidup dan ingin pula jaminan untuk anak turuna sesudah meninggal dunia.

Apabila asuransi takaful yang berlandaskan syariah Islamiah sudah mewujudkan kehendak anggota n~as~arakat, maka orang yang senang bergelimang dengan hal-ha\ yang syubhat dan dihadapkan pada ketentuan hukum yang bertolak belakan, akan berkurang.

IV Kesimpulan Asuransi konvensional sama saja dengan asuransi yang berlandaskan

syariah. Na~nun dalam pelaksanaanya ada perbedaan mendasar yaitu bagi hasil (mudharabah) pada asuransi yang berlandclslcan syariah dun tidalc demil~ian pada asuransi konvensional.

Disamping itu ada alasan lain lagi yang perlu jadi bahan pertimbangan, terutama oleh golongan (ulama) yang mengharamkan asuransi konvensional, disebabkan oleh tiga ha1 yaitu: Gharar (ketidakpastia), Maisir (judi atau gamblitlg), Riba (rente).

Asuransi Islam - Maryanto

Page 13: Asuransi Dalam Hukum Positif

Abdulah Kelib, Kuliah Kapita Selecta Hultum Eltonomi, Megister ukum Undip, Semarang, 2003

Ali Yafie, Asurami Dalam Pandungan Islam, Tanpa Penerbit, Jakarta, 2003

Bank Indonesia don UII, Worlahop Pengawavan dun Aspek Syari'ah dalam Ranglta Penyusunan RUU tentang Perbanltan Syariah, IJII, Yogyakarta.

Bank Indonesia, 2002, Perbankan Syaari'ah Dalam Sistem Perbanltan Nasional : Suatu Keniscayam (Menyongsong Lahirnya RUU Perbanltan Syariah-Kumpulan Maltalah) Bank Indonesia, Jakarta.

CIC, 1999, Laporan Bisnis ~ndocomme~&cl, CIC, Jakarta.

Hamidi, Lutfi M, 2003, jejelt~jejak Eltonomi Syu~i'ah, Senayan Abadi Publishing, Jakarta

Perwaea Atmaja, Karnacn A, Hulcun~ Elconomi Islam : Anulisa Tentang B u d Syaii'ahdan Asu~ansi Takaful, Fakultas Hukum -UI, Jakarta

----------, dan Syafi'i Antonio, 1992, Apu dun Bugaimunu Bunk Islam, Dana Bakti Wakaf, Jakarta.

Syahdeni, Remy, Sutan, 1993, Kchehccsccr~ B~'r l to~~t~.~ck dun Pedindunsi~n Yung Seimbang Bagi Para Pihuk DuLan Perjunjiun Kredit Bunk Di Indonesia, 1B1, Jakarta.

Soekamto, Soerjono, 1986, Penguntar Penelitian Hultum, UI Press Jakarta.

Soekamto, Soerjono & Solema B. Taneko, 1981, Hultum Adut Indonesia, Rajawali, Jakarta.

Soekamto, Soerjono, 1978, Pembahasan terhadap Prasarana Hultum Kewarisan Menuntt H u l u m Adat dun Hulum. Islam, Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Jakarta.

Sumitro, Warkum, 1996, Perbankan Islam dun Lembaga~lembuga Terltait, Rajawali Pers, Jakarta.

Jurnd Huk~~rn, Vol. XIV; No. I , April 2004

Page 14: Asuransi Dalam Hukum Positif

Zadjuli, Suroso, Inmrn, 1995, Peran Perbadtan Syariah d a h Investasi Pemh~mn~ymn, Surahaya.

Astrransi Islam - Maqmnio