Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

10
ASTO, URIC ACID, AND SYNOVIAL FLUID ANALYSIS ANTI-STREPTOLYSIN O (ASTO) PRINSIP Reagent ASO yang mengandung partikel latex dilapisi dengan antigen streptolysin O. Ketika reagen dicampurkan dengan serum yang mengandung ASO dengan kadar >200 IU/ml, partikel akan teraglutinasi. PERSIAPAN SAMPEL Sampel menggunakan serum segar yang diperoleh dari sentrifugasi darah beku sebelumnya. Penyimpanan sampel : 2-8C maksimal 48 jam sebelum dilakukan tes. Untuk penyimpanan lebih lama sampel harus dibekukan. Hindari kontaminasi, lipaemic, dan hemolisis serum. REAGENT 1. Reagen latex : suspensi cair partikel latex yang dilapisi dengan antigen streptolisin O. 2. Pengencer : glycine buffered saline pH 8,2 3. Kontrol positif : cairan stabil yang mengandung ASO dengan kadar >200 IU/mL 4. Kontrol negatif : cairan stabil yang mengandung ASO dengan kadar <200 IU/mL Semua reagen harus dibiarkan mencapai suhu ruangan sebelum digunakan. Semua reagen jangan dibekukan. PROSEDUR 1. Biarkan masing reagen dan sampel mencapai suhu ruangan sebelum digunakan 2. Kocok reagen latex agar patikel latex terdispersi. 3. Teteskan 1 tetes sampel serum, 1 tetes cairan kontrol positif, 1 tetes cairan kontrol negatif. Masing-masing ditempatkan sesuai tempatnya 4. Tambahkan 1 tetes reagen latex sampel serum 5. Campurkan serum dan latex menggunakan ujung pipet 6. Goyangkan slide ke atas dan ke bawah setiap 2 detik selama dua menit. Begitu juga dengan kontrol positif dan negatif. Kontrol positif dan negatif tidak memerlukan pengenceran. 7. Lihat hasil pada sampel serum, bandingkan dengan kontrol positif dengan kontrol negatif 8. Setelah selesai, bersihkan dan keringkan slide. HASIL Jika terbentuk aglutinasi mengindikasikan kadar ASO dalam sampel sama dengan atau >200 IU/mL Jika terdapat aglutinasi yang halus (smooth homogenous milky suspension) mengindikasikan kadar ASO dalam sampel <200 IU/mL

description

cfcl

Transcript of Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

Page 1: Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

ASTO, URIC ACID, AND SYNOVIAL FLUID ANALYSIS

ANTI-STREPTOLYSIN O (ASTO)

PRINSIP

Reagent ASO yang mengandung partikel latex dilapisi dengan antigen streptolysin O. Ketika reagen

dicampurkan dengan serum yang mengandung ASO dengan kadar >200 IU/ml, partikel akan

teraglutinasi.

PERSIAPAN SAMPEL

Sampel menggunakan serum segar yang diperoleh dari sentrifugasi darah beku sebelumnya.

Penyimpanan sampel : 2-8C maksimal 48 jam sebelum dilakukan tes. Untuk penyimpanan lebih lama

sampel harus dibekukan. Hindari kontaminasi, lipaemic, dan hemolisis serum.

REAGENT

1. Reagen latex : suspensi cair partikel latex yang dilapisi dengan antigen streptolisin O.

2. Pengencer : glycine buffered saline pH 8,2

3. Kontrol positif : cairan stabil yang mengandung ASO dengan kadar >200 IU/mL

4. Kontrol negatif : cairan stabil yang mengandung ASO dengan kadar <200 IU/mL

Semua reagen harus dibiarkan mencapai suhu ruangan sebelum digunakan. Semua reagen jangan

dibekukan.

PROSEDUR

1. Biarkan masing reagen dan sampel mencapai suhu ruangan sebelum digunakan

2. Kocok reagen latex agar patikel latex terdispersi.

3. Teteskan 1 tetes sampel serum, 1 tetes cairan kontrol positif, 1 tetes cairan kontrol negatif.

Masing-masing ditempatkan sesuai tempatnya

4. Tambahkan 1 tetes reagen latex sampel serum

5. Campurkan serum dan latex menggunakan ujung pipet

6. Goyangkan slide ke atas dan ke bawah setiap 2 detik selama dua menit. Begitu juga dengan

kontrol positif dan negatif. Kontrol positif dan negatif tidak memerlukan pengenceran.

7. Lihat hasil pada sampel serum, bandingkan dengan kontrol positif dengan kontrol negatif

8. Setelah selesai, bersihkan dan keringkan slide.

HASIL

Jika terbentuk aglutinasi mengindikasikan kadar ASO dalam sampel sama dengan atau >200

IU/mL

Jika terdapat aglutinasi yang halus (smooth homogenous milky suspension) mengindikasikan

kadar ASO dalam sampel <200 IU/mL

Page 2: Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

INTERPRETASI

Hasil positif mengindikasikan terdapat infeksi akut streptokokus, pemeriksaan harus diulangi dengan

interval mingguan untuk menentukan progresivitas penyakit.

Streptokokus adalah kelompok besar dan beraneka ragam dari kokus gram positif yang tumbuh

secara berpasangan atau berantai. Sebagian merupakan flora normal, sebagian lain berkaitan dengan

infeksi penting pada manusia, yaitu menjadi patogen infeksi hebat dan komplikasi yang mungkin

terjadi setelah sembuh dari infeksi akut. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi setelah infeksi akut

streptokokus adalah demam rematik dan glomerulonephritis.

Sebagian besar dari Streptococcus Group A menghasilkan dua enzim hemolitik yaitu Streptolisin O

dan S. Di dalam tubuh penderita, Streptolisin O akan merangsang pembentukan antibodi yang

spesifik yaitu anti streptolisin O (ASTO) sedangkan yang dibentuk Streptolisin S tidak spesifik.

DASAR TEORI

Streptokokus grup A (Streptokokus beta hemolitik) dapat menghasilkan berbagai produk

ekstraseluler yang mampu merangsang pembentukan antibodi. Antibodi itu tidak merusak kuman

dan tidak mempunyai dampak perlindungan, tetapi adanya antibodi itu dalam serum menunjukkan

bahwa di dalam tubuh baru saja terdapat streptokokus yang aktif. Antibodi yang dibentuk adalah :

antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH), antistreptokinase (anti-SK), anti-desoksiribonuklease

B (AND-B) , dan anti nikotinamid adenine dinukleotidase (anti-NADase). Tes ASO paling banyak

digunakan; hasil tes ini positif pada 80% faringitis streptokokus; presentasi ini lebih rendah pada

infeksi kulit. ASO muncul kira-kira 1-2 minggu setelah infeksi streptokokus akut, memuncak 3-4

minggu setelah awitan, dan tetap tinggi selama berbulan-bulan. Kadar ASO menurun sampai kadar

sebelum sakit dalam waktu 6-12 bulan. ASO positif juga sering dijumpai pada glomerulonefritis,

demam rematik, endokarditis bakterial, dan scarlet fever. Banyak anak usia sekolah memiliki kadar

titer ASO yang lebih tinggi daripada anak usia pra sekolah dan dewasa. Tes ASO yang tinggi (tunggal)

memberi kesan adanya infeksi streptokokus yang baru lewat atau sedang berjalan.

Masalah Klinis

PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (antibiotic)

PENINGKATAN KADAR : demam rematik akut, glomerulonefritis akut, infeksi streptokokus pada

saluran pernapasan atas, rheumatoid arthritis (kadarnya agak naik), penyakit hati disertai dengan

hiperglobulinemia, penyakit kolagen (kadarnya agak naik).

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

Terapi antibiotik dapat menurunkan respon antibodi,

Peningkatan kadar dapat terjadi pada orang sehat.

Page 3: Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

ASAM URAT (URIC ACID)

TUJUAN

Mahasiswa mampu melakukan pengukuran asam urat dalam sampel urin dan darah.

METODE

Enzymatic photometric test menggunakan TSHBS (2,4,6-tribromo-3-hydroxybenzoic acid).

PRINSIP

Asam urat dioksidasi menjadi allantoin oleh uricase. Hydrogen peroxyde bereaksi dengan 4-

aminoantipyrine dan 2,4,6-tribomo-hydroxybenzoic acid (TBHBA) menjadi quinoneimine.

SAMPEL/SPESIMEN

Spesimen yang digunakan dapat berupa:

Serum,

Plasma yang ditambah heparin atau EDTA,

Urin

REAGEN

R1 : buffer fosfat pH 7,0

TBHBA (2,4,6-tribomo-hydroxybenzoic acid)

R2 : Buffer fosfat pH 7,0

4-aminoantipyrine

K4[Fe(CN)6]

Peroxidase (POD)

Instruksi penyimpanan dan stabilitas reagen

Reagen dan standar stabil hingga saat masa kadaluarsanya tiba jika disimpan pada suhu 2-8°C dan

harus dihindarkan dari cahaya dan kontaminasi. Jangan membekukan reagen. Pengukuran tidak

dipengaruhi oleh perubahan warna selama absorbansi monoreagen <0,5 pada 546 nm.

PROSEDUR

----lihat buku panduan praktikum----

(kayaknya ini pas praktikum beda gitu caranya sama yang dibuku. Cuman ga nyatet ;( )

PENGHITUNGAN HASIL

Dengan standar atau kalibrator

Asam Urat [mg/dl] =

[mg/dl]

Page 4: Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

Faktor Konversi

Asam Urat [mg/dl] x 59.48 = Asam Urat [mmol/l]

HASIL

Nilai normal

Dewasa

Wanita

Mg/dl (mmol/l)

2.3-6.1 (137-363)

Pria

Mg/dl (mmol/l)

3.6-8.2 (214-488)

Anak-anak

0-5 hari 1.9-7.9 (113-470) 1.9-7.9 (113-470)

1-4 tahun 1.7-5.1 (101-303) 2.2-5.7 (131-340)

5-11 tahun 3.0-6.4 (178-381) 3.0-6.4 (178-381)

12-14 tahun 3.2-6.1 (190-363) 3.2-7.4 (190-440)

15-17 tahun 3.2-6.4 (190-381) 4.5-8.1 (268-482)

DASAR TEORI

Dua pertiga asam urat dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal dan sisanya di saluran pencernaan.

90% kasus hiperurisemia disebabkan oleh underekskresi, sisanya overproduksi, misalnya karena

kelainan pada sintase HGPRT (hipoksantin-guanin-fosforibosiltransferase) dan PRPP (5-

phosphoribosyl-1-pirofosfat).

Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin dalam tubuh. Jika sampel

berupa darah, harga normal asam urat pada laki -laki adalah 3 – 5,9mg/dl dengan rata-

rata 4,5 mg, sedangkan bila berupa serum harga normal asam urat sedikit lebih

rendah. Hasil ini diperoleh jika menggunakan alat yang teliti yaitu good colorimetric

analysis. Jika menggunakan spektrofotometer biasa nilai normalnya 3,3 – 7 mg/dl pada laki-

laki, dan biasanya lebih rendah 0,5-1 mg/dl pada wanita. Pada umumnya laboratorium

klinik menggunakan spektrofotometer b i a s a d e n g a n n i l a i n o r m a l 3 -

7 m g / d l . J i k a l e b i h d a r i 7 m g / d l d i s e b u t hiperurisemia. Dua faktor

penyebab hiperurisemia yaitu:

1. Sintesis meningkat yang bersifat metabolik, seperti

Konsumsi makanan yang mengandung nukleosida purin yang tinggi, seperti bayam, emping,

nanas, jeroan, ampela, dll).

Meningkatnya penghancuran sel, yang artinya terjadi degradasi nukleotida, seperti leukemia,

gangguan lymphoproliferative, anemia hemolitik, psoriasis)

Hiperaktif enzim, seperti pada gout.

pH darah yang asam, seperti saat terjadi asidosis laktat, ketoasidosis.

Hiperparatiroid dan obat

2. Faktor ekskresi oleh tubuli ginjal. Jika ginjal gagal dalam membuang asam urat ke

urine, kadar asam urat darah akan naik.

Page 5: Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

Pemeriksaan asam urat di laboratorium menggunakan filtrat bebas protein, sama halnya seperti

pemeriksaan kreatinin. Asam urat sukar larut dan diekskresikan dalam urin. Bila asam urat dalam

plasma sangat tinggi (hiperuricemia), maka urat akan dapat mengendap dalam jaringan dalam bentuk

kristal natrium urat. Natrium urat yang mengendap dapat menyebabkan terjadinya inflamasi pada

jaringan tersebut. Respon inflamasi yang terjadi merupakan respon sekunder karena respon leukosit

terhadap kristal monosodium urat (MSU). Hiperurisemia merupakan common denominator

terjadinya gout. Gout merupakan sindrom yang disebabkan oleh respon inflamasi terhadap deposisi

kristal monosodium urat di jaringan. Walaupun hiperurisemia menjadi common denominator gout,

namun bukanlah penentu utama kejadian gout. Artinya, orang dengan kadar asam urat yang rendah

atau normal pun dapat terjadi serangan asam urat. Semua pasien gout mengalami asam urat, namun

hanya 15% orang hiperurisemia mengalami gout. Kadar asam urat kaum pria cenderung meningkat

seiring dengan peningkatan usia. Pada wanita, peningkatan cenderung dimulai sejak masa

menopause, hal ini disebabkan karena wanita memiliki hormon estrogen yang ikut membantu

pembuangan asam urat melalui urin, jadi selama wanita masih memiliki hormon estrogen, maka

asam urat akan dapat lebih terkontrol. Sedangkan pria tidak memiliki hormon ini, menjadi salah satu

faktor mengapa jumlah pria yang mengalami asam urat lebih banyak dibanding wanita.

SYNOVIAL FLUID EXAMINATION

Cairan sinovial adalah cairan viscous yang terdapat dalam rongga sendi. Normalnya, cairan sinovial

memiliki komposisi kimia yang sama dengan plasma karena merupakan ultrafiltrasi plasma. Selain

dibentuk oleh dialisis plasma, cairan sinovial juga dibentuk oleh sinoviosit.

Pemeriksaan cairan sinovial dilakukan untuk membantu diagnosis dan manajemen

penyakit/permasalahan yang berkaitan dengan sendi. Pengambilan sampel cairan sendi disebut

arthrocentesis.

Dalam diagnosis, arthrocentesis diindikasikan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya septic

arthritis (arthritis karena bakteri) pada inividu dengan adanya satu atau beberapa sendi yang

terinflamasi. Arthrocentesis juga digunakan untuk mendiferensiasi/membedakan antara crystal

arthropathy, seperti gout dan pseudogout, efusi inflamatori dan noninflamatori dan hemarthrosis.

Dalam terapi, arthrocentesis dapat dilakukan untuk mendrainase efusi yang besar, hemarthrosis,

atau untuk menginjeksi steroid atau anestesi lokal.

Page 6: Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

Pemeriksaan yang dilakukan

MAKROSKOPIK

pemeriksaan makroskopis harus dimulai dengan mencatat volume total dari cairan yang diambil. Jika

sampel harus dikirim ke beberapa laboratorium ( mis. mikrobiologi, kimia, dan mikroskopis), volume

total harus dicatat setelah pengambilan.

1. Warna dan kejernihan

Pemeriksaan ini harus dilakukan di tube kaca dengan latar belakang putih.

Prinsip: setiap kelainan memberi warna dan kejernihan yang berbeda. Turbiditas dapat disebabkan

leukositosis, jumlah yang masif dari kristal ( kristal kolesterol dapat terjadi pada artritis

kronik),droplet lemak, fibrin, atau tumpukan sel-sel sinovial yang berdegenerasi yang menghasilkan

agregat jaringan yang mengambang bebas.

Nilai rujukan: tidak berwarna dan jernih

Interpretasi

kuning jernih : artritis traumatik, osteoartritis, dan artritis rheumatoid ringan

kuning keruh : inflamasi spesifik dan nonspesifik (karena brtambahnya jumlah leukosit)

seperti susu (chyloid): arthritis rheumatoid dengan efusi kronik, pirai dengan efusi akut dan

obstruksi limfatik dengan efusi

purulen : artritis septik yang lanjut

seperti darah : trauma, hemofilia, dan sinovitis vilonodularis hemoragik

kuning kecoklatan : perdarahan yang telah lama

2. Bekuan/clotting

Prinsip: fibrinogen membuat aspirat membeku

Cara kerja: biarkan aspirat selama satu jam ,kemudian dilihat apakah ada bekuan atau tidak.

Nilai rujukan : tidak membeku

Interpretasi: + jika ada proses peradangan (makin besar bekuan makin berat peradangan)

3. Viskositas

Prinsip: adanya asam hyaluronat dalam cairan sinovial menentukan viskositas cairan.

Cara kerja :

Isap sampai ke dalam spuit atau semprit tanpa jarum

Teteskan sampel keluar dari spuit tersebut, kemudian ukur panjang tetesan (atau ambil sampel

dengan jari telunjuk, rentangkan jari telunjuk dan ibu jari. Hitung panjang rentangan)

Nilai rujukan: panjang 4-6 cm tanpa putus disebut viskositas tinggi

Page 7: Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

interpretasi:

viskositas tinggi : non inflamatorik

viskositas menurun (<4 cm): inflamatorik akut dan septik

viskositas bervariasi : hemoragik

NB: karena tes yang abnormal juga dijumpai pada berbagai artritis, maka tes ini tidak dapat dipakai

untuk diagnosis banding

4. Tes Musin

Prinsip: asam asetat dapat membekukan asam hyaluronat dan protein.

Cara kerja:

Buatlah larutan asam asetat 7 N dari 40.8 ml asam asetat glasial dan 100 ml air

Ke dalam tabung reaksi terlebih dahulu dimasukkan 4 ml aquades, kemudian tambahkan 1 ml

cairan sinovial dan tambahkan lagi 1 tetes larutan asam asetat 7 N

Aduk kuat-kuat dengan pengaduk yang terbuat dari gelas

Baca hasil reaksi segera setelah diaduk.

Nilai rujukan:

musin baik : normal (terlihat satu bekuan kenyal dan jernih)

musin sedang : jika bekuan kurang kuat dan tidak mempunyai batas tegas dalam cairan

jernih, misalnya pada RA

musin jelek : jika buan yang terjadi berkeping-keping dalam cairan keruh, misalnya pada

infeksi

MIKROSKOPIK

1. Jumlah leukosit

Prinsip: sampel diencerkan dan dimasukkan ke dalam kamar hitung (hemositometer) dengan

memperhitungkan faktor pengenceran, jumlah lekosit dalam cairan sinovial dapat diketahui

Cara kerja:

Isap sampel ke dalam pipet sampai tanda 0.5

Isap larutan NaCl 0.9% sampai tanda 11, kocok isi pipet beberapa menit agar isi pipet tercampur

baik. Setelah itu buanglah 4-5 tetes isi pipet

Siapkan kamar hitung dengan kaca penutup di atasnya

Teteskan isi pipet perlahan-lahan ke dalam kamar hitung

Hitung jumlah leukosit yang tampak dalam 4 kotak besar dengan menggunakan lensa 10x

hasilnya dikalikan 50

Nilai rujukan: AL < 200/mm3

Page 8: Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

Interpretasi:

AL 200-500/mm3 : penyakit non inflamatorik (penyakit degeneratif)

AL 2000-100.000/mm3 : inflamatorik akut (artritis gout akut, faktor reumatoid, artritis

rematoid)

AL 20.000-200.000/mm3 : septik/infeksi (artritis TB, artritis gonorrhe, artritis septik)

AL 200-10.000/mm3 : hemoragik.

NB: larutan Turk TIDAK dapat digunakan karena mengandung asam asetat yang dapat menyebabkan

musin membeku, sel bertumpuk dan jumlah sel yang palsu.

2. Morfologi dan hitung jenis

Prinsip: cairan sinovial dihapuskan di atas kaca obyek kemudian diwarnai

Cara kerja: dengan pewarnaan MGG

Nilai rujukan:

monosit dan makrofag : sekitar 60%

limfosit : sekitar 30%

Neutrofil : sekitar 10%

Hitung jenis leukosit pada cairan sinovial memiliki keterbatasan. Neutrofilia pada cairan sinovial

(lebih dari 80% neutrofil) berhubungan dengan artritis bakterial, gout urate, dan rheumatoid

arthritis. Eosinofilia pada cairan sinovial, yang didefinisikan sebgai jumlah lebih dari 2 % dari semua

leukosit, telah dilaporkan terjadi pada metastasis carcinoma ke sinovium, demam rematik akut,

rheumatoid arthritis, infestasi cacing guinea pada sendi, Lyme disease, artritis reaktif yang

berhubungan dengan infestasi Strongyloides, setelah dilakukan arthrography, dan terapi radiasi.

3. Kristal-kristal

Prinsip: jenis kristal tergantung jenis kelainan

Nilai rujukan: tidak ditemukan kristal dalam sendi.

Interpretasi:

Kristal monosodium urat (MSU) : artritis gout

Calcium pyrophosphate dihydrate (CPPD) : kondrokalsinosis (pseudogout)

Calcium hydroxyapatite (HA) : calsific periarthritis dan tendinitis

Kristal kolesterol : rheumatoid arthritis

TES KIMIA

1. Tes glukosa (dilakukan bersamaan dengan tes glukosa darah)

Nilai rujukan: perbedaan antara glukosa serum dan cairan sinovial adalah <10mg%. karena

keseimbangan antara glukosa darah dan cairan sinovial lambat, sampel dari darah dan cairan sinovial

idealnya didapatkan setelah pasien puasa selama paling tidak 6 jam. Namun, spesimen pasien puasa

Page 9: Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

jarang ditemukan pada praktik klinik. Penurunan glukosa cairan sinovial umumnya disefinisikan

sebagai (1) glukosa cairan sinovial dibawah 40 mg%, atau (2)perbedaan antara glukosa serum dan

cairan sinovial lebih dari 10mg%. Penurunan glukosa cairan sinovial terdapat pada sekitar 50%

pasien dengan artritis bakterial, termasuk arthritis tuberculous. Bagaimanapun juga, penurunan

glukosa cairan sinovial umum terjadi pada prnyakit inflmatorik non-septik seperti rheumatoid

arthritis.

2. Total protein

Nilai rujukan: konsentrasi total protein cairan sinovial adalah sepertiga konsentrasi protein pada

plasma

Interpretasi: meningkat karena perubahan permeabilitas pada membran sinovial dan peningkatan

sintesis pada sendi, misalnya pada rheumatoid arthritis, sinovitis kristal, artritis septik

3. Asam urat

Nilai rujukan: kasar asan urat dalam cairan sinovial adalah sama dengan kadat dalam plasma

Interpretasi: sama-sama (plasma dan cairan sinovial) meningkat pada pasien gout

4. Laktat

Nilai rujukan: sama dengan plasma

Interpretasi: terjadi peningkatan diyakini sebagai akibat dari glikolisis anaerobik dalam sendi,

misalnya pada artritis septik (tetapi sebaliknya pada artritis gonorrhe kadar laktat dapat normal atau

rendah)

TES SEROLOGI

1. Tes Rheumatoid factor (RF)

Prinsip: faktor rematoid dapat dideteksi dengan menggunakan suspensi granul plastik yang dilapisi

gamma Globulin manusia dan akan beraglutinasi jika ada faktor rematoid

Nilai rujukan : aglutinasi+: kadar RF > 8 IU/ml

aglutinasi - : kadar RF <8 IU/ml

Interpretasi:

RF + : sekitar >60% ditemukan dalam cairan sinovial atau serum penderita RA

Hasil positif palsu dapat ditemukan pada penyakit lain seperti: SLE, hepatitis, chirrosis,

limfoma, skleroderma dan penyakit infeksi lain

2. Tes C-reaktif protein (CRP)

Prinsip: reaksi aglutinasi terjadi akibat adanya inflamasi atau nekrosis jaringan

Nilai rujukan : aglutinasi + : kadar CRP > 6 mg/L

aglutinasi - : kadar CRP < 6 mg/L

Interpretasi: aglutinasi+ pada RA aktif, demam rematik (70-80%), keganasan, penyakit virus,

tuberkulosis, kerusakan jaringan, inflamasi.

Page 10: Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis

3. Tes Antinuclear Antibodies (ANA)

ANA pada cairan sinovial didemonstrasikan ada pada sekitar 70 % pasien dengan Systemic Lupus

Erythematous (SLE) dan sekitar 20 % pada pasien dengan RA.

TES MIKROBIOLOGI

1. Pewarnaan Gram

Prinsip: bakteri akan menyerap zat warna tertentu yaitu kristal violet

Hasil : Gram + : bakteri akan berwarna ungu, bentuknay jel;as ( batang atau kokus)

Gram - : nbakteri akan berwarna merah, bentuknya jeals ( batang/ kokus)

2. Pewarnaan Tahan Asam

Prinsip: kuman akan mengambil warna sesuai sifatnya

Nilai rujukan : basil tahan asam (+): badan basil terlihat berwarna merah

basil tidak tahan asam (-): badan basil terlihat berwarna biru

Interpretasi: pada artritis septik, baik pewarnaan maupun kultur hasil sering negatif. Untuk

menghindari hasil negatif perlu dilakukan inokulasi langsung hasil aspirasi cairan sinovial ke dalam

media tertentu.

Referensi:

1. Laboratory Manual blok 3.4 “Limited Movement” 3rd ed.2012. Fakultas Kedoteran Universitas

Gadjah Mada

2. Henry, J.B.ed., Clinical Diagnosis and Management by Laboratory methods 18th ed.,

Philadelphia: WB Saunders Company

3. Thomson, T.W., et.al.,Arthrocentesis of the Knee. N Engl J Med 2006; 354:e19