Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis
-
Upload
irfanharis -
Category
Documents
-
view
225 -
download
2
description
Transcript of Asto, Uric Acid, And Synovial Fluid Analysis
ASTO, URIC ACID, AND SYNOVIAL FLUID ANALYSIS
ANTI-STREPTOLYSIN O (ASTO)
PRINSIP
Reagent ASO yang mengandung partikel latex dilapisi dengan antigen streptolysin O. Ketika reagen
dicampurkan dengan serum yang mengandung ASO dengan kadar >200 IU/ml, partikel akan
teraglutinasi.
PERSIAPAN SAMPEL
Sampel menggunakan serum segar yang diperoleh dari sentrifugasi darah beku sebelumnya.
Penyimpanan sampel : 2-8C maksimal 48 jam sebelum dilakukan tes. Untuk penyimpanan lebih lama
sampel harus dibekukan. Hindari kontaminasi, lipaemic, dan hemolisis serum.
REAGENT
1. Reagen latex : suspensi cair partikel latex yang dilapisi dengan antigen streptolisin O.
2. Pengencer : glycine buffered saline pH 8,2
3. Kontrol positif : cairan stabil yang mengandung ASO dengan kadar >200 IU/mL
4. Kontrol negatif : cairan stabil yang mengandung ASO dengan kadar <200 IU/mL
Semua reagen harus dibiarkan mencapai suhu ruangan sebelum digunakan. Semua reagen jangan
dibekukan.
PROSEDUR
1. Biarkan masing reagen dan sampel mencapai suhu ruangan sebelum digunakan
2. Kocok reagen latex agar patikel latex terdispersi.
3. Teteskan 1 tetes sampel serum, 1 tetes cairan kontrol positif, 1 tetes cairan kontrol negatif.
Masing-masing ditempatkan sesuai tempatnya
4. Tambahkan 1 tetes reagen latex sampel serum
5. Campurkan serum dan latex menggunakan ujung pipet
6. Goyangkan slide ke atas dan ke bawah setiap 2 detik selama dua menit. Begitu juga dengan
kontrol positif dan negatif. Kontrol positif dan negatif tidak memerlukan pengenceran.
7. Lihat hasil pada sampel serum, bandingkan dengan kontrol positif dengan kontrol negatif
8. Setelah selesai, bersihkan dan keringkan slide.
HASIL
Jika terbentuk aglutinasi mengindikasikan kadar ASO dalam sampel sama dengan atau >200
IU/mL
Jika terdapat aglutinasi yang halus (smooth homogenous milky suspension) mengindikasikan
kadar ASO dalam sampel <200 IU/mL
INTERPRETASI
Hasil positif mengindikasikan terdapat infeksi akut streptokokus, pemeriksaan harus diulangi dengan
interval mingguan untuk menentukan progresivitas penyakit.
Streptokokus adalah kelompok besar dan beraneka ragam dari kokus gram positif yang tumbuh
secara berpasangan atau berantai. Sebagian merupakan flora normal, sebagian lain berkaitan dengan
infeksi penting pada manusia, yaitu menjadi patogen infeksi hebat dan komplikasi yang mungkin
terjadi setelah sembuh dari infeksi akut. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi setelah infeksi akut
streptokokus adalah demam rematik dan glomerulonephritis.
Sebagian besar dari Streptococcus Group A menghasilkan dua enzim hemolitik yaitu Streptolisin O
dan S. Di dalam tubuh penderita, Streptolisin O akan merangsang pembentukan antibodi yang
spesifik yaitu anti streptolisin O (ASTO) sedangkan yang dibentuk Streptolisin S tidak spesifik.
DASAR TEORI
Streptokokus grup A (Streptokokus beta hemolitik) dapat menghasilkan berbagai produk
ekstraseluler yang mampu merangsang pembentukan antibodi. Antibodi itu tidak merusak kuman
dan tidak mempunyai dampak perlindungan, tetapi adanya antibodi itu dalam serum menunjukkan
bahwa di dalam tubuh baru saja terdapat streptokokus yang aktif. Antibodi yang dibentuk adalah :
antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH), antistreptokinase (anti-SK), anti-desoksiribonuklease
B (AND-B) , dan anti nikotinamid adenine dinukleotidase (anti-NADase). Tes ASO paling banyak
digunakan; hasil tes ini positif pada 80% faringitis streptokokus; presentasi ini lebih rendah pada
infeksi kulit. ASO muncul kira-kira 1-2 minggu setelah infeksi streptokokus akut, memuncak 3-4
minggu setelah awitan, dan tetap tinggi selama berbulan-bulan. Kadar ASO menurun sampai kadar
sebelum sakit dalam waktu 6-12 bulan. ASO positif juga sering dijumpai pada glomerulonefritis,
demam rematik, endokarditis bakterial, dan scarlet fever. Banyak anak usia sekolah memiliki kadar
titer ASO yang lebih tinggi daripada anak usia pra sekolah dan dewasa. Tes ASO yang tinggi (tunggal)
memberi kesan adanya infeksi streptokokus yang baru lewat atau sedang berjalan.
Masalah Klinis
PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (antibiotic)
PENINGKATAN KADAR : demam rematik akut, glomerulonefritis akut, infeksi streptokokus pada
saluran pernapasan atas, rheumatoid arthritis (kadarnya agak naik), penyakit hati disertai dengan
hiperglobulinemia, penyakit kolagen (kadarnya agak naik).
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Terapi antibiotik dapat menurunkan respon antibodi,
Peningkatan kadar dapat terjadi pada orang sehat.
ASAM URAT (URIC ACID)
TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan pengukuran asam urat dalam sampel urin dan darah.
METODE
Enzymatic photometric test menggunakan TSHBS (2,4,6-tribromo-3-hydroxybenzoic acid).
PRINSIP
Asam urat dioksidasi menjadi allantoin oleh uricase. Hydrogen peroxyde bereaksi dengan 4-
aminoantipyrine dan 2,4,6-tribomo-hydroxybenzoic acid (TBHBA) menjadi quinoneimine.
SAMPEL/SPESIMEN
Spesimen yang digunakan dapat berupa:
Serum,
Plasma yang ditambah heparin atau EDTA,
Urin
REAGEN
R1 : buffer fosfat pH 7,0
TBHBA (2,4,6-tribomo-hydroxybenzoic acid)
R2 : Buffer fosfat pH 7,0
4-aminoantipyrine
K4[Fe(CN)6]
Peroxidase (POD)
Instruksi penyimpanan dan stabilitas reagen
Reagen dan standar stabil hingga saat masa kadaluarsanya tiba jika disimpan pada suhu 2-8°C dan
harus dihindarkan dari cahaya dan kontaminasi. Jangan membekukan reagen. Pengukuran tidak
dipengaruhi oleh perubahan warna selama absorbansi monoreagen <0,5 pada 546 nm.
PROSEDUR
----lihat buku panduan praktikum----
(kayaknya ini pas praktikum beda gitu caranya sama yang dibuku. Cuman ga nyatet ;( )
PENGHITUNGAN HASIL
Dengan standar atau kalibrator
Asam Urat [mg/dl] =
[mg/dl]
Faktor Konversi
Asam Urat [mg/dl] x 59.48 = Asam Urat [mmol/l]
HASIL
Nilai normal
Dewasa
Wanita
Mg/dl (mmol/l)
2.3-6.1 (137-363)
Pria
Mg/dl (mmol/l)
3.6-8.2 (214-488)
Anak-anak
0-5 hari 1.9-7.9 (113-470) 1.9-7.9 (113-470)
1-4 tahun 1.7-5.1 (101-303) 2.2-5.7 (131-340)
5-11 tahun 3.0-6.4 (178-381) 3.0-6.4 (178-381)
12-14 tahun 3.2-6.1 (190-363) 3.2-7.4 (190-440)
15-17 tahun 3.2-6.4 (190-381) 4.5-8.1 (268-482)
DASAR TEORI
Dua pertiga asam urat dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal dan sisanya di saluran pencernaan.
90% kasus hiperurisemia disebabkan oleh underekskresi, sisanya overproduksi, misalnya karena
kelainan pada sintase HGPRT (hipoksantin-guanin-fosforibosiltransferase) dan PRPP (5-
phosphoribosyl-1-pirofosfat).
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin dalam tubuh. Jika sampel
berupa darah, harga normal asam urat pada laki -laki adalah 3 – 5,9mg/dl dengan rata-
rata 4,5 mg, sedangkan bila berupa serum harga normal asam urat sedikit lebih
rendah. Hasil ini diperoleh jika menggunakan alat yang teliti yaitu good colorimetric
analysis. Jika menggunakan spektrofotometer biasa nilai normalnya 3,3 – 7 mg/dl pada laki-
laki, dan biasanya lebih rendah 0,5-1 mg/dl pada wanita. Pada umumnya laboratorium
klinik menggunakan spektrofotometer b i a s a d e n g a n n i l a i n o r m a l 3 -
7 m g / d l . J i k a l e b i h d a r i 7 m g / d l d i s e b u t hiperurisemia. Dua faktor
penyebab hiperurisemia yaitu:
1. Sintesis meningkat yang bersifat metabolik, seperti
Konsumsi makanan yang mengandung nukleosida purin yang tinggi, seperti bayam, emping,
nanas, jeroan, ampela, dll).
Meningkatnya penghancuran sel, yang artinya terjadi degradasi nukleotida, seperti leukemia,
gangguan lymphoproliferative, anemia hemolitik, psoriasis)
Hiperaktif enzim, seperti pada gout.
pH darah yang asam, seperti saat terjadi asidosis laktat, ketoasidosis.
Hiperparatiroid dan obat
2. Faktor ekskresi oleh tubuli ginjal. Jika ginjal gagal dalam membuang asam urat ke
urine, kadar asam urat darah akan naik.
Pemeriksaan asam urat di laboratorium menggunakan filtrat bebas protein, sama halnya seperti
pemeriksaan kreatinin. Asam urat sukar larut dan diekskresikan dalam urin. Bila asam urat dalam
plasma sangat tinggi (hiperuricemia), maka urat akan dapat mengendap dalam jaringan dalam bentuk
kristal natrium urat. Natrium urat yang mengendap dapat menyebabkan terjadinya inflamasi pada
jaringan tersebut. Respon inflamasi yang terjadi merupakan respon sekunder karena respon leukosit
terhadap kristal monosodium urat (MSU). Hiperurisemia merupakan common denominator
terjadinya gout. Gout merupakan sindrom yang disebabkan oleh respon inflamasi terhadap deposisi
kristal monosodium urat di jaringan. Walaupun hiperurisemia menjadi common denominator gout,
namun bukanlah penentu utama kejadian gout. Artinya, orang dengan kadar asam urat yang rendah
atau normal pun dapat terjadi serangan asam urat. Semua pasien gout mengalami asam urat, namun
hanya 15% orang hiperurisemia mengalami gout. Kadar asam urat kaum pria cenderung meningkat
seiring dengan peningkatan usia. Pada wanita, peningkatan cenderung dimulai sejak masa
menopause, hal ini disebabkan karena wanita memiliki hormon estrogen yang ikut membantu
pembuangan asam urat melalui urin, jadi selama wanita masih memiliki hormon estrogen, maka
asam urat akan dapat lebih terkontrol. Sedangkan pria tidak memiliki hormon ini, menjadi salah satu
faktor mengapa jumlah pria yang mengalami asam urat lebih banyak dibanding wanita.
SYNOVIAL FLUID EXAMINATION
Cairan sinovial adalah cairan viscous yang terdapat dalam rongga sendi. Normalnya, cairan sinovial
memiliki komposisi kimia yang sama dengan plasma karena merupakan ultrafiltrasi plasma. Selain
dibentuk oleh dialisis plasma, cairan sinovial juga dibentuk oleh sinoviosit.
Pemeriksaan cairan sinovial dilakukan untuk membantu diagnosis dan manajemen
penyakit/permasalahan yang berkaitan dengan sendi. Pengambilan sampel cairan sendi disebut
arthrocentesis.
Dalam diagnosis, arthrocentesis diindikasikan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya septic
arthritis (arthritis karena bakteri) pada inividu dengan adanya satu atau beberapa sendi yang
terinflamasi. Arthrocentesis juga digunakan untuk mendiferensiasi/membedakan antara crystal
arthropathy, seperti gout dan pseudogout, efusi inflamatori dan noninflamatori dan hemarthrosis.
Dalam terapi, arthrocentesis dapat dilakukan untuk mendrainase efusi yang besar, hemarthrosis,
atau untuk menginjeksi steroid atau anestesi lokal.
Pemeriksaan yang dilakukan
MAKROSKOPIK
pemeriksaan makroskopis harus dimulai dengan mencatat volume total dari cairan yang diambil. Jika
sampel harus dikirim ke beberapa laboratorium ( mis. mikrobiologi, kimia, dan mikroskopis), volume
total harus dicatat setelah pengambilan.
1. Warna dan kejernihan
Pemeriksaan ini harus dilakukan di tube kaca dengan latar belakang putih.
Prinsip: setiap kelainan memberi warna dan kejernihan yang berbeda. Turbiditas dapat disebabkan
leukositosis, jumlah yang masif dari kristal ( kristal kolesterol dapat terjadi pada artritis
kronik),droplet lemak, fibrin, atau tumpukan sel-sel sinovial yang berdegenerasi yang menghasilkan
agregat jaringan yang mengambang bebas.
Nilai rujukan: tidak berwarna dan jernih
Interpretasi
kuning jernih : artritis traumatik, osteoartritis, dan artritis rheumatoid ringan
kuning keruh : inflamasi spesifik dan nonspesifik (karena brtambahnya jumlah leukosit)
seperti susu (chyloid): arthritis rheumatoid dengan efusi kronik, pirai dengan efusi akut dan
obstruksi limfatik dengan efusi
purulen : artritis septik yang lanjut
seperti darah : trauma, hemofilia, dan sinovitis vilonodularis hemoragik
kuning kecoklatan : perdarahan yang telah lama
2. Bekuan/clotting
Prinsip: fibrinogen membuat aspirat membeku
Cara kerja: biarkan aspirat selama satu jam ,kemudian dilihat apakah ada bekuan atau tidak.
Nilai rujukan : tidak membeku
Interpretasi: + jika ada proses peradangan (makin besar bekuan makin berat peradangan)
3. Viskositas
Prinsip: adanya asam hyaluronat dalam cairan sinovial menentukan viskositas cairan.
Cara kerja :
Isap sampai ke dalam spuit atau semprit tanpa jarum
Teteskan sampel keluar dari spuit tersebut, kemudian ukur panjang tetesan (atau ambil sampel
dengan jari telunjuk, rentangkan jari telunjuk dan ibu jari. Hitung panjang rentangan)
Nilai rujukan: panjang 4-6 cm tanpa putus disebut viskositas tinggi
interpretasi:
viskositas tinggi : non inflamatorik
viskositas menurun (<4 cm): inflamatorik akut dan septik
viskositas bervariasi : hemoragik
NB: karena tes yang abnormal juga dijumpai pada berbagai artritis, maka tes ini tidak dapat dipakai
untuk diagnosis banding
4. Tes Musin
Prinsip: asam asetat dapat membekukan asam hyaluronat dan protein.
Cara kerja:
Buatlah larutan asam asetat 7 N dari 40.8 ml asam asetat glasial dan 100 ml air
Ke dalam tabung reaksi terlebih dahulu dimasukkan 4 ml aquades, kemudian tambahkan 1 ml
cairan sinovial dan tambahkan lagi 1 tetes larutan asam asetat 7 N
Aduk kuat-kuat dengan pengaduk yang terbuat dari gelas
Baca hasil reaksi segera setelah diaduk.
Nilai rujukan:
musin baik : normal (terlihat satu bekuan kenyal dan jernih)
musin sedang : jika bekuan kurang kuat dan tidak mempunyai batas tegas dalam cairan
jernih, misalnya pada RA
musin jelek : jika buan yang terjadi berkeping-keping dalam cairan keruh, misalnya pada
infeksi
MIKROSKOPIK
1. Jumlah leukosit
Prinsip: sampel diencerkan dan dimasukkan ke dalam kamar hitung (hemositometer) dengan
memperhitungkan faktor pengenceran, jumlah lekosit dalam cairan sinovial dapat diketahui
Cara kerja:
Isap sampel ke dalam pipet sampai tanda 0.5
Isap larutan NaCl 0.9% sampai tanda 11, kocok isi pipet beberapa menit agar isi pipet tercampur
baik. Setelah itu buanglah 4-5 tetes isi pipet
Siapkan kamar hitung dengan kaca penutup di atasnya
Teteskan isi pipet perlahan-lahan ke dalam kamar hitung
Hitung jumlah leukosit yang tampak dalam 4 kotak besar dengan menggunakan lensa 10x
hasilnya dikalikan 50
Nilai rujukan: AL < 200/mm3
Interpretasi:
AL 200-500/mm3 : penyakit non inflamatorik (penyakit degeneratif)
AL 2000-100.000/mm3 : inflamatorik akut (artritis gout akut, faktor reumatoid, artritis
rematoid)
AL 20.000-200.000/mm3 : septik/infeksi (artritis TB, artritis gonorrhe, artritis septik)
AL 200-10.000/mm3 : hemoragik.
NB: larutan Turk TIDAK dapat digunakan karena mengandung asam asetat yang dapat menyebabkan
musin membeku, sel bertumpuk dan jumlah sel yang palsu.
2. Morfologi dan hitung jenis
Prinsip: cairan sinovial dihapuskan di atas kaca obyek kemudian diwarnai
Cara kerja: dengan pewarnaan MGG
Nilai rujukan:
monosit dan makrofag : sekitar 60%
limfosit : sekitar 30%
Neutrofil : sekitar 10%
Hitung jenis leukosit pada cairan sinovial memiliki keterbatasan. Neutrofilia pada cairan sinovial
(lebih dari 80% neutrofil) berhubungan dengan artritis bakterial, gout urate, dan rheumatoid
arthritis. Eosinofilia pada cairan sinovial, yang didefinisikan sebgai jumlah lebih dari 2 % dari semua
leukosit, telah dilaporkan terjadi pada metastasis carcinoma ke sinovium, demam rematik akut,
rheumatoid arthritis, infestasi cacing guinea pada sendi, Lyme disease, artritis reaktif yang
berhubungan dengan infestasi Strongyloides, setelah dilakukan arthrography, dan terapi radiasi.
3. Kristal-kristal
Prinsip: jenis kristal tergantung jenis kelainan
Nilai rujukan: tidak ditemukan kristal dalam sendi.
Interpretasi:
Kristal monosodium urat (MSU) : artritis gout
Calcium pyrophosphate dihydrate (CPPD) : kondrokalsinosis (pseudogout)
Calcium hydroxyapatite (HA) : calsific periarthritis dan tendinitis
Kristal kolesterol : rheumatoid arthritis
TES KIMIA
1. Tes glukosa (dilakukan bersamaan dengan tes glukosa darah)
Nilai rujukan: perbedaan antara glukosa serum dan cairan sinovial adalah <10mg%. karena
keseimbangan antara glukosa darah dan cairan sinovial lambat, sampel dari darah dan cairan sinovial
idealnya didapatkan setelah pasien puasa selama paling tidak 6 jam. Namun, spesimen pasien puasa
jarang ditemukan pada praktik klinik. Penurunan glukosa cairan sinovial umumnya disefinisikan
sebagai (1) glukosa cairan sinovial dibawah 40 mg%, atau (2)perbedaan antara glukosa serum dan
cairan sinovial lebih dari 10mg%. Penurunan glukosa cairan sinovial terdapat pada sekitar 50%
pasien dengan artritis bakterial, termasuk arthritis tuberculous. Bagaimanapun juga, penurunan
glukosa cairan sinovial umum terjadi pada prnyakit inflmatorik non-septik seperti rheumatoid
arthritis.
2. Total protein
Nilai rujukan: konsentrasi total protein cairan sinovial adalah sepertiga konsentrasi protein pada
plasma
Interpretasi: meningkat karena perubahan permeabilitas pada membran sinovial dan peningkatan
sintesis pada sendi, misalnya pada rheumatoid arthritis, sinovitis kristal, artritis septik
3. Asam urat
Nilai rujukan: kasar asan urat dalam cairan sinovial adalah sama dengan kadat dalam plasma
Interpretasi: sama-sama (plasma dan cairan sinovial) meningkat pada pasien gout
4. Laktat
Nilai rujukan: sama dengan plasma
Interpretasi: terjadi peningkatan diyakini sebagai akibat dari glikolisis anaerobik dalam sendi,
misalnya pada artritis septik (tetapi sebaliknya pada artritis gonorrhe kadar laktat dapat normal atau
rendah)
TES SEROLOGI
1. Tes Rheumatoid factor (RF)
Prinsip: faktor rematoid dapat dideteksi dengan menggunakan suspensi granul plastik yang dilapisi
gamma Globulin manusia dan akan beraglutinasi jika ada faktor rematoid
Nilai rujukan : aglutinasi+: kadar RF > 8 IU/ml
aglutinasi - : kadar RF <8 IU/ml
Interpretasi:
RF + : sekitar >60% ditemukan dalam cairan sinovial atau serum penderita RA
Hasil positif palsu dapat ditemukan pada penyakit lain seperti: SLE, hepatitis, chirrosis,
limfoma, skleroderma dan penyakit infeksi lain
2. Tes C-reaktif protein (CRP)
Prinsip: reaksi aglutinasi terjadi akibat adanya inflamasi atau nekrosis jaringan
Nilai rujukan : aglutinasi + : kadar CRP > 6 mg/L
aglutinasi - : kadar CRP < 6 mg/L
Interpretasi: aglutinasi+ pada RA aktif, demam rematik (70-80%), keganasan, penyakit virus,
tuberkulosis, kerusakan jaringan, inflamasi.
3. Tes Antinuclear Antibodies (ANA)
ANA pada cairan sinovial didemonstrasikan ada pada sekitar 70 % pasien dengan Systemic Lupus
Erythematous (SLE) dan sekitar 20 % pada pasien dengan RA.
TES MIKROBIOLOGI
1. Pewarnaan Gram
Prinsip: bakteri akan menyerap zat warna tertentu yaitu kristal violet
Hasil : Gram + : bakteri akan berwarna ungu, bentuknay jel;as ( batang atau kokus)
Gram - : nbakteri akan berwarna merah, bentuknya jeals ( batang/ kokus)
2. Pewarnaan Tahan Asam
Prinsip: kuman akan mengambil warna sesuai sifatnya
Nilai rujukan : basil tahan asam (+): badan basil terlihat berwarna merah
basil tidak tahan asam (-): badan basil terlihat berwarna biru
Interpretasi: pada artritis septik, baik pewarnaan maupun kultur hasil sering negatif. Untuk
menghindari hasil negatif perlu dilakukan inokulasi langsung hasil aspirasi cairan sinovial ke dalam
media tertentu.
Referensi:
1. Laboratory Manual blok 3.4 “Limited Movement” 3rd ed.2012. Fakultas Kedoteran Universitas
Gadjah Mada
2. Henry, J.B.ed., Clinical Diagnosis and Management by Laboratory methods 18th ed.,
Philadelphia: WB Saunders Company
3. Thomson, T.W., et.al.,Arthrocentesis of the Knee. N Engl J Med 2006; 354:e19